BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah mewajibkan Bank Umum Konvensional (BUK) untuk melakukan pemisahan terhadap Unit Usaha Syarianya (UUSnya) agar berdiri sendiri menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Hal tersebut diungkapkan lebih jelas dalam Undang-Undang tersebut pasal 68 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut. “Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional yang dimaksud wajib melakukan pemisahan Unit Usaha Syariah tersebut menjadi Bank Umum Syariah” (UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 68, Ayat 1). Ketentuan mengenai kewajiban pemisahan ini juga didukung dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/14/pbi/2013 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/pbi/2009 tentang Unit Usaha Syariah. Dalam penjelasan peraturan tersebut terdapat pemaparan seperti berikut. “Kewajiban Bank Indonesia untuk menganalisis permodalan Bank Umum Konvensional adalah bertujuan untuk mengukur kemampuan modal Bank Umum Konvensional dalam rangka penyertaan modal pada Bank Usaha Syariah hasil pemisahan (spin-off) Unit Usaha Syariah yang harus dilakukan paling lambat Juli 2023” (PBI 15/14/pbi/2013). Ketentuan pemisahan tersebut muncul karena kinerja keuangan perbankan syariah tidak terganggu dengan adanya krisis global pada tahun 2008 1 (Direktorat Perbankan Syariah, 2009). Lebih lanjut dalam edukasi perbankan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia disebutkan bahwa perbankan syariah terbukti lebih tahan krisis global karena pembiayaan perbankan syariah masih lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik sehingga belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global (Direktorat Perbankan Syariah, 2009). Menurut Buchori yang dikutip oleh Sugiyarto (2014), Bank Indonesia (BI) yang selanjutnya digantikan oleh lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas sektor jasa keuangan, termasuk salah satunya perbankan syariah, mendorong spin-off pada UUS dengan menjanjikan insentif berupa pengecilan modal minimum sebesar Rp 500 Milyar untuk bertransformasi menjadi BUS. Ketentuan baru tentang modal minimum ini tentunya mempermudah UUS yang ingin beroperasi secara independen. Spin-off adalah distribusi saham baru perusahaan anak yang diciptakan untuk pemegang saham perusahaan induk (Stanley, 2009) yang berarti ketika UUS telah berubah menjadi bank usaha syariah maka modal saham seluruhnya atau sebagian besar berasal dari bank induknya. Spin-off menurut Allen (2001) memiliki manfaat, antara lain sebagai berikut mengurangi keberatan struktur organisasi dengan meningkatkan fokus, meningkatkan efisiensi, mengurangi tuntutan pajak, mengurangi asimetri informasi terkait dengan operasi perusahaan induk, koreksi yang mungkin dari kesalahan akuisisi, dan meningkatkan insentif manajer untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham. 2 Kebijakan ini masih menjadi kontroversi. Tamanni (2012) menyatakan dukungannya terhadap kebiakan spin-off dengan alasan selama masih menjadi UUS akan sulit sekali terjadi sinkronisasi kebijakan antara induk yang berfokus pada perbankan konvensional dengan UUS yang berfokus pada perbankan syariah. Lebih lanjut, Tamanni (2012) menyatakan rendahnya pengetahuan masyarakat awam tentang perbankan syariah dan produk-produknya menyebabkan masyarakat masih menjadikan bank syariah pilihan nomor dua sebagai pihak intermediasi keuangan sehingga dengan melakukan spin-off, UUS akan mampu meningkatkan pengkomunikasian produk perbankan syariah dalam rangka meningkatkan brand awareness masyarakat teradap produk-produk syariah. Banyak sekali tantangan-tantangan yang akan dihadapi UUS jika sudah melakukan spin-off sehingga kebijakan spin-off harus dipertimbangkan masakmasak agar kekhawatiran akan ketidakmampuan UUS berdiri secara mandiri setelah melakukan pemisahan dapat diatasi (http://www.lppi.or.id/, 2011). Tantangan yang paling besar adalah bagaimana keseriusan manajemen dalam menerapkan strategi pengelolaan bisnis yang tepat saat sudah berstatus menjadi BUS sehingga bank masih dapat mempertahankan kinerja seperti saat masih ikut kebijakan dan dibiayai oleh induk (http://www.lppi.or.id/, 2011). Namun, beberapa pihak masih meragukan keberhasilan dari kebijakan ini. Menurut Achmad Riaman Amin, direktur utama Asosiasi Bank Syariah Seluruh Indonesia atau Abisindo yang dikutip dalam Republika Online (2014) spin-off tidak mudah dilakukan, terbukti dengan adanya UUS yang mengalami 3 kegagalan dalam proses tersebut. Lebih lanjut Achmad (2014) menyatakan bahwa kebijakan ini adalah kebijakan prematur yang dipaksakan serta tidak