Bab II

advertisement
BAB II
LATAR BELAKANG
2. 1 Kelembagaan Perbankan
2. 1. 1 Definisi Bank
Definisi Bank menurut Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang No.10 Tahun 1998. bahwa “Bank
adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
2. 1. 2 Kegiatan Operasionalisasi Usaha Bank
Sebagaimana yang tercantum dalam UU No.10 BAB II Pasal 3, kegiatan
operasionalisasi utama usaha perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat. Yang bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya,
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat
banyak. Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, menyediakan jasa-jasa keuangan
baik kepada unit surplus maupun kepada unit defisit. Dalam hal ini Bank melakukan tiga
fungsi (Siamat 2001:88) pokok perbankan yaitu :
1. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang efisien.
2. Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat.
3.
Menawarkan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2. 1. 3 Jenis Bank
Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998 BAB III Pasal 5, menurut jenisnya bank
dibedakan atas :
1. Bank Umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998 BAB IV Pasal 16, menurut kepemilikannya
bank dibedakan atas:
1. Bank Pemerintah.
Bank pemerintah yaitu Bank-bank yang modalnya berasal dari dan diusahakan oleh
pemerintah, yang rata-rata pendiriannya, organisasi, tugas dan wewenang dan
tanggung jawab direksi serta hal-hal lainnya ditetapkan dalam undang-undang.
2. Bank Swasta Nasional.
Bank swasta nasional yaitu Bank yang berbadan hukum indonesia yang sebagian atau
seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara indonesia dan atau badan hukum
Indonesia.
3. Bank Pembangunan daerah (BPD).
Bank Pembangunan Daerah yaitu Bank yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah
daerah dimana Bank itu berlokasi.
4. Bank Asing Campuran.
Bank asing campuran yaitu Bank yang seluruh atau sebagian modal usahanya, berasal
dari dan diusahakan oleh pihak asing atau campuran yang berbadan hukum Indonesia
dan berbentuk perseroan terbatas (PT).
2. 2 Karakteristik Industri Perbankan
Karakteristik industri perbankan (Siamat 2001:88-90) adalah ciri khusus yang
dimiliki oleh Bank yang membedakannya dengan lembaga pendanaan lainnya. Adapun
ciri tersebut adalah Bank dapat menarik dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman atau kredit kepada nasabahnya. Adapun
beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam sebuah Industri perbankan adalah :
1. Sasaran jangka pendek, sasaran jangka pendek Bank antara lain meliputi usaha
pemenuhan likuiditas terutama pemenuhan likuiditas wajib minimum yang ditetapkan
oleh otoritas moneter dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI).
2. Sasaran jangka panjang, sasaran jangka panjang Bank adalah bagaimana memperoleh
keuntungan
dari
usaha
Bank
untuk
meningkatkan
nilai
perusahaan
dan
memaksimalkan kekayaan pemilik Bank.
2. 3 Manajemen Hubungan Pelanggan
Manajemen Hubungan Pelanggan atau dalam istilah asingnya dikenal dengan
sebutan Customer Relationship Manajemen (MHP) adalah suatu pendekatan yang saat ini
banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam kancah dunia bisnis. Kenapa saat
ini perusahaan mulai memikirkan mengenai hal ini. Saat ini tidak ada lagi istilah
pelanggan sebagai satu golongan yang general. Dewasa ini perusahaan tampaknya mulai
belajar untuk memindahkan fokus perhatian mereka dari bagaimana memproduksi barang
atau jasa sebanyak-banyaknya; termasuk bagaimana membuat biaya produksi menjadi
semurah mungkin, menjadi aga r bagaimana mereka bisa mengenal lebih dekat pelanggan
mereka.
Dalam sebuah bukunya, Phillip Kotler menyatakan untuk menciptakan pelanggan
yang setia, perusahaan dituntut untuk melakukan diskriminasi. Bukannya diskriminasi
agama atau gender, melainkan diskriminasi antara pelanggan yang menguntungkan dan
kurang menguntungkan bagi perusahaan.
Perusahaan-perusahaan yang cerdik akan mendefinisikan tipe-tipe pelanggannya;
mana pelanggan yang setia dan menguntungkan, mana yang bukan. Dan pelanggan yang
setia akan memberikan keuntungan pada perusahaan di kemudian hari, melalui arus kas
jangka panjang dan akan menghasilkan pelanggan-pelanggan baru bagi perusahaan
sebagai hasil rekomendasinya.
Peppers dan Rogers (1993) memperkirakan bahwa akan terjadi perubahan pada
perusahaan-perusahaan dalam masa- masa mendatang, yang tadinya lebih berfokus pada
produk untuk kemudian lebih mengenal pelanggannya. Lebih lengkapnya Peppers dan
Rogers melalui bukunya “The One to One Future mengatakan: “… you will not be trying
to sell a single product to as many as customers as possible. Instead, you’ll be trying to
sell a single customer as many products as possible – over a long period of time, and
across different product lines. To do this, you will need to concentrate on building unique
relationships with individual customers, on a 1:1 basis.”.
