penerapan metode bermain peran berbantuan media kartu emosi

advertisement
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN BERBANTUAN MEDIA
KARTU EMOSI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
ASERTIF ANAK USIA DINI
Komang Novitri Ardani1, I Nyoman Wirya2 , Luh Ayu Tirtayani3
123
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: [email protected]; [email protected];
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan asertif pada
anak kelompok B1 semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 di TK Negeri Pembina
Singaraja setelah diterapkan metode bermain peran berbantuan media kartu
emosi. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan
dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 18 orang anak TK Negeri Pembina
Singaraja pada kelompok B1 semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Data
penelitian tentang kemampuan asertif dikumpulkan menggunakan metode
observasi dengan instrumen berupa lembar format observasi. Data yang telah
dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif
dan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan rata-rata skor kemampuan asertif pada anak kelompok B1
setelah diterapkan metode bermain peran berbantuan media kartu emosi pada
siklus I sebesar 72,22% yang berada pada katagori sedang dan pada siklus II
menjadi 83,88% tergolong pada katagori tinggi. Jadi terjadi peningkatan
kemampuan asertif anak setelah diterapkan metode bermain peran berbantuan
kartu emosi sebesar 11,66%.
Kata-kata kunci: Metode Bermain peran, Media Kartu Emosi, Kemampuan Asertif
Abstract
This research is aim to know about the development of assertive ability of the
children in class B1 in the Second Semester of Academic Year 2013/2014 in
Negeri Pembina Kindergarten Singaraja District after applied the method of
roleplaying with emotion card media. This research was a classroom action
research which conducted in two cycles. The subjects of this research were the 18
kindergarten students in group B1 at the second semester in the academic year of
2013/2014. The data was collected by using observation method. The instrument
used was observation form. The data was collected and analyzed by using
descriptive statistical analysis and quantitative descriptive. The results of data
analysis showed that the average score of stundents’ assertive abilityin group B1
increased after implementing role playing method supported by emotion card
media as many as 72,22% at the first cycle and was categorized as moderate
category. At the second cycle it increased into 83,88% and was categorized as
high category. It could be concluded, that there is an improvement the assertive
ability after the implementation of role playing method supported by emotion card
media as many as 11,66%.
Keywords : role playing method, assertive ability, media emotion car
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENDAHULUAN
Usia lahir sampai dengan usia 6 (enam)
tahun
merupakan
masa
keemasan
sekaligus masa peka dalam tahapan
kehidupan manusia.
Latif (2013:12)
menyatakan bahwa, “masa peka adalah
masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi
fisik dan psikis yang siap merespons
stimulasi yang diberikan oleh lingkungan“.
Masa ini merupakan masa tepat untuk
meletakkan dasar nilai-nilai agama dan
moral, fisik motorik anak, kognitif, bahasa
dan sosial emosional kemandirian anak.
Pendidikan anak usia dini merupakan
upaya untuk menstimulasi, membimbing,
dan mengasuh serta memberikan kegiatan
pembelajaran yang mampu menghasilkan
kemampuan
dan
ketrampilan
anak.
Pendidikan
anak
usia
dini
harus
berlandaskan pada kebutuhan anak,
disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut
dilingkungan sekitar, serta sesuai dengan
tahapan perkembangan fisik dan psikologis
anak. Pelaksanaan bibingan diintregasikan
dalam proses bermain yang menyenangkan
serta dirancang untuk mengoptimalkan
potensi anak. Guru atau orang tua
semestinya tidak hanya terpaku pada
kecerdasan
intelektual
namun
juga
mempertimbangkan kecerdasan emosional
dalam rangka mengoptimalkan potensi
anak.
Kecerdasan
emosional
adalah
kemampuan anak memahami emosi dan
kesangggupannya dalam mengelola emosi
yang terlihat ketika anak tersebut mampu
mengambil keputusan, menjadi penengah
konflik, mengatasi tekanan, berlaku empati,
berkomunikasi dan kemampuan membuka
diri. Anak juga mempunyai kesadaran akan
diri sendiri, tanggung jawab pribadi,
keasertifan, dan kepribadian yang dinamis,
namun dalam kadar sebagai anak usia dini
(Nugraha, 2004:9.2).
Perilaku asertif perlu dilatihkan untuk
anak usia dini mengingat anak usia dini
belum bisa memahami perspektif pikiran
orang lain atau mengira orang lain berpikir
sebagaimana anak tersebut berpikir. Anak
usia dini yang memiliki kemampuan asertif
yang baik akan menunjukan perilaku
percaya diri mampu mengatakan tidak
terhadap hal-hal yang dirasa tidak sesuai
dengan nilai atau harga diri serta dapat
mengambil keputusan yang berskala kecil.
