Pembiayaan Pembangunan Nasional

advertisement
Permasalahan Kredit Dalam Kerangka
Pembiayaan Pembangunan Nasional ^
Oieh : J. Soedrajad Djiwandono
1. Pendahuiuan
Sejakbulanapril yang lalu kitamulai
melaksanakan Pelita VI yang merupakan
awal dari periode Pembangunan jangka
Panjang 25 Tahun Kedua. Dalam PJPTII
ini kita memasuki proses tinggal landas,
yang merupakan percepatan tempo
pembangunan yang berkesinambungan
denganmakinmengandalkanpadakekuatan
sendiri. Dalam tahap ini bangsa Indonesia
diharapkan semakinmampu melaksanakan
pembangunan yang berkesinambungan,
semakin mampu mengatasi segala
tantangan dan memanfaatkan peluang yang
terbuka, dengan mengandalkan sumbersumber alam yang kita miliki, sumbersumber yang kita bentuk bersama (modal
termasuk teknologi danllmuPengetahuan),
maupun sumber daya insani atau manusia
Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu, kita
sebagai pelaku pembangunan, baik di
kalanganduniausaha,termasukperbankan,
akademisi, Pcmerintahdan niasyarakat luas,
harus mampu mcmpersiapkan diri agar
dapat mengatasi tantangan yang
menghadang dan memanfaatkan peluang
yang terbuka, dalam suatu sinergi.
Pembangunan pada dasarnya
menyangkut segala kegiatan yang
dilaksanakan dewasa ini guna mencapai
berbagai sasaran di masa kemudian.
Tindakan tersebut pada dasarnya
merupakan kegiatan penanaman modal
dalam arti yangluas. Akantetapi penanaman
modal
ini
menuntut
sarana
untuk
melaksanakannya, utamanya pembiayaan.
Penanaman modal atau investasi menuntut
adanya sarana untuk membiayainya,
utamanya dari tabungan. Dalam kaitan
inilah peranan lembagakeuangan, termasuk
perbankan, melakukan perannya sebagai
perantara
keuangan
dengan
memobilisasikan dana masyarakat dan
menyalurkannyakepadakegiatan-kegiatan
ekonomi, baik melalui pemberian kredit
maupun cara-cara pembiayaan lain.
Sesuai pennintaan penyelenggara,
saya akan membahas prospek kredit dan
permasalahan yang dihadapi, termasuk
kredit
bermasalah
dan
upaya
penyelesaiannya. Pembahasan ini semua
saya letakkan dalam konteks peranlembaga
keuangan dalam proses pembangunan
nasional dengan kerangka yang saya
sebutkun di atas.
1) Disampaikan padaCcramah Umum untuk
Civiias Akadcmika Fakulias Rkonomi Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta, 18 Juni 1994
*) Prof. Dr. J. Soedrajad Djiwandono adalah Gubcmur Bank Indonesia
n. Meningkatnya
Tuntutan
Pembiayaan Pembangunan
kegiatan pembangunan, maupun sektor
swasia. Bahkan diharapkan bahwa peran
Berbagai indikator ekonomi makro
swasta akan semakin dominan di masa
sebagai sarana pembangunan dapat kita
simak dari Pidato Kenegaraan tanggal 16
Agustus 1993 dan buku Repelita VI.
Peitumubuhan ekonomi selama Repelita
depan. Dengan semakin meningkatnya
peran swasta dalam kegiatan pembanguan,
6,2% pertahun. Apabila ini dapat dicapai,
maka penghasilan nasional pada akhir
Repelita VI diperkirakan akan mencapai
US$ 1.000 per kapita. Untuk itu, ekspor
non-migas perlu diupayakan tumbuh
dengan 16,4% dan ekspor industri
manufakturtumbuhdengan 17%pertahun.
demikian pula diharapkan teijadi pada
upayapembiayaannya. karena itu, tabungan
masyarakat diharapkan dapat memenuhi
sekitar duapertiga dari kebutuhan dana
pembiayaan investasi sedangkan sisanya
dari tabungan Pemerintah pada APBN.
Dalam tabungan masyarakat tersebut dana
yang berasal dari perbankan diperkirakan
masihmempakansumberutama.meskipun
pasar modal telah berkembang cukup
Untuk mencapai target di atas, kestabilan
mengesankan akhir-akhir ini. Ini beraiti
ekonomi
hams
selalu
dijaga
kemantapannya.Tingkatinflasi diharapkan
tidak melampui 5% per tahun, demikian
pula transaksi berjalan pada neraca
bahwa mobilisasi tabungan melalui
perbankan dan lembaga keuangan lain
diharapkan semakin meningkat. Dalam
kaitan ini, perbankan diharapkan dapat
meningkatkanpembiayaanbagiduniausaha
YI diharapkan mencapai rata-rata sebesar
pembayaran diusahakan terus membaik dan
semakin mantap sehingga rata-rata defisit
dapat dipertahankan dibawah 2% dari
produksi nasional. cadangan devisa hams
tetap dipertahankanminimalsebesar 6bulan
kebutuhan impor.
Untukmendukungkegiatan ekonomi
di atasdiperlukan dana investasi yang sangat
besar. Selama Repelita VI dana investasi
yang diperlukan diperkirakan berjumlah
Rp. 660 tiriliun atau hampir dua kali dari
realiasai investasi selama Pelita V.