Disaat banyak perusahaan berlomba untuk tetap dapat bertahan justru adalah era
dimana pelanggan memiliki banyak sekali pilihan dalam menentukan dengan siapa dan
bagaimana mereka ingin melakukan bisnisnya. Mungkin bukan lagi jenis dan harga dari
satu produk yang lebih memegang peranan, tapi bagaimana dan dengan siapa perusahaan
ini akan melakukan deal usahanya. Pada saat perusahaan tersebut berhasil mengenal
pelanggannya, maka selanjutnya dia akan menanamkan benih “loyalty” dalam hati
mereka.
Satu hal lain yang menjadi tantangan adalah saat ini kompetisi bisnis antar
perusahaan adalah hanya sejauh “mouse-click ”. Ini bisa dilihat dengan maraknya bisnis
yang mulai memasuki era “dot com”. Ironisnya, bila seorang pelanggan kecewa atas
perusahaan anda dan menginginkan sebuah produk atau jasa layanan dari perusahaan
lain; atau boleh juga untuk pelanggan yang anda belum kenal sekalipun, dia tinggal
membuka akses Internet, kemudian dia masuk ke ”search engine”. Di sini pelanggan
tersebut tinggal mencari perusahaan yang menawarkan produk yang diinginkan, dan tentu
saja bahkan aplikasi permintaan barangnya-pun bisa melalui email atau bahkan online
dari situs web. Hebatnya, karena bisa saja tidak hanya satu perusahaan yang menyediakan
cara berbisnis seperti ini, maka tentu saja tingkat kompetisi akan semakin tinggi.
Akhirnya mungkin akan di sadarkan bahwa biaya yang diperlukan untuk menarik seorang
pelanggan baru adalah jauh lebih mahal daripada biaya yang dikeluarkan untuk
mempertahankan pelanggan tersebut. Maka untuk inilah perusahaan saat ini sadar bahwa
mempertahankan pelanggannya saat ini adalah jauh lebih strategis daripada membuat
terobosan baru. Pada akhirnya, bagaimana sebuah perusahaan ingin mempertahankan
pelanggannya bila tidak mengenalnya dengan baik.
Dari dua paragraf diatas, jelas sudah mengapa sebuah perusahaan perlu untuk
mengetahui siapa pelanggannya. Banyak definisi yang menafsirkan Manajemen
Hubungan Pelanggan atau (selanjutnya dalam thesis ini akan disingkat menjadi) MHP ini
sendiri belum lagi singkatan-singkatan yang menambahkan huruf ‘e’ didepannya yang
muncul kemudian, namun pada kesempatan ini penulis ingin mengutip apa yang
dikatakan oleh Jill Dyche dalam salah satu bukunya, “The infrastructure that enables the
delineation of and increase in customer value; and the correct means by which to
motivate valuable customers to remain loyal – indeed, to buy again.” Definisi ini terlalu
general dan sebenarnya bisa memiliki objektif yang berbeda-beda, tergantung dari jenis
bidang usaha apa yang saat ini dijalankan, bisa saja misalnya apabila ingin menarik
pelanggan (lama dan baru) ke dalam satu prospek, atau juga bagaimana seorang
“customer service” dapat memberikan jawaban yang tepat untuk kebut uhan seorang
pelanggannya.
Dalam penerapannya, MHP ini sendiri dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu:
1.
“Operational MHP ”, yaitu MHP yang dijalankan pada sisi dimana interaksi
dengan pelanggan terjadi. Interaksi ini bisa saja dengan tatap muka, ataupun
dengan online aplikasi web.
2.
”Analytical MHP ”, yaitu MHP yang dijalankan di sisi back office dengan
tujuan melakukan analisis dari apa yang terjadi pada saat interaksi dengan
pelanggan terjadi. Khusus untuk kelompok MHP ini diperlukan teknologi
yang mempermudah pengumpulan data dan analisisnya.
Tabel 2. 1.
Tabel Perbandingan Operational vs. Analytical CRM
Operational CRM
Menekankan
pada
transaksi
Analytical CRM
yang Menekankan pada nilai jangka panjang
menguntungkan. Fokus pada mencari pelanggan. Fokus
pelanggan baru.
bagaimana
mempertahankan pelanggan.
Melakukan pengukuran pada kepuasan Melakukan
pelanggan.
pada
pengukuran
pada
nilai
pelanggan dan loyalitas.
Terstruktur berdasarkan fungsi dan unit Terstruktur berdasarkan informasi dari
produk.
pelanggan.
Bergantung pada informasi mengenai Bergantung
pada
informasi
dari
pelanggan.
pelanggan.
Interaksi kepada pelanggan dilakukan Interaksi kepada pelanggan dilakukan
secara proaktif.
secara personal dan ”real time”.
Dalam hal peningkatan, akan memberikan Dalam
fokus kedalam (perusahaan).
hal
peningkatan,
akan
memberikan fokus keluar (pelanggan).
Implementasi dan pembelajaran jangka Implementasi dan pembelajaran jangka
panjang (long loop).
pendek (short-loop).
Yang menjadi pertanyaan pada saat ini adalah apa yang menjadi determinan dari
keberhasilan suatu hubungan dan bagaimana keterkaitan antara determinan-determinan
tersebut? Inilah yang kemudian menjadi dasar pemikiran penulis dalam menuliskan thesis
ini.
