BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Tempat Penelitian 1. Sejarah SMA N 2 Wonosari SMA Negeri 2 Wonosari, dibuka dengan resmi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggal 1 April 1978 No. 0292/C/O/1978 dengan nama SMA 2 Negeri Wonosari, berkedudukan di Wonosari, Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Meskipun secara resmi sudah ada surat keputusan sebagaimana tersebut di atas tetapi sarana dan prasarana pendidikan untuk SMA Negeri 2 Wonosari dapat dikatakan belum memadai, baik yang berwujud bangunan gedung, mebeler, buku pustaka, tenaga edukatif maupun tenaga administratif. Sehingga untuk sementara proses belajar mengajar dilaksanakan di SMA Negeri 1 Wonosari. Jumlah siswa yang diterima pada tahun pelajaran pertama, yaitu tahun pelajaran 1978-1979 sebanyak 2 (dua) kelas yaitu terdiri dari kelas IA dan IB. Ditunjuk sebagai Kepala Sekolah yaitu Drs. Mulyono, yang jabatan sehari-harinya selaku Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 Wonosari. Tenaga guru dan karyawan tatausaha masih jadi satu dengan SMA Negeri 1 Wonosari. Pada waktu itu kegiatan pembelajaran dimulai pada bulan Januari dan baru pada tahun pelajaran 1979-1980 dimulai pada bulan Juli. Oleh sebab itu siswa angkatan pertama SMA Negeri 2 Wonosari melaksanakan pembelajaran pada tahun itu selama 18 bulan karena kenaikan kelas dilaksanakan pada bulan Juli 1979. Pada awal tahun berdirinya SMA Negeri 2 Wonosari siswa berjumlah naik 38 39 kelas kekelas II semua. Pada tahun pelajaran 1979-1980 SMA Negeri 2 Wonosari dalam pembelajaran telah menempati gedung sendiri, yang berlokasi di Trimulyo II, Kepek, Wonosari. Gedung ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Dr, Daud Yusuf. Dalam peresmian gedung pada tanggal 16 Oktober 1978 selain dihadiri oleh bapak Menteri juga disaksikan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Bapak GBPH Poeger, Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat II kabupaten Gunungkidul Ir. Darmakum Darmokusumo dan tamu undangan yang lain. Bersamaan dengan pindahnya SMA Negeri 2 Wonosari dari SMA Negeri 1 Wonosari, ikut juga guru-guru dan tata usaha yang semula berstatus sebagai guru dan karyawan SMA Negeri 1 Wonosari sehingga mereka beralih status menjadi guru dan karyawan di SMA Negeri 2 Wonosari. 2. Kondisi Sekolah Lokasi SMA N 2 Wonosari cukup strategis karena dapat dijangkau dengan menggunakan jenis kendaraan apapun. Meskipun sekolah ini berada dekat dengan jalan raya, tetapi karena letak ruang kelas cukup jauh dari pintu gerbang sekolah sehingga adanya kendaraan yang lalu-lalang didepan sekolah tidak menyebabkan kebisingan di ruang kelas. Dengan kondisi sekolah yang demikian maka dapat mendukung pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan di SMA Negeri 2 Wonosari. Adapun gambaran kondisi SMA N 2 Wonosari adalah sebagai berikut: 40 a) Kondisi Fisik Sekolah Secara garis besar kondisi fisik SMA N 2 Wonosari dalam hal ini gedung sekolah terdiri dari: 1) Ruang Kantor SMA N 2 Wonosari memiliki tiga ruang kantor yang saling berdekatan yaitu ruang kepala sekolah, ruang guru serta ruang Tata Usaha (TU). Ruang guru berada di paling barat, terdiri dari meja dan kursi guru, almari guru serta perangkat mengajar, ruangan ini juga dilengkapi dengan fasilitas perangkat komputer yang terletak di ruang khusus. Di sebelah timur ruang guru adalah ruang Kepala Sekolah yang terbagi menjadi dua ruangan utama yaitu ruang kerja kepala sekolah dan ruang tamu. Ruang Kepala Sekolah tertata dengan rapi dan dilengkapi berbagai fasilitas yang menunjang. Sedangkan ruang tamu terdiri dari lemari, meja dan kursi tamu untuk menerima tamu. Ruang paling timur adalah ruang Tata Usaha, yang memiliki kelengkapan fasilitas yang cukup memadai seperti meja, kursi, komputer, printer, almari arsip, mesin fotokopi yang terletak di ruangan khusus serta peralatan dan perlengkapan administrasi lainnya. 2) Ruang Belajar Mengajar Ruang belajar mengajar yang ada di SMA N 2 Wonosari ada 20 ruang kelas. Adapun ruang kelas terdiri dari 6 ruang kelas X yaitu kelas XA, XB, XC, XD, XE, dan XF, 7 ruang kelas XI yaitu kelas XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, XI IPS 1, XI IPS 2, XI IPS 3, XI Bahasa, sedangkan kelas XII ada 7 ruang kelas yang 41 lainyaitu kelas XII IPA 1, XII IPA 2, XII IPA 3, XII IPS 1, XII IPS 2, XII IPS 3, dan XII Bahasa. Setiap ruang kelas memiliki kelengkapan administrasi kelas yang cukup memadai antara lain: meja dan kursi sejumlah siswa masing-masing kelas, meja dan kursi guru, papan administrasi kelas, rak sepatu, white board, penghapus, spidol, kipas angin, serta dilengkapi dengan peralatan kebersihan seperti sapu, serok sampah, dan kemoceng yang mendukung kebersihan kelas . 3) Laboratorium SMA N 2 Wonosari memiliki lima ruang Laboratorium yaitu Laboratorium Biologi, Laboratorium Fisika, Laboratorium Kimia,Laboratorium Bahasa, serta Laboratorium Komputer. Fasilitas yang ada di Laboratorium Biologi dan Laboratorium Fisika antara lain meja dan kursi guru, meja dan kursi praktikan, kompor gas, tabung gas, almari, awetan basah, lemari es, mikroskop dan lain–lain. Untuk Labolatorium kurang mendapatkan perhatian sehingga perlu pengelolaan dan penambahan. Laboratorium Kimia terbagi menjadi tiga ruangan utama yaitu ruangan untuk praktikum yang terdiri dari meja dan kursi serta kran air dan bak yang menempel pada dindingnya. Ruangan ini dilengkapi dengan meja demonstrasi dengan posisi yang lebih tinggi daripada meja praktikum siswa serta dilegkapi dengan white board, boardmarker dan penghapus. Ruang selanjutnya adalah ruang pengampu praktikum yang terdiri dari meja dan kursi serta rak untuk meletakkan buku-buku praktikum dan jas praktikum. Yang terakhir adalah gudang, yang digunakan untuk menyimpan alat dan bahan praktikum. Gudang 42 dilengkapi dengan almari serta rak yang telah dilabeli sehingga memudahkan dalam pencarian. Laboratorium yang selanjutnya adalah Laboratorium Komputer yang terletak dekat dengan tempat parkir siswa. Laboratorium ini dilengkapi dengan beberapa unit komputer yang digunakan dalam pembelajaran. Fasilitas komputer di ruangan ini telah dilengkapi dengan internet sehingga memberikan kemudahan bagi siswa untuk mengakses informasi dari luar. Laboratorium Bahasa digunakan sebagai ruang baca terletak di sebelah selatan perpustakaan. Dalam ruangan ini tersedia beberapa kursi, etalase untuk menyimpan CD pembelajaran, satu unit televisi serta pendingin ruangan. 4) Perpustakaan Perpustakaan SMA N 2 Wonosari terletak di sebelah barat ruang guru. Perpustakaan SMA N 2 Wonosari terbagi menjadi dua bagian yaitu tempat rak dan almari untuk meletakkan buku, tempat membaca yang dilengkapi dengan meja dan kursi, serta ruang petugas perpustakaan. Perpustakaan juga dilengkapi dengan gudang yang digunakan untuk menyimpan buku-buku lama yang sudah tidak dipakai lagi. Fasilitas di perpustakaan SMA N 2 Wonosari sudah cukup lengkap namun masing kurang dalam pengoptimalan pemanfaatan fasilias yang ada. 5) Sarana olahraga Sarana olahraga yang ada di SMA N 2 Wonosari antara lain: Lapangan voly Lapangan basket 43 Gudang tempat menyimpan peralatan olahraga 6) Sarana Penunjang Masjid Tempat parkir guru dan karyawan Ruang OSIS Ruang piket Pos penjaga Kantin sekolah Ruang Bimbingan Konseling Ruang UKS Ruang Koperasi Siswa Ruang Pramuka Ruang Kesenian Tempat parkir siswa Kamar mandi/ WC guru maupun siswa 7) Kondisi Non-Fisik Sekolah Untuk memperlancar jalannya pendidikan guna mencapai tujuan, maka sekolah mempunyai struktur organisasi sebagai berikut : a) Kepala Sekolah Kepala SMA N 2 Wonosari dijabat oleh Bapak Leladi.Tugas dari kepala sekolah adalah : 44 Sebagai administrator kurikulum, yang ketatausahaan, bertanggung administrasi jawab personalia pada pelaksanaan pemerintah dan pelaksanaan instruksi dari atasan. Sebagai pemimpin usaha sekolah agar dapat berjalan dengan baik. Sebagai supervisor yang memberikan pengawasan dan bimbingan kepada guru, karyawan dan siswa agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan lancar. b) Wakil Kepala Sekolah Dalam menjalankan tugasnya Kepala sekolah dibantu oleh 4 Wakil Kepala Sekolah, yaitu : Wakasek Urusan Kurikulum yang dijabat oleh ibu Dona, S.Pd Wakasek Urusan Kesiswaan yang dijabat oleh Bambang Irianto, S.Pd Wakasek urusan Humas yang dijabat oleh Siti Marniah, Spd Wakasek urusan Sarana dan Prasarana yang dijabat oleh Slamet, S.Pd c) Potensi Guru dan Karyawan Guru-guru SMA N 2 Wonosari memiliki potensi yang baik dan sangat berdedikasi dibidangnya masing-masing. Dari segi kedisiplinan dan kerapian guru-guru SMA N 2 Wonosari sudah cukup baik. Jumlah karyawan di SMA N 2 Wonosari cukup memadai dan secara umum memiliki potensi yang cukup baik sesuai dengan bidangnya. Guru yang telah berstatus Pegawai Negeri Sipil sekitar 54 orang dan ada yang berasal dari Pegawai dari Departemen Agama yang bertugas di SMAN 2 Wonosari misalnya guru yang mengajar Pendidikan Agama Katolik dan Pendidikan Agama Islam. Status guru yang tidak tetap berjumlah 2 45 orang. Guru yang belum sertifikasi sekitar 6 sampai 8 orang. Gaji guru di sekolah ini telah mencukupi. d) Potensi