1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dalam perusahaan go public sering terjadi masalah keagenan yang
ditunjukkan dari adanya perbedaan kepentingan antara manajemen (agen) dan
pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan
kesejahteraan para pemegang saham, namun di sisi lain manajer juga mempunyai
kepentingan
untuk
memaksimumkan
kesejahteraan
mereka.
Perbedaan
kepentingan antara manajer dan pemegang saham dikenal dengan konflik
keagenan. Konflik keagenan akan mempengaruhi kedua belah pihak untuk
memaksimalkan kesejahteraan manajemen maupun pemegang saham.
Adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan
menimbulkan masalah keagenan (agency problem). Masalah ini timbul karena
adanya kecenderungan dari manajemen untuk melakukan moral hazard dalam
memaksimalkan kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan pihak
prinsipal. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat
diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan
kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Namun dengan munculnya
mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai
kos keagenan.
Menurut Jensen dan Meckling dalam (Wahidahwati, 2002: 2) ada beberapa
alternatif untuk mengurangi kos keagenan berkaitan dengan teori struktur modal
1
yaitu pertama meningkatkan kepemilikan manajerial dalam perusahaan. Apabila
proporsi kepemilikan manajerial ditingkatkan maka kepentingan mereka akan
sejalan dengan kepentingan pemegang saham lain. Masalah keagenan akan
semakin kecil apabila manajemen juga sebagai pemegang saham (owner
manager). Dalam kondisi seperti ini owner manager tidak terlalu terbebani
dengan kewajiban untuk mengatur laba (yang bersifat moral hazard) karena laba
utaupun rugi akan memiliki dampak yang relatif sama antara para manajemen
(agents) dan pemegang saham (principal).
Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan para manajemen
dan pemegang saham, sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari
keputusan yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari
pengambilan keputusan yang salah. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin
besar porsi kepemilikan manajerial pada perusahaan akan mengurangi konflik
keagenan sehingga dapat mengurangi kos keagenan juga.
Istilah kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional merupakan
bagian dari struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan adalah persentase saham
yang dimiliki pihak insider dan outsider. Pihak insider yaitu pemegang saham
yang berada di jajaran direktur dan komisaris sedangkan pihak outsider yaitu
pihak institusi, individu dan lain-lain.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Arifin (2005: 92) cara lain
dalam menengahi permasalahan agensi adalah dengan meningkatkan utang.
Argumen tersebut didukung oleh pernyataan bahwa dengan meningkatnya utang
akan semakin kecil porsi saham yang akan dijual perusahaan dan semakin besar
2
utang perusahaan maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai
perusahaan untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar
utang maka perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar
bunga serta pokok pinjaman. Menurut Jansen (1986) dalam Arifin (2005: 95)
mekanisme untuk mengurangi free cash flow ini dikelompokan sebagai bonding,
yaitu suatu mekanisme yang dipakai manajer untuk membuktikan bahwa mereka
tidak akan menghamburkan dana perusahaan dan mereka berani mengambil risiko
kehilangan pekerjaan jika tidak bisa mengelola perusahaan dengan serius. Disisi
pemegang saham, kebijakan peningkatan utang dapat mengurangi pengawasan
terhadap manajemen karena pihak ketiga yang meminjamkan dana (bondholder)
akan melakukan pengawasan terhadap manajemen agar pinjamannya tidak disalah
gunakan.
Agar tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat
dicapai, perlu ada mekanisme untuk mengurangi kecenderungan manajer
mengabaikan kepentingan pemegang saham tersebut. Salah satu mekanismenya
adalah dengan kebijakan untuk membagikan sejumlah laba yang diperoleh
perusahaan dalam bentuk dividen.
Kebijakan dividen bukan ditentukan oleh manajemen tetapi oleh pemegang
saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sehingga besar kecilnya
dividen yang dibagikan sangat tergantung pada keinginan pemegang saham.
Bhattacharya (1979) dalam Widanaputra (2008: 186) menyatakan bahwa
pemegang saham memiliki kecenderungan untuk lebih menyukai dividen yang
dibagikan dalam jumlah yang relatif besar, karena memiliki tingkat kepastian
3
yang tinggi dibandingkan masih ditahan dalam bentuk laba ditahan. Selain itu
dividen yang relatif tinggi menyebabkan jumlah dana yang dikendalikan oleh
manajemen menjadi relatif kecil.