2. 4 Penerapan Manajemen Hubungan Pelanggan
Menurut Temporal dan Trott (2002:7) Manajemen Hubungan Pelanggan (MHP)
atau “Customer Relationship Management” adalah kolaborasi perusahaan dengan setiap
konsumen yang mampu menciptakan keadaan yang tidak merugikan salah satu pihak
(win-win solution) dan menambah nilai pada kehidupan sehari- hari setiap konsumen
dimana akan memberikan imbalan berupa kesetiaan kepada perusahaan.”
Kini Customer Relationship Management telah menjadi pendekatan baru yang
berbasis informasi berupa data pribadi konsumen yang digunakan perusahaan untuk
mengenali konsumen secara lebih detail.
Adapun tujuan dari penerapan MHP menurut Temporal & Trott (2002,p.9) adalah
“berbagi dompet” dengan kata lain mencoba untuk meningkatkan proporsi belanja setiap
konsumen yang datang. Penulis cenderung menganggapnya sebagai “berbagi hati” yaitu
menciptakan ikatan emosional dengan konsumen sehingga mereka setia dengan
perusahaan”. Dalam jangka panjang, jika perusahaan mampu menarik hari konsumen
maka dengan sendirinya menjadi bagian dari kekuatan penjualan perusahaan yang paling
baik dengan manjadi konsumen yang bahagia, dan oleh karena itu, setia dan mendukung
perusahaan.
Recovery
(Pemulihan)
Referrals
(Rekomendasi)
Retention
(Ketahanan)
Melakukan
Menghasilkan
Membentuk
Relationship
(Hubungan)
Membangun Pelanggan
Gambar 2.1.
4R dari Pandangan Baru Strategi Pemasaran (Barnes, 2001)
Pada gambar diatas, dalam penerapannya terdapat di dalamnya 4 konsep yang
merupakan konsep mutakhir tentang peranan dalam mencapai sukses pemasaran, 4R dari
pemasaran (Barnes: 2001,p.27) yaitu:
1. Retention ( ketahanan).
Ketahanan adalah bagaimana mempertahakan pelanggan dengan memenuhi dan
memuaskan kebutuhannya, karena mempertahankan pelanggan lebih mudah
dibandingkan mencari pelanggan baru.
2. Relationship (hubungan)
Membangun hubungan berarti mendekati pelanggan dan berusaha untuk
memahami dan melayani mereka dengan lebih baik. Sifat alamiah dalam suatu
hubunga n tentunya membutuhkan kepercayaan, komitmen, komunikasi dan
pemahaman.
3. Referrals (perekomendasian)
Ketika pelanggan merasa puas dengan jasa atau produk, pelanggan cenderung
menyebarkan berita tersebut dan menjadi perekomendasian yang mengacu pada
efek penyebaran berita dari mulut ke mulut yang dibawa pada orang lain.
4. Recovery (pemulihan)
Pelayanan yang buruk pada pelanggan di masa lampau menjadi sebuah kesalahan
yang mempengaruhi komponen penting dalam mengelola hubungan pelanggan.
Kesalahan tersebut dapat diubah untuk membuat pelanggan terkesan dan
memenangkan loyalitas mereka dengan pemulihan.
Bagi perusahaan, tentu saja lebih mudah dan lebih baik mempertahankan
pelanggan lama dibandingkan dengan mencari pelanggan yang baru, karena akan
menambah biaya baru lagi untuk melakukan kegiatan pemasaran.
Selain biaya yang harus dikeluarkan setiap kali untuk merekrut pelanggan baru,
Menurut Barnes (2001,105) terdapat beberapa faktor tambahan berperan dalam potensi
menghasilkan keuntungan dari pelanggan yang bertahan lama, ini dikarenakan:
1. Mereka membelanjakan lebih banyak
Semakin lama seorang pelanggan menjalin relasi dengan perusahaan, mereka
cenderung menanamkan lebih banyak uang.
2. Mereka menjadi nyaman
Ketika pelanggan yang memiliki loyalitas sejati ditanya mengapa mereka kembali
dan kembali lagi pada perusahaan semala bertahun-tahun, jawabannya adalah
karena mereka merasa nyaman berurusan dengan perusahaan tersebut.
3. Mereka menyebarkan berita yang positif
Pelanggan loyal jangka panjang adalah sumber iklan gratis. Rekomendasi dari
teman dan keluarga adalah pengesahan yang kuat bagi produk atau pelayanan
perusahaan tersebut jadi seringkali ditanggapi lebih serius atau lebih dipercaya
daripada pesan yang disampaikan oleh perusahaan itu sendiri.
4. Mereka lebih mudah untuk dilayani
Pelanggan loyal yang sudah tercantum dalam database (baik aktual maupun
virtual) dan karyawan mengenal mereka dengan lebih baik, sehingga mereka
lebih mudah dilayani, karena dikenal perusahaan amak kebutuhan mereka pun
lebih mudah dipenuhi.
5. Mereka tidak begitu sensitif pada harga
Pelanggan yang loyal lebih kecil kemungkinannya untuk mengeluh dan bahkan
mereka mungkin mencapai suatu tingkatan dalam relasi dimana mereka lebih
mementingkan nilai dalam menentukan kepuasan pelanggan.