Perilaku asertif perlu dilatihkan untuk
anak usia dini mengingat anak usia dini
belum bisa memahami perspektif pikiran
orang lain atau mengira orang lain berpikir
sebagaimana anak tersebut berpikir. Anak
usia dini yang memiliki kemampuan asertif
yang baik akan menunjukan perilaku
percaya diri mampu mengatakan tidak
terhadap hal-hal yang dirasa tidak sesuai
dengan nilai atau harga diri serta dapat
mengambil keputusan yang berskala kecil.
Kemampuan tersebut sangat berguna bagi
anak mengingat banyak terjadi kasus
penculikan dan kekerasan terhadap anak.
Kondisi ini menuntut pengembangan
kecerdasan emosional untuk melatih anak
berani mengungkapkan pendapatnya atau
berperilaku asertif.
Berdasarkan hasil observasi
di TK
Negeri Pembina Singaraja pada tanggal 23
Desember
2013,
ditemukan
bahwa
terdapat anak-anak yang mengalami
permasalahan dalam bersikap asertif. Pada
kelas ini beberapa anak menunjukkan
perilaku yang nonasertif, anak-anak
tersebut menunjukkan perilaku tidak bisa
mengungkapkan perasaan dan tidak bisa
menolak permintaan dari teman yang lain
walaupun tidak sesuai dengan yang
diinginkan. Anak-anak tersebut seringkali
menjadi korban dari teman-teman di kelas
tersebut.
Hasil
observasi
lainnya
terdapat
beberapa anak yang selalu menangis dan
sebagian lainnya hanya diam ketika mainan
anak tersebut direbut. Anak yang lain selalu
mengalah tanpa bisa mempertahankan
pendapat dan keinginan. Kondisi tersebut
tentu berdampak tidak baik terhadap
perkembangan sosial emosional anak.
Terdapat pula anak yang berperilaku
agresif, seperti memukul dan menghina
teman saat keinginan anak tersebut tidak
terpenuhi serta anak tersebut berperilaku
semena-mena
ketika
menginginkan
sesuatu dari seseorang. Kejadian tersebut
membuktikan bahwa beberapa anak belum
memiliki kemampuan asertif.
Senada dengan pendapat dari Santrock
(Aliyati, 2012:11) yang menyatakan bahwa
“perilaku asertif merupakan kemampuan
mengungkapkan perasaan secara baik-
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
baik, meminta apa yang diinginkan dan
mengatakan tidak untuk hal yang tidak
mereka inginkan. Permasalahan tersebut
didukung oleh data yang menunjukkan
perkembangan sosial emosional anak
dikelas B1 masih kurang. Kemampuan
asertif termasuk kedalam pengembangan
aspek sosial emosional.
Sesuai dengan data nilai raport yang
berupa narasi atau rapor semester ganjil
dari jumlah anak 18 orang anak, hanya 4
(empat) orang anak yang memperoleh tiga
bintang atau sudah berkembang sesuai
harapan, 5 (lima) anak yang memperoleh
dua bintang atau mulai berkembang
dengan baik dan 9 (sembilan) anak yang
memperoleh satu bintang atau belum
berkembang. Data tersebut menunjukkan
bahwa anak kelompok B1 belum mencapai
perkembangan sosial emosional dengan
maksimal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
guru pada tanggal 23 Desember 2013
seusai melakukan kegiatan observasi,
diketahui bahwa kemampuan asertif anak
belum berkembang secara optimal. Hal
tersebut terlihat dari beberapa anak belum
terbiasa mengungkapkan
apa
yang
dirasakan. Guru menyatakan belum
mampu
secara
maksimal
dalam
membimbing anak tersebut. Guru juga
belum menemukan solusi yang tepat dalam
mengatasi
permasalahan
rendahnya
kemampuan asertif anak-anak didiknya.
Guru hanya melaksanakan bimbingan
secara
individu.
Proses
bimbingan
terutama terhadap kemampuan asertif
anak tidak diintregrasikan ke dalam metode
pembelajaran.
Menurut Fred (dalam Rianto ,2006:4),
“metode pembelajaran adalah cara umum
untuk menyampaikan pelajaran kepada
anak atau untuk mempraktikan teori yang
sudah
dipelajari
sebelumnya
untuk
mencapai tujuan pendidikan”. Pembelajaran
di Taman Kanak-Kanak haruslah sesuai
dengan dunia nyata dan sesuai dengan
kondisi lingkungan sekitar anak serta
mampu
membentuk
perilaku
anak.
Pendidikan untuk membentuk perilaku
sebaiknya belajar dari realitas atau
pengalaman, dan bersifat dialogis. Salah
satu metode mengajar yang memenuhi
karakteristik tersebut adalah metode
bermain peran.
