1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia,
baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di
Indonesia menjadi tanggung jawab Kementrian Pendidikan dan Keebudayaan Republik
Indonesia. Saat ini pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (Wikipedia.org). Sebagai salah satu wahana
pembentuk karakter bangsa, sekolah adalah lokasi penting dimana para “Nation Builders”
Indonesia diharapkan dapat berjuang membawa bersaing di kancah global. Seiring dengan
derasnya tantangan global, tantangan dunia pendidikan pun menjadi semakin besar, hal ini
yang mendorong para siswa mendapatkan prestasi terbaik. Namun, dunia pendidikan di
Indonesia masih memiliki beberapa kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan
diantaranya adalah keterbatasan akses pada pendidikan, jumlah guru yang belum merata,
serta kualitas guru itu sendiri dinilai masih kurang (www.prestasi-iief.org).
Menurut Staff Khusus Presiden RI Lenis Kogoya mengatakan bahwa program 1500
pelajar Papua akan mengenyam pendidikan di Pulau Jawa sejak bangku SMA hingga sarjana,
salah satunya adalah Kota Bandung. Ridwan Kamil selaku walikota Bandung akan menjadi
wali murid dari 70 orang siswa asal Papua, selain mengenyam pendidikan formal, para siswa
Papua di Bandung juga akan mendapat kursus teknologi tepat guna (Dendi Ramdhani, 2015).
Menurut Santrock usia siswa tersebut termasuk dalam tahap perkembangan remaja.
Santrock mengartikan masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi
antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan kognitif dan sosial emosional
1
Universitas Kristen Maranatha
2
(Santrock, 2003). Perubahan kognitif yang terjadi pada remaja adalah remaja secara aktif
mengkonstruksikan dunia kognitifnya sendiri, tidak lagi sekedar menuangkan informasiinformasi ke dalam pikiran mereka, melainkan mulai mengorganisasikan pengalamanpengalamannya. Sedangkan perubahan sosial emosional ini mencakup meningkatnya usaha
untuk memahami diri sendiri serta pencarian identitas, disertai dengan transformasi yang
berlangsung di dalam relasi dengan keluarga dan teman sebaya di dalam konteks budaya.
Perubahan kognitif dan perubahan sosial emosional memungkinkan terjadinya dua bentuk
integrasi yang terjadi pada kepribadian remaja yaitu terbentuknya perasaan akan konsistensi
dalam kehidupannya dan tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara
menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan
peran yang dituntut dari remaja (Santrock, 2003).
Tuntutan peran membuat remaja berupaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Beberapa remaja memilih kuliah dengan cara merantau keluar daerah, salah
satunya adalah Bandung. Oleh karena itu, remaja dari luar pulau Jawa yang merantau ke
Bandung memiliki tujuan untuk menuntut ilmu, pada umumnya memiliki kesulitan dalam hal
bahasa maupun dalam hal penyesuaian diri seperti menyesuaikan diri pada kebiasaan
masyarakat Bandung, menyesuaikan diri dengan cuaca dan iklim di Bandung. Salah satu cara
untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di Bandung antara lain dengan mencari suatu
komunitas untuk menjadi wadah bertukar informasi, dan biasanya mereka mencari suatu
komunitas satu daerah agar mereka mudah untuk menyesuaikan diri. Sebagian remaja asal
daerah dari luar pulau Jawa yang merantau ke Bandung adalah remaja dari Papua.
Menurut ketua dari salah satu komunitas Papua yang berada di Bandung, remaja di
Papua yang tergolong ke dalam perekonomian menengah ke atas, biasanya memutuskan
untuk merantau ke luar Papua setelah lulus SMA. Mereka merantau dari pulau Papua dengan
Universitas Kristen Maranatha
3
tujuan untuk menuntut ilmu yang dianggap lebih maju dan berkembang di pulau lain dan
melatih kemandirian.