6. Mereka lebih memaafkan
Pelanggan yang memiliki loyalitas sejati mungkin lebih memaafkan dan memberi
kesempatan kedua bagi perusahaan untuk memperbaiki kesalahan mereka, dengan
alasan tertentu.
7. Mereka membuat perusahaan lebih efisien
Karena jika sebuah perusahaan memiliki kesempatan untuk mengenal pelanggan
dan kebutuhan mereka dengan sangat baik, dan memiliki pelanggan berbasis loyal
yang kokoh maka perusahaan lebih efisien untuk menarik pelanggan baru dan
melakukan aktivitas pemasaran untuk menarik masyarakat luas.
8. Mereka berpotensi menghasilkan keuntungan yang lebih besar
Jika pelanggan baru harus ditarik dengan tawaran harga atau diskon, pelanggan
loyal memiliki potensi yang jauh lebih besar untuk menghasilkan keuntungan
karena mereka lebih mungkin untuk membayar dengan harga penuh.
2. 5 Service Recovery
Konsumen yang tidak puas tidak hanya merupakan hilangnya penjualan masa
depan, namun juga sangat merusak reputasi perusahaan akibat konsumen yang tidak puas
akan menceritakan kepada 10-20 orang lain mengenai masalahnya. Hanya 4% dari
konsumen yang tidak puas, akan mengeluh langsung ke perusahaan
Penanganan yang cepat terhadap kegagalan pelayanan jasa sangat penting untuk
menciptakan pelanggan yang loyal. Kegagalan tersebut dapat dirubah menjadi pelayanan
yang menyenangkan bila karyawan di front line memiliki wewenang untuk membuat hal
menjadi benar.
Gambar 2.2.
Pengekspresian dari Ketidakpuasan (Fitzsimmons and Fitzsimmons, 2001)
Terdapat 4 pendekatan dasar untuk service recovery, yaitu kasus per kasus, respon
sistematis, pencegahan dini dan service recovery pengganti:
1. Pendekatan kasus per kasus : menangani setiap keluhan pelanggan secara
individu. Pendekatan ini tidak mahal dan mudah diterapkan, namun dapat
menimbulkan kesan tidak adil, apabila kurang hati- hati dalam menanganinya.
2. Pendekatan respon sistematis : menggunakan protokol untuk menangani keluhan
pelanggan. Lebih dapat diandalkan dibanding pendekatan kasus per kasus, karena
respon telah direncanakan berdasarkan identifikasi dari tingkat kritis kegagalan
dan adanya kriteria recovery yang sesuai, sehingga konsisten dan sesuai dengan
jadwal.
3. Pendekatan pencegahan dini : menambah komponen pada pendekatan respon
sistematis dengan berusaha campur tangan untuk memperbaiki masalah, sebelum
masalah tersebut mempengaruhi pelanggan.
4.
Pendekatan service recovery pengganti : memanfaatkan kegagalan pelayanan dari
pesaing dan menawarkan pengganti untuk memperoleh pelanggan pesaing
tersebut.
2. 6 Strategi Pemasaran
Peran pemasaran dalam sebuah perusahaan kerap kali ber-evolusi seiring dengan
kesadaran akan pentingnya pelanggan bagi sebuah perusahaan. Menurut American
Marketing Association: (Manajemen) Pemasaran adalah sebuah proses perencanaan
berikut dengan pelaksanaan dari produksi, pemberian harga, promosi dan distribusi dari
barang-barang, jasa dan gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan tujuan sasaran
untuk memuaskan pelanggan dan organisasi (Kottler, 1997). Dari definisi ini jelaslah
bahwa salah satu tujuan dari pemasaran adalah untuk memuaskan pelanggannya. Ini bisa
diperoleh bilamana seseorang dapat mengetahui kebutuhan (needs) dan keinginan (wants)
dari pasar atau target pemasaran tersebut dan sekaligus memberikan kepuasan kepada
pelanggan dengan cara yang lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing dari
perusahaan lain.
Evolusi ini dimulai dari pandangan bahwa pada dasarnya bagian pemasaran sama
pentingnya dengan peran bagian lainnya, seperti operasional, produksi, dan keuangan,
sampai pada pandangan bahwa pemasaran berada pada posisi pusat perusahaan akibat
permintaan untuk lebih memahami dan mengenali kebutuhan pelanggan dengan tepat dan
dengan efisien dapat memuaskan keinginan pelanggan tersebut.
Kalau berbicara mengenai bagaimana cara yang terbaik untuk mempertahankan
pelanggan adalah tentunya dengan memberikan tingkat kepuasan yang tertinggi yang bisa
di dapatkan oleh pelanggan tersebut. Kepuasan ini pada akhirnya akan membangun
loyalitas dari pelanggan tersebut kepada perusahaan dan secara otomatis akan
membangun keuntungan jangka panjang bagi perusahaan tersebut. Perusahaan dewasa ini
lebih menekankan pada hubungan yang timbul dari proses pemasaran yang terus
berkesinambungan dalam rangka mempertahankan pelanggannya.
