38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Tempat Penelitian
1. Sejarah SMA N 2 Wonosari
SMA Negeri 2 Wonosari, dibuka dengan resmi berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggal 1
April 1978 No. 0292/C/O/1978 dengan nama SMA 2 Negeri Wonosari,
berkedudukan di Wonosari, Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Meskipun secara resmi sudah ada surat keputusan sebagaimana tersebut di atas
tetapi sarana dan prasarana pendidikan untuk SMA Negeri 2 Wonosari dapat
dikatakan belum memadai, baik yang berwujud bangunan gedung, mebeler, buku
pustaka, tenaga edukatif maupun tenaga administratif. Sehingga untuk sementara
proses belajar mengajar dilaksanakan di SMA Negeri 1 Wonosari.
Jumlah siswa yang diterima pada tahun pelajaran pertama, yaitu tahun
pelajaran 1978-1979 sebanyak 2 (dua) kelas yaitu terdiri dari kelas IA dan IB.
Ditunjuk sebagai Kepala Sekolah yaitu Drs. Mulyono, yang jabatan sehari-harinya
selaku Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 Wonosari. Tenaga guru dan karyawan
tatausaha masih jadi satu dengan SMA Negeri 1 Wonosari.
Pada waktu itu kegiatan pembelajaran dimulai pada bulan Januari dan baru
pada tahun pelajaran 1979-1980 dimulai pada bulan Juli. Oleh sebab itu siswa
angkatan pertama SMA Negeri 2 Wonosari melaksanakan pembelajaran pada
tahun itu selama 18 bulan karena kenaikan kelas dilaksanakan pada bulan Juli
1979. Pada awal tahun berdirinya SMA Negeri 2 Wonosari siswa berjumlah naik
38
39
kelas kekelas II semua. Pada tahun pelajaran 1979-1980 SMA Negeri 2 Wonosari
dalam pembelajaran telah menempati gedung sendiri, yang berlokasi di Trimulyo
II, Kepek, Wonosari. Gedung ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Dr, Daud Yusuf. Dalam peresmian gedung pada
tanggal 16 Oktober 1978 selain dihadiri oleh bapak Menteri juga disaksikan oleh
Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Bapak GBPH Poeger, Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat
II kabupaten Gunungkidul Ir. Darmakum Darmokusumo dan tamu undangan yang
lain.
Bersamaan dengan pindahnya SMA Negeri 2 Wonosari dari SMA Negeri 1
Wonosari, ikut juga guru-guru dan tata usaha yang semula berstatus sebagai guru
dan karyawan SMA Negeri 1 Wonosari sehingga mereka beralih status menjadi
guru dan karyawan di SMA Negeri 2 Wonosari.
2. Kondisi Sekolah
Lokasi SMA N 2 Wonosari cukup strategis karena dapat dijangkau dengan
menggunakan jenis kendaraan apapun. Meskipun sekolah ini berada dekat dengan
jalan raya, tetapi karena letak ruang kelas cukup jauh dari pintu gerbang sekolah
sehingga adanya kendaraan yang lalu-lalang didepan sekolah tidak menyebabkan
kebisingan di ruang kelas.
Dengan kondisi sekolah yang demikian maka dapat mendukung
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas pendidikan di SMA Negeri 2 Wonosari. Adapun gambaran kondisi SMA
N 2 Wonosari adalah sebagai berikut:
40
a) Kondisi Fisik Sekolah
Secara garis besar kondisi fisik SMA N 2 Wonosari dalam hal ini gedung
sekolah terdiri dari:
1) Ruang Kantor
SMA N 2 Wonosari memiliki tiga ruang kantor yang saling berdekatan
yaitu ruang kepala sekolah, ruang guru serta ruang Tata Usaha (TU). Ruang guru
berada di paling barat, terdiri dari meja dan kursi guru, almari guru serta
perangkat mengajar, ruangan ini juga dilengkapi dengan fasilitas perangkat
komputer yang terletak di ruang khusus.
Di sebelah timur ruang guru adalah ruang Kepala Sekolah yang terbagi
menjadi dua ruangan utama yaitu ruang kerja kepala sekolah dan ruang tamu.
Ruang Kepala Sekolah tertata dengan rapi dan dilengkapi berbagai fasilitas yang
menunjang. Sedangkan ruang tamu terdiri dari lemari, meja dan kursi tamu untuk
menerima tamu.
Ruang paling timur adalah ruang Tata Usaha, yang memiliki kelengkapan
fasilitas yang cukup memadai seperti meja, kursi, komputer, printer, almari arsip,
mesin fotokopi yang terletak di ruangan khusus serta peralatan dan perlengkapan
administrasi lainnya.
2) Ruang Belajar Mengajar
Ruang belajar mengajar yang ada di SMA N 2 Wonosari ada 20 ruang kelas.
Adapun ruang kelas terdiri dari 6 ruang kelas X yaitu kelas XA, XB, XC, XD,
XE, dan XF, 7 ruang kelas XI yaitu kelas XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, XI IPS
1, XI IPS 2, XI IPS 3, XI Bahasa, sedangkan kelas XII ada 7 ruang kelas yang
41
lainyaitu kelas XII IPA 1, XII IPA 2, XII IPA 3, XII IPS 1, XII IPS 2, XII IPS 3,
dan XII Bahasa. Setiap ruang kelas memiliki kelengkapan administrasi kelas yang
cukup memadai antara lain: meja dan kursi sejumlah siswa masing-masing kelas,
meja dan kursi guru, papan administrasi kelas, rak sepatu, white board,
penghapus, spidol, kipas angin, serta dilengkapi dengan peralatan kebersihan
seperti sapu, serok sampah, dan kemoceng yang mendukung kebersihan kelas .
3) Laboratorium
SMA N 2 Wonosari memiliki lima ruang Laboratorium yaitu Laboratorium
Biologi, Laboratorium Fisika, Laboratorium Kimia,Laboratorium Bahasa, serta
Laboratorium Komputer. Fasilitas yang ada di Laboratorium Biologi dan
Laboratorium Fisika antara lain meja dan kursi guru, meja dan kursi praktikan,
kompor gas, tabung gas, almari, awetan basah, lemari es, mikroskop dan lain–lain.
Untuk Labolatorium kurang mendapatkan perhatian sehingga perlu pengelolaan
dan penambahan.
Laboratorium Kimia terbagi menjadi tiga ruangan utama yaitu ruangan
untuk praktikum yang terdiri dari meja dan kursi serta kran air dan bak yang
menempel pada dindingnya. Ruangan ini dilengkapi dengan meja demonstrasi
dengan posisi yang lebih tinggi daripada meja praktikum siswa serta dilegkapi
dengan white board, boardmarker dan penghapus. Ruang selanjutnya adalah
ruang pengampu praktikum yang terdiri dari meja dan kursi serta rak untuk
meletakkan buku-buku praktikum dan jas praktikum. Yang terakhir adalah
gudang, yang digunakan untuk menyimpan alat dan bahan praktikum. Gudang
42
dilengkapi dengan almari serta rak yang telah dilabeli sehingga memudahkan
dalam pencarian.
Laboratorium yang selanjutnya adalah Laboratorium Komputer yang
terletak dekat dengan tempat parkir siswa. Laboratorium ini dilengkapi dengan
beberapa unit komputer yang digunakan dalam pembelajaran. Fasilitas komputer
di ruangan ini telah dilengkapi dengan internet sehingga memberikan kemudahan
bagi siswa untuk mengakses informasi dari luar. Laboratorium Bahasa digunakan
sebagai ruang baca terletak di sebelah selatan perpustakaan. Dalam ruangan ini
tersedia beberapa kursi, etalase untuk menyimpan CD pembelajaran, satu unit
televisi serta pendingin ruangan.
4) Perpustakaan
Perpustakaan SMA N 2 Wonosari terletak di sebelah barat ruang guru.
Perpustakaan SMA N 2 Wonosari terbagi menjadi dua bagian yaitu tempat rak
dan almari untuk meletakkan buku, tempat membaca yang dilengkapi dengan
meja dan kursi, serta ruang petugas perpustakaan. Perpustakaan juga dilengkapi
dengan gudang yang digunakan untuk menyimpan buku-buku lama yang sudah
tidak dipakai lagi. Fasilitas di perpustakaan SMA N 2 Wonosari sudah cukup
lengkap namun masing kurang dalam pengoptimalan pemanfaatan fasilias yang
ada.
5) Sarana olahraga
Sarana olahraga yang ada di SMA N 2 Wonosari antara lain:

Lapangan voly

Lapangan basket
43

Gudang tempat menyimpan peralatan olahraga
6) Sarana Penunjang

Masjid

Tempat parkir guru dan karyawan

Ruang OSIS

Ruang piket

Pos penjaga

Kantin sekolah

Ruang Bimbingan Konseling

Ruang UKS

Ruang Koperasi Siswa

Ruang Pramuka

Ruang Kesenian

Tempat parkir siswa

Kamar mandi/ WC guru maupun siswa
7) Kondisi Non-Fisik Sekolah
Untuk memperlancar jalannya pendidikan guna mencapai tujuan, maka
sekolah mempunyai struktur organisasi sebagai berikut :
a) Kepala Sekolah
Kepala SMA N 2 Wonosari dijabat oleh Bapak Leladi.Tugas dari kepala
sekolah adalah :
44

Sebagai
administrator
kurikulum,
yang
ketatausahaan,
bertanggung
administrasi
jawab
personalia
pada
pelaksanaan
pemerintah
dan
pelaksanaan instruksi dari atasan.

Sebagai pemimpin usaha sekolah agar dapat berjalan dengan baik.