Disamping itu, pembiayaan yang berasal
dari sumber dana luar negeri diperkirakan
akan semakin menurun jumlahnya.01eh
karena itu sumberpembiayaan dalam negeri
hams lebih ditingkatkan guna membangun
ekonomi nasional yang lebih mandiri. Ini
hams terjadi baik pada sektor Pemerintah
yang diharapkan makin mengandalkan
penerimaan dalam negeri guna niembiayai
dengan pertumbuhan kredit rata-rata 18-
20% per tahun selama Repelita VI.
Tugas dunia perbankan untuk
membiayai kebutuhan investasi selama
Repelita VI tersebut sungguh tidak ringan.
Untukmenghadapi tugas berattersebuttelah
diletakkan landasan yang cukup kuat oleh
Pemerintah melalui
serangkaian
kebijaksanaan deregulasi di sektormoneterperbankan temtama pada Juni 1983,
Oktober 1988 dan paket-paketlanjutarmya
sepertiPakjan 1990,Pakfebl991,UndangundangNo.7Tahun 1992danPakmei 1993
Deregulasi pada bulan Juni 1983
dilatarbelakangi oleh pengamh yang tidak
menguntungkan dari resesi ekonomi dunia
dansemakin membumknyapasaran minyak
intemasional terhadap perekonomian In
donesia khususnya terhadap neraca
pembayaran dan penerimaan dalam negeri
Pemerintah.
Deregulasi
tersebut.
dimaksudkan agar operasi perbankan
pemberian kredit perbankan semakin
menjadi lebih'effisien, mandiri dan
profesional serta untuk memantapkan
dikurangi danpenyediaannyadibatasi hanya
untuk kegiatan yang mendukung upaya
pelestarian • swasembada pangan,
stabilitas moneter guna mendukung proses
pengcmbangan koperasi daninvestasi untuk
penyesuaian perekonomian yang'
diharapkan
dapat
mendorong
peikembangan dan peran sektor swasta
dalam pembangunan. Langkah-langkah
sektor-sektortertentu. Disamping itu" untuk
yang ditempuh .melalui Pakjun 1983
tersebut -antara lain adalah penghapusan
pagu kredit perbankan, pemberian
kebebasan kepada bank-barik Pemerintah
mengembangkan usaha kecil maka setiap
bank diwajibkan untuk menyediakan
sekurang-kurangnya 20% dari jumlah
kreditnya untuk usaha kecil.
Berbeda. dengan Paket-Paket
deregulasi sebelumnya, Pakfeb 1991
ditujukan unmk merepkan prinsip kehati-
untuk menetapkan sendiri kebijakan
perkreditannya termasuk suku bunganya
dan suku bunga deposito. Dlsamping itu,
hatian didalam pengelolaan bank (pru
dential management). Hal-hal yang diatur
penyediaankreditlikuidas BankIndonesia
mengenai tatacara penilaian tingkat
melalui Pakfeb 1991 tersebut adalah
dibatasi hanya untuk sektor yang
kesehatan suatu bank dan ketentuan--
berprioritas tinggi. SelanjutnyaPakto 1988
ketentuan mengenai aspek permodal,
dimaksudkan untuk mendorong dan
kualitas asset, manajemen, rentabilitas dan
likuiditas. Disamping itu juga diatur
mengembangkan struktur kelembagaan
kemudahan yang lebih luas kepada
masyarakat untuk melakukan kegiatah di
mengenai kewajibanbankuntukmematuhi
ketentuan tentang' kredit ekspor, batas
maksimum pemberian kredit, posisi devisa
bidang perbankan keseluruh peiosok tanah
neto dan kredit usaha kecil. Melalui Pakfeb
perbankan yaitu dengan memberi
air serta meningkatkan mutu pelayanan.
Untuk lebih mendorong kemandirian
perbankan nasibnal didalam penyaluran
dana masyarakat, menyehatkan sistem
perkreditan nasional dan mendudukan
peranan Bank Indonesia secara lebih tepat
yaitu sebaai lender ofthe last resortb\iV.ixr\
sebagai lender of the first resort seperti
tersebutmakasetiapbankdapatmelakukan
self assessment mengenai tingkat.
kesehatannya. sementara. itu Undangundang No. 7 Tahun "1992 tentang
Perbankan dimaksudkan untuk semakin
memperkokoh landasan hukum bagi
industri perbankan agar sesuai dengan
perkembangan perekonomian baik secara
dalam mekanisme penyediaan-Kredit
nasional maiipun interhasional dan
Likuiditas bank Indonesia (KLBI) seria
memperjelas ruang lingkup dan batas
kegiatan yang dapat diselenggarakan oleh
menyempurnakan program krediirbagi
usaha kecil;maka Pemerintah menetapkan
kebijaksanaanpenyempumaan perkreditan
nasional pada bulan Januari 1990 atau yang
dikenal sebagai Pakjan 1990. Melalui
Pakjan 1990tersebut peranan KLBI dalam
perbankan.
•
Serangkaian paket di atas
dimaksudkan. untuk
mendorong
kelembagaan dan operasi perbanakan
sebagai lembaga perantara keuangan agar
dapat melayani perkembangan kegiatan
pembangunan
hasional
yang
berkesinambungaii dengan mendasarkan
atas prinsip kehati-hatian.