Menurut Wahyuningtyas (dalam Aliyati,
2012:17), “bermain peran adalah salah satu
bentuk permainan pendidikan (educational
games) yang dipakai untuk menjelaskan
perasaan, tingkah laku dan nilai dengan
tujuan untuk menghayati perasaan, sudut
pandang dan cara berpikir orang lain
(mengembangkan diri sendiri dalam
keadaan orang lain”. Menurut pendapat ini,
melalui bermain peran secara langsung
anak terlibat dalam kegiatan tersebut dan
anak berpura-pura berperilaku sesuai
dengan
karakteristik
tokoh
yang
diperankannya. Anak akan merealisasikan
ide dan perilaku yang ada dalam dirinya
menjadi kenyataan melalui kegiatan ini.
anak mengambil sebuah peran sebagai
orang lain dan melakukan penggambaran
dari pengalaman orang lain dalam situasi
yang berbeda pada saat bermain peran.
Penerapan metode bermain peran
melatih anak mengetahui perasaan orang
lain
ataupun
diri
sendiri
serta
mengungkapkan perasaan anak tersebut
yang
tentunya
akan
meningkatkan
kemampuan asertif anak.
Kemampuan asertif harus diperhatikan
sejak usia dini. Adapun manfaat dari
memiliki kemampuan asertif menurut
Calhoun dan Acocella (dalam Khusnai,
20013:23)
adalah
anak
dapat
mempertahankan haknya tanpa menyakiti
dan merugikan orang lain , anak dapat
mendapatkan kebutuhannya dengan cara
yang memuaskan dan melegakan hati
semua orang, sehingga dengan demikian
anak memperoleh kehormatan diri.
Berdasarkan sudut pandang psikologi
humanistik dan eksistensial, anak yang
asertif akan mendapatkan keuntungan
psikologis, diantaranya anak akan memiliki
penyesuaian diri yang baik terhadap
masalah, karena dalam menyesuaikan diri,
anak yang asertif akan memilih dan
bertindak dengan tepat. Mereka bebas
memilih dan bertindak sesuai dengan
pilihannya. Hal tersebut akan membuat
anak mendapatkan kebebasan serta
tanggung jawabnya dengan cara yang
terhormat. Kondisi di atas oleh psikologi
humanistik dan eksistensial dipandang
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
sebagai proses aktif dari self enhancement
anak
Asertifitas
dapat
meningkatkan
kehormatan dan rasa percaya diri.
Seseorang yang tampil asertif akan lebih
berinisiatif dan menghemat energi, dalam
arti perilakunya yang jujur, langsung, terus
terang, dan mempertimbangkan hak-hak
orang lain, memungkinkan seseorang untuk
mendapatkan apa yang diinginkannya
(Khusnai, 2007:20).
Seperti halnya orang dewasa, anak usia
kelompok 5-6 tahun telah mampu
mengekspresikan perasaan. Setiap anak
mencoba mencari perhatian dengan
berbagai macam bentuk reaksi emosional,
seperti marah, senang, ataupun sedih.
Berbagai ekspresi emosional tersebut
terkadang disalurkan dengan cara yang
kurang tepat. Anak dapat mengekspresikan
emosi dengan cara yang wajar, apabila
telah memiliki kemampuan asertif. Menurut
Aliyati (2002:6), “perilaku asertif anak usia
dini terlihat saat menunjukkan perilaku
seperti anak mampu mengkomunikasikan
pemikiran dan perasaan yang dimiliki
dengan
baik,
mampu
memberikan
saran/pujian
kepada
teman,
mengekspresikan perasaan baik positif
maupun negative, mampu mengutarakan
keinginannya secata baik, mampu memulai
dan mengakhiri pembicaraan dengan baik,
berani berkata tidak jika dipengaruhi untuk
berbuat
negative
dan
mampu
mempertahankan hak miliknya secara tidak
emosional.
Sesuai dengan manfaat asertifitas yang
telah dijelaskan maka kemampuan asertif
anak sangat penting untuk ditingkatkan.
Salah satunya dengan metode bermain
peran. Hal tersebut didukung oleh
kelebihan dari metode bermain peran yaitu
membantu anak untuk membantu anak
didik untuk berlaku, berpikir dan merasakan
apa yang dirasakan orang lain Cheppy
(dalam Masitoh, 1980:124).
Penerapan metode bermain peran
juga
dibantu
oleh
media
yang
mempermudah anak untuk mengenali dan
memahami bentuk-bentuk perasaan. Media
tersebut adalah media kartu emosi.
Penggunaan media kartu emosi membuat
anak akan semakin mudah mengenali
emosi
dan
mengekspresikan
emosi
tersebut secara tepat. Media kartu emosi
termasuk kedalam media visual yang
termasuk kedalam klasifikasi gambar diam.
Kamus besar bahasa Indonesia (2005:10)
menjelaskan bahwa. “kartu adalah kertas
tebal berbentuk persegi panjang dapat
digunakan untuk berbagai keperluan”.
Menurut Wojowasito (dalam Patmonodewo,
2012:16), “kartu adalah kertas tebal
berbentuk persegi empat”.
