7 BAB II LANDASAN TEORI Yang menjadi acuan untuk melandasi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
Yang menjadi acuan untuk melandasi penelitian ini adalah teori manajemen
sebagai grand theory, teori manajemen sumber daya manusia dijadikan sebagai
middle theory, dan teori tentang Quality of Work Life (QWL), sedangkan kepuasan
kerja dan kinerja dijadikan sebagai applied theory.
2.1
Manajemen
Menurut Robins dan Coulter (2012) manajemen melibatkan koordinasi dan
pengawasan terhadap aktivitas kerja orang yang bertanggung jawab terhadap
aktivitas tersebut sehingga menjadi efektif dan efisien. Efisien dalam hal ini berarti
memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil. Efisien mengacu pada
penggunaan sumber daya secara benar sehingga seringkali efisiensi digambarkan
sebagai “melakukan sesuatu dengan benar”. Sedangkan, efektif sering digambarkan
sebagai “melakukan sesuatu yang benar”. Yang berati melakukan segala aktivitas
yang membantu organisasi mencapai tujuannya.
Menurut Hasibuan (2007) manajemen merupakan sebuah ilmu dan juga seni
yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Jadi, berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa manjemen adalah
ilmu sekaligus seni yang mempelajari tentang proses pengoordinasian dan
pengawasan dalam memanfaatkan sumber daya manusia secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan tertentu.
2.2
Manajemen Sumber daya Manusia
2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh Dessler (2006), manajemen
sumber daya manusia adalah bagaimana mengatur sumber daya manusia dalam
sebuah perusahaan. Di dalamya mencakup perencanaan dan rekruitmen, pemilihan,
7
8
penempatan, pelatihan, pengembangan, penilaian kinerja, kompensasi, hingga
pemutusan hubungan kerja.
Menurut pendapat Mathis dan Jackson (2010), manajemen sumber daya
manusia adalah rancangan sistem-sistem formal untuk memastikan penggunaan
bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan perusahaan.
Sedangkan Hasibuan (2007), mengungkapkan bahwa manajemen sumber
daya manusia adalah ilmu sekaligus seni yang mengatur hubungan dan peranan
tenaga manusia agar efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Jadi berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah ilmu sekaligus seni yang mengatur sumber
daya manusia di dalam suatu organisasi agar dapat menggunakan bakatnya secara
efektif dan efisien demi mencapai tujuan perusahaan.
2.2.2 Aktivitas Sumber Daya Manusia
Mathis dan Jackson (2010) juga menyebutkan bahwa aktivitas manajemen
sumber daya manusia berfokus pada :
1. Produktivitas. Diukur dari jumlah output per tenaga kerja, peningkatan
tanpa henti pada produktivitas telah menjadi kompetisi global.
Produktivitas tenaga kerja di sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh
usaha, program dan sistem manajemen
2. Kualitas.
Kualitas
suatu
barang/jasa
akan
sangat
memengaruhi
kesuksesan jangka panjang suatu organisasi.Bila suatu organisasi
memiliki reputasi sebagai penyedia barang/jasa yang kualitasnya buruk,
perkembangan dan kinerja organisasi tersebut akan berkurang.
3. Pelayanan. Sumber daya manusia sering kali terlibat pada proses produksi
barang/jasa. Manajemen sumber daya manusia harus disertakan pada saat
merancang proses tersebut. Pemecahan masalah harus melibatkan semua
karyawan, tidak hanya manajer, karena sering kali membutuhkan
perubahan pada budaya perusahaan, gaya kepemimpinan dan kebijakan
SDM.
9
Untuk mencapai sasaran tersebut, manajemen SDM haruslah terdiri dari
aktivitas-aktivitas yang saling berkaitan. Aktivitas SDM adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan dan Analisis Sumber. Aktivitas perencanaan dan analisis
Sumber Daya Manusia mempunyai beberapa muka. Dengan perencaan
Sumber Daya Manusia, manajer mencoba untuk mengantisipasi kekuatan
yang akan memengaruhi pasokan dan permintaan akan tenaga kerja.
2. Kesetaraan Kesempatan Bekerja. Kepatuhan pada hukum dan peraturan
Kesetaraan Kesempatan Bekerja (Equal Employment Opportunity-EEO)
memengaruhi aktivitas Sumber Daya Manusia lainnya dan menjadi bagian
yang tidak terpisah dari manajemen Sumber Daya Manusia.