Apabila kita amati, berbagai
kebijaksanaan yang telah ditempuh
Pemerintah
memberikan
tersebut
hasil
di
atas
yang
telah
cukup
membesarkan hati. Jumlah bank dan kantor
bank telah bertambah dengan sangatcepau
deniiklan pnla penyebarannya sehingga
tabungan dan penyaluran kredit dapatlebih
menunjangkegiatan pembangunan. Jumlah
yang meiiingkat juga mendorong
persaingan yang pada giltrannya akan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pelayanan perbanakan. Jumlah bank umum
telah mengalami peitumbuhan yang cukup
pesat 'dari 124 bank pada akhir Oktober
1988 menjadi 236 bank pada akhir April
1994. sejalan dengan hal tersebut, jumlah
kantor bank umum juga bertambah dari
sekitar 2.000 kantor bank menjadi lebih
dari 5.800 kantor bank pada periode yang
sama. Dalam jumlah ini belum termasuk
bankpeikreditanyangbeijumlah lebih dari
8.000bank.
Sementara itu, dana yang berhasil
dikumpulkan oleh dunia perbankan sejak
Oktober 1988 telah meningkat dengan
tajam. Danapihakketiga yang telah berhasil
dihimpun perbanakan telah menunjukkan
peningkatandari sekitarRp. 38 triliunpada
akhirOktoberl988menjadiRp. 163trilyun
pada akhir Februari 1994 atau meningkat
rata-rata lebih dari sebesar. 65% setahun.
Demikian juga halnya dengan kredit
perbanakan, dalam periode yang sama
menunjukkan peningkatan dari Rp. 49
triliun menjadi Rp. 182 triliun atau
mengalami kenaikan rata-rala hampir 55%
setahun.
Meskipun
mengalami
perkembangan yang pesat, perbankan
menghadapi tantangan yang besar pula.
Sebagian dari tantangan tersebut beikaitan
dengan proses konsolidasi- yang
berlangsung dalam perekonomian kita
tennasuk di sektor moneterdan peibankan.
Misalnya, langkah penyejukan ekonomi
. yangdilakukanuntukmenghadapiekonomi
yang niemanas sejak awal 1991 telah
berhasil mempeitahankan kondisi makro
yangtetapbaik,namun telahmengakibatkan
melambatnya kegiatan beberapa sektor
ekonomi.
Menurunnya sebagian kegiatan
usaha tersebut telah menyebabkan
timbulnya kendala bam bagi peibankan
dalam melaksanakan fungsinya sebagai
lembaga perantara keuangan. Dwa yang
dihimpun perbankan pada umumnya
mengandung unsur suku bunga simpanan
yang relatif masih tinggi dan menumnnya
kegiatan
ekonomi
menimbulkan
membesarnya kredit bermasalah. Ini semua
menyebabkan suku bunga pinjaman yang
tinggi dengan implikasi menurunnya
peitumbuhan kredit perbankan. Sementara
itu, penumnan suku bunga kreditjuga tidak
mudah dilakukan dalam waktu yang cepat,
karena diperlukan untuk membiayai over
head yang masih tinggi, yang disebabkan
antara lain oleh kegiatanpembukaan kantor
cabangdi waktu yang lalu,biayapersonalia
dan biaya pembentukan cadangan
penghapusan aktiva produktif terutama
untuk kredit non lancar.
Perkembangan yang luar biasa dari
perbankan ternyata tidak hanya
meningkatkan efisiensi dan persaingan,
tetapi juga meningkatkan risiko usaha
perbankan.Danapcrbankanseniakiniiiahal,
sedangkan karena ccpatnya pertymbuhan
yang berlaku di Indonesia cukup rumit.
kredit, kualitas debitur justru mcnumn.
suatu kredit misalnyadengan masaangsuran
Portfolio pinjaman yang berubah berisiko
tinggi semakin besar. Dalani keadaan
demikian, kondisi yang berubah seperti
pelaksanaan kebijaksanaan moneter yang
pokok 3 bulanan dikaiakanmasih tergolong
lancarmcskipunterdapattunggakan apabila
tunggakan tersebut belum melampaui 3
bulan. Namun apabila tunggakan tersebut
telali berkisar antara 3 sampai dengan 6
ketat
mudah
meninibulkan
kredit
Kctentuan leknis kolektibilitas kredit
bermasalah. Ini semuamerupakan keadaan
bulan maka kredit tersebut digolongkan
yang mewamai tahun 1992 dan sebagian
dari 1993, kredit perbankan berkcnibang
lambat dan perbankan mcnghadapi kredit
perbankan berkembang lambat dan
perbankan menghadapi kredit bennasalah
yang meningkal.
sebagai kurang lancar. Selanjutnya apabila
III.
