BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, halhal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Lingkaran kemiskinan adalah suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga menimbulkan suatu kondisi dimana sebuah negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. (Arsyad, 2010:111) Macam-macam kemiskinan menurut Arsyad (2010:310) : 1) Kemiskinan Absolut Kemiskinan seringkali dikaitkan dengan sebuah perkiraan atas tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan atas tingkat kebutuhan biasanya hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup secara layak. Jika pendapatan tidak mencapai kebutuhan minimum, maka orang dapat dikatakan miskin. Dengan demikian, kemiskinan dapat pula kita ukur dengan memperbandingkan tingkat 15 pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya. 2) Kemiskinan Relatif Orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti orang tersebut “tidak miskin”. Pendapatan seseorang sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, namun ternyata pendapatan orang tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan masyarakat di sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam kategori miskin. Kemiskinan merupakan salah satu isu sentral dalam Millenium Development Goals (MDGs). Kemiskinan juga akar penyebab hilangnya martabat manusia dan keadilan, tidak ada penciptaan masyarakat sipil. Kemiskinan ekonomi juga dapat diartikan sebagai kekurangan modal sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok orang karena tidak ada akses ke sumber daya tersebut (Daniel, 2012). Kemiskinan dalam penelitian Suliswanto (2010), menyatakan salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan manusia, walaupun seringkali tidak disadari kehadirannya sebagai masalah untuk oleh manusia yang bersangkutan. Bagi mereka yang tergolong miskin, kemiskinan merupakan sesuatu yang nyata ada dalam kehidupan mereka sehari-hari, karena mereka itu merasakan dan menjalani sendiri bagaimana mereka hidup dalam kemiskinan. Kesadaran akan 16 kemiskinan yang mereka miliki itu, baru terasa pada waktu mereka membandingkan kehidupan yang mereka jalani dengan kehidupan orang lain yang tergolong mempunyai tingkat kehidupan sosial yang lebih tinggi. Secara singkat, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin. Walaupun demikian belum tentu mereka itu sadar akan kemiskinan yang mereka jalani. Kondisi kemiskinan disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu : 1) Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dimasuki. 2) Rendahnya derajat kesehatan. Keadaan kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa. 3) Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan pekerjaan atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkungan kemiskinan tersebut. 17 4) Kondisi terisolasian. Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya (Arianti,2012). Berbagai sudut dapat digunakan untuk masalah kemiskinan dan langkah pemecahannya. Dari segi normatif, penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional yang harus dicapai. Dari segi teoritis, kajian terhadap faktor penyebab kemiskinan tidak dapat dipisahkan dari paradigma pembangunan yang menjadi acuan pelaksanaan pembangunan. Paradigma pembangunan itu juga menawarkan berbagai rumusan upaya penanggulangan kemiskinan yang paling sesuai atau paling tidak mendekati kondisi kemiskinan yang sebenarnya (Hadiyanti, 2006). 2.1.2 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Menurut Todaro (2000:105) menyatakan bahwa cara terbaik untuk mengejar keterbelakangan adalah dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya sehingga dapat melampaui tingkat pertumbuhan penduduk. Dengan cara tersebut, angka pendapatan perkapita akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Pembangunan ekonomi mensyaratkan pendapatan nasional yang lebih tinggi dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun yang terjadi permasalahan bukan 18 hanya soal bagaimana cara memacu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melaksanakan dan berhak menikmati hasil. Pada dasarnya menurut BPS Provinsi Bali (2012) produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan total nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di suatu wilayah dalam periode waktu tertentu. Untuk menghitung PDRB, ada tiga metode penghitungan yang biasa digunakan yakni sebagai berikut: 1) Sisi produksi. Dalam konteks ini, PDRB merupakan jumlah nilai produk barang-barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini secara garis besar dikelompokkan menjadi sembilan lapangan usaha (sektoral), yakni: (1) Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih; (5) Bangunan/konstruksi; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dan (9) Jasa-jasa, termasuk jasa pelayanan pemerintah. daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Selain variabel-variabel tersebut, penyusutan, pajak tidak langsung dan subsidi merupakan bagian yang harus diperhitungkan dalam penyusunan PDRB melalui pendekatan pendapatan ini. Kendati begitu, karena keterbatasan data yang tersedia, penghitungan 19 PDRB dengan menggunakan pendekatan pendapatan belum dapat disajikan dalam publikasi PDRB Provinsi Bali. 2) Sisi pendapatan. Dalam konteks ini, PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Selain variabel-variabel tersebut, penyusutan, pajak tidak langsung dan subsidi