Siswa Potensi dan minat belajar siswa SMA N 2 Wonosari cukup baik. Sebagian siswa memanfaatkan waktu belajar mereka dengan cukup baik, misalnya waktu istirahat digunakan sebagian siswa untuk membaca buku di perpustakaan dan Sholat Dhuha bagi yang beragama Islam. Siswa SMA N 2 Wonosari memiliki kedisiplinan dan kerapihan yang cukup baik. Walaupun sebagian masih ada yang terlambat dan berpakaian kurang rapi. Kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan di SMA N 2 Wonosari dimulai pukul 07.00 sampai pukul 13.30 WIB, untuk Hari Jumat dimulai pukul 07.00 sampai pukul 11.15 WIB, sedangkan untuk Sabtu dimulai pukul 07.00 sampai dengan 13.30. Apabila siswa memiliki keperluan keluar sekolah dalam jam belajar siswa diharuskan meminta izin kepada sekolah melalui guru mata pelajaran yang sedang mengajar dan guru piket. Apabila ada siswa yang melanggar peraturan sekolah maka akan dicatat pada buku pelanggaran siswa dan akan diberi poin sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Melalui wadah OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) siswa dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dengan optimal. Program kerja yang dijalankan antara lainmajalah dinding, MOS (Masa Orientasi Siswa). Kegiatan OSIS tahun ini secara umum sudah jauh lebih baik, tetapi masih perlu pembinaan terhadap kinerja mereka agar dapat secara mandiri. Selain itu para siswa dapat menyalurkan minat dan bakat melalui kegiatan extrakurikuler yang dilaksanakan 46 pada sore hari dan diikuti wajib oleh kelas X, X1 dan XII, meliputi ekstrakurikuler wajib berupa Pramuka bagi kelas X danpeningkatan mutu akademik (PMA) bagi kelas XI dan XII serta ekstrakurikular pilihan berupa PMR, Qiro’ah, Seni Rupa, Seni Tari, Basket, Sepak Bola, Bela Diri dan karate. Kegiatan ekstrakurikuler di SMA N 2 Wonosari telah terkendali dan terorganisir dengan baik. Pihak sekolah tidak keberatan dengan diadakannya kegiatan ekstrakurikuler pada sore hari, asal tidak mengganggu proses belajar mengajar. Pihak sekolah sangat mendukung pengembangan kegiatan ekstrakurikuler karena hal tersebut merupakan sarana bagi siswa untuk menyalurkan dan mengembangkan minat bakat dan penalaran berpikirnya. Hasilnya prestasi belajar tidak menurun, bahkan terus meningkat dan juga sering memenangkan perlombaan non akademik. e) Bimbingan Konseling Bimbingan dan konseling merupakan pemberian layanan bantuan kepada individu baik secara langsung maupun tidak langsung oleh konselor kepada konseli untuk membantu menyelesaikan masalah konseli dan agar konseli dapat memilih jalan hidupnya sendiri. Bimbingan Konseling diadakan di sekolah dalam bidang kesiswaan dan urusan sekolah. Guru yang bertugas dalam bimbingan konseling ada 3 orang, yaitu : Drs. Sunu Sulistyo, M.Acc Dra. RR. Nurlaily Purnamawati Drs. Suhadi 47 SMA N 2 Wonosari adalah sebuah lembaga pendidikan sekolah menengah atas yang berada di bawah naungan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekolah ini terletak di Jalan Ki Ageng Giring 3, Trimulyo II, Kepek, Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta. SMA N 2 Wonosari mempunyai sumber potensi yang cukup besar, dengan adanya sumber manusia yang terdapat didalamnya. SMA N 2 Wonosari mempunyai siswa sebanyak 564 siswa, siswa tersebut terbagi dalam 20 kelas. Kelas X sebanyak 6 kelas, kelas XI sebanyak 7 kelas yang terdiri dari 3 kelas IPA, 3 kelas IPS dan 1 kelas Bahasa, dan kelas XII sebanyak 7 kelas yang terdiri dari 3 kelas IPA, 3 kelas IPS dan 1 kelas Bahasa. Di samping itu terdapat pula tenaga pengajar sejumlah 61 orang dan karyawan yang berjumlah 16 orang. Dilihat dari segi fisik, SMA N 2 Wonosari memiliki fasilitas diantaranya 1 Ruang Kepala Sekolah, 1 Ruang Guru, 1 Ruang Tata Usaha, 20 Ruang Kelas, 1 Ruang Perpustakaan, 1 Ruang BK, 1 Ruang UKS, 1 Ruang Bahasa, 1 Ruang OSIS, 1 Ruang Koperasi, 1 Ruang Laboratorium Biologi, 1 Ruang Laboratorium Fisika, 1 Ruang Laboratorium Kimia, 1 gedung Laboratorium Komputer, 1 Ruang Baca (Laboratorium Bahasa), 1 Ruang Kesenian, 1 gedung Mushola, 2 Kamar Mandi guru, 4 kamar mandi siswa, Lapangan Voli, Lapangan Basket, dan tempat parkir (siswa, guru, karyawan, dan tamu). 48 B. Pembahasan dan Hasil Penelitian 1. Kemampuan Guru Sejarah di SMA N 2 Wonosari Mengembangkan Materi Pembelajaran Sejarah Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Dalam UU tersebut juga dibunyikan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihankelebihan masing-masing tergantung kepada situasi dan kondisi saat di mana kurikulum tersebut diberlakukan. Kurikulum KTSP yang direncanakan dapat diberlakukan secara menyeluruh di semua sekolah-sekolah di Indonesia juga memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan kurikulum sebelumnya. Terutama kurikulum 2004 atau KBK yang lebih dulu digunakan di Indonesia. 49 Kelebihan-kelebihan KTSP ini antara lain: Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreatifitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan, KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan peserta didik, KTSP akan mengurangi beban belajar peserta didik yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%, KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan. Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelamahan. Sebagai konsekuansi logis dari penerapan KTSP ini setidak-tidaknya terdapat beberapa kelemahan-kelamahan dalam KTSP maupun penerapannya, diantaranya adalah: kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada, pola penerapan KTSP atau kurikulum 2006 terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP, masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan, penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru. 50 Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di dunia pendidikan. Kurikulum KTSP mengancam pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) terkait pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru terancam tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional, untuk memperoleh tunjangan profesi dan fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika jamnya dikurangi maka tidak akan bisa memperoleh tunjangan. Seperti di SMA N 2 Wonosari, salah satu responden menyatakan bahwa jumlah pelajaran yang diasuh tiap guru minimal 24 jam dan apabila tidak memenuhi maka dapat mencari jam tambahan di sekolah lain. Kurikulum KTSP menuntut tingkat kreatifitas guru dalam menjembatani dan mendampingi peserta didik dalam proses belajar mengajar. Seorang guru harus pandai memilih materi pelajaran yang akan disampaikan dan disesuaikan dengan minat peserta didik dan alokasi waktu jam pelajaran yang tersedia. Seorang guru khususnya guru sejarah harus lebih kreatif dalam mengembangkan materi pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar terdapat sinkronisasi antar standar kompetensi dan kompetensi dasar, sehingga dalam mengajarkan materi sejarah dapat terlaksana secara kronologis Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi: prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian 51 standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya adanya kestabilan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik. Misalnya, kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya. Guru Sejarah di SMA N 2 Wonosari berjumlah 2 (dua) orang. Keduanya telah berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan sudah bersertifikasi. Keduanya juga merupakan alumnus dari universitas pendidikan terkenal di Yogyakarta, yaitu Universitas Negeri Yogyakarta jurusan Pendidikan Sejarah dan Universitas Sanata Dharma jurusan Pendidikan Sejarah. Berdasarkan observasi dan penelitian penulis, guru sejarah SMA N 2 Wonosari sudah berusaha mengembangkan materi pelajaran sejarah. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari berusaha menyisipkan materi tambahan yang belum ada di buku paket kedalam modul pegangan peserta didik. Dalam pengembangan materi tersebut, guru sejarah SMA N 2 Wonosari mengacu pada silabus, standar kompetensi dan kompetensi dasar. Namun ada salah satu guru sejarah SMA N 2 Wonosari yang cenderung mengembangkan materi tidak secara urut, guru tersebut mendahulukan materi dasar terlebih dahulu 52 seperti teori-teori ilmu sejarah kemudian mengajarkan materi kelanjutan dari teori tersebut. Salah seorang guru responden menyatakan bahwa dirinya mengajarkan materi tidak secara urut guna mensiasati alokasi waktu yang tersedia. Faktor memilih materi yang disampaikan guru tersebut berdasarkan materi yang sudah dipilih pemerintah. Guru di SMA N 2 Wonosari menitik beratkan pada kemampuan peserta didik. Kemampuan peserta didik dapat dilihat dari nilai siswa di kelas sebelumnya atau nilai siswa saat masuk di SMA N 2 Wonosari. Materi pelajaran kelas x terdapat materi tentang penelitian sejarah, guru menugaskan siswa untuk meneliti sebuah peristiwa disekitar yang berhubungan dengan sejarah. Penelitian siswa tersebut dibuat menjadi sebuah karya tulis berwujud makalah. Menurut salah satu siswa , Materi tentang penelitian ini sangatlah menyenangkan karena siswa diajarkan wawancara dan mengetahui langsung tentang sejarah di daerahnya. Pengembangan materi tentang penelitian sejarah diatas adalah salah satu contoh guru telah mengembangkan materi sesuai dengan kemampuan peserta didik. Serta menjadi contoh tentang seberapa menariknya materi yang telah dikembangkan guru di SMA N 2 Wonosari. Untuk mengukur tingkat relevannya materi dan kemampuan siswa dapat dilihat dari hasil penelitian yang berupa makalah. Menurut salah satu responden guru yang mengajar kelas x, makalah yang dibuat siswa sudah sesuai dengan apa yang di ajarkan dalam teori sebelum terjun kelapangan. 