Sebagai supervisor yang memberikan pengawasan dan bimbingan kepada
guru, karyawan dan siswa agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik
dan lancar.
b) Wakil Kepala Sekolah
Dalam menjalankan tugasnya Kepala sekolah dibantu oleh 4 Wakil Kepala
Sekolah, yaitu :

Wakasek Urusan Kurikulum yang dijabat oleh ibu Dona, S.Pd

Wakasek Urusan Kesiswaan yang dijabat oleh Bambang Irianto, S.Pd

Wakasek urusan Humas yang dijabat oleh Siti Marniah, Spd

Wakasek urusan Sarana dan Prasarana yang dijabat oleh Slamet, S.Pd
c) Potensi Guru dan Karyawan
Guru-guru SMA N 2 Wonosari memiliki potensi yang baik dan sangat
berdedikasi dibidangnya masing-masing. Dari segi kedisiplinan dan kerapian
guru-guru SMA N 2 Wonosari sudah cukup baik. Jumlah karyawan di SMA N 2
Wonosari cukup memadai dan secara umum memiliki potensi yang cukup baik
sesuai dengan bidangnya. Guru yang telah berstatus Pegawai Negeri Sipil sekitar
54 orang dan ada yang berasal dari Pegawai dari Departemen Agama yang
bertugas di SMAN 2 Wonosari misalnya guru yang mengajar Pendidikan Agama
Katolik dan Pendidikan Agama Islam. Status guru yang tidak tetap berjumlah 2
45
orang. Guru yang belum sertifikasi sekitar 6 sampai 8 orang. Gaji guru di sekolah
ini telah mencukupi.
d) Potensi Siswa
Potensi dan minat belajar siswa SMA N 2 Wonosari cukup baik. Sebagian
siswa memanfaatkan waktu belajar mereka dengan cukup baik, misalnya waktu
istirahat digunakan sebagian siswa untuk membaca buku di perpustakaan dan
Sholat Dhuha bagi yang beragama Islam. Siswa SMA N 2 Wonosari
memiliki
kedisiplinan dan kerapihan yang cukup baik. Walaupun sebagian masih ada yang
terlambat dan berpakaian kurang rapi.
Kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan di SMA N 2 Wonosari
dimulai pukul 07.00 sampai pukul 13.30 WIB, untuk Hari Jumat dimulai pukul
07.00 sampai pukul 11.15 WIB, sedangkan untuk Sabtu dimulai pukul 07.00
sampai dengan 13.30. Apabila siswa memiliki keperluan keluar sekolah dalam
jam belajar siswa diharuskan meminta izin kepada sekolah melalui guru mata
pelajaran yang sedang mengajar dan guru piket. Apabila ada siswa yang
melanggar peraturan sekolah maka akan dicatat pada buku pelanggaran siswa dan
akan diberi poin sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Melalui wadah OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) siswa dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki dengan optimal. Program kerja yang
dijalankan antara lainmajalah dinding, MOS (Masa Orientasi Siswa). Kegiatan
OSIS tahun ini secara umum sudah jauh lebih baik, tetapi masih perlu pembinaan
terhadap kinerja mereka agar dapat secara mandiri. Selain itu para siswa dapat
menyalurkan minat dan bakat melalui kegiatan extrakurikuler yang dilaksanakan
46
pada sore hari dan diikuti wajib oleh kelas X, X1 dan XII, meliputi
ekstrakurikuler wajib berupa Pramuka bagi kelas X danpeningkatan mutu
akademik (PMA) bagi kelas XI dan XII serta ekstrakurikular pilihan berupa PMR,
Qiro’ah, Seni Rupa, Seni Tari, Basket, Sepak Bola, Bela Diri dan karate.
Kegiatan ekstrakurikuler di SMA N 2 Wonosari telah terkendali dan
terorganisir dengan baik. Pihak sekolah tidak keberatan dengan diadakannya
kegiatan ekstrakurikuler pada sore hari, asal tidak mengganggu proses belajar
mengajar.
Pihak
sekolah
sangat
mendukung
pengembangan
kegiatan
ekstrakurikuler karena hal tersebut merupakan sarana bagi siswa untuk
menyalurkan dan mengembangkan minat bakat dan penalaran berpikirnya.
Hasilnya prestasi belajar tidak menurun, bahkan terus meningkat dan juga sering
memenangkan perlombaan non akademik.
e) Bimbingan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan pemberian layanan bantuan kepada
individu baik secara langsung maupun tidak langsung oleh konselor kepada
konseli untuk membantu menyelesaikan masalah konseli dan agar konseli dapat
memilih jalan hidupnya sendiri.
Bimbingan Konseling diadakan di sekolah dalam bidang kesiswaan dan
urusan sekolah. Guru yang bertugas dalam bimbingan konseling ada 3 orang,
yaitu :

