BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi yang mengandung sel darah putih, protein dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. ASI membantu pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari penyakit (Profil Kesehatan RI, 2013). Pemberian ASI berarti memberikan zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat kekebalan terhadap penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya. Pemberian ASI secara eksklusif sampai usia 6 bulan pertama kehidupan merupakan suatu misi primer dalam program kesehatan masyarakat dunia yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO). ASI Eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2017) adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. Namun bukan berarti setelah pemberian ASI eksklusif pemberian ASI dihentikan, tetapi tetap diberikan kepada anak sampai berusia 2 tahun. Pemberian ASI Eksklusif memiliki peran penting dalam survival anak di negaranegara berkembang dimana ia menyumbang dalam sistem imunitas dan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Banyak komponen yang terkandung dalam ASI yang berperan aktif melawan infeksi (Soetjiningsih, 1997). Bayi yang 1 Universitas Sumatera Utara 2 diberikan ASI Eksklusif memiliki risiko lebih kecil untuk terkena penyakit dibandingkan dengan bayi yang tidak ASI Eksklusif karena bayi yang mendapat ASI Eksklusif tidak terkena kontaminasi dari makanan lain. Dampak negatif yang dapat terjadi kepada bayi jika tidak diberikan ASI yang eksklusif adalah memiliki risiko kematian karena diare 3,94 kali lebih besar dibandingkan bayi yang mendapat ASI Eksklusif (Kemenkes, 2010). Bagi keluarga, pemberian ASI Eksklusif akan membawa manfaat dari aspek ekonomi. Bayi yang diberikan ASI Eksklusif 0-6 bulan oleh ibunya akan menghemat biaya pengeluaran keluarga, yaitu tidak ada biaya yang keluar untuk membeli susu formula ataupun makanan tambahan lainnya. Berdasarkan Survey Data Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2008-2012. Sedangkan tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia yaitu tercapainya Millenium Development Goals (MDG’s) pada tahun 2015 yaitu terjadinya penurunan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup melalui pemberian ASI Eksklusif pada bayi serta dilakukannya Inisiasi Menyusui Dini (IMD) terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama satu jam dengan dibantu oleh tenaga kesehatan. Melihat angka diatas, berarti masih belum tercapai target dari MDG’s untuk menurunkan AKB di Indonesia. Untuk melanjutkan tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia di tahun 2010-2014, maka tahun 2015 Kementerian Kesehatan Indonesia menetapkan tujuan pembangunan Kesehatan di Indonesia yaitu salah satunya menurunkan angka Universitas Sumatera Utara 3 kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup. Sehubungan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030, menyusui merupakan salah satu langkah pertama bagi seorang manusia untuk mendapatkan kehidupan yang sehat dan sejahtera. Sayangnya, tidak semua orang mengetahui hal ini. Di beberapa negara maju dan berkembang termasuk Indonesia, banyak ibu karir yang tidak menyusui secara eksklusif. Di Indonesia hampir 9 dari 10 ibu pernah memberikan ASI, namun penelitian IDAI (Yohmi dkk, 2015) menemukan hanya 49,8 % yang memberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan sesuai rekomendasi WHO. Rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif ini dapat berdampak pada kualitas hidup generasi penerus bangsa dan juga pada perekonomian nasional. Terdapat 17 tujuan SDGs yang diharapkan dapat menanggulangi berbagai masalah, termasuk menghapuskan kemiskinan dan kelaparan, memajukan kesehatan dan pendidikan, membangun kota-kota secara berkelanjutan, memerangi perubahan iklim serta melindungi samudera dan hutan. Beberapa tujuan SDGs yang sangat berkaitan erat dengan ASI adalah: (1) Dengan pemberian ASI Eksklusif dapat menyumbang sekitar 302 Milyar USD tiap tahunnya pada pemasukan ekonomi dunia. Hal ini tentu saja sesuai dengan tujuan SDGs nomor 1, 8, dan 10 yaitu menghapus kemisikinan, pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi ketidakadilan di dalam dan di antara negara- negara. (2) Menyusui merupakan sumber nutrisi terbaik dengan komposisi bioaktif yang dapat meningkatkan status kesehatan