Induksi Ovulasi Dan Derajat Penetasan Telur Ikan

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan hike adalah nama lokal untuk spesies ikan liar endemik yang hidup pada
perairan kawasan Pesanggrahan Prabu Siliwangi, Desa Pajajar, Kecamatan Rajagaluh,
Kabupaten Majalengka yang berlokasi di kaki Gunung Ciremai. Berdasarkan
penelitian pendahuluan oleh penulis, teridentifikasi bahwa secara taksonomis ikan
hike memiliki nama Labeobarbus longipinnis. Ikan hike memiliki ciri spesifik yaitu
tubuh pipih memanjang, sisik berwarna kuning dengan pola garis berwarna kehitaman
pada sisik bagian medio-lateral tubuh.
Ikan marga Labeobarbus atau Tor tersebar di Asia Tenggara dan terdapat
beberapa jenis yang ditemukan di perairan Indonesia yakni Labeobarbus tambroides,
L. soro (ikan soro/batak), L. douronensis (ikan semah) dan L. tambra (ikan tambra)
dan L. longipinnis.
Kottelat et al. (1993) menegaskan bahwa ikan marga
Labeoeobarbus pada umumnya merupakan jenis yang terancam punah, karena
kerusakan hutan atau penangkapan yang berlebihan. Beberapa jenis ikan batak bahkan
saat ini telah digolongkan sebagai ikan langka dan dimasukkan dalam jenis ikan
terancam punah yang diterbitkan oleh IUCN tahun 1990.
Penebangan hutan
membawa akibat terhadap habitat ikan sebagaimana dilaporkan bahwa ikan marga
Labeobarbus memiliki habitat spesifik pada perairan bagian hulu sungai di daerah
perbukitan, terdapat arus air yang cukup kuat, warna air jernih, kandungan oksigen
cukup tinggi, suhu air sejuk dan dasar perairan berbatu (Kiat 2004, Nontji 1992).
Ikan marga Labeobarbus dikenal sebagai ikan air tawar yang lezat bahkan
kelezatannnya disetarakan seperti ikan salmon sehingga marga Labeobarbus
seringkali disebut sebagai ikan salmon air tawar. Ikan hike juga dikenal sangat lezat
citarasanya, namun adanya kearifan lokal yang menganggapnya sebagai ikan keramat,
menghindarkan ikan ini dari penangkapan oleh masyarakat. Hanya saja penebangan
liar yang terjadi di bagian atas kawasan Gunung Ciremai telah mengakibatkan
penurunan debit air dari mata air di Pesanggrahan Prabu Siliwangi yang menyebabkan
turunnya ketinggian genangan air pada kawasan perairan tersebut. Adanya
permasalahan di atas, telah menyebabkan populasi spesies ini pada habitat aslinya
terus menurun.
Menurut Kottelat et al. (1993), genus Tor termasuk jenis ikan terancam punah
yang disebabkan oleh kerusakan hutan dan penangkapan berlebih. Misalnya Tor
putitora, ikan tersebut merupakan spesies mayor dalam perikanan komersial di India
pada tahun 1960-an awal tetapi sekarang tergolong spesies yang terancam karena
dampak degradasi lingkungan dan penangkapan berlebihan (Shrestha 2005). Hal yang
serupa terjadi dengan genus Tor di Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Gaffar et
al. (1991) bahwa keberadaan spesies Tor di Jawa dan Sumatra sudah sangat kritis.
Handoko dan Sihotang dalam Primack et al. (1998) menyebut bahwa secara umum
ancaman yang sangat serius terhadap keberadaan ikan tambra adalah karena
penurunan kualitas habitatnya.
Penangkapan berlebihan terhadap spesies Tor umumnya berlatar belakang
alasan ekonomi karena harga ikan tersebut sangat tinggi yang diakibatkan oleh
tingginya permintaan masyarakat karena daging ikannya terkenal lezat.
Haryono
(2006) menyatakan bahwa ikan semah memiliki nilai ekonomi tinggi seperti yang
terjadi pada masyarakat Sumatra Selatan bahwa ikan semah yang mencapai ukuran
satu kg biasanya dihidangkan pada acara tertentu yang prestisius, atau yang terjadi
pada sebagian Masyarakat Batak bahwa ikan soro menjadi bagian penting pada
upacara-upacara adat.