Drs. Sunu Sulistyo, M.Acc

Dra. RR. Nurlaily Purnamawati

Drs. Suhadi
47
SMA N 2 Wonosari adalah sebuah lembaga pendidikan sekolah menengah
atas yang berada di bawah naungan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan
Nasional Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekolah ini terletak di Jalan Ki
Ageng Giring 3, Trimulyo II, Kepek, Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta.
SMA N 2 Wonosari mempunyai sumber potensi yang cukup besar, dengan
adanya sumber manusia yang terdapat didalamnya. SMA N 2 Wonosari
mempunyai siswa sebanyak 564 siswa, siswa tersebut terbagi dalam 20 kelas.
Kelas X sebanyak 6 kelas, kelas XI sebanyak 7 kelas yang terdiri dari 3 kelas IPA,
3 kelas IPS dan 1 kelas Bahasa, dan kelas XII sebanyak 7 kelas yang terdiri dari 3
kelas IPA, 3 kelas IPS dan 1 kelas Bahasa. Di samping itu terdapat pula tenaga
pengajar sejumlah 61 orang dan karyawan yang berjumlah 16 orang.
Dilihat dari segi fisik, SMA N 2 Wonosari memiliki fasilitas diantaranya 1
Ruang Kepala Sekolah, 1 Ruang Guru, 1 Ruang Tata Usaha, 20 Ruang Kelas, 1
Ruang Perpustakaan, 1 Ruang BK, 1 Ruang UKS, 1 Ruang Bahasa, 1 Ruang
OSIS, 1 Ruang Koperasi, 1 Ruang Laboratorium Biologi, 1 Ruang Laboratorium
Fisika, 1 Ruang Laboratorium Kimia, 1 gedung Laboratorium Komputer, 1 Ruang
Baca (Laboratorium Bahasa), 1 Ruang Kesenian, 1 gedung Mushola, 2 Kamar
Mandi guru, 4 kamar mandi siswa, Lapangan Voli, Lapangan Basket, dan tempat
parkir (siswa, guru, karyawan, dan tamu).
48
B. Pembahasan dan Hasil Penelitian
1. Kemampuan Guru Sejarah di SMA N 2 Wonosari Mengembangkan
Materi Pembelajaran Sejarah
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat
dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”. Dalam UU tersebut juga dibunyikan bahwa “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab".
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihankelebihan masing-masing tergantung kepada situasi dan kondisi saat di mana
kurikulum tersebut diberlakukan. Kurikulum KTSP yang direncanakan dapat
diberlakukan secara menyeluruh di semua sekolah-sekolah di Indonesia juga
memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan kurikulum sebelumnya.
Terutama kurikulum 2004 atau KBK yang lebih dulu digunakan di Indonesia.
49
Kelebihan-kelebihan KTSP ini antara lain: Mendorong terwujudnya
otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, mendorong para guru,
kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan
kreatifitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan, KTSP
sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan
peserta didik, KTSP akan mengurangi beban belajar peserta didik yang sangat
padat dan memberatkan kurang lebih 20%, KTSP memberikan peluang yang
lebih luas kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan.
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki
kelebihan-kelebihan
juga
memiliki
kelemahan-kelamahan.
Sebagai
konsekuansi logis dari penerapan KTSP ini setidak-tidaknya terdapat beberapa
kelemahan-kelamahan dalam KTSP maupun penerapannya, diantaranya
adalah: kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu
menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada, pola
penerapan KTSP atau kurikulum 2006 terbentur pada masih minimnya kualitas
guru dan sekolah, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai
kelengkapan dari pelaksanaan KTSP, masih banyak guru yang belum
memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya
maupun prakteknya di lapangan, penerapan KTSP yang merekomendasikan
pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.
50
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan
menambah persoalan di dunia pendidikan. Kurikulum KTSP mengancam
pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) terkait pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi
pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal ini berdampak pada berkurangnya
jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru terancam tidak memperoleh
tunjangan profesi dan fungsional, untuk memperoleh tunjangan profesi dan
fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika jamnya dikurangi maka
tidak akan bisa memperoleh tunjangan. Seperti di SMA N 2 Wonosari, salah
satu responden menyatakan bahwa jumlah pelajaran yang diasuh tiap guru
minimal 24 jam dan apabila tidak memenuhi maka dapat mencari jam
tambahan di sekolah lain.
Kurikulum KTSP menuntut tingkat kreatifitas guru dalam menjembatani
dan mendampingi peserta didik dalam proses belajar mengajar. Seorang guru
harus pandai memilih materi pelajaran yang akan disampaikan dan disesuaikan
dengan minat peserta didik dan alokasi waktu jam pelajaran yang tersedia.
Seorang
guru
khususnya
guru
sejarah
harus
lebih
kreatif
dalam
mengembangkan materi pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar terdapat
sinkronisasi antar standar kompetensi dan kompetensi dasar, sehingga dalam
mengajarkan materi sejarah dapat terlaksana secara kronologis
Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi: prinsip
relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi
pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian
51
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya adanya
kestabilan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai
peserta didik. Misalnya, kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik
empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat
macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup
memadai dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar yang
diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak.
Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang
waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
Guru Sejarah di SMA N 2 Wonosari berjumlah 2 (dua) orang. Keduanya
telah berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan sudah bersertifikasi. Keduanya
juga merupakan alumnus dari universitas pendidikan terkenal di Yogyakarta,
yaitu Universitas Negeri Yogyakarta jurusan Pendidikan Sejarah dan
Universitas Sanata Dharma jurusan Pendidikan Sejarah.
Berdasarkan observasi dan penelitian penulis, guru sejarah SMA N 2
Wonosari sudah berusaha mengembangkan materi pelajaran sejarah. Guru
sejarah SMA N 2 Wonosari berusaha menyisipkan materi tambahan yang
belum ada di buku paket kedalam modul pegangan peserta didik. Dalam
pengembangan materi tersebut, guru sejarah SMA N 2 Wonosari mengacu
pada silabus, standar kompetensi dan kompetensi dasar. Namun ada salah satu
guru sejarah SMA N 2 Wonosari yang cenderung mengembangkan materi
tidak secara urut, guru tersebut mendahulukan materi dasar terlebih dahulu
52
seperti teori-teori ilmu sejarah kemudian mengajarkan materi kelanjutan dari
teori tersebut. Salah seorang guru responden menyatakan bahwa dirinya
mengajarkan materi tidak secara urut guna mensiasati alokasi waktu yang
tersedia. Faktor memilih materi yang disampaikan guru tersebut berdasarkan
materi yang sudah dipilih pemerintah.
Guru di SMA N 2 Wonosari menitik beratkan pada kemampuan peserta
didik. Kemampuan peserta didik dapat dilihat dari nilai siswa di kelas
sebelumnya atau nilai siswa saat masuk di SMA N 2 Wonosari. Materi
pelajaran kelas x terdapat materi tentang penelitian sejarah, guru menugaskan
siswa untuk meneliti sebuah peristiwa disekitar yang berhubungan dengan
sejarah. Penelitian siswa tersebut dibuat menjadi sebuah karya tulis berwujud
makalah. Menurut salah satu siswa , Materi tentang penelitian ini sangatlah
menyenangkan karena siswa diajarkan wawancara dan mengetahui langsung
tentang sejarah di daerahnya.
Pengembangan materi tentang penelitian sejarah diatas adalah salah satu
contoh guru telah mengembangkan materi sesuai dengan kemampuan peserta
didik. Serta menjadi contoh tentang seberapa menariknya materi yang telah
dikembangkan guru di SMA N 2 Wonosari. Untuk mengukur tingkat
relevannya materi dan kemampuan siswa dapat dilihat dari hasil penelitian
yang berupa makalah. Menurut salah satu responden guru yang mengajar kelas
x, makalah yang dibuat siswa sudah sesuai dengan apa yang di ajarkan dalam
teori sebelum terjun kelapangan.
53
Salah satu responden guru mengatakan, suatu materi berhasil
dikembangkan apabila dapat menarik perhatian siswa saat pembelajaran.
Materi yang dapat menarik perhatian siswa biasanya tentang berita-berita
terbaru. Guru menyisipkan contoh dalam materi tentang berita-berita yang ter
up date. Untuk nilai kepuasan dalam pengembangan materi guru SMA N 2
Wonosari merasa belum puas karena tingkat keberhasilan materi yang
dikembangkan masih dirasa kurang oleh guru. Hal ini didukung dengan
semakin berkembangnya materi yang dipelajari membuat guru termotivasi
untuk mengembangkan materi menjadi lebih baik.
Pengembangan materi yang dilakukan guru di SMA N 2 Wonosari
berwujud modul. Modul tersebut dibagikan kepada siswa saat awal semester.
Di dalam modul tersebut menggambarkan tentang penerapan prinsip
konsistensi. Dengan jumlah bahan ajar yang sama yang terdapat pada modul
dapat mempermudah guru untuk memenuhi indikator yang harus di penuhi
dalam kompetensi dasar.
Modul yang dibuat oleh guru berisi tentang materi pokok yang harus
dipelajari siswa disetiap materi. Guru membuat modul berdasarkan
pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Materi dalam modul
sangat singkat dan mudah di pelajari, terdapat gambar sebagai penjelas, serta
terdapat butir soal yang digunakan untuk menilai kemampuan siswa. Isi materi
yang singkat dan lengkap ini sudah memenuhi prinsip yang ketiga yaitu prinsip
kecukupan.
54
Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru dan harus
dipelajari peserta didik hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang benarbenar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara
garis besar langkah-langkah pemilihan bahan ajar meliputi :
1) Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang menjadi acuan atau rujukan pemilihan bahan ajar,
2) Mengidentifikasi jenis-jenis materi bahan ajar,
3) Memilih bahan ajar yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang telah teridentifikasi tadi dan
4) Memilih sumber bahan ajar.
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu
diidentifikasi aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
harus dipelajari atau dikuasai peserta didik. Aspek tersebut perlu ditentukan,
karena setiap aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan
jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran.
Sejalan dengan berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi
pembelajaran juga dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat
dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur
(Reigeluth, 1987: 45). Materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama
objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau
komponen suatu benda, dan lain sebagainya.
55
Materi konsep berupa pengertian, definisi, hakekat, inti isi. Materi jenis
prinsip berupa dalil, rumus, postulat adagium,paradigma, teorema.Materi jenis
prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut, misalnya
langkah-langkah menelpon, cara-cara pembuatan telur asin atau cara-cara
pembuatan bel listrik.Materi pembelajaran aspek afektif meliputi: pemberian
respon,
penerimaan
(apresisasi),
internalisasi,
dan
penilaian.
Materi
pembelajaran aspek motorik terdiri dari gerakan awal, semi rutin, dan rutin.
Materi yang akan diajarkan perlu diidentifikasi apakah termasuk jenis
fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan lebih daripada satu
jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan diajarkan,
maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya.
Setelah jenis materi pembelajaran teridentifikasi, langkah berikutnya
adalah memilih jenis materi tersebut yang sesuai dengan standar kompetensi
atau kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik. Identifikasi jenis
materi pembelajaran juga penting untuk keperluan mengajarkannya. Sebab,
setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi pembelajaran atau
metode, media, dan sistem evaluasi atau penilaian yang berbeda-beda.
Misalnya, metode mengajarkan materi fakta atau hafalan adalah dengan
menggunakan
“jembatan
keledai”,
“jembatan
ingatan”
(mnemonics),
sedangkan metode untuk mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi”.
Setelah jenis materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan
sumber bahan ajar. Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat kita temukan
56
dari berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet,
media audiovisual, dan sebagainya
Urutan penyajian (sequencing) bahan ajar sangat penting untuk
menentukan urutan mempelajari atau mengajarkannya. Tanpa urutan yang
tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai hubungan yang
bersifat prasyarat (prerequisite) akan menyulitkan peserta didik dalam
mempelajarinya. Misalnya materi Sejarah Indonesia. Peserta didik akan
mengalami kesulitan mempelajari periodisasi sejarah indonesia apabila materi
yang disampaikan tidak urut.
Peserta didik salah satu responden menyatakan bahwa dalam kurikulum
KTSP, materi sejarah luar negeri sangat sedikit dan lebih ditekankan pada
materi sejarah indonesia, sehingga guru menjelaskan materi sejarah harus
secara kronologis dan sesuai periodisasi Sejarah Indonesia. Akan tetapi materi
tentang konsep dasar ilmu sejarah diberikan tidak urut karena disesuaikan
dengan metode yang dipakai seorang guru dalam memberikan materi pelajaran.
Sebagai contoh penelitian sejarah diberikan di akhir setelah peserta didik
diberikan materi dasar ilmu sejarah. Guru menerapkan metode studi lapangan
di akhir pertemuan setelah sebelumnya diberi materi tentang konsep dasar ilmu
sejarah. Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta
kedalamannya dapat diurutkan melalui dua pendekatan pokok, yaitu
pendekatan prosedural, dan hierarkis.
Pendekatan prosedural yaitu urutan materi pembelajaran secara
prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut sesuai dengan
57
langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah
menelpon,
langkah-langkah
mengoperasikan
peralatan
kamera
video.
Sedangkan pendekatan hierarkis menggambarkan urutan yang bersifat
berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya
harus dipelajari dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
Di SMA N 2 Wonosari, guru sejarah sudah mengembangkan materi
pelajaran sejarah. Pernyataan ini diperkuat dengan tanggapan para peserta didik
yang menjalani proses belajar mengajar di kelas. Sebagian besar responden
peserta didik menyatakan bahwa guru sejarah sudah berhasil mengembangkan
materi dan metode pembelajaran sejarah di kelas. Peserta didik diajak studi
lapangan oleh guru mengenai materi yang berkaitan dengan sejarah lokal.
Contohnya seperti pernyataan guru responden bahwa guru menggunakan
metode studi lapangan untuk mengkaji dan membahas materi sejarah
peninggalan Indonesia masa purba, salah satunya adalah peninggalan seni yang
berada di Nglipar yang berupa gamelan bernama Gumbeng Rinding. Peserta
didik menjadi tertarik dan mampu mengenali potensi daerahnya.
Salah satu guru responden menjelaskan bahwa dalam pengembangan
materi pembelajaran perlu memperhatikan kemampuan peserta didik, sumber
materi, lingkungan (Local Genius), manfaat pembelajaran sejarah dan materi
sejarah terbaru atau kontekstual, fungsinya adalah agar peserta didik tidak
bosan dan mengantuk saat proses pembelajaran di kelas.Terdapat pula materimateri yang dirasa susah diterima peserta didik dan dirasa susah pula bagi guru
sejarah untuk membuat peserta didik paham akan materi yang disampaikan.
58
Salah satu responden menyatakan, materi tersulit yang dikembangkan adalah
materi mengenai dasar pengertian sejarah dan konsep dasar ilmu sejarah di
kelas X. Peserta didik hanya diajak berteori sehingga hal ini susah dipahami.
Responden lain menyatakan bahwa materi yang sulit dikembangkan adalah
materi sejarah luar negeri. Dalam kurikulum KTSP memang materi luar negeri
sangat sedikit dan menuntut peserta didik untuk mencari dan mengembangkan
sendiri bahan tentang sejarah luar negeri tersebut. Periodisasi sejarah luar
negeri yang diajarkan di SMA juga kurang kronologis dan tidak berhubungan,
seperti contohnya materi pengayaan sejarah peradaban kuno luar negeri
tersedia dalam buku paket namun angka tahunnya tidak urut dan hanya
didasarkan pembabakan wilayah, yaitu dimulai peradaban Asia, Afrika, Eropa
baru Amerika.
Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu
institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis,
dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis
waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan
tanggungjawab profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan
pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik dan fasilitas yang
didapat peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat
makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, lembaga pendidikan
bertanggungjawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas
yaitu yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan
moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.
59
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran di SMA N
2 Wonosari, baik secara eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai
berikut. Faktor-faktor eksternal mencakup guru, materi, pola interaksi, media
dan teknologi, situasi belajar dan sistem. Masih ada pendidik yang kurang
menguasai materi dan dalam mengevaluasi peserta didik menuntut jawaban
yang persis seperti yang ia jelaskan. Dengan kata lain peserta didik tidak diberi
peluang untuk berfikir kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam
mengakses informasi baru yang memungkinkan ia mengetahui perkembangan
terakhir dibidangnya (state of the art) dan kemungkinan perkembangn yang
lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang (frontier of knowledge). Sementara
itu materi pembelajaran dipandang oleh peserta didik terlalu teoritis, kurang
memanfaatkan berbagai media secara optimal karena ketersediaan sarana
prasarana di sekolah kurang
Selama kegiatan belajar mengajar guru belum memberdayakan seluruh
potensi dirinya sehingga sebagian besar peserta didik belum mampu mencapai
kompetensi individual yang diperlukan unuk mengikuti pelajaran lanjutan.
Beberapa peserta didik belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Peserta
didik belum mampu mempelajari fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan
gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum mampu
menerapkannya secara efektif dalam pemecahan. Namun guru sudah berusaha
menerapkan metode yang cocok untuk menjelaskan dan mengajarkan materi
pelajaran sejarah.
60
Di era globalisasi ini diperlukan pengetahuan dan keanekaragaman
keterampilan agar peserta didik mampu memberdayakan dirinya untuk
menemukan, menafsirkan, menilai dan menggunakan informasi, serta
melahirkan gagasan kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan
keputusan dan dipungkiri bahwa pendidikan sejarah mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia dan
masyarakat Indonesia umumnya. Agaknya pernyataan tersebut tidaklah
berlebihan. Namun sampai saat ini masih terus dipertanyakan keberhasilannya,
mengingat fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya generasi
muda makin hari makin diragukan eksistensinya. Dengan kenyataan tersebut
artinya ada sesuatu yang harus dibenahi dalam pelaksanaan pendidikan sejarah
(Alfian, 2007:1).
Guru SMA N 2 Wonosari juga menggunakan sumber internet, BSE, dan
jurnal dalam mengembangkan materi pembelajaran sejarah seperti yang
diungkapkan salah satu guru responden. Materi yang diajarkan up to date dan
guru mengajarkan kritik sumber pada para peserta didik guna memilah dan
memilih
sumber
yang
relevan
dalam
proses
kegiatan
belajar
mengajar.Walaupun demikian, para peserta didik sudah dapat menerima materi
pelajaran sejarah di SMA N 2 Wonosari.
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar peserta didik sudah dapat
menangkap materi yang diberikan oleh guru sejarah. Peserta didik juga
mengetahui esensi dari mata pelajaran sejarah yaitu mengajarkan kebijakan dan
cerminan peristiwa masa lalu guna dijadikan pedoman untuk bertindak di masa
61
yang akan datang. Salah satu peserta didik responden menyatakan bahwa guru
sejarah di SMA N 2 Wonosari sudah jelas dalam penyampain materinya dan
tidak membuat bosan. Namun salah satu guru responden menjelaskan bahwa
tingkat keseriusan peserta didik juga dipengaruhi pada jam pelajaran sejarah.
Apabila pelajaran sejarah dimulai pada jam pertama atau kedua maka peserta
didik kebanyakan mengikuti dengan serius dan materi mudah tersampaikan
pada peserta didik. Ketika jadwal mata pelajaran sejarah dimulai pada jam ke 7
atau ke 8 maka banyak peserta didik yang tidak fokus dan mengantuk.
Beberapa pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan memberikan
pendapat tentang fenomena pembelajaran sejarah yang terjadi di Indonesia
diantaranya masalah model pembelajaran sejarah, kurikulum sejarah, masalah
materi dan buku ajar atau buku teks, profesionalisme guru sejarah dan lain
sebagainya. Yang pertama adalah masalah model pembelajaran sejarah.
Menurut Hamid Hasan dalam Alfian (2007) bahwa kenyataan yang ada