ibu dan anak, hal ini sejalan dengan tujuan SDGs nomor 2 dan 3 yaitu penanggulangan kelaparan, Universitas Sumatera Utara 4 masalah kesehatan dan kesejahteraan. (3) Bayi yang mendapatkan ASI dengan standar emas makanan bayi terbukti memiliki IQ lebih tinggi dan performa lebih baik sehingga memiliki pekerjaan dan penghasilan yang layak, sehingga tentu saja berkesinambungan dengan tujuan SDG nomor 4 yaitu menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas. (4) Pemberian ASI eksklusif dapat membantu persamaan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan dalam pengasuhan anak sesuai dengan tujuan SDGs nomor 5 yaitu kesetaraan gender. (5) Dengan menyusui pula dapat menekan pengeluaran untuk membeli kebutuhan susu formula, sehingga lebih hemat dan ramah lingkungan, sejalan dengan tujuan SDGs nomor 12 yaitu konsumsi yang bertanggung jawab. Profil data Kesehatan Indonesia tahun 2015 menunjukkan cakupan pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih rendah, persentase bayi yang menyusu eksklusif 0 sampai 6 bulan sebanyak 55,7%. Dibandingkan dari Profil data Kesehatan Indonesia tahun 2011, cakupan pemberian ASI Eksklusif terlihat menurun dari 61,5% menjadi 55,7% di tahun 2015. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI Eksklusif masih relatif rendah (Kemenkes, 2015). Menurut Profil Kesehatan RI tahun 2013, permasalahan terkait masih rendahnya pencapaian cakupan ASI Eksklusif di Indonesia disebabkan beberapa faktor, seperti: a) Pemasaran susu formula masih gencar dilakukan untuk bayi 0-6 bulan yg tidak ada masalah medis b) Masih banyaknya perusahaan yang mempekerjakan perempuan, tidak memberi kesempatan bagi ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan untuk melaksanakan pemberian ASI secara eksklusif. Hal ini terbukti dengan belum Universitas Sumatera Utara 5 tersedianya ruang laktasi dan perangkat pendukungnya c) Masih banyak tenaga kesehatan ditingkat layanan yang belum peduli atau belum berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif, yaitu masih mendorong untuk memberi susu formula pada bayi 0-6 bulan. d) Masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI e) Belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI, dan belum semua rumah sakit melaksanakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM). Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi, maka pemerintah sangat memberi perhatian terhadap pemberian ASI Eksklusif ini. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 128 disebutkan bahwa (1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis, (2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus, dan (3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Pemberian ASI Eksklusif sampai 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai usia 2 tahun juga mendapat perhatian serius dari pemerintah dan kembali dituangkan dalam Kepmenkes RI. No. 450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Pemerintah juga menegaskan tentang pemberian ASI Eksklusif yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah no.33 tahun Universitas Sumatera Utara 6 2012 dalam BAB III pasal 7 yang menyatakan bahwa setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya. Peran bidan yang baik sangat memengaruhi ibu menyusui dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Penelitian yang dilakukan oleh Novery (2014) mengenai dukungan bidan dalam pemberian ASI Eksklusif menunjukkan hasil bahwa, dari 19 responden ibu menyusui yang mendapat dukungan yang baik dari bidan, memberikan ASI secara eksklusif sebanyak 11 responden (57,9%) dan dari 17 responden ibu menyusui yang dukungan dari bidan kurang, memberikan ASI secara eksklusif sebanyak 4 responden (23,5%). Menurut Suherni (2009) peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI eksklusif dapat diberikan dengan meyakinkan ibu bahwa bayi memperoleh makanan yang mencukupi dari payudara ibunya serta membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya sendiri. Dukungan bidan dalam mensosialisasikan ASI Eksklusif dapat dimulai sejak kehamilan terjadi. Setidaknya ibu hamil mengikuti dua kali kelas antenatal yang menjelaskan keuntungan pemberian ASI Eksklusif dan bagaimana cara sukses menyusui saat kelahiran terjadi. Mempersiapkan ibu hamil yang kelak akan menyusui memengaruhi keberhasilan menyusui. Edukasi