3. Perekrutan/staffing. Sasaran dari perekrutan adalah untuk menyediakan
pasokan tenaga kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhan organisasi.
4. Pengembangan SDM. Dimulai dari memberikan orientasi pada tenaga kerja
baru, pelatihan kerja-keterampilan (job-skill training) adalah bagian dari
pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia. Pekerjaan pasti akan
berevolusi dan berubah, pelatihan yang berkesinambungan diperlukan untuk
tanggap pada perubahan teknologi
5. Kompensasi dan Keuntungan. Kompensasi diberikan pada tenaga kerja yang
melakukan kerja organisasi seperti dengan pembayaran (pay), insentif, dan
keuntungan (benefit). Perusahaan harus mengembangkan dan selalu
memperbaiki sistem upah dan gaji.
6. Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja. Kesehatan dan keselamatan
fisik serta mental tenaga kerja adalah hal yang utama. Occupational Safety
and Health Act (OSHA) atau Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja telah membuat organisasi lebih tanggap atas isu kesehatan dan
keselamatan.
7. Hubungan Tenaga Kerja dan Buruh / Manajemen. Hubungan antara manajer
dan bawahannya harus ditangani dengan efektif jika ingin tenaga kerja dan
10
organisasi mau tumbuh bersama. Hak-hak tenaga kerja harus diperhatikan,
tidak perduli apakah ada atau tidak ada serikat tenaga kerja.
2.2.3 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis dan Jakson (2010), manajemen sumber daya manusia
memiliki peran bagi organisasi. Peran – peran tersebut antara lain :
1. Peran Administratif
Peran admisnistratif dalam organisasi meliputi; program bantuan
karyawan, adminisitrasi pensiun, pemeriksanaan latar belakang/ surat
keterangan, administrasi imbalan kerja, perencanaan dan administrasi
kompensasi, dan penanganan cuti.
2. Penasihat Karyawan
Orang- orang yang professional di bidang SDM juga berfungsi
sebagai penyalur suara atau pendapat karyawan mengenai persoalan yang
terjadi di lingkungan organisasi. Oleh karena itu, secara tidak langsung para
profesional SDM biasanya dipandang sebagai petugas moral perusahaan.
3. Operasional
Peran Operasional SDM terdiri dari beberapa aktivitas yaitu:
•
Pengadaan tenaga Kerja (Procurement)
Maksudnya, manajemen SDM juga berfungsi untuk mendapatkan
jenis dan jumlah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan perusahaan akan
tenaga kerja. Hal – hal yang berkaitan dengan kegiatan ini mencakup
penentuan sumber daya manusia yang dibutuhkan dan perekrutannya, lalu
dilanjutkan oleh seleksi dan penempatan. Penetuan sumber daya manusia
yang diperlukan harus berdasarkan pada tugas – tugas yang sudah
tercantum pada rancangan pekerjaan yang telah ditentukan sebelumnya.
•
Pengembangan (Development)
Pengembangan merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan
melalui pelatihan yang dibutuhkan untuk menghasilkan prestasi kerja
yang baik. Seiring dengan perubahan lingkungan yang terjadi dengan
11
sangat cepat, kegiatan ini menjadi amat penting untuk dilakukan untuk
menyesuaikan dengan lingkungan.
•
Kompensasi (Compensation)
Secara garis besar, fungsi ini dirumuskan sebagai upaya balas jasa yang
memadai dan layak untuk karyawan atas apa yang telah diberikan kepada
perusahaan dalam membantu mencapai tujuan perusahaan.
•
Integrasi (Integration)
Integrasi merupakan usaha untuk menghasilkan kesesuaian antara
kepentingan individu, masyarakat, dan organisasi. Definisi ini didasarkan
pada kepercayaan akan adanya kepentingan yang berbeda –beda dan saling
tumpang tindih di dalam masyarakat.
•
Pemeliharaan (Maintenance)
Pemeliharaan merupakan usaha untuk mengabadikan angkatan kerja yang
mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerja dengan baik. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh komunikasi dengan para karyawan, keadaan fisik
karyawan, dan kesehatan keselamatan kerja karyawan.