53 Salah satu responden guru mengatakan, suatu materi berhasil dikembangkan apabila dapat menarik perhatian siswa saat pembelajaran. Materi yang dapat menarik perhatian siswa biasanya tentang berita-berita terbaru. Guru menyisipkan contoh dalam materi tentang berita-berita yang ter up date. Untuk nilai kepuasan dalam pengembangan materi guru SMA N 2 Wonosari merasa belum puas karena tingkat keberhasilan materi yang dikembangkan masih dirasa kurang oleh guru. Hal ini didukung dengan semakin berkembangnya materi yang dipelajari membuat guru termotivasi untuk mengembangkan materi menjadi lebih baik. Pengembangan materi yang dilakukan guru di SMA N 2 Wonosari berwujud modul. Modul tersebut dibagikan kepada siswa saat awal semester. Di dalam modul tersebut menggambarkan tentang penerapan prinsip konsistensi. Dengan jumlah bahan ajar yang sama yang terdapat pada modul dapat mempermudah guru untuk memenuhi indikator yang harus di penuhi dalam kompetensi dasar. Modul yang dibuat oleh guru berisi tentang materi pokok yang harus dipelajari siswa disetiap materi. Guru membuat modul berdasarkan pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Materi dalam modul sangat singkat dan mudah di pelajari, terdapat gambar sebagai penjelas, serta terdapat butir soal yang digunakan untuk menilai kemampuan siswa. Isi materi yang singkat dan lengkap ini sudah memenuhi prinsip yang ketiga yaitu prinsip kecukupan. 54 Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru dan harus dipelajari peserta didik hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang benarbenar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara garis besar langkah-langkah pemilihan bahan ajar meliputi : 1) Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan atau rujukan pemilihan bahan ajar, 2) Mengidentifikasi jenis-jenis materi bahan ajar, 3) Memilih bahan ajar yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah teridentifikasi tadi dan 4) Memilih sumber bahan ajar. Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari atau dikuasai peserta didik. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Sejalan dengan berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur (Reigeluth, 1987: 45). Materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen suatu benda, dan lain sebagainya. 55 Materi konsep berupa pengertian, definisi, hakekat, inti isi. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat adagium,paradigma, teorema.Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut, misalnya langkah-langkah menelpon, cara-cara pembuatan telur asin atau cara-cara pembuatan bel listrik.Materi pembelajaran aspek afektif meliputi: pemberian respon, penerimaan (apresisasi), internalisasi, dan penilaian. Materi pembelajaran aspek motorik terdiri dari gerakan awal, semi rutin, dan rutin. Materi yang akan diajarkan perlu diidentifikasi apakah termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan lebih daripada satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya. Setelah jenis materi pembelajaran teridentifikasi, langkah berikutnya adalah memilih jenis materi tersebut yang sesuai dengan standar kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik. Identifikasi jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan mengajarkannya. Sebab, setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi pembelajaran atau metode, media, dan sistem evaluasi atau penilaian yang berbeda-beda. Misalnya, metode mengajarkan materi fakta atau hafalan adalah dengan menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics), sedangkan metode untuk mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi”. Setelah jenis materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber bahan ajar. Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat kita temukan 56 dari berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet, media audiovisual, dan sebagainya Urutan penyajian (sequencing) bahan ajar sangat penting untuk menentukan urutan mempelajari atau mengajarkannya. Tanpa urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai hubungan yang bersifat prasyarat (prerequisite) akan menyulitkan peserta didik dalam mempelajarinya. Misalnya materi Sejarah Indonesia. Peserta didik akan mengalami kesulitan mempelajari periodisasi sejarah indonesia apabila materi yang disampaikan tidak urut. Peserta didik salah satu responden menyatakan bahwa dalam kurikulum KTSP, materi sejarah luar negeri sangat sedikit dan lebih ditekankan pada materi sejarah indonesia, sehingga guru menjelaskan materi sejarah harus secara kronologis dan sesuai periodisasi Sejarah Indonesia. Akan tetapi materi tentang konsep dasar ilmu sejarah diberikan tidak urut karena disesuaikan dengan metode yang dipakai seorang guru dalam memberikan materi pelajaran. Sebagai contoh penelitian sejarah diberikan di akhir setelah peserta didik diberikan materi dasar ilmu sejarah. Guru menerapkan metode studi lapangan di akhir pertemuan setelah sebelumnya diberi materi tentang konsep dasar ilmu sejarah. Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat diurutkan melalui dua pendekatan pokok, yaitu pendekatan prosedural, dan hierarkis. Pendekatan prosedural yaitu urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut sesuai dengan 57 langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah menelpon, langkah-langkah mengoperasikan peralatan kamera video. Sedangkan pendekatan hierarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Di SMA N 2 Wonosari, guru sejarah sudah mengembangkan materi pelajaran sejarah. Pernyataan ini diperkuat dengan tanggapan para peserta didik yang menjalani proses belajar mengajar di kelas. Sebagian besar responden peserta didik menyatakan bahwa guru sejarah sudah berhasil mengembangkan materi dan metode pembelajaran sejarah di kelas. Peserta didik diajak studi lapangan oleh guru mengenai materi yang berkaitan dengan sejarah lokal. Contohnya seperti pernyataan guru responden bahwa guru menggunakan metode studi lapangan untuk mengkaji dan membahas materi sejarah peninggalan Indonesia masa purba, salah satunya adalah peninggalan seni yang berada di Nglipar yang berupa gamelan bernama Gumbeng Rinding. Peserta didik menjadi tertarik dan mampu mengenali potensi daerahnya. Salah satu guru responden menjelaskan bahwa dalam pengembangan materi pembelajaran perlu memperhatikan kemampuan peserta didik, sumber materi, lingkungan (Local Genius), manfaat pembelajaran sejarah dan materi sejarah terbaru atau kontekstual, fungsinya adalah agar peserta didik tidak bosan dan mengantuk saat proses pembelajaran di kelas.Terdapat pula materimateri yang dirasa susah diterima peserta didik dan dirasa susah pula bagi guru sejarah untuk membuat peserta didik paham akan materi yang disampaikan. 58 Salah satu responden menyatakan, materi tersulit yang dikembangkan adalah materi mengenai dasar pengertian sejarah dan konsep dasar ilmu sejarah di kelas X. Peserta didik hanya diajak berteori sehingga hal ini susah dipahami. Responden lain menyatakan bahwa materi yang sulit dikembangkan adalah materi sejarah luar negeri. Dalam kurikulum KTSP memang materi luar negeri sangat sedikit dan menuntut peserta didik untuk mencari dan mengembangkan sendiri bahan tentang sejarah luar negeri tersebut. Periodisasi sejarah luar negeri yang diajarkan di SMA juga kurang kronologis dan tidak berhubungan, seperti contohnya materi pengayaan sejarah peradaban kuno luar negeri tersedia dalam buku paket namun angka tahunnya tidak urut dan hanya didasarkan pembabakan wilayah, yaitu dimulai peradaban Asia, Afrika, Eropa baru Amerika. Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggungjawab profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik dan fasilitas yang didapat peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, lembaga pendidikan bertanggungjawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas yaitu yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat. 59 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran di SMA N 2 Wonosari, baik secara eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor-faktor eksternal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar dan sistem. Masih ada pendidik yang kurang menguasai materi dan dalam mengevaluasi peserta didik menuntut jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan. Dengan kata lain peserta didik tidak diberi peluang untuk berfikir kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru yang memungkinkan ia mengetahui perkembangan terakhir dibidangnya (state of the art) dan kemungkinan perkembangn yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang (frontier of knowledge). Sementara itu materi pembelajaran dipandang oleh peserta didik terlalu teoritis, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal karena ketersediaan sarana prasarana di sekolah kurang Selama kegiatan belajar mengajar guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar peserta didik belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan unuk mengikuti pelajaran lanjutan. Beberapa peserta didik belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Peserta didik belum mampu mempelajari fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum mampu menerapkannya secara efektif dalam pemecahan. Namun guru sudah berusaha menerapkan metode yang cocok untuk menjelaskan dan mengajarkan materi pelajaran sejarah. 