Kondisi terancam punah pada ikan telah mendorong dilakukannya domestikasi
sebagai salah satu upaya penyelamatan sumber plasma nutfah ikan tambra (Lukman et
al. 2002). Lebih mendasar lagi karena konservasi spesies liar di Indonesia dapat
dilakukan dengan pelestarian dan program penangkaran (Primack et al. 1998).
Pelestarian yang dimaksudkan adalah senantiasa memelihara populasi spesies tersebut
pada habitat in situ, sementara penangkaran adalah pemeliharaan pada habitat eks situ.
Primack et al. (1998) juga mengemukakan bahwa untuk konservasi spesies ikan,
terdapat potensi yang sangat besar untuk dibudidayakan.
Kelestarian suatu spesies, terutama spesies liar yang telah mengalami
penurunan populasi seperti halnya ikan hike sangat ditentukan oleh keadaan
reproduksinya. Konservasi spesies di Indonesia dilakukan melalui pelestarian pada
habitat aslinya dan program penangkaran. Penangkaran sebagai bagian upaya
konservasi, dilakukan melalui pemeliharaan spesies secara eks situ dengan
memperhatikan karakteristik habitat asal. Khususnya untuk konservasi spesies ikan,
terdapat potensi yang sangat besar untuk dibudidayakan.
Ikan mengalami proses pematangan gonad, ovulasi dan pemijahan karena
faktor lingkungan dan hormonal. Keadaan lingkungan seperti suhu, pH dan kualitas
air maupun ketersediaan pakan secara alami berperan besar dalam memberikan
stimulasi terhadap susunan syaraf pusat agar terjadi proses pematangan gonad. Ikan
pada habitat alami akan
mengalami proses perkembangan dan pematangan telur
secara siklik setelah umur ikan mencapai dewasa dan berlangsung secara periodik
karena pengaturan hormon-hormon reproduksi. Hal demikian tidak terjadi pada ikanikan liar yang dipelihara dalam habitat buatan (kolam penangkaran), karena kurangnya
sekresi LH dari kelenjar hipofisisnya. Keadaan ini berakibat pada terganggunya proses
pematangan akhir oosit (FOM/final oocyte maturation), ovulasi, spermiasi dan
pemijahan. Oleh karena itu diperlukan intervensi hormon eksogen untuk menambah
kecukupan LH akibat defisiensi peran lingkungan pada ikan hike yang dipelihara
dalam kolam penangkaran.
Diantara preparat hormon eksogen, analog gonadotropin releasing hormone
(GnRHa) dapat digunakan untuk menginduksi ovulasi. Mekanisme kerjanya adalah
merangsang sekresi gonadotropin oleh kelenjar hipofisis. Selanjutnya hormon
gonadotropin yakni GTH II atau luteinizing hormone (LH) akan menstimulasi gonad
dengan pengaturan hormon steroid untuk terjadinya ovulasi. Kecukupan hormon
dalam bentuk dosis hormon yang diinduksikan penting untuk menghasilkan ovulasi
sekaligus dengan jumlah kualitas telur yang baik agar dapat meningkatkan perolehan
larva yang berkualitas.
Bertolak dari hal-hal di atas, maka dalam rangka penangkaran ikan hike di
habitat buatan, akan dilakukan induksi preparat analog GnRH pada induk betina ikan
hike yang dilanjutkan dengan percobaan penetasan larvanya. Sejalan dengan itu juga
akan diamati masa laten yang dibutuhkan untuk terjadinya ovulasi, indeks gonad
somatik, angka fekunditas dan derajat terbuahi telur ikan hike. Lebih lanjut hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi upaya pembangunan suatu
sistem pelestarian, penangkaran atau domestikasi yang tepat untuk ikan hike.
Kerangka Pemikiran
Penangkaran dapat dilakukan pada semua umur ikan. Namun penangkaran
ikan pada usia dewasa (induk) akan memberikan lebih banyak hasil jika dilanjutkan
hingga pemijahan dan penetasan larva. Untuk keperluan tersebut maka induk yang
layak dipijahkan adalah induk yang telah melewati fase pembentukan kuning telur
(fase vitelogenesis) atau memasuki fase dorman.
