HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN JOB INSECURITY PADA KARYAWAN SKRIPSI Oleh : Ria Setyaningrum F. 100 030 139 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karyawan yang bekerja dalam perusahaan terkadang merasa tidak nyaman dalam bekerja sehingga mempengaruhi emosi, proses, pikiran dan kondisi fisik. Pengaruh dari konsekuensi tersebut antara lain adalah penurunan ataupun peningkatan usaha dalam waktu jangka pendek maupun dalam jangka waktu lama. Ketidaknyamanan merupakan salah satu ciri-ciri adanya job insecurity. Menurut Green (2003) job insecurity sebagai kegelisaan pekerjaan, yaitu sebagai suatu keadaan dari pekerjaan yang terus menerus dan tidak menyenangkan. Pegawai yang mengalami job insecurity dapat mengganggu semangat kerja sehingga efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan tugas tidak dapat diharapkan dan juga akan mengakibatkan turunnya produktivitas kerja. Akibat turunnya produktivitas tentu saja mempengaruhi keberlangsungan perusahaan. Bahrul (2003) dalam sebuah penelitiannya memaparkan bahwa faktor yang berpotensi menimbulkan job insecurity cukup bervariasi. Berdasarkan urutannya lima penyebab terbesar job insecurity adalah: (1) beban kerja berlebih sebesar 82,2%, (2) pemberian upah yang tidak adil 57,9%, (3) kondisi kerja 52,3%, (4) beban kerja kurang 48,6%, (5) tidak diikutkan dalam pengambilan keputusan 44,9% Senngenberger (Farida, 2003) mengemukakan ada situasi yang dirasa tidak aman di antara karyawan, misalnya tenaga ahli komputer seperti penangkal Hacker. Individu semacam ini memiliki unsur penting dalam pekerjaan dengan job insecurity rendah. Ada pula karyawan yang memiliki kontrak kerja namun merasa tidak aman seberapa lama kontrak itu bisa diperpanjang lagi. Kondisi yang tidak permanen karena adanya ketidakpastian pekerjaan dapat menimbulkan job insecurity utamanya yang masih muda. Karyawan muda dan berasal dari kalangan sosial menengah ke atas serta memiliki keterampilan yang cukup sekalipun tetap merasakan ketidakpastian akan apa yang terjadi di masa depan. Green (2003) menyatakan job insecurity dapat diartikan sebagai kecemasan dalam pekerjaan, yaitu sebagai suatu keadaan dari pekerjaan yang terus menerus dan tidak menyenangkan. Pegawai yang mengalami job insecurity dapat mengganggu semangat kerja sehingga efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan tugas tidak dapat diharapkan dan juga akan mengakibatkan turunnya produktivitas kerja. Akibat turunnya produktivitas tentu saja mempengaruhi keberlangsungan perusahaan. Kondisi yang menggambarkan terjadinya job insecurity di perusahaan banyak terjadi di berbagai perusahaan, seperti yang terjadi PT. Telkomsel wilayah Surakarta, banyak di antara karyawan yang merasa tidak nyaman bekerja di perusahaan tersebut, disebabkan beberapa hal. Salah satu contoh adanya persaingan yang kurang sehat antar sesama karyawan. Perilaku persaingan yang tidak sehat tersebut antara lain dikarenakan belum terciptanya komunikasi yang harmonis antara sesama karyawan maupun dengan pimpinan, sehingga mereka yang tidak dapat menyesuaikan dengan kondisi kerja seperti itu sehingga memilih pindah kerja ke perusahaan lain yang dirasa dapat memberikan kenyamanan kerja yang lebih baik (Wawancara karyawan, PT. Telkomsel, 2009) Ulasan di atas didukung oleh pendapat McGrath (Jewel dan Siegal1, 1998) yang mengemukakan sumber terjadinya job insecurity antara lain disebabkan karena lingkungan sosial hal ini meliputi hubungan interpersonal karyawan dengan rekan kerja dan atasan. Hal ini berarti salah satu determinan yang diasumsikan mempengaruhi job insecurity yaitu komunikasi interpersonal. Sheridan dan Radmacher (1992) mengemukakan peran kualitas komunikasi pada seseorang merupakan suatu hal yang cukup berpengaruh terhadap interaksi seseorang. Komunikasi yang efektif akan membantu seseoarang menemukan, memahami, dan mengembangkan konsep diri hal ini sesuai dengan pendapat Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas atau kualitas komunikasi adalah supotiveness, partisipasi membuat