Kredit Bermasalah
Istilah "kredit bermasalah" yang
akhir-akhir ini banyak dibahas berbagai
kalangan, seringkali memiiiki pengeriian
yang berbeda bagi orang yang satu dengan
lainnya. Kualitas suatu kredit diientukan
oleh kolektibilitasnya yaitu keadaan
pembayaran pokok atau angsuran pokok
dan bunga kredit serta kemampuan debitur
yang ditinjau dari keadaan usahanya. Dalam
kaitan ini. kolektibilitas kredit digolongkan
kedalam 4 jenis yaitu lancar, kurang lancar,
diragukan dan macet. Suatu kredit yang
kolektibilitasnya tergolong "diragukan"
dapatmenjadi "macet" antara lain apabila
kredit tersebut
tidak memenuhi kriteria
lancar atau kurang lancar tetapimasihdapat
disclamalkan dan nilai agunannya > 15%
dari hutang atau dalam hak kredit tersebut
tidak dapat diselamatkan tetapi nilai
agunannya> 100%dari hutang makakredit
tersebut tergolong diragukan. Kredit
tersebut akan digolongkan sebagai kredit
macet apabila setelah 21 bulan berstatus
diragukan belum ada pelunasan atau
pcnyelamatan kredit atau kredit yang
penyelesaiannya telah diserahkan kepada
pengadilan negeri atau BUPN dan kredit
yang telah dimintakan pembayaran ganti
rugi kepada perusahaan asuransi kredit
Secaragampangnyakreditdikatakanlancar
kalau tidak ada tunggakan angsuran, kurang
lancar kalau ada tunggakan 2 masa
angsuran,diragukan kalau tunggakanlebih
dari dua angsuran dengan agunan yang
memadai dan macet kalau sesudah 2 masa
cukup, dan penyelesaiannya berlarut-larui.
angsuran ada tunggakan 21 bulan lebih.
Pcnyelesaian kredit bermasalah pada
Kredit bermasalah ditinjau dari pengertian
teknisperbankanmerupakanakumulasi dari
kredit yang tergolong "diragukan" yang
suatu bank adalah tanggung jawab dari
manajemen bank yang bersangkutankarena
manajemen bank tersebutlah yang
memiiiki potensi "macet" ditambah dengan
menctapkan kebijaksanaan perkreditannya,
kredit "macet" itu sendiri. Jadi kredit
memutuskan layak tidaknya suatu
bermasalah adalah krdit macet ditambah
permohonan kredit dan mengawasi
pelaksanaan pemberian kredit. Akan tetapi,
apabila secara nasional jumlah kredit
kredit tersebuttidak memiiiki agunan yang
dengan sebagian atau scluruh krcdit yang
diragukan.
bermasalah ini telah mencapai suatujuinlah
yang cukup besar maka masalah icrsebut
donesiacukupdominan. Dalam tahun 1992,
rasio kredit perbankan nominal PDB di
menjadi masalah nasional yang
memerlukan perhatian bersama, baik
lembaga-lembaga Pemcrintah, duni a usaha
maupun masyarakat pada umumnya.
meningkat menjadi 50%. Di Amerika
Serikat,misalnya, rasiotersebutuntuk tahun
Posisi pada akhirbulan Maret 1994
menunjukkan bahwa kredit macet sebesar
Mungkin sebagai ilustrasi dapat
digambarkan bahwamenurutlaporanDana
Rp.6,6triliundandiragukanRp. 12,2triliun.
Kalau keduanya dijadikan satu dan
dinamakan kredit bermasalah maka
jumlahnya menjadi Rp 18,8 triliun. Yang
perlu dicatat adalah bahwa tidak semua
kredit yang termasuk diragukan akan
otomatis menjadi macet. Demikian pula
Indonesia adalah47% kemudian tahun 1993
1992 adalah 31%.
Moneter Internasional (Internasional
Capital Markets, Washington DC, 1993),
kredit bennasalah di Jepang tahun 1992,
setelah dikeluarkan sejumlah besar yang
diselesaikan melalui pendirian perusahaan
yang mengambil alih kredit macet pada
sektor real estate, dihitungdalam persentase
tidak seluruh kredit macet otomatis tidak
dari PDB, adalah 2,7%, dan Finlandia adalah
bisa kembali. Terhadap poisisi kredit
perbankan, porsi kredit macet pada akhir
bulan Maret 1994 adalah 3,5% sedangkan
sebesar 10,9% . Sementara itu jumlah
kerugian kredit tahun 1991/92,sebagai
diragukan 6,5%
IV.
Pengalaman Berbagai Negara
Sering timbul pertanyaan, apakah
kreditmacetyangbesardilndonesiadewasa
ini masihdalam batas kewajaran atau sudah
merupakan tingkat yang luar biasa atau
membahayakan. Hal ini tidakdapatdijawab
secara pasti, karena struktur dan peranan
kreditperbankandan keuangan dalam suatu
negara (perekonomian) tidak selalu sama
dengan yang lain. Sebagaimana diketahui
pada umumnya strukturpembiayatm negara
maju berbeda dengan negara berkembang.
Di negara dimanaperan pasar modal sudah
besar (dikebanyakan negara maju),
pembiayaan usaha (investasi)meialui kredit
perbankan biasanya relatif lebih kecil
dibanding negara yang pasar modalnya
masih kecil (negara berkembang). Dalam
hal perlu diingat bahwa pembiayaan
investasi melalui kredit peibanakan di In8
persentase terhadap PDB, Finlandia 6%,
Norwegia 4,2% dan Swedia 6.7%.Krisis
Saving and Loan di Amerika Serikat dua
tahun yang lalu menimbulkan kerugian US$
180 milyar atau 3% dari PDB yaitu berupa
subsidi Pemerintah, sedangkan kerugian
kreditperbankanmerupakan l%dariPDB,
kredit bemiasalah 2,4% dan kerugian
anggaran (asuransi deposito) 0,5% dari
PDB. Kalau kita menggunakan PDB In
donesia tahun 1993, maka kredit macet Rp
6,2 triliun adalah 2,3% dari PDB.
