Analisis Statistik Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pergerakan Harga Saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Menggunakan Regresi Time Series 1) Theresia Desy M1), Haryono2) Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA ITS 2)Dosen Jurusan Statistika FMIPA ITS Abstrak Analisis mengenai pergerakan saham perusahaan pada umumnya dilakukan meng Analisis mengenai pergerakan saham perusahaan pada umumnya dilakukan menggunakan analisis deret waktu. Akan tetapi, di dunia perekonomian hasil analisis tersebut cenderung kurang menarik bagi para investor. Hal ini disebabkan selain sulit di interpretasikan juga kurang informatif bagi investor karena terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pergerakan saham. Salah satu analisis yang dapat dilakukan terhadap data respon dan predictor dimana keduanya dipengaruhi oleh waktu adalah analisis regresi time series menggunakan Autoregressive dan Generalized Autocorrelation Regression Heteroscedasticity (GARCH). Analisis menggunakan GARCH akan dilakukan jika masih terdapat efek heterokedastisitas setelah dilakukan penanganan autokorelasi pada residual yang dihasilkan dari regresi. Kata kunci : Regresi Time Series, GARCH. 1. Pendahuluan Menginvestasikan sejumlah dana pada aset riil (tanah, emas, mesin atau bangunan), maupun aset finansial (deposito, saham ataupun obligasi) merupakan aktivitas investasi yang umumnya dilakukan. Investasi dalam bentuk saham dapat dilakukan oleh para investor di pasar modal. Harga saham yang selalu bergerak membuat tingkat pengembalian saham atau return tidak menentu tiap waktunya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham diantaranya tingkat inflasi, nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang domestik dan tingkat bunga yang disebut variabel ekonomi makro. Selain itu kondisi fundamental perusahaan juga berpengaruh terhadap pergerakan harga suatu saham seperti Earning per Share (EPS) dan Price Earning Ratio (PER). Faktor lain yang mempengaruhi pergerakan harga saham adalah beta saham yaitu ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Sehingga diketahui bahwa saham merupakan investasi yang memiliki resiko dan terdapat beberapa faktor beragam yang mempengaruhi pergerakan harga saham, dimana hal ini terkait dengan tingkat pengembalian investasi saham yang akan diperoleh investor di pasar modal. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Haryono (2005) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham menggunakan regresi berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square, akan tetapi model yang diperoleh kurang sesuai. Terdapat beberapa pelanggaran asumsi klasik yang terjadi yaitu terjadinya autokorelasi dan heterokedastisitas pada residual. Sehingga dalam penelitian ini digunakan metode regresi time series untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model regresi dari harga saham dengan variabel indikator ekonomi, harga saham dengan variabel faktor fundamental serta harga saham dengan variabel risiko sistematis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi harga saham sehingga dapat dijadikan acuan oleh investor dalam mengambil kebijakan. 2. Regresi Time Series Regresi time series merupakan fungsi antara satu variabel tak bebas (Y) dengan satu atau lebih variabel bebas (X), dimana kedua variabel tersebut syarat dengan waktu. Adapun bentuk umum regresi time series dapat dikatakan secara statistik sebagai berikut. (Wei, 2006) 𝑌𝑡 = 𝛽1 𝑋1,𝑡 + 𝛽2 𝑋2,𝑡 +. . . +𝛽𝑘 𝑋𝑘,𝑡 + 𝜀𝑡 (1) Atau dapat dituliskan sebagai berikut Yt X t' t dimana : βk εt Yt X’t = koefisien regresi time series = error term = variabel tak bebas = vektor variabel independen 1 3. Model Error Autoregressive First Order Model regresi berganda secara umum ketika mengikuti autoregresif orde pertama adalah sebagai berikut. 𝑌𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋𝑡1 + 𝛽2 𝑋𝑡2 +. . . +𝛽𝑝−1 𝑋𝑡,𝑝−1 + 𝜀𝑡 t t 1 u t (2.2) (2) Salah satu langkah utama perbaikan ketika terjadi autokorelasi pada error adalah dengan melakukan transformasi terhadap variabel. Transformasi terhadap variabel dependen dan independen adalah sebagai berikut. Yt ' Yt 1 Yt 1 X t' X t 1 X t 1 4. Autokorelasi dan Heterokedastisitas Autokorelasi berarti terdapat korelasi antar anggota sampel atau data pengamatan yang diurutkan berdasarkan waktu. Deteksi autokorelasi dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan metode Durbin Watson. H0 : 0 (residual independen) H1 : 0 (residual tidak independen) n Statistik uji: d e i 2 i ei 1 2 n (4) e i 1 2 i Daerah penolakan: tolak H0 jika dhitung ≤ dL,α/2 atau dL,α/2 ≤ (4-dhitung)≤ dU,α/2. Heterokedastisitas artinya varians error term dalam model tidak sama (konstan) (Algifari, 1997). Deteksi heterokedastisitas salah satunya dapat dilakukan dengan melihat plot ACF dan PACF kuadrat residual (Tsay, 2002). 5. Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity(GARCH) Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) diperkenalkan pertama kali oleh Engle dan Bollerslev pada tahun 1986. Model ini merupakan bentuk umum atau generalisasi model Autoregressive Conditional Heteroskedascity (ARCH). Varian residual untuk model GARCH(p,q) adalah sebagai berikut. (Wei, 2006) σ2t = θ0 + θ1 ε2t−1 + ⋯ + θp ε2t−p + ∅1 σ2t−1 + ⋯ + ∅q σ2t−q p q 2 θi εt−i = θ0 + i=1 dimana : 2 ∅j σt−j + (5) j=1 ∅1 , ∅2 , … , ∅q : nilai parameter dari GARCH, σ2t−1 , σ2t−2 , … , σ2t−q : nilai varians. p > 0, q > 0 α0 > 0, αi ≥ 0 ; i = 1,2, … , p ωj ≥ 0 ; j = 1,2, … , q 6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pergerakan Saham Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham adalah sebagai berikut. a. Faktor Fundamental Dua dari beberapa variabel yang terkait dalam penilaian harga saham yaitu Earning per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER). 