wawancara REPUBLIKA JUMAT, 4 MARET 2011 Berharap Lebih pada Penulis Lokal enerbit buku Islam semakin bertambah jumlahnya. Buku yang diterbitkan juga sangat beragam. Bagaimana penerbit-penerbit Islam memenuhi kebutuhan pembacanya dan apa saja tantangan yang mereka hadapi, termasuk apa yang mereka peroleh dari Islamic Book Fair (IBF)? Ketua IKAPI DKI Jakarta Afrizal Sinaro menjelaskannya kepada wartawan Republika, Edy Setiyoko. Berikut petikannya. P Bagaimana perkembangan dunia perbukuan secara umum hingga 2010? Kondisi industri perbukuan nasional secara umum sangat bagus, terutama menyangkut perbukuan Islam. Penerbitan buku-buku Islam sejak krisis moneter 1998 hingga kini grafiknya terus naik. Jumlah penerbit berkembang pesat, jumlah buku yang diterbitkan kian banyak. Ini artinya, dari waktu ke waktu kondisi perbukuan semakin baik. Secara khusus, bagaimana perkembangan penerbitan buku-buku Islam? Sekarang, jumlah anggota IKAPI DKI Jakarta ada 290 penerbit dan sekitar 40 persen di antaranya adalah penerbit buku Islam. Dulu, jumlah penerbit buku Islam bisa dihitung dengan jari. Sekarang perkembangannya pesat. Mereka menerbitkan buku pelajaran, buku proyek pemerintah, buku agama, cerita dan sejarah Islam, serta ekonomi Islam. Saya bangga melihat perkembangan penerbitan buku Islam. Umat Islam Indonesia yang mayoritas, merupakan pasar potensial untuk mengembangkan buku-buku Islam. Jelas ini prospek yang sangat luar biasa. Dan, yang lebih membanggakan lagi, sekarang buku-buku yang bernapaskan keagamaan sudah merupakan kebutuhan. Sekarang, saat liburan keluarga Muslim sudah terbiasa menyediakan waktu datang ke toko buku dan mal, mencari bahan bacaan yang bernapaskan keagamaan. Ini sudah menjadi tren. Ini bagian dari wisata spiritual. Apa peluang dan tantangan bagi penerbit buku Islam sekarang ini? Penerbit buku Islam melihat jumlah umat Islam yang mayoritas, sebagai sebuah peluang besar. Apalagi, kelompok umat yang tingkat kesadaran spiritualnya tinggi menganggap buku sebagai hal yang penting. Ini juga merupakan celah yang mesti dimanfaatkan oleh para penerbit. Bicara soal tantangan, jelas cukup banyak. Pertama, saat ini penerbit tidak mudah mendapatkan naskah. Terutama naskah dari penulis lokal, orang Indonesia asli maksudnya, yang hasil karyanya cukup berkualitas. Selama ini, kebanyakan buku Islam yang diterbitkan merupakan terjemahan penulis EDY SETIYOKO/REPUBLIKA SEHAT ITU M enyusul sukses buku Allah Sang Tabib (2009) dan Sehat tanpa Obat (2010), Dr Briliantono M Soenarwo (seorang dokter ahli bedah tulang) dan KH Rusli Amin MA (seorang da’i kondang), menerbitkan buku lanjutan berjudul Sehat Holistik ala Rasulullah. Buku yang juga diterbitkan oleh Al-Mawardi Prima tersebut akan diluncurkan di ajang Islamic Book Fair (IBF) ke-10 tahun 2011, Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (5/3). Sejalan dengan napas dua buku sebelumnya, buku ini pun berupaya menegakkan paradigma berpikir yang tepat tentang kesehatan, bahwa Allah-lah yang memberikan karunia kesehatan maupun kesembuhan. Namun manusia wajib berikhtiar diiringi doa dan kepasrahan (tawakal) kepada Allah SWT. Penulis juga menegaskan bahwa sehat itu pada dasarnya mudah dan murah. Untuk itu, penulis mengangkat contoh nyata sosok manusia yang gaya hidup sehariharinya dapat diteladani oleh segenap umat manusia, yakni Rasulullah Muhammad SAW. Buku ini mengupas tentang pola hidup sehat yang menyeluruh atau sehat holistik, dengan merujuk kepada pola hidup Rasulullah SAW. Penulis menegaskan bahwa pola hidup yang dipraktikkan Rasulullah SAW adalah pola hidup sehat yang menyeluruh dan sangat didambakan oleh manusia modern. Yakni, pola hidup seimbang antara akal (intelektual), jiwa (emosional) dan ruh (spiritual) yang melahirkan ketenangan lahir-batin dan menghadirkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sesungguhnya pola hidup 3 Judul buku: Sehat Holistik ala Rasulullah Penulis: DR KH Briliantono M Soenarwo SpOT FICS MD PhD dan KH Muhammad Rusli Amin MA Penerbit: Al-Mawardi Prima Cetakan: I, Maret 2011 Tebal: 296 hlm Rasulullah SAW adalah pola hidup yang sangat cocok dijadikan panduan dan teladan oleh manusia modern, atau siapa saja yang menginginkan hidup sehat secara holistik. Penulis membagi bukunya menjadi empat bab. Bab pertama memaparkan alasan-alasan, mengapa manusia akhir zaman ini memerlukan seorang nabi yang bersifat universal, untuk semua bangsa. Bab kedua me-review sedikit tentang sejarah Nabi Muhammad. Bab ketiga dan keempat boleh disebut sebagai inti buku ini. Bab ketiga mengajak pembaca mengenal lebih dekat figur Rasulullah SAW. Pada bab ini penulis juga mengelaborasi kemuliaan akhlak Nabi, serta cara Nabi berpikir, bersikap dan