Nugraha (2004:3.3) menyatakan bahwa,
“emosi adalah perasaan yang ada dalam
diri kita, dapat berupa perasaan senang
atau tidak senang, perasaan baik atau
buruk ataupun perasaan yang tidak
menyenangkan”. Jadi kartu emosi adalah
kertas yang berbentuk persegi digunakan
untuk mengungkapkan emosi penggunanya
Media ini berbentuk kartu yang memiliki
gambar-gambar ekspresi emosi.
Lebih lanjut menurut
Nugraha
(2004:3.7),”jenis-jenis emosi antara lain
terpesona, marah, terkejut, kecewa, sakit,
sedih, dan senang”. Maka dari itu, gambar
yang terdapat pada kartu emosi akan terdiri
dari gambar ekspresi dari emosi terpesona,
marah, terkejut, senang, sedih dan
gembira. Kartu emosi ini terinspirasi dari
emoticon-emoticon yang menjadi gaya
penulisan yang tersebar di berbagai
tekhnologi seperti dalam simbol-simbol di
berbagai aplikasi pada internet maupun
handphone. Piaget (dalam Widiasih,
2013:23), mengatakan bahwa anak pada
usia 2-7 tahun berada pada tahap
praoperasional (praoperational stage), yang
terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun. Anak
belajar memahami konsep dari gambargambar yang ada di sekitar anak. Guru
mengajarkan anak tentang konsep emosiemosi didalam diri dengan menggunakan
gambar emoticon (ekspresi-ekspresi wajah)
yang terdapat pada kartu emosi
Penggunaan kartu emosi ini diharapkan
mampu mengembangkan kemampuan
asertif anak. Penggunaan kartu ini dapat
mempermudah
anak
mengungkapkan
perasaan yang dirasakan sehingga anak
semakin cerdas dalam mengenali perasaan
yang dimiliki serta membiasakan anak
untuk dapat mengungkapkan apa yang
anak tersebut rasakan.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
Menurut
Wojowasito
(dalam
Patmonodewo,
2013:16),”kartu
adalah
kertas tebal berbentuk persegi empat.
Piaget (dalam Dhieni, 2007:2.15),
menyatakan
bahwa,
“anak
belajar
mengenal konsep melalui gambar-gambar
dan benda yang ada disekitar”. Gambargambar dalam media kartu emosi membuat
anak semakin mudah dalam mengetahui
jenis-jenis emosi di dalam dirinya. Menurut
Nugraha (2004:3.7), ”jenis-jenis emosi
antara lain terpesona, marah, terkejut,
kecewa, sakit, sedih, dan senang”. Maka
dari itu, gambar yang terdapat pada kartu
emosi akan terdiri dari gambar ekspresi dari
emosi terpesona, marah, terkejut, senang,
sedih dan gembira. Goldman (dalam
Aisyah, 2009:9.52) menyatakan bahwa,
“anak yang mampu mengenal dan
menyebut emosi-emosi diri mengalami
kemajuan dalam keberdayaan emosional”.
Bermain peran dengan dibantu oleh
media kartu emosi akan meningkatkan
rasa empati, kontrol diri, kemampuan
berkomunikasi, berani mengungkapkan
emosinya
secara
tepat
sehingga
kemampuan asertif anak akan semakin
meningkat. Atas dasar pemikiran tersebut,
apabila metode bermain peran berbantuan
media kartu emosi dapat dilaksanakan
dengan baik maka akan meningkatkan
kemampuan asertif anak kelompok B1
semester II Tahun pelajaran 2013/2014 di
TK Negeri Pembina Singaraja.
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan kemampuan asertif pada anak
kelompok B1 semester II Tahun Pelajaran
2013/2014 di TK Negeri Pembina Singaraja
setelah diterapkan metode bermain peran
berbantuan media kartu emosi.
METODE
Penelitian ini tergolong penelitian
tindakan kelas (PTK). Menurut Agung
(2010:2) menyatakan bahwa “PTK sebagai
suatu bentuk penelitian yang bersifat
reflektif dengan melakukan tindakantindakan tertentu agar dapat memperbaiki
dan untuk meningkatkan praktek-praktek
pembelajaran di kelas secara lebih
profesional. Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) merupakan suatu tindakan yang
dimunculkan di kelas untuk memperbaiki
praktik pembelajaran guna meningkatkan
/memperbaiki sistem pembelajaran di kelas,
yang mencakup metode pengajaran,
strategi pembelajaran, media pembelajaran
serta pengelolaan kelas.