60 Di era globalisasi ini diperlukan pengetahuan dan keanekaragaman keterampilan agar peserta didik mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan, menafsirkan, menilai dan menggunakan informasi, serta melahirkan gagasan kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan keputusan dan dipungkiri bahwa pendidikan sejarah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia dan masyarakat Indonesia umumnya. Agaknya pernyataan tersebut tidaklah berlebihan. Namun sampai saat ini masih terus dipertanyakan keberhasilannya, mengingat fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya generasi muda makin hari makin diragukan eksistensinya. Dengan kenyataan tersebut artinya ada sesuatu yang harus dibenahi dalam pelaksanaan pendidikan sejarah (Alfian, 2007:1). Guru SMA N 2 Wonosari juga menggunakan sumber internet, BSE, dan jurnal dalam mengembangkan materi pembelajaran sejarah seperti yang diungkapkan salah satu guru responden. Materi yang diajarkan up to date dan guru mengajarkan kritik sumber pada para peserta didik guna memilah dan memilih sumber yang relevan dalam proses kegiatan belajar mengajar.Walaupun demikian, para peserta didik sudah dapat menerima materi pelajaran sejarah di SMA N 2 Wonosari. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar peserta didik sudah dapat menangkap materi yang diberikan oleh guru sejarah. Peserta didik juga mengetahui esensi dari mata pelajaran sejarah yaitu mengajarkan kebijakan dan cerminan peristiwa masa lalu guna dijadikan pedoman untuk bertindak di masa 61 yang akan datang. Salah satu peserta didik responden menyatakan bahwa guru sejarah di SMA N 2 Wonosari sudah jelas dalam penyampain materinya dan tidak membuat bosan. Namun salah satu guru responden menjelaskan bahwa tingkat keseriusan peserta didik juga dipengaruhi pada jam pelajaran sejarah. Apabila pelajaran sejarah dimulai pada jam pertama atau kedua maka peserta didik kebanyakan mengikuti dengan serius dan materi mudah tersampaikan pada peserta didik. Ketika jadwal mata pelajaran sejarah dimulai pada jam ke 7 atau ke 8 maka banyak peserta didik yang tidak fokus dan mengantuk. Beberapa pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan memberikan pendapat tentang fenomena pembelajaran sejarah yang terjadi di Indonesia diantaranya masalah model pembelajaran sejarah, kurikulum sejarah, masalah materi dan buku ajar atau buku teks, profesionalisme guru sejarah dan lain sebagainya. Yang pertama adalah masalah model pembelajaran sejarah. Menurut Hamid Hasan dalam Alfian (2007) bahwa kenyataan yang ada sekarang, pembelajaran sejarah jauh dari harapan untuk memungkinkan anak melihat relevansinya dengan kehidupan masa kini dan masa depan. Mulai dari jenjang SD hingga SMA, pembelajaran sejarah cenderung hanya memanfaatkan fakta sejarah sebagai materi utama. Tidak aneh bila pendidikan sejarah terasa kering, tidak menarik, dan tidak memberi kesempatan kepada anak didik untuk belajar menggali makna dari sebuah peristiwa sejarah. Taufik Abdullah memberi penilaian, bahwa strategi pedagogis sejarah Indonesia sangat lemah. Pendidikan sejarah di sekolah masih berkutat pada pendekatan chronicle dan cenderung menuntut anak agar menghafal suatu 62 peristiwa (Abdullah dalam Alfian, 2007:2). Peserta didik tidak dibiasakan untuk mengartikan suatu peristiwa guna memahami dinamika suatu perubahan. Sistem pembelajaran sejarah yang dikembangkan sebenarnya tidak lepas dari pengaruh budaya yang telah mengakar. Model pembelajaran yang bersifat satu arah dimana guru menjadi sumber pengetahuan utama dalam kegiatan pembelajaran menjadi sangat sulit untuk dirubah. Pembelajaran sejarah saat ini mengakibatkan peran peserta didik sebagai pelaku sejarah pada zamannya menjadi terabaikan. Pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta didik sebelumnya atau lingkungan sosialnya tidak dijadikan bahan pelajaran di kelas, sehingga menempatkan peserta didik sebagai peserta pembelajaran sejarah yang pasif (Martanto, dkk, 2009:10). Dengan kata lain, kekurangcermatan pemilihan strategi mengajar akan berakibat fatal bagi pencapaian tujuan pengajaran itu sendiri (Widja, 1989:13). Kedua adalah masalah kurikulum sejarah, karena kurikulum adalah salah satu komponen yang menjadi acuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Secara umum dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah rencana tertulis yang dilaksanakan dalam suatu proses pendidikan guna mengembangkan potensi peserta didik menjadi berkualitas. Dalam sebuah kurikulum termuat berbagai komponen seperti tujuan konten dan organisasi konten, proses yang menggambarkan posisi peserta didik dalam belajar dan asessmen hasil belajar. Selain komponen tersebut, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dapat pula berisikan sumber belajar dan peralatan belajar dan evaluasi kurikulum atau program. 63 Sejak Indonesia merdeka, telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum dan mata pelajaran sejarah berada didalamnya. Akan tetapi materimateri yang diberikan dalam kurikulum yang sering mendapat kritik dari masyarakat maupun para pemerhati sejarah baik dari pemilihan, pengembangan dan implimentasi teori yang seringkali digunakan untuk mendukung kekuasaan (Alfian, 2007:3). Ketika Orde Baru bermaksud menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, tujuan pendidikan nasional diarahkan untuk mendukung maksud tersebut. Tentu saja kurikulum sekolahan dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 1986 yang berlaku pada awal masa Orde Baru kemudian mengalami pergantian menjadi kurikulum 1975, kurikulum sejarah juga mengalami penyempurnaan. Demikian seterusnya terjadi beberapa perubahan kurikulum menjadi kurikulum 1984, 1994 dan 2004 (Umasih dalam Alfian, 2007:3). Kurikulum yang dipakai arahannya kurang jelas dan sangat berbau politis, artinya kurikulum yang digunakan tidak lepas dari adanya kepentingankepentingan dari rezim yang berkuasa. Sejarah dijadikan alat untuk membangun paradigma berfikir masyarakat mengenai perjalanan sejarah bangsa dengan mengagung-agungkan rezim yang mempunyai kekuasaan. Sistem pembelajaran yang diterapkan tidak mengarahkan peserta didik untuk berfikir kritis mengenai suatu peristiwa sejarah, sehingga peserta didik seakanakan dibohongi oleh pelajaran tentang masa lalu (Anggara, 2007:103). Hal inilah yang membuat pemahaman peserta didik di SMA N 2 Wonosari menjadi 64 terbelenggu dan sudah sepantasnya seorang guru sejarah menjelaskan materi sesuai dengan fakta yang relevan dan kontekstual. Selain masalah kurikulum yang selalu mengalami perubahan, masalah yang tidak kalah pentingnya adalah masalah materi dan buku ajar/buku teks sejarah. Menurut Lerissa (dalam Alfian, 2007), masalah buku ajar ini sudah ada sejak sistem pendidikan nasional mulai diterapkan di Indonesia tahun 1946. Saat buku ajar yang dipakai sebagai bahan ajar sejarah adalah karangan Sanusi Pane yang berjudul Sejarah Indonesia (4 Jilid) yang ditulis atas permintaan pihak Jepang pada tahun 1943-1944, yang kemudian dicetak ulang pada tahun 1946 dan 1950. Pada tahun 1957 Anwar Sanusi menulis buku Sejarah Indonesia untuk sekolah menengah (3 Jilid). Setelah itu kemudian muncul berbagai buku ajar lainnya yang ditulis oleh berbagai pihak, terutama oleh guru, salah satunya buku yang dikarang oleh Subantardjo. Hampir seluruh buku ajar, baik yang diterbitkan oleh swasta maupun pemerintah sebenarnya tidak layak untuk dijadikan referensi. Hampir seluruh penulis buku hanya membaca dokumen kurikulum secara harfiah dan tidak mampu memahami jiwa kurikulum dengan baik. Sebagian besar penulis buku juga tidak paham sejarah sebagai ilmu, historiografi, dan tertinggal sangat jauh dalam referensi mutakhir penulisan (Purwanto, 2006:268). Permasalahan ini juga ditemukan di SMA N 2 Wonosari, dimana buku-buku yang tersedia sangat terbatas dan tidak update, hal ini berdasarkan pernyataan responden yang diambil dari pegawai perpustakaan. 