BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian IMS Penyakit kelamin

advertisement
 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian IMS
Penyakit kelamin (veneral disease) sudah lama dikenal dan beberapa
diantaranya sangat terkenal di Indonesia, yaitu gonore dan sifilis. Akan tetapi
seiring dengan semakin majunya pengetahuan dan perkembangan peradaban
masyarakat maka semakin banyak ditemukan penyakit-penyakit kelamin yang
baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi PMS
(Penyakit Menular Seksual). Namun sejak tahun 1998, istilah PMS ditinggakan
dan diubah menjadi IMS (Infeksi Menular Seksual) agar dapat menjangkau
penderita IMS yang cukup banyak asimtomatik (Hakim, 2007).
2. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi IMS
Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang cukup menonjol pada sebagian besar wilayah dunia (Murtiastutik, 2008).
Angka kejadian dan pola penyakitnya pun bervariasi di berbagai negara, bahkan
diberbagai wilayah dalam suatu negara. Menurut Lukman Hakim (2007), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi bervariasinya angka kejadian IMS, pola
distribusi maupun pola perilaku penyakit tersebut, yaitu :
2.2.1 Faktor Dasar
a) Adanya kejadian penularan penyakit
b) Kebiasaan berganti-ganti pasangan seksual
2.2.2 Faktor Medis
a) Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis
b) Pengobatan modern
c) Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif, ternyata bisa
menyebabkan resiko resistensi tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi
pencegahan kehamilannya saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat
digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS
2.2.4 Faktor sosial
a) Mobilitas penduduk
b) Prostitusi
c) Kebebasan individu
d) Ketidaktahuan
Penyebaran penyakit IMS tidak lepas juga kaitannya dengan perilaku resiko
tinggi. Yang dimaksud dengan perilaku resiko tinggi ialah perilaku yang
menyebabkan seseorang mempunyai resiko besar terserang penyakit. Yang
tergolong kelompok resiko tinggi IMS adalah :
1. Usia
a) 20-34 tahun pada laki-laki
b) 16-24 tahun pada wanita
c) 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin
2. Pelancong
3. Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila
4. Pecandu narkotik
5. Homoseksual (Hakim, 2007)
2.3
Cara penularan Infeksi Menular Seksual
2.3.1 Hubungan seks yang tidak aman. Yang dimaksudkan tidak aman adalah:
a. Hubungan seks lewat vagina tanpa kondom
b. Hubungan seks lewat anus tanpa kondom
c. Seks oral
2.3.2 Lewat darah, misalnya transfusi darah, saling bertukar jarum suntik atau
benda tajam lainnya, pada pemakaian obat bius, menindik kuping atau tato.
2.3.3 Ibu hamil ke janin: yaitu bisa saat hamil, saat melahirkan, atau sesudah
melahirkan, lewat ASI (Dit.Jen PPM &PL, 2006)
Universitas Sumatera Utara
2. 4 Jenis- jenis Infeksi Menular Seksual
2.4.1 Kondiloma akuminata
a) Defenisi
Kondiloma akuminata atau kutil kelamin merupakan diagnosis yang paling
banyak pada pasien-pasien yang datang ke klinik penyakit menular seksual. Agen
infeksius yang menyebabkan kelainan ini adalah Human papiloma virus (HPV)
(Heffner dan Schust , 2006).
b) Etiologi
HPV merupakan anggota dari famili Papovaviridae yang merupakan virus
DNA sirkular rantai ganda. Dari 70 genotiop HPV berbeda yang telah
diidentifikasi, hanya tipe 6, 11, 16, 18, 31, 33 dan 35 yang berhubungan dengan
lesi genital. Tipe 6 dan 11 paling sering teridentifikasi menjadi kutil kelamin dan
tipe 16 dan 18 ditemukan neoplasia (Heffner dan Schust, 2006).
c) Gejala Klinis
Kondiloma akuminata merupakan papul berwarna merah daging, merah muda
atau berpigmen dengan permukaan menyerupai daun pakis. Kutil sesil , atau lesi
yang menyerupai kondiloma datar, lebih jarang ditemukan mencakup hanya 20%
dari kutil kelamin yang dapat terlihat. Mayoritas kutil kelamin terdapat pada
penis. Pada wanita, kutil kelamin ditemukan lebih sering pada introus vagina dan
labia, jarang mengenai vagina dan serviks. Sebagian besar kutil bersifat
asimtomatik, Jika terdapat gejala, biasanya akibat gesekan local oleh pakaian atau
hubungan intim yang menyebabkan iritasi (Klausner dan Hook , 2006).
d) Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada lesi yang
meragukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan , tes asam asetat 5%,
kolposkopi, dan pemeriksaan histopatologi. Pada tes asam asetat, dalam beberapa
Universitas Sumatera Utara
menit setelah dibubuhkan asam asetat 5% akan didapati perubahan warna lesi
menjadi putih (acetowhite) (Zubier, 2007).
2.4.2 Herpes Genitalis
a) Defenisi
Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes
Simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok
dengan dasar eritema dan bersifat rekurens ( Junadarso, 2007). Penyakit ini
mencakup 2-4% dari kunjungan ke klinik PMS di Inggris dan AS. Penyakit ini
juga dilaporkan banyak terjadi pada ras kaukasia dibandingkan non-kaukasia.