1. Earning Per Share (EPS) Earning Per Share adalah besarnya jumlah keuntungan yang diperoleh dari setiap lembar saham biasa. Untuk menghitungnya dapat menggunakan rumus sebagai berikut. EPS = Earning Perusahaan (Laba bersih − Dividen saham preferen) Jumlah lembar saham yang beredar 2. Price Earning Ratio (PER) Price Earning Ratio adalah perbandingan antara harga per lembar saham terhadap earning per lembar saham perusahaan. PER = Harga per lembar saham Earning per lembar saham 2 b. Indikator Ekonomi Beberapa variabel yang merupakan indikator ekonomi diantaranya nilai tukar rupiah terhadap dolar, inflasi dan suku bunga. Nilai tukar adalah mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri (Rupiah) maupun mata uang (US $). (Haruman dkk, 2005). Inflasi adalah meningkatnya jumlah uang yang beredar di masyrakat tanpa diikuti peningkatan arus barang sebagai imbangannya pada suatu periode tertentu. (Haruman dkk, 2005). Suku bunga atau BI rate merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. (Bank Indonesia) c. Risiko sistematis Risiko sistematis merupakan resiko yang tidak dapat didiversivikasikan atau risiko yang tidak dapat dihilangkan. Beta saham adalah ukuran risiko yang menunjukkan hubungan antara tingkat hasil atau keuntungan suatu aset berisiko (saham) terhadap tingkat hasil pasar. (Haruman dkk, 2005). Untuk mengestimasi besarnya koefisien beta, bisa digunakan market model menggunakan regresi. 7. Metodologi Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder harga penutupan saham PT. Indofood (INDF), PT. Gudang Garam (GGRM) dan Bank Negara Indonesia (BBNI). Perusahan tersebut dipilih dari perwakilan sektor makanan, industri dan perbankan dalam saham LQ45 yang eksis pada periode Juli 2005 sampai Desember 2009. Data sekunder kurs rupiah terhadap dolar dan suku bunga bunga periode Juli 2005 sampai Desember 2009 yang diperoleh dari Bank Indonesia serta inflasi periode Juli 2005 sampai Desember 2009 dari BPS. Data primer EPS, PER dan beta saham dengan perhitungan yang didapat berdasarkan data sekunder laba bersih perusahaan PT. Indofood, PT. Gudang Garam dan Bank Negara Indonesia (BNI) dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2007, 2008, 2010. Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari variabel respon (Y) dan variabel prediktor (X) seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Variabel Penelitian Model Variabel dependen Indikator Ekonomi Y=Harga Penutupan Saham (Rupiah) Faktor Fundamental Y=Harga Penutupan Saham (Rupiah) Risiko Sistematis Y=Harga Penutupan Saham (Rupiah) Variabel independen Skala Data X1 = Inflasi X2 = Kurs X3 = Suku Bunga X4 = EPS X5 = PER X6 = Beta Saham Satuan % per bulan Ratio Rupiah %per bulan Ratio Rupiah % per bulan Ratio - Pada penelitian ini dilakukan olah data sebelum melakukan penentuan model regresi seperti berikut. 1. Mengolah data variabel kurs (X2) dari data harian menjadi bulan. 2. Mengolah data variabel EPS (X4) yaitu pendapatan bersih perusahaan tiap bulan dibagi dengan jumlah saham yang beredar bulan ke-i. 3. Mengolah data variabel PER (X5) yaitu harga saham bulan ke-i dibagi dengan EPS bulan ke-i. 4. Mengolah data variabel beta saham (X6) yaitu koefisien regresi antara IHSG dengan saham masing-masing saham. Tahap berikut adalah penenentuan model regresi time series saham dengan langkah-langkah sebagai berikut 1. Membuat Scatter plot antara variabel respon dan prediktor 2. Melakukan transformasi variabel respon jika model dugaan awal tidak linier atau multiplikatif. 3. Melakukan regresi linier sederhana. 4. Menguji adanya efek autokorelasi dan heterokedastisitas pada residual regresi linier sederhana. Pengujian autokorelasi menggunakan uji statistik Durbin-Watson dan mendeteksi efek heterokedastisitas menggunakan ACF plot kuadrat residual. Apabila terdapat autokorelasi dan bersifat heteroskedastisitas, maka dilakukan pengangan autokorelasi terlebih dahulu. 5. Jika terbukti terdapat efek aotokorelasi dan heterokedastisitas, maka dilakukan penganan autokorelasi dengan metode autoregressive. 3 6. Menguji adanya efek autokorelasi dan heterokedastisitas pada residual yang terbentuk dari metode autoregressive. Apabila masih terdapat efek heterokedastisitas, maka dilakukan analisis ARCH-GARCH. Apabila efek heterokedastisitas tidak terjadi maka model regresi saham adalah AR. 7. Melakukan estimasi parameter untuk model regresi saham tiap perusahaan 8. Analisis Regresi Harga Saham dengan Indikator Ekonomi Dalam penelitian ini indikator ekonomi diukur oleh inflasi (X 1), kurs (X2) dan suku bunga (X3) yang akan diregresikan dengan harga saham (Y). Harga saham akan diregresikan terhadap 3 variabel tersebut untuk saham INDF, BBNI dan GGRM. a. Saham INDF Langkah pertama yang dilakukan sebelum penentuan model regresi adalah melihat scatter plot dari variabel respon dan prediktor untuk mengetahui apakah data memiliki hubungan linier atau non linear seperti pada Gambar 1. Scatterplot of Harga Saham vs Inflasi Scatterplot of Harga Saham vs Kurs Scatterplot of Harga Saham vs Suku Bunga 3500 3000 3000 2500 2500 2500 2000 2000 1500 1500 1000 1000 0.05 0.10 0.15 Y 3500 3000 Y Y 3500 0.20 2000 1500 1000 9000 9500 10000 10500 11000 11500 12000 12500 0.06 0.07 0.08 0.09 X2 X1 0.10 0.11 0.12 0.13 X3 Gambar 1 Scatter Plot Harga Saham INDF dengan Inflasi, Kurs dan Suku Bunga Gambar 1 menunjukkan bahwa pola hubungan antara harga saham INDF dengan variabel indikator ekonomi yaitu inflasi, kurs dan suku bunga adalah non linier sehingga dimungkinkan model regresi yang terbentuk adalah multiplikatif atau intrinsik sebagaimana yang banyak terjadi pada kasus-kasus ekonomi lain seperti berikut. Y 0 X 1 X 2 X 3 e Dari model tersebut didapatkan model dugaan regresi OLS antara dari harga saham dengan inflasi, kurs dan suku bunga dengan melakukan uji signifikan parameter secara parsial terlebih dahulu dan hipotesis sebagai berikut. H 0 : βk = 0 H1: βk ≠ 0; k = 1, 2, …, 3 Nilai p tiap variabel kurang dari α yaitu 0.05 maka tolak H 0 atau dapat dikatakan semua variabel indikator ekonomi berpengaruh terhadap harga saham. Sehingga didapatkan model dugaaan regresi OLS sebagai berikut. 