Apabila rangsangan diberikan
setelah saat fase vitelogenesis atau dorman, akan menyebabkan pematangan oosit,
ovulasi (pecahnya folikel) dan oviposisi. Tetapi kondisi lingkungan pada habitat
penangkaran seringkali kurang sesuai seperti habitat asli sehingga kurang memenuhi
faktor stimulasi lingkungan terhadap otak sebagai pemicu awal berjalannya proses
pematangan telur dalam sistem reproduksi ikan. .
Manipulasi hormon yang diaplikasikan untuk menambah kecukupan LH akibat
defisiensi peran lingkungan pada ikan hike yang dipelihara dalam kolam penangkaran
pada penelitian ini adalah dengan induksi analog GnRH (GnRHa). Pemberian GnRHa
dilakukan melalui injeksi intra muskular dalam 2 tahap dengan jarak waktu injeksi 12
jam mengingat kerja hormon membutuhkan waktu paruh sekitar 5 jam. Injeksi GnRHa
setengah dosis yang pertama dimaksudkan untuk menyerentakkan kematangan sel
telur secara sempurna.
Berikutnya injeksi GnRHa setengah dosis yang kedua
dimaksudkan untuk pelepasan sel telur dari ovarium.
GnRHa bekerja seperti LHRH untuk menginduksi pelepasan gonadotropin
oleh kelenjar hipofisis pada ovulasi ikan yaitu merangsang pelepasan gonadotropin
yang akan bekerja menginduksi ovulasi pada oosit yang telah mengalami kematangan
tahap akhir. Apabila GnRHa diberikan dalam dosis cukup pada induk ikan yang telah
mencapai fase telur postvitellogenic maka akan menstimulasi sekresi LH/GTH II yang
merupakan hormon penginduksi pematangan oosit tahap akhir serta ovulasi disertai
peningkatan jumlah telur yang terovulasi dan kualitas telur yang baik. Selanjutnya
kualitas telur yang baik akan meningkatkan jumlah perolehan larva berkualitas baik
yang akan berguna untuk penangkaran lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini mempelajari karakter reproduksi ikan hike
(Labeobarbus longipinnis) betina yang dipelihara dalam kolam penangkaran dengan
melakukan injeksi preparat analog gonadotropin releasing hormone maka secara rinci,
tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakter habitat asal ikan sebagai dasar referensi pemeliharaan ikan
hike pada kolam penangkaran.
2. Menentukan dosis GnRHa yang mampu menghasilkan ovulasi dan kualitas telur
terbaik pada induk ikan hike postvitellogenic.
3. Mengetahui beberapa karakter reproduksi ikan hike betina setelah induksi GnRHa,
berkaitan dengan masa laten, indeks gonad somatik dan angka fekunditas serta
melihat keberhasilan pembuahan dan penetasan telur ikan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan aplikasi teknologi reproduksi yang berkaitan dengan
intervensi hormon reproduksi eksogen untuk menghasilkan ovulasi pada ikan yang
dipelihara dalam kolam penangkaran. Aplikasi teknologi ini diharapkan dapat
menghasilkan telur dan larva ikan yang kualitasnya baik dari kegiatan pemijahan
secara mbuatan. Selanjutnya, keberhasilan dalam pemijahan dan penangkaran ini
akan berguna untuk memperbanyak bibit yang dapat dimanfaatkan untuk restocking
ikan ke habitat asalnya di kawasan Pesanggrahan Prabu Siliwangi atau untuk inisiasi
ke arah budidaya.
Hipotesis
Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bahwa dengan injeksi
analog gonadotropin releasing hormone (GnRHa) :
1. Maka akan terjadi ovulasi pada ikan hike betina yang telah memasuki fase telur
postvitellogenic.
2. Dalam dosis yang tepat akan meningkatkan kualitas telur ikan hike.
3. Selanjutnya kualitas telur yang baik akan meningkatkan daya tetas telur ikan hike.
Download