Prevalensi antibody anti-HSV yang lebih tinggi terdapat pada kelompok usia
koitus pertama kali lebih dini dan memiliki pasangan seksual yang banyak
(Heffner dan Schust, 2008).
b) Etiologi
Terdapat dua serologis yang berbeda pada HSV : HSV-1 dan HSV-2. Infeksi
HSV-1 menular melalui infeksi primer pada saluran pernafasan. HSV-2
mempunyai prediksi untuk penyakit kelamin walaupun terdapat pula HSV-1 pada
genitalia dan infeksi HSV-2 pada rongga mulut. HSV-2 lebih sering menjadi
infeksi laten pada ganglion sakralis dan menyebabkan penyakit pada neonatus
dibandingkan HSV-1.
c) Gejala Klinis
Masa inkubasi untuk kedua jenis virus adalah sekitar 2 sampai 24 hari setelah
infeksi. Periode prodromal sering timbul lesi. Selama perode prodromal dan saat
lesi terbuka, virus bersifat menular dan mungkin berkisar selama 2 sampai 6
minggu. Setelah infeksi awal, virus mungkin berada pada periode tenang
(dorman) di jaras sensorik yang yang mempersarafi lesi primer. Virus dorman
dapat menjadi aktif kembali setiap saat, menyebabkan timbulnya lesi, reaktivasi
suatu infeksi herpes laten dapat terjadi sewaktu pasien sakit, mengalami stress,
terpajan sinar matahari berlebihan, atau pada saat tertentu daur haid.
Universitas Sumatera Utara
Gejala – gejala selama periode prodromal dapat berupa demam ringan, malese,
rasa terbakar di mulut atau genitalia. Sewaktu aktif, muncul kelompok-kelompok
vesikel nyeri di bibir, wajah, kulit, hidung, mukosa mulut, dan genitalia (Corwin,
2009).
d) Diagnosis
Diagnosis secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren dan bila memungkinkan
ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium Virus herpes ini dapat ditemukan
pada vesikel dan dapat dibiak. Pada keadaan tidak ada lesi, dapat diperiksa
antibodi HSV. Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat
ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear (Handoko,
2008)
2.4.3 Trikomoniasis
a) Defenisi
Trikomoniasis adalah IMS yang disebabkan oleh infeksi protozoa, yaitu
Trichomonas vaginalis. Trikomoniasis biasanya diderita bersamaan dengan PMS
lain, terutama gonore, dan biasanya menunjukkan bahwa seseorang tersebut
mempunyai seksual berisiko tinggi (Matini, et al., 2012).
b) Etiologi
Trichomonas vaginalis merupakan parasit protozoa flagelata yang termasuk
dalam
filum
Zoomastigophora,
Sarcomastigophora,
ordo
sub-phylum
Trichomononadida.
Mastigophora,
Trichomonas
vaginalis
kelas
tidak
mempunyai stadium kista. Mempunyai stadium tropozoid yang berukuran 10-25
mikron x 7-8 mikron, mempunyai 4 flagel anterior dan satu flagel posterior yang
melekat pada tepi membran bergelombang. Pada perempuan tempat hidup parasit
ini adalah di vagina adan uretra, sedangkan pada laki-laki di uretra, vesika
seminalis dan prostat. Infeksi terutama terjadi secara langsung waktu hubungan
seksual melalui stadium trofozoit. Pada keadaan lingkungan kurang baik,
Universitas Sumatera Utara
misalnya banyak orang hidup bersama dalam satu rumah dapat terjadi infeksi
secara tidak langsung melalui alat sanitasi seperti toilet seat. Neonates
mendapatkan infeksi T.vaginalis dari ibu yang terinfeksi selama persalinan
melalui jalan lahir (Sutanto,et al., 2008).
a) Gejala Klinis
Pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut
maupun kronik. pada kasus akut terlihat sekret vagina seropurulen berwarna
kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak (malodorus), dan berbusa.
Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses
kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi berwarna
merah dan dikenal sebagai strawberry appearance dan dikenal disertai gejala
dispareunia, perdarahan pascakoitus, perdarahan intramenstrual. Bila banyak
sektret yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau disekitar genitalia
eksterna, selain vaginitias dapat pula terjadi uretritius, bartholinitis, skenitis, dan
sistitis yang pada umumnya tanpa gejala. pada kasus yang kronik gejala lebih
ringan dan secret biasanya tidak berbusa.
Pada laki-laki yang diserang terutama uretra, kelenjar prostat, kadang-kadang
preputium, vesikula seminalis,dan epididimis. Pada umumnya gambaran klinis
lebih ringan dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut gejalanya mirip uretritis
nongonore, misalnya disuria, poliuria, dan secret uretra mukoid atau
mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadang-kadang ada benang-benang
halus. Pada bentuk kronik gejalanya tidak khas, gatal pada uretra, disuria, dan
keluhan urin keruh pada pagi hari (Daili, 2008).
d) Diagnosis
Diagnosis berdasarkan keluhan keputiuhan atau fluor albus, rasa panas pada
genital pada vulva/vagina dan adanya secret encer, berbusa, bau tidak sedap,
adanya lesi bekas garukan karena gatal dan hiperemi pada vagina. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan menemukan parasit T.vaginalis dalam bahan sekret vagina,
Universitas Sumatera Utara
sekret uretra, sekret prostat dan urin. Metode biakan air daging merupak standar
baju untuk mendiagnosis trikomoniasis karena mudah dan memerlukan sedikitnya
300-500 trikomonas/ml untuk mulai pertumbuhan dalam biakan, namun
diperlukan waktu biakan 2-7 hari. Selain itu ada juga metode sampul plastic (in
pouch system) yaitu pemeriksaan langsung dari biakan dan ada juga pemeriksaan
PCR menggunakan sekret vagina dan urin. Sensitivitas PCR menggunakan sekret
vagina lebih tinggi dibandingkan dengan urin (Sutanto, et al., 2008).