mengenai pentingnya ASI Eksklusif harus didapatkan oleh setiap ibu hamil sebelum kelahiran terjadi. Menyusui yang paling mudah dan sukses dilakukan adalah bila si ibu sendiri sudah siap fisik dan mentalnya untuk melahirkan dan menyusui, serta bila ibu mendapat informasi, dukungan, dan merasa yakin akan kemampuannya untuk Universitas Sumatera Utara 7 merawat bayinya sendiri. Keberhasilan program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif juga sangat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan dan motivasi bidan atau dokter penolong persalinan itu sendiri. Hal ini didukung pula oleh pernyataan Siregar (2004), bahwa keberhasilan IMD dan pemberian ASI Eksklusif banyak dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat) yang pertama kali membantu ibu selama proses persalinan. Selain itu keberhasilan ibu menyusui juga harus didukung oleh suami, keluarga, petugas kesehatan, dan masyarakat. Oleh karena itu sikap dan perilaku petugas kesehatan khususnya bidan yang didasari pengetahuan tentang IMD dan ASI Eksklusif, besar pengaruhnya terhadap keberhasilan praktek IMD dan ASI Eksklusif itu sendiri. Bidan sangat populer di kalangan ibu-ibu. Tidak sedikit wanita melahirkan di Rumah Sakit Bersalin atau bahkan di klinik bersalin dengan mengandalkan bidan untuk membantu proses kelahiran. Bahkan bidan lebih sering dikenal ibu-ibu hamil dibanding dokter kandungan. Maka, peran bidan cukup sentral dalam mensosialisasikan pemberian ASI eksklusif ini. Sebagai bagian dari tenaga kesehatan, bidan dan dokter diwajibkan memberikan pemahaman tentang pemberian ASI Eksklusif tersebut. Faktor-faktor yang memengaruhi bidan dalam pemberian asuhan ASI Eksklusif dapat berupa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti umur seorang bidan, pendidikan yang ditempuh seorang bidan, motivasi yang di dapat seorang bidan mengenai tanggung jawab terhadap tugasnya menjadi seorang bidan, Universitas Sumatera Utara 8 pengalaman yang di dapat seorang bidan selama ia menjadi bidan. Faktor eksternal seperti pengaruh IBI (Ikatan Bidan Indonesia) terhadap kinerjanya sebagai bidan, pengaruh fasilitas kesehatan yang ada terhadap produktifitas kerja seorang bidan, dan sistem pelayanan kesehatan yang ada. Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dalam program APN (Asuhan Persalinan Normal) telah menetapkan 58 langkah yang mana Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif masuk dalam urutan prosedur tetap seorang bidan dalam melakukan pertolongan persalinan. Namun cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Tapanuli Utara masih rendah. Data yang di dapat dari Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015, bayi yang menerima ASI Eksklusif hanya 820 bayi (31,41%) dari 2.611 bayi. Jumlah bayi yang diberi ASI Eksklusif terendah terdapat di Kecamatan Simangumban yaitu dari 80 bayi, yang menerima ASI Eksklusif hanya 3 bayi (3,77%). Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Tapanuli Utara masih rendah walaupun tenaga kesehatan seperti bidan yang memberikan asuhan pemberian ASI Eksklusif sudah ada yaitu sebanyak 541 orang bidan yang tersebar di 15 kecamatan. Untuk Kecamatan Simangumban yang cakupan ASI Eksklusifnya terendah di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki 11 orang bidan. Dukungan kebijakan dari pemerintah daerah baik berupa Perda, Surat Keputusan (SK) Bupati maupun program-program yang ditujukan guna meningkatkan cakupan ASI Eksklusif sangat mutlak diperlukan. Selama ini dukungan dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dan Dinas Kesehatan Tapanuli Utara adalah melalui Universitas Sumatera Utara 9 sosialisasi mengenai pentingnya ASI Eksklusif kepada Puskesmas dan tenaga kesehatan termasuk dokter, bidan, perawat dan tenaga gizi dalam wujud pelatihan konselor dan fasilitator ASI, serta pemberdayaan masyarakat melalui peran kader dalam Pusat Pelayanan Terpadu (Posyandu), dan kerjasama lintas sektor dengan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang berlandaskan PP no.33 tahun 2012. Salah satu tujuan dan indikator keberhasilan dari sosialisasi tentang pentingnya ASI Eksklusif di Kabupaten Tapanuli Utara adalah diharapkan dengan sosialisasi tersebut mampu merubah perilaku bidan, sehingga bidan selalu melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam setiap pertolongan persalinan