sekarang, pembelajaran sejarah jauh dari harapan untuk memungkinkan anak
melihat relevansinya dengan kehidupan masa kini dan masa depan. Mulai dari
jenjang
SD
hingga
SMA,
pembelajaran
sejarah
cenderung
hanya
memanfaatkan fakta sejarah sebagai materi utama. Tidak aneh bila pendidikan
sejarah terasa kering, tidak menarik, dan tidak memberi kesempatan kepada
anak didik untuk belajar menggali makna dari sebuah peristiwa sejarah.
Taufik Abdullah memberi penilaian, bahwa strategi pedagogis sejarah
Indonesia sangat lemah. Pendidikan sejarah di sekolah masih berkutat pada
pendekatan chronicle dan cenderung menuntut anak agar menghafal suatu
62
peristiwa (Abdullah dalam Alfian, 2007:2). Peserta didik tidak dibiasakan
untuk mengartikan suatu peristiwa guna memahami dinamika suatu perubahan.
Sistem pembelajaran sejarah yang dikembangkan sebenarnya tidak lepas
dari pengaruh budaya yang telah mengakar. Model pembelajaran yang bersifat
satu arah dimana guru menjadi sumber pengetahuan utama dalam kegiatan
pembelajaran menjadi sangat sulit untuk dirubah. Pembelajaran sejarah saat ini
mengakibatkan peran peserta didik sebagai pelaku sejarah pada zamannya
menjadi terabaikan. Pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta
didik sebelumnya atau lingkungan sosialnya tidak dijadikan bahan pelajaran di
kelas, sehingga menempatkan peserta didik sebagai peserta pembelajaran
sejarah
yang
pasif
(Martanto,
dkk,
2009:10).
Dengan
kata
lain,
kekurangcermatan pemilihan strategi mengajar akan berakibat fatal bagi
pencapaian tujuan pengajaran itu sendiri (Widja, 1989:13).
Kedua adalah masalah kurikulum sejarah, karena kurikulum adalah salah
satu komponen yang menjadi acuan untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Secara umum dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah rencana
tertulis
yang
dilaksanakan
dalam
suatu
proses
pendidikan
guna
mengembangkan potensi peserta didik menjadi berkualitas. Dalam sebuah
kurikulum termuat berbagai komponen seperti tujuan konten dan organisasi
konten, proses yang menggambarkan posisi peserta didik dalam belajar dan
asessmen hasil belajar. Selain komponen tersebut, kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis dapat pula berisikan sumber belajar dan peralatan belajar dan
evaluasi kurikulum atau program.
63
Sejak Indonesia merdeka, telah terjadi beberapa kali perubahan
kurikulum dan mata pelajaran sejarah berada didalamnya. Akan tetapi materimateri yang diberikan dalam kurikulum yang sering mendapat kritik dari
masyarakat
maupun
para
pemerhati
sejarah
baik
dari
pemilihan,
pengembangan dan implimentasi teori yang seringkali digunakan untuk
mendukung kekuasaan (Alfian, 2007:3).
Ketika Orde Baru bermaksud menata kembali kehidupan berbangsa dan
bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, tujuan pendidikan nasional
diarahkan untuk mendukung maksud tersebut. Tentu saja kurikulum sekolahan
dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 1986
yang berlaku pada awal masa Orde Baru kemudian mengalami pergantian
menjadi kurikulum 1975, kurikulum sejarah juga mengalami penyempurnaan.
Demikian seterusnya terjadi beberapa perubahan kurikulum menjadi kurikulum
1984, 1994 dan 2004 (Umasih dalam Alfian, 2007:3).
Kurikulum yang dipakai arahannya kurang jelas dan sangat berbau
politis, artinya kurikulum yang digunakan tidak lepas dari adanya kepentingankepentingan dari rezim yang berkuasa. Sejarah dijadikan alat untuk
membangun paradigma berfikir masyarakat mengenai perjalanan sejarah
bangsa dengan mengagung-agungkan rezim yang mempunyai kekuasaan.
Sistem pembelajaran yang diterapkan tidak mengarahkan peserta didik untuk
berfikir kritis mengenai suatu peristiwa sejarah, sehingga peserta didik seakanakan dibohongi oleh pelajaran tentang masa lalu (Anggara, 2007:103). Hal
inilah yang membuat pemahaman peserta didik di SMA N 2 Wonosari menjadi
64
terbelenggu dan sudah sepantasnya seorang guru sejarah menjelaskan materi
sesuai dengan fakta yang relevan dan kontekstual.
Selain masalah kurikulum yang selalu mengalami perubahan, masalah
yang tidak kalah pentingnya adalah masalah materi dan buku ajar/buku teks
sejarah. Menurut Lerissa (dalam Alfian, 2007), masalah buku ajar ini sudah ada
sejak sistem pendidikan nasional mulai diterapkan di Indonesia tahun 1946.
Saat buku ajar yang dipakai sebagai bahan ajar sejarah adalah karangan Sanusi
Pane yang berjudul Sejarah Indonesia (4 Jilid) yang ditulis atas permintaan
pihak Jepang pada tahun 1943-1944, yang kemudian dicetak ulang pada tahun
1946 dan 1950. Pada tahun 1957 Anwar Sanusi menulis buku Sejarah
Indonesia untuk sekolah menengah (3 Jilid). Setelah itu kemudian muncul
berbagai buku ajar lainnya yang ditulis oleh berbagai pihak, terutama oleh
guru, salah satunya buku yang dikarang oleh Subantardjo.
Hampir seluruh buku ajar, baik yang diterbitkan oleh swasta maupun
pemerintah sebenarnya tidak layak untuk dijadikan referensi. Hampir seluruh
penulis buku hanya membaca dokumen kurikulum secara harfiah dan tidak
mampu memahami jiwa kurikulum dengan baik. Sebagian besar penulis buku
juga tidak paham sejarah sebagai ilmu, historiografi, dan tertinggal sangat jauh
dalam referensi mutakhir penulisan (Purwanto, 2006:268). Permasalahan ini
juga ditemukan di SMA N 2 Wonosari, dimana buku-buku yang tersedia sangat
terbatas dan tidak update, hal ini berdasarkan pernyataan responden yang
diambil dari pegawai perpustakaan.
65
Masalah profesionalisme guru sejarah juga masih dipertanyakan, sampai
saat ini masih berkembang kesan dari para guru, pemegang kebijakan di
sekolah bahwa pelajaran sejarah dalam mengajarkannya tidak begitu penting
memperhatikan masalah keprofesian, sehingga tidak jarang tugas mengajar
sejarah diberikan kepada guru yang bukan profesinya. Akibatnya, guru
mengajarkan sejarah dengan ceramah mengulangi apa isi yang ada dalam buku
(Anggara, 2007:102). Sementara itu terlalu banyak sekolah yang memposisikan
guru sejarah sebagi orang buangan, dan mata pelajaran sejarah sekedar sebagai
pelengkap. Bahkan banyak kasus ditemukan, guru sejarah menjadi sasaran
untuk menaikkan nilai peserta didik agar yang bersangkutan dapat naik kelas.
Selain itu, sebagian besar guru juga tidak mengikuti perkembangan hasil
penelitian dan penerbitan mutakhir Sejarah Indonesia. Hal yang terakhir itu
juga berkaitan dengan adanya kenyataan bahwa institusi resmi yang menjadi
tempat pendidikan tambahan bagi guru sejarah itu hanya berkutat pada
substansi historis dan metode pengajaran sejarah yang tertinggal jauh
(Purwanto, 2006:268).
Pernyataan diatas juga merupakan permasalahan di SMA N 2 Wonosari
dimana peserta didik pada awalnya memang menganggap pelajaran sejarah
tidak penting, hal ini berdasarkan pada hasil observasi pada peserta didik yang
mana salah satu responden menyebutkan bahwa jam pelajaran sejarah kurang
dan tidak terlalu penting guna syarat kelulusan. Peserta didik lebih
memfokuskan pada pelajaran yang diujikan pada ujian nasional. Salah satu
guru responden menuturkan bahwa antusias peserta didik terkadang kurang
66
dengan materi pelajaran sejarah, mereka lebih cenderung menitikberatkan pada
materi yang akan di UAN-kan pada peserta didik kelas XII.
Pengajaran sejarah di sekolah selama ini sering dilakukan kurang
optimal. Pelajaran sejarah seolah sangat mudah dan digampangkan. Banyak
pendidik yang tidak berlatar belakang pendidikan sejarah terpaksa mengajar
sejarah di sekolah (Hariyono, 1995:143). Di SMA N 2 Wonosari tenaga
pengajar sejarah sudah bersertifikasi dan berdasarkan basic mereka sebagai
lulusan sarjana pendidikan dari jurusan sejarah, sehingga hal ini tidak menjadi
permasalahan. Berdasarkan salah satu guru responden menyatakan bahwa guru
tersebut mempunyai rasa cinta dan bangga sebagai guru sejarah sehingga
dalam proses penyampaian
materi guru tersebut bisa maksimal dan tidak
pernah mengosongkan kelas.
Aspek-aspek yang diperhatikan guru sejarah SMA N 2 Wonosari dalam
mengembangkan materi adalah melihat materi berdasarkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar, kemampuan peserta didik dalam menangkap materi,
materi apa yang bisa digunakan untuk masa depan peserta didik atau
kontekstual, manfaat bagi peserta didik dalam kehidupan seharti-hari.
2. Kemampuan Guru Sejarah di SMA Negeri 2 Wonosari dalam
Mengembangkan Metode Pengajaran Sejarah
Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk membantu guru dan
peserta didik dalam mengkreasi, menata, dan mengorganisasi pembelajaran
sehingga memungkinkan peristiwa belajar terjadi dalam rangka mencapai
tujuan belajar. Model pembelajaran sangat diperlukan untuk memandu proses
67
belajar secara efektif. Model pembelajaran yang efektif adalah model
pembelajaran yang memiliki landasan teoretik yang humanistik, lentur, adaptif,
berorientasi kekinian, memiliki sistem pembelajaran yang sedehana, mudah
dilakukan, dapat mencapai tujuan dan hasil belajar yang disasar.
Model pembelajaran yang dapat diterapkan pada bidang studi hendaknya
dikemas koheren dengan hakikat pendidikan bidang studi tersebut. Namun,
secara filosofis tujuan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi peserta didik
dalam menumbuh dan mengembangkan kesadaran belajar, sehingga mampu
melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam memecahkan masalah kehidupan di
dunia nyata. Model-model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan tujuan
tersebut adalah yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik sebagai
paradigma alternatif.
Salah satu model pembelajaran sejarah yang cocok untuk menjadikan
peserta didik aktif dan guru sebagai fasilitatornya adalah kontruktivisme,
inquiry, dan cooperatif learning. Kontruktivisme adalah bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks
yang
terbatas
(Anggara,
2007:104).
Pembelajaran
sejarah
kontruktivisme berkaitan dengan pembelajaran yang berhubungan dengan
masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik dalam kehidupan seharihari. Metode inquiry juga sesuai dalam pembelajaran sejarah.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Penggunaan model pembelajaran cooperatif learning menempatkan
68
guru sebagai fasilitator, director-motivator dan evaluator bagi peserta didik
dalam upaya membantu peserta didik mengembangkan keterampilan sosial dan
kemampuan berfikir kritis, agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya,
mampu bekerjasama dengan orang lain, dan mampu berinteraksi sosial dengan
masyarakat. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari menerapkan metode ceramah
variasi, studi lapangan, Problem Best Learning (PBL), discovery learning dan