Dua model yang mendukung pola kebijakan dividen, yaitu Agency
Cost/Contracting Model of Dividends dan Dividend Signaling Model (Arifin,
2005: 107). Model Agency Cost/Contracting Model of Dividends mengasumsikan
bahwa pembayaran dividen didorong dengan upaya untuk mengurangi masalah
agensi yang muncul karena pada perusahaan terjadi pemisahan kepemilikan.
Menurut model ini pembagian dividen menjadi sangat penting karena dalam
perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah sedangkan jumlah free cash
flows-nya tinggi. Free cash flow adalah aliran kas bersih yang tidak dapat
diinvestasikan kembali karena tidak tersedia kesempatan investasi yang profitabel.
Kondisi pertumbuhan perusahaan yang rendah membuat manajemen cendrung
membelanjakan free cash flows tersebut dengan dalih investasi. Investor akan
memahami adanya insentif seperti ini, maka mereka akan menilai rendah
perusahaan
yang manajemennya banyak menyimpan kas dan menilai tinggi
perusahaan yang berusaha memperkecil kas dengan pembayaran dividen.
Dividend Signaling Model berasumsi bahwa dividen diperlukan untuk
memberikan informasi positif dari manajer yang well-informed ke pemegang
saham. Hal ini merupakan fenomena pasar modern yang ditengarai dengan adanya
asymmetris
information.
Pembayaran
dividen
merupakan
sesuatu
yang
memberatkan perusahaan karena akan mengurangi jumlah dana yang akan di
investasikan. Di sisi lain, pembagian dividen juga merugikan pemegang saham
4
karena mereka harus membayar pajak atas dividen yang mereka terima. Hal ini
merupakan sinyal yang menunjukkan bahwa hanya perusahaan yang benar-benar
memiliki profit tinggi yang mampu menangung biaya atas berkurangnya dana
untuk investasi sebagai akibat dari pembagian dividen.
Pembagian dividen yang tinggi kurang disukai oleh manajemen karena
akan mengurangi utilitas manajemen yang disebabkan oleh semakin kecil dana
yang berada dalam pengendaliannya. Hal ini sesuai dengan residual theory of
cash dividend yang dikemukakan oleh Karen (2003) (dalam Widanaputra, 2008:
186) menyatakan bahwa kelebihan kas yang ada seharusnya dibagikan dalam
bentuk dividen, tapi manajemen tidak suka membagikan laba yang diperoleh
dalam bentuk dividen dan lebih suka untuk diperlakukan sebagai laba ditahan,
kecuali manajemen tahu bahwa dana tersebut tidak memberikan net present value
(NPV) yang positif pada tambahan investasi. Laba ditahan dapat dipergunakan
untuk reinvestasi atau membayar utang perusahaan. Timbulnya konflik keagenan
ini memaksa pihak prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen
dengan tujuan meminimalkan kecurangan-kecurangan (moral hazard) yang dapat
dilakukan oleh pihak manajemen. Untuk mengurangi kesempatan pihak agen
melakukan tindakan yang merugikan prinsipal, Jensen dan Meckling (1976)
dalam Arifin (2005: 11) mengidentifikasikan ada dua cara yaitu investor
melakukan pengawasan (monitoring) dan manajer sendiri melakukan pembatasan
atas tindakan-tindakannya (bonding). Pada satu sisi, kedua kegiatan tersebut akan
mengurangi kesempatan penyimpangan oleh manajer sehingga nilai perusahaan
meningkat sedangkan pada sisi lain keduanya akan memunculkan biaya sehingga
5
akan mengurangi nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) dalam Arifin
(2005: 15) menyatakan bahwa calon investor akan mengantisipasi adanya kedua
biaya tersebut ditambah dengan kerugian yang masih muncul meskipun sudah ada
monitoring dan bonding yang disebut residual loss.
