BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA,
RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan (agency theory) memiliki keterkaitan dengan
penelitian akuntansi serta merupakan sebagai landasan untuk memahami
faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme corporate governance. Teori
keagenan merupakan teori mendasar yang digunakan untuk memahami konsep
corporate governance (CG). Ketidaksejajaran kepentingan dalam teori ini
membahas mengenai konflik kepentingan antara agent (manajer) dan
principal (pemilik). Agent merupakan pihak internal perusahaan yang
menjalankan kegiatan operasional bisnis perusahaan. Agent dapat diartikan
sebagai manajemen perusahaan atau manajer. Sedangkan principal adalah
pihak yang mempunyai modal atau pemegang saham dalam perusahaan.
Masing-masing pihak yaitu agent (manajer) dan principal (pemilik)
mempunyai kepentingan yang berbeda terhadap perusahaan. Sebagai agent,
manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan
para pemilik (principal), namun disisi lain manajer mempunyai kepentingan
memaksimumkan kesejateraan mereka (Jensen dan Meckling, 1976).
Konflik tersebut tidak terlepas dari kecenderungan manajer untuk
mencari
keuntungan
sendiri
(moral
hazard)
dengan
mengorbankan
kepentingan pihak lain. Dalam hal ini walaupun manajer memperoleh
kompensasi dari pekerjaannya, namun pada kenyataannya perubahan
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Universitas Mercu Buana
9
kemakmuran manajer lebih kecil dibandingkan perubahan kemakmuran
pemilik/pemegang saham (Jensen dan Murphy, 1990).
Teori keagenan (agency theory) digunakan untuk mengetahui adanya
konflik kepentingan di antara individu-individu yang rasional (Scott, 2015).
Agency theory sebagai sebuah kontrak dimana satu atau lebih principal
menggunakan pihak lain (agent) untuk melakukan sesuatu berdasarkan
kepentingan principal yang mencakup pendelegasian wewenang pengambilan
keputusan kepada agent. Kontrak tersebut bertujuan untuk melindungi
kepentingan agent dan principal (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam kontrak
antara manajer dengan para pemegang saham maka manager dilihat sebagai
agen dan para pemegang saham dilihat sebagai prinsipal. Penyusunan desain
kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan principal dan agen
dalam hal terjadi konflik kepentingan merupakan inti dari teori keagenan
(Scott, 2015).
Agency problem timbul karena adanya information asymmetry antara
agent dan principal. Information asymmetry muncul ketika tidak adanya
keseimbangan informasi antara agent dan principal. Agent sebagai pihak
internal perusahaan mengetahui lebih banyak informasi mengenai keadaan
perusahaan dibandingkan principal. Ketidakseimbangan informasi dapat
menyebabkan moral hazard dan adverse selection (Scott, 2015). Moral
hazard terjadi karena principal tidak dapat secara langsung mengamati
aktivitas agent dalam mengelola perusahaan dan mengelolah informasi,
sehingga ukuran output atas aktivitas-aktivitas yang telah ditetapkan dalam
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
kontrak menjadi kurang akurat. Sedangkan adverse selection timbul akibat
adanya ketidakpastian apakah informasi yang disajikan oleh agent, digunakan
oleh principal dalam mengambil suatu keputusan, merupakan informasi yang
mencerminkan kinerja agent sebenarnya.
Untuk mengurangi agency problem maka dibutuhkan agency cost.
Agency cost merupakan biaya yang dibutuhkan untuk meminimalkan
terjadinya agency problem. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan
mengenai agency cost yang terdiri dari: (1) monitoring cost, yaitu biaya yang
timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agent. Biaya
ini dikeluarkan untuk mengurangi tindakan agent yang akan merugikan
kepentingan principal. Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk
menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturanaturan operasi. (2) bonding cost, yaitu biaya yang ditanggung oleh agen,
dengan beban principal (yaitu laba menurun), untuk menetapkan dan
mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk
kepentingan principal. Contohnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk
menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. (3) residual loss,
timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen kadangkala berbeda dari tindakan
yang memaksimumkan kepentingan principal. Misalnya agent tidak memecat
rekan kerjanya yang melakukan pekerjaan buruk (Scott, 2015). Kenyataannya
agency problem hanya bisa diminimalisir tapi tidak bisa dihilangkan, karena
agency problem berhubungan dengan prilaku agent dan principal yang selalu
memaksimalkan utilitasnya. Faktor lain penyebab terjadinya agency problem
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
adalah karena sulitnya untuk memonitor tindakan yang dilakukan oleh agent
dan adanya ketidakseimbangan informasi antara agent dan principal mengenai
informasi kegiatan perusahaan.
Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan
bertumpu pada teori keagenan dimana pengelolaan perusahaan oleh manajer
harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan
dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan
yang berlaku (Wolfensohn, 1999).
Menurut Eisenhardt (1989) bahwa agency theory setidaknya
menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumnya
cenderung mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki
keterbatasan daya pikir mengenai persepsi masa mendatang (bounded
rationality), dan (3) manusia cenderung selalu menghindari resiko (risk
averse). Sehingga berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer
sebagai
manusia
akan
cenderung
bertindak
opportunistic,
yaitu
mengutamakan kepentingan pribadinya (Haris, 2004 dalam Ujiyantho dan
Pramuka, 2007).
Tujuan utama teori keagenan untuk menjelaskan bagaimana pihak
yang berkepentingan yang melakukan kontrak perjanjian dapat mendesain
kontrak tersebut yang tujuannya untuk meminimalisir biaya (cost) sebagai
dampak asimetri informasi dan dalam kondisi yang ketidakpastian serta
berusaha untuk mensolusikan masalah keagenan yang timbul karena pihakpihak yang menjalin hubungan kerja sama dalam suatu perusahaan yang
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
mempunyai tujuan berbeda termasuk dalam menjalankan tanggung jawab
dalam mengelola perusahaan.