Lebih lanjut dapat dicatat sebagai
berikul. Di amerika Serikat problem assets
(yaitu penanaman dana dalam kredit, suratsurat bertiarga dan dalatn aktiva lainnya
yang tidak memberikan penghasilan/non
performing) bank-bank komersial
menunjukkanjumlah yang meningkat sejak
tahun 1988 sehingga pada akhir 1991
jumlahnya tciah mencapai US$ 108 milyar
atau lebih dari 3% dari total assetnya.
sebagian bcsardari problem assets tersebut
adalah pemberian krcdir kepada sektor real
estate. Akan teiapi jumlah tcrscbut
kemudianmenurunmenjadlUS$59milyar
atau kurang dari 2% dari total assetnya
pada akhir 1993. Penurunan tersebui
sebagi andisebabkan oleh pulihnyakembaii
perekonomian Amerika Serikat schingga
keadaan keuangan debitur membaik dan
meningkatnyapendapatan dari suku bunga
. Faktor pendukung lairuiya adalah upaya
yang dilakukan oleh bank-bank dengan
melakukan
penyesuaian
berupa
penguranganjumlah pegawai, reorganisasi.
pembentukan cadangan penghapusan dan
penjualan atau penghapusbukuan kredit
yang bermasalah (terutama real estate) serta
penambahan modal disetor.
Disamping bank-bank komersial
sebagaimana diuraikan di atas. Saving and
Loan Association (S&L). lenibaga
keuangan yang khusus memberikan kredit
untuk pemilikan rumah, juga menghadapi
masalah kredit macet sehingga bcberapa
diantaranya tidak mampu membayar
kewajibannya pada saat jatuh tempo dan
menjadi bangkrut. Untuk menangani S&L
yang bangkrut tersebut maka pada tahun
1989, Pemerintah Amerika Serikat
membentuk perusahaan yang mengambil
alihpengelolaan assets dan kewajiban S&L
yaitu Resolution Trust Corporation (RTC).
RTC ini mengambil alih tanggung jawab
pengelolaanassetsdankewajiban dari S&L
anggotaFeredal Saving dan Loan Insurance
Corporation yang bangkrut dari sejak tahun
1989 sanipai dengan September 1993.
Problem loans juga dihadapi oleh
perbankan di Norwegia. Pada awal hingga
pertengahan 1980 an, mereka memberikan
kredit dengan sangai ekspansif sehingga
pada saat harga minyak turun banyak bank
yang mengalami masalah dan bahkan
bangkrut terutama sejak tahun 1987. Pada
tahun 1990, jumlah kerugian kredit telah
mencapai 44% dari seluruh kredit
perbanakan atau 3% dari GDP negara
tersebut. Meskipun telah dibentuk 2
perusahaan asuransi yangmembantubankbank yang menghadapi masalah karena
problem loans, namun kedua perusahaan
yang modalnya berasal dari perbankan
tersebut akhimya menderita kerugian.
Untuk menjaga kepercayaan masyarakat
lerhadap sistem perbankan maka
Pemerintah Norwegia membentuk
perusahaan asuransi baru milikPemerintah
dengan modal awal sebesarUS$ 700juta.
Daiam perkcmbangan selanjutnya beberapa
bank mengalami kerugian sehingga
Pemerintah membantu permodalannya.
Jumlah dana yang telah digunakan
Pemerintah
Norwegia
untuk
menanggulangi krisis perbankan di negara
tcrscbut sampai dengan akhir 1991 telah
mencapai US$ 2,3 milyar. Dapat
ditambahkan bahwa selama 1991 sampai
dengan 1992, jumlah kerugian kredit di
Norwegia mencapai 4,2% dari PDBnya.
Persentasi ini masih lebih rendah daripada
yangterjadi di Finlandia dan Swedia yaitu
masing-masing sebesar 6.0% dan 6.7%.
V. Faktor-faktor Penyebab Kredit
Bermasalah
Kalau dikaji dari pengalaman, dapat
dikemukakan bahwa terjadinya kredit
bennasalah dalam jumlah yang meningkat
terutama diawali pada tahun 1991 dan
bcrkaitan erai dengan adanyapertumbuhan
kredit sangat besar yang teijadi pada tahun
19S9daniahun 1990, yaitu masing-masing
48%' dan 54%. Kredit bemiasalah tersebut
dapat disebabkan o\Qhfaktor eksrern dan
faktor intern.
Faktor ekstern yang merupakan
penyebabteijadinyakreditbermasalahpada
umumnya bersumber pada tiga hal, yaitu
faktor lingkungan yang mempengaruhi
kegiatanusaha debitur» terjadinya musibali
yang dihadapi debitur dan persaingan yang
tidak sehat antara beberapa bank. Kegiatan
usaha debitur yang dapat dipengarulii
tersebut antara lain kegagalan usaha debitur
sehingga debitur tidak dapat menienuhi
kewajibannya. Kegagalan usaha lersebut
dapat bersumber dari hal-hal yang dapat
diperhitungkan danhal-hal yang tidak dapat
diperhitungkan sebelumnya. Faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi kegiatan
usaha debitur yang mempunyai dampak
terhadap kegagalan usaha debitur dapat
berupa kegagalan dalam produksi atau
pemasaran barang/jasa yang dihasilkan
debitur, perubahan-perubahan harga di
pasar, perubahan pola konsumen dan
pengaruh perekonomian intemasional.
Sedangkan musibah yang dapat
mehggganggu kegiatanusaha debiturantara
lain adalah kebakaran dan bencana alam
sementara debitur tidak mempersiapkan
aspek-aspek pengamanannya.