keputusan, kepercayaan, keterbukaan, dan tujuan yang tinggi Komunikasi interpersonal di perusahaan akan membuat suasana kerja yang menyenangkan, terjalin interaksi yang harmonis antar satuan kerja dan dapat mengurangi kekakuan dalam hubungan kerja. Seperti dikemukakan Purwanto (2003) bahwa komunikasi mempunyai hubungan yang erat dengan emosi, sebab dalam emosi sebagai penggerak energi, emosi memuat informasi, dan emosi membangun interpersonal. Maksudnya, seseorang yang dapat mengontrol emosi saat melakukan komunikasi dapat menyampaikan inti informasi dengan tepat sesuai tujuan. Hal ini dapat terjadi sebab emosi sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dapat memberi tanggapan atas persepsi dalam dirinya saat terjadi proses komunikasi. Suatu komunikasi interpersonal (antar pribadi) dikatakan sukses kalau membawa hasil. Berkaitan dengan ruang lingkup pekerjaan, Liliweri (1991) mengungkapkan bahwa manusia hidup dan bekerja karena ingin menunjukkan keberadaannya, dan setiap orang telah mengalami suatu pengalaman berkomunikasi dalam bidang pekerjaannya selain pengalaman berkomunikasi di rumahnya. Keuntungan yang terjadi ketika melakukan komunikasi interpersonal di perusahaan antara lain (1) dapat mengetahui secara langsung apakah pemberi pesan (komunikator) dapat diterima oleh lawan bicara atau tidak; (2) dapat mengetahu apakah pesarn yang yang dikirim dan diterima dan dimengerti olehpihak lain; (3) dapat mengetahui apakan pesan yang terkirimkan tidak hilang ataupun dapat menjadi kurang jelas; (4) dapat belajar mengenai sesuatu pesan yang perlu diulang. Menurut Pradiansyah (1999) upaya menciptakan hubungan industrial yang harmonis di dalam organisasi dapat dilakukan dengan menciptakan komunikasi yang baik antara semua anggota. Komunikasi adalah proses untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding). Proses ini harus dimulai dari keinginan untuk memahami pihak lain. Komunikasi juga berusaha untuk membangun budaya keterlibatan (high involvement culture). Inilah yang sebenarnya merupakan esensi dari demokrasi industri (Industria Democracy), yaitu bagaimana agar pekerja memiliki andil dalam pengambilan keputusan bukan hanya terhadap hal-hal yang bersifat pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi hal-hal lain yang lebih strategis sifatnya. Dilibatkannya karyawan dalam setiap proses keorganisasian tidak sekedar untuk memahami tetapi dapat memiliki komitmen terhadap organisasi. Rakhmat (1991) juga berpendapat bahwa untuk menciptakan perkembangan sosial yang sehat yaitu melakukan penyesuaian sosial dengan cara menjalin hubungan dengan orang lain membutuhkan kemampuan berkomunikasi. Hal ini karena suatu hubungan sosial harus didahului oleh kontak dan komunikasi, dan hubungan sosial itu dapat dipenuhi antara lain dengan komunikasi yang efektif. Dalam hal komunikasi yang terjadi antar pegawai, komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diemban karyawan, sehingga tingkat kinerja suatu organisasi (perkantoran) menjadi semakin baik. Sebaliknya, apabila terjadi komunikasi yang buruk akibat tidak terjalinnya hubungan yang baik, sikap yang otoriter atau acuh, perbedaan pendapat atau konflik yang berkepanjangan, dan sebagainya, dapat berdampak pada hasil kerja yang tidak maksimal. Rakhmat (Yahman, 2009) mengemukakan peningkatan kualitas komunikasi interpersonal memegang peranan penting dalam mengurangi stres di tempat kerja, salah satunya membangun komunikasi yang efektif secara formal maupun non formal (isyarat atau simbol bahasa tubuh). Sebaliknya Bila komunikasi gagal maka aktifitas organisasi juga dapat mengalami kegagalan, aktifitas tidak terkoordinasi, informasi terhambat. Terjadinya konflik dalam komunikasi interpersona l biasanya disebabkan karena “misunderstanding” yang disebabkan karena terjadinya “ primery break down in comunication” (kegagalan komunikasi primer). Kegagalan komunikasi ini bisa karena perbedaan bahasa, ketidaksamaan dalam memaknai simbul, lambang, tanda, isyarat. Kondisi ini dapat menyebabkan karyawan merasa tidak tenang, tidak nyaman