e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN BERBANTUAN MEDIA KARTU EMOSI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ASERTIF ANAK USIA DINI Komang Novitri Ardani1, I Nyoman Wirya2 , Luh Ayu Tirtayani3 123 Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan asertif pada anak kelompok B1 semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 di TK Negeri Pembina Singaraja setelah diterapkan metode bermain peran berbantuan media kartu emosi. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 18 orang anak TK Negeri Pembina Singaraja pada kelompok B1 semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Data penelitian tentang kemampuan asertif dikumpulkan menggunakan metode observasi dengan instrumen berupa lembar format observasi. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor kemampuan asertif pada anak kelompok B1 setelah diterapkan metode bermain peran berbantuan media kartu emosi pada siklus I sebesar 72,22% yang berada pada katagori sedang dan pada siklus II menjadi 83,88% tergolong pada katagori tinggi. Jadi terjadi peningkatan kemampuan asertif anak setelah diterapkan metode bermain peran berbantuan kartu emosi sebesar 11,66%. Kata-kata kunci: Metode Bermain peran, Media Kartu Emosi, Kemampuan Asertif Abstract This research is aim to know about the development of assertive ability of the children in class B1 in the Second Semester of Academic Year 2013/2014 in Negeri Pembina Kindergarten Singaraja District after applied the method of roleplaying with emotion card media. This research was a classroom action research which conducted in two cycles. The subjects of this research were the 18 kindergarten students in group B1 at the second semester in the academic year of 2013/2014. The data was collected by using observation method. The instrument used was observation form. The data was collected and analyzed by using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive. The results of data analysis showed that the average score of stundents’ assertive abilityin group B1 increased after implementing role playing method supported by emotion card media as many as 72,22% at the first cycle and was categorized as moderate category. At the second cycle it increased into 83,88% and was categorized as high category. It could be concluded, that there is an improvement the assertive ability after the implementation of role playing method supported by emotion card media as many as 11,66%. Keywords : role playing method, assertive ability, media emotion car e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN Usia lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun merupakan masa keemasan sekaligus masa peka dalam tahapan kehidupan manusia. Latif (2013:12) menyatakan bahwa, “masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespons stimulasi yang diberikan oleh lingkungan“. Masa ini merupakan masa tepat untuk meletakkan dasar nilai-nilai agama dan moral, fisik motorik anak, kognitif, bahasa dan sosial emosional kemandirian anak. Pendidikan anak usia dini merupakan upaya untuk menstimulasi, membimbing, dan mengasuh serta memberikan kegiatan pembelajaran yang mampu menghasilkan kemampuan dan ketrampilan anak. Pendidikan anak usia dini harus berlandaskan pada kebutuhan anak, disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut dilingkungan sekitar, serta sesuai dengan tahapan perkembangan fisik dan psikologis anak. Pelaksanaan bibingan diintregasikan dalam proses bermain yang menyenangkan serta dirancang untuk mengoptimalkan potensi anak. Guru atau orang tua semestinya tidak hanya terpaku pada kecerdasan intelektual namun juga mempertimbangkan kecerdasan emosional dalam rangka mengoptimalkan potensi anak. Kecerdasan emosional adalah kemampuan anak memahami emosi dan kesangggupannya dalam mengelola emosi yang terlihat ketika anak tersebut mampu mengambil keputusan, menjadi penengah konflik, mengatasi tekanan, berlaku empati, berkomunikasi dan kemampuan membuka diri. Anak juga mempunyai kesadaran akan diri sendiri, tanggung jawab pribadi, keasertifan, dan kepribadian