Bab V KESIMPULAN DAN SARAN Perubahan selera dan motif konsumsi dalam mengunjungi ruang kafe dari sebagai ruang publik yang membuka segala kemungkinan percakapan, berisi orang-orang yang saling kenal atau berhubungan satu sama lain karena kesamaan minat atau topik pembahasan telah bergeser dan digantikan oleh para konsumen muda serta penikmat suasana baru yang mengkonsumsi ruang serta keberadaan mereka untuk kepentingan yang sifatnya lebih personal. Pergeseran makna ruang kafe dari sebuah tempat dimana segala lapisan sosial bisa bertemu dan membicarakan berbagai hal kini secara tidak langsung telah ‘memilih’ siapa saja yang dapat menjadi konsumen mereka melalui akses dan harga yang ditentukan oleh kafe. Ruang kafe dalam posisinya sebagai panggung sosial telah menggambarkan mengenai kecenderungan pola konsumsi pengguna ruangnya, dapat dilihat dalam pemilihan ruang duduk, tempat duduk maupun sikap yang ditunjukkan kepada sesama pengguna ruangnya. Jika merujuk pada harga secangkir kopi yang melambung melebihi pembicaraan soal keseharian di situ terjadi determinasi konsumen, pengunjung menjadi berkonsentrasi terhadap apa yang mereka dapatkan di kafe dengan membayar sejumlah harga untuk secangkir kopi yang di luar kafe mungkin hanya berharga separuhnya. Obrolan yang terdengar lebih soal urusan pribadi, sambil lalu dan tidak lagi membangun interaksi antar pengunjung yang bersisian meja. 111 Setiap meja telah membangun batasan mereka masing-masing tentang apa yang akan mereka lakukan, bicarakan dan amati tanpa perlu melibatkan orang yang berada di sisi meja lainnya. Namun tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan seseorang dalam sebuah ruang turut menentukan sikap serta peran yang diambil. Tubuh sebagai ‘space’ atau ‘selves’ yang bertindak sebagai figur, menjadi rangkaian dalam proses konsumsi. Ruang atau tempat yang ada telah memiliki identitas di mana ketika tubuh berada disana akan menjadi bagian daripada nya maka juga menjadi seperti ruang atau tempat tersebut47. Seseorang akan dinilai keberadaan nya secara sosial ketika mengkonsumsi ruang publik yang secara tidak langsung telah memberikan batasan dan determinasinya sendiri. Ketika kafe atau warung kopi tidak lagi sekedar menjadi sebuah kawasan publik di mana orang merasa ditonton, diawasi bahkan dibicarakan namun hal tersebut kini sudah menjadi sebuah permakluman ketika ruang yang publik seolah menjadi privat bagi tiap individu yang datang. Mereka membawa ruang privat mereka ke dalam kafe atau memprivatkan sekelumit ruang publik dalam kafe untuk diri mereka sendiri tanpa memperdulikan reaksi atau tatapan orang lain. Ketika ruang publik menjadi privat bagi sebagian orang maka kafe layaknya ruang rekreasi bagi mereka dimana mereka bisa bebas untuk melepaskan penat, bertukar cerita, bermain beberapa permainan berkelompok serta melakukan pertemuan baik formal maupun informal bersama kolega atau keluarga. Dramaturgi yang digambarkan Goffman seolah berbalik arah dan hal ini juga mempengaruhi penggunaan ruang kafe baik oleh pemilik dan pramusaji kafe serta 47 . Goodman, 2010. 112 terutama konsumen. Hal semacam ini belum banyak dibahas dalam literatur atau kajian konsumsi maupun gaya hidup, beberapa masih banyak berbicara soal apa yang orang beli dan lakukan terhadap sajian kopi saja hanya sedikit menyinggung soal peran ruang dalam proses konsumsinya. Studi mengenai gaya hidup konsumsi ruang kafe setidaknya masih menyisakan banyak celah untuk digali lebih dari sekedar pemaknaan ruang itu sendiri bagi mereka yang berada di dalamnya. Kemungkinan lahirnya pola konsumsi yang lebih baru lagi serta terbangunnya ruang-ruang model interaksi yang lebih baru akan selalu ada seiring dengan pesatnya perkembangan media serta kebutuhan akan pemenuhan keinginan tampil di ruang sosial yang publik dan sekaligus privat ini. Adanya konsumen-konsumen gaya baru yang lebih banyak mengutamakan imej atau citra dalam proses konsumsi akan serta merta melahirkan model konsumsi benda, jasa, waktu dan ruang yang makin kaya ragamnya. Setidaknya akan jauh lebih baik jika studi mengenai konsumsi yang mengacu pada keseharian di sekitar seperti adanya kafe, bistro, resto lebih diperkaya tidak hanya dari sisi kulinernya saja melainkan juga dari sisi pola konsumsi serta aspek-aspek pendukung yang turut terlibat disekitarnya baik itu tempat atau ruang, orang-orang yang terlibat hingga ke perilaku konsumsinya. 113