•
Separasi (Separation)
Sesuai dengan fungsi MSDM yang telah dibahas sebelumnya, perusahaan
berhak untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kualifikasi yang
dibutuhkanya. Untuk itu, fungsi yang paling akhir adalah fungsi pemutusan
kerja. Perusahaan bertanggung jawab untuk mengembalikan orang-orang
yang telah didapatkannya kembali ke masyarakat. Perusahaan bertanggung
jawab untuk melaksanakan prose’s pemutusan hubungan kerja sesuai dengan
peraturan dan persyaratan yang telah ditentukan dan menjamin untuk
mengembalikannya dalam keadan yang sebaik mungkin.
12
4. Strategis
Peran strategis yang dimiliki MSDM maksudnya adalah MSDM harus
berfokus pada implikasi jangka panjang bagi perusahaan. Oleh karena itu
MSDM memiliki peranan yang sangat penting bagi organisasi.
2.3
Quality of Work Life
Menurut Permarupan, Al-Mamun & Saufi (2013), konsep Quality of Work
Life (QWL) pertama ditemukan pada tahun 1962. Konsep QWL itu sendiri sangat
diperhatikan di Amerika Serikat, Jepang, dan Negara-negara industri lainnya. QWL
bersifat multi-dimensional, yang menunjukan kepuasan secara keseluruhan pada
kehidupan kerja seseorang yang mengacu kepada work-life yang seimbang. QWL
memberikan rasa kepemilikan terhadap organisasi, perasaan menjadi diri sendiri,
termasuk merasa menjadi lebih berguna dan dihargai. QWL juga dapat memuaskan
kebutuhan psikologikal dari seorang karyawan terhadap perusahaannya.
Konsep QWL baru mendapatkan perhatian setelah General Motor dan United
Auto Worker memperbaharui sistem kerjanya dengan membuat program QWL.
Menurut pendapat Robbins yang dikutip dari Gayathiri dan Ramakrishnan, QWL
didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi merespon kebutuhan
karyawan dengan mengembangkan mekanisme untuk memungkinkan mereka untuk
memberikan andil sepenuhnya dalam membuat keputusan yang merancang
kehidupan mereka di tempat kerja. QWL merupakan konsep yang kompleks dan
multi dimensional. Maksudnya, berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
memandang QWL dari berbagai sudut pandang dan berbagai kategori atau faktor
untuk mengukur quality of work life. Sehingga sulit untuk mendefinisikan dan
mengukur QWL secara persis. (Gayathiri dan Ramakrishnan, 2013)
Bhanugopan & Fish (2008 ) mengemukakan indikator seperti kurangnya stres
kerja, kurangnya burnout kerja, kurangnya keinginan berpindah dan kepuasan kerja.
Mereka termasuk langkah-langkah seperti kepuasan kerja, mendapatkan uang,
keanggotaan dalam tim sukses, keamanan kerja & pertumbuhan pekerjaan. Connell
& Hannif (2009) melaporkan tiga faktor yaitu konten pekerjaan, Jam kerja dan
keseimbangan kehidupan kerja, dan Manajerial / pengawasan gaya dan strategi.
Sedangkan Adhikari & Gautam ( 2010 ) mengukur QWL dengan; gaji yang memadai
13
dan tunjangan, keamanan kerja, kondisi kerja yang aman dan kesehatan, pekerjaan
yang bermakna dan otonomi dalam pekerjaan.
Sedangkan Thomas A. Wyatt & Chay Yue Wah (2001) mendefinisikan
Quality of Work Life mengacu kepada identifikasi dua faktor umum yaitu
pekerjaan/lingkungan kerja dan keselamatan dan kesejahteraan karyawan. Ketika
penelitian lain banyak meggunakan sektor yang berkaitan dengan kesehatan (rumah
sakit) atau sektor yang bergerak di bidang teknologi, penelitian yang dilakukan
Wyatt dan Wah menggunakan seluruh sektor industri di Singapur untuk dijadikan
objek penelitian. Untuk itu, indikator yang dijadikan acuan untuk mengukur QWL
pada penelitian tersebut bersifat lebih universal.
2.3.1 Indikator Quality of Work Life
Wyatt dan Wah (2001) mengelompokkan Quality of Work Life ke dalam 4
dimensi umum yaitu
1. Manajemen yang mendukung dan lingkungan kerja yang menyenangkan;
•
Aktif dalam membantu manajemen dalam mengambil keputusan
•
Keterlibatan kerja yang tinggi
•
Rendahnya tuntutan pekerjaan yang tidak sesuai.