bertindak. Adapun bab keempat mengenalkan sosok Rasulullah SAW sebagai manusia ideal, model yang sempurna, yang di mana pun beliau berada pasti merupakan pribadi yang sempurna dan agung. Siapa pun yang sudah membaca buku Allah Sang Tabib dan Sehat tanpa Obat perlu memiliki dan membaca Sehat Holistik ala Rasulullah. Dengan membaca buku ini, maka untaian indah yang diuraikan dalam dua buku terdahulu akan berkesinambungan dengan buku terbaru karya DR Briliantono M Soenarwo dan KH Rusli Amin ini. Namun, mereka yang belum memiliki kedua buku tersebut tidak ada salahnya memiliki buku Sehat Holistik ala Rasulullah ini. Sebab, ketiga buku ini bisa dibaca sebagai sekuel, tetapi juga bisa dibaca secara terpisah. Pada dasarnya, baik dibaca secara berkesinambungan maupun sendiri-sendiri, ketiga buku ini bertabur hikmah bahwa sehat itu mudah dan murah. I irwan kelana luar kebanyakan dari Timur Tengah. Sebenarnya, saya banyak berharap menerima naskah dari penulis lokal. Karya mereka tidak kalah kualitasnya dari penulis dari Timur Tengah. Kenapa saya berharap naskah dari penulis lokal? Karena tulisan mereka mudah dipahami. Dan, penulis lokal cukup memahami kondisi sosiokultural masyarakat setempat. Beda dengan penulis asing, mereka kurang memahami sosiokultural masyarakat Indonesia. Kebanyakan hasil karya mereka sulit dipahami. Diharapkan dosen perguruan tinggi, kiai, ulama, dan cendekiawan Muslim menulis naskah-naskah buku populer. Saya yakin mereka mempunyai kemampuan itu. Banyak dari mereka fasih bicara, lancar pidato, dan menyampaikan ceramah dengan beragam gaya. Sayang, kebanyakan dari mereka kurang terbiasa menuangkan apa yang disampaikan dalam ceramah ke dalam bentuk tulisan. Penerbit coba memacu mereka untuk menulis buku. Mereka mampu dan syukur kalau buku mereka bisa menjadi best seller, tentu bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Arab. Selanjutnya, dipasarkan ke luar negeri. Saya optimistis karya penulis lokal kita tak kalah menariknya dari karya penulis asing. Sepanjang karya mereka siap diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan Inggris, pasti bisa bersaing. Dan, pada masa-masa mendatang, penerbit buku Islam diharapkan berani menempuh langkah seperti itu. Mereka tak sekadar datang melihat pameran buku Islam terbesar di Mesir, Jerman. Lalu, ambil buku dari sana terus diterjemahkan. IBF lima tahun ketiga sudah saatnya mengundang penerbit asing untuk datang ke Indonesia. Mereka biar melihat karya buku penulis lokal. Kita bersyukur kalau mereka tertarik untuk mengambil, menerjemahkan, mencetak, dan memasarkan buku dari penulis Indonesia di negara mereka. Paling tidak, ada langkah seperti yang dilakukan Penerbit Al Mawardi Prima yang meluncurkan buku best seller berjudul “Allah Sang Tabib” karya Dr H Briliantono M Soenarwo. Buku berisi kesaksian seorang dokter ahli bedah itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan dijadikan bacaan wajib bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Apa arti IBF bagi penerbit? Setelah lima tahun pertama berlangsung, IBF merupakan fondasi bagi kalangan penerbit. Paling tidak, itu menjadi pengalaman awal mereka menyelenggarakan pameran. Mereka cukup banyak menimba pengalaman, baik dari sesama penerbit maupun masyarakat yang menjadi konsumen buku. Mereka juga akhirnya memahami seluk-beluk perbukuan yang diminati masyarakat seperti apa. Dari pengalaman itu, penerbit mulai menata diri. Kemudian, dilanjutkan dengan IBF lima tahun kedua, di sini para penerbit mulai melakukan rancang bangun. Melakukan ancang-ancang untuk mengembangkan industri perbukuan nasional. Pada lima tahun selanjutnya, kita siap untuk go international. Apalagi, pameran buku melalui IBF tak hanya terbesar di Asia Tenggara. Tapi juga, sudah kelas dunia. Banyak buku terbitan anggota IKAPI tak hanya sebatas bicara di tingkat nasional, tapi juga telah merambah dunia internasional. Ada pengalaman menarik yang dipetik dari IBF? Buku yang dipamerkan di IBF semua bernapaskan Islam. Panitia penyelenggara tidak membatasi aliran, mazhab, ataupun ormas Islam tertentu. Semua buku Islam, entah itu karya orang Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, atau ormas Islam lainnya dipersilakan untuk ikut dipamerkan. Biarlah masyarakat Islam yang menilai. Alhamdulillah, berkat kebersamaan rekan-rekan penerbit, selama 10 tahun IBF berjalan membuahkan hasil yang menggembirakan. Target kita nantinya pameran IBF terbesar di Asia dan diproyeksikan akan masuk kancah internasional. Adakah sisi lain, selain IBF sebagai ajang berpromosi? Kami mengikuti IBF dari yang pertama hingga ke-10. Ini bukan hanya tempat berpromosi. Ada tujuan yang lebih mulia, yakni syiar dakwah Islam. n ed: ferry kisihandi