merupakan bagian yang harus diperhitungkan dalam penyusunan PDRB melalui pendekatan pendapatan ini. Kendati begitu, karena keterbatasan data yang tersedia, penghitungan PDRB dengan menggunakan pendekatan pendapatan belum dapat disajikan dalam publikasi PDRB Provinsi Bali. 3) Sisi pengeluaran. Dalam konteks ini, PDRB merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah tangga, lembaga sosial swasta yang tidak mencari untung (non profit), konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto (ekspor dikurangi impor). Penyajian PDRB melalui pendekatan ini dapat melihat gambaran komposisi penggunaan barang dan jasa, baik yang diproduksi di wilayah Bali maupun yang berasal dari daerah lain (barang-barang impor). Cara penyajian PDRB disusun dalam dua bentuk, yaitu: 1) Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan Menurut BPS Povinsi Bali pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan yaitu jumlah nilai produksi atau pengeluaran atau 20 pendapatan yang dihitung menurut harga tetap. Dengan cara menilai kembali atau mendefinisikan berdasarkan harga-harga pada tingkat dasar dengan menggunakan indeks harga konsumen. Dari perhitungan ini tercermin tingkat kegiatan ekonomi yang sebenarnya melalui Produk Domestik Regional Bruto riilnya. 2) Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut BPS adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Yang dimaksud nilai tambah yaitu merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi. PDRB merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian suatu daerah dari tahun ke tahun, jadi semakin tinggi tingkat PDRB suatu daerah maka kemiskinan kecenderungan akan menurun. Pembangunan ekonomi menurut (BPS Provinsi Bali,2011) merupakan suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan dalam struktur ekonomi suatu negara. Salah satu indikator kinerja pembangunan ekonomi tersebut adalah adanya tingkat pertumbuhan ekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi didapatkan dari menghitung pertumbuhan nilai produk domestik regional bruto (PDRB), dimana PDRB merupakan nilai tambah yang tercipta akibat proses produksi baik barang ataupun jasa di suatu wilayah atau daerah pada periode tertentu. 21 2.1.3 Pendidikan Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Usaha ini bukan hanya merupakan usaha perseorangan dan pemerintah saja tetapi merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Tujuan dari pendidikan nasional untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan , mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Sekolah adalah sekolah formal mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pendidikan pra sekolah, kursus-kursus (mengetik komputer, bahasa dan sejenisnya) serta kejar paket A tidak termasuk sekolah formal (BPS Provinsi Bali, 2011). Pendidikan memiliki tujuan ekonomi bersama dengan banyak tujuan lain. Seperti, Babatunde & Adefabi (2005) berpendapat bahwa education memicu pertumbuhan ekonomi melalui banyak faktor seperti meningkatkan kesehatan fasilitas, mengurangi kesuburan dan kemiskinan level, meningkatkan pengembangan teknologi dan sumber stabilitas politik. Di Pakistan, pendidikan swasta maupun di depan umum Sektor menghadapi sejumlah masalah. sektor ini selalu diabaikan di Pakistan (Afzal, 2012). Pada umumnya, permasalahan mengenai pendidikan dan kemiskinan di negara berkembang hampir serupa. Umumnya, negara-negara ini menghadapi dilema: apakah pertumbuhan ekonomi yang lebih dahulu dipacu ataukah 22 pendidikan yang lebih baik. Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan. Hal tersebut seharusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya mencerdaskan bangsa. Tidak terkecuali, keadilan dalam memperoleh pendidikan harus diperjuangkan dan seharusnya pemerintah berada di garda terdepan untuk mewujudkannya. Menurut (BPS Provinsi Bali, 2011) jenjang pendidikan dikelompokkan menjadi tiga yaitu; 1) Jenjang pendidikan dasar meliputi Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtida’iyah (MI) atau yang sederajat, serta Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP), Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau yang sederajat. 2) Jenjang pendidikan menengah meliputi Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA) atau yang sederajat. 3) Jenjang pendidikan tinggi meliputi semua pendidikan yang lebih tinggi dari jenjang pendidikan menengah, terbagi dalam dua jalur; Program Gelar (Strata atau disebut juga Jalur Akademik) yaitu program yang menekankan pada pembentukan keahlian akademik mengenai penelitian dalam suatu bidang ilmu, teknologi atau seni yang dikelola oleh suatu perguruan tinggi mencakup pendidikan sarjana muda (S0), sarjana/strata-1 (S1), strata-2 (S2) dan strata-3 (S3). Program Non Gelar (Non Strata atau disebut juga Jalur Profesional) yaitu program yang menekankan pada pembentukan keahlian 23 profesional, yaitu keahlian pada ketrampilan dan penerapan suatu bidang ilmu pengetahuan dan teknologi atau seni. Program ini pada umumnya adalah program pendidikan diploma, yang meliputi Diploma I (DI), Diploma II (DII), Diploma III (DIII)/setara dengan sarjana muda dan Diploma IV (DIV)/setara dengan sarjana. Status pendidikan adalah keadaan seseorang/penduduk pada saat pencacahan, dibedakan menjadi; 1) Tidak/belum pernah bersekolah adalah penduduk yang tidak atau belum pernah terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan. 2) Masih bersekolah adalah penduduk yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan disuatu jenjang pendidikan formal maupun non formal. Tidak termasuk penduduk yang mengikuti pendidikan di madrasah diniyah dan kursus-kursus. 