Penelitian ini dilaksanakan di TK Negeri
Pembina Singaraja pada semester II tahun
pelajaran
2013/2014
terhadap
anak
kelompok B1. Subyek penelitian sebanyak
18 orang anak. Fokus penelitian adalah
kemampuan asertif melalui penerapan
metode bermain peran berbantuan media
kartu
emosi
untuk
meningkatkan
kemampuan asertif pada anak kelompok B1
TK Negeri Pembina Singaraja. Penelitian
dilaksanakan dalam dua siklus. Masingmasing siklus terdiri dari empat tahapan
yaitu perencanaan tindakan pelaksanaan
tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi.
Tahap perencanan tindakan dilakukan
setelah melakukan obsevasi awal dan
menyimpulkan hasilnya. Kegiatan yang
dilakukan
pada
tahap
ini
adalah
menyamakan persepsi dengan guru kelas
mengenai kemampuan asertif pada anak
kelompok B I, serta membuat perancangan
dengan menyusun persiapan mengajar
berupa Rencana Kegiatan Mingguan
(RKM), Rencana Kegiatan Harian (RKH)
dan
membuat
instrument
penilaian.
Menyamakan persepsi dengan guru kelas
mengenai kemampuan asertif pada anak
kelompok B1, mempersiapkan alat atau
media yang digunakan yaitu kartu emosi
serta mempersiapkan instrument penilaian
yaitu lembar observasi.
Pada tahap pelaksanaan, tindakan yang
disusun sesuai dengan tahap –tahap
pelaksanaan penerapan metode bermain
peran untuk meningkatkan kemampuan
asertif anak dan juga sesuai dengan
rencana pembelajaran serta instrument
yang telah dibuat. Pelaksanaan penelitin ini
dilaksaakan selama 2 (dua) siklus. Masingmasing indikator dilaksanakan selama 20
kali pertemuan dengan 15 kali pemberian
tindakan dan 5 kali penilaian.
Setelah tahap pelaksanaan maka akan
diadakan
tahap
pengamatan
yang
dilakukan dalam setiap tindakan pada
setiap siklus, alat yang digunakan adalah
lembar observasi. Pengamatan dilakukan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
angka-angka dan atau presentase keadaan
suatu obyek yang diteliti sehingga diperoleh
kesimpulan umum (Agung, 2010:76).
Metode ini digunakan untuk menentukan
tinggi rendahnya kemampuan asertif anak
yang dikonversikan kedalam Penilaian
Acuan Patokan (PAP) skala lima.
Tabel 1.Pedoman Konversi PAP Skala
Lima tentang Kemampuan Asertif
Anak
Presentase
Kriteria Kemampuan
Mengenal Lambang
Bilangan
90-100
Sangat Tinggi
80-89
Tinggi
65-79
Sedang
55-64
Rendah
0-54
Sangat Rendah
(Agung, 2010:12)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I dilaksanakan mulai 3 Maret
sampai 5 April 2014. Penelitian ini
dilaksanakan selama dua puluh kali
pertemuan,yaitu lima belas kali pertemuan
untuk pelaksanaan tindakan dan lima kali
pertemuan untuk melaksanakan penilaian
terhadap kemampuan asertif pada anak
kelompok B1 TK Negeri Pembina Singaraja
yang berjumlah 18 orang.
Siklus I menunjukkan hasil dari analisis
data ststistik deskriptif berupa Modus=11,
Median=14.44. Apabila
data
tersebut
divisualisasikan maka akan tampak sebagai
berikut
6
5
frekuensi
untuk mengetahui hasil dari pembelajaran
yang telah dilaksanakan. Pada tahap ini
dilakukan pengamatan dan pencatatan
semua hal yang diperlukan yang terjadi
selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
Tahap terakhir dalam pelaksanaan
penelitian ini adalah tahap refleksi yang
dilakukan untuk melihat, mengkaji dan
mempertimbangkan dampak tindakan yang
telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi
maka dapat dilakukan perbaikan atas halhal yang masih dianggap kurang dalam
proses pembelajaran. Pada tahap ini
langkah
yang
dilakukan
adalah
merenungkan kembali tentang rencana dan
pelaksanaan yang dilakukan berdasarkan
analisis data dari pelaksanaan yang
mengacu pada kereteria keberhasilan yang
telah
ditetapkan.
Kemudian
barulah
ditentukan tindakan yang akan direncanaka
n selanjutnya dengan pemantapan tindakan
atau revisi terhadap tindakan yang telah
dilakukan.
Metode
yang
digunakan
untuk
mengumpulkan data adalah metode
observasi. Metode observasi adalah suatu
cara atau proses pengumpulan data yang
dilakukan dengan jalan mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara
sistematis tentang suatu obyek tertentu
(Agung, 2010:54). Metode observasi pada
prinsipnya merupakan cara memperoleh
data yang lebih dominan menggunakan
indra penglihatan dalam proses pengukuran
terhadap suatu obyek atau variable
tertentu, sesuai dengan tujuan peneliti.