Sementara itu tujuan utama dari kepuasan pelanggan adalah untuk membangun
dan memperbaiki loyalitas pelanggan serta mempertahankan pelanggan yang ada. Kottler
(1997) menjelaskan bahwa pandangan ini timbul dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1.
Aset perusahaan tidak ada nilainya tanpa adanya pelanggan.
2.
Tugas utama perusahaan adalah menarik dan mempertahankan pelanggan.
3.
Pelanggan yang tertarik dengan penawaran yang lebik baik dari pesaing dan
akan tetap menggunakan produknya bila merasa puas akan pelayanan yang
diberikan.
4.
Tugas pemasaran adalah mengembangkan penawaran yang lebih baik, serta
memuaskan pelanggan.
5.
Kepuasan pelanggan tergantung dari dukungan bagian-bagian lain.
6.
Pemasaran perlu mengajak seluruh bagian tersebut untuk bekerjasama untuk
memuaskan pelanggan.
Kepuasan pelanggan ini sangat dipengaruhi oleh perilaku pengambilan keputusan
untuk membeli dan pembelian kembali produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.
Faktor inilah yang juga berperan dalam kepuasan pelanggan dan untuk itulah perlu
sekiranya perusahaan lebih mencermatinya.
2. 7 Proses Pengambilan Keputusan oleh Pelanggan
Menurut Mowen (1998), proses pengambilan keputusan memiliki lima tahapan,
yaitu:
1.
Tahap identifikasi masalah (Problem Recognition).
2.
Tahap pencarian informasi (Search).
3.
Tahap penentuan pilihan (Alternative Evaluation).
4.
Tahap pemutusan pilihan (Choice).
5.
Tahap evaluasi pasca pemutusan pilihan (Postacquisition Evaluation).
Dalam tahap identifikasi masalah, pelanggan menyadari adanya kebutuhan
(needs) tertentu. Kebutuhan tersebut muncul bila terdapat perbedaan antara kondisi aktual
dengan kondisi yang diinginkan. Faktor penyebab kondisi aktual berada dibawah
tingkatan yang dapat diterima adalah konsumen kehabisan produk yang dibutuhkan,
produk yang tersedia sudah tidak dapat dipergunakan atau sudah tidak dapat memenuhi
kebutuhan, pengaruh negatif yang berasal dari diri konsumen seperti rasa lapar dan haus,
maupun pengaruh negatif yang berasal dari luar diri konsumen seperti berita buruk yang
baru diterimanya dan sebagainya.
Faktor-faktor yang dapat membuat kondisi yang diinginkan berada dibawah
tingkatan yang dapat diterima adalah aspirasi dan kondisi lingkungan pelanggan, seperti
budaya, kelompok yang menjadi referensi pelanggan dan gaya hidup. Dalam hal ini jika
kepuasan terhadap kondisi yang diinginkan meningkat maka masalah akan muncul, yang
kemudian diidentifikasikan dan mendorong pelanggan untuk bertindak.
Tahap kedua dalam proses pengambilan keputusan adalah tahap mencari
informasi. Tahap ini muncul Tahap ini muncul setelah pelanggan mengidentifikasi
adanya perbedaan antara kondisi aktual dengan kondisi yang diinginkan. Bila dorongan
untuk memperkecil perbedaan tersebut semakin kuat, maka pelanggan mulai mencari
informasi produk dan jasa yang dapat menghilangkan perbedaan tersebut. Pencarian
informasi ini dapat dilakukan secara berlebihan atau terbatas, tergantung dari tingkat
keterlibatan pelanggan. Pencarian ini dapat bersifat internal maupun eksternal. Pencarian
internal muncul bila pelanggan mencari informasi dengan cara mengambil kembali
informasi dari memori jangka panjangnya mengenai informasi yang relevan dengan
problem yang dihadapi.
Salah satu tipe informasi yang didapat dari hasil pengambilan kembali ialah
kategori merek yang akan dijadikan bahan pertimbangan oleh konsumen. Pada posisi
unawareness set, yaitu kumpulan merek yang terdapat didalamnya tidak dikenali oleh
pelanggan.
Jika
pelanggan
tidak
mengenal
suatu
merek,
maka
tidak
akan
mempertimbangkannya, kecuali jika yang bersangkutan melakukan pencarian eksternal.
Universe of potensial
brands
Awareness set
Consideration set
Gambar 2.3.
Unawareness set
Inert set
Inept set
Kategori Merek yang Diambil Kembali oleh Konsumen dari Memori Jangka
Panjang Selama Proses Pencarian Internal (Mowen, 1998)
Awareness set adalah kumpulan merek yang potensial untuk dipertimbangkan
oleh pelanggan. Setiap perusahaan menginginkan mereknya berada pada kelompok ini.
Awareness set terbagi tiga, yaitu Consideration set, Inert set dan Inept set.
Consideration set terdiri
dari
kumpulan
merek
yang
diterima
untuk
dipertimbangkan lebih lanjut dalam menentukan pilihan. Inert set adalah kumpulan
merek yang menurut penilaian konsumen hampir homogen satu dengan yang lainnya dan
secara esensial tidak berbeda. Inept set adalah kumpulan merek yang menurut konsumen
tidak layak untuk dipertimbangkan lebih lanjut dalam membuat pilihan.