Dalam penelitian ini teori keagenan menjelaskan bahwa konflik yang
timbul antara pemilik perusahaan dengan manajemen perusahaan termasuk
perusahaan manufaktur yang telah terdaftar (listing) di BEI. Konflik timbul
ketika pemilik utama perusahaan tersebut adalah pihak yang menginginkan
adanya peningkatan pada laba yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai objek
investasinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya disisi lain
terdapat pihak manajemen perusahaan yang mengelola perusahaan yang
menginginkan hal yang sama untuk meningkatkan kesejahteraannya sehingga
mengupayakan peningkatan laba yang dihasilkan perusahan dengan cara
melakukan tax planning yang menghasilkan effective tax rate (ETR) yang
rendah. Dua sudut pandang dan kepentingan berbeda tersebut yang
menyebabkan timbulnya konflik antara pemilik perusahaan dengan pihak
manajemen sebagai pengelola perusahaaan.
2. Teori Deterrence (Deterrence Theory)
Ide dasar dari teori deterrence (deterrence theory) adalah sebagai
sarana pencegahan maksudmya menjatuhkan hukuman sebagai upaya
membuat jera guna mencegah terulangnya kejahatan. Dimana teori deterrence
yakni teori yang menekankan pada tujuan untuk memperngaruhi atau
mencegah agar orang lain tidak melakukan kejahatan.
Deterrence theory merupakan salah satu teori yang terkait dengan
kepatuhan wajib pajak. Teori ini didasarkan pada paradigm manfaat. Teori
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
deterrence menggambarkan suatu model yang memperhitungkan biaya dan
manfaat potensial yang akan diperoleh dari suatu tindakan yang dipilh. Sanksi
legal merupakan kerugian potensial yang timbul dari tindakan ilegal yang
telah dipengaruhi komitmennya terhadap tindakan ilegal. Seseorang akan
berusaha untuk menghindari segala bentuk kerugian potensial akibat tindakan
melanggar aturan.
Secara rasional, setiap wajib pajak akan memilih dan berusaha
melakukan pembayaran pajak seminimal mungkin dengan tingkat rasio
(sanksi) yang rendah. Menurut Becker (1968), besarnya optimalitas sanksi
dapat ditentukan dengan rasionalitas masing – masing individu yang terlibat
didalamnya guna memaksimalkan fungsi utilitas. Apabila biaya yang
diperlukan untuk melakukan pelanggaran lebih kecil dari manfaat yang
diperoleh, maka wajib pajak cenderung melanggar. Sebaliknya jika biaya yang
diperlukan lebih besar dari manfaat yang diperoleh, maka wajib pajak
cenderung menghindari pelanggaran.
3. Corporate Governance
Cadbury Committee mendefinisikan good corporate governance
sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hakhak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan. Tujuan good corporate governance adalah
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Tim
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
corporate governance PwC menyatakan, corporate governance berkaitan
dengan pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya
perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur
organisasi, yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan
perusahaan, pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien dan
efektif, pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan
stakeholder lainnya.
Hal ini terkait dengan bagaimana perusahaan mengakomodasi
kepentingan pihak-pihak tersebut termasuk pemenuhan kewajiban perusahaan
untuk taat kepada peraturan yang ada. Untuk merealisasikan sasaran tersebut
digunakan empat prinsip utama yaitu : transparansi, akuntabilitas, kewajaran
dan responsibilitas yang dilakukan melalui mekanisme internal maupun
eksternal.
Penerapan Corporate Governance sudah banyak diterapkan oleh
perusahan hampir di seluruh dunia, termasuk perusahan terbuka yang
terdaftar pada BEI. Penerapan praktik Corporate Governance pada perusahaan
terbuka diatur dalam Keputusan Direktur PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep305/BEJ/07-2004 tentang Peraturan nomor I-A tentang pencatatan saham dan
efek bersifat ekuitas selain saham yang diterbitkan oleh perusahaan tercatat
(Lampiran II huruf C) dimana dalam penyelenggaraan tata kelola perusahaan
yang baik, perusahaan tidaknya harus memiliki komisaris independen, komite
audit dan corporate secretary.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Corporate Govenance didefinisikan sebagai sistem atau struktur
karena corporate governance berperan dalam mengatur hubungan antara
elemen-elemen dalam perusahaan yang terdiri dari dewan komisaris, direksi,
pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Sedangkan sebagai sebuah proses,
corporate governance harus memastikan transparasi atas penentuan tujuan
perusahaan, pencapaian, dan pengukuran kinerjanya.
Dengan demikian dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
corporate governance merupakan :
a. Struktur yang mengatur pola hubungan antara peran Dewan Komisaris,
Direksi, Pemegang Saham dan para pemangku kepentingan lainnya.
b. Sistem
pengawasan,
perusahaan
yang
perimbangan
dapat
kewenangan
mengurangi
munculnya
atas
pengelolaan
setidaknya
dua
kemungkinan : yaitu pengelolaan yang salah serta penyalahgunaan aset
perusahaan.
c. Proses yang terbuka dan transparan atas penentuan dan penetapan tujuan
perusahaan, proses pencapaian, serta pengukuran kinerjanya.
3.1 Asas-asas Corporate Governance
Maksud dan tujuan CG merujuk pada Komite Nasional Kebijakan
Governance dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia adalah:
1) Mendorong
tercapainya
kesinambungan
perusahaan
melalui
pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
2) Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing
organ perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum
Pemegang Saham.
3) Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan.
4) Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama
di sekitar perusahaan.
5) Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan
tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6) Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat
mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.
Asas-asas atau prinsip corporate governance sebagaimana tertuang
dalam pedoman tersebut adalah sebagai berikut:
1) Transparansi (Transparency)
Informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
2) Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan
kepentingan
pemegang
saham
dan
pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3) Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan
harus
mematuhi
peraturan
perundang-undangan
serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang
dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4) Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5) Kewajaran dan Kesetaran (Fairness)
Dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perusahaan
harus
senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
3.2 Manfaat dan Tujuan Corporate Governance
Penerapan corporate governance memberikan empat manfaat
(Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), 2015), yaitu:
1) Lebih mudah mendapatkan tambahan modal.