sosiodrama sebagai pengembangan dari model pembelajaran kooperatif
learning guru sebagai fasilitator bagi peserta didik.
Berdasarkan Hasil observasi dan wawancara, guru sejarah di SMA N 2
Wonosari berlatarbelakang pendidikan S1 jurusan Pendidikan Sejarah. Guru
telah sesuai dengan latar belakang yang dulu dipelajarai. Kedua guru di SMA
N 2 Wonosari juga telah bersatus PNS dan telah bersertifikasi. Dari segi
pengalaman, guru sejarah SMA N 2 Wonosari telah mengajara selama 20 tahun
dan 10 tahun serta telah berganti-ganti tempat mengajar.
Metode yang dikembang oleh guru sejarah di SMA N 2 Wonosari
berpedoman pada rumusan tujuan yang dikembangkan oleh guru sendiri. Setiap
kompetensi dasar oleh guru dikembangkan menjadi indikator-indikator yang
kemudian dikembangkan kedalam RPP. Isi dari RPP yang dikembangkan oleh
guru adalah urutan mengajar sesuai dengan metode yang digunakan dan
tentunya tidak melenceng dari tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
Perbedaan Individu di kelas juga tidak luput dari pandangan guru SMA N
2 Wonosari. Di dalam kelas terdapat siswa yang bervariasi, mulai dari yang
tingkat kecerdasannya tinggi, sedang dan rendah. Oleh karena itu SMA N 2
69
Wonosari memilah-milah antara siswa yang memiliki kecerdasan tinggi,
sedang dan rendah. Di Kelas X siswa di urutkan berdasarkan nilai saat masuk
di SMA N 2 Wonosari. Siswa yang memilik kecerdasan tinggi ditempatkan di
kelas X1 dan X2, yang memliki kecerdasan sedang ditempatkan di kelas X3
dan X4, serta siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rendah ditempatkan di
kelas X5 dan X6. Hal ini dimaksudkan supaya mempermudah guru untuk
menentukan metode yang harus digunakan dalam pembelajaran di kelas.
Kurikulum yang diberikan oleh pemerintah menurut salah satu guru
terdapat materi yang mudah, sedang dan sulit. Ini juga berpengaruh terhadap
bagaimana guru mengembangkan metode. Materi yang sulit dikembangkan
kedalam sebuah metode adalah materi G30S/PKI. Salah satu responden
menjelaskan bahwa materi PKI sangat sulit dikembangkan kedalam metode
pembelajaran yang efektif karena kenyataan dari masalah tersebut masih belum
jelas. Siswa yang cenderung mulai aktif sering bertanya tentang keterlibatan
PKI dalam gerakan tersebut.
Peran Siswa dalam penelitian ini juga sangatlah penting. Dalam
wawancara dengan salah satu siswa menjelaskan tentang kondisi kelas dengan
pembelajaran sejarah. Apabila kondisi siswa gaduh di kelas maka pembelajaran
juga sulit untuk diikut. Oleh karena itu peran guru disini daatlah penting dalam
mengontrol keadaan siswa. Menurut hasil observasi di kelas guru sudah
mengatur kelas cukup baik. Guru memiliki ketegasan kepada siswa yang
mengganggu siswa lainnya. Hukuman ringan yang biasanya memberi tugas
70
meringkas materi dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya kepada siswa
yang kurang disiplin di kelas.
Fasilitas di SMA N 2 Wonosari cukup memadai untuk guru dalam
memvariasai metode yang digunakan. Sekolah menyediankan LCD dan wifi
untuk mengakses internet guna menambah pengetahuan siswa. Akan tetapi
dalam
wawancara
dan
Observasi
di
perpustakaan
buku
penunjang
pembelajaran sejarah kurang. Buku-buka yang ada di perpustakaan berupa
buku terbitan lama.
Metode yang digunakan guru kebanyakan berupa ceramah bervariasa
disertai dengan permainan kecil. Menurut salah satu responden guru metode
yang mereka terapkan sama dengan metode-metode yang lain. Masing-masing
memiliki kelemahan dan kelebihan hal ini juga dipehatikan guru. Saat
pembelajaran
dijam
terakhir
kondisi
siswa
sudah
mulai
berkurang
berkonsentrasi sehingga guru menggunakan metode yang mengajak peserta
didik untuk aktif dalam pembelajaran. Metode yang biasanya digunakan adalah
metode-metode permainan.
Untuk dapat kembali mengajarkan sejarah secara baik dan menarik, guru
sejarah SMA N 2 Wonosari mempunyai keleluasaan mengolah dan menata
materi yang ada. Sudah barang tentu tidak mungkin topik yang ada dalam
kurikulum dapat diselesaikan dengan alokasi waktu yang tersedia. Untuk itulah
bagaimana guru sejarah SMA N 2 Wonosari mengontrol berbagai materi
pengajaran yang memungkinkan dipelajari di luar kelas. Kurikulum yang baik
untuk kelas tertentu adalah yang cocok, terencana dengan baik, sesuai,
71
menyajikan pemikiran yang bijaksana dan sistematis. Haryono menjelaskan
bahwa tujuan kurikulum adalah membuka peluang melalui perencanaan yang
bijaksana bagi tumbuhkembangnya mata pelajaran dan para peserta didiknya
(Kochar, 2008: 68). Dari pernyataan ini maka guru sejarah SMA N 2 Wonosari
berusaha menggali potensi peserta didik dan daerah Gunungkidul dengan
menerapkan model pembelajaran yang berdasarkan pada potensi.
Sesuai dengan ketetapan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan
PP No. 19 tahun 2005, maka pengembanagn kurikulum pendidikan sejarah
dimasa mendatang adalah tanggungjawab satuan pendidikan. Artinya,
pengembangan kurikulum pendidikan sejarah SD, SMP, SMA menjadi
tanggungjawab masing-masing sekolah tersebut. Melalui pengembangan dan
penempatan Sejarah Lokal sebagai materi kurikulum yang dasar, terlepas
apakah materi tersebut dikemas dalam mata pelajaran sejarah ataukah mata
pelajaran lain.
Posisi materi sejarah lokal dalam kurikulum dianggap penting karena
pendidikan harus dimulai dari lingkungan terdekat dan peserta didik harus
menjadi dirinya sebagai anggota masyarakat terdekat (Hasan, 2007: 8). Musnir
menjelaskan bahwa kurikulum sejarah tersebut harus mampu mengembangkan
kualitas manusia Indonesia masa mendatang, yaitu (1) semangat yang kuat, (2)
kemampuan berpikir baik yang bersifat proaktif maupun reaktif (3) memiliki
kemampuan mencari, memilih, menerima, mengolah dan memanfaatkan
informasi melalui berbagai media (4) mengambil inisiatif (5) tingkat kreativitas
yang tinggi dan (6) kerjasama
yang tinggi (Gunawan, 1998:130).
72
Pengembangan metode yang dilakukan Guru sejarah SMA N 2 Wonosari
disesuaikan dengan materi sejarah dan potensi peserta didik serta potensi
daerah (local Genius)
Sedangkan untuk mengatasi permasalahan buku teks harus ada kriteria
yang baik. Salah satu kriteria buku cetak yang baik menurut Kochar (2008)
adalah buku cetak harus bersih dari indoktrinasi. Buku cetak harus menyajikan
pandangan yang adil tentang berbagai macam ide yang disampaikan pada fase
kehidupan tertentu. Buku ini harus tidak mengandung sekumpulan pendapat
yang sempit, tidak mengandung terlalu banyak nasionalisme hingga cenderung
membelenggu, kaku, dan resmi. Buku ini harus tidak menanamkan kebiasaan
memberikan tanggapan secara spontan tanpa berpikir terlebih dahulu, penilaian
yang menyakitkan dan tanggapan yang emosional.
Pandangan yang bias dan prasangka penulis harus tidak tercermin
didalam lembaran buku cetak. Buku cetak yang dipergunakan peserta didik
harus mengatakan kebenaran yang sesungguhnya, dan tidak ada yang lain
selain
kebenaran.
Permasalahan
pengembangan
model
atau
metode
pembelajaran Guru sejarah SMA N 2 Wonosari adalah terbatasnya sumber
yang valid, sehingga guru aktif mencari perbandingan sumber yang relevan
guna dijadikan pedoman menyusun metode pembelajaran.
Ada bahaya dibalik pemakaian buku cetak tunggal karena akan
menciptakan batasan-batasan. Di SMA N 2 Wonosari, jumlah buku paket yang
tersedia di perpustakaan sangat minim dan hanya terdapat buku yang dikarang
oleh 2 penerbit. Hal ini jelas tidak mendukung dalam upaya mengembangkan
73
metode pembelajaran. Peserta didik SMA N 2 Wonosari cenderung
mengembangkan ide yang salah bahwa sejarah sama artinya dengan buku cetak
dan sebagus apapun buku tersebut tidak akan cukup untuk mendukung peserta
didik dalam belajar.
Jadi, saran alternatifnya adalah gunakan buku cetak tunggal sebagi
pendukung, dan sediakan serangkaian buku cetak lainnya yang masing-masing
mewakili subjek permasalahan dari sudut pandang yang berbeda. Cara ini akan
meminimalkan kecenderungan untuk bergantung sepenuhnya pada buku cetak.
Selain itu, peserta didik akan mampu membandingkan dan menyelaraskan
sudut-sudut pandang yang berbeda (Kochar, 2008: 175). Dalam permasalahan
ini guru sejarah SMA N 2 Wonosari mengembangkan model studi lapangan
dan discovery learning guna mengungkap fakta dan kebenaran materi sejarah.
Sejarah haruslah diinterpretasikan seobjektif dan sesederhana mungkin.
Ini dapat terlaksana hanya jika guru sejarah memilki beberapa kualitas pokok.
Menurut Kochar (2008: 393) kualitas yang harus dimilki guru sejarah adalah
penguasaan materi dan penguasaan teknik. Dalam penguasaan materi, guru
sejarah harus lengkap dari segi akademik. Meskipun ia mengajar kelas-kelas
dasar, guru sejarah harus sekurang-kurangnya bergelar sarjana dengan
spesialisasi dalam periode tertentu dalam sejarah.
Di kelas-kelas yang lebih tinggi, sebagai tambahan untuk subjek yang
menjadi spesialisasinya, guru sejarah harus dapat memasukkan ilmu-ilmu
sosial dan kemanusiaan. Setiap guru sejarah harus memperluas dan menguasai
ilmu-ilmu yang terkait seperti bahasa modern, sejarah filsafat, sejarah sastra,
74
dan geografi. Dalam penguasaan teknik, guru sejarah harus menguasai
berbagai macam metode dan teknik dalam pembelajaran sejarah. Guru sejarah
SMA N 2 Wonosari terkadang kesulitan menggunakan model pembelajaran
karena sarana seperti LCD sangat kurang. Ia harus menciptahkan suasana
belajar yang nyaman dan menyenangkan agar proses belajar-mengajar dapat
berlangsung dengan cepat dan baik. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari
melakukan proses selektif terhadap sumber buku paket yang digunakan dalam
mengembangkan metode pembelajaran di kelas. Guru sejarah SMA N 2
Wonosari juga menggunakn jurnal dan CD pembelajaran yang terdapat di
perpustakaan.
Pendidikan dan pembinaan guru perlu ditingkatkan untuk menghasilkan
guru yang bermutu dan dalam jumlah yang memadai, serta perlu ditingkatkan
pengembangan karier dan kesejahteraannya termasuk pemberian penghargaan
bagi guru yang berprestasi (Musnir dalam Gunawan (ed), 1998: 129). Maka
dari itu secara professional, guru sejarah harus memiliki pemahaman tentang
hakikat pembelajaran sejarah, tujuan pembelajaran sejarah, kompetensikompetensi apa yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah, nilainilai apa yang dibutuhkan dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran
sejarah, sebelum nantinya guru dapat menentukan metode atau pendekatan
yang digunakan (Anggara, 2007: 102).
Guru sejarah SMA N 2 Wonosari sudah bersertifikasi dan dapat
dibuktikan pada lampiran di akhir skripsi ini. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari
juga sudah melakukan pelatihan pengembangan metode pembelajaran sejarah.
75
Tidak sedikit event pelatihan guru dalam pengembangan metode pembelajaran