Papua adalah sebuah provinsi yang terluas di Indonesia dan terletak di bagian tengah
Pulau Papua. Luas Pulau Papua adalah 319.036 km² dan memiliki jumlah penduduk 3,486
juta (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Papua). Papua memiliki rumah adat yang dinamakan
Honai, pakaian adat berupa hiasan kepala, kalung yang terbuat dari gigi dan tulang hewan,
kalung dari kerang, ikat pinggang, dan sarung yang berumbai-rumbai. Tari-tarian daerah
Papua yaitu tari selamat datang, tari musyoh, tari mbes, senjata tradisionalnya adalah pisau
belati dan senjata utamanya adalah busur dan panah. Suku yang mendiami Pulau Papua
adalah suku asmat, dani dan yang tergolong suku Rumpu Melanisia. Lagu daerahnya adalah
Apuse,
Yamko
Rambe
Yamko
(www.kebudayaanindonesia.com/2014/kebudayaan-
papua.html?m=1). Papua memiliki dua provinsi yaitu daerah khusus papua yang ibukotanya
Jayapura dan daerah khusus papua barat yang ibukotanya Manokhwari.
Manokhwari adalah sebuah kabupaten di provinsi Papua Barat yang masih hidup dalam
kebudayaan dan adat istiadat yang tinggi. Papua barat memiliki potensi yang luar biasa baik
dalam
pertanian,
pertambangan,
hasil
hutan,
maupun
pariwisata
(http://id.m.wikipedia.org/wiki/papua_barat). Wisata alam di Manokhwari adalah pegunungan
arfak, pantai pasir putih dan lain-lain. Suku asli yang mendiami Kabupaten Manokhwari
adalah suku besar arfak, suku wamesa, suku samuri, sebyar, irarutu dan Numfor Doreri
(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Manokwari). Salah satu komunitas Manokhwari
di Bandung adalah HIMASRI.
HIMASRI adalah suatu komunitas beranggotakan remaja yang berasal dari
Manokhwari yang berdiri pada tahun 2009. Anggota yang bergabung ke dalam komunitas
dengan tujuan memererat tali persaudaraan. Selain itu HIMASRI dijadikan sebagai wadah
Universitas Kristen Maranatha
4
atau tempat untuk berkumpul bersama dan saling berbagi pengalaman. Sebelum mereka
menjadi anggota aktif HIMASRI, calon anggota harus mengikuti kegiatan orientasi yang telah
ditetapkan. Selama masa orientasi tersebut, remaja Manokhwari dianggap sebagai calon
anggota, orientasi yang dilakukan adalah dengan mengikuti acara malam kebersamaan untuk
membangun keakraban antara calon anggota dan anggota aktif di HIMASRI. Setelah
melewati masa orientasi, mereka dapat naik jenjang menjadi anggota aktif HIMASRI.
Menurut ketua HIMASRI, HIMASRI sekarang memiliki anggota aktif sejumlah 70
orang. HIMASRI sendiri adalah organisasi yang sering mengadakan kegiatan, namun
kegiatan yang paling sering dilakukan adalah main futsal dan menonton film bersama.
HIMASRI selalu membawa nama besar Papua di dalam setiap kegiatannya. Misalnya pada
saat mengadakan kegiatan liga futsal, HIMASRI selalu mengumumkan bahwa HIMASRI
adalah himpunan yang berasal dari Papua yang bertujuan untuk memperkenalkan salah satu
komunitas Papua yang ada di Bandung. HIMASRI sering melakukan kerja sama dengan
komunitas lain yang berada di Bandung seperti komunitas anak Sumatera. HIMASRI dan
komunitas anak Sumatera secara bersama-sama mengadakan kegiatan yang bertujuan untuk
mempererat hubungan antar komunitas, salah satu kegiatannnya adalah secara bersama-sama
mengadakan liga futsal.
Setelah menjadi anggota aktif HIMASRI, mereka mempunyai seragam komunitas dan
kartu keanggotaan, mereka diwajibkan untuk membayar iuran bulanan, wajib untuk mengikuti
setiap kegiatan yang diadakan oleh HIMASRI dan mereka diharapkan untuk mematuhi
aturan-aturan yang ada di dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa anggota HIMASRI
telah conform terhadap komunitas, namun pada kenyataannya ada beberapa anggota yang
melakukan konformitas setelah ketua mempertegas aturan, misalkan dalam hal mematuhi
aturan untuk membayar iuran bulanan, memakai seragam komunitas dalam setiap acara dan
wajib mengikuti setiap kegiatan yang diadakan komunitas. Anggota HIMASRI harus
Universitas Kristen Maranatha
5
melakukan penyesuaian tingkah laku agar sesuai dengan peraturan yang ada dan agar diterima
oleh anggota komunitas lainnya, namun pada kenyataannya terdapat anggota yang mematuhi
aturan karena adanya keinginan untuk diterima oleh anggota lain dalam komunitas dan
terdapat anggota yang mematuhi peraturan dengan anggapan aturan yang berlaku tersebut
benar atau sesuai dengan yang ia butuhkan.