Instrumen pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar observasi. Analisis data yang
dipergunakan dalam penelitian ini yaitu
Analisis Statistik Diskriptif dan Analisis
Diskriptif Kuantitatif. Analisis Statistik
Diskriptif
merupakan
suatu
cara
pengolahan data yang dilakukan dengan
jalan menerapkan teknik dan rumus-rumus
statistik
deskriptif
seperti
distribusi
frekuensi, grafik, angka rata-rata (Mean),
median
(Me),
modus
(Mo)
untuk
menggambarkan keadaan suatu objek
tertentu sehingga diperoleh kesimpulan
umum.
Sedangkan
metode
Analisis
Diskriptif Kuantitatif adalah suatu cara
pengolahan data yang dengan jalan
menyusun secara sistematis dalam bentuk
4
3
2
1
0
12
13
14 15
skor
16
17
18
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
Berdasarkan perhitungan dan grafik
polygon di atas terlihat M>Me>Mo
(14,44>14>13), sehingga dapat disimpulkan
bahwa sebaran data-data kemampuan
asertif pada siklus I merupakan kurve juling
positif. Terlihat dari grafik polygon pada
gambar 1 maka dapat diinterpretasikan
bahwa skor kemampuan asertif pada siswa
kelompok B1 semester II tahun pelajaran
2013/2014 di TK Negeri Pembina Singaraja
cenderung rendah.
Nilai
M%
=
72,22%
yang
dikonversikan ke dalam PAP skala lima,
seperti yang terlihat pada tabel 1 M%
berada pada tingkat penguasaan 65-79
yang berarti bahwa kemampuan asertif
siswa kelompok B1 di TK Negeri Pembina
Singaraja pada siklus I berada pada kriteria
sedang. Pelaksanaan penelitian pada siklus
I masih ditemukan beberapa kendala,
sehingga diadakan refleksi agar pada siklus
selanjutnya kemampuan asertif dapat
meningkat. Adapun kendala-kendala yang
ditemukan pada siklus 1 adalah pada
awalnya anak tidak terlihat antusias ketika
guru membagi peran, sebagian besar anak
masih
tidak
percaya
diri
dalam
memerankan
tokoh
yang
diberikan,
terdapat beberapa anak yang hanya
memilih
katu
emosi
namun
tidak
maumengungkapkan
apa
yang
dirasakannya.
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I
dengan terlihat masih adanya hambatan
dalam meningkatkan kemampuan asertif
pada anak, maka dilakukan perbaikan
proses pembelajaran pada siklus ke II.
Beberapa hal yang dilakukan oleh guru
pada siklus II yaitu dengan bercerita lebih
ekspresif karena pada awalnya anak terlihat
tidak
antusias
saat
mendengarkan
penjelasan guru, lalu membiasakan anak
untuk bermain peran secara tunggal
terlebih dahulu sebelum meningkat ke
tahap bermain peran dengan berpasangan,
dan memberikan contoh pada anak dalam
mengungkapkan perasaan menggunakan
kartu emosi. Anak dapat meniru cara guru
dalam
mengungkapkan
perasaannya
sehingga anak tidak merasa kesulitan lagi
untuk mengungkapkan apa yang dirasakan.
Hasil analisis siklus II menunjukkan
hasil
Modus
(Mo)=18,00,
Median
(Me)=17,00, dan Mean (M)=16,77. Jika
disajikan ke Grafik Polygon tampak pada
gambar 2.
7
6
frekuensi
Gambar 1. Grafik Kemampuan Asertif
Siklus 1
5
4
3
2
1
0
14
15
16 17
skor
18
19
20
Gambar 2. Grafik Kemampuan Asertif
Siklus II
Berdasarkan perhitungan dari grafik
polygon di atas Mo > Me > M (18,00>
17,00> 16,77), dapat disimpulkan bahwa
sebaran data kemampuan mengenal
bilangan pada siklus II merupakan kurva
juling negatif. Dengan demikian skor
kemampuan mengenal lambang bilangan
anak cenderung tinggi. Nilai (M%=83,88%)
yang dikonversikan kedalam PAP skala
lima berada pada tingkat penguasaan 8089 yang berarti bahwa tingkat kemampuan
asertif anak di Kelompok B1 TK Negeri
Pembina pada siklus II berada pada kriteria
tinggi.
Data yang telah diperoleh pada siklus I
dan II diolah dengan menggunakan analisis
statistik deskriptif dan analisis deskiptif
kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan
adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Pada siklus I rata-rata skor kemampuan
asertif anak adalah 72,22% kemudian pada
siklus II meningkat menjadi 83,88%.
Berdasarkan hasil analisis statistik
deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif
diperoleh rata-rata persentase kemampuan
asertif anak kelompok B1 semester II di TK
Negeri Pembina Singaraja pada siklus I
sebesar 72,22% dan rata-rata persentase
kemampuan asertif pada anak kelompok
B1 semester II di TK Negeri Pembina
Singaraja pada siklus II sebesar 83,88%.