serta selalu mendukung pemberian ASI Eksklusif misalnya dengan memberikan penyuluhan tentang ASI Eksklusif pada ibu sejak Ante Natal Care (ANC) sampai menyusui, dan tidak memberikan susu formula pada bayi setelah lahir. Survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Februari 2017 di Desa Simangumban Julu Poskesdes Sialang, Desa Aek Nabara Poskesdes Aek Nabara, dan Desa Simangumban Jae Klinik Bidan swasta, Kecamatan Simangumban terhadap seorang bidan desa, dan seorang bidan klinik swasta yang juga merupakan staf puskesmas, menunjukkan hasil bahwa bidan paham apa itu ASI Eksklusif dan manfaatnya, namun pada saat pelayanan antenatal care (ANC), ibu nifas, dan ibu menyusui pada saat posyandu, mereka tidak memberikan asuhan ASI Eksklusif secara detail hanya menjelaskan pembersihan payudara, dan menyarankan untuk memberikan ASI Eksklusif tanpa memberikan KIE tentang apa dan kenapa harus Universitas Sumatera Utara 10 memberikan ASI Eksklusif. Sedangkan bidan menjelaskan kepada peneliti bahwa budaya para masyarakat disana masih kuat dalam pemberian makanan kepada bayi, yaitu apabila bayi lebih sering menangis dari biasanya, masyarakat menganggap bahwa bayi kelaparan, maka harus diberi makanan tambahan seperti bubur bayi, air tajin, susu formula, pisang, bahkan nasi walaupun umur bayi masih dibawah 6 bulan. Peneliti juga melakukan survei penelitian di Desa Simangumban Julu Poskesdes Sialang, Desa Aek Nabara Poskesdes Aek Nabara, dan Desa Simangumban Jae Klinik Bidan swasta, Kecamatan Simangumban terhadap 10 orang ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan, yang merupakan pasien bersalin dari bidan yang berada di Kecamatan Simangumban, dari 10 orang ibu tersebut tidak satupun ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Karena sejak lahir, sudah diberikan susu formula. Dan para ibu tersebut juga merasa takut, jika hanya diberikan ASI saja selama usia 0-6 bulan, maka gizi nya tidak terpenuhi. Rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Simangumban, mungkin karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran bidan akan pentingnya pemberian KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) kepada Ibu hamil tentang pentingnya ASI Eksklusif pada saat pelayanan antenatal care, ibu nifas, dan Ibu menyusui pada saat posyandu, yang berakibat pengetahuan para ibu hamil, dan ibu yang menyusui tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif kepada bayinya menjadi rendah. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui perilaku Bidan dalam Pemberian Asuhan ASI Eksklusif di Kecamatan Simangumban Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2017. Universitas Sumatera Utara 11 1.2 Rumusan Masalah Masih rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Simangumban, walaupun sosialisasi tentang pentingnya ASI Eksklusif kepada bidan yang memiliki peran dalam meningkatkan cakupan ASI Eksklusif sudah dilaksanakan oleh pemerintah melalui Dinas Kesehatan Tapanuli Utara, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana perilaku bidan dalam pemberian asuhan ASI Eksklusif di Kecamatan Simangumban Kabupaten Tapanuli Utara. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengeksplorasi secara mendalam tentang perilaku Bidan dalam pemberian asuhan ASI Eksklusif di Kecamatan Simangumban Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2017. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengidentifikasi karakteristik perilaku bidan di Kecamatan Simangumban 2. Untuk mengidentifikasi pengetahuan bidan tentang pentingnya asuhan ASI Eksklusif di Kecamatan Simangumban. 3. Untuk mengeksplorasi perilaku bidan terhadap pentingnya asuhan ASI Eksklusif di Kecamatan Simangumban. 4. Untuk mengeksplorasi secara mendalam apa saja yang memengaruhi bidan dalam pemberian asuhan ASI Eksklusif di Kecamatan Simangumban. Universitas Sumatera Utara 12 5. Untuk mengeksplorasi asuhan ASI Eksklusif yang dilakukan bidan di Kecamatan Simangumban. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai tambahan informasi bagi Bidan di Kecamatan Simangumban Kabupaten Tapanuli Utara mengenai pemberian asuhan ASI Ekslusif oleh Bidan. 2. Sebagai informasi tambahan bagi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara dan Puskesmas di Kecamatan Simangumban dalam pelaksanaan pemberian ASI Eksklusif. Universitas Sumatera Utara