yang dinamis, namun dalam kadar sebagai anak usia dini (Nugraha, 2004:9.2). Perilaku asertif perlu dilatihkan untuk anak usia dini mengingat anak usia dini belum bisa memahami perspektif pikiran orang lain atau mengira orang lain berpikir sebagaimana anak tersebut berpikir. Anak usia dini yang memiliki kemampuan asertif yang baik akan menunjukan perilaku percaya diri mampu mengatakan tidak terhadap hal-hal yang dirasa tidak sesuai dengan nilai atau harga diri serta dapat mengambil keputusan yang berskala kecil. Perilaku asertif perlu dilatihkan untuk anak usia dini mengingat anak usia dini belum bisa memahami perspektif pikiran orang lain atau mengira orang lain berpikir sebagaimana anak tersebut berpikir. Anak usia dini yang memiliki kemampuan asertif yang baik akan menunjukan perilaku percaya diri mampu mengatakan tidak terhadap hal-hal yang dirasa tidak sesuai dengan nilai atau harga diri serta dapat mengambil keputusan yang berskala kecil. Kemampuan tersebut sangat berguna bagi anak mengingat banyak terjadi kasus penculikan dan kekerasan terhadap anak. Kondisi ini menuntut pengembangan kecerdasan emosional untuk melatih anak berani mengungkapkan pendapatnya atau berperilaku asertif. Berdasarkan hasil observasi di TK Negeri Pembina Singaraja pada tanggal 23 Desember 2013, ditemukan bahwa terdapat anak-anak yang mengalami permasalahan dalam bersikap asertif. Pada kelas ini beberapa anak menunjukkan perilaku yang nonasertif, anak-anak tersebut menunjukkan perilaku tidak bisa mengungkapkan perasaan dan tidak bisa menolak permintaan dari teman yang lain walaupun tidak sesuai dengan yang diinginkan. Anak-anak tersebut seringkali menjadi korban dari teman-teman di kelas tersebut. Hasil observasi lainnya terdapat beberapa anak yang selalu menangis dan sebagian lainnya hanya diam ketika mainan anak tersebut direbut. Anak yang lain selalu mengalah tanpa bisa mempertahankan pendapat dan keinginan. Kondisi tersebut tentu berdampak tidak baik terhadap perkembangan sosial emosional anak. Terdapat pula anak yang berperilaku agresif, seperti memukul dan menghina teman saat keinginan anak tersebut tidak terpenuhi serta anak tersebut berperilaku semena-mena ketika menginginkan sesuatu dari seseorang. Kejadian tersebut membuktikan bahwa beberapa anak belum memiliki kemampuan asertif. Senada dengan pendapat dari Santrock (Aliyati, 2012:11) yang menyatakan bahwa “perilaku asertif merupakan kemampuan mengungkapkan perasaan secara baik- e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) baik, meminta apa yang diinginkan dan mengatakan tidak untuk hal yang tidak mereka inginkan. Permasalahan tersebut didukung oleh data yang menunjukkan perkembangan sosial emosional anak dikelas B1 masih kurang. Kemampuan asertif termasuk kedalam pengembangan aspek sosial emosional. Sesuai dengan data nilai raport yang berupa narasi atau rapor semester ganjil dari jumlah anak 18 orang anak, hanya 4 (empat) orang anak yang memperoleh tiga bintang atau sudah berkembang sesuai harapan, 5 (lima) anak yang memperoleh dua bintang atau mulai berkembang dengan baik dan 9 (sembilan) anak yang memperoleh satu bintang atau belum berkembang. Data tersebut menunjukkan bahwa anak kelompok B1 belum mencapai perkembangan sosial emosional dengan maksimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pada tanggal 23 Desember 2013 seusai melakukan kegiatan observasi, diketahui bahwa kemampuan asertif anak belum berkembang secara optimal. Hal tersebut terlihat dari beberapa anak belum terbiasa mengungkapkan apa yang dirasakan. Guru menyatakan belum mampu secara maksimal dalam membimbing anak tersebut. Guru juga belum menemukan solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan asertif anak-anak didiknya. Guru hanya melaksanakan bimbingan secara individu. Proses bimbingan terutama terhadap kemampuan asertif anak tidak diintregrasikan ke dalam metode pembelajaran. Menurut Fred (dalam Rianto ,2006:4), “metode pembelajaran adalah cara umum untuk menyampaikan pelajaran kepada anak atau untuk mempraktikan teori yang sudah dipelajari sebelumnya untuk mencapai tujuan pendidikan”. Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak haruslah sesuai dengan dunia nyata dan sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar anak serta mampu membentuk perilaku anak. Pendidikan untuk membentuk perilaku sebaiknya belajar dari realitas atau pengalaman, dan bersifat dialogis. Salah satu metode mengajar yang memenuhi karakteristik tersebut adalah metode bermain peran. Menurut Wahyuningtyas (dalam Aliyati, 2012:17), “bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan (educational games) yang dipakai untuk menjelaskan perasaan, tingkah laku dan nilai dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain (mengembangkan diri sendiri dalam keadaan orang lain”. Menurut pendapat ini, melalui bermain peran secara langsung anak terlibat dalam kegiatan tersebut dan anak berpura-pura berperilaku sesuai dengan karakteristik tokoh yang diperankannya. Anak akan merealisasikan ide dan perilaku yang ada dalam dirinya menjadi kenyataan melalui kegiatan ini. anak mengambil sebuah peran sebagai orang lain dan melakukan penggambaran dari pengalaman orang lain dalam situasi yang berbeda pada saat bermain peran. Penerapan metode bermain peran melatih anak mengetahui perasaan orang lain ataupun diri sendiri serta mengungkapkan perasaan anak tersebut yang tentunya akan meningkatkan kemampuan asertif anak. Kemampuan asertif harus diperhatikan sejak usia dini. Adapun manfaat dari memiliki kemampuan asertif menurut Calhoun dan Acocella (dalam Khusnai, 20013:23) adalah anak dapat mempertahankan haknya tanpa menyakiti dan merugikan orang lain , anak dapat mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang memuaskan dan melegakan hati semua orang, sehingga dengan demikian anak memperoleh kehormatan diri. Berdasarkan sudut pandang psikologi humanistik dan eksistensial, anak yang asertif akan mendapatkan keuntungan psikologis, diantaranya anak akan memiliki penyesuaian diri yang baik terhadap masalah, karena dalam menyesuaikan diri, anak yang asertif akan memilih dan bertindak dengan tepat. Mereka bebas memilih dan bertindak sesuai dengan pilihannya. Hal tersebut akan membuat anak mendapatkan kebebasan serta tanggung jawabnya dengan cara yang terhormat. Kondisi di atas oleh psikologi humanistik dan eksistensial dipandang e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) sebagai proses aktif dari self enhancement anak Asertifitas dapat meningkatkan kehormatan dan rasa percaya diri. Seseorang yang tampil asertif akan lebih berinisiatif dan menghemat energi, dalam arti perilakunya yang jujur, langsung, terus terang, dan mempertimbangkan hak-hak orang lain, memungkinkan seseorang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya (Khusnai, 2007:20). Seperti halnya orang dewasa, anak usia kelompok 5-6 tahun telah mampu mengekspresikan perasaan. Setiap anak mencoba mencari perhatian dengan berbagai macam bentuk reaksi emosional, seperti marah, senang, ataupun sedih. Berbagai ekspresi emosional tersebut terkadang disalurkan dengan cara yang kurang tepat. Anak dapat mengekspresikan emosi dengan cara yang wajar, apabila telah memiliki kemampuan asertif. Menurut Aliyati (2002:6), “perilaku asertif anak usia dini terlihat saat menunjukkan perilaku seperti anak mampu mengkomunikasikan pemikiran dan perasaan yang dimiliki dengan baik, mampu memberikan saran/pujian kepada teman, mengekspresikan perasaan baik positif maupun negative, mampu mengutarakan keinginannya secata baik, mampu memulai dan mengakhiri pembicaraan dengan baik, berani berkata tidak jika dipengaruhi untuk berbuat negative dan mampu mempertahankan hak miliknya secara tidak emosional. Sesuai dengan manfaat asertifitas yang telah dijelaskan maka kemampuan asertif anak sangat penting untuk ditingkatkan. Salah satunya dengan metode bermain peran. Hal tersebut didukung oleh kelebihan dari metode bermain peran yaitu membantu anak untuk membantu anak didik untuk berlaku, berpikir dan merasakan apa yang dirasakan orang lain Cheppy (dalam Masitoh, 1980:124). Penerapan metode bermain peran juga dibantu oleh media yang mempermudah