2) Mendapatkan biaya modal yang lebih rendah.
3) Memperbaiki kinerja perusahaan dan memperbaiki kinerja ekonomi
4) Dampak yang baik pada harga saham
3.3 Karakteristik Corporate Governance
Karakteristik Corporate Governance berdasarkan Keputusan
Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang
Peraturan Nomor I-A Tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat
Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat wajib
memiliki:
1) Komisaris Independen
Komisaris
independen
yang
jumlahnya
secara
proporsional
sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang
saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen
sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh
komisaris.
2) Komite Audit
Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
orang
anggota,
seorang
diantaranya
merupakan
komisaris
independen perusahaan tercatat yang sekaligus merangkap sebagai
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak
ekstern
yang
independen
dimana
sekurang-kurangnya
satu
diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau
keuangan.
3) Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)
Fungsi Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary) sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Bapepam Nomor IX.I.4 tentang
Pembentukan Sekretaris Perusahaan, harus dilaksanakan oleh salah
seorang direktur perusahaan tercatat atau pejabat perusahaan tercatat
yang khusus ditunjuk untuk menjalankan fungsi tersebut. Sekretaris
Perusahaan harus memiliki akses informasi material dan relevan dan
menguasai peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
khususnya yang berkaitan dengan masalah keterbukaan.
Komisaris independen bersama dewan komisaris memiliki tugas-tugas
utama meliputi (Surya dan Yustiavandana, 2006):
1) Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana
kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha,
menetapkan
sasaran
kerja,
mengawasi
pelaksanaan
dan
kinerja
perusahaan, memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi, dan
penjualan aset. Tugas ini terkait dengan tanggung jawab serta mendukung
usaha
untuk
menjamin
penyeimbangan
kepentingan
manajemen
(accountability).
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
2) Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan
penggajian anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses
pencalonan anggota dewan direksi yang transparan (trancparency) dan
adil (fairness).
3) Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat
manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris,
termasuk penyalahgunaan aset dan manipulasi transaksi perusahaan. Tugas
ini memberikan perlindungan terhadap hak-hak para pemegang saham
(fairness).
4) Memonitor pelaksanaan governance, dan melakukan perubahan jika
diperlukan.
5) Memantau
proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi dalam
perusahaan untuk menyediakan informasi yang tepat waktu dan jelas.
4. Komisaris Independen
The National Committee on Corporate Governance [NCCG] (2000)
menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan dewan komisaris. Di
antaranya adalah fungsi dewan komisaris untuk mengawasi direksi baik yang
berhubungan dengan kebijakan dan pelaksanaan direksi. Kedua, dewan
komisaris berfungsi untuk memberikan saran kepada direksi. Untuk
menjalankan fungsi tersebut, maka anggota dewan komisaris merupakan
seseorang yang berkarakter baik dan memiliki pengalaman yang relevan.
Untuk meningkatkan efektivitas dan transparansi dalam pertimbangannya,
maka berdasarkan The National Committee on Corporate Governance
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
(NCCG, 2000) dianjurkan agar komposisi komisaris ada dari pihak yang
independen. Bursa Efek Jakarta (BEJ) (2001) juga menetapkan beberapa
syarat untuk menjadi komisaris independen pada perusahaan tercatat sebagai
berikut:
1. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali
perusahaan tercatat yang bersangkutan.
2. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan atau komisaris
lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.
3. Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang
terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.
4. Memahami peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
5. Struktur Kompensasi
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa baik principal
(pemilik) maupun manajemen merupakan para pihak yang memaksimumkan
kesejahteraan diri mereka sendiri, sehingga kemungkinan pengelola untuk
tidak selalu melakukan hal yang terbaik demi kepentingan pemilik. Konflik ini
timbul tidak terlepas dari kepentingan pengelola untuk memaksimalkan
keuntungan sendiri atau yang dikenal sebagai moral hazard yaitu dengan
mengorbankan kepentingan pemilik perusahaan. Kompensasi yang diterima
manajer dari pekerjaanya yang berdampak sangat sedikit pada perubahan
kemakmurannya jika dibandingkan dengan perubahan kemakmuran yang
dialami oleh pemilik atau pemegang saham adalah yang menjadi pemicu
terjadinya moral hazard oleh pengelola perusahaan (Jensen dan Murphy,
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
1990). Hasil penelitian akuntansi positif menunjukkan bahwa manajer
melakukan manajemen laba untuk meningkatkan kemakmurannya (Sugiri,
1998), seperti yang terjadi pada strategi discretionary accrual (Healy, 1985).
Kompensasi merupakan bentuk balas jasa organisasi atas pelaksanaan
tugas yang diembankan kepada individu di dalam organisasi. Sehingga
kompensasi merupakan hak yang harus diberikan kepada setiap individu yang
telah mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk menjalankan mandat
organisasi.
Pemberian kompensasi dapat menjadi solusi moral hazard para
manajer. Hal yang sama juga diungkapkan Rego dan Wilson (2009) yang
menemukan hubungan positif antara kompensasi yang diberikan kepada para
manajer dengan perencanaan pajak melalui tindakan pajak agresif yang
dikaitkan dengan kinerja perusahaan. Minnick dan Noga (2010) lebih spesifik
menemukan hubungan negatif antara kompensasi dengan pembayaran pajak
perusahaan. Tingkat kompensasi yang tinggi cenderung akan mendorong
penurunan ETR perusahaan.
6. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan bagian lain dari mekanisme
corporate governance pada perusahaan. Institusi mempunyai sumber daya,
kemampuan dan kesempatan untuk memonitor dan mendisiplinkan manajer
agar lebih terfokus pada nilai perusahaan. Komunitas bisnis menaruh
perhatian yang besar untuk meningkatkan investor institusional di pasar
sehingga dapat lebih banyak mempengaruhi kebijakan perusahaan. Institusi
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
dengan kepemilikan saham yang relatif besar dalam perusahaan mungkin akan
mempercepat manajemen perusahaan untuk menyajikan disclosure secara
sukarela. Hal ini terjadi karena investor institusional dapat melakukan
monitoring dan dianggap sophisticated investors yang tidak mudah dibodohi
oleh tindakan manajer. Institusi dengan investasi yang substansial pada saham
perusahaan memperoleh insentif yang besar untuk secara aktif memonitor dan
mempengaruhi
tindakan
manajemen
seperti
mengurangi
fleksibilitas
manajemen melakukan abnormal accounting accrual. Sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Schleiver dan Vishny (1986) Coffe (1991) yang menyatakan
bahwa kepemilikan institusional sangat berperan dalam mengawasi perilaku
manajer dan memaksa manajer untuk lebih berhati-hati dalam mengambil
keputusan yang oportunis.
Investor institusional merupakan struktur kepemilikan yang umumnya
memiliki porsi yang cukup besar dalam suatu perusahaan dan umumnya
investor institusional adalah mereka yang berasal dari luar perusahaan, yang
dapat berupa perusahaan yang merupakan lembaga keuangan, perbankan
ataupun perusahaan asuransi, mengenai investor institusional ini Jensen
(1993) serta Shleifer dan Vishny (1997) berpendapat bahwa investor
institusional, yang juga berperan sebagai fidusiari, memiliki insentif atau
ruang yang lebih besar untuk memantau manajemen dan kebijakan
perusahaan.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pound (1988) yang menyatakan
bahwa investor institusional yang begitu besar mengakibatkan mereka kurang
mampu bila dibandingkan dengan pemegang saham individu dalam bergerak
cepat baik masuk ataupun keluar dari investasinya tanpa mempengaruhi harga
pasar. Akibatnya, investor institusional memiliki minat dan keinginan yang
kuat tidak hanya dalam kinerja keuangan perusaahaan dimana mereka
berinvestasi, tetapi juga dalam strategi, kegiatan, dan pemangku kepentingan
lainnya di perusahaan.
Pengujian empiris yang dilakukan oleh Gunarsih (2003) menunjukkan
investor
institusional
domestik
mempengaruhi
corporate
governance
perusahaan dan semakin tinggi proporsi kepemilikan institusi domestik maka
semakin rendah kinerja perusahaan. Shleider & Vishny (1997) menegaskan
bahwa salah satu cara untuk memperbaiki corporate governance yaitu dengan
meyakinkan bahwa perusahaan harus memiliki satu atau lebih pemegang
saham besar.
7. Definisi Pajak
Definisi pajak menurut Soemitro (2011:1) ”iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum".
Definisi pajak menurut Suandy (2011:1) adalah ”salah satu penerimaan
penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik
pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan”.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tidak mendapat balas jasa
secara langsung.
8. Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Menurut Suandy (2011:7) ”Tax Planning adalah tahap awal dalam
penghematan pajak. Strategi penghematan pajak disusun pada saat
perencanaan, perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan
oleh wajib pajak”. Tindakan tersebut legal karena penghematan pajak hanya
dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur.
Menurut Zain (2009:67) ” Tax Planning adalah merupakan tindakan
penstrukturan yang
terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang
tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi
pajak”.
Tujuannya
adalah
bagaimana
pengendalian
tersebut
dapat
mengefesiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui
apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) yang merupakan
perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup peraturan perundangundangan perpajakan, dan bukan penyelundupan (tax evasion).
Berdasarkan dari beberapa pengertian dari para ahli, Tax Planning
adalah bagian dari Fungsi Manajemen (Planning, Organizing, Stafing,
Directing/Actuating, Controlling) dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
dengan tehnik dan strategi mengatur akuntansi dan keuangan perusahaan
untuk penghematan pajak tanpa melanggar peraturan perundang-undangan
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
perpajakan yang berlaku (In Legal Way, terhindar dari Tax Evasion /
penyelundupan pajak, terhindar dari Illegal Tax Avoidance/penghindaran
pajak illegal antara lain dengan menghitung, memperhitungkan, menyetor dan
melapor pajak terutang sesuai ketentuan yang berlaku dan membayar serta
melunasinya sebelum tanggal jatuh tempo sehingga terhindar dari sanksi
perpajakan. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciriciri perencanaan pajak adalah :
a. Perencanaan pajak adalah bagian dari tindakan membantu manajemen
dalam mengambil keputusan.
b. Digunakan untuk mengefesiensikan pembayaran pajak terutang.
c. Perencanaan pajak dilakukan berdasarkan peraturan perpajakan yang
berlaku.
d. Perencanaannya secara bisnis masuk akal.
Konsep dasar perencanaan pajak menurut Hernanto (2010:72) meliputi :
a. Ketepatan waktu
Ketidaktepatan waktu pelaksanaan kewajiban pajak dapat berakibat
merugikan perusahaan sebagai wajib pajak. Kewajiban untuk pembayaran
angsuran pajak penghasilan pasal 25, menyetor dan melaporkan hasil
pemungutan PPh pasal 21, menghitung, menyetor, dan menyerahkan SPT
dan masa PPN. Keterlambatan didalam melaksanakan kewajiban pajak
tersebut bisa membuat perusahaan sebagai wajib pajak yang dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga atau denda yang tidak perkenankan
untuk diperlakukan sebagai biaya fiskal atau pengurangan penghasilan
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
dalam menentukan jumlah penghasilan kena pajak (PKP) sehingga sebagai
akibatnya modal perusahan harus berkurang. Demikian pula pelaksanaan
kewajiban-kewajiban pajak tersebut lebih awal dari tanggal atau jadwal
waktu yang telah ditetapkan bisa berakibat negatif terhadap cashflow dan
bisa jadi kehilangan peluang untuk mendapat
penghasilan yang lebih
besar karena pemerintah tidak memberikan diskon kepada para wajib
pajak yang melakukan pembayaran utang pajaknya lebih awal dari tanggal
jatuh tempo.
b. Undang-undang pajak memiliki perspektif akuntansi sendiri.