2.4.4. Infeksi Genital Non Spesifik
a) Defenisi
Infeksi Genital Non Spesifik (IGNS) adalah IMS yang berupa peradangan di
uretra, rectum, atau serviks yang disebabkan oleh kuman non spesifik, Sedangkan
uretritis non spesifik (UNS) merupakan peradangan yang disebabkan oleh kuman
non spesifik. Diduga penyebab IGNS/UNS antara lain : Chlamdya Trachomatis,
Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis, alergi dan bakteri. Insidensi
IGNS di beberapa Negara menunjukkan insidensi yang cukup tinggi dan angka
perbandingannya dengan UNS kira-kira 2:1. Banyak ditemukan pada orang
dengan keadaan social ekonomi yang lebih tinggi, usia lebih tua, dan aktivitas
seksual yang tinggi.
b) Etiologi
Chlamdya Trachomatis merupakan parasit obligat intraseluler sehingga untuk
pertumbuhannya membutuhkan sel hidup. Memiliki badan elementer dan badan
reticular
dengan
menggunakan
pengecatan
giemsa.
(Lumintang,
2007).
Ureaplasma urealyticum merupakan mikroorganisme paling kecil, gram negatif,
dan sangat pleomorfik karena tidak mempunyai dinding sel yang kaku (Daili,
2008).
c) Gejala Klinis
Pada pria, keluarnya duh tubuh uretra merupakan keluhan yang tersering
diujumpai. Keluhan paling umum ialah waktu pagi hari atau morning drops, tetapi
Universitas Sumatera Utara
bisa juga berupa bercak di celana dalam. Adanya keluhan disuria, namun tidak
sehebat nyeri pada infeksi gonore. Pada pemeriksaan klinis, bisa didapati muara
uretra tampak tanda peradangan berupa edema dan eritema, dapat ringan sampai
berat. Pada wanita, gejala sering asimtomatis. Bila ada, keluhan berupa duh
genital yang kekuningan. Pada pemeriksaan klinis genital dapat ditemuakn
kelainan serviks, misalnya terdapat eksudat serviks mukopurulen, erosi serviks,
atau folikel-folikel kecil (Lumintang, 2007).
d) Diagnosis
Dengan memperhatikan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium berupa permeriksaan apusan sekret uretra atau serviks.
Pada pemeriksaan sekret uretra dengan pewarnaan gram dengan pewarnaan Gram
ditemukan leukosit >5 pada pemeriksaan mikroskop dengan pembesaran 1000
kali. Pada pemeriksaan mikroskopik sekret serviks dengan pewarnaan gram
didapatkan >30 leukosit per lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali.
Tidak dijumpai diplokokus gram negative, serta pada pemeriksaan sediaan basah
tidak dijumpai adanya parasit Trichomonas vaginalis (Lumintang, 2007).
2.4.5 Gonore
a) Defenisi
Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh
Neisseria Gonorrhoea (Daili, 2008). Gonore merupakan penyakit yang sebagian
besar merupakan penyakit pada orang mud. Insidensi memuncak pada pria dan
wanita saat berusia 18-24 tahun. Selain usia, faktor resiko lain seperti keadaan
sosio ekonomi yang rendah, lingkungan urban, ras non kulit putih, pria
homoseksual dan prostitusi (Heffner dan Schust, 2008).
b) Etiologi
Neisseria gonorrhoeae termaksuk golongan diplikok berbentuk biji kopi
berukuran lebar 0,8µ dan panjang 18µ, bersifat tahan asam. Pada sediaan
langsung dengan pewarnaan gram bersifat Gram Negatif, terlihat di luar dan di
Universitas Sumatera Utara
dalam le ukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati daam keadaan
kering, tidak tahan diatas suhu 39oC, dan tidak tahan zat desinfektan. Pada
umumnya gonore ditularkan melalui hubungan kelamin, yaitu secara genitogenital, oro-genital dan ano-genital. (Daili, 2008)
c) Gejala Klinis
Masa tunas sangat singkat, pada pria umumnya berkisar antara 2-5 hari.
Infeksi Neisseria gonorrhoeae pada laki-laki bersifat akut yang didahului rasa
panas di bagian distal uretra, diikuti rasa nyeri pada penis, keluhan berkemih
seperti disuria dan polakisuria. terdapat duh tubuh yang bersifat purulen atau seropurulen. kadang –kadang terdapat juga ektropion. Pada beberapa keadaan duh
tubuh baru keluar setelah pemijatan atau pengurutan duh tubuh korpus penis
ke arah distal, tetapi pada kedaan penyakit yang lebih berat nanah tersebut
menetes sendiri keluar.
Pada wanita, masa tunas sulit ditentukan karena pada umumnya asimtomatis.
Gejala utama meliputi duh tubuh vagina yang berasal dari endoservitis di mana
bersifat purulen, tipis dan agak berbau. Beberapa pasien dengan servitis gonore
kadang mempunyai gejala yang minimal. disuria atau keluar sedikit duh tubuh
dari uretra yang mungkin disebabkan oleh uretritis yang menyertai servitis.
