TINJAUAN PUSTAKA Hutan Wisata Hutan wisata adalah kawasan yang diperuntukan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata/ekowisata. Ekowisata menurut Direktorat Jenderal PKA beserta JICA dan RAKTA adalah pariwisata alam yang memenuhi kriteria standar melestarikan lingkungan, secara ekonomis menguntungkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat (Muntasib, 2005). Hutan merupakan suatu sumberdaya alam hayati yang terdiri atas sumberdaya alam nabati dan sumberdaya alam hewani yang bersama–sama dengan unsur–unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk suatu ekosistem. Sumberdaya alam hutan mempunyai kedudukan serta peran yang penting bagi kehidupan manusia sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan secara seimbang, selaras dan serasi untuk kesejahteraan. Sumberdaya hutan dengan berbagai jenis tumbuhan dan satwa yang unik dan menarik, panorama yang indah dan alami, gejala alam yang unik dan spektakuler, merupakan suatu objek yang menarik untuk dilihat dan dikunjungi oleh wisatawan. Hutan merupakan suatu sumberdaya alam yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan wisata alam. Sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan hutan tersebut merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai objek yang menarik guna kegiatan–kegiatan kepariwisataan alam. Objek–objek wisata alam tersebut perlu dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam yang ada di dalam kawasan tersebut (Hardiwinoto, 2001). Universitas Sumatera Utara Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai berfungsi sebagai pengumpul curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkannya ke laut. Anak–anak sungai menampung air hujan dan mengalirkannya ke sungai utama disebut dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada peta topografi DAS mempunyai bentuk menyerupai bulu burung, menyebar ataupun yang cabang-cabang anak sungainya sejajar yang kesemua itu bermuara kepada sungai utama (Su’ud, 2002). Menurut Undang–Undang No. 7 tahun 2004, Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan sebagai suatu kesatuan dengan sungai dan anak–anak sungainya yang mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alam (Sunaryono et al, 2004). Selanjutnya menurut Sunaryono et al (2004), letak geografis serta tingkat strategisnya, wilayah DAS dapat di bagi menjadi beberapa wilayah antara lain : 1. Wilayah yang merupakan daerah aliran sungai yang secara geografis berada dalam suatu kabupaten/kota. Secara potensial, wilayah sungai ini hanya memberi pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada satu kabupaten/kota. 2. Wilayah yang merupakan daerah aliran sungai yang secara geografis melewati lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi. Secara potensial, wilayah sungai tersebut memberikan pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada lebih dari satu kabupaten/kota (namun masih berada di dalam satu wilayah propinsi). Pengelolaan Universitas Sumatera Utara sumber daya air pada wilayah sungai tersebut menjadi wewenang pemerintah provinsi. 3. Wilayah yang merupakan wilayah sungai yang secara geografis melewati lebih dari satu daerah provinsi. Secara potensial, wilayah sungai memberi pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada lebih dari satu daerah provinsi. Berarti pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai menjadi wewenang pemerintah pusat. 4. Wilayah yang merupakan wilayah sungai yang secara geografis melewati lebih dari satu negara. Secara potensial, wilayah sungai ini memberi pelayanan atau dampak negatif pada lebih dari satu negara. Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai ini menjadi wewenang pemerintah. 5. Wilayah yang merupakan wilayah sungai yang mempunyai nilai strategis bagi kepentingan nasional. Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai ini menjadi wewenang pemerintah. Daerah aliran sungai (DAS) menempati posisi yang sangat strategis dalam pembangunan regional karena kawasan tersebut disamping mempunyai potensi cukup besar dalam kaitannya untuk pengembangan wilayah dan untuk pembangunan yang berdasarkan pemanfaatan air untuk industri, juga mempunyai peluang menimbulkan banyak masalah. Dari sisi pembangunan daerah dan regional, nilai strategis Kawasan Daerah Aliran Sungai, sangat besar tidak hanya dari sumber daya air dan pemeliharaan kesuburan tanah, tetapi juga dari segi kekayaan keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya. Suatu integrasi Universitas Sumatera Utara yang rasional antara pembangunan yang berkelanjutan dan program pelestarian lingkungan secara efektif (Su’ud, 2002). Peran atau fungsi sungai yang utama adalah sebagai penampung air sehingga dapat bermanfaat baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Pada musim hujan dapat menampung air sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya banjir; dan pada musim kemarau dapat menjadi sumber air utama untuk air minum dan sumber air untuk segala kegiatan produksi di luar sektor pertanian, maupun untuk pengairan di sawah–sawah. Disamping itu sungai mempunyai nilai kegunaan yang langsung dimanfaatkan oleh manusia, seperti sebagai tempat membuang limbah produksi ataupun untuk membuang limbah rumah tangga. Peran sungai dalam mengolah limbah ini harus diberi penghargaan yang tinggi karena tanpa kemampuannya dalam menetralisasi pengaruh negatif limbah, akan terjadilah pencemaran terhadap sungai itu sendiri dan mengurangi manfaat positifnya (Suparmoko dan Maria, 2002). Sungai merupakan satu kesatuan antara wadah air dan air yang mengalir, karena itu kesatuan sungai dan lingkungan merupakan suatu persekutuan mendasar yang tidak terpisahkan. Namun sayang sekali, asas tersebut sering diabaikan (baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan) sehingga orientasi kolektif terhadap pelestarian aspek lingkungan sungai sering kali amat rendah. Pemanfaatan lahan di sempadan sungai untuk keperluan pemukiman, pertanian, praktik–praktik membuang sampah ke perairan terbuka dan usaha lain yang mengganggu kelancaran pengaliran air merupakan contoh khas dari diabaikannya aspek lingkungan sungai (Sunaryono et al, 2004). Universitas Sumatera Utara Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumber pencemaran air permukaan dapat dibedakan menjadi sumber tak bergerak (point sources) dan sumber bergerak (non point sources). Sumber tak bergerak (point sources) adalah sumber pencemaran yang mengeluarkan pencemar atau dari titik yang dapat dikenali, dan menetap, misalnya cerobong asap atau instalasi pengolahan limbah dari industri sedangkan sumber bergerak (nonpoint sources) merupakan faktor yang mendukung terjadinya pencemaran air dan tidak dapat dilacak sumber asalnya, misalnya bilasan pupuk pertanian, endapan dari kegiatan konstruksi bangunan (Tjokrokusumo, 1998). Perbedaan sumber pencemaran tersebut akan membawa konsekuensi dalam kebijakan pengendalian pencemaran. Dari segi pelaksanaan kebijakan, sumber pencemaran yang bergerak akan lebih sulit diawasi dan kurang mendapatkan perhatian; dan kebijakan lebih banyak diarahkan pada sumber pencemaran yang tidak bergerak. Pencemaran pada sungai dan danau yang utama berasal dari limbah sektor pertanian, buangan air limbah perkotaan, serta limbah kegiatan–kegiatan rumah tangga (limbah domestik). Pencemaran yang berupa limbah pertanian dapat berupa tumpukan tanah permukaan yang terkupas karena aliran air (erosi), insektisida, maupun pupuk. Demikian pula penebangan hutan dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah, dan pembakaran hutan akan meningkatkan temperatur aliran sungai atau danau di sekitarnya. Kegiatan industri perkotaan merupakan sumber pencemar yang tidak bergerak dan menyumbang pada pencemaran air tidak saja pada air sungai dan danau tetapi juga pada air tanah (Suparmoko dan Maria, 2000). Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Macam Pengaruh dan Sumber Zat–zat Kimia Berbahaya dari Limbah Air Buangan Industri Pencemar Pengaruh Sumber Pencemar 1. BOD5 − Dioksigenasi, keadaan anaerobik, mematikan air, bau busuk − 2. Zat – zat racun primer − − 3. Asam dan alkali − Mematikan ikan, meracuni ternak, mematikan plankton, terakumulasi dalam daging ikan dan kerang. Mengganggu pH penyangga sistem perairan 4. Desinfektan : C12,formalin,phenol − Mematikan organisme tertentu, mengubah rasa dan bau − 5. Bentuk – bentuk ion : Fe, Ca, Mg, Mn, C1, SO4 − Mengubah kekhasan air, warna, kesadahan dan salinitas − 6. Oksidator dan reduktor : NH3, NO2, NO3, S dan SO3 − Mengubah keseimbangan kimia, bau, pertumbuhan mikroba tertentu − 7. Yang terlihat dan tercium − − 8. Organisme pathogen Bacillus anthracis, leptospira, cendawan beracun, virus. − Buih, bahan – bahan mengapung, zat – zat padat menetap, bau yang merangsang, endapan dasar bersifat anaerobik. Lemak, minyak dan gemuk, merusak kehidupan ikan Infeksi pada manusia, reinfeksi pada hewan, penyakit –penyakit tanaman dari air irigasi yang terkontaminasi oleh cendawan − − Karbohidrat terlarut dalam jumlah tinggi, pengilangan gula, pengalengan, penyulingan pabrik minuman, proses susu, pembuatan pulp dan kertas. Pencucian logam plating dan pickling, pengilangan fosfat dan bauksit, pembuatan gas CO², pembuatan baterai, penyamaan kulit. Penyaringan pabrik batubara, seel pickling, pabrik bahan kimia, pencucian wol, binatu kimia. Pengelantangan kertas, tekstil, resin sintesis, pembuatan penicilin, pembuatan gas, cokes dan ter , pabrik zat warna dan bahan kimia. Pembuatan barang – barang logam, pembuatan semen, keramik, pemompaan sumur bor. Pertumbuhan gas dan cokes, pabrik pupuk, bahan peledak, pembuatan zat warna dan serat sintesis, pembuatan pulp dari kayu, pengelantangan. Buangan deterjen, zat penyamak, prosesing makanan dan daging, pengilangan gula, pemintalan wol, pengilangan minyak, pembersihan unggas. Sampah – sampah dari perusahaan pemotongan hewan, proses wol, poertumbuhan cendawan dalam bak penapungan limbah air buangan, proses limbah air buang an peternakan. Sumber : Sutamiharja dalam Suparmoko dan Maria (2000). Universitas Sumatera Utara Standar Kualitas Air Sumber daya air dibedakan menjadi sumberdaya air tanah dan sumberdaya air permukaan. Sumberdaya air tanah merupakan sumber air bersih yang terdapat di dalam tanah dan batu-batuan. Sumberdaya air tanah merupakan sumberdaya air alami yang diperkirakan sangat besar volumenya yaitu sekitar 50 kali volume aliran air permukaan setiap tahun-nya (Suparmoko dan Maria, 2000). Sumberdaya air permukaan terdiri dari badan sungai, danau dan lautan yang semuanya ada di permukaan bumi atau tanah. Air permukaan ini merupakan sumber air utama bagi kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Di samping itu air permukaan banyak digunakan untuk keperluan rekreasi seperti berenang, menangkap ikan, bermain perahu dan sebagainya, dan juga untuk keperluan irigasi guna mengairi tanaman (Suparmoko dan Maria, 2000). Karakteristik sumber daya air amat dipengaruhi aspek topografi dan geologi, keragaman penggunaannya, keterkaitannya (hulu–hilir, instreamoffstream, kuantitas–kualitas), waktu serta siklus alaminya. Oleh karena faktor topografi dan geologi, maka sumber daya air dapat bersifat lintas wilayah administrasi. Dengan demikian, kuantitas dan kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolaan sumber daya air masing–masing daerah. Selain itu, keragaman penggunaan air bervariasi (pertanian, air baku domestik dan industri, pembangkitan listrik, perikanan, dan pemeliharaan lingkungan), musim (waktu), sifat ragawi alam (topografi dan geologi), dan kondisi kependudukannya (Sunaryono et al, 2004). Universitas Sumatera Utara Beberapa jenis kualitas air yang perlu kita kenal untuk kegunaan praktis sehari – hari adalah antara lain : 1. Standar kualitas air minum (nasional maupun internasional). 2. Standar kualitas air untuk rekreasi dan atau tempat–tempat pemandian alam ( nasional dan international). 3. Standar kualitas air dengan adanya bahan buangan dari industri (waste water effluent). 