Profilaksis kotrimoksazol sangat efektif terhadap

advertisement
Profilaksis kotrimoksazol sangat efektif terhadap malaria
Oleh: Michael Carter, 1 November 2005
Penggunaan profilaksis jangka pendek dengan kotrimoksazol, umumnya dipakai untuk mencegah dan
mengobati berbagai infeksi terkait AIDS, hampir 100 persen efektif untuk melindungi terhadap malaria,
dan tidak menyebabkan resistansi terhadap obat antimalaria sulfadoksin-pirimetamin. Ini menurut
penelitian yang dilakukan di Mali dan diterbitkan di Journal of Infectious Diseases edisi 15 November
2005.
Kotrimoksazol dibuktikan mengurangi kematian dan kesakitan pada orang HIV-positif dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah, dan obat ini diusulkan dalam rangkaian terbatas sumber daya oleh
UNAIDS untuk semua orang HIV-positif dengan jumlah CD4 di bawah 500, dan semua bayi dilahirkan
oleh ibu HIV-positif. Namun kotrimoksazol dan sulfadoksin-pirimetamin bekerja dengan cara yang
serupa, dan ada keprihatinan bahwa penggunaan kotrimoksazol secara luas dapat meningkatkan
prevalensi parasit malaria yang resistan terhadap sulfadoksin-pirimetamin. Sebuah penelitian yang
diterbitkan pada September 2005 menemukan bahwa kotrimoksazol mengurangi kejadian malaria di
antara orang Malawi yang HIV-positif. Namun sebuah penelitian lain yang dilakukan di Malawi, dan
diterbitkan pada pertengahan tahun 2005, menemukan bahwa kebanyakan infeksi oportunistik yang
dapat dicegah oleh kotrimoksazol adalah jarang, dan malaria dengan kepekaan rendah terhadap
kotrimoksazol sangat luas. Oleh karena ini, penelitian tersebut menunjukkan keprihatinan bahwa
profilaksis kotrimoksazol untuk orang HIV-positif mungkin lebih berisiko daripada bermanfaat.
Namun, keprihatinan ini mungkin tidak berdasar. “Berdasarkan hasil penelitian baru ini dan bukti jelas
bahwa profilaksis [kotrimoksazol] mencegah kematian pada Odha di berbagai rangkaian di Afrika, jelas
keprihatinan tentang penyebaran resistansi terhadap sulfadoksin-pirimetamin tidak membenarkan
penundaan lebih lanjut pada pelaksanaan profilaksis kotrimokasazol”, ditulis para peneliti.
Para penyidik merancang penelitian ‘open-label’ secara acak yang melibatkan sejumlah 240 anak berusia
5-15 tahun di Mali. Tujuan utama penelitian adalah untuk menguji teori bahwa profilaksis dengan
kotrimoksazol mengurangi keefektifan pengobatan sulfadoksin-pirimetamin untuk malaria. Tujuan kedua
adalah untuk melihat apakah pengobatan dengan kotrimoksazol mendorong munculnya parasit malaria
dengan resistansi.
Anak dalam kelompok kontrol menerima suntikan profilaksis kotrimoksazol (terdiri dari trimetoprim
150mg/m2 dan sulfametoksazol 750mg/m2) tiga hari berturut selama 12 minggu. (Sebuah penelitian
sebelumnya di Zambia yang menyelidiki keamanan dan kemanjuran profilaksis kotrimoksazol pada anak
HIV-positif memberi dosis oral terdiri dari 240mg [5ml sirop] kotrimoksazol sehari untuk anak di bawah
usia lima tahun, dan yang lebih tua 480mg [10ml]). Semua anak dipantau untuk gejala klinis malaria dan
contoh darahnya dianalisis untuk melihat apakah mereka mempunyai malaria asimptomatis.
Anak-anak berusia rata-rata sepuluh tahun dan diacak 2:1 pada kelompok pengobatan atau kontrol. Anak
dalam kelompok kontrol menerima suntikan kotrimoksazol pada tiga hari berturut-turut per minggu
untuk 12 minggu. Pada awalnya, tes darah menunjukkan bahwa 20 persen anak pada kelompok
pengobatan dan 16 persen anak di kelompok kontrol terinfeksi oleh parasit malaria.
Pemantauan dilakukan rata-rata 11,8 minggu pada kelompok pengobatan dan 11,7 pada kelompok
kontrol. Hanya satu kasus malaria klinis terjadi selama 1890 orang-minggu pemantauan pada kelompok
pengobatan. Sebagai pembanding, 72 kasus malaria terjadi selama 681 orang-minggu pemantauan di
kelompok kontrol.
“Kemanjuran profilaksis [kotrimoksazol] terhadap malaria yang tidak rumit adalah 99,5 persen”, ditulis
para peneliti.
Malaria asimptomatis ditemukan pada tiga dari 466 contoh darah yang didapat dari anak di kelompok
pengobatan dan 43 dari 231 contoh darah dari anak di kelompok kontrol. Jadi kotrimoksazol mempunyai
97 persen kemanjuran terhadap malaria asimptomatis.
Para peneliti juga menemukan bahwa anak pada kelompok pengobatan mempunyai lebih sedikit penyakit
perut-usus dan membutuhkan lebih sedikit obat resep dibandingkan anak pada kelompok kontrol. Mereka
Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/
Profilaksis kotrimoksazol sangat efektif terhadap malaria
juga menemukan bahwa profilaksis kotrimoksazol tampaknya meningkatkan tingkat hemoglobin yang
menghasilkan kejadian anemia yang lebih rendah pada kelompok pengobatan.
Hanya satu efek kerugian ditemukan pada kelompok kotrimoksazol. Kasus ini adalah hepatitis akut yang
terjadi tiga hari setelah dosis pertama kotrimoksazol. Anak yang bersangkutan menunjukkan tanda
infeksi virus hepatitis A dan hepatitis B.
Pola resistansi terhadap parasit malaria yang serupa diamati di kedua kelompok penelitian.
Ringkasan: Co-trimoxazole prophylaxis is highly effective against malaria
Sumber: Thera MA et al. Impact of trimethoprim-sulfamethoxazole prophylaxis on falciparum malaria
infection and disease. J Infect Dis 192: 1823-1829, 2005.
–2–
Download