2. Perkembangan individu dan otonomi
•
Dampak yang postif bagi kehidupan pribadi
•
Hubungan pribadi yang erat
•
Kualitas komunikasi yang baik dalam organisasi
•
Selain itu juga tercapainya tujuan karir pribadi.
3. Alamiah pekerjaan.
•
Adanya manfaat yang didapat
•
Pembayaran yang baik
•
Perencanaan karir yang baik
•
Pekerjaan yang adil
14
4. Peluang dan rekan yang mendukung
2.4
•
Stimulasi yang baik antara karyawan dan rekan kerjanya
•
Kesempatan untuk menggunakan kemampuannya
•
Kesempatan untuk mempelajari hal-hal baru
Kepuasan Kerja
2.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Terdapat bermacam-macam pengertian dan batasan tentang kepuasan kerja,
namun Sutrisno (2009) mengelompokannya kedalam dua macam. Yang pertama,
kepuasan kerja dipandang sebagai reaksi emosional yang kompleks. Reaksi
emosional ini terjadi akibat keinginan dan harapan karyawan terhadap pekerjaanya,
yang nantinya kan menimbulkan suatu bentuk reaksi emosional yang berwujud
perasaan puas atau tidak puas.
Yang kedua, kepuasan kerja dinilai sebagai sikap seorang karyawan terhadap
pekerjaan yang dihadapinya. Sikap ini berasal dari kumpulan sikap khusus individu
terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaannya. Menyangkut faktor
fisik dan psikologis yang dirasakan karyawan.
Menurut Mathis dan Jackson (2010) kepuasan kerja merupakan keadaan
emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja
seseorang.
Hasibuan (2007) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap emosional
yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Robbins dan Judge (2008) memandang kepuasan kerja sebagai suatu sikap
umum terhadap pekerjaan seseorang meliputi selisih antara banyaknya ganjaran yang
diterima dengan yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Sedangkan Siagian (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan
suatu cara pandang sesorang yang bersifat positif ataupun negatif mengenai
pekerjaannya.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
merupakan keadaan emosional yang positif terhadap pekerjaanya.
15
2.4.2 Indikator Kepuasan Kerja
Menurut Robbin dan Coulter (2012) kepuasan kerja akan menyebabkan
seseorang melakukan tindakan positif terhadap pekerjaannya, sebaliknya orang yang
tidak puas akan menunjukan tindakan negative terhadap pekerjaanya. Secara tidak
langsung maka kepuasan kerja akan terlihat dari sikap seseorang terhadap
pekerjaannya. Orang yang puas akan bertindak positif seperti rajin bekerja,
bersungguh sungguh, dan mempunyai semangat kerja. Sedangkan orang yang tidak
puas dengan pekerjaannya akan berprilaku negative seperti absensi yang tinggi, dan
melalaikan tugasnya. Maka, yang dijadikan indikator kepuasan kerja dalam
penelitian ini adalah :
1) Rajin bekerja
2) Bersungguh sungguh dalam menyelesaikan pekerjaannya
3) Mempunyai semangat kerja
4) Tingkat absensi rendah
2.4.3 Faktor Yang Mepengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan
Adapun beberapa faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja (Robins dan
Coulter , 2012 ), antara lain :
1) Pekerjaan yang menantang
Dikatakan bahwa pekerjaan yang memberi peluang untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan,
serta menawarkan variasi tugas,
kebebasan dan umpan balik cenderung lebih disukai. Karakteristik ini
membuat pekerjaan menjadi menantang secara mental.
2) Imbalan yang sesuai
Karyawan menginginkan sistem gaji yang mereka anggap sesuai dengan
apa yang mereka harapkan dan adil berdaarkan permintaan pekerjaan,
tingkat keterampilan individu dan standar pembayaran masyarakat.
3) Kondisi kerja yang mendukung
Kondisi lingkungan akan memengaruhi kenyaman pribadi karyawan agar
dapat bekerja dengan lebih baik.
16
4) Rekan kerja yang mendukung
Karyawan bekerja tidak hanya semata mata untuk mendapatkan uang atau
prestasi yang berwujud, namun sebagian karyawan juga membutuhkan
interaksi sosial.