Faktor ekstern lainnya yang
menyebabkan kredit bermasalah adalah
meningkatnyapersainganusaha perbankan.
Persaingan perbankan yang semakin ketat.
terutama yang teijadi setelah deregulasi
perbankan tahun 1988, mengakibaikan
beberapa bankmenjadi kurang berhali-hali
dalam pemberian kreditnya. Disamping itu,
pemberian kredit yang ekspansif tersebut
tidak didukung oleh kemampuan tcknis
dan pengalaman tenaga-tenaga pengclola
bank yang memadai. Keadaan ini tcmyata
10
dimaniaikan oleh sebagian debitur bank
sedeinikian rupa, sehingga bank
menawarkan persyaratan yanglebih ringan
dan kclonggaran yang lebih besar dalam
pemberian kredimya. Dampak negatif dari
keadaan tersebut mendorong debituruntuk
menggunakan dana yang diterima kepada
usaha yang spekulatif.
Faktor intern yang menyebabkan
terjadinya kredit bermasalah pada
umumnya disebabkan oleh kebijaksanaan
perkreditan yang kurang menunjang,
kclemahan sistem dan prosedurpenilaian,
pemberian dan pengawasan kredit, serta
adanya iktikad kurang baik dari pemillk/
pengurus/pegawai bank dalam pemberian,
kredit. Dalam hal kebijaksanaan
perkreditan, limbulnya kredit bermasalah
dapat berawal dari pencapaian target kredit
dalamjumlahyang besardalam waktu yang
singkat lanpa disadari pertimbangan yang
selektil'dalam menilai calon debitur. Bank
yang menganut pola kebijaksanaan
perkreditan yang demikian lebih
mengutamakanmelakukan "loan booking",
atau pencapaian target volume kredit
daripada menilai kemungkinan risiko yang
akan dihdapi. Hal tersebutbiasanyadiikuti
pula oleh adanya kelonggaran dalam
persyaratan pemberian kredit. Bahkan,
dalam upaya memenuhi target kredit
lersebut
berbagai
bank
kurang
memperhatikan adanya calon debitur yang
namanya tercantum dalam Daftar Kredit
Macet (DKM), yang secara berkala
diterbiikan oleh Bank Indonesia.
Kredit bemasalah juga dapat teijadi
karena lemahnya sistem penilaian kredit
Analisis kredit yang lebih menitikberatkan
padakarakteraiau bonafiditas calon debitur
dan kurangmemperhatikan prinsip-prinsip
perkreditan yang sehat secara seinibang
antara satu dengan yang lainnya, lazim
dikenal dengan istilah 5 Cs principle yaitu
pcrubahan kondisi ekonomi, seperti
pcngetatanmoneter,turunnyahargabarangbartmgekspor, melemahnya ekonomi yang
berkepanjangan, dan sebagainya, dapat
Character (good citizen). Capacity (cash
merubah keadaan tingginya exposure
flow), Capital (wealth); Collateral (secu
rity) dan Condition (economic, terutama perbankan dalam kredit berisiko tinggi
downside vulnerabiility) , temyata justru menjadi kredit bermasalah atau macet.
Di
samping
aspek-aspek
menghasilkan kredit dengan kolektibilitas
tidak baik. Kelemahan yang lain adalah sebagaimana dikemukakan sebelumnya,
pada pelaksanaan pemberian kredit yang terdapat faktor lainnya yang dapat
menyimpang dari prosedur yang telah menimbulkan kreditbermasalah.Faktorlain
digariskan oleh bank. Penyimpangan tersebut antara lain adalah sistem
tersebut dapat bersumber dari kurang hati- administrasi kredit yang kurang memadai.hatinya pejabat/staf yang terkait dengan Lemahnya sistem administrasi kredit
penanganan kegiatan kredit dan kurang tersebutmengakibatkansistempemantauan
kredit menjadi tidak berfungsi. Dalam
efektifnya pengawasan intern bank.
Faktor intern lainnya yang •kaitan ini, kredit yang secara potensial akan
merupakan penyebab timbulnya kredit mengalami permasalahan tidak dapat
bermasalah adalah iktikad yang kurang dari diketahui lebih dini, sehingga pada saat
pemilik, pengurus dan pegawai bank., kredit menjadi macet bank sudah terlambat
langkah-langkah
Iktikad yang kurang baik tersebut antara mengambil
Iain adalahpemberiankreditkepadadebitur pencegahannya.
Permasalahan kredit bermasalah
atau kegiatan usaha tertentu yang sejak
perlu
ditinjau
dan dipisahkann dari bank
awal sudah diketahui bahwa pemiohonan
yang
meiighadapi
masalah. Suatu bank
kredit tersebut sebenamya tidak layak
diberikan. Iktikad yang.tidak baik tersebut mungkin menghadapi masalahkreditmacet
juga sering dilakukan dengan cara .tetapi secara umum bank itu baik dalam
memberikan kreditfiktif, yaitu kredit yang operasinya. Disisi lain, suatu bank bisa
seolah-olah diberikan kepada suatu debitur bennasalah karena menghadapi kesulitan
tetapi penggunaan dananya dilaksanakan da!am unsur-unsurlain di luar aspek kualitas
kreditnya (asselnya), mungkin pada aspek
untuk keperluan lain.