Perbedaan tujuan antara akuntansi keuangan dan akuntansi perpajakan
dimanifestasikan dalam bentuk :
1) Pendekatan yang digunakan didalam mendefenisikan elemen-elemen
laporan keuangan (akuntansi keuangan) menggunakan pendekatan
aktiva-kewajiban atau (asset-liability approach) sedangkan dalam
akuntansi perpajakan menggunakan pendekatan pendapatan-biaya
(revenue-expense approach).
2) Konsep dasar
3) Standar akuntansi atau kriteria dan metode pengakuan pengukuran,
penilaian, pelaporan terhadap elemen-elemen laporan keuangan.
c. Pengakuan penghasilan bisa dipercepat dan diperlambat.
Atas permintaan atau kemauan wajib pajak dapat diterima pembayarannya
meskipun pengorbanan yang diperlukan untuk merealisasikan belum
seluruhnya terjadi harus diakui sebagai penghasilan yang harus dibayar
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
pajaknya. Demikian pula semua penghasilan yang setiap saat dapat
direalisasikan penerimaan kasnya atau sudah diperhitungkan dengan
utang-utangnya, dapat dipandang secara konstruktif sebagai penerimaan
atas penghasilan yang harus dihitung dari terutang pajak.
9. Manfaat Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak sebagai kegiatan manajemen memiliki beberapa
manfaat yang berguna bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha
dalam pencapaian laba maksimum, tanpa melakukan pelanggaran peraturan
perpajakan dengan penghematan pajak dengan ilegal. Tujuan perencanaan
pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan
serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda
dengan tujuan pembuat undang–undang, maka perencanaan pajak sama
dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis keduanya berusaha
untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) karena
pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan
kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali. Ada 4
(empat) hal penting yang dapat diambil sebagai keuntungan dari
melaksanakan perencanaan pajak sebagai berikut:
1. Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapat
diefesiensikan. Penghematan kas untuk pembayaran biaya-biaya yang ada
di perusahaan, termasuk biaya pajak harus dipertimbangkan sebagai faktor
yang akan mengurangi laba, dengan membayar pajak seefesien mungkin
perusahaan dapat bertindak sebagai wajib pajak yang taat sekaligus tidak
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
mengganggu cashflow dari perusahaan.
2. Mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang dikelola
secara cermat, perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih kuat,
mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak. Hal ini menolong perusahaan
dalam pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan berdasarkan anggaran
yang telah disusun pada setiap periode.
3. Menentukan waktu pembayarannya, sehingga tidak terlalu awal atau
terlambat yang mengakibatkan denda atau sanksi. Kewajiban perpajakan
dapat dilaksanakan dengan ontime, artinya perusahaan telah melakukan
penghematan atas sanksi atau denda yang terjadi bila terjadi keterlambatan
dan kesalahan atas kewajiban perpajakan.
4. Membuat data-data terbaru untuk mengupdate peraturan perpajakan.
Tindakan ini berguna untuk menyikapi peraturan perpajakan yang berubah
setiap
waktu,
sehingga
perusahaan
sebagai
wajib
pajak
dapat
mengetahuinya lebih awal/update.
10. Strategi Perencanaan Pajak dalam Mengefisiensikan Beban Pajak.
Strategi mengefisiensikan beban pajak (penghematan pajak) yang
dilakukan oleh perusahaan haruslah bersifat legal, supaya tidak menghindari
sanksi-sanksi pajak dikemudian hari. Secara umum penghematan pajak
menganut prinsip the least and latest, yaitu membayar dalam jumlah
seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diijinkan oleh
undang-undang dan peraturan perpajakan. Strategi mengefisiensikan beban
pajak tersebut dari berbagai literature dapat dijabarkan sebagai berikut:
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
1) Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal
entity) yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha.
2) Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan. Umumnya pemerintah
memberikan semacam insentif pajak/fasilitas perpajakan khususnya untuk
daerah tertentu (misalkan Indonesia bagian timur) banyak pengurangan
pajak penghasilan yang diberikan sebagaiman ayang dimaksudkan dalam
pasal 26 undang-undang No. 7 tahun 1983 yang telah diubah terakhir
Undang-undang No. 17 tahun 2000, disamping itu juga diberikan fasilitas
seperti penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian
yang lebih lama dari seharusnya dan sebagainya.
3) Mengambil keuntungan sebesar–besarnya atau semaksimal mungkin dari
berbagai pengecualian, potongan, atau pengurangan atas penghasilan kena
pajak yang diperbolehkan oleh undang–undang. Jika penghasilan kena
pajak (laba) perusahaan besar dan dikenakan tarif pajak tinggi/tertinggi,
maka sebaliknya perusahaan membelanjakan sebagian laba perusahaan
untuk hal-hal yang bermanfaat secara langsung untuk perusahaan, dengan
catatan tentunya biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang dapat
dikurangkan (deductible) dalam menghitung penghasilan kena pajak.
4) Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga diatur mengenai
penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan anatara masingmasing badan usaha.
5) Mendirikan perusahaan ada yang sebagai pusat laba (profit center) dan ada
yang hanya berfungsi sebagai pusat biaya (cost center). Dalam hal tersebut
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
dapat diperoleh manfaat dengan cara menyebarkan penghasilan menjadi
pendapatan bagi beberapa wajib pajak di dalam satu group, begitu juga
terhadap biaya, sehingga dapat diperoleh keuntungan atas pergeseran
pajak (tax shifting) yakni menghindari tarif paling tinggi. Sistem yang
berlaku progresif dan penghasilan kena pajak sudah melewati lapisan tarif
yang terendah.
6) Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang/natura dan
kenikmatan (fringe benefit) dapat sebagai salah satu pilihan untuk
menghindari lapisan tarif pajak maksimum (shift to lower bracket).
Diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bagi pegawai
yang menerimanya.
7) Pemilihan metode penilaian persediaan. Yaitu metode rata-rata (average
method) dan metode masuk-pertama keluar-pertama (first-in first-out –
FIFO method). Dalam kondisi perekonomian yang cenderung mengalami
inflasi, metode rata-rata akan menghasilkan harga pokok penjualan lebih
tinggi dibandingkan dengan metode FIFO. Harga pokok penjualan (HPP)
yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor lebih kecil sehingga
penghasilan kena pajak juga akan menjadi kecil.
8) Untuk pendanaan asset tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha
dengan hak opsi (finance lease), disamping pembelian langsung karena
jangka waktu sewa guna usaha umumnya lebih pendek dari umur asset
dan pembayaran sewa guna usaha dapat dibiayakan seluruhnya.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
9) Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan
perpajakan yang berlaku. Jika perusahaan diprediksi yang cukup besar
maka dapat dipakai metode penyusutan yang dipercepat (saldo menurun)
sehingga beban penyusutan tersebut dapat mengurangi laba kena pajak.,
dan sebaliknya. Jika diperkirakan pada awal-awal tahun investasi belum
bisa memberikan keuntungan atau timbul kerugian, maka pilihannya
adalah menggunakan metode penyusutan yang memberikan biaya yang
lebih kecil (garis lurus) supaya beban penyusutan dapat ditunda untuk
tahun berikutnya.
10) Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada
transaksi yang bukan objek pajak.
11) Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan. Wajib pajak harus jeli
dalam memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat
dikreditkan. Maka pasal 22 ini dapat dikreditkan dengan PPh Badan.
Pengkreditan ini lebih menguntungkan dari pada dibebankan sebagai
biaya. Keuntungan yang dapat diperoleh sebesar 70% dari nilai pajak yang
dikreditkan, dengan asumsi penghasilan kena pajak telah mencapai jumlah
yang dikenakan tarif 30%.
12) Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara
melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo.
Perusahaan dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan setelah bulan
penyerahan barang (keputusan dirjen pajak Nomer 53/PJ/1994).
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
13) Menghindari pemeriksaan pajak Pemeriksaan pajak oleh direktorat
jenderal pajak dilakukan terhadap wajib pajak yang SPT lebih bayar, SPT
rugi, Tidak memasukkan SPT atau terlambat memasukkan SPT, Terdapat
informasi pelanggaran, Memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh
dirjen pajak.
Menghindari lebih bayar dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
i. Mengajukan pengurangan pembayaran angsuran masa (lump-sum)
PPh Pasal 25 ke KPP yang bersangkutan, apabila diperkirakan dalam
tahun pajak berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak.
ii. Mengajukan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 impor apabila
perusahaan melakukan impor.
Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat
dilakukan dengan cara menguasai peraturan perpajakan yang berlaku.
11. Effective Tax Rate (ETR)
ETR perusahaan dipilih sebagai ukuran yang umum digunakan dalam
perdebatan reformasi pajak (Gupta & Newberry, 1997; Richardson & Lanis,
2007). Menurut Md Noor et al. (2010), ETR perusahaan dipilih sebagai
ukuran untuk perencanaan pajak karena merangkum efek kumulatif dari
berbagai insentif pajak serta mengidentifikasi tingkat netralitas sistem pajak di
perusahaan dengan beban pajak yang berbeda. Ketimpangan sistem pajak
sebagai akibat dari tidak adil pemberian insentif pajak terbaik dapat dijelaskan
dengan ETR untuk mengidentifikasi tingkat beban pajak serta sifat perusahaan
menghadapi beban-beban (Harris & Feeny, 2000). Buijink, Jansen dan Schols
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
(1999) di sisi lain ETR, telah menekankan efek insentif pajak ketentuan
perbedaan tarif pajak antara ETR dan tarif pajak hukum (STR). Menurut
Buijink et al. (1999), semakin besar perbedaan antara kedua suku
menunjukkan luas insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah untuk
industri tertentu, yang kemudian menghasilkan lebih banyak ketidakadilan
dalam sistem.
12. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
1.
Peneliti
Winda Hartati,
Desmiyawati,
Nur Azlina
(2013).
2.
Nurshamimi
Sabli dan
Rohaya Md
Noor (2012).
Robert Jao,
Gagaring
Pagalung
(2011)
3.
Judul
Analisis Pengaruh
Pajak dan
Mekanisme Bonus
terhadap Keputusan
Transfer Pricing.
Tax Planning and
Corporate
Governance
Hasil
Pajak dan Mekanisme Bonus
berpengaruh pada keputusan
transfer pricing.
Corporate
1.
Governance, Ukuran
Perusahaan, dan
Leverage Terhadap
Manajemen Laba
Perusahaan
Manufaktur
Indonesia.
2.
CG melalui Kepemilikan
manajerial, komposisi dewan
komisaris independen,
mempunyai pengaruh negative
signifikan terhadap manajemen
laba, ukuran perusahaan
mempunyai hubungan negatif
signifikan thp manajemen laba,
Leverage tidak mempunyai
pengarus signifikan thp
manajemen laba
Perusahaan lebih agresif dalam
perencanaan pajak karena tarif
pajak lebih tinggi.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
4.
Vito Janitra
Kurniawan
(2014)
5.
Hashemi
Rodhian
Hanum,
Zulaikha
(2013)
6.
Ricky Zalkifli
Putra Perdana
(2014)
Pengaruh antara
Tata Kelola
Perusahaan
(Corporate
Governance) dengan
Struktur Modal
Perusahaan .
Kepemilikan manajerial dan
komite audit berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
struktur modal.