5) Kesesuaian kepribadian pekerjaan
Pekerjaan yang cocok dengan kepribadian seseorang akan meningkatkan
rasa puas orang tersebut terhadap pekerjaannya.
6) Disposisi genetik Individual
Disposisi seseorang terhadap hidup positif atau negatif ditentukan oleh
bentukan genetisnya, bentukan sepanjang waktu, dan dibawa serta
kedalam disposisinya
2.4.4 Ketidakpuasan Karyawan
Menurut Robbins dan Judge (2012), ketidakpuasan dapat ditunjukkan karyawan
melalui berbagai cara. Misalnya, daripada berhenti karyawan dapat mengeluh, tidak
patuh, menelantarkan sebagian dari tanggung jawab kerja mereka, bahkan mencuri
milik organisasi. Adapun empat respons yang dapat ditunjukan karyawan untuk
mengungkapan ketidakpuasannya, yaitu:
•
Exit
Dalam hal ini, ketidakpuasan diungkapkan dengan perilaku yang mengarah
untuk meninggalkan organisasi. Termasuk di dalamnya pencarian suatu
posisi baru maupun meminta berhenti
•
Suara (voice)
Yaitu dengan aktif dan konstruktif memberikan suaranya untuk memperbaiki
kondisi. Mencakuo saran perbaikan, membahas problem-problem dengan
atasan dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
17
•
Kesetiaan (Loyality) yang pasif tetapi optimistis menunggu kondisi
berubah menjadi lebih baik. Mencakup berbicara membela organisasi
menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya
untuk melakukan hal yang tepat.
•
Pengabaian (Neglect), yaitu secara pasif membiarkan kondisi memburuk,
termasuk kemangkiran atau dating terlambat secara kronis, mengurangi
usaha, dan meningkatnya tingkat kekeliruan.
2.4
Kinerja
2.4.1 Pengertian Kinerja
Menurut Hasibuan (2007) Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai
sesorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya dan
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu yang digunakan.
Menurut Bernardin dan Russel ( dalam Ruky, 2004) mendefinisikan kinerja
atau prestasi sebagai catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiata tertentu selama kurun waktu tertentu.
Menurut Mathis dan Jackson (2006), kinerja adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh karyawan. Secara garis besar, kinerja karyawan meliputi 5
elemen, yaitu :
1) kuantitas dari hasil
2) kualitas dari hasil
3) ketepatan waktu dari hasil
4) kehadiran, dan
5) kemampuan bekerja sama.
2.4.2 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2010) faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
karyawan individual antara lain:
18
1) Kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut
Meliputi:
•
Minat
•
Bakat
•
Faktor kepribadian dari individu tersebut.
2) Usaha yang dicurahkan
Meliputi:
•
Motivasi
•
Etika dalam bekerja
•
Kehadiran individu, dan
•
Rancangan tugas.
3) Dukungan organissi
Meliputi dukungan dari perusahaan yang berupa penyediaan fasilitas
seperti :
•
Pelatihan dan pengembangan
•
Peralatan dan teknologi
•
Standar kerja
•
Manajemen, serta
•
Rekan kerja dalam organisasi
Hubungan ketiga faktor ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kinerja (Performance) = Kemampuan (Ability) x Usaha (Effort) x Dukungan
Organisasi (Support)
2.4.3 Indikator Kinerja
Menurut Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2004) , ada 6 indikator pada
kinerja individu, yaitu :
1) Kualitas, yaitu seberapa besar pekerjaan yang dilakukan sudah sempurna,
atau memenuhi tujuan yang diharapkan.
19
2) Kuantitas, dalam hal ini termasuk seberapa besar aktivitas yang dapat
diselesaikan.
3) Ketepatan waktu, mencakup waktu yang digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
4) Efektivitas biaya, dalam hal ini maksudnya penggunaan sumber daya
secara maksimal.
5) Kemandirian ( the need for supervisor ) dalam hal ini seberapa jauh
seseorang dapat melaksanakan tugasnya untuk menghindari kejadian
yang tidak diinginkan.
6) Komitmen kerja yaitu seberapa jauh karyawan bertanggung jawab dan
menjaga nama baik perusahannya, serta adanya koordinasi yang baik
antara rekan-rekan kerjanya
2.4.4 Penilaian Kinerja
Dalam sebuah perususahaan penilaian kerja penting untuk dilakukan. Penilaian
kinerja bertujuan untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan sudah melakukan
tugasnya dan untuk mengukur apakah karyawan tersebut sudah bekerja sesuai
dengan apa yang perusahaan harapkan.