dalam bekerja sehingga apabila terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan timbul job insecurity pada karyawan Komunikasi memelihara motivasi dengan memberikan penje lasan kepada para pegawai tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika sedang berada di bawah standar. Aktivitas komunikasi di perkantoran senantiasa disertai dengan tujuan yang ingin dicapai. sesama dalam kelompok dan masyarakat. Budaya komunikasi dalam konteks komunikasi organisasi harus dilihat dari berbagai sisi. Sisi pertama adalah komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi kedua antara pegawai yang satu dengan pegawai yang lain. Sisi ketiga adalah antara pegawai kepada atasan. Masing-masing komunikasi tersebut mempunyai polanya masing-masing. Di antara kedua belah pihak harus ada twoway-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Komunikasi merupakan sarana untuk mengadakan koordinasi antara berbagai subsistem dalam perkantoran (Permatasari, 2006). Tinjauan job insecurity dari komunikasi interpersonal merupakan kajian yang menarik untuk diteliti. Hal ini karena riset yang membahas keterkaitan kedua variabel tersebut masih belum banyak dilakukan. Padahal kedua variabel tersebut merupakan komponen yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dalam tataran teoretis kedua variabel tersebut mengarah hubungan yang negatif, namun secara empiris perlu dibuktikan dengan melakukan penelitian secara langsung, sehingga asumsi secara teoretis tersebut dapat dibuktikan dengan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penelitian. Hasil yang diperoleh dari penelitian tentang hubungan antara komunikasi interpersonal dengan job insecurity ini selain dapat memberikan suatu kontribusi empiris juga dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi komunikasi interpersonal dan job insecurity karyawan PT. Telkomsel. Mengacu dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara komunikasi interpersonal dengan job insecurity pada karyawan? Mengacu dari rumusan masalah ini penulis tertarik untuk mengkaji secara lebih mendalam dengan mengadakan penelitian yang berjudul : Hubungan antara komunikasi interpersonal dengan job insecurity pada karyawan. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui: 1. Hubungan antara komunikasi interpersonal dengan job insecurity pada karyawan. 2. Peran komunikasi interpersonal terhadap job insecurity pada karyawan. 3. Tingkat komunikasi interpersonal 4. Tingkat job insecurity pada karyawan. C. Manfaat Penelitian Apabila penelitian ini dapat membuktikan hipotesis dan dapat menjawab tujuan penelitian maka dapat memberikan masukan bagi pimpinan perusahaan maupun karyawan agar meengoptimalkan komunikasi interpersonal sebagai upaya mengurangi terjadinya job insecurity karyawan. Atas dasar tersebut maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pimpinan perusahaan Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi khususnya yang berkaitan komunikasi interpersonal dan job insecurity dan memahami pentingnya peranan komunikasi interpersonal sebagai variabel yang perlu diperhatikan dalam rangka menghindari timbulnya job insecurity. 2. Bagi subjek penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang komunikasi interpersonal dan job insecurity sehingga karyawan dapat mengembangkan bentuk komunikasi yang efektif baik dengan rekan kerja maupun dengan pimpinan perusahaan sehingga terjalin suasana yang harmonis dan nyaman dalam bekerja sehingga dapat terhindar dari job insecurit. 3. Bagi ilmuwan psikologi Penelitian ini diharapkan memberi gambaran dan informasi empiris tentang komunikasi interpersonal dan job insecurity sebagai upaya untuk pengembangan keilmuan terutama pada bidang psikologi indsutri khususnya tentang hubungan antara komunikasi interpersonal dengan job insecurity pada karyawan. 4. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wacana pemikiran untuk mengembangkan, memperdalam, dan memperka ya khasanah ilmu pengetahuan psikologi khususnya interpersonal dengan job insecurity mengenai hubungan antara komunikasi