Setiap perusahaan tentu menginginkan agar produknya berada pada consideration
set, sehingga setiap kali kebutuhan sejenis muncul, maka merek perusahaan tersebut akan
hadir sebagai salah satu alternatif yang dipertimbangkan oleh pelanggan dalam membuat
keputusan.
Tahap evaluasi alternatif,
ialah
tahap
di
mana
pelanggan
melakukan
pembandingan di antara pilihan-pilihan yang sudah teridentifikasi sebagai pilihan yang
potensial dalam menyelesaikan masalah.
Tahap berikutnya adalah tahap penentuan pilihan, dimana pelanggan setelah
menilai alternatif yang ada, lalu membuat keputusan berdasarkan alternatif-alternatif
tersebut.
Tahap pasca akuisisi dimulai setelah pelanggan membuat pilihan dan mulai
mengkonsumsi produk yang dipilihnya. Proses pasca akuisisi melibatkan lima topik,
yaitu proses mengkonsumsi produk, kepuasan/ketidakpuasan pelanggan, perilaku
penyampaian keluhan pelanggan, pembuangan produk dan pembentukan loyalitas.
Gambar 2.4.
Model Proses Pasca Akuisisi (Mowen, 1998)
Selama fase konsumsi, pelanggan menggunakan dan memperoleh pengalaman
mengenai produk tersebut, serta fase ini akan diikuti dengan fase kepuasan atau
ketidakpuasan. Jika pelanggan tidak puas dengan kinerja produk tersebut, perilaku
mengeluh akan segera muncul. Jika pelanggan tidak puas, maka perusahaan akan
kehilangan kesempatan untuk membangun loyalitas terhadap merek. Kepuasan atau
ketidakpuasan yang dihasilkan dari tahap ini sangat besar pengaruhnya dalam
membangun loyalitas merek.
2. 8 Kepuasan Pelanggan
Selama mengkonsumsi suatu produk, pelanggan akan memperoleh pengalaman
mengenai kinerja suatu produk atau servis, dan ini akan menimbulkan perasaan puas atau
tidak puas.
Lele and Sheth (1991) mendefinisikannya sebagai berikut : Customer Satisfaction
is key to long term profitability and keeping the customer happy is everybody’s business.
(Kepuasan pelanggan adala h kunci menuju keuntungan jangka panjang dan memberikan
kesenangan kepada pelanggan merupakan tugas tiap orang). Sedangkan Parasuraman,
Zeithmal and Berry (1985) mendefinisikannya : Customer satifaction is customer
perception of a single service experience (Kepuasan pelanggan adalah persepsi konsumen
terhadap satu jenis pelayanan yang dialaminya). Faktor- faktor yang membentuk perasaan
puas atau tidak puas digambarkan dalam model kepuasan/ketidakpuasan seperti pada
gambar dibawah ini.
Gambar 2.5.
Model Kepuasan/Ketidakpuasan Pelanggan (Mowen, 1998)
Dalam model pada gambar di atas, pelanggan diasumsikan pertama kali
mengkonsumsi produk tersebut. Berdasarkan pengalaman itu, pelanggan mengevaluasi
kinerja produk secara keseluruhan. Penilaian kinerja suatu produk erat kaitannya dengan
tingkat mutu dari produk tersebut. Persepsi mengenai mutu produk ini dibandingkan
dengan harapan pelanggan terhadap kinerja produk itu. Proses evaluasi terjadi pada saat
pelanggan membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan. Berdasarkan
hasil evaluasi ini, pelanggan akan memperoleh emosi yang dapat bersifat positif, negatif
maupun netral tergantung apakah harapannya terkonfirmasi atau tidak. Respon emosional
ini merupakan masukan dalam membentuk persepsi kepuasan atau ketidakpuasan secara
keseluruhan. Sebagai tambahan, tingkat kepuasan atau ketidakpuasan juga dipengaruhi
oleh hasil evaluasi terhadap nilai dari proses pertukaran. Dari atribut-atribut yang
menghasilkan mutu atau kinerja dari suatu produk juga mempengaruhi sikap puas atau
tidak puas.
Nilai perusahaan akan dapat ditingkatkan dengan tingginya tingkat kepuasan
pelanggan. Kepuasan pelanggan telah dibuktikan memiliki dampak terhadap perilaku
membeli kembali dan dapat mempertahankan pelanggan. Pelanggan yang puas akan
senang membeli kembali produk yang sama dan hal ini dikombinasi dengan kesediaan
untuk membeli produk tersebut dengan harga yang lebih mahal, sehingga pelanggan yang
loyal akan lebih menguntungkan dibandingkan pelanggan baru atau seorang pelanggan
yang tidak puas.
Dalam proses pengambilan keputusan, pelanggan memutuskan untuk memiliki
salah satu alternatif yang tersedia berdasarkan produk mana yang menawarkan nilai
tertinggi. Kepuasan pelanggan adalah salah satu peubah utama. Penga laman akan
kepuasan terhadap suatu produk akan mempengaruhi penilaian terhadap produk, serta
pengaruh orang lain juga mempunyai dampak terhadap perilaku pembelian kembali.