Ukuran dewan komisaris
berpengaruh positif tetapi tidak
berpengaruh signifikan terhadap
struktur modal. Kepemilikan
institusional menunjukkan
hubungan negatif dan tidak
signifikan terhadap struktur
modal.
Pengaruh
Hasil dari penelitian ini
Karakteristik
menunjukkan proporsi yang
Corporate
lebih banyak dalam dewan
Governance
komisaris independen tidak
Terhadap Effetive
dapat memberikan jaminan
Tax Rate (Studi
bahwa perusahaan pemerintah
Empiris Pada
akan berjalan dengan efektif
Perusahaan BUMN
dan baik sesuai dengan
yang terdaftar di BEI keinginan manajemen
2009-2011).
perusahaan. Komite audit pada
perusahaan pemerintah
(BUMN) lebih cenderung
melakukan tugasnya secara
netral dan tepat, sehingga tidak
mempengaruhi manajemen
perusahaan terhadap kebijakan
beban pajak perusahaan, kurang
aktif dalam penetapan kebijakan
besaran tarif pajak efektif dan
lebih cenderung menjalankan
tugasnya sesuai berdasarkan
regulasi pemerintah. Investor
institusional lebih cenderung
untuk memilih jalur aman
dengan mengikuti semua
regulasi pemerintah.
Pengaruh
ETR tidak dapat mengukur
Perencanaan Pajak
secara langsung tindakan
Dan Mekanisme
perencanaan pajak, ETR hanya
Corporate
menunjukkan seberapa besar
Governance
perusahaan harus agresif dalam
Terhadap Nilai
menyikapi pajak. Jadi,
Perusahaan
perencanaan pajak dengan
effective tax rate (ETR) tidak
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
7.
Nor Shaipah
Abdul Whab
dan Kevin
Holland
(2011).
Tax Planning,
Corporate
Governance and
Equity Value
berpengaruh terhadap nilai
perusahaan.
upaya untuk melakukan
perencanaan pajak dan efisiensi
pajak yang baik, maka
pengaruhnya positif terhadap
nilai perusahaan. Sehingga
kegiatan ini diharapkan dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
semakin besar kepemilikan
manajerial dalam suatu
perusahaan maka manajemen
akan cenderung meningkatkan
kinerjanya untuk kepentingan
sendiri juga bagi para
pemegang saham, sehingga
dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
kepemilikan institusional
menjadi mekanisme yang
handal sehingga mampu
memotivasi manajer dalam
maningkatkan kinerjenya yang
pada akhirnya dapat
meningkatkan nilai perusahaan,
karena institusi yang menjadi
pemegang saham dalam
perusahaan akan mengawasi
dan mengontrol kinerja
manajemen perusahaan.
dewan komisaris tidak terbukti
mampu untuk meningkatkan
nilai perusahaan.
Perusahaan dengan auditor yang
berkualitas tidak mampu untuk
meningkatkan nilai perusahaan.
Perencanaan pajak tidak
dihargai oleh pemegang saham
dan nilai sebenarnya
mengurangi.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
B. Rerangka Pemikiran
Agency theory merupakan hal dasar untuk memahami konsep corporate
governance. Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan
bertumpu pada teori agen dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan
dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh
kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku (Wolfensohn,
1999). Teori keagenan ini muncul ketika sebuah kontrak antara manajer (agent)
dengan pemilik (principal). Teori keagenan menjelaskan adanya konflik yang
timbul antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan termasuk pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
Konflik terjadi ketika adanya asimetri informasi yang tinggi antara
manajemen dan pihak lain yang tidak mempunyai sumber, dorongan, atau akses
yang memadai terhadap informasi untuk memonitor tindakan manajer. Hal
tersebut menyebabkan manajemen akan berusaha memanipulasi kinerja
perusahaan yang dilaporkan untuk kepentingannya sendiri. ketika pemilik utama
perusahaan tersebut adalah pihak yang menginginkan adanya peningkatan pada
laba yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai objek investasinya sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraannya disisi lain terdapat pihak manajemen perusahaan
yang mengelola perusahaan yang menginginkan hal yang sama untuk
meningkatkan kesejahteraannya sehingga mengupayakan peningkatan laba yang
dihasilkan perusahan dengan cara melakukan tax planning yang menghasilkan
effective tax rate (ETR) yang rendah. Perbedaan dua sudut pandang tersebut
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
menyebabkan adanya konflik antara pemilik perusahaan dengan pihak manajemen
perusahaan. Rerangka pemikiran akan menjelaskan bagaimana komisaris
independen,
struktur
kompensasi
dan
kepemilikan
institusional
dapat
mempengaruhi effective tax rate (ETR). Rerangka pemikiran sebagai berikut:
Variabel Independent
Variabel Dependent
Mekanisme Internal
Corporate Governance :
Komisaris Independen,
Struktur Kompensasi
Mekanisme Eksternaal
Corporate Governance :
Kepemilikan Institusional
Perancanaan Pajak
(Tax Planning):
ETR (Effective Tax
Rate) perusahaan
Variabel Kontrol
Ukuran perusahaan, Rasio
Levarage, ROA, dan Rasio
Intensitas
Modal. Pemikiran.
Gambar
2.1 Rerangka
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang sifatnya sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Pengembangan hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
1. Pengaruh proporsi komisaris independen terhadap Effective Tax Rate.
Komisaris independen adalah komisaris yang berasal dari luar
perusahaan dan tidak mempunyai hubungan terhadap internal perusahaan baik
secara langsung maupun tidak langsung (Surya dan Yustiavandana, 2006).
Menurut Sabli dan Noor (2012) bahwa proporsi komisaris independen
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
melakukan pengawasan yang sangat baik dengan mengarahkan perusahaan
berdasarkan pada aturan yang telah ditetapkan.