Faktor intern dan ekstem sering
pennodalan, manajemen, likuiditasnya
salingmemperkuat tekananpada perbankan
sehingga menimbulkan kredit macet dtin
ataupun pendapatnya.
bank bermasalah. Dengan perkembangan
VI. Langkah-langkah
yang sangat pesat, risiko pemberian kredit
meningkat karena kualitas debitur yang
secara rata-rata menurun. Di pihak lain
pertumbuhan tersebut juga mcningkatkan
biayapadapendanaanbank. Dahuii keadaan
meningkatnya risiko kredit perbankan.
Mengatasi
Kredit Bermasalah
Untuk mengatasi laju pertumbuhan
kredit yang rendah pada akhir 1992 dan
awal 1993; telah dikeluarkan kebijaksanaan
di bidang perbankan pada bulan Mei 1993.
Schubungan dengan penanganan kredit
11
bermasalah termasuk kredit inacet perlu
Upaya penanganan kredit macet
dikemukakan bahwa Paket Mei 1993 Ini
harus dilakukan secara lebih mendasardan
sejak semula memang tidak dimaksudkan
untukmcngatasi kredit bermasalah ataupun
kredit macet. Kebijaksanaan tersebut
khususnya ditujukan untuk memberikan
ruang gerak yang lebih luas kepada
perbankandalam ekspansi kredi inya dengan
tetap mendasarkan pada prinsip kehati-
karena nielibatkan berbagai pihak, harus
terkoordinasi dengan rapi. Karena itu»upaya
penyclesaian kreditbermasalahhanyadapat
dilaksanakan secarabertahap dalam waktu
yang tidak singkat. Sebagaimana diketahui,
masalah kredit macet tidak hanya menjadi
kendala bagi perbankan dalam
memperccpat proses konsolidasi dan
mclakukan ekspansi kreditnya, tetapi juga
dapat mempengaruhi perekonomiansecara
keseluruhan. Selain upaya secara mikro
pada bank itu sendiri, keberhasilan
penyelesaian kredit macet juga ditentukan
oleh perkembangan sektoral dan ekonomi
makro. Dalam hubungan ini, perbaikan
iklim usaha pada umumnya serta
perkembangan pasarmodal danpenurunan
suku bunga pada khususnya merupakan
unsur pendukung yang penting dalam
rangka penanganan kredit bermasalah.
Karena itu. untuk menyelesaikan kredit
bermasalah yang telah terjadi serta
mengurangi kemungkinan teijadinya di
waktu yang akan datang, maka langkahlangkah nyata secara sektoral perlu
dilaksanakan secara terpadu. Peningkatan
efektivitas penanganan kredit bermasalah
perbankan dapatdilakukanmelaluilangkahlangkah penyelesaian secara konsepsional
dengan melibatkan pihak-pihak terkait
lainnya. Adapun langkah-langkah tersebut
mencakup, ip^ri?km^,membantuperbankan
dalam menyelesaikan kredit bermasalah
yang telah terjadi; kedua, meningkatkan
pembinaan bank bermasalah (problem
bank) akibat kredit bermasalah (problem
loans) dan ketiga, mencegah terjadinya
hatian.
Bank
Indonesia
melalui
kebijaksanaan tersebut telah mcnetapkan
beberapa ketentuan penyesuaian dalam
pelaksanaan prinsip kehati-hatian,
khususnya dalam pemenuhan modal minimum,pembentukancadanganpenghapusan
piutang dan dalam hal pemenuhan
kewajiban pemberian Kredit Usaha Kecil
(KUK). Dari data perkembangan kredit
terlihatbahwakebijaksanaan tersebut mulai
menampakkan hasil yang menggembirakan. Laju pertumbuhan likuiditas
perekonomian terns terpelihara; sukubunga
deposito dan kredit perbankan berangsurangsur juga menurun, meskipun
penurunannya belum proporsional.
Sementara itu, arus kreditperbankan
sejakkwaitaIII/1993 mulai memperiihatkan
kenaikan. Bila dalam tahun 1992 kredit
perbankan hanya tumbuh dengan sekitar
8%,makaselamatahun 1993kredittersebut
telah tumbuh dengan sekitar 19%.
Peningkatan kredit teijadi di semua sektor
ekonomi. Peningkatantertinggi pada sektor
jasa-jasaduniausaha,kemudiandiikutioleh
sektorindustri, perdagangan, pertanian dan
pertambangan. Irii jelas menunjukkan
timbulnya kegairahan kembali dalam
aktivitas perekonomian kita. Hasil survey
dimiausahayangdilakukanBank Indonesia
beberapa waktu yang lalu juga
menunjukkan hal ini.
12
kredit bermasalah baru di kemudian hari.
Langkah-langkah yang telah dan
sedang dilakukan oleh Bank Indonesia
dalam membantu perbankan dalam
penyelesaian krcdit bermasalah yang telah
teijadi, antara lain meliputi penyusunan
peta bank yang menghadapi kredit
bermasalah. Bagi bank-bank yang
mempunyai peraiasalahan kredit macet
yang besar telah diwajibkan membentuk
SatuanTugas Khusus (STK) Penyelesaian
selambat-lambatnya dalam waktu 6 bulan.