1 3 2 ^ y e 37.4 X 10.204 X 23.86 X 32.5 Uji autokorelasi dilakukan terhadap residual yang terbentuk dari regresi OLS dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : 0 (residual independen) H1 : 0 (residual tidak independen) Dengan uji statistik Durbin-Watson sebesar 0.825, dimana nilai d tabel dengan α sebesar 0.01 yaitu dL sebesar 1.24, maka dhitung kurang dari dL,α/2 (0.825< 1.24) yang berarti tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error mengalami efek autokorelasi dengan korelasi (r) sebesar 0.5007. Selain uji autokorelasi, uji heterokedastisitas juga dilakukan pada residual dengan melihat ACF dan PACF plot dari kuadrat residual seperti pada Gambar 2. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 Lag 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Lag Gambar 2 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual OLS Saham INDF dengan Indikator Ekonomi Gambar 4.2 menunjukkan bahwa tidak terdapat lag yang signifikan sehingga dinyatakan tidak terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Langkah selanjutnya adalah menangani efek 4 autokorelasi terlebih dahulu dengan model autoregressive yaitu melakukan regresi terhadap variabel respon dan prediktor yang telah ditransformasi seperti berikut y1' t y1*t ry1*t 1 X 1't X 1*t rX 1*t 1 X 2' t X 2*t rX 2*t 1 = Ln y1t X 1t* = Ln X 1t y1*t 1 = Ln y1t 1 X 2*t 1 = Ln X 2t 1 X 1t* = Ln X 1t X 3t* = Ln X 3t X 1*t 1 = Ln X 1t 1 X 3*t 1 = Ln X 3t 1 dimana: y1t* X 3' t X 3*t rX 3*t 1 model regresi yang terbentuk dari variabel dependen dan independen hasil transformasi adalah sebagai berikut. yt' b0 b1 X 1' b2 X 2' b3 X 3' Berdasarkan hasil regresi pada Lampiran X diketahui bahwa nilai durbin watson sebesar 1.88494, maka dhitung lebih dari dL,α/2 (1.88494 > 1.24) yang berarti gagal tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error tidak mengalami efek autokorelasi. Uji heterokedastisitas juga dilakukan dengan melihat ACF dan PACF plot kuadrat residual hasil regresi tersebut seperti pada Gambar 3. PACF Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 Gambar 3 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual Model Autoregressive Saham INDF dengan Indikator Ekonomi Gambar 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat lag yang signifikan sehingga dinyatakan tidak terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Maka model yang terbentuk adalah model autoregressive. Estimasi parameter untuk model autoregressive harga saham dengan variabel indikator ekonomi untuk saham INDF sebagai berikut. Tabel 2 Estimasi Parameter Model Autoregressive Harga saham INDF dengan Indikator Ekonomi Prediktor Koefisien P-value 16.01 0.000 konstan X1’ 0.14962 0.115 X2’ -3.2475 0.000 X3’ -2.3144 0.000 Uji parsial parameter model dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut. H0: bk = 0 H1: bk ≠ 0; k = 1, 2, …, 3 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa variabel kurs dan suku bunga memiliki nilai p kurang dari α sebesar 0.05 maka tolak H0 atau dapat disimpulkan variabel kurs dan suku bunga berpengaruh terhadap pergerakan harga saham INDF . Sehingga model autoregressive untuk harga saham INDF dengan variabel indikator ekonomi adalah sebagai berikut. ^ -3.2475 X2t-1-1.626X3t-2.3144 X3t-1-1.1588y1t-10.5007 y1t = 8975417.4X2t b. Saham BBNI Pertama, melihat scatter plot dari variabel respon dan prediktor pada Gambar 4.4 untuk mengetahui apakah data memiliki hubungan linier atau non linear. Scatterplot of harga saham vs sukubunga(x3) Scatterplot of harga saham vs kurs(x2) 2500 2000 2000 2000 1500 1500 1000 1000 500 500 0.05 0.10 inflasi(x1) 0.15 0.20 harga saham 2500 harga saham harga saham Scatterplot of harga saham vs inflasi(x1) 2500 1500 1000 500 9000 9500 10000 10500 11000 kurs(x2) 11500 12000 12500 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 sukubunga(x3) 0.11 0.12 0.13 Gambar 4 Scatter Plot Harga Saham BBNI dengan Inflasi, Kurs dan Suku Bunga Gambar 4 menunjukkan bahwa pola hubungan antara harga saham BBNI dengan variabel indikator ekonomi yaitu inflasi, kurs dan suku bunga adalah non linier sehingga dimungkinkan model regresi yang terbentuk adalah multiplikatif atau intrinsik sebagaimana yang banyak terjadi pada kasus-kasus ekonomi lain seperti berikut. 5 Y 0 X 11 X 22 X 33 e Dari model tersebut didapatkan model dugaan regresi OLS antara dari harga saham dengan inflasi, kurs dan suku bunga dengan melakukan uji signifikan parameter secara parsial terlebih dahulu dan hipotesis sebagai berikut. H 0 : βk = 0 H1: βk ≠ 0; k = 1, 2, …, 3 Nilai p variabel inflasi dan kurs pada Lampiran 3 kurang dari α yaitu 0.05 maka tolak H 0 atau dapat dikatakan variabel yang berpengaruh terhadap harga saham adalah inflasi dan kurs. Sehingga didapatkan model dugaaan regresi OLS sebagai berikut. ^ y e 32.219 X 10.4945X 22.7681 Uji autokorelasi dilakukan terhadap residual yang terbentuk dari regresi OLS dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : 0 (residual independen) H1 : 0 (residual tidak independen) Dengan uji statistik Durbin-Watson sebesar 0.899, dimana nilai d tabel dengan α sebesar 0.01 yaitu dL sebesar 1.24, maka dhitung kurang dari dL,α/2 (0.899< 1.24) yang berarti tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error mengalami efek autokorelasi dengan korelasi (r) sebesar 0.5486. Selain uji autokorelasi, uji heterokedastisitas juga dilakukan pada residual dengan melihat ACF dan PACF plot dari kuadrat residual seperti pada Gambar 5. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 14 Lag Gambar 5 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual OLS Saham BBNI dengan Indikator Ekonomi Gambar 5 menunjukkan bahwa tidak terdapat lag yang signifikan sehingga dinyatakan tidak terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Langkah selanjutnya adalah menangani efek autokorelasi terlebih dahulu dengan model autoregressive yaitu melakukan regresi terhadap variabel respon dan prediktor yang telah ditransformasi seperti langkah transformasi pada saham INDF. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa nilai durbin watson sebesar 1.577, maka dhitung lebih dari dL,α/2 (1.577 > 1.24) yang berarti gagal tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error tidak mengalami efek autokorelasi. Uji heterokedastisitas dilakukan dengan melihat ACF dan PACF plot kuadrat residual hasil regresi tersebut seperti pada Gambar 6. PACF Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 Gambar 6 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual Model Autoregressive Saham BBNI dengan Indikator Ekonomi Gambar 6 menunjukkan bahwa tidak terdapat lag yang signifikan sehingga dinyatakan tidak terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Maka model yang terbentuk adalah model autoregressive. Estimasi parameter untuk model autoregressive harga saham dengan variabel indikator ekonomi untuk saham BBNI sebagai berikut. Tabel 3 Estimasi Parameter Model Autoregressive Harga saham BBNI dengan Indikator Ekonomi Prediktor Koefisien P-value 12.208 0.000 konstan X1’ -0.2733 0.055 X2’ -2.2805 0.000 X3’ -0.2147 0.611 6 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pergerakan harga saham adalah kurs karena memiliki nilai p kurang dari α sebesar 0.05. Sehingga model autoregressive untuk harga saham BBNI dengan variabel indikator ekonomi adalah sebagai berikut. ^ 0.5486 y2t 200385.8 X 2t2.2805X 21.t251 1 y2t 1 c. Saham GGRM Langkah pertama adalah melihat scatter plot dari variabel respon dan prediktor untuk mengetahui apakah data memiliki hubungan linier atau non linear. Gambar 4.7 menunjukkan pola hubungan antara variabel respon dengan masing-masing variabel prediktor adalah non linier. Scatterplot of hargasaham(Y) vs kurs(x2) Scatterplot of hargasaham(Y) vs sukubunga(x3) 22500 20000 20000 17500 17500 17500 15000 12500 10000 15000 12500 10000 7500 7500 5000 5000 0.05 0.10 inflasi(x1) 0.15 hargasaham(Y) 22500 20000 hargasaham(Y) hargasaham(Y) Scatterplot of hargasaham(Y) vs inflasi(x1) 22500 0.20 15000 12500 10000 7500 5000 9000 9500 10000 10500 11000 kurs(x2) 11500 12000 12500 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 sukubunga(x3) 0.11 0.12 0.13 Gambar 7 Scatter Plot Harga Saham GGRM dengan Inflasi, Kurs dan Suku Bunga Gambar 7 menunjukkan bahwa pola hubungan antara harga saham GGRM dengan variabel indikator ekonomi yaitu inflasi, kurs dan suku bunga adalah non linier sehingga dimungkinkan model regresi yang terbentuk adalah multiplikatif atau intrinsik sebagaimana yang banyak terjadi pada kasus-kasus ekonomi lain seperti berikut. Y 0 X 11 X 22 X 33 e Dari model tersebut didapatkan model dugaan regresi OLS antara dari harga saham dengan inflasi, kurs dan suku bunga seperti pada Lampiran 4 dengan melakukan uji signifikan parameter secara parsial terlebih dahulu dan hipotesis sebagai berikut. H 0 : βk = 0 H1: βk ≠ 0; k = 1, 2, …, 3 Nilai p variabel inflasi dan suku bunga pada Lampiran 4 kurang dari α yaitu 0.05 maka tolak H 0 atau dapat dikatakan variabel yang berpengaruh terhadap harga saham adalah inflasi dan suku bunga. Sehingga didapatkan model dugaaan regresi OLS sebagai berikut. ^ y e18.029 X 10.7027X 31.1934 Uji autokorelasi dilakukan terhadap residual yang terbentuk dari regresi OLS dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : 0 (residual independen) H1 : 0 (residual tidak independen) Dengan uji statistik Durbin-Watson sebesar 0.4347, dimana nilai d tabel dengan α sebesar 0.01 yaitu dL sebesar 1.24, maka dhitung kurang dari dL,α/2 (0.4347< 1.24) yang berarti tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error mengalami efek autokorelasi dengan korelasi (ρ) sebesar 0.7884. Selain uji autokorelasi, uji heterokedastisitas juga dilakukan pada residual dengan melihat ACF dan PACF plot dari kuadrat residual seperti pada Gambar 8. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 Lag 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Lag Gambar 8 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual OLS Saham GGRM dengan Indikator Ekonomi Gambar 4.8 menunjukkan bahwa terdapat lag yang signifikan sehingga dinyatakan terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Langkah selanjutnya adalah menangani efek autokorelasi terlebih dahulu dengan model autoregressive seperti pada Lampiran 4 yaitu melakukan regresi terhadap variabel respon dan prediktor yang telah ditransformasi seperti langkah transformasi yang dilakukan pada saham INDF dan BBNI. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa nilai durbin watson sebesar 1.333, maka dhitung lebih dari dL,α/2 (1.333 > 1.24) yang berarti gagal tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error tidak mengalami efek autokorelasi. Uji heterokedastisitas dilakukan kembali 7 pada residual dari model autoregresive dengan melihat ACF dan PACF plot kuadrat residual hasil regresi tersebut seperti pada Gambar 9. ACF Plot Kuadrat Residual PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation 1.0 Autocorrelation 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 Gambar 9 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual Model Autoregressive Saham GGRM dengan Indikator Ekonomi Gambar 9 menunjukkan bahwa terdapat lag yang signifikan yaitu pada lag ke-7 sehingga dinyatakan terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Maka pembentukan model GARCH dapat dilakukan. Identifikasi orde model GARCH dilakukan dengan melihat ACF PACF pada Gambar 9. Pembentukan model GARCH dilakukan dengan program SAS yaitu menggunakan perintah model ARIMA dan dihasilkan parameter yang signifikan adalah AR[7] sehingga model ARCH yang merupakan model varian adalah sebagai berikut. 