Komisaris independen bersama dewan komsaris lainnya, bersamasama melaksanakan tugas pengawasan dan menentukan strategi kebijakan
jangka panjang maupun jangka pendek yang menguntungkan bagi perusahaan
namun tidak melanggar hukum termasuk dalam penentuan strategi yang
terkait dengan pajak. Pengawasan yang dilakukan komisaris independen agar
tidak terjadi asimetri informasi yang terjadi antara manajemen perusahaan
dengan para stakeholder. Dengan adanya komisaris independen maka dalam
setiap perumusan strategi perusahaan yang dilakukan oleh dewan komisaris
beserta manajemen perusahaan dan para stakeholder akan memberikan
jaminan hasil yang efektif dan efisien termasuk pada kebijakan mengenai
besaran ETR perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hashemi Rodhian Hanum, Zulaikha
(2013), menyatakan bahwa variable komisaris independen (IND) memiliki
nilai t sebesar 0,276 dan nilai beta Standardized Coefficient sebesar 0,035
yang berarti komisaris independen berpengaruh positif terhadap effective tax
rate (ETR). Hasil positif ini menunjukkan bahwa peningkatan komisaris
independen akan menyebabkan kinerja perusahaan akan semakin baik dan
efektif, sehingga perusahaan dianggap perlu untuk tercapainya suatu
keefektifan dalam kegiatan perusahaan dalam penetapan kebijakan yang
berkaitan dengan tarif pajak efektif. Namun nilai signifikansi variabel
komisaris independen (IND) menunjukkan angka 0,784 dimana nilai tersebut
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
lebih besar dari 0,05 yang berarti bahwa variable tersebut tidak terbukti dan
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap effective tax rate (ETR). Hasil
regresi
menunjukkan
bahwa
secara
statistik
komisaris
independen
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap effective tax rate (ETR).
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis pertama sebagai berikut :
H1 : Apakah Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap ETR.
2. Struktur kompensasi dari jumlah kompensasi dewan komisaris dan
dewan direksi berpengaruh positif terhadap ETR.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa baik principal
(pemilik) maupun manajemen merupakan para pihak yang memaksimumkan
kesejahteraan diri mereka sendiri, sehingga kemungkinan pengelola untuk
tidak selalu melakukan hal yang terbaik demi kepentingan pemilik. Hasil
penelitian akuntansi positif menunjukkan bahwa manajer melakukan
manajemen laba untuk meningkatkan kemakmurannya (Sugiri, 1998), seperti
yang terjadi pada strategi discretionary accrual (Healy, 1985).
Scott (2015) menyatakan rencana kompensasi eksekutif adalah kontrak
agent antara perusahaan dan manajer perusahaan yang mencoba untuk
menyelaraskan kepentingan pemilik dan manajer dengan mendasarkan
kompensasi manajer pada satu atau lebih tindakan dari upaya manajer dalam
mengoperasikan perusahaan. Banyak rencana kompensasi didasarkan pada
dua ukuran usaha manajer yaitu laba/pendapatan bersih dan harga saham.
Artinya jumlah bonus saham, opsi dan komponen lainnya dari gaji eksekutif
yang diberikan pada tahun tertentu tergantung pada kedua laba bersih dan
kinerja harga saham tersebut.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Pemberian kompensasi dapat menjadi solusi moral hazard para
manajer. Hal yang sama juga diungkapkan Rego dan Wilson (2009) yang
menemukan hubungan positif antara kompensasi yang diberikan kepada para
manajer dengan perencanaan pajak melalui tindakan pajak agresif yang
dikaitkan dengan kinerja perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Minnick dan Noga (2010) lebih
spesifik menemukan hubungan negatif antara kompensasi dengan pembayaran
pajak perusahaan. Tingkat kompensasi yang tinggi cenderung akan
mendorong penurunan ETR perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka
hipotesis kedua sebagai berikut :
H2 : Apakah struktur kompensasi dari jumlah kompensasi dewan
komisaris dan dewan direksi berpengaruh positif terhadap ETR.
3. Pengaruh proporsi kepemilikan institusional terhadap ETR.
Kepemilikan institusional/investor institusional pada dasarnya mempunyai
kendali yang cukup besar dalam berlangsungnya kegiatan operasional perusahan.
Pada dasarnya setiap investor ingin mendapatkan laba setinggi-tingginya sehingga
akan menyebabkan pembagian dividen yang cukup tinggi. Namun bagi manajemen,
laba yang tinggi terdapat pengaruhnya dengan jumlah pajak yang harus dibayarkan
oleh perusahaan. Kepemilikan institusional sebagai pengawas yang berasal dari
eksternal akan mendorong manajemen perusahaan dengan melakukan pengawasan
terhadap manajemen perusahaan agar dalam menghasilkan laba berdasarkan aturan
yang berlaku, karena pada dasarnya kepemilikan institusional lebih melihat seberapa
jauh manajemen taat kepada aturan dalam menghasilkan laba. Berdasarkan
penjelasan tersebut terdapat indikasi kepemilikan institusional mempunyai andil
dalam penetapan kebijakan yang terkait tingkat pajak efektif.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
Penelitian yang dilakukan oleh Hashemi Rodhian Hanum, Zulaikha
(2013), menyatakan bahwa investor institusional berpengaruh positif terhadap
effective tax rate (ETR). Variable investor institusional memiliki nilai t sebesar 0,125 dan nilai beta Standardized Coefficient sebesar -0,18 menunjukkan bahwa
jumlah kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap effective tax rate
(ETR). Hasil negatif ini menunjukkan bahwa peningkatan kepemilikan institusional
sebagai para investor cenderung berinvestasi secara aman dengan mengikuti atauran
maupun undang-undang yang telah ditetapkan pemerintah. Nilai signifikansi variabel
kepemilikan (IS) sebesar 0,901 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05 yang
berarti variabel tersebut tidak terbukti dan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap effective tax rate (ETR). Hasil regresi menunjukkan bahwa insvestor
institusional secara statistik berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
effective tax rate (ETR). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis ketiga
sebagai berikut :
H3 : Apakah Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap
effective tax rate (ETR).
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download