BAB IV - ETD UGM

advertisement
BAB IV
KESIMPULAN
Dari analisa dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diperoleh
jawaban dari perumusan masalah mengenai bagaimana peran pemerintah India
dalam mendorong peningkatan daya saing global industri otomotif domestiknya.
Sejalan dengan pemikiran teori competitive advantages of Nations, pemerintah
India berperan dalam dua hal utama. Hal tersebut yakni melalui hadirnya FDI
(Foreign Direct Investment) dan dengan penciptaan kondisi nasional yang
kondusif bagi perkembangan industri.
Pemerintah
berperan
dalam
menentukan
langkah
strategis
yang
tersistematis secara tepat. Ketepatan langkah ini menjadi penentu dalam
memastikan pembentukan daya saing industri domestik sehingga tidak tersisih
oleh FDI dalam persaingan global. Pemerintah melakukan stimulasi melalui
tahapan regulasi yang diawali dari new industrial policy tahun 1991. Pada tahapan
ini, pemerintah mulai menerapkan liberalisasi, delisensi dan globalisasi industri.
Pemerintah membuka investasi asing sektor otomotif hingga 51% dengan konsep
joint ventures. Hal ini membuka kesempatan bagi industri domestik untuk
berkembang melalui kerja sama dengan FDI. FDI yang telah unggul dalam hal
teknologi dan pengalaman global dapat memicu tumbuhnya daya saing industri
domestik yang menjadi partner joint venture-nya.
Tahapan selanjutnya, pemerintah membuka investasi asing hingga 100%
melalui Auto Policy 2002. Kebijakan ini berfokus pada usaha peningkatan
97
produktivitas. Dengan kesiapan yang dibangun sebelumnya, industri domestik
berusaha untuk bersaing secara penuh dengan FDI. Hal ini menjadi tantangan bagi
industri domestik karena harus bersaing dengan FDI yang berskala global.
Namun, hal ini menjadi persiapan bagi industri domestik untuk memahami
bagaimana kondisi persaingan otomotif global sehingga selanjutnya bisa
mempersiapkan dengan baik dan meningkatkan daya saing. Industri domestik
menunjukkan kemampuannya dalam mendominasi penjualan di pasar nasional
India pada kisaran 64-66%. Padahal, industri domestik harus bersaing dengan
sekitar 59 perusahaan domestik maupun global lain.
Setelah dianggap siap dan memiliki daya siang unggul, pemerintah
memberlakukan Automotive Mission Plan 2006-2016. AMP 2006-2016
berorientasi utama untuk memaksimalkan ekspor. Pada tahapan ini, pemerintah
meningkatkan fasilitas industri agar berkelas dunia. Pemerintah juga memberi
kemudahan dalam mekanisme ekspor. India berhasil meningkatkan nilai
ekspornya. Nilai ekspor produk otomotif India yang pada tahun 2005 berada pada
angka 0,73 juta unit, meningkat menjadi 2,38 juta unit pada tahun 2011.
Peningkatan ekspor ini juga memberikan peningkatan devisa yang besar. Tahun
2002, nilai ekspor baru menyentuh US$ 433 juta. Pada tahun 2006, nilai ekspor
menyumbang lebih dari US$ 3,65 Milyar untuk devisa India, angka ini meningkat
hingga US$ 13,8 Milyar tahun 2013.
Kesuksesan India dilihat dari kemampuan industri domestik untuk
melakukan ekspansi global. Nilai ekspor yang tinggi tidak hanya didominasi oleh
FDI saja, melainkan terdapat beberapa industri domestik yang masuk dalam
98
persaingan di pasar global. Diantaranya Tata Motors, Maruti, M&M, Bajaj, juga
TVS. Dari segi produktivitas, India berhasil menduduki peringkat ke-6 dunia
dalam jumlah produksi otomotif pada tahun 2013.
Berbagai tahapan kebijakan terkait FDI ini juga didorong dengan
penciptaan kondisi nasional yang memadai. Empat karakteristik kondisi nasional
yang kondusif meluputi faktor produksi (infrastruktur), faktor permintaan, faktor
industri terkait serta faktor strategi, struktur dan pesaing industri. FDI turut
menjadi pemicu terpenuhinya karakteristik faktor industri terkait serta faktor
strategi, struktur dan pesaing industri. Sedangkan pada faktor produksi banyak
dipengaruhi oleh infrastruktur. Infrastruktur yang berkembang ini sekaligus
memicu permintaan produk dari industri otomotif di skala domestik.