Dispareunia dan nyeri perut bagian bawah. Jika servitis gonore tidak diketahui
atau asimtomatis, maka dapat berkembang menjadi PID (Pelvic Inflammatory
Disease). Nyeri ini merupakan akibat dari menjalarnya infeksi ke endometrium,
tuba fallopi, ovarium dan peritoneum (Murtiastutik, 2008).
d) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
pemeriksan penunjang berupa sediaan langsung dan kultur (Dailli,2008). Pus dan
sekret diambil dari uretra, serviks, rektum, konjungtiva, tenggorokan atau cairan
synovial untuk dikultur dan dibuat sediaan apus. Dengan perwarnaan gram, pada
sediaan apus eksudat uretra atau endoserviks menunjukkan adanya diplokokus
dalam sel pus. Pembiakan Neisseria gonorrhoea dilakukan di medium selektif
Universitas Sumatera Utara
seperti medium Thayer-Martin dimodifikasi. Pada pria, bila hasil pewarnaan
postif, maka tindakan biakan tidak perlu dilakukan, tetapi pada wanita, meskipun
hasil pewarnaannya positif, tetap perlu dilakukan kultur. Sediaan apus eksudat
konjungtiva yang diwarnai dengan pewarnaan gram dapat juga bersifat diagnostik,
tetapi sediaan apus spesimen dari tenggorokan atau rectum secara umum tidak
membantu. (Brooks, et al., 2008). Untuk identifikasi kultur, ada dua macam
media yang bisa digunakan yaitu media transpor (media stuart dan media
transgrow) dan media pertumbuhan, seperti Mc Leod’s chocolate agar, Media
Thayer Martin, dan Modified Thayer Martin Agar (Daili, 2008).
2.4.6 Sifilis
a) Defenisi
Sifilis adalah IMS yang disebabkan oleh Treponema palidum. Sifilis memiliki
banyak gejala klinis dan gejalanya menyerupai penyakit infeksi lain, oleh karena
itu sering juga disebut “great impostor”. Angka kejadian sifilis masih ditemukan
cukup tinggi, di Amerika pada tahun 2006-2007 angka kejadiannya mengalami
peningkatan sebanyak 12%. Kelompok yang paling sering mengalami infeksi ini
adalah laki-laki yang homoseksual (Euerle, 2012).
b) Etiologi
Treponema pallidum memilik bentuk spiral yang ramping dengan lebar kirakira 0,2 µm dan panjang 5-15 µm. Basil gram negatif. Organisme ini aktif
bergerak, berotasi dengan cepat di sekitar endoflagelnya. Mempunyai sifat
pertumbuhan yang mikroaerofilik, baik hidup di lingkungan dengan kadar oksigen
1-4%. (Brooks, et al., 2008). Sifilis ditularkan melaui hubungan seksual, dari ibu
ke fetusnya, transfusi darah dan juga dapat melalui kontak terhadap luka yang
infeksius (Euerle, 2012).
Universitas Sumatera Utara
c) Gejala Klinis
1. Sifilis Primer
Masa inkubasi adalah sekitar 1 minggu sampai 3 bulan setelah paparan.
(Klausner dan Hook, 2007). Tanda klinis yang pertama muncul adalah tukak,
dapat terjadi dimana saja di daerah genitalia eksterna. Lesi awal biasanya papul
yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat undurasi. Permukaan dapat
tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Ukuran bervariasi 1-2 cm. Bagian yang
mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka
akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri.
Pada pria selalui disertai pembesaran kelenjar limfe inguinal medial unilateral
/ bilateral. Tukak jarang terlihat pada genitalia eksterna wanita karena lesi sering
pada vagina dan serviks. Dengan menggunakan spekulum, akan terlihat lesi di
serviks, berupa erosi atau ulserasi yang dalam. Lesi primer tidak selalu ditemukan
pada genitalia eksterna, akan tetapi juga dapat di luar genitalia seperti bibir, lidah,
tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa diberi pengobatan, lesi primer akan
sembuh spontan dalam waktu 4 sampai 6 minggu. Makin lama lesi terjadi, makin
banyak kemungkinan tes serologis menjadi reaktif. Bila lelah terjadi sekitar
4 minggu atau lebih, kemungkinan tes serologis sudah reaktif (Hutapea, 2007).
2. Sifilis Sekunder
Biasanya timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak sifilis primer dan
sejumlah sepertiga kasus masih disertai sifilis primer. Gejala umumnya tidak
berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malaise, nyeri kepala, demam yang
tidak tinggi, atralgia. Kelainan di kulit menyerupai berbagai penyakit kulit
sehingga disebut the great imitator. Kelainan kulit yang membasah (eksudatif),
kondilomata lata dan plaq muqueuses adalah bentuk sifilis sekunder sangat
menular. Sifilis sekunder juga dapat member kelainan pada mukosa, kelenjar
getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf, rambut kuku (Natahusada dan
Djuanda, 2008)
3. Sifilis laten
Universitas Sumatera Utara
Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, namun pemeriksaan
serologis reaktif. Dalam perjalan penyakit sifilis selalu melalui tingkat laten,
selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit ini
akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut
berbentuk guma, kelainan susunan saraf pusat dan kardiovaskular. Diagnosis laten
ditegakkan setelah diperoleh anamnesis yang jelas dan hasil pemeriksaan fisik
yang menunjukkan terdapat kelainan yang awal mulanya disebabkan sifilis dan
hasil pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang yang normal tetapi hasil
pemeriksaan serologis darah reaktif. Infeksi yang telah berjalan selama lebih dari
empat tahun sangat jarang menular, kecuali pada wanita hamil yang tidak diberi
pengobatan, kemungkinan dapat menularkan sifilisnya ke bayi yang di
kandungnya (Hutapea, 2004)
4. Sifilis lanjut
Sifilis lanjut yang tidak diobati meunjukkan gelaja dan tanda mulai dari yang
tidak jelas sampai pada kerusakan hebat pada salah satu organ tubuh. Umumnya
yang paling sering terjadi pada sifilis lanjut ialah latensi, asimtomatis, neurosifilis,
sifilis benigna lanjut dan sifilis kardiovaskular (Hutapea, 2004).
d) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang . Tes VDRL (Vederal Diasease Research Laboratory) dan RPR (Rapid
Plasma Reagin) adalah uji antigen nontreponema yang sering digunakan dalam uji
serologis sifilis. Uji VDRL dan RPR yang positif setelah 2-3 minggu infeksi sifilis
yang tidak diobati dengan titer yang tinggi pada sifilis sekunder. Uji VDRL atau
RPR yang positif berubah menjadi negatif dalam waktu 6-18 bulan setelah
pengobatan sifilis yang efektif. Selain itu ada juga tes serologis yang sering
digunakan yaitu uji fluorensi antibody treponema (FTA-ABS) dan uji aglutinasi
partikel Treponema pallidum (TPPA). Pada uji FTA-ABS yang pada sifilis
awalnya positif, secara rutin akan selalu positif pada sifilis sekunder, dan biasanya
tetap positif selama bertahun-tahun setelah pengobatan yang efektif. jadi tes ini
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat digunakan untuk menilai efektifitas pengobatan. Adanya IgM FTA
dalam darah yang baru lahiir adalah bukti utama sifilis kogenintal. (Brooks, et al.,
2008)
2.4.7 Moloskum kontangiosum
a) Defenisi
Moloskum kontangiosum adalah penyakit infeksi virus
yang menyerang
kulit. Biasanya dijumpai pada anak-anak, namun dapat juga ditemukan pada
remaja yang ditularkan melalui hubungan seksual yang manisfestasinya tampak
pada daerah genital. Bisa juga didapati didaerah ekstragenital pada pasien yang
terinfeksi HIV ataupun pada pasien yang imunokompromis. Pada dasarnya,
Moloskum kontangiosum ini bersifat self-limited diseases pada orang yang sehat
(Chularojanamontri, 2010).
b) Etiologi
Virus Moloskum kontangiosum tergolong dalam kelompok poxvirus.
Terdapat tiga strain virus Moloskum kontagiosum (I,II,II)
yang dibedakan
berdasarkan pola endonuclease digestion. Moloskum kontagiosum virus I paling
banyak didapatkan dibandingkan Moloskum kontagiosum virus II sedangkan
Moloskum kontagiosum virus III paling jarang ditemukan. Namun tidak
didapatkan perbedaan klinis dari ketiga strain tersebut (Murtiastutik, 2008) .
c) Gejala Klinis
Lesi diawali dengan terbentuknya papula yang biasanya membesar 3-6 mm,
dan pada keadaan jarang dapat membesar sampai 3 cm. Lesi tersebar, permukaan
halus, berwarna keperakan sampai kemerahan, berbentuk seperti kubah, sering
didapatkan adanya umbilikasi sentral dimana didapatkan isi yang berwarna putih
dan mudah dikeluarkan. Lesi dapat tumbuh pada semua lokasi pada kulit maupun
membran mukosa.
Universitas Sumatera Utara
d) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gambaran klinis, hasil pemeriksaan
pengecatan dari isi lesi dan biopsy.
2.4.8 Skabies
a) Defenisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
Sarcoptes scabies var. hominis (Soedarto, 2007).
b) Etiologi
Sarcoptes scabei merupakan tungau kecil yang berbentuk bulat lonjong dan
bagian ventral datar. Tungau betina panjangnya 300-450 mikron, sedangkan
tungau jantan lebih kecil. kurang lebih setengahnya. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki. Tungau betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat
dipermukaan kulit untuk kemudiam membentuk terowongan, dengan kecepatan
2,5 cm per menit di permukaan kulit. Terowongan pada kulit dapat sampai ke
perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum. Di dalam terowongan ini
tungau betina akan tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan
bertelur sebanyak 2-3 telur sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi
larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk masuk kulit lagi dengan
menggali terowongan biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi dirinya
dan mendapatkan makanan. Setelah beberapa hari, menjadi bentuk dewasa
melalui bentuk nimfa. Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa
adalah 10-14 hari. Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek dari
pada tungau betina, biasanya hidup di permukaan kulit dan akan mati setelah
membuahi tungau betina.
c) Gejala Klinis
Pruritus pada malam hari merupakan gejala skabies yang paling utama karena
aktivitas tungau meningkat pada suhu yang lembab dan hangat. Lesi khas skabies
Universitas Sumatera Utara
adalah papul yang gatal sepanjang terowongan yang berisi tungau. Lesi biasanya
simetrik dan sebagi tempat predileksi adalah sela jari tangan, fleksor siku dan
lutut, pergelangan tangan, areola dan mammae, umbilikus, penis, aksila, abdomen
bagian bawah dan bokong. Lesi pada penis berbentuk khas terutama berupa nodul
dan sering disetai lesi ulseratif dan pioderma. Lesi yang patogomonik untuk
skabies adalah terowongan yang hampir tidak terlihat oleh mata, berupa lesi yang
agak meninggi, lurus atau berkelok-kelok dan berwarna keabu-abuan. Namun
penderita sering datang dengan lesi yang sudah mengalami ekskoriasi,
eksematisasi dan infeksi sekunder akibat garukan yang sering kali mengaburkan
gambaran klinik.
d) Diagnosis
Diagnosis skabies perlu dipertimbangkan apabila ditemukan riwayat gatal,
terutama pada malam hari, mungkin juga ditemukan pada anggota keluarga yang
lain, dan terdapatnya lesi polimorf terutama pada tempat predileksi. Diagnosis
ditegakkan dengan ditemukannya tungau dengan pemeriksaan mikroskop, yang
dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti : kerokan kulit, mengambil tungau
dengan jarum, epidermal shave biopsy, kuretasi terowongan, tes tinta Burrow, dan
apusan kulit.