Penilaian kinerja merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan
kembali dan evaluasi prestasi kinerja karyawan secara berkala. Proses penilaian
kinerja terbentuk karena adanya sebuah proses atau terdiri dari berbagai rangkaian
kegiatan, diantaranya : identifikasi, observasi, pengukuran, pengembangan hasil
kerja karyawan dalam suatu perusahaan.
20
2.5 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Model Penelitian
Kepuasan Kerja Karyawan
(X2)
Quality of Work Life (X1)
Kinerja (Y)
Sumber: Peneliti
2.6 Hubungan Antar Variabel
2.6.1 Hubungan Quality of Work Life Dengan Kinerja
Secara garis besar, QWL merupakan kepuasan karyawan secara keseluruhan.
Beragam faktor yang digunakan untuk mengukur QWL. Bila dikaitkan dengan
kinerja, pada penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa bila perusahaan dapat
membuat program QWL yang baik maka akan meningkatkan kinerja karyawannya.
Karena QWL mencakup berbagai aspek yang menjadi kebutuhan karyawan, oleh
karena itu bila karyawan merasa puas terhadap QWL nya maka merereka akan
bersemagat untuk melakukan tugas-tugasnya dengan lebih baik.
2.6.2 Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Kinerja
Kepuasan karyawan sering kali dihubungkan dengan kinerja. Banyak
penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa ada pengaruh yang positif bagi
kinerja bila karyawannya merasa puas. Karyawan yang merasa puas cenderung akan
memberikan kinerja yang lebih baik bagi perusahan karena menjadi bersemangat dan
bersungguh-sungguh dalam melakukan tugasnya. Lain halnya dengan karyawan
yang tidak puas, mereka cenderung tidak bersemangat dan malas – malasan dalam
21
mengerjakan tugas, sehingga kinerja yang mereka berikan bagi perusahaan akan
memburuk.
Menurut Sutrisno (2009), ada beberapa hal yang menjadi alasan betapa
pentingnya keperdulian para manajer terhadap kepuasan kerja, anntara lain; terdapat
bukti yang jelas bahwa karyawan yang tidak puas akan lebih sering melewatkan
kerja dan lebih besar kemungkinan untuk mengudurkan diri. Selain itu, telah
diperagakan bahwa karyawan yang puas mempunyai kesehatan yang lebih baik dan
usia yang lebih panjang.
2.6.3 Hubungan Quality of Work Life Dengan Kepuasan Kerja
Di beberapa penelitian sebelumnya, kepuasan kerja dijadikan indikator untuk
mengukur QWL. Oleh karena itu sudah seharusnya bila penerapan QWL di sebuah
perusahaan sudah baik, maka kepuasan karyawan terhadap pekerjaan akan semakin
bertambah.
Pada penelitian ini, kepuasan kerja dijadikan sebagai variabel moderasi.
Yaitu variabel yang memengaruhi hubungan asli dari variabel independen terhadap
variabel dependen. Secara tidak langsung, dengan adanya kepuasan kerja maka
persepsi karyawan terhadap penerapan QWL di perusahaan akan berubah yang
menyebabkan terjadinya perubahan pada hubungan asli dari QWL terhadap kinerja
karyawan.
2.7 Hipotesis
1. Bagaimana pengaruh Quality of Work Life terhadap kinerja karyawan pada
PT. Gama Linggatama?
Ho : Tidak ada pengaruh Quality of Work Life terhadap kinerja karyawan
pada PT. Gama Linggatama
H1 : Ada pengaruh Quality of Work Life terhadap kinerja karyawan pada PT.
Gama Linggatama.
22
2. Bagaimana pengaruh Quality of Work Life terhadap kinerja karyawan dengan
kepuasan kerja sebagai variabel moderator pada pada PT. Gama
Linggatama?
Ho : Tidak ada pengaruh Quality of Work Life terhadap kinerja karyawan
dengan kepuasan kerja sebagai variabel moderator pada PT. Gama
Linggatama
H1 : Ada pengaruh Quality of Work Life terhadap kinerja karyawan dengan
kepuasan kerja sebagai variabel moderator pada PT. Gama Linggatama.
Download