65 Masalah profesionalisme guru sejarah juga masih dipertanyakan, sampai saat ini masih berkembang kesan dari para guru, pemegang kebijakan di sekolah bahwa pelajaran sejarah dalam mengajarkannya tidak begitu penting memperhatikan masalah keprofesian, sehingga tidak jarang tugas mengajar sejarah diberikan kepada guru yang bukan profesinya. Akibatnya, guru mengajarkan sejarah dengan ceramah mengulangi apa isi yang ada dalam buku (Anggara, 2007:102). Sementara itu terlalu banyak sekolah yang memposisikan guru sejarah sebagi orang buangan, dan mata pelajaran sejarah sekedar sebagai pelengkap. Bahkan banyak kasus ditemukan, guru sejarah menjadi sasaran untuk menaikkan nilai peserta didik agar yang bersangkutan dapat naik kelas. Selain itu, sebagian besar guru juga tidak mengikuti perkembangan hasil penelitian dan penerbitan mutakhir Sejarah Indonesia. Hal yang terakhir itu juga berkaitan dengan adanya kenyataan bahwa institusi resmi yang menjadi tempat pendidikan tambahan bagi guru sejarah itu hanya berkutat pada substansi historis dan metode pengajaran sejarah yang tertinggal jauh (Purwanto, 2006:268). Pernyataan diatas juga merupakan permasalahan di SMA N 2 Wonosari dimana peserta didik pada awalnya memang menganggap pelajaran sejarah tidak penting, hal ini berdasarkan pada hasil observasi pada peserta didik yang mana salah satu responden menyebutkan bahwa jam pelajaran sejarah kurang dan tidak terlalu penting guna syarat kelulusan. Peserta didik lebih memfokuskan pada pelajaran yang diujikan pada ujian nasional. Salah satu guru responden menuturkan bahwa antusias peserta didik terkadang kurang 66 dengan materi pelajaran sejarah, mereka lebih cenderung menitikberatkan pada materi yang akan di UAN-kan pada peserta didik kelas XII. Pengajaran sejarah di sekolah selama ini sering dilakukan kurang optimal. Pelajaran sejarah seolah sangat mudah dan digampangkan. Banyak pendidik yang tidak berlatar belakang pendidikan sejarah terpaksa mengajar sejarah di sekolah (Hariyono, 1995:143). Di SMA N 2 Wonosari tenaga pengajar sejarah sudah bersertifikasi dan berdasarkan basic mereka sebagai lulusan sarjana pendidikan dari jurusan sejarah, sehingga hal ini tidak menjadi permasalahan. Berdasarkan salah satu guru responden menyatakan bahwa guru tersebut mempunyai rasa cinta dan bangga sebagai guru sejarah sehingga dalam proses penyampaian materi guru tersebut bisa maksimal dan tidak pernah mengosongkan kelas. Aspek-aspek yang diperhatikan guru sejarah SMA N 2 Wonosari dalam mengembangkan materi adalah melihat materi berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, kemampuan peserta didik dalam menangkap materi, materi apa yang bisa digunakan untuk masa depan peserta didik atau kontekstual, manfaat bagi peserta didik dalam kehidupan seharti-hari. 2. Kemampuan Guru Sejarah di SMA Negeri 2 Wonosari dalam Mengembangkan Metode Pengajaran Sejarah Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk membantu guru dan peserta didik dalam mengkreasi, menata, dan mengorganisasi pembelajaran sehingga memungkinkan peristiwa belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran sangat diperlukan untuk memandu proses 67 belajar secara efektif. Model pembelajaran yang efektif adalah model pembelajaran yang memiliki landasan teoretik yang humanistik, lentur, adaptif, berorientasi kekinian, memiliki sistem pembelajaran yang sedehana, mudah dilakukan, dapat mencapai tujuan dan hasil belajar yang disasar. Model pembelajaran yang dapat diterapkan pada bidang studi hendaknya dikemas koheren dengan hakikat pendidikan bidang studi tersebut. Namun, secara filosofis tujuan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi peserta didik dalam menumbuh dan mengembangkan kesadaran belajar, sehingga mampu melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam memecahkan masalah kehidupan di dunia nyata. Model-model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan tujuan tersebut adalah yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik sebagai paradigma alternatif. Salah satu model pembelajaran sejarah yang cocok untuk menjadikan peserta didik aktif dan guru sebagai fasilitatornya adalah kontruktivisme, inquiry, dan cooperatif learning. Kontruktivisme adalah bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (Anggara, 2007:104). Pembelajaran sejarah kontruktivisme berkaitan dengan pembelajaran yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik dalam kehidupan seharihari. Metode inquiry juga sesuai dalam pembelajaran sejarah. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Penggunaan model pembelajaran cooperatif learning menempatkan 68 guru sebagai fasilitator, director-motivator dan evaluator bagi peserta didik dalam upaya membantu peserta didik mengembangkan keterampilan sosial dan kemampuan berfikir kritis, agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, mampu bekerjasama dengan orang lain, dan mampu berinteraksi sosial dengan masyarakat. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari menerapkan metode ceramah variasi, studi lapangan, Problem Best Learning (PBL), discovery learning dan sosiodrama sebagai pengembangan dari model pembelajaran kooperatif learning guru sebagai fasilitator bagi peserta didik. Berdasarkan Hasil observasi dan wawancara, guru sejarah di SMA N 2 Wonosari berlatarbelakang pendidikan S1 jurusan Pendidikan Sejarah. Guru telah sesuai dengan latar belakang yang dulu dipelajarai. Kedua guru di SMA N 2 Wonosari juga telah bersatus PNS dan telah bersertifikasi. Dari segi pengalaman, guru sejarah SMA N 2 Wonosari telah mengajara selama 20 tahun dan 10 tahun serta telah berganti-ganti tempat mengajar. Metode yang dikembang oleh guru sejarah di SMA N 2 Wonosari berpedoman pada rumusan tujuan yang dikembangkan oleh guru sendiri. Setiap kompetensi dasar oleh guru dikembangkan menjadi indikator-indikator yang kemudian dikembangkan kedalam RPP. Isi dari RPP yang dikembangkan oleh guru adalah urutan mengajar sesuai dengan metode yang digunakan dan tentunya tidak melenceng dari tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Perbedaan Individu di kelas juga tidak luput dari pandangan guru SMA N 2 Wonosari. Di dalam kelas terdapat siswa yang bervariasi, mulai dari yang tingkat kecerdasannya tinggi, sedang dan rendah. Oleh karena itu SMA N 2 69 Wonosari memilah-milah antara siswa yang memiliki kecerdasan tinggi, sedang dan rendah. Di Kelas X siswa di urutkan berdasarkan nilai saat masuk di SMA N 2 Wonosari. Siswa yang memilik kecerdasan tinggi ditempatkan di kelas X1 dan X2, yang memliki kecerdasan sedang ditempatkan di kelas X3 dan X4, serta siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rendah ditempatkan di kelas X5 dan X6. Hal ini dimaksudkan supaya mempermudah guru untuk menentukan metode yang harus digunakan dalam pembelajaran di kelas. Kurikulum yang diberikan oleh pemerintah menurut salah satu guru terdapat materi yang mudah, sedang dan sulit. Ini juga berpengaruh terhadap bagaimana guru mengembangkan metode. Materi yang sulit dikembangkan kedalam sebuah metode adalah materi G30S/PKI. Salah satu responden menjelaskan bahwa materi PKI sangat sulit dikembangkan kedalam metode pembelajaran yang efektif karena kenyataan dari masalah tersebut masih belum jelas. Siswa yang cenderung mulai aktif sering bertanya tentang keterlibatan PKI dalam gerakan tersebut. Peran Siswa dalam penelitian ini juga sangatlah penting. Dalam wawancara dengan salah satu siswa menjelaskan tentang kondisi kelas dengan pembelajaran sejarah. Apabila kondisi siswa gaduh di kelas maka pembelajaran juga sulit untuk diikut. Oleh karena itu peran guru disini daatlah penting dalam mengontrol keadaan siswa. Menurut hasil observasi di kelas guru sudah mengatur kelas cukup baik. Guru memiliki ketegasan kepada siswa yang mengganggu siswa lainnya. Hukuman ringan yang biasanya memberi tugas 70 meringkas materi dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya kepada siswa yang kurang disiplin di kelas. Fasilitas di SMA N 2 Wonosari cukup memadai untuk guru dalam memvariasai metode yang digunakan. Sekolah menyediankan LCD dan wifi untuk mengakses internet guna menambah pengetahuan siswa. Akan tetapi dalam wawancara dan Observasi di perpustakaan buku penunjang pembelajaran sejarah kurang. Buku-buka yang ada di perpustakaan berupa buku terbitan lama. Metode yang digunakan guru kebanyakan berupa ceramah bervariasa disertai dengan permainan kecil. Menurut salah satu responden guru metode yang mereka terapkan sama dengan metode-metode yang lain. Masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan hal ini juga dipehatikan guru. Saat pembelajaran dijam terakhir kondisi siswa sudah mulai berkurang berkonsentrasi sehingga guru menggunakan metode yang mengajak peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran. Metode yang biasanya digunakan adalah metode-metode permainan. Untuk dapat kembali mengajarkan sejarah secara baik dan menarik, guru sejarah SMA N 2 Wonosari mempunyai keleluasaan mengolah dan menata materi yang ada. Sudah barang tentu tidak mungkin topik yang ada dalam kurikulum dapat diselesaikan dengan alokasi waktu yang tersedia. Untuk itulah bagaimana guru sejarah SMA N 2 Wonosari mengontrol berbagai materi pengajaran yang memungkinkan dipelajari di luar kelas. Kurikulum yang baik untuk kelas tertentu adalah yang cocok, terencana dengan baik, sesuai, 71 menyajikan pemikiran yang bijaksana dan sistematis. Haryono menjelaskan bahwa tujuan kurikulum adalah