2 𝜎𝑡2 = 0.533 − 0.4796𝜀𝑡−7 + 𝑎𝑡2 9. Analisis Regresi Harga Saham dengan Faktor Fundamental Dalam penelitian ini faktor fundamental diukur oleh EPS (X4) dan PER (X5). Harga saham akan diregresikan terhadap 2 variabel tersebut untuk saham INDF, GGRM dan BBNI. a. Saham INDF Langkah pertama dalam penentuan model regresi adalah melihat scatter plot dari variabel respon dan prediktor pada Gambar 4.10 untuk mengetahui apakah data memiliki hubungan linier atau non linear. Scatterplot of harga saham vs per(x5) 3500 3000 3000 2500 2500 harga saham harga saham(Y) Scatterplot of harga saham(Y) vs eps(x4) 3500 2000 1500 2000 1500 1000 1000 0 2000 4000 6000 8000 eps(x4) 10000 12000 14000 -200 -100 0 100 200 per(x5) 300 400 500 600 Gambar 10 Scatter Plot Harga Saham INDF dengan EPS dan PER Gambar 10 menunjukkan bahwa pola hubungan antara harga saham INDF dengan variabel faktor fundamental yaitu EPS dan PER adalah non linier. Beberapa analisis tentang saham kebanyakan melakukan melakukan transformasi Ln terhadap harga saham. Selanjutnya dilakukan regresi OLS antara dari Ln harga saham dengan EPS dan PER. Uji autokorelasi dilakukan terhadap residual yang terbentuk dari regresi OLS dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : 0 (residual independen) H1 : 0 (residual tidak independen) Dengan uji statistik Durbin-Watson sebesar 0.637, dimana nilai d tabel dengan α sebesar 0.01 yaitu dL sebesar 1.28, maka dhitung kurang dari dL,α/2 (0.637< 1.28) yang berarti tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error mengalami efek autokorelasi dengan korelasi (r) sebesar 0.675. Uji heterokedastisitas juga dilakukan pada residual dengan melihat ACF dan PACF plot dari kuadrat residual seperti pada Gambar 11. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 Lag 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Lag Gambar 11 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual OLS Saham INDF dengan Faktor Fundamental Gambar 11 menunjukkan bahwa terdapat lag yang signifikan sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Langkah selanjutnya adalah menangani efek autokorelasi terlebih dahulu dengan model autoregressive yaitu melakukan regresi terhadap variabel 8 respon dan prediktor yang telah ditransformasi dengan ρ menggunakan metode Hidrat-Lu sebesar 0.96 seperti berikut. y 4' t y 4*t ry4*t 1 X 4' t X 4*t rX 4*t 1 X 5' t X 5*t rX 5*t 1 dimana: y 4t* = Ln y 4t y 4*t 1 = Ln y 4t 1 Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa nilai durbin watson sebesar 1.4098, maka dhitung lebih dari dL,α/2 (1.4098 > 1.24) yang berarti gagal tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error tidak mengalami efek autokorelasi. Uji heterokedastisitas juga dilakukan dengan melihat ACF dan PACF plot kuadrat residual hasil regresi tersebut seperti pada Gambar 12. ACF Plot Kuadrat Residual PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation 1.0 Autocorrelation 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 Gambar 12 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual Model Autoregressive Saham BBNI dengan Faktor Fundamental Gambar 12 menunjukkan bahwa tidak terdapat lag yang signifikan sehingga dinyatakan tidak terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Maka model yang terbentuk adalah model autoregressive. Estimasi parameter untuk model autoregressive harga saham dengan variabel indikator ekonomi untuk saham INDF sebagai berikut. Tabel 4 Estimasi Parameter Model Autoregressive Harga saham INDF dengan Faktor Fundamental Prediktor Koefisien P-value 0.311 0.000 konstan X4’ 0.000013 0.348 X5’ 0.161 0.021 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pergerakan harga saham adalah PER karena nilai p variabel tersebut kurang dari α sebesar 0.05. Sehingga model autoregressive untuk harga saham INDF dengan variabel faktor fundamental adalah sebagai berikut. ^ y 4t = exp(0.311+ 0.161X5t -0.1545X5t-1 + 0.96Lny4t-1) b. Saham BBNI Pertama, melihat scatter plot dari variabel respon dan prediktor pada Gambar 13 untuk mengetahui apakah data memiliki hubungan linier atau non linear. Scatterplot of harga saham(Y) vs per(x5) 2500 2000 2000 harga saham(Y) harga saham(Y) Scatterplot of harga saham(Y) vs eps(x4) 2500 1500 1000 500 1500 1000 500 0 500000 1000000 1500000 2000000 eps(x4) 2500000 3000000 3500000 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 per(x5) 2.5 3.0 3.5 Gambar 13 Scatter Plot Harga Saham BBNI dengan EPS dan PER Gambar 13 menunjukkan bahwa pola hubungan antara harga saham BBNI dengan variabel faktor fundamental yaitu EPS dan PER adalah non linier. Beberapa analisis tentang saham kebanyakan melakukan melakukan transformasi Ln terhadap harga saham. Selanjutnya dilakukan regresi OLS antara dari Ln harga saham dengan EPS dan PER. Uji autokorelasi dilakukan terhadap residual yang terbentuk dari regresi OLS dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : 0 (residual independen) H1 : 0 (residual tidak independen) Dengan uji statistik Durbin-Watson sebesar 0.285, dimana nilai d tabel dengan α sebesar 0.01 yaitu dL sebesar 1.28, maka dhitung kurang dari dL,α/2 (0.285< 1.28) yang berarti tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error mengalami efek autokorelasi dengan korelasi (r) sebesar 0.8624. Uji heterokedastisitas juga dilakukan pada residual dengan melihat ACF dan PACF plot dari kuadrat residual seperti pada Gambar 14. 