memenuhi logika bisnis sehingga dapat memunculkan bank-bank kecil yang lemah. Wahyu, direktur MC Consulting yang dikutip oleh redaktur Republika Online (2014) juga menyatakan bahwa beberapa UUS sudah berkinerja baik sehingga tidak perlu di spin-off. Kekhawatiran tersebut memang beralasan. Bisa jadi setelah berdiri sendiri Bank Umum Syariah malah tidak dapat mempertahankan kinerjanya yang sudah baik saat beroperasi di bawah kebijakan perusahaan induk. Penelitian dari Woo, Willard & Daellenbach (1992) menunjukkan fakta yang mendukung pernyataan di tersebut. Penelitian tersebut mencoba menguji manfaat peningkatan otonomi paska peristiwa spin-off terhadap kinerja unit yang dipisah atau perusahaan anak hasil spin-off. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kinerja perusahaan anak tersebut justru menurun setelah terjadinya spin-off dan return on assets (ROA) secara statistik mengalami kemunduran. Beberapa peraturan perundang-undangan, opini para ahli dan hasil penelitian yang telah disebutkan di atas menarik minat penulis untuk melakukan penelitian mengenai analisis kinerja keuangan pada perbankan syariah yang melaksanakan kebijakan spin-off. Sampel penelitian yang akan digunakan oleh penulis yaitu Bank BNI Syariah. Bank BNI Syariah merupakan anak perusahaan dari Bank Negara Indonesia (BNI) yang dibentuk melalui peristiwa spin-off pada tanggal 19 Juni 2010. 4 Penelitian ini adalah penelitan studi kasus yang bertujuan memaparkan fakta manfaat spin-off pada kinerja keuangan BNI Syariah. Penelitian ini menggunakan analisis data pattern matching, yaitu analisis data yang menghubungkan data dengan hasil yang telah diprediksikan. Dalam hal ini, hasil yang telah diprediksikan adalah spin-off meningkatkan kinerja keuangan karena spin-off membantu manajemen BNI Syariah lebih fokus dalam mengelola bisnisnya. 1.2 RUMUSAN MASALAH Kinerja merupakan hal yang akan menjadi sorotan pertama oleh masyarakat ketika menilai suatu kebijakan. Dalam latar belakang sebelumnya telah disebutkan bahwa pemerintah mendorong industri perbankan syariah dengan mewajibkan seluruh BUK yang memiliki UUS untuk melakukan kebijakan spinoff pada tahun 2023. Hal tersebut menimbulkan anggapan bahwa kebijakan ini akan menimbulkan bank-bank kecil yang lemah. Namun pemerintah bersikeras untuk tetap memaksakan kebijakan tersebut bahkan dengan memberikan insentif untuk UUS yang bersedia spin-off. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap BUS yang terbentuk melalui spin-off, yaitu BNI Syariah. Maka rumusan masalah yang akan diuji penulis adalah “Bagaimana manfaat spin-off terhadap kinerja keuangan BNI Syariah?” 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah menyajikan sebuah fakta empiris mengenai manfaat spin-off terhadap kinerja keuangan BNI Syariah. Telah diketahui bahwa kinerja keuangan UUS BNI mengalami kenaikan yang stabil. 5 Untuk membuktikan bahwa spin-off meningkatkan kinerja keuangan BNI Syariah maka setelah spin-off kinerja keuangan BNI Syariah haruslah semakin baik atau paling tidak tetap stabil seperti saat menjadi UUS. Secara umum, penelitian ini bertujuan memberikan evaluasi terhadap kebijakan pemerintah terkait dorongan spin-off terhadap UUS dengan menunjukkan fakta manfaat spin-off yang terjadi pada BNI Syariah. Sedangkan jika dijabarkan secara khusus maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Mendeskripsikan tujuan spin-off pada BNI Syariah. 1.3.2 Mendeskripsikan proses spin-off pada BNI Syariah. 1.3.3 Menjelaskan manfaat spin-off terhadap kinerja keuangan BNI Syariah. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1.4.1 Jika hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa spin-off memberikan manfaat positif terhadap kinerja keuangan BNI Syariah maka kebijakan spin-off layak untuk dilanjutkan pada UUS-UUS lain demi mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah. Pemerintah harus belajar dari keberhasilan spin-off BNI Syariah sehingga dapat menetapkam kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung keberhasilan spin-off pada UUS-UUS lain. 1.4.2 Jika penelitian ini membuktikan bahwa kebijakan spin-off tidak memiliki manfaat terhadap kinerja keuangan BNI Syariah maka pemerintah harus belajar dari kegagalan spin-off pada BNI Syariah dan 6 menjadikan kegagalan tersebut sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan solutif terhadap perbankan syariah di masa depan. 1.4.3 Bagi peneliti selanjutnya, mengingat dari keterbatasan penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya demi tercapainya kejelasan mengenai analisis kinerja keuangan perbankan syariah yang melakukan spin-off di Indonesia. 7