Dalam
rangka peningkatan
Kredit Bermasalah. Sementara itu. Bank
konsolidasi,'dan akuisisi.
pembinaan bank bermasalah akibat kredit
bermasalah. Bank Indonesia sedang
merampungkan penyusunan kriteria dan
cara-cara penanganan bank-bank tersebut
seperti diwajibkan bank untuk
menghapusbukukan kredit macet;
mewajibkan bank melakukan merger,
Indonesia juga membentuk Tim Kerja
Sementara itu, langkah-langkah
Khusus (TKK) Penyelesaian Kredit
Beimasalah yang berfungsi mengawasl
pelaksanaan langkah-langkah penanganan
kredit bermasalah oleh Satuan Tugas
Khusus pada bank-bank tersebui.
Penyelesaian kredit bermasalah
tersebut juga memerlukan kerja sama
dengan berbagai pihak. Dalam kaitan ini.
pencegahan terhadap timbulnya kredit
bennasalah baru, antara lain dilakukan
melalui upaya-upaya untuk memantapkan
fiingsi pengawasan intern pada bank-bank,
pelaksanaan prosedur standar pemberian
kredit, penyempumaan Daftar Kredit
Macet, dan kemungkinan pencantuman
namapemilik/pengunis bankyangmenjadi
Bank Indonesia bersama-sama instansi
debitur macet dalam daftar ofang yang
tericait, diantaranya Mahkamah Agung,
Kejaksaan Agung, Badan Pertanahan
melakukan perbuatan tercela di bidang
perbankan serta penyusunan sanksi bagi
pengurus bank yang melapoikan jumlah
Nasional dan BUPLN, telah melakukan
pembahasan bersama terhadap berbagai
sarana hukum yang berkaitan dengan
penyelesaian kredit macet, antara lain
mencakup pelaksanaan peradilan dengan
prosedur khusus yang menangani kredit
macet, pengefektifan kembali lembaga
sandera, putusan serta-merta, akte
peijanjian di bawah tangan yang bertitel
eksekutorial, perluasan grosse akte
pengakuan hutang yang mencakup
peijanjian kredit bank, dan eksckusi grosse
akte hipotik yang bertitel eksekutori al sen a
pelaksanaan putusan PUPN/BUPLN. Perlu
dikemukakan, Mahakamah Agung lelali
mengeluarkan Surat Edaran (SEMA) yang
meminta agar proses peradilan di tingkai
Pengadilan Negeri dan Pengadilan TInggi
dapat diselesaikan masing-masing
kredit bermasalah secara tidak benar.
Dalam rangka meningkatkan
efektivitas pembinaan dan pengawasan
perbankan pada umumnya, pembenahan
ke dalam juga terus dilakukan Bank Indo
nesia dengan menyempurnakan aspek
organisasidanaspeksumberdayamanusia,
khususnya yang menyangkutkuantitas dan
kualitas pengawas dan pemeriksa bank.
Demikian pula dengan sistem deteksi dini
sciia sistem infonnasi perbankan. Dari segi
organisasi sejak bulan Juni 1993 yang lalu
penyclcnggaraan pembinaan danpcngawasan perbankan diperkuat dengan
penunjukan dua Direktur Bank Indonesia
yang membawahi Bidang Perbankan yang
sebclum nya hany a seorang saja. Di samping
itu. Bank Indonesia terus menerus
13
menyempumakan upaya pendelegasian
wewenang pembinaan dan pengawasan
bankkepadakantorcabangnya denganlebih
baik.
Vn. Penutup
Beberapa hal dapat dikemukakan di
sini sebagai catatan penutup.
Dengan meningkatnya kegiatan
pembangunan nasional yang diharapkan
semakin
mandiri
serta
semakin
meningkatnya .peran swasta, maka
kebutuhanpembiayaansemakinmeningkat.
Mobilisasidanamelalui lembagakeuangan
perbankan dan lembaga-Iembaga keuangan
lain semakin dituntut untuk meningkat,
demikianpulapenyaluran-penyalurandana
tersebut dalam bentuk kredit perbankan
dan cara pembiayaan dalam kredit
perbankan juga dituntut mehingkat.
Penggunaan piranti keuangan seperti
commercial paper, obligasi dan berbagai
surat berharga lain, baik surat pinjaman
maupun surat-suratlain (apa yang dikenal
sebagai sekuritisasi) akan semakin
meningkat. Ini beijalan bersama dengan
Dcnanamanmodallangsung serta pinjaman
14
bersyarat lunak dan privati.sasi dari
Pemerintah yang akan terus dliempuli.
Kredit macet dan kredit bennasalah
padaumurariyamempunyai berbagai aspek
dan menyangkut berbagai pihak. Jalan
keluar dari kredit bemiasalah yang sudah
ada perlu dibedakan dari pembinaan bank
yang menghadapi kredit bemiasalah serta
upaya pencegahan terjadinya kredit
bermasalah di masa depan. Ini menyangkut
upaya
peningkatan
efektivitas
penyelenggaraan pembinaan
dan
pengawasan Bank Indonesia yang harus
dilakukan secara berencana melalui
penyempumaan sistim, strukturdan sumber
daya manusia pengawasan. Penyelesaian
kredit bennasalah akan sangat terbantu
denganperbaikanekonomipadaumumnya,
termasuk tersedianya dana dari berbagai
sumber di luar perbankan (pada pasar mo
dal) selain meningkatnya profesionalisme
dan integritaspara bankirdanpelaku dalam
dunia usaha pada umumnya. Dalam pada
itu perlu disadari bahwa masalah kredit
macet tidaklianyadihadapi olehperbankan
kita,akantetapi banyaknegaramenghadapi
masalah yang serupa.
Download