9 PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 14 Lag Gambar 14 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual OLS Saham BBNI dengan Faktor Fundamental Gambar 14 menunjukkan bahwa terdapat lag yang signifikan sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Langkah selanjutnya adalah menangani efek autokorelasi terlebih dahulu dengan model autoregressive yaitu melakukan regresi terhadap variabel respon dan prediktor yang telah ditransformasi seperti langkah transformasi pada saham INDF. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa nilai durbin watson sebesar 1.4291, maka dhitung lebih dari dL,α/2 (1.4291 > 1.24) yang berarti gagal tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error tidak mengalami efek autokorelasi. Uji heterokedastisitas juga dilakukan dengan melihat ACF dan PACF plot kuadrat residual hasil regresi tersebut seperti pada Gambar 15. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 Gambar 15 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual Model Autoregressive Saham BBNI dengan Faktor Fundamental Gambar 15 menunjukkan bahwa tidak terdapat lag yang signifikan sehingga dinyatakan tidak terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Maka model yang terbentuk adalah model autoregressive. Estimasi parameter untuk model autoregressive harga saham dengan variabel indikator ekonomi untuk saham BBNI sebagai berikut. Tabel 5 Estimasi Parameter Model Autoregressive Harga saham BBNI dengan Faktor Fundamental Prediktor Koefisien P-value 40.42 0.000 konstan X4’ -0.00000007 0.135 X5’ -0.00862 0.851 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa tidak ada variabel faktor fundamental terhadap pergerakan harga saham yaitu dengan nilai p lebih dari 0.005. Sehingga model autoregressive untuk harga saham BBNI dengan variabel indikator ekonomi adalah sebagai berikut. ^ y5t exp( 40.42 0.8824Lny5t 1 ) c. Saham GGRM Langkah pertama adalah melihat scatter plot dari variabel respon dan prediktor pada Gambar 16 untuk mengetahui apakah data memiliki hubungan linier atau non linear. Scatterplot of hargasaham(y) vs per(x5) 22500 20000 20000 17500 17500 hargasaham(y) hargasaham(y) Scatterplot of hargasaham(y) vs eps(x4) 22500 15000 12500 10000 7500 15000 12500 10000 7500 5000 5000 0 100000 200000 300000 400000 eps(x4) 500000 600000 700000 0.00 0.02 0.04 0.06 per(x5) 0.08 0.10 0.12 Gambar 16 Scatter Plot Harga Saham GGRM dengan EPS dan PER Gambar 16 menunjukkan bahwa pola hubungan antara harga saham GGRM dengan variabel faktor fundamental yaitu EPS dan PER adalah non linier. Beberapa analisis tentang saham kebanyakan melakukan melakukan transformasi Ln terhadap harga saham. Selanjutnya dilakukan regresi OLS antara dari Ln harga saham dengan EPS dan PER. Uji autokorelasi dilakukan terhadap residual yang terbentuk dari regresi OLS dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : 0 (residual independen) H1 : 0 (residual tidak independen) 10 Dengan uji statistik Durbin-Watson sebesar 0.4275, dimana nilai d tabel dengan α sebesar 0.01 yaitu dL sebesar 1.28, maka dhitung kurang dari dL,α/2 (0.4275< 1.28) yang berarti tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error mengalami efek autokorelasi dengan korelasi (r) sebesar 0.8162. Uji heterokedastisitas juga dilakukan pada residual dengan melihat ACF dan PACF plot dari kuadrat residual seperti pada Gambar 17. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 14 Lag Gambar 17 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual OLS Saham GGRM dengan Faktor Fundamental Gambar 17 menunjukkan bahwa terdapat lag yang signifikan sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Langkah selanjutnya adalah menangani efek autokorelasi terlebih dahulu dengan model autoregressive seperti pada Lampiran 7 yaitu melakukan regresi terhadap variabel respon dan prediktor yang telah ditransformasi dengan ρ menggunakan metode Hidrat-Lu sebesar 0.98. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa nilai durbin watson sebesar 1.3, maka dhitung lebih dari dL,α/2 (1.3 > 1.28) yang berarti gagal tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error tidak mengalami efek autokorelasi. Uji heterokedastisitas juga dilakukan dengan melihat ACF dan PACF plot kuadrat residual hasil regresi tersebut seperti pada Gambar 18. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 Gambar 18 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual Model Autoregressive Saham GGRM dengan Faktor Fundamental Gambar 18 menunjukkan bahwa terdapat lag yang signifikan sehingga dinyatakan terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Maka pembentukan model GARCH dapat dilakukan. Identifikasi orde model GARCH dilakukan dengan melihat ACF PACF pada Gambar 18. Pembentukan model GARCH dilakukan dengan program SAS yaitu menggunakan perintah model ARIMA dan dihasilkan parameter yang signifikan adalah AR(1,1), sehingga model ARCH yang merupakan model varian adalah sebagai berikut. 2 𝜎𝑡2 = 1.9871 + 0.9774𝜀𝑡−1 + 𝑎𝑡2 10. Analisis Regresi Harga Saham dengan Risiko Sistematis Dalam penelitian ini risiko sistematis diukur oleh beta saham. Harga saham akan diregresikan terhadap variabel tersebut untuk saham INDF, BBNI dan GGRM. a. Saham INDF Langkah pertama dalam penentuan model regresi adalah melihat scatter plot dari variabel respon dan prediktor pada Gambar 19 untuk mengetahui apakah data memiliki hubungan linier atau non linear. Scatterplot of hargasaham(Y) vs beta saham (x6) 3500 hargasaham(Y) 3000 2500 2000 1500 1000 -2 -1 0 1 2 3 beta saham (x6) 4 5 6 7 Gambar 19 Scatter Plot Harga Saham INDF dengan Beta Saham Gambar 19 menunjukkan bahwa pola hubungan antara harga saham INDF dengan variabel risiko sistematis yaitu beta saham adalah non linier. Beberapa analisis tentang saham kebanyakan melakukan melakukan transformasi Ln terhadap harga saham. Selanjutnya dilakukan regresi OLS antara dari Ln harga saham dengan beta saham. Uji autokorelasi dilakukan terhadap residual yang terbentuk dari regresi OLS dengan hipotesis sebagai berikut. 