2.4.9 Kandidiasis vulvovaginalis (KVV)
a) Defenisi
Kandidiasis (kandidosis) adalah suatu infeksi
mukosa vagina dan vulva
(epitel tak berkeratin) yang diebabkan oleh spesies kandida. Penyebab terbanyak
adalah Candida albicans, sedangkan penyebab kedua dan ketiga terbanyak adalah
Candida glabrata dan Candida tropicalis. Merupakan infeksi oprtunistik yang
dapat terjadi secara primer ataupun sekunder dan dapat bersifat akut, sub akut,
maupun kronis episodik. Angka kejadian penyakit ini cukup tinggi diantara
infeksi vagina lainnya terutama di daerah iklim subtropik dan iklim tropis
(Murtiastutik, 2008).
Universitas Sumatera Utara
b) Etiologi
Kandida merupakan organisme yang dismorfik (dua kutub) dimana
organisme ini dapat ditemukan pada manusia pada fase fenotip yang berbeda.
Kandida tumbuh sebagai blastospora berbentuk oval tanpa kapsul dan
bereproduksi melalui pembentukan tunas, hifa yang pipih, memanjang tidak
bercabang dapat tumbuh dalam biakan atau in vivo sebagai tanda penyakit yang
aktif. Ada beberapa faktor pedisposisi seseorang mengalami KVV, yaitu
kehamilan, diabetes mellitus, kontrasepsi oral yang mengandung estrogen vaginal
intercourse, pemakaian pakaian dalam yang terlalu ketat, pengobatan dengan
kortikosteroid, imunosupresan, antibiotik, radioterapi, infeksi HIV, kelembapan,
stress dan reaksi alergi local oleh berbagai bahan.
c) Gejala Klinis
Gambaran KVV adalah keluhan panas, atau iritasi pada vulva, dan keputihan
yang tidak berbau. Pada pemeriksaan terdapat vulvitis, dengan eritema dan edema
vulva, fisura perineal, pseudomembran, dengan lesi satelit papulopustular di
sekirtarnya; disamping itu terdapat vaginitis dan eksoservitis baik pada
pemeriksaan langsung maupun dengan kolposkopik. Dapat terjadi koinfeksi
trikomoniasis maupun vaginosis bakterial ( Pudjinti dan Soedarmadi, 2007).
d) Diagnosis
Diagnosis klinis KVV biasanya mudah dikonfirmasi dengan pemeriksaan
mikroskopis dari sekret vaigna dengan sediaan basah KOH 10% atau dengan
pewarnaan gram. Bentuk invasif terlihat adanya bentuk ragi (yeast form),
blastospora lonjong, sel tunas, pseudohifa seperti sosis panjang bersambung,
kadang kadang hifa asli bersepta. Sediaan gram lebih baik karena bentuk ragi
kandida bersifat Gram postif, sel tunas jarang terlihat, tetapi pseudohifa lebih
mudah terlihat karena pada sekret vagina dan satu-satunya ragi patogen yang
penting yang mudah dideteksi dengan pengecatan Gram.
2.4.10 Limfogranuloma venerum
Universitas Sumatera Utara
a) Defenisi
Limfogranuloma venerum (LGV) adalah IMS yang disebabkan oleh
Chlamdya Trachomatis subtype L1, L2, dan L3. LGV terjadi di berbagai belahan
dunia dengan gejala yang bervariasi, karakteristik yang paling sering adalah
adanya papul dan ulkus bdengan adanya limfadenopati inguinal yang diikuti
dengan prostitis (Klausner dan Hook, 2007)
b) Etiologi
Secara struktural klamidia merupakan mikroorganisme yang kompleks.
seperti virus, klamidia merupakan parasit obligat intraseluler. Klamidia
digolongkan sebagai bakteri, karena mengandung DNA dan RNA. Seperti bakteri
Gram-Negatif, mereka mempunyai protein membran luar dan polisakarida (LPS).
Klamidia berbeda dari semua bakteri lainnya karena siklus pertumbuhannya
ditandai oleh adanya transformasi menjadi dua bentuk yang berbeda : badan
elementer (elementary body, EB) dan badan reticular (reticular body, RB)
(Heffner dan Schust, 2008).
c) Gejala Klinis
Masa tunas penyakit ini adalah 1-4 minggu. (Djuanda,2008). Lesi primer
pada LGV berukuran kecil, berupa papul yang tidak jelas pada genitalia, dan
dengan cepat diam-diam menghilang. Stadium sekunder pada LGV ditandai oleh
demam, malaise, dan limfadenitis akut pada daerah inguinal (pembentukan bubo =
sindrom inguinal) dan atau prokitis demoragik akut (sindrom anogenitorektal).
Mayoritas pasien akan sembuh dengan tidak sempurna dari stadium sekunder ini.