4. Standar kualitas air sungai (stream standard). (Ryadi, 1984). Di samping pertimbangan kegunaan dari badan-badan air bagi manusia (maupun organisme), maka persyaratan bagi masing–masing standar kualitas air masih perlu ditentukan oleh empat aspek (Ryadi, 1984) : 1. Persyaratan Fisik 2. Persyaratan Kimia 3. Persyaratan Biologis 4. Persyarataan Radiologis Terdapat dua tipe kriteria kualitas air dalam permasalahan pencemaran. Yang pertama adalah kualitas air buangan yang disebut ”Waste Water Effluent”, yang dapat di terapkan dengan standarisasi, sehingga nantinya dikenal dengan nama ”effluent standard” (standar air buangan). Standar yang kedua yaitu standar dari air yang berada dalam badan air itu sendiri dimana nantinya akan menerima air buangan. Standar air dari ”badan air” tersebut disebut dengan ”stream standard” (Ryadi, 1984). Universitas Sumatera Utara Klasifikasi mutu air menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dibagi menjadi empat kelas : 1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan peruntukan lain yang syarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut; 3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; Karakteristik–karakteristik kuaitas air yang disarankan untuk dikaji dalam analisis pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan terutama untuk penelitian–penelitian kualitas air atau masalah ekologi akuatis adalah (Asdak, 1995) : 1. Muatan sedimen. Kualitas fisik perairan sebagian besar ditentukan oleh jumlah konsentrasi sedimen yang terdapat di perairan tersebut. Muatan sedimen total yang terdapat dalam aliran air terdiri atas sedimen merayap (bedload) dan Universitas Sumatera Utara sedimen melayang (suspendend sediment). Untuk suatu sistem daerah aliran air, terutama yang terletak di hulu, jumlah muatan sedimen yang terlarut dalam aliran air mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap kualitas air di tempat tersebut. Tingkat konsentrasi sedimen yang terlarut dalam aliran air dan tataguna lahan dapat mempengaruhi besar–kecilnya konsentrasi sedimen tersebut menjadi perhatian para pengelola sumber daya alam, terutama usaha pengelolaan sumberdaya alam pada skala DAS yang ditujukan untuk pemasokan air permukaan. Muatan sedimen dapat dibagi dua, yaitu muatan sedimen organik dan muatan sedimen nonorganik. Muatan sedimen organik terdiri atas unsur–unsur yang berasal dari flora dan fauna yang seringkali terangkut dalam aliran air pada periode aliran air besar. Muatan sedimen nonorganik meliputi unsur– unsur pasir, lumpur, dan koloida–koloida dari berbagai mineral yang pada tempat dan waktu tertentu mengendap di dasar perairan. Jenis muatan sedimen seperti ini juga umumnya terangkut pada periode aliran air besar. 2. Tingkat kekeruhan. Kekeruhan biasanya menunjukkan tingkat kejernihan aliran air atau kekeruhan biasanya yang diakibatkan oleh unsur–unsur muatan sedimen, baik yang bersifat mineral atau organik. Kekeruhan air dapat dianggap sebagai indikator kemampuan air dalam meloloskan cahaya yang jatuh di atas badan air, apakah cahaya tersebut kemudian disebarkan atau diserap oleh air tersebut. Tingkat kekeruhan suatu aliran air ditentukan dengan cara mengukur transmisi cahaya melalui sampel air dalam satuan miligram Universitas Sumatera Utara per liter (mg/l) atau untuk jumlah yang lebih kecil adalah dalam satuan parts per milloin (ppm). Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan air disebut turbidimeter. 3. Gas terurai. Kandungan gas oksigen terurai dalam air mempunyai peranan menentukan untuk kelangsungan hidup organisme akuatis dan untuk berlangsungnya proses reaksi kimia yang terjadi di dalam badan perairan. Keberadaan dan besar kecilnya muatan oksigen di dalam air dapat dijadikan indikasi ada atau tidaknya ”pencemaran” disuatu perairan dan oleh karenanya pengukuran besarnya chemical oxygen demand (COD) dan biochemical oxygen demand (BOD) perlu dilakukan untuk menentukan status muatan oksigen didalam air. 4. Suhu air. Suhu di dalam air dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas bagi kehidupan akuatis. Secara umum kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktifitas biologi, dan pada gilirannya memerlukan lebih banyak oksigen biasanya berkorelasi negatif, yaitu kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat solubilitas oksigen dan, dengan demikian, menurunkan kemampuan organisme akuatis dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses–proses