11 H0 : 0 (residual independen) H1 : 0 (residual tidak independen) Dengan uji statistik Durbin-Watson sebesar 0.1785, dimana nilai d tabel dengan α sebesar 0.01 yaitu dL sebesar 1.3, maka dhitung kurang dari dL,α/2 (0.1785< 1.3) yang berarti tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error mengalami efek autokorelasi dengan korelasi (r) sebesar 0.9311. Uji heterokedastisitas juga dilakukan pada residual dengan melihat ACF dan PACF plot dari kuadrat residual seperti pada Gambar 20. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 14 Lag Gambar 20 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual OLS Saham INDF dengan Beta Saham Gambar 20 menunjukkan bahwa terdapat lag yang signifikan sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Langkah selanjutnya adalah menangani efek autokorelasi terlebih dahulu dengan model autoregressive yaitu melakukan regresi terhadap variabel respon dan prediktor yang telah ditransformasi dengan ρ menggunakan metode Hidrat-Lu sebesar 0.98. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa nilai durbin watson sebesar 1.36203, maka dhitung lebih dari dL,α/2 (1.36203 > 1.3) yang berarti gagal tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error tidak mengalami efek autokorelasi. Uji heterokedastisitas juga dilakukan dengan melihat ACF dan PACF plot kuadrat residual hasil regresi tersebut seperti pada Gambar 21. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 Gambar 21 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual Model Autoregressive Saham INDF dengan Beta Saham Gambar 21 menunjukkan bahwa tidak terdapat lag yang signifikan sehingga dinyatakan tidak terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Maka model yang terbentuk adalah model autoregressive. Estimasi parameter untuk model autoregressive harga saham dengan variabel indikator ekonomi untuk saham INDF sebagai berikut. Tabel 6 Estimasi Parameter Model Autoregressive Harga saham INDF dengan Beta Saham Prediktor konstan Koefisien 0.17 P-value 0.000 X6’ -0.0111 0.415 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa variabel beta saham tidak signifikan terhadap pergerakan harga saham yaitu dengan nilai p kurang dari 0.05. Sehingga model autoregressive untuk harga saham INDF dengan variabel beta saham adalah sebagai berikut. ^ y 7t exp(0.17 0.98Lny7t 1 ) b. Saham BBNI Pertama, melihat scatter plot dari variabel respon dan prediktor pada Gambar 22 untuk mengetahui apakah data memiliki hubungan linier atau non linear. Scatterplot of Y vs x6 2500 Y 2000 1500 1000 500 0 2 4 6 8 x6 Gambar 22 Scatter Plot Harga Saham BBNI dengan Beta Saham 12 Gambar 22 menunjukkan bahwa pola hubungan antara harga saham BBNI dengan variabel risiko sistematis yaitu beta saham adalah non linier. Beberapa analisis tentang saham kebanyakan melakukan melakukan transformasi Ln terhadap harga saham. Selanjutnya dilakukan regresi OLS antara dari Ln harga saham dengan beta saham seperti pada Lampiran 9. Uji autokorelasi dilakukan terhadap residual yang terbentuk dari regresi OLS dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : 0 (residual independen) H1 : 0 (residual tidak independen) Dengan uji statistik Durbin-Watson sebesar 0.256, dimana nilai d tabel dengan α sebesar 0.01 yaitu dL sebesar 1.3, maka dhitung kurang dari dL,α/2 (0.256< 1.3) yang berarti tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error mengalami efek autokorelasi dengan korelasi (r) sebesar 0.878. Uji heterokedastisitas juga dilakukan pada residual dengan melihat ACF dan PACF plot dari kuadrat residual seperti pada Gambar 23. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 14 Lag Gambar 23 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual OLS Saham BBNI dengan Beta Saham Gambar 23 menunjukkan bahwa terdapat lag yang signifikan sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Langkah selanjutnya adalah menangani efek autokorelasi terlebih dahulu dengan model autoregressive seperti pada Lampiran 9 yaitu melakukan regresi terhadap variabel respon dan prediktor yang telah ditransformasi. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa nilai durbin watson sebesar 1.451, maka dhitung lebih dari dL,α/2 (1.451 > 1.3) yang berarti gagal tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error tidak mengalami efek autokorelasi. Uji heterokedastisitas juga dilakukan dengan melihat ACF dan PACF plot kuadrat residual hasil regresi tersebut seperti pada Gambar 24. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 Gambar 24 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual Model Autoregressive Saham BBNI dengan Beta Saham Gambar 24 menunjukkan bahwa tidak terdapat lag yang signifikan sehingga dinyatakan tidak terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Maka model yang terbentuk adalah model autoregressive. Estimasi parameter untuk model autoregressive harga saham dengan variabel indikator ekonomi untuk saham BBNI sebagai berikut. Tabel 7 Estimasi Parameter Model Autoregressive Harga saham BBNI dengan Beta Saham Prediktor konstan Koefisien 0.874 P-value 0.000 X6' 0.0381 0.009 Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa tidak ada variabel faktor fundamental terhadap pergerakan harga saham yaitu dengan nilai p lebih dari 0.005. Sehingga model autoregressive untuk harga saham BBNI dengan variabel risiko sistematis adalah sebagai berikut. ^ y8t exp(0.874 0.033LnX 6t 1 0.038LnX 6t 0.87 Lny8t 1 ) c. Saham GGRM Langkah pertama adalah melihat scatter plot dari variabel respon dan prediktor pada Gambar 25 untuk mengetahui apakah data memiliki hubungan linier atau non linear. 