Pada beberapa pasien yang tidak beruntung, klamidia menetap pada jaringan
anogenital dan menyebabkan respon peradangan kronik yang dapat menimbukan
ulkus, fistula, dan striker pada alat genitalia.
d) Diagnosis
Diagnosis LGV dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, tes GPR
(Gate papacosta reaction), pengecatan giemsa dari pus bubo, tes serologi, kultur
jaringan ( Sentono, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.4.11 Granuloma inguinale
a) Defenisi
Granuloma inguinale atau donovanosis disebabkan oleh infeksi Klebsiella
granulomatis, sebelumnya dikenal sebagai Donovania granulomatis, dan
Calymmatobacterium granulomatis. Penyakit ini jarang dilaporkan di Inggris dan
pasien yang menderita ini biasanya cenderung telah tinggal di salah satu daerah
endemis utama, yang saat ini di India, Papua Nugini, di antara orang Aborigin di
Australia, Brasil, dan Afrika Selatan (Richens,2006).
b) Etiogi
Calymmatobacterium granulomatis merupakan suatu bakteri gram negatif
dengan ukuran 1,5 x 0,7 mm, pleomorfik, berada dalam histiosit yang berukuran
80-90 µm, bipolar densities, dan bersifat non motil (Murtiastutik, 2008). Penyakit
Granululoma inguinale ini mempunyai daya penularan yang rendah, bersifat
kronik, progresif, biasanya ditularkan secara autoinokulasi, mengenai genitalia
dan kulit di sekitarnya, dan kadang-kadang sistem limfatik (Judanarso,2008).
c) Gejala Klinis
Periode inkubasi donovanosis pada umumnya adalah 1-4 minggu, tetapi dapat
lebih pajang dengan satu tahun. Penyakit ini dimulai sebagai nodul subkutan
tunggal atau multipel yang kemudian segera menjadi suatu erosi melalui kulit dan
secara perlahan membesar membentuk suatu variasi yang luas dalam variasi
morfologinya. Bentuk klinis yang utamanya adalah lesi kulit yang fleshy,merah
daging, exuberant granulation tissue yang lunak, tanpa nyeri dan mudah berdarah.
Gambaran klinis yang umum berupa lesi primer yang meluas perlahan melalui
penyebaran langsung, autoinokulasi, yang mengakibatkan lesi baru pada kulit
yang berdekatan (kissing lesion) . Melalui mekanisme ini, suatu lesi primer pada
glans penis dapat menimbulkan fokus infeksi baru pada skrotum, paha atau pada
dinding abdomen. Pembengkakan pada inguinal terjadi pada penderita
donovanosis disebut pseudobobo karena ini merupakan granulomata subkutan
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi superficial pada daerah kelenjar getah bening inguinal (Murtiastutik,
2008).
b) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gambaran klinis,
hapusan jaringan (mencari adanya D.granulomatis dalam sel-sel mononuclear
yang besar), biakan, biopsy (terdapat gambaran histologik epidermis di tengah lesi
hilang, sedangkan di tepi lesi terjadi akantosis yang kemudian menunjukkan
gambaran hiperplasi pseudokarsinomatosa), tes serum (akan terdapat ikatan
komplemen dengan D.granulomatis, tetapi sensitivitas dan spesifitas terbatas)
(Judanarso, 2008).
2.4.12 Ulkus Mole
a) Defenisi
Ulkus mole merupakan penyakit ulseratif akut yang biasanya terjadi di
genitalia. Penyakit ini biasanya sering dihubungkan dengan adenitis inguinal atau
bubo, yang disesbabkan oleh Haemophilus ducreyi (Murtiastutik, 2008).
b) Etiologi
Basil H. ducrey berbentuk batang pendek, ramping dengan ujung membulat,
tidak bergerak dan tidak membentuk spora, gram negative, anaerob fakultatif yang
membutuhkan hemin (faktor X) untuk pertumbuhan, mereduksi nitrat menjadi
nitrit, dan mempunyai DNA berisi guanosine plus cytosine fraksi 0,38 mole. Basil
sering kali berkelompok, berderet membentuk rantai, teriutama dapat dilihat pada
biakan sehingga disebut juga stratobasilus. Basil ini pada lesi terbuka di daerah
genital sukar ditemukan karena tertutup oleh infeksi sekunder, lebih mudah dicari
bila bahan pemeriksaan berupa nanah yang diambil dengan cara aspirasi abses
kelenjar inguinal. kuman ini sukar dibiak (Judanarso, 2008).
c) Gejala Klinis
Universitas Sumatera Utara
Masa inkubasi pada pria berkisar antara 2-35 hari dengan waktu rata-rata
tujuh hari. Sedangkan pada wanita sukar ditentukan karena sering ditemukan
kasus asimtomatik. Pada pria umumnya predileksi di daerah preputium, meatus
uretra eksternum, sedangkan pada wanita paling sering di dapatkan di fourchette,
sekitar meatus uretra, dan bagian dalam labia minora. Pria tidak disunat beresiko
tinggi infeksi H.ducrey. Sifat khas ulkus ini adalah multipel, sangat nyeri terutama
bila terkena pakaian atau urin, tepi rata dan tidak bergaung, berbatas tegas,
dikelilingi oleh eritema kecuali bila terdapat infeksi sekunder. Dasar ulkus rapuh,
mudah berdarah, nekrotik. Ulkus mole dapat berukuran 2-3 cm. Ulkus dapat
menyebar ke perineum, anus, skrotum, paha, atau abdomen bawah sebagai akibat
inokulasi sendiri. Ulkus mole yang terjadi di dalam uretra dapat menimbulkan
keluhan dan gejala seperti uretritis non-gonore. Pada wanita, ulkus mole
memberikan gambaran yang bervariasi. Keluhan pada wanita seringkali tidak
berhubungan dengan ulkus, misalnya disuria, nyeri waktu defekasi, dispreunia,
atau duh vagina. Ulkus tidak senyeri pada pria. Lesi intravagina jarang ditemukan
dan kadadang tidak begitu nyeri. Dapat pula terjadi lesi ekstragenital, tergantung
cara penularan atau inokulasinya ( misalnya di payudara, jari, di dalam mulut).