Sesuai hasil tersebut maka terdapat
peningkatan
rata-rata
persentase
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
kemampuan asertif pada anak dari siklus I
ke siklus II sebesar 11,66%.
Hasil analisis data membuktikan
pemberian
tindakan
bermain
peran
meningkatkan perilaku asertif anak. Ahmadi
dan Prasetya (dalam Masitoh 1997:81)
memberikan pendapatkan tentang metode
role playing yaitu, suatu cara mengajar
yang memberikan kesempatan kepada para
anak untuk mendramatisasikan sikap,
tingkah laku atau penghayatan seseorang,
seperti yang dilakukan dalam hubungan
sosial sehari-hari dalam masyarakat.
Kegiatan
bermain
peran
yang
dilaksanakan antara lain bermain peran di
klinik, di halaman rumah, di bank dan di
pasar. Cerita yang diperankan dalam
kegiatan bermain peran ini juga merupakan
cerita yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari. Anak-anak lebih menyukai
bermain peran dipasar. Anak-anak menjadi
lebih aktif saat bermain peran di pasar. Hal
tersebut mampu memotivasi anak untuk
berperilaku yang lebih positif di kehidupan
nyata
serta
anak
terbiasa
untuk
bersosialisasi dengan baik. Kegiatan
bermain peran melatih anak-anak untuk
dapat bergaul dilingkungannya serta
megajari anak untuk dapat memahami
perasaaan orang lain Zulhaerini (dalam
Patmonodewo,1995:35).
Kegiatan
bermain
peran
yang
dilaksanakan membantu anak dalam
mengungkapkan pemikiran dan perasaan
secara baik sesuai dengan situasi yang
sedang dihadapi. Pada saat kegiatan
bermain peran, anak dibiasakan untuk
bersabar dalam menunggu giliran. Salah
satunya seperti saat anak melaksanakan
kegiatan bermain peran di pasar. Anak
dibiasakan untuk menunggu giliran dalam
berbelanja di pasar. Mengendalikan emosi
dengan cara yang wajar, meminta dan
menawarkan batuan kepada teman,
berterimakasih atas pemberian orang lain,
mau memberi dan meminta maaf.
Kegiatan ini juga dibantu media kartu
emosi yang mempermudah memahami
perasaan yang dirasakan serta perasaan
yang dirasakan oleh orang lain. Media kartu
emosi berisi gambar berbagai macam
ekspresi dengan ukuran gambar 7 x 8 cm.
Piaget
(dalam
Dhieni,
2007:2.15),
menyatakan bahwa anak belajar mengenal
konsep melalui gambar-gambar dan benda
yang ada disekitar. Anak belajar memahami
konsep dari gambar-gambar atau benda
yang ada di sekitar. Adanya kartu emosi ini
membuat anak lebih bisa berkomunikasi
secara terbuka melalui diskusi-diskusi yang
dilaksanakan.
Pelaksanaan
diskusi
biasanya mengambil waktu sesudah
kegiatan bermain peran
Peningkatan kemampuan asertif
pada anak dari siklus I ke siklus II dapat
dilihat dari perubahan yakni meningkatnya
kemampuan anak dalam berkomunikasi
dengan orang lain secara sopan dan
terbuka. Perubahan positif yang dapat
dilihat dari diri anak antara lain mampu
mengungkapkan pendapat ketika guru
menyampaikan suatu informasi, mampu
memberikan saran kepada teman, bersedia
menerima masukan atau kritikan orang lain,
mengekspresikan perasaannya baik positif
maupun negatif. Selain hal tersebut
perubahan dapat diamati pada diri anak
ketika mampu mengutarakan keinginannya
secara baik, berani berkata tidak ketika
diajak oleh temannya untuk berbuat yang
negatif dan mampu mempertahankan
miliknya dengan tidak emosional.
Kegiatan bermain peran berbantuan
media kartu emosi membantu anak untuk
meningkatkan kemampuan asertif, karena
bermain peran berbantuan media kartu
emosi dapat mempermudah anak dalam
memahami perasannnya sendiri ataupun
perasaan orang lain. Pada penelitian yang
telah dilaksanakan ditemukan kendalakendala yakni beberapa anak terlihat tidak
antusias saat guru memulai kegiatan
bermain peran. Hal tersebut telah
ditindaklanjuti dengan cara bercerita lebih
ekspresif sehingga anak tertarik dan lebih
antusias dalam mengikuti kegiatan bermain
peran. Shaftel (dalam Muliyasa, 2003:23)
bermain peran akan berhasil apabila anak
menaruh minat dan memperhatikan
masalah yang diajukan guru, anak terlebih
dahulu harus merasa tertarik akan cerita
yang
disampaikan.