biologi di dalam air. Universitas Sumatera Utara 5. pH air. pH air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang dikaji, terutama oksidasi sulfur dan nitrogen pada proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnesium pada proses pembasaan. Angka indeks yang umum digunakan mempunyai kisaran antara 0 hingga 14 dan merupakan angka logaritmik negatif dari konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Aktivitas pengelolaan DAS yang umumnya meliputi pembalakan hutan, perubahan tataguna lahan, pembuatan bangunan–bangunan konservasi tanah dan air, pengembangan tanaman pertanian dan aktivitas lain yang bersifat merubah kondisi permukaan tanah biasanya dikonsentrasikan di daerah hulu dan tengah suatu DAS. Praktik–praktik pemanfaatan lahan seperti tersebut di atas dapat meningkatkan sejumlah mineral dan komponen (organik dan nonorganik) lain yang terangkut masuk ke dalam sungai dan pada gilirannya, dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap keseimbangan ion–ion yang ada dalam suatu DAS. Berikut ini ada beberapa aktifitas atau kejadian yang umum berlangsung di suatu daerah aliran sungai serta kemungkinan dampak yang diakibatkan terhadap kualitas air adalah (Asdak, 1995) : 1. Pembalakan hutan Ketika berlangsung pembalakan hutan, kondisi permukaan lahan dimana aktifitas pembalakan tersebut berlangsung akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut biasanya dalam bentuk terganggunya lapisan tanah bagian atas oleh aktivitas alat–alat berat yang digunakan Universitas Sumatera Utara dalam pembalakan hutan dan kerusakan permukaan tanah yang diakibatkan oleh pohon–pohon yang ditebang. Dampak yang ditimbulkan oleh adanya pembalakan hutan adalah meningkatnya sedimentasi di sungai yang mengalirkan air dari daerah tangkapan air yang bersangkutan sebesar dua hingga tiga kali daripada keadaan normal. 2. Kebakaran hutan. Hasil–hasil penelitian menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan pembakaran sisa–sisa pembalakan hasil hutan dapat meningkatkan transpor ion–ion yang berasal dari serasah hutan dan dari mineral tanah tempat berlangsungnya pembakaran sisa–sisa kayu hasil pembalakan. Kenaikan ini bahkan lebih besar daripada transpor ion– ion yang diakibatkan oleh aktivitas pembalakan hutan. Meningkatnya pelepasan ion–ion mineral tanah dan serasah hutan tersebut terjadi karena lepasnya ikatan–ikatan bahan organik menjadi bentuk lain yang mudah larut dalam aliran air. Kenaikan konsentrasi unsur hara yang berasal dari kebakaran hutan tersebut umumnya berlangsung sementara dan akan kembali ke tingkat konsentrasi seperti pada keadaan sebelum terjadinya kebakaran hutan. 3. Tebang dan bakar Dua aktifitas yang umum terjadi di hutan, hal yang logis mengingat dampak yang terjadi diakibatkan oleh gabungan dari dua kegiatan Universitas Sumatera Utara yang secara terpisah juga menimbulkan dampak yang cukup penting, yaitu menurunkan kesuburan tanah dan menurunkan kualitas perairan. 4. Penggembalaan ternak Dalam menentukan layak–tidaknya air untuk dikonsumsi manusia atau untuk rekreasi air, biasanya menggunakan bakteri yang ada di dalam perairan sebagai indikator kelayakan tersebut. Untuk itu pemahaman yang menyeluruh tentang daur dan variabilitas bakteri di dalam perairan (alamiah) serta pemahaman hubungan antara bakteri– bakteri tersebut dengan faktor–faktor lingkungan diperlukan dalam analisis kualitas air yang berkaitan dengan penggembalaan ternak. Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa sepanjang penggembalaan ternak digembala dalam skala yang besar di tempat–tempat di sekitar perairan maka transpor unsur hara dari tempat–tempat penggembalaan tersebut meningkat tajam. Persyaratan Fisik untuk Air Persyaratan fisik air ditentukan oleh faktor yaitu : kekeruhan (turbidility), warna, bau (odor), dan rasa. Dari keempat indikator tersebut, hanya bau saja penilaiannya ditentukan secara subjektif, dengan jalan air diencerkan secara berturut–turut sampai pengenceran berapakah ia masih tetap berbau pada larutan yang paling encer. Jumlah pengenceran itu akan merupakan bau (odor sumber) dari