membuka peluang melalui perencanaan yang bijaksana bagi tumbuhkembangnya mata pelajaran dan para peserta didiknya (Kochar, 2008: 68). Dari pernyataan ini maka guru sejarah SMA N 2 Wonosari berusaha menggali potensi peserta didik dan daerah Gunungkidul dengan menerapkan model pembelajaran yang berdasarkan pada potensi. Sesuai dengan ketetapan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP No. 19 tahun 2005, maka pengembanagn kurikulum pendidikan sejarah dimasa mendatang adalah tanggungjawab satuan pendidikan. Artinya, pengembangan kurikulum pendidikan sejarah SD, SMP, SMA menjadi tanggungjawab masing-masing sekolah tersebut. Melalui pengembangan dan penempatan Sejarah Lokal sebagai materi kurikulum yang dasar, terlepas apakah materi tersebut dikemas dalam mata pelajaran sejarah ataukah mata pelajaran lain. Posisi materi sejarah lokal dalam kurikulum dianggap penting karena pendidikan harus dimulai dari lingkungan terdekat dan peserta didik harus menjadi dirinya sebagai anggota masyarakat terdekat (Hasan, 2007: 8). Musnir menjelaskan bahwa kurikulum sejarah tersebut harus mampu mengembangkan kualitas manusia Indonesia masa mendatang, yaitu (1) semangat yang kuat, (2) kemampuan berpikir baik yang bersifat proaktif maupun reaktif (3) memiliki kemampuan mencari, memilih, menerima, mengolah dan memanfaatkan informasi melalui berbagai media (4) mengambil inisiatif (5) tingkat kreativitas yang tinggi dan (6) kerjasama yang tinggi (Gunawan, 1998:130). 72 Pengembangan metode yang dilakukan Guru sejarah SMA N 2 Wonosari disesuaikan dengan materi sejarah dan potensi peserta didik serta potensi daerah (local Genius) Sedangkan untuk mengatasi permasalahan buku teks harus ada kriteria yang baik. Salah satu kriteria buku cetak yang baik menurut Kochar (2008) adalah buku cetak harus bersih dari indoktrinasi. Buku cetak harus menyajikan pandangan yang adil tentang berbagai macam ide yang disampaikan pada fase kehidupan tertentu. Buku ini harus tidak mengandung sekumpulan pendapat yang sempit, tidak mengandung terlalu banyak nasionalisme hingga cenderung membelenggu, kaku, dan resmi. Buku ini harus tidak menanamkan kebiasaan memberikan tanggapan secara spontan tanpa berpikir terlebih dahulu, penilaian yang menyakitkan dan tanggapan yang emosional. Pandangan yang bias dan prasangka penulis harus tidak tercermin didalam lembaran buku cetak. Buku cetak yang dipergunakan peserta didik harus mengatakan kebenaran yang sesungguhnya, dan tidak ada yang lain selain kebenaran. Permasalahan pengembangan model atau metode pembelajaran Guru sejarah SMA N 2 Wonosari adalah terbatasnya sumber yang valid, sehingga guru aktif mencari perbandingan sumber yang relevan guna dijadikan pedoman menyusun metode pembelajaran. Ada bahaya dibalik pemakaian buku cetak tunggal karena akan menciptakan batasan-batasan. Di SMA N 2 Wonosari, jumlah buku paket yang tersedia di perpustakaan sangat minim dan hanya terdapat buku yang dikarang oleh 2 penerbit. Hal ini jelas tidak mendukung dalam upaya mengembangkan 73 metode pembelajaran. Peserta didik SMA N 2 Wonosari cenderung mengembangkan ide yang salah bahwa sejarah sama artinya dengan buku cetak dan sebagus apapun buku tersebut tidak akan cukup untuk mendukung peserta didik dalam belajar. Jadi, saran alternatifnya adalah gunakan buku cetak tunggal sebagi pendukung, dan sediakan serangkaian buku cetak lainnya yang masing-masing mewakili subjek permasalahan dari sudut pandang yang berbeda. Cara ini akan meminimalkan kecenderungan untuk bergantung sepenuhnya pada buku cetak. Selain itu, peserta didik akan mampu membandingkan dan menyelaraskan sudut-sudut pandang yang berbeda (Kochar, 2008: 175). Dalam permasalahan ini guru sejarah SMA N 2 Wonosari mengembangkan model studi lapangan dan discovery learning guna mengungkap fakta dan kebenaran materi sejarah. Sejarah haruslah diinterpretasikan seobjektif dan sesederhana mungkin. Ini dapat terlaksana hanya jika guru sejarah memilki beberapa kualitas pokok. Menurut Kochar (2008: 393) kualitas yang harus dimilki guru sejarah adalah penguasaan materi dan penguasaan teknik. Dalam penguasaan materi, guru sejarah harus lengkap dari segi akademik. Meskipun ia mengajar kelas-kelas dasar, guru sejarah harus sekurang-kurangnya bergelar sarjana dengan spesialisasi dalam periode tertentu dalam sejarah. Di kelas-kelas yang lebih tinggi, sebagai tambahan untuk subjek yang menjadi spesialisasinya, guru sejarah harus dapat memasukkan ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Setiap guru sejarah harus memperluas dan menguasai ilmu-ilmu yang terkait seperti bahasa modern, sejarah filsafat, sejarah sastra, 74 dan geografi. Dalam penguasaan teknik, guru sejarah harus menguasai berbagai macam metode dan teknik dalam pembelajaran sejarah. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari terkadang kesulitan menggunakan model pembelajaran karena sarana seperti LCD sangat kurang. Ia harus menciptahkan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan agar proses belajar-mengajar dapat berlangsung dengan cepat dan baik. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari melakukan proses selektif terhadap sumber buku paket yang digunakan dalam mengembangkan metode pembelajaran di kelas. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari juga menggunakn jurnal dan CD pembelajaran yang terdapat di perpustakaan. Pendidikan dan pembinaan guru perlu ditingkatkan untuk menghasilkan guru yang bermutu dan dalam jumlah yang memadai, serta perlu ditingkatkan pengembangan karier dan kesejahteraannya termasuk pemberian penghargaan bagi guru yang berprestasi (Musnir dalam Gunawan (ed), 1998: 129). Maka dari itu secara professional, guru sejarah harus memiliki pemahaman tentang hakikat pembelajaran sejarah, tujuan pembelajaran sejarah, kompetensikompetensi apa yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah, nilainilai apa yang dibutuhkan dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah, sebelum nantinya guru dapat menentukan metode atau pendekatan yang digunakan (Anggara, 2007: 102). Guru sejarah SMA N 2 Wonosari sudah bersertifikasi dan dapat dibuktikan pada lampiran di akhir skripsi ini. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari juga sudah melakukan pelatihan pengembangan metode pembelajaran sejarah. 75 Tidak sedikit event pelatihan guru dalam pengembangan metode pembelajaran yang sudah diikuti oleh Guru sejarah SMA N 2 Wonosari. 3. Kemampuan Guru dalam Mengimplementasikan Materi dan Metode Pengajaran Sejarah di SMA N 2 Wonosari a. Implementasi Pengembangan Materi Sejarah SMA N 2 Wonosari Dalam menghadapi tantangan berat di era global pembelajaran sejarah sudah semestinya didesain sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh kecakapan hidup (life skill) yang memadai dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang lebih dinamis. Pemahaman yang baik atas sejarah akan memberikan penyadaran manusia tentang konsep diri, penghargaan nilai-nilai lokal, semangat kebangsaan, dan pemahaman atas peristiwa berskala global. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari benar-benar memperhatikan aspek-aspek ini dibuktikan dengan penuturan salah satu guru responden yang menyatakan implementasi pembelajaran sejarah ditekankan pada rasa nasionalisme, karena materi yang berhubungan dengan sejarah luar negeri sangat terbatas dan sedikit berdasarkan KTSP. Pengetahuan sejarah dan budaya akan membentuk manusia-manusia yang visioner dengan perspektif penalaran luas atas segala problematika kehidupan. Itulah sebabnya metode yang dilakukan guru sejarah SMA N 2 Wonsari menitikberatkan pada keaktifan peserta didik menemukan materi konstektual. Namun, sejarah acapkali dianggap sebagai mata pelajaran “nomor dua”. Pasalnya, sejarah bukan pelajaran yang termasuk diujikan dalam UNAS (UjianNasional). Sehingga, guru tidak lagi serius menanganinya, mereka hanya sibuk pada empat mata pelajaran unas, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa 76 Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Di SMA N 2 Wonosari pemahaman seperti ini juga terjadi, hanya saja kalangan peserta didik yang berangapan demikian. Pengabaian guru tersebut mengakibatkan terbentuknya mindset pada diri peserta didik bahwa mata pelajaran sejarah tidak menentukan kelulusan. Mata pelajaran tersebut tidak lebih dari sekedar dongeng atau identik dengan cerita masa lalu. Mereka menganggapnya sebagai sebuah ilmu yang hanya cukup untuk dihafal. Konsep dan nilai yang terkandung di dalamnya dipandang sebagai sesuatu yang tidak perlu diaplikasikan dalam kontek sosiologis yang sebenarnya. Pernyataan ini merupakan dasar guru sejarah SMA N 2 Wonosari dalam upaya mengimplementasikan metode dan materi pembelajaran di kelas saat kegiatan belajar mengajar. Salah satu guru responden menjelaskan bahwa pelajaran sejarah apabila dibayangkan dan dihafal kurang menarik, dibutuhkan metode khusus agar peserta didik melihat langsung dan menganalisis peristiwa sejarah Di era yang kian hari semakin dinamis, kecakapan hidup (life skill) bagi peserta didik merupakan sebuah keniscayaan. Betapa tidak, ia