Selain
masalah
tersebut, ditemukan pula kendala berupa
anak kurang percaya diri. Anak terlihat
kurang percaya diri terutama saat
memerankan peran yang berpasangan. Hal
tersebut didukung oleh pendapat Cheppy
(dalam Masitoh, 1980:124) salah satu
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
kelemahan dari metode bermain peran
adalah terkadang anak tidak mau mendram
atisasikan karena malu. Kendala tersebut
diatasi dengan membiasakan beberapa
anak untuk bermain peran. Terlebih dahulu
dengan bermain peran secara tunggal lalu
anak mulai dibiasakan untuk bermain
peran berpasangan dengan tokoh lain.
Adapun kelemahan dari penelitian ini
adalah
keterbatasan
waktu
yang
disediakan
pihak
sekolah,
karena
mendekati akhir semester tahun pelajaran
2013/2014. Kelemahan ini yang menyebab
kan penelitian tindakan kelas
dengan
menerapkan metode bermain peran
berbantuan media kartu emosi untuk anak
kelompok B1 di TK Negeri Pembina
Singaraja berakhir disiklus II.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
metode bermain peran berbantuan media
kartu
emosi
dapat
meningkatkan
kemampuan asertif pada anak kelompok
B1 semester II tahun pelajaran 2013/2014
di TK Negeri Pembina Singaraja. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian pada
siklus I presentase kemampuan asertif
anak sebesar 72,22% yang berada pada
kategori sedang. Penelitian dilanjutkan
dengan melakukan perbaikan pada siklus II
dan mengalami peningkatan dengan
presentase kemampuan asertif anak
sebesar 83,88% yang berada pada kriteria
tinggi. Jadi kenaikan perkembangan
kognitif anak dari siklus I ke siklus II
sebesar 11,66%.
Berdasarkan
pembahasan dan
kesimpulan dalam penelitian ini, dapat
diajukan beberapa saran sebagai berikut.
Kepada
Kepala Taman Kanak-Kanak
disarankan Pihak sekolah agar dapat
menciptakan kondisi belajar yang memadai
dengan memperhatikan fasilitas dan sarana
prasarana sekolah yang menunjang
khususnya dalam pelaksanaan metode
bermain peran. Kepada Guru Kelas
disarankan
mengoptimalkan
kegiatan
pembelajaran seperti bermain peran
dengan menggunakan media kartu emosi
untuk
membantu
anak
dalam
mengungkapkan pendapatnya. Selain itu
guru juga harus menciptakan pembelajaran
yang menyenangkan dan bervariasi agar
dapat membuat anak antusias mengikuti
kegiatan
pembelajaran.
Guru
kelas
hendaknya dapat memotivasi anak agar
dapat
mengungkapkan
perasaannya
dengan terbuka dan membantu anak untuk
mengungkapkan emosi secara wajar.
Cerita yang diberikan kepada anak untuk
diperankan hendaknya sesuai dengan
konteks kehidupan anak sehingga anak
dapat terbiasa dalam melaksanakan
kegiatan bergaul sehari-hari di dalam
masyarakat.
Kepada
peneliti
lain
diharapkan
agar
bisa
meneruskan
penelitian ini sehingga mencapai hasil
sangat tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, A. A. Gede, 2012. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Singaraja:
Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha.
Aisyah,Siti,dkk. 2009. Perkembangan dan
Konsep Dasar Pengembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Universitas
Terbuka
Departemen Pendidikan Nasional. 2005.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Dhieni,
Nurbiyana,dkk. 2007. Metode
Pengembangan Bahasa. Cetakan
ke-5. Jakarta: Universitas Terbuka
Khusnai,M. 2013. Hubungan Asertivitas
dengan prestasi belajar pada siswa
kelas II SMUM VII Yogyakarta.
Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan
Psikologi,
Universitas
Negeri
Yogyakarta
Latif,Mukhtar,dkk. 2013. Orientasi Baru
Pendidikan Anak Usia Dini: Teori
dan Aplikasi. Jakarta: PT Fajar
Interpratama Mandiri
Masitoh, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran
TK. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nugraha, A & Rahmawati, Y. 2004. Strategi
Perkembangan Sosial Emosional.
Jakarta: Universitas Terbuka.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
Nur Aliyati,A.2012. “Pengaruh Pemberian
Metode
Bermain
Untuk
Meningkatkan
Perilaku
Asertif
Anak”.
Tersedia
pada
http://download.portalgaruda.org/arti
cle.php?article=123327&val=5545
(diakses tanggal 27 Januari 2014)
Rianto,
M.
2006.
Pendekatan,
Strategi, Dan Metode Pembelajaran.
Malang: Depdiknas
Patmonodewo, S. 2003. Pendidikan Anak
Prasekolah. Jakarta: Depdikbud
Widiasih, N.K. 2013. Metode Bercerita
Berbantuan Media Gambar Untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Berbahasa Pada Anak TK Sinar
Harapan
Tahun
Pelajaran
2012/2013. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha
Download