air yang diperiksa (Ryadi, 1984). Universitas Sumatera Utara Kualitas fisika air yang dimaksud adalah sifat fisika seperti : 1. Suhu air; ialah derajat panas air yang dinyatakan dalam satuan panas derajat celsius (˚C); 2. Warna air; warna nyata dari air yang dapat disebabkan oleh adanya ion metal (besi dan mangan), humus, plankton, tumbuhan air dan limbah indutri, yang tidak menggunakan zat warna tertentu setelah dihilangkan kekeruhannya, yang dinyatakan dalam satuan warna skala Pt Co; 3. Kekeruhan ialah sifat optik dari suatu larutan, yang menyebabkan cahaya yang melaluinya terabsorbsi, dan terbias dihitung dalam satuan mg/LsiO2 atau Unit Kekeruhan Nephelometri (UKN); 4. Kejernihan ialah dalamnya lapisan air yang dapat ditembus oleh sinar matahari dinyatakan dalam satuan cm; 5. Residu total ialah residu yang tersisa setelah penguapan contoh dan dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu tertentu secara merata dinyatakan dalam satuan mg/L; 6. Residu tersuspensi ialah berat zat padat dalam air yang tertahan pada penyaring dengan kertas saring yang berpori sebesar 0,45 µm dan dikeringkan pada suhu tertentu secara merata yang dinyatakan dalam satuan mg/L; 7. Residu terlarut ialah berat zat padat yang dapat lolos melalui saringan yang berpori sebesar 0,45 µm dan dikeringkan pada suhu tertentu secara merata (mg/L); Universitas Sumatera Utara 8. Residu total terurai bagian berat dari residu total yang terurai menjadi gas pada pemanasan dengan suhu tertentu yang dinyatakan dalam satuan mg/L; 9. Residu tersuspensi terurai ialah bagian berat dari residu tersuspensi yang terurai menjadi gas pada pemanasan dengan suhu tertentu, yang dinyatakan dalam mg/L; 10. Residu terikat ialah bagian berat residu total atau residu tersuspensi yang tidak terurai (tetap) setelah dipanaskan pada suhu tertentu, yang dinyatakan dalam mg/L; 11. Residu mengendap ialah zat padat yang dapat mengendap selama waktu tertentu, yang dinyatakan dalam mg/L atau mL/L; 12. Daya hantar listrik ialah kemampuan dari larutan untuk menghantarkan arus listrik yang dinyatakan dalam µmhos/cm, kemampuan tersebut antara lain tergantung pada kadar zat terlarut yang mengion didalam air, pergerakan ion, valensi dan suhu; 13. Salinitas/kegaraman merupakan residu terlarut dalam air, apabila semua bromida dan iodida dianggap sebagai klorida; 14. Klorositi ialah kadar klor dalam satuan g/L yang digunakan pada perhitungan salinitas; 15. Larutan induk ialah larutan baku kimia yang dibuat dengan kadar tinggi dan akan digunakan untuk membuat larutan baku dengan kadar yang lebih rendah, biasanya larutan induk dapat disimpan lama dengan waktu tertentu tanpa perubahan kadar; Universitas Sumatera Utara 16. Larutan baku ialah larutan yang langsung digunakan sebagai pembanding dalam pemeriksaan; (Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, 1991). Persyaratan Kimia untuk Air Bahan–bahan kimia pada umumnya mudah larut dalam air. Tercemarnya air oleh bahan–bahan kimia yang terlarut khususnya timbal perlu dinilai kadarnya, untuk mengetahui sejauh mana bahan–bahan terlarut itu dapat dikatakan membahayakan eksistensi organisme maupun mengganggu bila digunakan untuk suatu keperluan (misalnya untuk air industri / water processing) (Ryadi, 1984). Berdasarkan PP No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dan pengendalian pencemaran air, parameter kimia dalam pengujian kualitas air, terbagi dua yaitu : 1. Kimia anorganik meliputi; pH, BOD, COD, DO, total fosfat sebagai P, NO3 sebagai N, NH3-N, arsen, kobalt, barium, boron, selenium, kadmium, khrom, tembaga, besi, timbal. 2. Kimia organik meliputi; minyak dan lemak, detergen sebagai MBAS, senyawa fenol, BHC, Aldrin, chlordane, DDT. (Kementerian Lingkungan Hidup, 2006). Metode Indeks Pencemaran Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter Universitas Sumatera Utara kualitas air yang diizinkan. Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar (Kementerian Lingkungan Hidup,2006). Pedoman Pengambilan Sampel Lingkungan Pengambilan sampel dan uji parameter kualitas lingkungan merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena polutan bersifat dinamis dan bermigrasi seiring dengan perubahan situasi dan kondisi setempat. Karakterisitik fisik matrik air, udara, tanah/sedimen, padatan/lumpur atau cairan, cuaca, jumlah polutan, kecepatan lepasnya polutan ke lingkungan, sumber emisi, atau effluen, sifat kimia, biologi, dan fisika polutan, dan intervensi manusia sangat mempengaruhi cara serta kecepatan migrasi polutan (Hadi, 2005). Mendapatkan sampel homogen sebagaimana kondisi sesungguhnya merupakan permasalahan yang sering muncul karena pengambilan sampel lingkungan dituntut representatif, yaitu sampel harus mewakili kumpulannya. Dengan sampel yang representatif, data hasil pengujian dapat menggambarkan kualitas lingkungan sesungguhnya (Hadi, 2005). Universitas Sumatera Utara Dalam merencanakan pengambilan dipertimbangkan bagaimana sampel dapat sampel lingkungan harus mewakili kondisi pada saat pengambilan. Oleh karena itu, volume sampel, waktu, lokasi, dan titik pengambilan sampel, serta kondisi lingkungan harus direkam sebagai data objektif untuk bahan interpretasi hasil pengujian. Selanjutnya, secara umum tipe sampel lingkungan dibedakan menjadi sampel sesaat (discrete sample atau grab sample), sampel gabungan (composit sample), dan sampel terpadu (integrated sample) (Hadi, 2005). Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Air Sungai Langkah awal dalam menentukan lokasi pengambilan sampel air sungai adalah mengetahui keadaan geografi sungai dan aktivitas di sekitar daerah aliran sungai. Pada umumnya, lokasi pengambilan sampel lingkungan meliputi (Hadi, 1995) : 1. Daerah hulu atau sumber air alamiah, yaitu lokasi yang belum tercemar. Lokasi itu berperan untuk diidentifikasi kondisi asal atau base line sistem tata air; 2. Daerah pemanfaatan air sungai, yaitu lokasi di mana air sungai dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, air untuk rekreasi, industri, perikanan, pertanian, dan lain–lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas air sebelum dipengaruhi oleh suatu aktivitas; 3. Daerah potensial terkontaminasi, yaitu lokasi yang mengalami perubahan kualitas air oleh aktivitas industri, pertanian, domestik, dan Universitas Sumatera Utara sebagainya. Lokasi itu dipilih untuk mengetahui hubungan antara pengaruh aktivitas tersebut dan penurunan kualitas air sungai; 4. Daerah pertemuan dua sungai atau lokasi masuknya anak sungai. Lokasi itu dipilih apabila terdapat aktifitas yang mempunyai pengaruh aktivitas tersebut dan penurunan kualitas air sungai; 5. Daerah hilir atau muara, yaitu daerah pasang–surut yang merupakan pertemuan antara air sungai dan air laut. Tujuannya untuk mengetahui kualitas air sungai secara keseluruhan. Apabila data hasil pengujian di daerah hilir di bandingkan dengan data untuk daerah hulu, evaluasi tersebut dapat menjadi bahan kebijakan pengelolaan air sungai secara terpadu; Pengambilan sampel air yang bentuk atau badan air berupa danau/waduk diutamakan pada lokasi : 1. Daerah masuknya air sungai ke danau/waduk. Hal ini untuk mengetahui kualitas air danau/waduk setelah masuknya air ke sungai ke badan air danau/waduk. 2. Bagian tengah danau/waduk. Tujuannya adalah mengetahui kualitas air danau/waduk secara umum. 3. Daerah di mana air danau/waduk dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, perikanan, pertanian, pembangkit tenaga listrik tenaga air, dan sebagainya. Lokasi dipilih untuk mengetahui kualitas air danau/waduk yang akan dimanfaatkan. Universitas Sumatera Utara 4. Daerah akhir/keluarnya air danau/waduk. Penentuan lokasi ini untuk mengetahui kualitas air danau/waduk secara keseluruhan bila dibandingkan dengan kualitas air di daerah masuknya air sungai ke danau/waduk. Apabila lokasi pengambilan telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menentukan titik pengambilannya, jumlah titik tersebut sangat tergantung pada keadaan dan kedalaman dari badan air. Secara umum, perlu diperhatikan bahwa sampel air diambil minimal satu meter di bawah permukaan air (danau/waduk), jangan sampai ikut endapan atau sedimen yang ada di dasar air (Hadi,2003). Universitas Sumatera Utara