I. PENDAHULUAN Latar Belakang Broiler merupakan salah satu jenis ternak yang memberikan kontribusi cukup besar dalam memenuhi kebutuhan protein asal hewan bagi masyarakat Indonesia. Setiap tahunnya kebutuhan masyarakat akan daging broiler terus meningkat. Peningkatan ini terjadi karena daging broiler memiliki harga yang terjangkau oleh semua kalangan masyarakat (Tombuku et al., 2014). Daging broiler memiliki kandungan gizi yang tinggi, lengkap dan seimbang, namun kandungan gizi yang tinggi pada daging merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri (Afrianti et al., 2013). Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab keracunan pada makanan atau food borne disease yang sering ditemukan pada produk asal ternak terutama daging broiler. Kontaminasi oleh bakteri ini biasanya berasal dari manusia, hewan serta lingkungan ketika proses pengolahan makanan (Supartono, 2006). Kondisi ini membuat konsumen menjadi resah terhadap aspek keamanan daging tersebut, sehingga diperlukan kebijakan penyediaan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Pengendalian kesehatan lingkungan produksi pangan asal hewan dilakukan sejak sebelum produksi hingga siap dihidangkan kepada konsumen, sebagai upaya untuk mencegah penyakit zoonosis, cemaran mikroba, residu dan kontaminan lainnya pada pangan asal hewan. Jaminan keamanan pangan telah menjadi tuntutan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan (Afiati, 2009). Staphylococcus aureus dapat menyebabkan bumble foot, infeksi pada kulit dan radang sendi pada ayam, sedangkan pada manusia dapat menyebabkan penyakit yang berkaitan dengan toxic shock syndrome akibat dari keracunan pangan (Khusnan et al., 2008). Staphylococcus aureus menjadi perhatian khusus dalam pengendalian penyakit infeksius karena kuman ini mempunyai faktorfaktor patogenesitas yang berperan dalam mempertahankan diri terhadap sistem kekebalan tubuh hospes dan kuman ini diketahui telah resisten terhadap beberapa macam antibiotik (Todar, 2002). Antibiotik banyak digunakan pada peternakan ayam dalam beberapa tahun terakhir sebagai antibiotic growth promotor (pemacu pertumbuhan). Pemberian antibiotik dapat dilakukan melalui pakan, minuman maupun secara parenteral. Salah satu efek yang ditimbulkan dari penggunaan antibiotik yang berlebihan sebagai bahan tambahan pakan pada suatu peternakan ayam adalah terjadinya resistensi antibiotik terhadap bakteri patogen yang dapat membahayakan manusia. Penggunaan antibiotik sebagai bahan tambahan pakan pada ayam secara terusmenerus menimbulkan kontroversi (Carter dan Wise, 2004). Food borne oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik dapat membahayakan kesehatan manusia. Apabila bakteri tersebut mencemari karkas dapat mengakibatkan infeksi pada manusia yang mengkonsumsinya dan jika bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik dapat mengakibatkan penyakit yang serius akibat kegagalan pengobatan dengan antibiotik. Pengendalian terjadinya resistensi antibiotik terhadap bakteri patogen dapat dilakukan dengan cara melaksanakan program pengawasan terhadap pemakaian antibotik di peternakan unggas (Noor dan Poeloengan, 2015). Penelitian mengenai sensitivitas antibiotik sebaiknya dilakukan secara rutin untuk mengetahui perkembangan resistensi bakteri terhadap beberapa antibiotik yang sering digunakan. Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui sensitivitas Staphylococcus aureus asal daging broiler dari pasar tradisional dan supermarket di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap berbagai jenis antibiotik. Manfaat Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai informasi penggunaan antibiotik dalam pengobatan infeksi Staphylococcus aureus pada broiler, sehingga mencegah terjadinya resistensi antibiotik yang dapat membahayakan kesehatan manusia sebagai konsumen.