Pada wanita dapat lebih banyak dan dalam (Makes, 2007).
d) Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinis disingkirkan penyakit kelamin yang lain. Harus
dipirkan juga kemungkinan infeksi campuran. Pemeriksaan serologis unrtuk
menyingkirkan sifilis harus dikerjakan. Sebagai penyokong diagnosis berupa :
pemeriksaan sediaan hapus dengan pewarnaan Gram, Unna-Pappenheiun, Wright
atau Giemsa; Biakan kuman; teknik imonofluosense; dan biopsi. (Judanarso,
2008).
Universitas Sumatera Utara
2.4.13 HIV (Human immunodeficiency virus) dan AIDS (Acquired Imune
Deficiency Syndrome)
a) Defenisi
AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia
sesudah sistem kekebalan dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan daya tahan
tubuh penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit
dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Di Indonesia, angka kejadian HIV/
AIDS sudah sangat meningkat, pada tahun 2010 didapati prevalensinya sekitar
9.44 per 100.000 penduduk (Budimulja dan Daili, 2011).
b) Etiologi
HIV disebabkan oleh infeksi HIV 1 atau HIV 2, yang merupakan kelompok
retrovirus dalam family Retroviridae, genus lentivirus.
c) Gejala Klinis
Pembagian tingkat klinis penyakit infeksi HIV (Budimulja dan Daili, 2011) :
a)
Tingkat 1 (asimtomatik / limfadenopati generalisata persisten (LGP)
Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan
aktivitas normal.
b) Tingkat klinis 2 (dini)
1. Penurunan berat badan kurang dari 10%
2. Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya dermatitis seboroik,
prurigo, onikomikosis, ulkus pada mulut yang berulang dan keilitis
angularis.
3. Herpes zoster yang timbul pada 5 tahun terakhir.
4. Infeksi saluran nafas bagian atas berulang, misalnya sinusitis.
c)
Tingkat klinis 3 (menengah)
1. Penurunan berat badan kurang dari 10%
2. Diare kronik lebih dari satu bulan, tanpa diketahui sebabnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari satu bulan, hilang
timbul maupun terus menerus.
4. Kandidosis mulut
5. Bercak putih berambut di mulut (Hairy leukoplakia)
6. Tuberkulosis paru setahun terakhir
7. Infeksi bacterial berat, misalnya pneumonia.
d) Diagnosis
Pada daerah dimana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV, penegakan
diagnosis di pemeriksaan serum atau cairan tubuh lain (cerebrospinal fluid)
penderita untuk mendeteksi adanya anti-HIV melalui ELISA. Pada pemeriksaan
ini jarang didapatkan hasil false negative. Hasil false negative bisa didapat bila
titer antibody belum terdeteksi pada windows periode dimana titer antibody
terdeteksi pada 4-12 minggu setelah infeksi HIV. False negative juga bisa didapat
pada penderita dengan system imunitas yang sangat rendah. Pemeriksaan
laboratorium pada anak usia <18 bulan disaranja menggunakan tes virologi (PCR
DNA ayau RNA) karena belum tersdeteksinya anti-HIV, sedangkan pada anak
usia >18 bulan dapat dilakukan pemeriksaan anti-HIV ELISA dengan syarat
sudah lepas menyusui dari ibunya selama 6 minggu (Murtiastutik, 2008).
2.4.14 HEPATITIS B
a) Defenisi
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
Di Negara-negara yang tingkat infeksi rendah, termasuk Amerika serikat,
penularan biasanya terjadi melalui hubungan kelamin atau dengan kontak dengan
darah (Crowin, 2008).
b) Etiologi
Virus hepatitis B merupakan suatu virus DNA untai ganda yang disebut
partikel Dane. Virus ini mempunyai sejumlah antigen inti dan antigen permukaan
Universitas Sumatera Utara
yang telah diketahui secara rinci dan dapat diidentifikasi dari hasil pemeriksaan
lab.
c) Gejala klinis
HBV mempunyai masa tunas yang lama, antara 1 dan 7 bulan dengan awitan
rata-rata 1-2 bulan. Stadium akut dari suatu infeksi aktif dapat berlangsung dalam
dua bulan. Dengan gejala awal adalah jaundice
yang disertai dengan gejala
seperti malaise dan anoreksia sekitar 1-2 minggu. Gejala dan tanda klinis
termasuk mual, muntah, nyeri perut, dan jaundice. Pada beberapa kasus terdapat
juga skin rashes, athralgia, dan arthritis bisa terjadi juga .Sekitar 5-10% orang
dewasa yang terjangkit HBV akan mengalami hepatitis kronis dan terus
mengalami peradangan hati selama lebih dari enam bulan. Hepatitis kronis dapat
bersifat progresif lambat atau fulminan, yang menyebabkan nekrosis hati, sirosis,
gagal hati, dan kematian. Individu yang terinfeksi HBV dapat juga menjadi
pembawa yang menetap sehingga dapat menularkan penyakitnya tanpa
memperhatikan gejala sakit.
d) Diagnosa
Ditemukannya antigen permukaan hepatitis B (HbsAg) dan antigen inti
(HbeAg) yang diikuti dengan antibody terhadap antigen permukaan Hepatitis B
(HbsAb) dan antigen inti (HbeAb).
3.5 Komplikasi
Kegagalan memberikan pertolongan pengobatan pada stadium dini IMS dapat
menimbulkan komplikasi serius dan berbagai gejala sisa lainnya, antara lain
fertilitas, kehamilan ektopik, kanker di daerah anogenital, kematian dini, serta
infeksi baik pada neonates maupun pada bayi. Disamping itu, peningkatan
resistensi antimikroba terhadap kuman penyebab infeksi menular seksual telah
menyebabkan beberapa rejimen pengobatan menjadi semakin tidak efektif
(Murtiastutik, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Download