3) Tidak bersekolah lagi adalah penduduk yang pernah terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan, tetapi pada saat pencacahan yang bersangkutan tidak lagi terdaftar dan atau tidak aktif (lagi) mengikuti pendidikan. 2.1.3 Pengangguran Menurut Nanga (2001:253) pengangguran (unemployment) didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan. Masalah pengangguran menurut BPS Provinsi Bali merupakan salah satu masalah yang hampir selalu terjadi di setiap negara sedang berkembang. Indonesia sebagai 24 negara yang sedang berkembang juga mengalami masalah tersebut. Pengangguran merupakan masalah yang terjadi merata di hampir seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Provinsi Bali. Salah satu penyebab terjadinya pengagguran adalah diakibatkan oleh ketidakseimbangan tingkat penawaran tenaga kerja dengan tingkat permintaan tenaga kerja. Tingginya tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan permintaan tenaga kerja berakibat pada tidak terserapnya angkatan kerja oleh pasar tenaga kerja. Meskipun demikian, terjadinya penggangguran bukan hanya semata-mata akibat adanya kelebihan tenaga kerja akan tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, seperti kualitas angkatan kerja dan distorsi dalam pasar kerja. Masalah penggangguran merupakan masalah pokok ketenagakerjaan yang dalam penanganannya memerlukan keterlibatan semua pihak secara terpadu dan lintas sektoral. Pengangguran selain merupakan permasalahan kependudukan, juga merupakan masalah ekonomi. Tingginya tingkat pengangguran akan berakibat pada rendahnya tingkat produktivitas penduduk sehingga akan menurunkan pendapatan masyarakat. Lebih lanjut lagi, tingkat pengangguran yang tinggi akan berakibat pada tingginya tingkat kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Berdasarkan kepada ciri pengangguran yang berlaku pengangguran dapat pula digolongkan sebagai berikut: (Sukirno, 2004:330). 1) Pengangguran terbuka yaitu pengangguran yang tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. 25 2) Pengangguran tersembunyi yaitu pengangguran yang tercipta sebagai akibat tenaga kerja yang digunakan melebihi kapasitas dari pekerjaan yang produktif, biasanya pengangguran ini terdapat di sektor pertanian atau jasa. 3) Pengangguran bermusim yaitu pengangguran yang tercipta sebagai akibat musim yang ada, biasanya pengangguran ini terdapat di sektor pertanian dan perikanan. 4) Setengah menganggur yaitu pengangguran yang tercipta akibat tenaga kerja bekerja tidak sepenuh dan jam kerja mereka adalah jauh lebih rendah dari yang normal. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di negara yang sedang berkembang menjadi semakin serius. Tingkat pengangguran terbuka sekarang ini yang ada di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia ratarata sekitar 10 persen dari seluruh angkatan kerja di perkotaan. Masalah ini dipandang lebih serius lagi bagi mereka yang berusia antara 15 - 24 tahun yang kebanyakan mempunyai pendidikan yang lumayan. Menurut Sukirno (2004:332), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Namun demikian, tingkat 26 pengangguran terbuka di perkotaan hanya menunjukkan aspek-aspek yang tampak saja dari masalah kesempatan kerja di negara yang sedang berkembang yang bagaikan ujung sebuah gunung es. Apabila mereka tidak bekerja konsekuensinya adalah mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dengan baik, kondisi seperti ini membawa dampak bagi terciptanya dan membengkaknya jumlah kemiskinan yang ada. Hal ini pun akan berdampak kepada pertumbuhan perekonomian. 2.2 Hubungan antara PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan 2.2.1 Hubungan antara PDRB terhadap Kemiskinan Menurut Todaro (2003: 28) pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin – melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional – demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Karena itu, proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti, yaitu: pertama, peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan. Kedua, peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan. Ketiga, perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan. Mengacu pada berbagai definisi pembangunan di atas, maka para ekonom 27 merumuskan ukuran-ukuran keberhasilan pembangunan. Dudleey Seer dalam Todaro (2003) merumuskan ukuran-ukuran keberhasilan pembangunan sebagai berikut: tingkat ketimpangan pendapatan, penurunan jumlah kemiskinan, penurunan tingkat pengangguran. Ketiga ukuran keberhasilan di atas jika disimak lebih dalam adalah menuju satu sasaran akhir yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat berarti menurunnya kemiskinan (Amri, 2007: 147). Pengertian produk domestik regional bruto (PDRB) adalah nilai dari seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat daerah dalam satu tahun. Menurut Kuznet (Tulus Tambunan, 2001) pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Laju pertumbuhan PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, artinya peningkatan laju pertumbuhan PDRB akan mengurangi kemiskinan (Permana, 2012). 