Penyesuaian tingkah laku dalam komunitas disebut Konformitas. (Sheriff 1936, dalam
Robert A. Baron dan Donn Byrne 2005), mengatakan bahwa perilaku konformitas terjadi
apabila keadaan ambigu dalam norma-norma sosial, dimana konformitas diperlukan untuk
mengurangi keadaan yang tidak pasti. Tujuan awal anggota aktif HIMASRI merantau ke
Bandung adalah untuk menuntut ilmu dan melatih kemandirian, namun dalam mencapainya
terdapat kendala berupa kesulitan bahasa dan penyesuaian diri, sehingga anggota aktif
memutuskan bergabung dengan HIMASRI untuk mendapatkan support dalam mengatasi
kendala tersebut, meskipun pada kenyataannya HIMASRI menuntut untuk adanya
kebersamaan sehingga terbentuklah konformitas di antara anggota aktif HIMASRI.
Konformitas terdiri dari 2 tipe yaitu tipe Normative Social Influence dan Informational Social
Influence. Individu yang termasuk ke dalam tipe Normative Social Influence akan memiliki
pengaruh sosial yang didasarkan pada keinginan individu untuk disukai dan diterima oleh
orang lain dengan tujuan menghindari penolakan dan mendapatkan penerimaan, sedangkan
individu yang termasuk ke dalam tipe Informational Social Influence akan memiliki pengaruh
sosial yang didasarkan pada keinginan individu untuk menjadi benar dan untuk memiliki
persepsi yang tepat mengenai dunia sosial.
Peneliti melakukan survey awal melalui wawancara terhadap 10 anggota aktif
HIMASRI. Dari sini dapat diketahui bahwa 3 dari 10 (30%) anggota HIMASRI memberi
pernyataan bahwa setiap pribadi anggota dalam HIMASRI merasa memiliki tuntutan untuk
Universitas Kristen Maranatha
6
dapat menyesuaikan perilakunya dengan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku secara umum di
HIMASRI dengan tujuan agar dapat diterima oleh anggota lain dalam komunitas HIMASRI.
Sedangkan sisanya, yaitu 7 dari 10 (70%) anggota aktif menyatakan bahwa perilaku
untuk dapat menyesuaikan perilakunya dengan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku secara
umum selama berada di komunitas HIMASRI adalah sepenuhnya keputusan mereka pribadi
dengan anggapan aturan yang berlaku tersebut benar atau sesuai dengan yang ia butuhkan.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pada komunitas HIMASRI terdapat 2 tipe
konformitas yang berbeda. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tipe
konformitas pada anggota HIMASRI (Himpunan Mahasiswa Manokwari).
1.2 Identifikasi Masalah
Ingin memeroleh gambaran yang jelas mengenai tipe konformitas pada mahasiswa yang
menjadi anggota komunitas di komunitas HIMASRI.
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud Penelitian
Peneliti ini bermaksud memeroleh gambaran tipe konformitas pada mahasiswa yang
menjadi anggota aktif di komunitas HIMASRI.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Peneliti ini bertujuan memeroleh gambaran tipe konformitas pada mahasiswa yang
menjadi anggota aktif di komunitas HIMASRI melalui tiga aspeknya yaitu kekompakan,
kesepakatan, dan ketaatan yang mengarah pada salah satu tipe konformitas yaitu Normative
Social Influence atau Informational Social Influence.
Universitas Kristen Maranatha
7
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
1. Dari hasil penelitian diharapkan dapat menambahkan informasi pada bidang
Psikologi Sosial khususnya mengenai variabel Konformitas.
2. Dari hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan kepada
peneliti lain yang ingin meneliti variabel Konformitas.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai tipe konformitas kepada
ketua komunitas HIMASRI yang berguna untuk menjadi masukan dalam
mengembangkan komunitas, dan untuk membantu pencapaian visi dan misi
HIMASRI agar lebih efektif dan efisien.