Menurut Lele and Sheth (1991), ada beberapa alasan yang mendorong perusahaan
memaksimalkan kepuasan, yaitu :
1.
Tingkat keuntungan jangka panjang yang lebih tinggi melalui kepuasan
pelanggan yang tinggi, perusahaan mendapat keunggulan kompetitif yang
mendorong mereka ke arah profibilitas yang tinggi, yaitu:
a. Less Wasted Motion
b. The firms gets a price advantage
c. Customers come back more often
2.
d.
Transaction cost are lower
e.
Communications costs are lower
Better protected from competitors
Pelanggan yang terpuaskan akan setia lebih lama, yaitu tidak beralih ke
perusahaan lain hanya karena produk baru atau harga yang lebih murah.
3.
Better protected against shifts in customer needs
Memaksimumkan kepuasan pelanggan memberi waktu bagi perusahaan untuk
bereaksi terhadap perubahan yang terjadi pada kebutuhan pelanggan, dimana
pelanggan bersedia menunggu selama masa transisi sampai perusahaan
melakukan perubahan, meskipun perusahaan bukanlah yang menjadi pelopor
dalam mengantisipasi kebutuhan pelanggan.
4.
Able to retain lost markets
Perusahaan dengan reputasi kepuasan pelanggan yang tinggi umumnya
memiliki peluang sukses lebih besar ketika mencoba meraih pangsa pasarnya
kembali.
Memperoleh informasi langsung dari pelanggan merupakan hal yang terpenting
pada saat melakukan pengukuran mengenai sejauh mana perusahaan telah berhasil
memberikan kepuasan pelanggan. Dalam hal ini, untuk memperoleh gambaran yang
lengkap mengenai posisi perusahaan dalam persaingan memberikan kepuasan pelanggan,
perusahaan perlu mengumpulkan informasi dengan melakukan perbandingan terhadap
pesaingnya.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakuk an oleh perusahaan untuk mengetahui
sejauh mana telah berhasil memuaskan pelanggannya:
1. Sistem penanganan keluhan.
Perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan akan membuat sistem yang
memudahkan pelanggan untuk menyampaikan keluhan dan sarannya terhadap
perusahaan tersebut. Cara yang dilakukan antara lain dengan menggunakan kotak
saran dan keluhan, menyediakan angket mengenai saran dan keluhan pelanggan,
serta menyediakan nomor telepon bebas pulsa untuk menyampaikan keluhan dan
saran. Dalam hal ini, perusahaan membentuk arus informasi untuk mengelola
keluhan dan saran dari pelanggan, sehingga menjadi ide menarik untuk mengatasi
permasalahan dan menciptakan produk baru untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan.
2. Input dari pelanggan melalui staf perusahaan.
Metode ini dilakukan dengan mengadakan wawancara secara tatap muka ataupun
melalui telepon, yang dilakukan oleh staf perusahaan, misalnya staf bagian
penjualan. Wawancara seperti ini seringkali dilakukan secara informal tanpa
menggunakan kuesioner terstruktur.
3. Dewan penasehat pelanggan dan kelompok diskusi kualitatif pelanggan Metode
ini dilakukan dengan cara mengundang para pelanggan untuk berpartisipasi dalam
dewan penasehat pelanggan atau dalam kelompok diskusi untuk mengumpulkan
informasi mengenai kepuasan pelanggan.
4. Benchmarking
Kelipatan ini melakukan perbandingan dengan perusahaan yang dianggap sebagai
yang terbaik di bidangnya.
5. Ghost shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost
shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan atau pembeli potensial.
Ghost shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan
dan kelemahan produk dari pengamatannya terhadap cara perusahaan maupun
pesaing menjawab pertanyaan dan menangani setiap keluhan.
6. Lost Customer Analysis.
Perusahaan berusaha menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli atau
beralih ke pesaing, guna memperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut.
Kegiatan ini bermanfaat bagi perusahaan untuk mengembangkan strategi
memenangkan pelanggan itu kembali dan meningkatkan kepuasan dan loyalitas
pelanggan lainnya.
7. Penelitian kuantitatif kepuasan pelanggan.
Metode ini memberikan hasil dengan tingkat representatif yang lebih tinggi dan
lebih dapat dipercaya. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan
dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus memberikan citra
positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggannya.
Menurut Cravens (2000), melakukan pengukuran kepuasan pelanggan, maka hasil
yang diperoleh akan memberikan peluang kepada perusahaan untuk:
1. Pengembangan produk baru.
2. Melakukan peningkatan produk yang sudah ada.
3. Melakukan peningkatan dalam proses produksi.
4. Melakukan peningkatan pemberian layanan jasa pendukung.
Terdapat empat kritikan terhadap penelitian kepuasan pelanggan yang
menjelaskan mengapa perusahaan yang memiliki tingkat kepuasan yang tinggi tetap
berpotensi untuk kehilangan pelanggannya:
1. Penelitian kepuasan pelanggan hanya berfokus pada apakah kebutuhan saat ini
terpenuhi, tetapi gagal untuk mengetahui kebutuhan pelanggan di masa mendatang.