yang sudah diikuti oleh Guru sejarah SMA N 2 Wonosari.
3. Kemampuan Guru dalam Mengimplementasikan Materi dan Metode
Pengajaran Sejarah di SMA N 2 Wonosari
a. Implementasi Pengembangan Materi Sejarah SMA N 2 Wonosari
Dalam menghadapi tantangan berat di era global pembelajaran sejarah
sudah semestinya didesain sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh
kecakapan hidup (life skill) yang memadai dalam memasuki kehidupan
bermasyarakat yang lebih dinamis.
Pemahaman yang baik atas sejarah akan memberikan penyadaran
manusia tentang konsep diri, penghargaan nilai-nilai lokal, semangat
kebangsaan, dan pemahaman atas peristiwa berskala global. Guru sejarah SMA
N 2 Wonosari benar-benar memperhatikan aspek-aspek ini dibuktikan dengan
penuturan salah satu guru responden yang menyatakan implementasi
pembelajaran sejarah ditekankan pada rasa nasionalisme, karena materi yang
berhubungan dengan sejarah luar negeri sangat terbatas dan sedikit berdasarkan
KTSP. Pengetahuan sejarah dan budaya akan membentuk manusia-manusia
yang visioner dengan perspektif penalaran luas atas segala problematika
kehidupan. Itulah sebabnya metode yang dilakukan guru sejarah SMA N 2
Wonsari menitikberatkan pada keaktifan peserta didik menemukan materi
konstektual. Namun, sejarah acapkali dianggap sebagai mata pelajaran “nomor
dua”. Pasalnya, sejarah bukan pelajaran yang termasuk diujikan dalam UNAS
(UjianNasional). Sehingga, guru tidak lagi serius menanganinya, mereka hanya
sibuk pada empat mata pelajaran unas, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa
76
Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Di SMA N 2 Wonosari
pemahaman seperti ini juga terjadi, hanya saja kalangan peserta didik yang
berangapan demikian.
Pengabaian guru tersebut mengakibatkan terbentuknya mindset pada diri
peserta didik bahwa mata pelajaran sejarah tidak menentukan kelulusan. Mata
pelajaran tersebut tidak lebih dari sekedar dongeng atau identik dengan cerita
masa lalu. Mereka menganggapnya sebagai sebuah ilmu yang hanya cukup
untuk dihafal. Konsep dan nilai yang terkandung di dalamnya dipandang
sebagai sesuatu yang tidak perlu diaplikasikan dalam kontek sosiologis yang
sebenarnya. Pernyataan ini merupakan dasar guru sejarah SMA N 2 Wonosari
dalam upaya mengimplementasikan metode dan materi pembelajaran di kelas
saat kegiatan belajar mengajar. Salah satu guru responden menjelaskan bahwa
pelajaran sejarah apabila dibayangkan dan dihafal kurang menarik, dibutuhkan
metode khusus agar peserta didik melihat langsung dan menganalisis peristiwa
sejarah
Di era yang kian hari semakin dinamis, kecakapan hidup (life skill) bagi
peserta didik merupakan sebuah keniscayaan. Betapa tidak, ia merupakan
bagian dari kompetensi seseorang yang mutlak diperlukan untuk menghadapi
hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, sehingga dapat
mengambil keputusan dengan tepat dan mengatasi masalah secara arif. Dengan
metode ceramah variasi, guru sejarah SMA N 2 Wonosari berusaha
menanamkan sifat seperti itu. belajar sejarah bisa membuat bijak peserta didik,
sehingga guru sejarah SMA N 2 Wonosari benar-benar berusaha sekuat tenaga
77
membuat metode pembelajaran yang efektif dan menarik minat peserta didik
dalam mata pelajaran sejarah.
Dalam mengintegrasikan life skill ke dalam pembelajaran sejarah
diperlukan sarana atau media untuk mempercepat tercapainya tujuan
pembelajaran. Terkait hal tersebut, guru sejarah SMA N 2 Wonosari sudah
sepantasnya menyibukkan diri mengemas isi pembelajaran sejarah dengan
memilih metode mengajar yang tepat dan strategi pembelajaran yang sesuai
dengan kondisi anak didik.
Pengembangan materi sejarah yang dilakukan oleh guru sejarah SMA N
2 Wonosari juga menemui berbagai macam kendala. Walaupun output dan
hasil dari pengembangan materi yang sudah dilakukan dapat dimengerti oleh
peserta didik namun masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Menurut
salah satu guru responden, kendala pengembangan materi adalah ketersediaan
fasilitas penunjang yang minim, tingkat kemampuan peserta didik dan masa
transisi peserta didik yang baru saja masuk SMA yang semula masih
menerapkan model pembelajaran dan menyerap materi dengan cara yang
berbeda sewaktu SMP.
Di samping itu kondisi kelas sangat mempengaruhi dalam proses transfer
materi dari guru kepada peserta didik. Kondisi kelas yang tidak kondusif akan
membuat materi yang diajarkan guru tidak sepenuhnya dapat ditangkap oleh
para peserta didik. Hal ini sangat terasa dan terbukti di SMA N 2 Wonosari,
dimana seluruh peserta didik responden mengemukakan pendapatnya bahwa
kondisi kelas yang gaduh akan membuat proses penyampaian materi menjadi
78
terganggu, terlebih apabila pelajaran sejarah berada pada jam pelajaran
terakhir.
Peserta didik menginginkan kondisi kelas yang kondusif, dimana guru
dalam menyampaikan materinya bersifat serius tetapi santai, sehingga tercipta
kedekatan sosial antara guru dan peserta didik di kelas yang mengakibatkan
minat peserta didik dalam mata pelajaran sejarah menjadi meningkat. Semua
peserta didik responden menyepakati apabila selama proses penyampaian
materi di kelas harus menyenangkan dan tidak membuat mereka mengantuk.
Dalam kasus ini guru sejarah SMA N 2 Wonosari telah mampu meningkatkan
minat
belajar
peserta
didik
dengan
menggunakan
berbagai
metode
pembelajaran guna membuat peserta didik tidak mengantuk.
Guru
sejarah
SMA
N
2
Wonosari
cukup
kesulitan
dalam
mengembangkan materi luar negeri dan materi konsep dasar ilmu sejarah.
Untuk materi sejarah luar negeri hal ini sangat sulit dikembangkan karena
tingkat pemahaman peserta didik yang kurang dan minimnya sumber.
Sedangkan untuk materi konsep dasar ilmu sejarah, guru kesulitan karena
materi tersebut berisi hafalan yang membuat minat peserta didik kurang.
Pengembangan materi disesuaikan dengan standar Silabus dan RPP yang
telah dibuat sebelum proses belajar mengajar sehingga proses pemberian
materi di kelas terencana dan berjalan dengan baik. Guru sejarah SMA N 2
Wonosari menggunakan modul sejarah dan CD pembelajaran dalam proses
pemberian materi kepada peserta didik. Tanggapan peserta didik juga positif
dengan adanya modul ini, karena semua materi sejarah ada di dalam modul itu.
79
Namun berdasarkan salah satu responden dari penjaga perpustakaan
menyatakan bahwa modul dan CD pembelajaran yang ada di perpustakaan
jumlahnya terbatas dan modul sejarah yang ada merupakan modul buatan tahun
2008. Sampai tahun 2013 belum ada penambahan modul dan CD
pembelajaran.
b. Implementasi Metode Pengajaran Sejarah SMA N 2 Wonosari
Guru sejarah SMA N 2 Wonosari menerapkan berbagai metode
pembelajaran dalam menyampaikan materinya kepada peserta didik. Fungsi
utamanya adalah meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap mata
pelajaran sejarah. Namun ada berbagai macam kendala yang dihadapi antara
lain materi tidak selesai berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar
karena menggunakan berbagai metode yang menyita banyak waktu.
Kondisi kelas yang tidak kondusif juga akan mempengaruhi tercapainya
metode pembelajaran seorang guru sejarah dalam menyampaikan materi
kepada peserta didik. Salah satu guru responden berpendapat bahwa dengan
penerapan berbagai metode pembelajaran maka konsekuensinya tidak ada
catatan yang diberikan langsung dari guru kepada peserta didik dan hal itu akan
menyulitkan siswa. Hal ini diperkuat dengan observasi dan penuturan siswa
responden yang menyatakan bahwa catatan sangat penting dalam upaya
pemahaman suatu materi. Penerapan metode pembelajaran disesuaikan dengan
jadwal mata pelajaran sejarah dan jam pelajaran. Apabila mata pelajaran
sejarah berada di jam terakhir maka guru harus menggunakan metode yang
menarik agar peserta didik tidak mengantuk. Kondisi kelas yang tidak kondusif
80
juga akan mempengaruhi proses penerapan metode pembelajaran yang
dilakukan oleh guru.
Sekolah juga mendukung terciptanya metode pembelajaran yang menarik
dari guru kepada peserta didik. Kontribusi sekolah adalah dengan menyediakan
buku sumber, internet, jurnal dan sarana seperti LCD. Salah seorang guru
responden menjelaskan bahwa pihak sekolahan berperan aktif dalam
pembentukan metode pembelajaran yang menarik bagi peserta didik. Pihak
sekolah menyediakan banyak prasarana seperti internet, CD pembelajaran dan
pengadaan buku paket sejarah.
Pemahaman peserta didik merupakan salah satu hal yang harus
diperhatikan seorang guru dalam menjalankan kewajibannya. Banyak sekali
aspek yang harus diperhatikan seorang guru terhadap peserta didiknya baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Tidak mudah bagi seorang guru untuk
memahami secara keseluruhan peserta didiknya saat proses kegiatan
pembelajaran berlangsung.
Seorang guru mata pelajaran bukan hanya berperan sebagai pendidik
saja, melainkan menjadi pembimbing layaknya orang tua terkait dalam hal
memahami peserta didiknya melalui berbagai cara. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden diperoleh data bahwa guru sejarah SMA N 2
Wonosari sudah cukup baik dalam upaya memahami peserta didiknya. Guru
berupaya melakukan pendekatan lebih mendalam guna memahami kondisi
peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar guru dan peserta didik mempunyai
81
ikatan kekeluargaan yang erat sehingga peserta didik tidak canggung apabila
mereka mendapat permasalahan.
Menurut salah satu penuturan responden, setelah memilih materi
pengajaran sejarah, selanjutnya guru menentukan metode yang paling tepat
untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil temuan di
lapangan hampir semua guru sejarah menggunakan metode ceramah bervariasi.
Metode ceramah bervariasi diartikan gabungan dari metode ceramah, tanya
jawab, dan mencatat.
Pertimbangan para guru sejarah dalam menggunakan metode ceramah
adalah pelaksanaannya sangat sederhana, pengorganisasian materi tidak terlalu
rumit karena penyampaiannya searah, sehingga guru sejarah dapat mengawasi
kelas secara cermat dalam waktu relatif singkat. Dengan metode ceramah dapat
juga disampaikan bahan atau materi pelajaran sejarahyang sangat banyak dan
luas, sementara alokasi waktu yang tersedia terbatas yakni hanya dua jam
pelajaran setiap minggunya. Hal ini berakibat guru sulit mengembangkan
metode pembelajaran yang lain. Faktor lain yang menyebabkan para guru
sejarah lebih memilih metode ceramah bervariasi adalah susahnya peserta didik
dalam menangkap materi baru dan teori-teori ilmu sejarah.
1) Penggunaan metode pembelajaran sosiodrama
Sosiodrama, sebagai salah satu metode mengajar yang hampir tidak
pemah dilaksanakan dan cenderung ditinggalkan, tampaknya perlu disentuh
kembali.
Sosiodrama