2.2.2 Hubungan antara Pendidikan terhadap Kemiskinan Teori pertumbuhan baru menekankan peranan pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) dan medorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas 28 kerjanya. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih baik dengan memperkerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga perusahaan juga akan bersedia memberikan gaji yang lebih tinggi bagi yang bersangkutan. Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan (Rasidin K dan Bonar M, 2004). Keterkaitan kemiskinan dan kemiskinan sangat besar karena pendidikan memberi kemampuan untuk berkembang lewat penugasan ilmu dan keterampilan. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan. Keterkaitan pendidikan dan pendidikan sangat besar, karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingknya martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berartin menggapai masa depan. Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya mencerdaskan bangsa (Suryawati, 2005). Dalam penelitian Hermanto dan Dwi (2008) di dalam penelitiannya menemukan bahwa pendidikan yang di ukur dengan jumlah penduduk yang lulus SD, SMP dan SMA memiliki berpengaruh besar dan signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Ini mencerminkan bahwa pembangunan modal manusia melalui pendidikan merupakan determinan penting untuk menurunkan jumlah penduduk miskin. Semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi kualitas penduduk sehingga orang akan lebih cenderung mencari pekerjaan yang mengandalkan kemampuan otak (brain) daripada otot. Jenis pekerjaan 29 semacam ini akan menghasilkan produktivitas yang tinggi sebagai dasar dalam penentuan upah/gaji. Karena itu tidak mengherankan jika penduduk yang berpendidikan tinggi memiliki pendapatan yang lebih tinggi dari yang berpendidikan rendah (Seran, 2012). 2.2.3 Hubungan antara Pengangguran terhadap Kemiskinan Pengangguran menurut Mankiw (2007:154) adalah masalah makroekonmi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling berat. Bagi kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan tekanan psikologis. Arsyad (1999:289) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan, bagi sebagian besar masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap atau hanya part time selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Masyarakat yang bekerja dengan bayaran tetap disektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas menengah keatas. Setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin sedangkan yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Karena kadangkala ada juga pekerja diperkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik sesuai dengan tingkat pendidikan. Mereka menolak pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian karena mempunyai sumber – sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka. Orang – orang seperti itu bisa disebut menganggur tetapi belum tentu miskin. Sama juga halnya 30 adalah, banyaknya individu yang mungkin bekerja secara penuh tetapi mereka tetap miskin. Dalam penelitian (Octaviani, 2001) mengatakan bahwa sebagian rumah tangga di Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar atas pendapatan gaji atau upah yang diperoleh saat ini. Hilangnya lapangan pekerjaan menyebabkan berkurangnya sebagian besar penerimaan yang digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Jadi semakin tinggi tingkat pengganguran maka akan meningkatkan kemiskinan. 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan dengan didukung teori-teori yang relevan, maka hipotesis atau jawaban sementara dari penelitian ini adalah: 1) Produk domestik regional bruto, pendidikan dan pengangguran secara simultan berpengaruh terhadap kemiskinan Provinsi Bali. 2) Produk domestik regional bruto secara parsial berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Provinsi Bali. 3) Pendidikan secara parsial berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Provinsi Bali. 4) Pengangguran secara parsial berpengaruh positif terhadap kemiskinan Provinsi Bali. 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Masalah besar dalam pembangunan yang dihadapi pemerintah daerah adalah kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu keadaan seseorang yang memiliki standar kehidupan yang rendah secara langsung tampak pengaruhnya terhadap kehidupan moral, harga diri dan tingkat kesehatan. PDRB merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian suatu daerah. Pendidikan adalah suatu proses seseorang untuk memperoleh keterampilan, pengetahuan dan keahlian lewat belajar dari pendidikan dasar sampai kejengjang pendidikan yang tinggi. Pengangguran merupakan keadaan dimana seseorang tergolong dalam angkatan kerja, tidak memiliki pekerjaan dan sedang aktif mencari pekerjaan. Dalam penelitian (Amri, 2007) menyatakan bahwa ada hubungan antara PDRB dengan kemiskinan yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka akan menurunnya kemiskinan. Hubungan yang erat juga terdapat pada pendidikan dengan kemiskinan yaitu dalam penelitian (Suryawati, 2005) mengungkapkan jika semakin tinggi pendidikan yang dicapai seseorang maka akan memperoleh wawasan dan pengetahuan yang luas, sehingga produktivitas kerja juga akan meningkat. Hubungan pengangguran terhadap kemiskinan adalah kehilangan pekerjaan atau tidak mempunyai pekerjaan akan menurunkan standar kehidupan dan kesejahteraan (Mankiw, 2007). 32