Konflik antara manajemen dan pemegang saham yang berhubungan
dengan keputusan keuangan seperti kepemilikan manajerial, kebijakan utang dan
kebijakan dividen telah diteliti oleh beberapa peneliti, diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Faizal (2004) mengenai ”Analisis Agency Cost, Struktur
Kepemilikan dan Mekanisme Corporate Governance”, menyimpulkan bahwa
hubungan kepemilikan manajerial dengan agency cost yang diproksikan dengan
Selling and General Administrative (SGA) adalah negatif dan tidak signifikan
sedangkan kepemilikan institusional memiliki hubungan positif dan tidak
signifikan. Kemudian untuk variabel dewan direksi menunjukkan hubungan
negatif dan signifikan, yang menunjukkan bahwa ukuran dewan direksi
berpengaruh negatif terhadap agency cost.
Penelitian lainnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Wahidahwati
(2002) menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berhubungan negatif dengan
rasio utang sedangkan kepemilikan institusional mempunyai pengaruh signifikan
dan berhubungan negatif dengan rasio utang. Selanjutnya variabel kontrol ukuran
perusahaan, struktur aset, pertumbuhan perusahaan, risiko bisnis dan risiko saham
masih memungkinkan perusahaan untuk memenuhi sebagian kebutuhan
pendanaannya melalui penggunaan utang.
6
Penelitian lainnya seperti penelitian yang dilakukan oleh A.A.G.P Widana
Putra dan Ni Made Dwi Ratnadi (2008), menyimpulkan bahwa kebijakan dividen
tidak berpengaruh terhadap kos keagenan atau belum dapat menjelaskan adanya
masalah agensi pada perusahaan, sedangkan leverage berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap kos keagenan. Kemudian perusahaan yang kepemilikan
manajerial yang besar memiliki konflik keagenan yang rendah sedangkan
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial memiliki konflik keagenan yang lebih
tinggi.
Berdasarkan studi empiris tersebut, penelitian ini bermaksud untuk
meneliti kos keagenan yang dijelaskan melalui kepemilikan manajerial, kebijakan
utang dan kebijakan dividen dengan memilih perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai objek penelitian. Adapun pokok
permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1) Apakah kepemilikan manajerial, kebijakan utang dan kebijakan dividen
secara simultan berpengaruh terhadap kos keagenan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2) Apakah kepemilikan manajerial, kebijakan utang dan kebijakan dividen
secara parsial berpengaruh terhadap kos keagenan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
7
1.2
1.2.1
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang disampaikan, maka
yang menjadi tujuan penelitian adalah:
1) Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan utang,
dan kebijakan dividen secara simultan terhadap kos keagenan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2) Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan utang,
dan kebijakan dividen secara parsial terhadap kos keagenan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.2.2
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, adapun manfaat yang diharapkan antara lain :
1) Kegunaan teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan di bidang akuntansi
khususnya mengenai kos keagenan serta menambah pengetahuan
mengenai pasar modal. Selain itu, dapat menjadi acuan bagi mahasiswa
yang akan melakukan penelitian pada bidang yang sama.
2) Kegunaan praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan
referensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil
kebijaksanaan terutama berkaitan dengan masalah kos keagenan.
8
1.3
Sistematika Penyajian
Secara garis besar, sistematika penulisan hasil penelitian disusun kedalam
lima bab yang saling berhubungan, yaitu sebagai berikut.
BAB I
:
PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, pokok
permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB II
:
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
Pada bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan
pembahasan masalah yang dapat dipakai sebagai dasar acuan
penelitian, pembahasan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan
dengan skripsi ini, serta rumusan hipotesis penelitian.
BAB III
:
METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang meliputi
objek penelitian, identifikasi dan definisi operasional variabel,
jenis dan sumber data, metode penentuan sampel, metode
pengumpulan data, teknik analisis data yang digunakan.
BAB IV
:
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai deskripsi hasil penelitian, hasil
pengujian atas uji asumsi klasik serta pembahasan hasil penelitian
berdasarkan teknik analisis yang digunakan.
9
BAB V
:
SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat simpulan dari hasil pembahasan pada bab
sebelumnya, serta keterbatasan penelitian dan saran-saran yang
diharapkan
dapat
bermanfaat
berkepentingan.
10
bagi
pihak-pihak
yang
Download