mempercepat
proses
sangat
mungkin
pengintegrasian
menjadi
kecakapan
katalisatordalam
hidup
ke
dalam
82
pembelajaran sejarah.Sosiodrama adalah salah satu bentuk kegiatan yang
dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengajaran dengan cara memperagakan
masalah dalam situasi tertentu dengan gerak dan dialog. Manfaat
sosiodrama bagi peserta didik, dalam pendidikan antara lain menyadari
keterlibatannya dalam persoalan hidup, mendapat kesempatan dalam
pembentukan watak, terlatih berkomunikasi dengan baik dan benar, terlatih
berfikir cepat, baik, dan benalar.
Dalarn pembelajaran sejarah, guru sejarah SMA N 2 Wonosari tidak
mengandalkan metode cerarnah semata. Sebab hal itu hanya akan membuat
peserta didik mudah “lupa” dalam mencerna materi. Mereka juga harus
piawai dalam menggunakan alat peraga gambar atau media audio visual dan
powerpoint. Sebab, dengan alat peraga peserta didik menjadi mudah
menyimpan kesan ke dalam lapisan kesadaran, sehingga senantiasa “ingat
dan tidak mudah lupa”.
Namun itu saja tak cukup, menurut salah satu guru responden, setelah
pembelajaran sejarah selesai, diharapkan peserta didik tidak hanya ingat
terhadap materi yang telah diajarkan. Lebih dari itu, peserta didik
diharapkan “memahami” materi atau konsep pembelajaran sejarah.
Sehingga memiliki kecakapan hidup sebagai bekal kelak. Untuk
mewujudkan itu, guru harus menyibukkan diri membungkus pembelajaran
sejarah dengan melibatkan peserta didik secara langsung melakukan
tindakan nyata (action), yakni melalui sosiodrama.
83
Salah satu guru responden menggunakan metode sosio drama ini
dalam mengembangkan materi dan metode pembelajaran. Hasilnya memang
cukup memuaskan namun kondisi kelas yang gaduh menjadikan hal ini
sebagai nilai kurang yang harus diperhatikan seorang guru sejarah.
Berdasarkan penuturan salah satu peserta didik responden, metode yang
digunakan guru sejarah SMA N 2 Wonosari sudah tepat, salah satunya
adalah sosio drama. Peserta didik diajarkan untuk mendalami karakter tokoh
yang dapat dicontoh dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik juga tidak
gampang melupakan materi karena terjadi keseimbangan otak kiri dan otak
kanan dalam memahami isi materi lewat metode sosio drama
2) Penggunaan Metode Discovery Learning
Discovery Learning adalah salah satu model dalam pengajaran teori
kognitif dengan mengutamakan peran guru dalam menciptakan situasi
belajar
yang
melibatkan
peserta
didik
belajar
secara
aktif
dan
mandiri.Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode
mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak
memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak
melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam
pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menemukan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam
menemukan konsep, peserta didik melakukan pengamatan, menggolongkan,
84
membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk
menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Semua guru responden menerapkan model pembelajaran ini.
Responden menjelaskan bahwa metode ini mudah dan cukup efektif dan
efisien dalam menjelaskan materi pelajaran sejarah bagi peserta didik. Hal
serupa juga dirasakan oleh para peserta didik SMA N 2 Wonosari. Semua
peserta didik responden menyatakan bahwa guru sejarah SMA N 2
Wonosari menggunakan metode pembelajaran ini dalam proses belajar
mengajar di kelas. Peserta didik lebih menyukai metode ini karena peserta
didik belajar aktif dalam menemukan makna, arti dan jalannya peristiwa
sejarah sehingga tingkat wawasan pesertra didik dapat diasah dengan baik.
Tujuan metode Discovery Learning adalah memperkuat informasi
pengetahuan yang sudah dikenal peserta didik, terutama jika bahan mata
pelajaran dapat disampaikan dengan cara berbeda, mengembalikan konsepkonsep yang sulit, dan perlu didiskusikan lagi dengan peserta didik secara
terperinci, berpikir kembali tentang masalah-masalah yang sulit, karena
peserta didik menyelesaikan masalah sebelumnya yang tidak nampak,
menyampaikan bahan dari beberapa masalah yang belum terselesaikan
untuk membantu peserta didik memperbaiki keterampilan intelektual
mereka sehingga secara perlahan memberi mereka kesempatan untuk belajar
sendiri.
85
3) Penggunaan Metode Ceramah Variasi
Pengajaran dengan menggunakan metode ceramah sering mengalami
masalah terutama berkaitan dengan sifatnya yang monoton dan membuat
peserta didik merasa bosan. Namun metode ceramah tetap merupakan
metode yang tidak mungkin ditinggalkan dalam proses pembelajaran. Untuk
itu perlu diupayakan improvisasi model pembelajaran ceramah agar lebih
menarik dan menantang.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pengembangan
media ceamah variasi telah mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
sejarah di SMA N 2 Wonosari. Peningkatan kualitas ini dapat dilihat dari
segi proses maupun hasil pembelajaran. Secara umum peserta didik lebih
merasakan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media
ceramah variasi membuat mereka tidak cepat merasa bosan. Peserta didik
sangat tertarik dengan pembelajaran ini karena banyak variasinya.
Sedangkan bagi guru, bahwa penggunaan media ceramah bervariasi sangat
membantu dalam mengurangi penjelasan verbalis melalui ceramah satu
arah.
Dari segi hasil pembelajaran, menunjukkan bahwa pembelajaran
dengan
menggunakan
media
ceramah
variasi
mampu
membawa
pembelajaran mencapai hasil prestasi yang cukup menggembirakan.
Penggunaan metode ceramah variasi dalam pembelajaran sejarah
juga
berhasil meningkatkan minat dan motivasi peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran sejarah. Semua guru sejarah SMA N 2 Wonosari
86
menggunakan metode ini dalam menyampaikan materi dan sebagian besar
materi pelajaran sejarah disampaikan menggunakan metode ceramah
bervariasi.
4) Penggunaan media powerpoint
Di era informasi yang semakin dinamis ini, para tenaga pendidik
dituntut
untuk
kreatif
guna
meningkatkan
mutu
pembelajaran.
Mengantisipasi hal tersebut, guru seyogyanya mulai menyadari pentingnya
aspek teknologi untuk menunjang proses pembelajaran. Salah satunya
adalah bahan sajian yang menggunakan komputer.
Saat ini teknologi komputer telah menawarkan peluang-peluang baru
dalam proses pembelajaran baik di ruang kelas, belajar jarak jauh maupun
belajar mandiri. Menurut Tam M, dalam Educational Technology, Volume
3 Nomor 2, Tahun 2000, melaporkan bahwa komputer dapat secara efektif
digunakan untuk mengembangkan higher-order thinking skills yang terdiri
dari kemampuan mendefinisikan masalah, menilai (judging) suatu
informasi, memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan yang relevan.
Roblyer
(2003:111)
mengklasifikasikan
karaktristik
pembelajaran
berbantuan komputer sebagai berikut: pembelajaran berbantuan komputer
efektif karena program ini dirancang berdasarkan tujuan instruksional.
Tujuan instruksional dibuat dengan jelas dan dapat diukur, sehingga dapat
dibaca oleh perancang pembelajaran, siswa maupun guru. Program
pembelajaran yang berbasis komputer efektif dalam mempertahankan minat
87
peserta didik, karena mampu memadukan berbagai jenis media, gambar
bergerak selayaknya informasi yang tercetak.
Melihat perkembangan ini, sudah saatnya guru melakukan inovasi,
tentunya teknologi pada pembelajaran menjadi keharusan dan memikat
perhatian semua yang terlibat didalam pembelajaran. Terlebih ketika
memasuki era komputer yang membuat segalanya menjadi cepat dan
mudah. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan oleh guru adalah membuat
media pembelajaran berbasis komputer khususnya piranti lunak presentasi
powerpoint.
Penggunaan media pembelajaran powerpoint dalam pembelajaran
sejarah diharapkan akan sangat membantu tercapainya tujuan pembelajaran.
Akan tetapi kendalanya di lapangan masih ada guru sejarah tidak
menggunakan media pembelajaran powerpoint sebagai alat bantu. Kalaupun
mengunakan media pembelajaran, masih terbatas pada media pembelajaran
tradisional, karena guru belum terbiasa menggunakan komputer sebagai alat
bantu pembelajaran. Padahal idealnya untuk menarik perhatian dan minat
peserta didik terhadap pembelajaran sejarah harus dibuat tampilan media
pembelajaran yang unik, menarik, baik warna, teks, bentuk dan ilustrasinya.
Hal itu semua dapat diakomodir dengan bantuan teknologi berbasis
komputer khususnya dengan piranti lunak presentasi powerpoint. Presentasi
menggunakan powerpoint merupakan kegiatan yang penting dalam
mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain dengan berbagai
88
tujuan terutama untuk menarik perhatian siswa terhadap materi yang
disajikan, atau tujuan lain.
Guru sejarah SMA N 2 Wonosari menggunakan metode powerpoint
juga dalam memberikan materi pada peserta didik. Dengan metode ini
peserta didik akan tertarik dengan materi dan tidak mudah lupa terhadap
materi yang disampaikan. Hal ini berdasarkan salah satu siswa responden
yang menyatakan bahwa media powerpoint sangat menyenangkan karena
materinya mudah diingat dan dihafal.
Menurut guru sejarah SMA N 2 Wonosari, media power point sangat
membantgu dalam proses belajar mengajar di kelas namun sayangnya
ketersediaan sarana seperti LCD masih kurang sehingga dapat menghambat
proses penggunaan media powwer point. Menurut salah satu siswa
responden menyatakan bahwa sarana sepeti LCD sangat minim dan
kebanyakan rusak. Guru sejarah SMA N 2 Wonosari berusaha menberikan
materinya dengan metode powerpoint agar memancing minat peserta didik
terhadap mata pelajaran sejarah. Namun hal ini terdapat kelemahannya
dimana apabila terlalu banyak menggunakan media power point maka
alokasi waktu yang diberikan untuk mata pelajaran sejarah tidak akan
mencukupi untuk memberikan semua materi sesuai standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Masih banyak materi yang belum disampaikan karena
keterbatasan waktu yang diberikan untuk mata pelajaran sejarah.
89
4. Temuan-temuan Penelitian
Setelah penelitian dilaksanakan peneliti mendapatkan beberapa temuan,
antara lain sebagai berikut :
a. Guru SMA N 2 Wonosari sudah berstatus PNS dan sudah bersertifikasi
b. Guru SMA N 2 Wonosari mengembangkan materi pengajaran berdasarkan
local genius dan berita-berita terbaru.
c. Metode yang digunakan guru sejarah adalah metode ceramah bervariasi,
media powerpoint, sosiodrama,dll.
d. Alokasi waktu pelajaran sejarah kurang apabila menggunakan metode
sosiodrama.
e. Pada jam terakhir siswa kurang berkonsentrasi pada pelajaran.
f. Buku Sejarah di perpustakaan jumlahnya kurang dan merupakan terbitan
lama.
g. Sekolah
menyediakan
sarana wifi
mempermudah pembelajaran.
dan
LCD untuk
pembelajaran
Download