2. Penelitian kepuasan pelanggan cenderung berfokus pada keluhan yang terdaftar,
atribut umum dan melupakan elemen-elemen operasional yang lebih penting.
3. Penelitian kepuasan pelanggan seringkali tidak mengikutsertakan karyawan
perusahaan dalam proses surveinya. Padahal pegawai merupakan pelanggan internal
yang seringkali memberikan sumbangan saran berharga untuk meningkatkan operasi
perusahaan, sehingga persepsi pegawai mengenai sistem penyampaian nilai juga perlu
dibandingkan dengan persepsi pelanggan yang akan memberikan umpan balik kepada
pegawai mengenai kinerja perusahaan.
4. Perusahaan seringkali mengganggap bahwa pelanggan tidak mengetahui apa yang
mereka diinginkannya, sehingga pelanggan seringkali ditinggalkan, terutama bila
berhubungan dengan pengembangan produk baru.
2. 9 Evaluasi Terhadap Kualitas Jasa
Penilaian mengenai mutu dari jasa dilakukan selama proses jasa tersebut
disampaikan. Setiap hubungan dengan konsumen disebut Moment of Truth. Topik utama
yang menj adi perhatian dalam menilai mutu dari jasa adalah kriteria-kriteria yang
digunakan pelanggan dalam membuat penilaian.
Gambar 2.6.
Perceived Service Quality (Parasuraman, et al, 1985)
Parasuraman et al (1985) melakukan penelitian pada industri perbaikan alat
elektronik, retail banking, sambungan telepon jarak jauh, security brokerage, credit card
untuk kriteria-kriteria tersebut dan pada akhirnya menemukan 5 dimensi dasar yang
digunakan konsumen dalam menilai mutu jasa. Kelima dimensi dasar tersebut adalah :
1. Reliability : kemampuan perusahaan untuk memenuhi janji pelayanan yang
diberikan secara akurat, yaitu diselesaikan dengan hasil yang sama dan tanpa
adanya kesalahan.
2. Responsiveness : keinginan untuk membantu pelanggan dengan menyediakan
pelayanan yang tepat waktu, seperti sensitif terhadap kebutuhan, fleksibel, mau
berusaha lebih dari seharusnya, memperhatikan secara personal, keinginan untuk
menindaklanjuti dan menyelesaikan masalah
3. Assurance : pengetahuan, keramahan dari karyawan, serta dapat diberikan
kepercayaan dan menjaga rahasia
4. Empathy : provisi dari memperhatikan dan memberikan perhatian yang bersifat
individu kepada pelanggan.
5.
Tangibles : penampilan dari fasilitas fisik, peralatan, seragam karyawan dan
materi komunikasi.
Konsumen menggunakan kelima dimensi ini dalam melakukan penilaian terhadap
mutu jasa, yang didasari oleh perbandingan antara expected service dan perceived
service. Gap di antara expected dan perceived adalah ukuran dari mutu jasa.
2. 10 Customer Services
Grubbs and Reidenbach (1991) menjelaskan bahwa:
1.
Ekspektasi terhadap Customer Service sekarang adalah tinggi dan semakin tinggi,
sehingga untuk dapat berkompetisi di pasar domestik dan internasional, harus
mempu menghasilkan produk terbaik yang dilengkapi dengan customer service
terbaik pula.
2.
Customer Service yang bermutu tinggi membutuhkan investasi awal yang bila
berjalan dengan baik dapat mengurangi biaya, karena biaya untuk memperbaiki
kesalahan merupakan bagian nyata dari biaya operasi.
3.
Konsumen setia membeli dengan sendirinya dan tidak perlu dibujuk untuk
membeli dan biaya untuk menghasilkan pendapatan dari konsumen setia adalah
lebih sedikit dari biaya untuk mendapatkan konsumen baru.
4.
Servis yang buruk merupakan alasan utama konsumen beralih.
5.
Berita buruk menghancurkan promosi : rataan konsumen yang tidak puas akan
menceritakan pengalamannya pada minimun 9 orang, 13% dari konsumen yang
tidak puas akan mengeluhkan pengalamannya pada 20 orang dan dari keseluruhan
konsumen yang tidak puas, yang menyampaikan ke pihak manajemen hanya 2%.
Publisitas yang buruk dianggap lebih kredibel sebagai informasi dibanding iklan.
6.
Servis bermutu berarti kebebasan lebih banyak dalam menetapkan harga, karena
konsumen menghargai servis, menghargai bank yang mudah diakses, responsif
terhadap kebutuhannya, jarang membuat kesalahan dan ketika membuat
kesalahan berusaha memperbaikinya dengan seminimal mungkin menyusahkan
konsumen.
7.
Kesetiaan konsumen dan kesetiaan karyawan saling berhubungan dimana terdapat
hubungan yang bersifat siklus, yaitu konsumen yang puas berarti sedikit
konsumen yang beralih, sehingga menghasilkan profit yang lebih tinggi. Profit
margin yang lebih tinggi ini akan meningkatkan kesejahteraan karyawan dan
semakin sedikit karyawan yang pindah, sehingga meningkatkan kepuasan
konsumen.
Download