merupakan bagian dari kompetensi seseorang yang mutlak diperlukan untuk menghadapi hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat dan mengatasi masalah secara arif. Dengan metode ceramah variasi, guru sejarah SMA N 2 Wonosari berusaha menanamkan sifat seperti itu. belajar sejarah bisa membuat bijak peserta didik, sehingga guru sejarah SMA N 2 Wonosari benar-benar berusaha sekuat tenaga 77 membuat metode pembelajaran yang efektif dan menarik minat peserta didik dalam mata pelajaran sejarah. Dalam mengintegrasikan life skill ke dalam pembelajaran sejarah diperlukan sarana atau media untuk mempercepat tercapainya tujuan pembelajaran. Terkait hal tersebut, guru sejarah SMA N 2 Wonosari sudah sepantasnya menyibukkan diri mengemas isi pembelajaran sejarah dengan memilih metode mengajar yang tepat dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak didik. Pengembangan materi sejarah yang dilakukan oleh guru sejarah SMA N 2 Wonosari juga menemui berbagai macam kendala. Walaupun output dan hasil dari pengembangan materi yang sudah dilakukan dapat dimengerti oleh peserta didik namun masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Menurut salah satu guru responden, kendala pengembangan materi adalah ketersediaan fasilitas penunjang yang minim, tingkat kemampuan peserta didik dan masa transisi peserta didik yang baru saja masuk SMA yang semula masih menerapkan model pembelajaran dan menyerap materi dengan cara yang berbeda sewaktu SMP. Di samping itu kondisi kelas sangat mempengaruhi dalam proses transfer materi dari guru kepada peserta didik. Kondisi kelas yang tidak kondusif akan membuat materi yang diajarkan guru tidak sepenuhnya dapat ditangkap oleh para peserta didik. Hal ini sangat terasa dan terbukti di SMA N 2 Wonosari, dimana seluruh peserta didik responden mengemukakan pendapatnya bahwa kondisi kelas yang gaduh akan membuat proses penyampaian materi menjadi 78 terganggu, terlebih apabila pelajaran sejarah berada pada jam pelajaran terakhir. Peserta didik menginginkan kondisi kelas yang kondusif, dimana guru dalam menyampaikan materinya bersifat serius tetapi santai, sehingga tercipta kedekatan sosial antara guru dan peserta didik di kelas yang mengakibatkan minat peserta didik dalam mata pelajaran sejarah menjadi meningkat. Semua peserta didik responden menyepakati apabila selama proses penyampaian materi di kelas harus menyenangkan dan tidak membuat mereka mengantuk. Dalam kasus ini guru sejarah SMA N 2 Wonosari telah mampu meningkatkan minat belajar peserta didik dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran guna membuat peserta didik tidak mengantuk. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari cukup kesulitan dalam mengembangkan materi luar negeri dan materi konsep dasar ilmu sejarah. Untuk materi sejarah luar negeri hal ini sangat sulit dikembangkan karena tingkat pemahaman peserta didik yang kurang dan minimnya sumber. Sedangkan untuk materi konsep dasar ilmu sejarah, guru kesulitan karena materi tersebut berisi hafalan yang membuat minat peserta didik kurang. Pengembangan materi disesuaikan dengan standar Silabus dan RPP yang telah dibuat sebelum proses belajar mengajar sehingga proses pemberian materi di kelas terencana dan berjalan dengan baik. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari menggunakan modul sejarah dan CD pembelajaran dalam proses pemberian materi kepada peserta didik. Tanggapan peserta didik juga positif dengan adanya modul ini, karena semua materi sejarah ada di dalam modul itu. 79 Namun berdasarkan salah satu responden dari penjaga perpustakaan menyatakan bahwa modul dan CD pembelajaran yang ada di perpustakaan jumlahnya terbatas dan modul sejarah yang ada merupakan modul buatan tahun 2008. Sampai tahun 2013 belum ada penambahan modul dan CD pembelajaran. b. Implementasi Metode Pengajaran Sejarah SMA N 2 Wonosari Guru sejarah SMA N 2 Wonosari menerapkan berbagai metode pembelajaran dalam menyampaikan materinya kepada peserta didik. Fungsi utamanya adalah meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran sejarah. Namun ada berbagai macam kendala yang dihadapi antara lain materi tidak selesai berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar karena menggunakan berbagai metode yang menyita banyak waktu. Kondisi kelas yang tidak kondusif juga akan mempengaruhi tercapainya metode pembelajaran seorang guru sejarah dalam menyampaikan materi kepada peserta didik. Salah satu guru responden berpendapat bahwa dengan penerapan berbagai metode pembelajaran maka konsekuensinya tidak ada catatan yang diberikan langsung dari guru kepada peserta didik dan hal itu akan menyulitkan siswa. Hal ini diperkuat dengan observasi dan penuturan siswa responden yang menyatakan bahwa catatan sangat penting dalam upaya pemahaman suatu materi. Penerapan metode pembelajaran disesuaikan dengan jadwal mata pelajaran sejarah dan jam pelajaran. Apabila mata pelajaran sejarah berada di jam terakhir maka guru harus menggunakan metode yang menarik agar peserta didik tidak mengantuk. Kondisi kelas yang tidak kondusif 80 juga akan mempengaruhi proses penerapan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Sekolah juga mendukung terciptanya metode pembelajaran yang menarik dari guru kepada peserta didik. Kontribusi sekolah adalah dengan menyediakan buku sumber, internet, jurnal dan sarana seperti LCD. Salah seorang guru responden menjelaskan bahwa pihak sekolahan berperan aktif dalam pembentukan metode pembelajaran yang menarik bagi peserta didik. Pihak sekolah menyediakan banyak prasarana seperti internet, CD pembelajaran dan pengadaan buku paket sejarah. Pemahaman peserta didik merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan seorang guru dalam menjalankan kewajibannya. Banyak sekali aspek yang harus diperhatikan seorang guru terhadap peserta didiknya baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Tidak mudah bagi seorang guru untuk memahami secara keseluruhan peserta didiknya saat proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Seorang guru mata pelajaran bukan hanya berperan sebagai pendidik saja, melainkan menjadi pembimbing layaknya orang tua terkait dalam hal memahami peserta didiknya melalui berbagai cara. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh data bahwa guru sejarah SMA N 2 Wonosari sudah cukup baik dalam upaya memahami peserta didiknya. Guru berupaya melakukan pendekatan lebih mendalam guna memahami kondisi peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar guru dan peserta didik mempunyai 81 ikatan kekeluargaan yang erat sehingga peserta didik tidak canggung apabila mereka mendapat permasalahan. Menurut salah satu penuturan responden, setelah memilih materi pengajaran sejarah, selanjutnya guru menentukan metode yang paling tepat untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil temuan di lapangan hampir semua guru sejarah menggunakan metode ceramah bervariasi. Metode ceramah bervariasi diartikan gabungan dari metode ceramah, tanya jawab, dan mencatat. Pertimbangan para guru sejarah dalam menggunakan metode ceramah adalah pelaksanaannya sangat sederhana, pengorganisasian materi tidak terlalu rumit karena penyampaiannya searah, sehingga guru sejarah dapat mengawasi kelas secara cermat dalam waktu relatif singkat. Dengan metode ceramah dapat juga disampaikan bahan atau materi pelajaran sejarahyang sangat banyak dan luas, sementara alokasi waktu yang tersedia terbatas yakni hanya dua jam pelajaran setiap minggunya. Hal ini berakibat guru sulit mengembangkan metode pembelajaran yang lain. Faktor lain yang menyebabkan para guru sejarah lebih memilih metode ceramah bervariasi adalah susahnya peserta didik dalam menangkap materi baru dan teori-teori ilmu sejarah. 1) Penggunaan metode pembelajaran sosiodrama Sosiodrama, sebagai salah satu metode mengajar yang hampir tidak pemah dilaksanakan dan cenderung ditinggalkan, tampaknya perlu disentuh kembali. Sosiodrama mempercepat proses sangat mungkin pengintegrasian menjadi kecakapan katalisatordalam hidup ke dalam 82 pembelajaran sejarah.Sosiodrama adalah salah satu bentuk kegiatan yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengajaran dengan cara memperagakan masalah dalam situasi tertentu dengan gerak dan dialog. Manfaat sosiodrama bagi peserta didik, dalam pendidikan antara lain menyadari keterlibatannya dalam persoalan hidup, mendapat kesempatan dalam pembentukan watak, terlatih berkomunikasi dengan baik dan benar, terlatih berfikir cepat, baik, dan benalar. Dalarn pembelajaran sejarah, guru sejarah SMA N 2 Wonosari tidak mengandalkan metode cerarnah semata. Sebab hal itu hanya akan membuat peserta didik mudah “lupa” dalam mencerna materi. Mereka juga harus piawai dalam menggunakan alat peraga gambar atau media audio visual dan powerpoint. Sebab, dengan alat peraga peserta didik menjadi mudah menyimpan kesan ke dalam lapisan kesadaran, sehingga senantiasa “ingat dan tidak mudah lupa”. Namun itu saja tak cukup, menurut salah satu guru responden, setelah pembelajaran sejarah selesai, diharapkan peserta didik tidak hanya ingat terhadap materi yang telah diajarkan. Lebih dari itu, peserta didik diharapkan “memahami” materi atau konsep pembelajaran sejarah. Sehingga memiliki kecakapan hidup sebagai bekal kelak. Untuk mewujudkan itu, guru harus menyibukkan diri membungkus pembelajaran sejarah dengan melibatkan peserta didik secara langsung melakukan tindakan nyata (action), yakni melalui sosiodrama. 