Pemerintah berupaya mendorong terciptanya efisiensi produksi melalui
peningkatan infrastruktur yang meliputi pembangunan jaringan jalan raya yang
luas, berbagai sarana transportasi, telekomunikasi dan energi. Alokasi dana
pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur ditingkatkan dari hanya Rs 8 Juta
di tahun 1991, menjadi Rs 90 juta di tahun berikutnya. Pemerintah juga membuka
FDI infrastruktur hingga 100%. Pemerintah mengundang para investor untuk
menanamkan modalnya untuk terlibat dalam membenahi infrastruktur India.
Tahun 1990, investasi infrastruktur hanya senilai US$ 2 juta. Tahun 1991,
investasi meningkat 306% menjadi US$614 juta. Nilai investasi terus meningkat
hingga yang tertinggi di tahun 2010 mencapai US$ 72,3 Milyar.
Pemerintah juga menerapkan adanya sistem cluster industri. Cluster
industri dapat mempermudah pemerintah dalam melakukan pengawasan serta
99
pendampingan pertumbuhan industri domestik. Pemerintah dapat lebih terfokus
dalam membangun fasilitas infrastruktur dan kondisi yang kondusif. Terdapat
empat wilayah kantong cluster industri otomotif yang tersebar di bagian barat,
timur, selatan dan utara India. Masing-masing cluster berisi perusahaanperusahaan perakit dan komponen otomotif. Dengan demikian, kerjasama dapat
dibangun untuk menghasilkan produk dengan lebih efisien.
Demi meningkatkan daya saing industri domestik yang dapat menciptakan
produk secara mandiri, maka pemerintah pun mendorong program Research and
Development. Pemerintah mendorong industri domestik serta FDI yang masuk
untuk mengalokasikan dananya dalam program R&D. Agar perusahaan tidak
harus menaikan biaya produksi demi program R&D, pemerintah memberikan
potongan pajak bagi perusahaan yang melaksanakannya. Pemerintah juga
membentuk NATRIP yang berfungsi mengembangkan program R&D di berbagai
wilayah
India.
Dengan
demikian,
pemerintah
juga
dapat
mendorong
perkembangan industri domestik yang berskala kecil dan menengah.
Kondisi nasional yang kondusif memberi nilai positif bagi perkembangan
industri otomotif. Melalui rangkaian kebijakan yang disusun secara bertahap
terkait FDI dan faktor pendukung lain, India dapat meningkatkan daya saing
industri otomotif domestiknya hingga akhirnya dapat bersaing di pasar global.
Namun, kebijakan pemerintah bukan satu-satunya penentu dalam peningkatan
daya saing ini. Aktivitas di level perusahaan turut menentukan. Perusahaan
dituntut untuk aktif dalam mengambil setiap peluang dari kebijakan yang disusun
pemerintah. Pada akhirnya, kebijakan pemerintah pun menuntut kemandirian.
100
Perusahaan yang tidak mampu mengambil peluang dan berusaha justru
dapat mengalami kemunduran dikarenakan kebijakan pemerintah yang mengarah
pada liberalisasi ini. Tata, M&M, Mahindra, Bajaj dan TVS adalah beberapa
contoh perusahaan lokal yang sukses memanfaatkan kebijakan tersebut hingga
akhirnya menjadi perusahaan berdaya saing global. Namun ada juga perusahaan
yang tidak mampu bersaing dan akhirnya gagal. Misalnya saja Lohia Machines
Ltd. (LML). Meski telah melakukan joint venture dengan Piaggio, nilai penjualan
LML terus mengalami penurunan hampir 50% dalam waktu 6 bulan. Begitupun
dengan Weston yang pada tahun 1995 mengalami kebangkrutan.