2. Untuk meningkatkan konformitas pada mahasiswa yang menjadi anggota aktif di
komunitas HIMASRI yang akan dilihat melalui tiga aspek yaitu kekompakan,
kesepakatan dan ketaatan.
1.5 Kerangka Pikir.
Pada masa remaja yaitu dari usia 18 hingga 20 tahun dapat muncul suatu bentuk
perilaku tertentu yang sejalan dengan tuntutan kelompok (Santrock,2003). Sebagian remaja
beranggapan bila dirinya berperilaku sama dengan kelompok yang diminati, maka timbul rasa
percaya diri dan kesempatan diterima kelompok lebih besar. Menurut Floyd dan South (dalam
Santrock,2003) umur merupakan faktor yang berperan dalam menentukan pilihan referensi
pada remaja. Pada remaja terdapat indikasi bahwa seiring dengan meningkatnya umur
seseorang juga seiring dengan kematangan bersosialisasi (social maturation), maka terjadi
Universitas Kristen Maranatha
8
pergantian orientasi secara bertahap pada diri remaja yang asalnya berorientasi pada pendapat
orang tua menjadi pendapat teman sebaya.
Remaja lebih memiliki keberanian untuk beremansipasi, bersikap mandiri,
independence, dan mampu menyelesaikan permasalahan secara pribadi. Posisi ini
menyebabkan remaja memiliki dorongan alamiah untuk menolak campur tangan orangtua dan
lebih memilih peer groupnya. Peer group adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia
atau tingkat kedewasaan yang sama. Fenomena remaja lebih memilih peer groupnya
dibandingkan orangtuanya disebut sebagai peer orientation. Remaja berusaha untuk
menyesuaikan perilakunya agar diterima oleh peer group. Perilaku tersebut merupakan
indikasi dari adanya konformitas pada diri remaja. Konformitas merupakan suatu keadaan
seseorang mengubah sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan norma sosial yang berlaku
dengan tujuan agar mendapatkan penerimaan oleh kelompok sosial (Baron dan Byrne, 2005).
Anggota aktif HIMASRI (Himpunan Mahasiswa Manokwari) termasuk dalam masa
perkembangan remaja. Anggota aktif tergabung dalam kelompok yang menuntut konformitas
di dalam menjalankan kegiatan-kegiatan yang ada. Hal ini terlihat jelas dari syarat-syarat yang
ada dalam jenjang keanggotaan HIMASRI. Sebelum seseorang tergabung dalam anggota
HIMASRI sebagai anggota, anggota aktif harus melalui dua jenjang keanggotaan terlebih
dahulu yaitu calon anggota setelah itu menjadi anggota muda. Setiap jenjang memiliki syarat
seperti harus mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di dalam HIMASRI.
Menurut Robert A. Baron dan Donn Byrne (2005), konformitas adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengubah sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan norma sosial yang
berlaku dengan tujuan agar mendapatkan penerimaan oleh kelompok sosial. Konformitas
diperlukan oleh remaja di HIMASRI agar sikap dan tingkah laku remaja sesuai dengan
Universitas Kristen Maranatha
9
aturan-aturan yang ada di dalam komunitas serta untuk mendapatkan penerimaan dalam
komunitas HIMASRI.
Menurut Sears (dalam Baron dan Byrne, 2005). Konformitas memiliki 3 aspek yaitu
kekompakan, kesepakatan dan ketaatan. Kekompakan merupakan kekuatan yang dimiliki
kelompok acuan (HIMASRI) yang menyebabkan individu (dalam hal ini anggota aktif
HIMASRI) tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Hubungan yang erat antar
anggota HIMASRI disebabkan oleh perasaan cocok dan perasaan tertarik antara anggota
kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa cocok
dan rasa tertarik terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh
manfaat dari keanggotaan kelompok, serta semakin besar kesetiaan yang ada, maka akan
semakin kompak kelompok tersebut. Kekompakan dapat terlihat dari kegiatan yang dilakukan
bersama-sama oleh anggota aktif, yang dalam hal ini adalah kegiatan bermain futsal dan
nonton film.
Kekompakan terdiri atas dua hal yang mendasarinya, yaitu penyesuaian diri dan
perhatian terhadap kelompok. Penyesuian diri pada anggota aktif HIMASRI, mereka berusaha
untuk merubah dan menyamakan diri dengan anggota lainnya. Dalam proses ini, anggota aktif
HIMASRI mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota HIMASRI. Perhatian
terhadap kelompok pada anggota aktif HIMASRI akan semakin serius tingkat rasa takut
terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompok
karena anggota aktif HIMASRI enggan disebut sebagai orang yang menyimpang.
Kesepakatan mengarah pada tekanan pendapat kelompok yang ada (dalam hal ini
adalah HIMASRI), karena memiliki tekanan kuat sehingga individu (dalam hal ini anggota
aktif HIMASRI) harus setia dan menyamakan pendapatnya dengan pendapat kelompok (Sears
dalam Baron dan Byrne, 2005). Kesepakatan itu dapat terjalin melalui adanya kepercayaan
Universitas Kristen Maranatha
10
para anggota aktif HIMASRI dengan aturan atau tujuan kelompok dan juga melalui adanya
persamaan pendapat dalam HIMASRI serta melalui menghindari adanya perbedaan pendapat
dengan anggota HIMASRI lainnya karena dianggap menyimpang.
Ketaatan adalah tekanan atau tuntutan kelompok acuan (HIMASRI), pada individu
(anggota aktif HIMASRI) membuatnya rela melakukan tindakan apapun meskipun individu
tidak menginginkannya (Sears dalam Baron dan Byrne, 2005). Bila ketaatannya tinggi maka
konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan dalam HIMASRI dapat muncul dari adanya
hukuman berupa pengasingan atau pengucilan oleh anggota kelompok lainnya dan juga
karena adanya harapan dari sesama anggota aktif HIMASRI. Anggota aktif HIMASRI dapat
mentaati tuntutan dari kelompok karena anggota aktif lainnya berharap agar dirinya bertindak
sesuai dengan aturan yang ada.
Tiga aspek ini menentukan konformitas yang ada pada anggota HIMASRI. Tujuan
dari konformitas berdasarkan ketiga aspek ini akan mengarah pada salah satu dari dua tipe
konformitas yang ada. Tipe konformitas yang dimaksudkan adalah Normative Social
Influence dan Informational Social Influence (Baron dan Byrne, 2005). Normative Social
Influence adalah konformitas yang didasarkan pada keinginan anggota aktif HIMASRI untuk
disukai dan diterima oleh kelompok dengan tujuan menghindari penolakan dan mendapatkan
penerimaan. Normative Social Influence didasari oleh beberapa hal, antara lain keinginan
untuk disukai, rasa takut terhadap penolakan, dan melakukan apa yang dianggap pantas oleh
anggota kelompok lain.
Informational Social Influence adalah konformitas yang didasarkan pada keinginan
anggota HIMASRI untuk menjadi benar menurut kelompoknya, dalam hal ini HIMASRI,
(Baron dan Byrne, 2005). Informational Social Influence didasari oleh beberapa hal, antara
lain opini dan tindakan anggota HIMASRI lain dijadikan acuan untuk berperilaku dan
Universitas Kristen Maranatha
11
berpendapat, bergantung pada anggota HIMASRI lainnya sebagai sumber informasi, terjadi
saat seseorang merasa tidak pasti mengenai apa yang tepat untuk dilakukan dalam situasi dan
berperilaku sebagaimana anggota HIMASRI lainnya agar merasa benar.
Ketiga aspek dalam konformitas dapat mengarahkan anggota aktif HIMASRI, untuk
memiliki salah satu dari dua tipe konformitas yang ada. Pada saat kekompakan yang ada pada
anggota aktif lebih berpusat pada melaksanakan suatu kegiatan karena anggota aktif lainnya
bertindak demikian, maka hal ini lebih mengarah pada Informational Social Influence.
Anggota aktif HIMASRI yang turut serta dalam suatu kegiatan kelompok dan berusaha untuk
menyesuaikan diri dalam kegiatan tersebut guna menjadi dekat dengan anggota aktif lainnya
mengarahkan anggota aktif terkait pada tipe konformitas Normative Social Influence.
Kesepakatan anggota aktif HIMASRI yang didasari dengan tujuan untuk menyamakan
pendapat dirinya dengan anggota aktif lainnya dapat membentuk tipe konformitas
Informational Social Influence. Normative Social Influence dapat terbentuk pada anggota aktif
HIMASRI bila dirinya sepakat terhadap suatu pendapat atau tujuan HIMASRI dikarenakan
anggota aktif tersebut percaya dan meyakini pendapat atau tujuan HIMASRI.
Ketaatan anggota aktif HIMASRI dapat mempengaruhi pembentukan tipe konformitas
yang ada pada dirinya. Anggota aktif HIMASRI yang menaati aturan dan kebiasaan yang
berlaku dalam HIMASRI hanya karena ingin menghindari hukuman-hukuman yang ada
seperti pengucilan dan pengasingan dari kelompok dapat mengarahkan anggota aktif tersebut
pada tipe Informational Social Influence. Anggota aktif HIMASRI yang mengikuti aturan
kelompok dikarenakan untuk memenuhi harapan atau permintaan langsung dari anggota aktif
kelompok lainnya mengarahkan pembentukan tipe konformitas Normative Social Influence.
Tipe konformitas yang muncul dipengaruhi oleh 2 faktor. Faktor berpengaruh pada
konformitas ada dua yaitu: kohesivitas dan norma sosial (Baron dan Byrne, 2005).
Universitas Kristen Maranatha
12
Kohesivitas merupakan derajat ketertarikan yang dimiliki oleh individu terhadap suatu
kelompok. Bila anggota aktif HIMASRI memiliki ketertarikan yang besar terhadap kelompok,
maka keinginan untuk bergabung dengan kelompok tersebut akan lebih besar mengarah pada
tipe Normative Social Influence dibandingkan Informational Social Influence. Hal ini
dikarenakan keinginan dari pribadi anggota aktif untuk bergabung sepenuhnya dengan
HIMASRI, bukan karena hanya ingin dianggap benar oleh anggota aktif kelompok lainnya.
Norma sosial merupakan norma yang ada pada suatu kelompok (Baron dan Byrne,
2005). Terdapat dua jenis norma sosial yaitu norma sosial deskriptif dan norma sosial
injungtif. Norma sosial deskriptif merupakan norma yang berlaku di dalam komunitas
HIMASRI yang mendeskripsikan hal-hal yang sebagian besar anggota lakukan dalam sebuah
situasi tertentu, dalam hal ini seperti himbauan untuk berpartisipasi di dalam acara perayaan
ulangtahun setiap anggota komunitas, dan perayaan lainnya yang tidak termasuk ke dalam
daftar kegiatan tetap di HIMASRI. Norma injungtif atau perintah menetapkan apa yang harus
dilakukan (tingkah laku yang diterima atau tidak diterima dalam situasi tertentu) oleh anggota
HIMASRI, dalam hal ini seperti kegiatan futsal, perayaan keagamaan. Ketika norma injungtif
lebih banyak dihayati oleh para anggota HIMASRI, kemungkinan untuk terbentuknya tipe
Informational Social Influence akan membesar. Sebaliknya, jika norma deskriptif lebih
banyak dihayati oleh para anggota HIMASRI, maka kemungkinan terbentuknya tipe
Normative Social Influence akan lebih besar pada anggota HIMASRI.
Pemaparan sebelumnya dapat dirangkum dalam bentuk bagan sebagai berikut
Universitas Kristen Maranatha
13
Faktor yang memengaruhi
Konformitas:

Kohesivitas

Norma sosial
Informational
Social
Influence
Anggota
Aktif HIMASRI
Karakteristik
Remaja:
Usia 18-20tahun
KONFORMITAS
Aspek:

Kekompakan

Kesepakatan

Ketaatan
Normative
Social
Influence
Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran
1.6 Asumsi Penelitian
-
Anggota aktif HIMASRI memiliki konformitas.
-
Konformitas anggota aktif dapat terlihat dari tiga aspek yaitu kekompakan,
kesepakatan dan kepatuhan
-
Konformitas pada HIMASRI terbagi menjadi dua tipe yaitu Normative Social
Influence dan Informational Social Influence.
Universitas Kristen Maranatha
14
-
Tipe konformitas pada anggota HIMASRI dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
kohesivitas dan norma sosial.
Universitas Kristen Maranatha
Download