13 Scatterplot of Y vs x6 22500 20000 17500 Y 15000 12500 10000 7500 5000 -20 -10 0 10 20 30 x6 Gambar 25 Scatter Plot Harga Saham GGRM dengan Beta Saham Gambar 25 menunjukkan bahwa pola hubungan antara harga saham GGRM dengan variabel risiko sistematis yaitu beta saham adalah non linier. Beberapa analisis tentang saham kebanyakan melakukan melakukan transformasi Ln terhadap harga saham. Selanjutnya dilakukan regresi OLS antara dari Ln harga saham dengan beta saham. Uji autokorelasi dilakukan terhadap residual yang terbentuk dari regresi OLS dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : 0 (residual independen) H1 : 0 (residual tidak independen) Dengan uji statistik Durbin-Watson sebesar 0.1726, dimana nilai d tabel dengan α sebesar 0.01 yaitu dL sebesar 1.3, maka dhitung kurang dari dL,α/2 (0.1726 < 1.3) yang berarti tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error mengalami efek autokorelasi dengan korelasi (r) sebesar 0.9533. Uji heterokedastisitas juga dilakukan pada residual dengan melihat ACF dan PACF plot dari kuadrat residual seperti pada Gambar 26. PACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Plot Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 14 Lag Gambar 26 ACF dan PACF Plot Kuadrat Residual OLS Saham GGRM dengan Beta Saham Gambar 26 menunjukkan bahwa terdapat lag yang signifikan sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat efek heterokedastisitas pada residual. Langkah selanjutnya adalah menangani efek autokorelasi terlebih dahulu dengan model autoregressive yaitu melakukan regresi terhadap variabel respon dan prediktor yang telah ditransformasi dengan ρ menggunakan metode Hidrat-Lu sebesar 0.98 seperti berikut. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa nilai durbin watson sebesar 1.3, maka dhitung lebih dari dL,α/2 (1.3 ≥ 1.3) yang berarti gagal tolak hipotesis nol sehingga dinyatakan bahwa error tidak mengalami efek autokorelasi. Uji heterokedastisitas juga dilakukan dengan melihat ACF dan PACF plot kuadrat residual hasil regresi tersebut seperti pada Gambar 27. PACF Kuadrat Residual 1.0 0.8 0.8 0.6 0.6 Partial Autocorrelation Autocorrelation ACF Kuadrat Residual 1.0 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 Lag 8 9 10 11 12 13 Gambar 27 ACF Plot Kuadrat Residual Saham GGRM Model Autoregressive Saham GGRM dengan Beta Saham Gambar 27 menunjukkan bahwa terdapat lag yang signifikan setelah dilakukan transformasi, hal ini menunjukkan bahwa terdapat efek heterokedastisitas sehingga pembentukan model GARCH dapat dilakukan. Identifikasi orde model GARCH dilakukan dengan melihat ACF PACF pada Gambar 27. Pembentukan model GARCH dilakukan dengan program SAS yaitu menggunakan perintah model ARIMA dan dihasilkan parameter yang signifikan adalah MA(1,1) sehingga model GARCH yang merupakan model varian adalah sebagai berikut. 2 𝜎𝑡2 = 0.0007004 + 0.9779𝜎𝑡−7 + 𝑎𝑡2 11. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan, diantaranya : 14 1. Variabel indikator ekonomi yang signifikan berpengaruh terhadap pergerakan saham INDF adalah kurs dan suku bunga dengan model regresi sebagai berikut. y1t= 8975417.4X2t-3.2475X2t-1-1.626X3t-2.3144 X3t-1-1.1588Yt-10.5007 Variabel indikator ekonomi yang signifikan berpengaruh terhadap pergerakan saham BBNI adalah kurs dengan model regresi sebagai berikut. y2t= 200385.8X2t-2.2805X2t-11.251Yt-10.548672 Variabel indikator ekonomi yang signifikan berpengaruh terhadap pergerakan saham GGRM adalah kurs dengan model ARCH sebagai berikut. 2 𝜎𝑡2 = 0.533 − 0.4796𝜀𝑡−7 + 𝑎𝑡2 2. Variabel faktor fundamental yang signifikan berpengaruh terhadap pergerakan harga saham INDF adalah PER dengan model regresi sebagai berikut. y4t= exp(0.311+ 0.161X5t -0.1545X5t-1 + 0.96Lny4t-1) Variabel faktor fundamental yang signifikan berpengaruh terhadap pergerakan harga saham GGRM adalah EPS dan PER dengan model sebagai berikut. 2 𝜎𝑡2 = 1.9871 + 0.9774𝜀𝑡−1 + 𝑎𝑡2 3. Beta saham signifikan pada model regresi harga saham BBNI dengan model sebagai berikut y8t= exp(0.874 – 0.0331LnX6t-1 +0.0381LnX6t + 0.87Lny8t-1) Saran untuk penelitian selanjutnya, data harga saham dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebaiknya tidak secara parsial yaitu menggunakan menggunakan regresi panel atau multirespon agar informasi yang ditangkap lebih tampak dalam model yang terbentuk nantinya. Selain itu harga saham yang digunakan untuk diregresikan terhadap variabel indikator ekonomi yaitu inflasi, kurs dan suku bunga sebaiknya harga saham gabungan atau IHSG bukan saham individu. Daftar Pustaka Algifari. 1997. Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi. BPFE, Yogyakarta. Awat NJ. 1995. Metode Statistik dan Ekonometri. Liberty, Yogyakarta. Fox, John. Time Series Regression and Generalized Least Square. USA Levy, H. dan Sarnat, M . 2002. Capital Investment and Financial Decisions. Willey & Sons, New York. Manurung, J dan Manurung, H dan Sragih,M. 2005. Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Gramedia. Jakarta. Neter, J. and Kutner, M. 1997. Applied Linear Statistical Models.. McGraw-Hill Companies, USA Greene, WH. 1997. Econometric Analysis. Prentice Hall International Inc. New York Husnan, S. dan Pudjiastuti, E . 1994. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Universitas Indonesia, Jakarta Rupert, D . 2011. Statistics and Data Analysis for finance engineering. Springer, New York. Ryan P, T . 1997. Modern Regression Methods. Willey & Sons, Canada. Wei, W. 2006. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. Person Education Inc. New York 15