83 Salah satu guru responden menggunakan metode sosio drama ini dalam mengembangkan materi dan metode pembelajaran. Hasilnya memang cukup memuaskan namun kondisi kelas yang gaduh menjadikan hal ini sebagai nilai kurang yang harus diperhatikan seorang guru sejarah. Berdasarkan penuturan salah satu peserta didik responden, metode yang digunakan guru sejarah SMA N 2 Wonosari sudah tepat, salah satunya adalah sosio drama. Peserta didik diajarkan untuk mendalami karakter tokoh yang dapat dicontoh dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik juga tidak gampang melupakan materi karena terjadi keseimbangan otak kiri dan otak kanan dalam memahami isi materi lewat metode sosio drama 2) Penggunaan Metode Discovery Learning Discovery Learning adalah salah satu model dalam pengajaran teori kognitif dengan mengutamakan peran guru dalam menciptakan situasi belajar yang melibatkan peserta didik belajar secara aktif dan mandiri.Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, peserta didik melakukan pengamatan, menggolongkan, 84 membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Semua guru responden menerapkan model pembelajaran ini. Responden menjelaskan bahwa metode ini mudah dan cukup efektif dan efisien dalam menjelaskan materi pelajaran sejarah bagi peserta didik. Hal serupa juga dirasakan oleh para peserta didik SMA N 2 Wonosari. Semua peserta didik responden menyatakan bahwa guru sejarah SMA N 2 Wonosari menggunakan metode pembelajaran ini dalam proses belajar mengajar di kelas. Peserta didik lebih menyukai metode ini karena peserta didik belajar aktif dalam menemukan makna, arti dan jalannya peristiwa sejarah sehingga tingkat wawasan pesertra didik dapat diasah dengan baik. Tujuan metode Discovery Learning adalah memperkuat informasi pengetahuan yang sudah dikenal peserta didik, terutama jika bahan mata pelajaran dapat disampaikan dengan cara berbeda, mengembalikan konsepkonsep yang sulit, dan perlu didiskusikan lagi dengan peserta didik secara terperinci, berpikir kembali tentang masalah-masalah yang sulit, karena peserta didik menyelesaikan masalah sebelumnya yang tidak nampak, menyampaikan bahan dari beberapa masalah yang belum terselesaikan untuk membantu peserta didik memperbaiki keterampilan intelektual mereka sehingga secara perlahan memberi mereka kesempatan untuk belajar sendiri. 85 3) Penggunaan Metode Ceramah Variasi Pengajaran dengan menggunakan metode ceramah sering mengalami masalah terutama berkaitan dengan sifatnya yang monoton dan membuat peserta didik merasa bosan. Namun metode ceramah tetap merupakan metode yang tidak mungkin ditinggalkan dalam proses pembelajaran. Untuk itu perlu diupayakan improvisasi model pembelajaran ceramah agar lebih menarik dan menantang. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pengembangan media ceamah variasi telah mampu meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah di SMA N 2 Wonosari. Peningkatan kualitas ini dapat dilihat dari segi proses maupun hasil pembelajaran. Secara umum peserta didik lebih merasakan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media ceramah variasi membuat mereka tidak cepat merasa bosan. Peserta didik sangat tertarik dengan pembelajaran ini karena banyak variasinya. Sedangkan bagi guru, bahwa penggunaan media ceramah bervariasi sangat membantu dalam mengurangi penjelasan verbalis melalui ceramah satu arah. Dari segi hasil pembelajaran, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media ceramah variasi mampu membawa pembelajaran mencapai hasil prestasi yang cukup menggembirakan. Penggunaan metode ceramah variasi dalam pembelajaran sejarah juga berhasil meningkatkan minat dan motivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran sejarah. Semua guru sejarah SMA N 2 Wonosari 86 menggunakan metode ini dalam menyampaikan materi dan sebagian besar materi pelajaran sejarah disampaikan menggunakan metode ceramah bervariasi. 4) Penggunaan media powerpoint Di era informasi yang semakin dinamis ini, para tenaga pendidik dituntut untuk kreatif guna meningkatkan mutu pembelajaran. Mengantisipasi hal tersebut, guru seyogyanya mulai menyadari pentingnya aspek teknologi untuk menunjang proses pembelajaran. Salah satunya adalah bahan sajian yang menggunakan komputer. Saat ini teknologi komputer telah menawarkan peluang-peluang baru dalam proses pembelajaran baik di ruang kelas, belajar jarak jauh maupun belajar mandiri. Menurut Tam M, dalam Educational Technology, Volume 3 Nomor 2, Tahun 2000, melaporkan bahwa komputer dapat secara efektif digunakan untuk mengembangkan higher-order thinking skills yang terdiri dari kemampuan mendefinisikan masalah, menilai (judging) suatu informasi, memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan yang relevan. Roblyer (2003:111) mengklasifikasikan karaktristik pembelajaran berbantuan komputer sebagai berikut: pembelajaran berbantuan komputer efektif karena program ini dirancang berdasarkan tujuan instruksional. Tujuan instruksional dibuat dengan jelas dan dapat diukur, sehingga dapat dibaca oleh perancang pembelajaran, siswa maupun guru. Program pembelajaran yang berbasis komputer efektif dalam mempertahankan minat 87 peserta didik, karena mampu memadukan berbagai jenis media, gambar bergerak selayaknya informasi yang tercetak. Melihat perkembangan ini, sudah saatnya guru melakukan inovasi, tentunya teknologi pada pembelajaran menjadi keharusan dan memikat perhatian semua yang terlibat didalam pembelajaran. Terlebih ketika memasuki era komputer yang membuat segalanya menjadi cepat dan mudah. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan oleh guru adalah membuat media pembelajaran berbasis komputer khususnya piranti lunak presentasi powerpoint. Penggunaan media pembelajaran powerpoint dalam pembelajaran sejarah diharapkan akan sangat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Akan tetapi kendalanya di lapangan masih ada guru sejarah tidak menggunakan media pembelajaran powerpoint sebagai alat bantu. Kalaupun mengunakan media pembelajaran, masih terbatas pada media pembelajaran tradisional, karena guru belum terbiasa menggunakan komputer sebagai alat bantu pembelajaran. Padahal idealnya untuk menarik perhatian dan minat peserta didik terhadap pembelajaran sejarah harus dibuat tampilan media pembelajaran yang unik, menarik, baik warna, teks, bentuk dan ilustrasinya. Hal itu semua dapat diakomodir dengan bantuan teknologi berbasis komputer khususnya dengan piranti lunak presentasi powerpoint. Presentasi menggunakan powerpoint merupakan kegiatan yang penting dalam mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain dengan berbagai 88 tujuan terutama untuk menarik perhatian siswa terhadap materi yang disajikan, atau tujuan lain. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari menggunakan metode powerpoint juga dalam memberikan materi pada peserta didik. Dengan metode ini peserta didik akan tertarik dengan materi dan tidak mudah lupa terhadap materi yang disampaikan. Hal ini berdasarkan salah satu siswa responden yang menyatakan bahwa media powerpoint sangat menyenangkan karena materinya mudah diingat dan dihafal. Menurut guru sejarah SMA N 2 Wonosari, media power point sangat membantgu dalam proses belajar mengajar di kelas namun sayangnya ketersediaan sarana seperti LCD masih kurang sehingga dapat menghambat proses penggunaan media powwer point. Menurut salah satu siswa responden menyatakan bahwa sarana sepeti LCD sangat minim dan kebanyakan rusak. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari berusaha menberikan materinya dengan metode powerpoint agar memancing minat peserta didik terhadap mata pelajaran sejarah. Namun hal ini terdapat kelemahannya dimana apabila terlalu banyak menggunakan media power point maka alokasi waktu yang diberikan untuk mata pelajaran sejarah tidak akan mencukupi untuk memberikan semua materi sesuai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Masih banyak materi yang belum disampaikan karena keterbatasan waktu yang diberikan untuk mata pelajaran sejarah. 89 4. Temuan-temuan Penelitian Setelah penelitian dilaksanakan peneliti mendapatkan beberapa temuan, antara lain sebagai berikut : a. Guru SMA N 2 Wonosari sudah berstatus PNS dan sudah bersertifikasi b. Guru SMA N 2 Wonosari mengembangkan materi pengajaran berdasarkan local genius dan berita-berita terbaru. c. Metode yang digunakan guru sejarah adalah metode ceramah bervariasi, media powerpoint, sosiodrama,dll. d. Alokasi waktu pelajaran sejarah kurang apabila menggunakan metode sosiodrama. e. Pada jam terakhir siswa kurang berkonsentrasi pada pelajaran. f. Buku Sejarah di perpustakaan jumlahnya kurang dan merupakan terbitan lama. g. Sekolah menyediakan sarana wifi mempermudah pembelajaran. dan LCD untuk pembelajaran