Meski liberalisasi dapat memberi efek positif, tapi efek ini tidak bisa
dinikmati secara menyeluruh. Pada awal implementasinya, protes dari para buruh
industri sempat muncul karena permasalahan upah yang dinilai minim. Tahun
2013, buruh industri otomotif kembali protes karena merasa kesejahteraannya
masih kurang terjamin. Ini menjadi agenda tersendiri bagi pemerintah India untuk
dapat menyediakan kebijakan yang berdampak positif secara menyeluruh.
Liberalisasi yang dijalankan perlu dilengkapi dengan dukungan kebijakan untuk
mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat kelas ekonomi bawah. Dengan
demikian, peningkatan daya saing industri otomotif ini tidak hanya dinikmati
sebagian kecil pengusaha otomotif dan FDI saja.
FDI menjadi instrumen yang dimanfaatkan pemerintah untuk menuju
kearah kemajuan. Rangkaian kebijakan FDI yang diuraikan dalam penelitian ini
terdiri dari tiga tahapan utama. Ketiga tahapan ini telah terbukti mampu
berkontribusi dalam meningkatkan daya saing global industri otomotif domestik.
101
Namun, pemerintah tidak dapat menghentikan peranannya hingga tahapan ketiga.
Kondisi persaingan global memiliki dinamisme yang membuat persaingan terus
berkembang. Diperlukan langkah konsisten dan terus menerus untuk menjaga
daya saing terus meningkat sehingga dapat bertahan dalam persaingan global.
Upaya ini dapat dilihat dari misi baru pemerintah India yang ditetapkan
pada Januari 2013. Pemerintah India mengumumkan adanya National Electric
Mobility Mission Plan. NEMMP menargetkan pada tahun 2020, India dapat
memproduksi 2,2 – 2,5 juta kendaraan ramah lingkungan berbahan bakar listrik.
Agenda ini juga dimaksudkan sebagai langkah penghematan konsumsi energi
yang semakin meningkat. Pemerintah menargetkan adanya investasi yang masuk
dalam program ini hingga US$ 3,6 – 4,1 Triliun. Langkah ini menunjukkan
adanya kesinambungan dari kebijakan. Inovasi dalam industri dan perdagangan
perlu terus dilakukan. Dengan demikian, daya saing nasional dapat dipertahankan.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan wacana
studi hubungan internasional. Terutama, pada studi hubungan internasional yang
berorientasi pada state level terkait relasi pemerintah dengan pengembangan
ekonomi nasionalnya. Riset ini memberi gambaran betapa pentingnya peranan
pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Meski dalam era liberalisasi, bukan
berarti pemerintah harus melepaskan begitu saja kegiatan ekonomi yang
berlangsung dalam negerinya. Lebih dari itu, pemerintah perlu menyiapkan
rangkaian kebijakan untuk diimplementasikan. Bahkan pemerintah dalam negara
berkembang pun memiliki kesempatan untuk bersaing dalam era global.
102
Rangkaian kebijakan diperlukan untuk dapat mencapai tujuan nasional dan
memastikan industi domestik dapat bersaing dengan industri asing yang masuk ke
dalam negeri. Dengan kemampuan industri domestik yang kuat, maka daya saing
global dapat terbentuk. Pada akhirnya, perusahaan domestik pun dapat
bertransformasi menjadi perusahaan berskala global. Ada pelajaran yang dapat
diambil bagi negara-negara berkembang lain yang termotivasi untuk maju.
Pemerintah pada negara berkembang dapat mengambil peranan untuk
memajukan sektor yang dianggap mampu memberikan kontribusi besar terhadap
pengembangan ekonomi nasional secara menyeluruh. Negara berkembang
seringkali antipasti terhadap kehadiran FDI karena khawatir akan kemampuan
daya saing industri domestiknya. Padahal, dengan langkah yang tepat, kehadiran
FDI justru dapat dijadikan sebagai pemicu dari perkembangan tersebut. Selain itu,
pemerintah dapat mengambil peran dalam memperbesar kontribusinya terhadap
penciptaan kondisi nasional yang kondusif bagi perkembangan industri.
Globalisasi bisa menjadi kesempatan bagi negara untuk memaksimalkan
perekonomiannya. Namun, tentu ada tantangan yang perlu dihadapi. Karenanya,
diperlukan rencana, langkah dan kebijakan yang tepat serta kerjasama yang
tersinergi dari seluruh instrumen pemerintah, masyarakat dan bisnis.
103
Download