anak untuk mengenali dan memahami bentuk-bentuk perasaan. Media tersebut adalah media kartu emosi. Penggunaan media kartu emosi membuat anak akan semakin mudah mengenali emosi dan mengekspresikan emosi tersebut secara tepat. Media kartu emosi termasuk kedalam media visual yang termasuk kedalam klasifikasi gambar diam. Kamus besar bahasa Indonesia (2005:10) menjelaskan bahwa. “kartu adalah kertas tebal berbentuk persegi panjang dapat digunakan untuk berbagai keperluan”. Menurut Wojowasito (dalam Patmonodewo, 2012:16), “kartu adalah kertas tebal berbentuk persegi empat”. Nugraha (2004:3.3) menyatakan bahwa, “emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk ataupun perasaan yang tidak menyenangkan”. Jadi kartu emosi adalah kertas yang berbentuk persegi digunakan untuk mengungkapkan emosi penggunanya Media ini berbentuk kartu yang memiliki gambar-gambar ekspresi emosi. Lebih lanjut menurut Nugraha (2004:3.7),”jenis-jenis emosi antara lain terpesona, marah, terkejut, kecewa, sakit, sedih, dan senang”. Maka dari itu, gambar yang terdapat pada kartu emosi akan terdiri dari gambar ekspresi dari emosi terpesona, marah, terkejut, senang, sedih dan gembira. Kartu emosi ini terinspirasi dari emoticon-emoticon yang menjadi gaya penulisan yang tersebar di berbagai tekhnologi seperti dalam simbol-simbol di berbagai aplikasi pada internet maupun handphone. Piaget (dalam Widiasih, 2013:23), mengatakan bahwa anak pada usia 2-7 tahun berada pada tahap praoperasional (praoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun. Anak belajar memahami konsep dari gambargambar yang ada di sekitar anak. Guru mengajarkan anak tentang konsep emosiemosi didalam diri dengan menggunakan gambar emoticon (ekspresi-ekspresi wajah) yang terdapat pada kartu emosi Penggunaan kartu emosi ini diharapkan mampu mengembangkan kemampuan asertif anak. Penggunaan kartu ini dapat mempermudah anak mengungkapkan perasaan yang dirasakan sehingga anak semakin cerdas dalam mengenali perasaan yang dimiliki serta membiasakan anak untuk dapat mengungkapkan apa yang anak tersebut rasakan. e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Menurut Wojowasito (dalam Patmonodewo, 2013:16),”kartu adalah kertas tebal berbentuk persegi empat. Piaget (dalam Dhieni, 2007:2.15), menyatakan bahwa, “anak belajar mengenal konsep melalui gambar-gambar dan benda yang ada disekitar”. Gambargambar dalam media kartu emosi membuat anak semakin mudah dalam mengetahui jenis-jenis emosi di dalam dirinya. Menurut Nugraha (2004:3.7), ”jenis-jenis emosi antara lain terpesona, marah, terkejut, kecewa, sakit, sedih, dan senang”. Maka dari itu, gambar yang terdapat pada kartu emosi akan terdiri dari gambar ekspresi dari emosi terpesona, marah, terkejut, senang, sedih dan gembira. Goldman (dalam Aisyah, 2009:9.52) menyatakan bahwa, “anak yang mampu mengenal dan menyebut emosi-emosi diri mengalami kemajuan dalam keberdayaan emosional”. Bermain peran dengan dibantu oleh media kartu emosi akan meningkatkan rasa empati, kontrol diri, kemampuan berkomunikasi, berani mengungkapkan emosinya secara tepat sehingga kemampuan asertif anak akan semakin meningkat. Atas dasar pemikiran tersebut, apabila metode bermain peran berbantuan media kartu emosi dapat dilaksanakan dengan baik maka akan meningkatkan kemampuan asertif anak kelompok B1 semester II Tahun pelajaran 2013/2014 di TK Negeri Pembina Singaraja. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan asertif pada anak kelompok B1 semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 di TK Negeri Pembina Singaraja setelah diterapkan metode bermain peran berbantuan media kartu emosi. METODE Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Agung (2010:2) menyatakan bahwa “PTK sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakantindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan untuk meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu tindakan yang dimunculkan di kelas untuk memperbaiki praktik pembelajaran guna meningkatkan /memperbaiki sistem pembelajaran di kelas, yang mencakup metode pengajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran serta pengelolaan kelas. Penelitian ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina Singaraja pada semester II tahun pelajaran 2013/2014 terhadap anak kelompok B1. Subyek penelitian sebanyak 18 orang anak. Fokus penelitian adalah kemampuan asertif melalui penerapan metode bermain peran berbantuan media kartu emosi untuk meningkatkan kemampuan asertif pada anak kelompok B1 TK Negeri Pembina Singaraja. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Masingmasing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan tindakan pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi. Tahap perencanan tindakan dilakukan setelah melakukan obsevasi awal dan menyimpulkan hasilnya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyamakan persepsi dengan guru kelas mengenai kemampuan asertif pada anak kelompok B I, serta membuat perancangan dengan menyusun persiapan mengajar berupa Rencana Kegiatan Mingguan (RKM), Rencana Kegiatan Harian (RKH) dan membuat instrument penilaian. Menyamakan persepsi dengan guru kelas mengenai kemampuan asertif pada anak kelompok B1, mempersiapkan alat atau media yang digunakan yaitu kartu emosi serta mempersiapkan instrument penilaian yaitu lembar observasi. Pada tahap pelaksanaan, tindakan yang disusun sesuai dengan tahap –tahap pelaksanaan penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan kemampuan asertif anak dan juga sesuai dengan rencana pembelajaran serta instrument yang telah dibuat. Pelaksanaan penelitin ini dilaksaakan selama 2 (dua) siklus. Masingmasing indikator dilaksanakan selama 20 kali pertemuan dengan 15 kali pemberian tindakan dan 5 kali penilaian. Setelah tahap pelaksanaan maka akan diadakan tahap pengamatan yang dilakukan dalam setiap tindakan pada setiap siklus, alat yang digunakan adalah lembar observasi. Pengamatan dilakukan e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) angka-angka dan atau presentase keadaan suatu obyek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum (Agung, 2010:76). Metode ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya kemampuan asertif anak yang dikonversikan kedalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Tabel 1.Pedoman Konversi PAP Skala Lima tentang Kemampuan Asertif Anak Presentase Kriteria Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan 90-100 Sangat Tinggi 80-89 Tinggi 65-79 Sedang 55-64 Rendah 0-54 Sangat Rendah (Agung, 2010:12) HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I dilaksanakan mulai 3 Maret sampai 5 April 2014. Penelitian ini dilaksanakan selama dua puluh kali pertemuan,yaitu lima belas kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan lima kali pertemuan untuk melaksanakan penilaian terhadap kemampuan asertif pada anak kelompok B1 TK Negeri Pembina Singaraja yang berjumlah 18 orang. Siklus I menunjukkan hasil dari analisis data ststistik deskriptif berupa Modus=11, Median=14.44. Apabila data tersebut divisualisasikan maka akan tampak sebagai berikut 6 5 frekuensi untuk mengetahui hasil dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pada tahap ini dilakukan pengamatan dan pencatatan semua hal yang diperlukan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Tahap terakhir dalam pelaksanaan penelitian ini adalah tahap refleksi yang dilakukan untuk melihat, mengkaji dan mempertimbangkan dampak tindakan yang telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi maka dapat dilakukan perbaikan atas halhal yang masih dianggap kurang dalam proses pembelajaran. Pada tahap ini langkah yang dilakukan adalah merenungkan kembali tentang rencana dan pelaksanaan yang dilakukan berdasarkan analisis data dari pelaksanaan yang mengacu pada kereteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kemudian barulah ditentukan tindakan yang akan direncanaka n selanjutnya dengan pemantapan tindakan atau revisi terhadap tindakan yang telah dilakukan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode observasi. Metode observasi adalah suatu cara atau proses pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu obyek tertentu (Agung, 2010:54). Metode observasi pada prinsipnya merupakan cara memperoleh data yang lebih dominan menggunakan indra penglihatan dalam proses pengukuran terhadap suatu obyek atau variable tertentu, sesuai dengan tujuan peneliti. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis Statistik Diskriptif dan Analisis Diskriptif Kuantitatif. Analisis Statistik Diskriptif merupakan suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan teknik dan rumus-rumus statistik deskriptif seperti distribusi frekuensi, grafik, angka rata-rata (Mean), median (Me), modus (Mo) untuk menggambarkan keadaan suatu objek tertentu sehingga diperoleh kesimpulan umum. Sedangkan metode Analisis Diskriptif Kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk 4 3 2 1 0 12 13 14 15 skor 16 17 18 e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Berdasarkan perhitungan dan grafik polygon di atas terlihat M>Me>Mo (14,44>14>13), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data-data kemampuan asertif pada siklus I merupakan kurve juling positif. Terlihat dari grafik polygon pada gambar 1 maka dapat diinterpretasikan bahwa skor kemampuan asertif pada siswa kelompok B1 semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Negeri Pembina Singaraja cenderung rendah. Nilai M% = 72,22% yang dikonversikan ke dalam PAP skala lima, seperti yang terlihat pada tabel 1 M% berada pada tingkat penguasaan 65-79 yang berarti bahwa kemampuan asertif siswa kelompok B1 di TK Negeri Pembina Singaraja pada siklus I berada pada kriteria sedang. Pelaksanaan penelitian pada siklus I masih ditemukan beberapa kendala, sehingga diadakan refleksi agar pada siklus selanjutnya kemampuan asertif dapat meningkat. Adapun kendala-kendala yang ditemukan pada siklus 1 adalah pada awalnya anak tidak terlihat antusias ketika guru membagi peran, sebagian besar anak masih tidak percaya diri dalam memerankan tokoh yang diberikan, terdapat beberapa anak yang hanya memilih katu emosi namun tidak maumengungkapkan apa yang dirasakannya. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dengan terlihat masih adanya hambatan dalam meningkatkan kemampuan asertif pada anak, maka dilakukan perbaikan proses pembelajaran pada siklus ke II. Beberapa hal yang dilakukan oleh guru pada siklus II yaitu dengan bercerita lebih ekspresif karena pada awalnya anak terlihat tidak antusias saat mendengarkan penjelasan guru, lalu membiasakan anak untuk bermain peran secara tunggal terlebih dahulu sebelum meningkat ke tahap bermain peran dengan berpasangan, dan memberikan contoh pada anak dalam mengungkapkan perasaan menggunakan kartu emosi. Anak dapat meniru cara guru dalam mengungkapkan perasaannya sehingga anak tidak merasa kesulitan lagi untuk mengungkapkan apa yang dirasakan. Hasil analisis siklus II menunjukkan hasil Modus (Mo)=18,00, Median (Me)=17,00, dan Mean (M)=16,77. Jika disajikan ke Grafik Polygon tampak pada gambar 2. 7 6 frekuensi Gambar 1. Grafik Kemampuan Asertif Siklus 1 5 4 3 2 1 0 14 15 16 17 skor 18 19 20 Gambar 2. Grafik Kemampuan Asertif Siklus II Berdasarkan perhitungan dari grafik polygon di atas Mo > Me > M (18,00> 17,00> 16,77), dapat disimpulkan bahwa sebaran data kemampuan mengenal bilangan pada siklus II merupakan kurva juling negatif. Dengan demikian skor kemampuan mengenal lambang bilangan anak cenderung tinggi. Nilai (M%=83,88%) yang dikonversikan kedalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaan 8089 yang berarti bahwa tingkat kemampuan asertif anak di Kelompok B1 TK Negeri Pembina pada siklus II berada pada kriteria tinggi. Data yang telah diperoleh pada siklus I dan II diolah dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis deskiptif kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I rata-rata skor kemampuan asertif anak adalah 72,22% kemudian pada siklus II meningkat menjadi 83,88%. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif diperoleh rata-rata persentase kemampuan asertif anak kelompok B1 semester II di TK Negeri Pembina Singaraja pada siklus I sebesar 72,22% dan rata-rata persentase kemampuan asertif pada anak kelompok B1 semester II di TK Negeri Pembina Singaraja pada siklus II sebesar 83,88%. Sesuai hasil tersebut maka terdapat peningkatan rata-rata persentase e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) kemampuan asertif pada anak dari siklus I ke siklus II sebesar 11,66%. Hasil analisis data membuktikan pemberian tindakan bermain peran meningkatkan perilaku asertif anak. Ahmadi dan Prasetya (dalam Masitoh 1997:81) memberikan pendapatkan tentang metode role playing yaitu, suatu cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada para anak untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau penghayatan seseorang, seperti yang dilakukan dalam hubungan sosial sehari-hari dalam masyarakat. Kegiatan bermain peran yang dilaksanakan antara lain bermain peran di klinik, di halaman rumah, di bank dan di pasar. Cerita yang diperankan dalam kegiatan bermain peran ini juga merupakan cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Anak-anak lebih menyukai bermain peran dipasar. Anak-anak menjadi lebih aktif saat bermain peran di pasar. Hal tersebut mampu memotivasi anak untuk berperilaku yang lebih positif di kehidupan nyata serta anak terbiasa untuk bersosialisasi dengan baik. Kegiatan bermain peran melatih anak-anak untuk dapat bergaul dilingkungannya serta megajari anak untuk dapat memahami perasaaan orang lain Zulhaerini (dalam Patmonodewo,1995:35). Kegiatan bermain peran yang dilaksanakan membantu anak dalam mengungkapkan pemikiran dan perasaan secara baik sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi. Pada saat kegiatan bermain peran, anak dibiasakan untuk bersabar dalam menunggu giliran. Salah satunya seperti saat anak melaksanakan kegiatan bermain peran di pasar. Anak dibiasakan untuk menunggu giliran dalam berbelanja di pasar. Mengendalikan emosi dengan cara yang wajar, meminta dan menawarkan batuan kepada teman, berterimakasih atas pemberian orang lain, mau memberi dan meminta maaf. Kegiatan ini juga dibantu media kartu emosi yang mempermudah memahami perasaan yang dirasakan serta perasaan yang dirasakan oleh orang lain. Media kartu emosi berisi gambar berbagai macam ekspresi dengan ukuran gambar 7 x 8 cm. Piaget (dalam Dhieni, 2007:2.15), menyatakan bahwa anak belajar mengenal konsep melalui gambar-gambar dan benda yang ada disekitar. Anak belajar memahami konsep dari gambar-gambar atau benda yang ada di sekitar. Adanya kartu emosi ini membuat anak lebih bisa berkomunikasi secara terbuka melalui diskusi-diskusi yang dilaksanakan. Pelaksanaan diskusi biasanya mengambil waktu sesudah kegiatan bermain peran Peningkatan kemampuan asertif pada anak dari siklus I ke siklus II dapat dilihat dari perubahan yakni meningkatnya kemampuan anak dalam berkomunikasi dengan orang lain secara sopan dan terbuka. Perubahan positif yang dapat dilihat dari diri anak antara lain mampu mengungkapkan pendapat ketika guru menyampaikan suatu informasi, mampu memberikan saran kepada teman, bersedia menerima masukan atau kritikan orang lain, mengekspresikan perasaannya baik positif maupun negatif. Selain hal tersebut perubahan dapat diamati pada diri anak ketika mampu mengutarakan keinginannya secara baik, berani berkata tidak ketika diajak oleh temannya untuk berbuat yang negatif dan mampu mempertahankan miliknya dengan tidak emosional. Kegiatan bermain peran berbantuan media kartu emosi membantu anak untuk meningkatkan kemampuan asertif, karena bermain peran berbantuan media kartu emosi dapat mempermudah anak dalam memahami perasannnya sendiri ataupun perasaan orang lain. Pada penelitian yang telah dilaksanakan ditemukan kendalakendala yakni beberapa anak terlihat tidak antusias saat guru memulai kegiatan bermain peran. Hal tersebut telah ditindaklanjuti dengan cara bercerita lebih ekspresif sehingga anak tertarik dan lebih antusias dalam mengikuti kegiatan bermain peran. Shaftel (dalam Muliyasa, 2003:23) bermain peran akan berhasil apabila anak menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru, anak terlebih dahulu harus merasa tertarik akan cerita yang disampaikan. Selain masalah tersebut, ditemukan pula kendala berupa anak kurang percaya diri. Anak terlihat kurang percaya diri terutama saat memerankan peran yang berpasangan. Hal tersebut didukung oleh pendapat Cheppy (dalam Masitoh, 1980:124) salah satu e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) kelemahan dari metode bermain peran adalah terkadang anak tidak mau mendram atisasikan karena malu. Kendala tersebut diatasi dengan membiasakan beberapa anak untuk bermain peran. Terlebih dahulu dengan bermain peran secara tunggal lalu anak mulai dibiasakan untuk bermain peran berpasangan dengan tokoh lain. Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah keterbatasan waktu yang disediakan pihak sekolah, karena mendekati akhir semester tahun pelajaran 2013/2014. Kelemahan ini yang menyebab kan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan metode bermain peran berbantuan media kartu emosi untuk anak kelompok B1 di TK Negeri Pembina Singaraja berakhir disiklus II. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran berbantuan media kartu emosi dapat meningkatkan kemampuan asertif pada anak kelompok B1 semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Negeri Pembina Singaraja. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian pada siklus I presentase kemampuan asertif anak sebesar 72,22% yang berada pada kategori sedang. Penelitian dilanjutkan dengan melakukan perbaikan pada siklus II dan mengalami peningkatan dengan presentase kemampuan asertif anak sebesar 83,88% yang berada pada kriteria tinggi. Jadi kenaikan perkembangan kognitif anak dari siklus I ke siklus II sebesar 11,66%. Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut. Kepada Kepala Taman Kanak-Kanak disarankan Pihak sekolah agar dapat menciptakan kondisi belajar yang memadai dengan memperhatikan fasilitas dan sarana prasarana sekolah yang menunjang khususnya dalam pelaksanaan metode bermain peran. Kepada Guru Kelas disarankan mengoptimalkan kegiatan pembelajaran seperti bermain peran dengan menggunakan media kartu emosi untuk membantu anak dalam mengungkapkan pendapatnya. Selain itu guru juga harus menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan bervariasi agar dapat membuat anak antusias mengikuti kegiatan pembelajaran. Guru kelas hendaknya dapat memotivasi anak agar dapat mengungkapkan perasaannya dengan terbuka dan membantu anak untuk mengungkapkan emosi secara wajar. Cerita yang diberikan kepada anak untuk diperankan hendaknya sesuai dengan konteks kehidupan anak sehingga anak dapat terbiasa dalam melaksanakan kegiatan bergaul sehari-hari di dalam masyarakat. Kepada peneliti lain diharapkan agar bisa meneruskan penelitian ini sehingga mencapai hasil sangat tinggi. DAFTAR PUSTAKA Agung, A. A. Gede, 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha. Aisyah,Siti,dkk. 2009. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Dhieni, Nurbiyana,dkk. 2007. Metode Pengembangan Bahasa. Cetakan ke-5. Jakarta: Universitas Terbuka Khusnai,M. 2013. Hubungan Asertivitas dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMUM VII Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Psikologi, Universitas Negeri Yogyakarta Latif,Mukhtar,dkk. 2013. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri Masitoh, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka. Nugraha, A & Rahmawati, Y. 2004. Strategi Perkembangan Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka. e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Nur Aliyati,A.2012. “Pengaruh Pemberian Metode Bermain Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Anak”. Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/arti cle.php?article=123327&val=5545 (diakses tanggal 27 Januari 2014) Rianto, M. 2006. Pendekatan, Strategi, Dan Metode Pembelajaran. Malang: Depdiknas Patmonodewo, S. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Depdikbud Widiasih, N.K. 2013. Metode Bercerita Berbantuan Media Gambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Anak TK Sinar Harapan Tahun Pelajaran 2012/2013. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha