III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, BPS Provinsi dan BPS Kabupaten daerah perbatasan serta World Bank. Data yang tercakup dalam penelitian ini adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), jumlah penduduk serta angka kemiskinan provinsi dan kabupaten perbatasan. Data-data pendukung lainnya seperti buku, artikel, jurnal dan lain-lain diperoleh dari Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, perpustakaan BPS, perpustakaan di lingkungan IPB, perpustakaan Bappenas, perpustakaan Perguruan Tinggi lainnya seperti UI, ITS, STIS, dan situs-situs yang berkaitan dengan penelitian. 3.2 Metode Analisis 3.2.1 Analisis Deskriptif Analisis ini dipergunakan untuk memberi gambaran terkini kondisi sosial ekonomi daerah perbatasan seperti aspek demografi, kemiskinan, IPM, sarana dan prasana serta kondisi makro ekonomi daerah dengan bantuan grafik dan tabel. Selain itu juga dilengkapi dengan analisis gerombol secara umum berdasarakan indikator makro ekonomi dan capaian kinerja pembangunan manusia. 3.2.2 Analisis Location Quotient Location quotient (LQ) merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk melengkapi analisis Shift Share. Secara umum, analisis ini digunakan untuk menentukan sektor basis/pemusatan dan non basis, dengan tujuan untuk melihat keunggulan komparatif suatu daerah dalam menentukan sektor andalannya. Dalam teknik ini, kegiatan ekonomi suatu daerah dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: 33 a. sektor basis adalah sektor ekonomi yang mampu untuk memenuhi kebutuhan baik pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Artinya sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan; b. sektor non basis merupakan sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri, sektor seperti ini dikenal sebagai sektor non unggulan. Teori ini selanjutnya menyatakan bahwa karena sektor basis menghasilkan barang dan jasa yang dapat dijual keluar daerah yang meningkatkan pendapatan daerah tersebut, maka secara berantai akan meningkatkan investasi yang berarti menciptakan lapangan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya meningkatkan permintaan terhadap industry basic, tetapi juga menaikkan permintaan akan industry non basic. Dengan dasar teori ini maka sektor basis perlu diprioritaskan untuk dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Rumusan Location Quotient (LQ) yang kemudian digunakan dalam penentuan sektor basis dan non basis, dinyatakan dalam persamaan berikut: LQ Xr / RVr Xr / Xn atau LQ Xn / RVn RVr / RVn Dimana: LQ = Koefisien Location Quotient (LQ) kabupaten Xr = PDRB sektor i di kabupaten RVr = Total PDRB kabupaten Xn = PDRB sektor i propinsi RVn = Total PDRB propinsi. Selanjutnya pengukuran terhadap derajat spesialisasi dengan kriteria sebagai berikut: 1. LQ > 1 Jika LQ lebih besar dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pad a kabupaten lebih besar dari sektor yang sama pada tingkat propinsi. 34 2. LQ < 1 Jika LQ lebih kecil dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada kabupaten lebih kecil dari sektor yang sama pada tingkat propinsi. 3. LQ = 1 Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada kabupaten sama dengan sektor yang sama pada tingkat propinsi. Alat analisis Location Quotient memiliki sejumlah keunggulan dan kelemahan (Bappenas, 2005). Diantara keunggulan metode LQ ini antara lain: metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung serta metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend. Sementara beberapa kelemahan metode LQ adalah bahwa metode ini berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional, dan asumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi. 3.2.3 Analisis Disparitas Pendapatan Regional Ukuran yang sering digunakan oleh para peneliti, pengamat dan perencana pembangunan, untuk memperoleh gambaran tentang kondisi suatu wilayah dibanding wilayah lainnya adalah dengan menggunakan Indeks Williamson, yang menggambarkan tendensi pemerataan pembangunan antar wilayah yang berada dalam suatu kawasan regional (propinsi atau kabupaten/kota). Formula yang digunakan untuk menghitung angka Indeks Williamson adalah sebagai berikut : k (Y i Iw Y ) 2 Pi i 1 Y 35 dengan Pi fi ni i = 1,2,3…k Dimana: Yi = PDRB per kapita di kabupaten ke-i Y = Rata-rata PDRB per kapita dari seluruh kabupaten di Propinsi penelitian. Pi = Perbandingan jumlah penduduk kabupaten ke-i terhadap jumlah penduduk propinsi penelitian. fi = Jumlah Penduduk kabupaten ke-i n = Jumlah penduduk propinsi penelitian k = Jumlah kabupaten dalam propinsi penelitian IW = Tingkat disparitas Pendapatan regional Range nilai Indeks Williamsons: 0 < IW <1 Kriteria penilaiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai IW mendekati 1 (satu), menunjukkan bahwa tingkat disparitas pendapatan regional atau tingkat ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi antar kabupaten di propinsi penelitian semakin besar (kemerataan antar provinsi semakin memburuk). Jika nilai IW mendekati 0 (Nol), menunjukkan bahwa tingkat disparitas pendapatan regional atau tingkat ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi antar kabupaten di propinsi penelitian semakin kecil (kemerataan antar daerah tingkat II semakin membaik). 3.2.4 Analisis Klassen Typologi Gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah merupakan analisis yang cukup penting untuk melihat kondisi perekonomian suatu daerah. Dengan melihat pola dan struktur pertumbuhan ekonomi akan dapat terlihat bagaimana potensi relatif perekonomian suatu daerah baik 36 secara agregat dan sektoral terhadap daerah lain sekitarnya. Untuk melihat pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah, para ahli ekonomi biasanya menggunakan analisis Klassen Typology. Alat analisis ini didasarkan pada dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita di suatu daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan perkapita sebagai sumbu horizontal. Menurut Sjafrizal melalui alat analisis ini dapat diperoleh empat klasifikasi daerah yang masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda, yaitu: a. Kuadran I yaitu daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) atau juga disebut sebagai daerah maju dan tumbuh cepat (rapid growth region), merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata provinsi b. Kuadran II yaitu daerah daerah maju tapi tertekan (low growth but high income) merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan ekonominya lebih rendah tapi pendapatan per kapita lebih tinggi dibanding rata-rata propinsi atau nasional. c. Kuadran III yaitu daerah berkembang cepat (high growth but low income) merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tapi pendapatan per kapitanya lebih rendah dibanding rata-rata propinsi atau nasional. d. Kuadran IV yaitu daerah relatif tertinggal (low growth and low income) atau juga disebut sebagai daerah relatif tertinggal (relatively backward region), merupakan daerah yang pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan perkapitanya lebih rendah dibanding rata-rata provinsi. 3.2.5 Analisis Shift Share Analisis shift–share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara 37 menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Metode analisis Shift Share diawali dengan mengukur perubahan nilai tambah bruto atau PDRB suatu sektor - i di suatu region - j (Dij) dengan formulasi : Dij = Nij + Mij + Cij ...…………….....……………………..… (1) di mana: Nij = Eij. rn ……..………………………………. (2) Mij = Eij (rin - rn) ..……..………………...……..…….. (3) Cij = Eij (rij – rin) ….…..………...……………..…….. (4) Dari persamaan (3) sampai (5), r ij mewakili pertumbuhan sektor/subsektor i di wilayah j, sedangkan rn dan rin masing-masing laju pertumbuhan agregat nasional/provinsi dan pertumbuhan sektor/subsektor i secara nasional/provinsi, yang masing-masing dapat didefinisikan sebagai berikut: rij = (Eij,t – Eij)/E ij …...…..……………..………....……….. (5) rin = (Ein,t – Ein)/Ein ……..…...………..………....…..……... (6) rn = (En,t - En)/E n ….…………..……..…………….……... (7) Keterangan; Di,j : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i di wilayah kabupaten j. Ni,j : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i di wilayah kabupaten j yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan ekonomi propinsi. Mi,j` : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i di wilayah kabupaten j yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan sektor (subsektor) i propinsi. Ci,j : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i di wilayah kabupaten yang disebabkan oleh keunggulan kompetitif sektor (subsektor) tersebut di wilayah propinsi penelitian. Eij : PDRB sektor i di wilayah kabupaten tahun awal analisis. Ein : PDRB sektor i di wilayah propinsi penelitian tahun awal analisis. En : PDRB total di wilayah propinsi penelitian tahun awal analisis. Eij,t : PDRB sektor i di wilayah kabupaten j tahun akhir analisis. 38 Ein,t : PDRB sektor i di wilayah propinsi penelitian tahun akhir analisis. En,t : PDRB total di wilayah propinsi tahun akhir analisis. Persamaan (2) sampai (4) juga menunjukkan bahwa peningkatan nilai tambah suatu sektor di suatu wilayah (D ij) dapat diuraikan (decomposed) menjadi 3 komponen berpengaruh, yaitu (Sjafrizal, 2008): 1. Regional Share (Nij) : adalah merupakan komponen pertumbuhan ekonomi daerah yang disebabkan oleh faktor luar yaitu: peningkatan kegiatan ekonomi daerah akibat kebijaksanaan nasional atau Provinsi yang berlaku pada seluruh daerah. 2. Proportional Shift (M ij atau PS): adalah komponen pertumbuhan ekonomi daerah yang disebabkan oleh struktur ekonomi daerah yang baik, yaitu berspesialisasi pada sektor yang pertumbuhannya cepat secara nasional atau provinsi. Selain itu komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur, dan keragaman pasar. Disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix). 3. Differential Shift (Cij atau DS): adalah komponen pertumbuhan ekonomi daerah karena kondisi spesifik daerah yang bersifat kompetitif. Unsur pertumbuhan ini merupakan keuntungan kompetitif daerah yang dapat mendorong pertumbuhan ekspor daerah. Disebut juga komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Melalui ketiga komponen tersebut dapat diketahui komponen atau unsur pertumbuhan yang mana yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah. Nilai masing-masing komponen dapat saja negatif atau positif, tetapi jumlah keseluruhan akan selalu positif, bila pertumbuhan ekonomi juga positif dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan persamaan (1) sampai (7) di atas, maka untuk suatu wilayah, pertumbuhan nasional atau regional, bauran industri dan keunggulan kompetitif dapat ditentukan bagi suatu 39 sektor i atau dijumlah untuk semua sektor sebagai keseluruhan wilayah. Persamaan Shift Share untuk sektor i di wilayah j adalah: Dij = Eij.rn + Eij (rin –rn) + Eij (rij –rin) ……………...………… (8) Selanjutnya Bendavid (1991), dalam analisis pertumbuhan ekonomi regional komponen proportional shift (PS) dan differential shift (DS) lebih penting dibanding komponen regional share. Hal ini disebabkan karena DS digunakan untuk melihat perubahan pertumbuhan dari suatu kegiatan di wilayah studi terhadap kegiatan tersebut di wilayah referensi. Dari perubahan tersebut akan dapat dilihat berapa besar pertambahan atau pengurangan pendapatan dari kegiatan tersebut. Sedangkan PS untuk melihat perubahan pertumbuhan suatu kegiatan di wilayah referensi terhadap kegiatan total (PDRB) di wilayah referensi. Dari kedua komponen ini jika besaran PS dan DS dinyatakan dalam suatu bidang datar, dengan nilai PS sebagai sumbu horisontal dan nilai DS sebagai sumbu vertikal, akan diperoleh empat kategori posisi relatif dari seluruh daerah atau sektor ekonomi tersebut. Keempat kategori tersebut adalah : - Kategori I (PS positif dan DS positif) adalah wilayah/sektor dengan pertumbuhan sangat pesat (rapid growth region/industry or fast growing). - Kategori II (PS positif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi (depressed region/industry yang berpotensi). - Kategori III (PS negatif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor depressed region/industry dengan daya saing lemah dan juga peranan terhadap wilayah rendah. - Kategori IV (PS negatif dan DS positif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi berkembang (depressed region/industry yang berkembang/ developing). 40 3.2.6 Analisis Data Panel Proses estimasi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini adalah penggabungan data antar waktu dengan data antar individu yang disebut dengan pooling. Sedangkan data yang dihasilkan disebut dengan pooled data atau panel data atau longitudinal data. Analisis data panel dalam penelitian ini dipergunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah perbatasan. Dalam Penelitian ini terdapat dua model yang dibuat yaitu model panel data dengan variabel dependen output riil dan model panel data dengan variabel dependen pendapatan perkapita. Model yang disusun adalah sebagai berikut : Model pertama : LnPDRBrit = α0i + α1iLnAPBDPgit + α1iLnAPBDKsit + α2iLnAPBDPdit + α3iLnAPBDMdlit + α4iLnAKit + α5i LnJlnit + α6i LnPlnit dimana : PDRBrit : Output riil Kabupaten i tahun t (juta Rupiah) APBDPgit : Pengeluaran/belanja pegawai pemerintah kabupaten i tahun t (Juta Rupiah) APBDKsit : Pengeluaran kesehatan pemerintah kabupaten i tahun t (juta Rupiah) APBDPdit : Pengeluaran pendidikan pemerintah kabupaten i tahun t (juta Rupiah) APBDMdlit : Pengeluaran/belanja modal pemerintah kabupaten i tahun t (juta Rupiah) AKit : Jumlah angkatan kerja kabupaten i tahun t (jiwa) Jlnit : Panjang jalan kabupaten i tahun t (km) Plnit : Produksi listrik kabupaten i tahun t (kwh). Model kedua : LnYit = α0i + α1iLnAPBDPgit + α1iLnAPBDKsit + α2iLnAPBDPdit + α3iLnAPBDMdlit + α4iLnAKit + α5i LnJlnit + α6i LnPlnit 41 dimana : Yit : Pendapatan perkapita Kabupaten i tahun t (juta Rupiah) APBDPgit : Pengeluaran/belanja pegawai pemerintah kabupaten i tahun t (Juta Rupiah) APBDKsit : Pengeluaran kesehatan pemerintah kabupaten i tahun t (juta Rupiah) APBDPdit : Pengeluaran pendidikan pemerintah kabupaten i tahun t (juta Rupiah) APBDMdlit : Pengeluaran/belanja modal pemerintah kabupaten i tahun t (juta Rupiah) AKit : Jumlah angkatan kerja kabupaten i tahun t (jiwa) Jlnit : Panjang jalan kabupaten i tahun t (km) Plnit : Produksi listrik kabupaten i tahun t (kwh) Model regresi data panel yang umum digunakan ada tiga macam, yaitu: 1. Common Effect Model Model ini mengasumsikan bahwa perilaku antar individu sama dalam berbagai kurun waktu. Persamaan regresinya dapat ditulis sebagai berikut: , untuk i = 1, …, N dan t = 1, …,T ……………………………...….(1) dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Implikasinya, akan diperoleh sebanyak T persamaan deret lintang (cross section) yang sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan dapat memperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T periode observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak N x T observasi. Metode ini sederhana namun hasilnya tidak memadai kerena setiap observasi diperlakukan seperti observasi yang berdiri sendiri. 42 2. Fixed Effects Model Asumsi dalam model ini adalah terdapat perbedaan antar individu, yang diakomodasi dalam intersep masing-masing individu. Misalkan yi dan Xi merupakan T pengamatan untuk setiap unit ke-i, dan i yang disusun dalam vektor T x 1 merupakan vektor gangguan, maka model fixed effects dengan teknik variabel dummy dapat ditulis sebagai berikut: ……………………………………….…..(2) Untuk mengestimasi model fixed effects dimana intersep berbeda antar individu, maka digunakan teknik variabel dummy. Model estimasi ini seringkali disebut dengan teknik Least Squares Dummy Variable (LSDV). Dengan demikian, persamaan (4) dapat ditulis sebagai berikut: .............................................................…..(3) Berdasarkan asumsi struktur matriks varians-covarians residualnya, pada model fixed effects, ada 3 metode estimasi yang dapat digunakan, yakni: a. Ordinary Least Square (OLS/LSDV), jika struktur matriks varianscovarians residualnya diasumsikan bersifat homokedastik dan tidak ada cross sectional correlation, b. Generalized Least Square (GLS)/Weighted Least Square (WLS): Cross Sectional Weight, jika struktur matriks varians-covarians residualnya diasumsikan bersifat heterokedastik dan tidak ada cross sectional correlation, c. Feasible Generalized Least Square (FGLS)/Seemingly Uncorrelated Regression (SUR), jika struktur matriks varians-covarians residualnya diasumsikan bersifat heterokedastik dan ada cross sectional correlation. 3. Random Effects Model Asumsi dalam model ini adalah terdapat perbedaan intersep untuk setiap individu dan intersep tersebut merupakan variabel random atau stokastik. Sehingga dalam model random effects terdapat dua komponen residual, yakni residual secara menyeluruh it dan residual secara individu u i . Persamaan regresi untuk model random effects dapat ditulis sebagai berikut: 43 …………………………..(4) Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam model random effects. Secara matematis, asumsi-asumsi tersebut terdiri dari: …………………..(5) …………………..(6) …………………..(7) …………………...(8) …………………...(9) Hal ini berarti bahwa komponen error tidak berkorelasi satu sama lain dan tidak ada autokorelasi antara cross section dan time series. Komponen error wit pada persamaan (6) menjelaskan besarnya deviasi titik potong anggota panel dari nilai rata-rata. Komponen error ini tidak dapat diamati (unobservable or latent variable). Oleh sebab itu, asumsi sebelumnya juga harus mengikuti: ….(10) Namun, bagaimanapun juga asumsi homokedastik dari wit menunjukkan adanya korelasi antara wit dan wis , yaitu: ……………………………………...…..(11) Oleh karena itu, metode OLS tidak bisa digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien. Metode yang tepat untuk mengestimasi model random effects adalah Generalized Least Squares (GLS) dengan asumsi homokedastik dan tidak ada cross sectional correlation. GLS merupakan OLS dengan transformasi variabel yang memenuhi asumsi standar dari OLS. Untuk menguji model mana yang paling cocok dengan karakteristik data sehingga mendapatkan estimator yang unbiased maka uji yang dipergunakan adalah Uji Hausman untuk memilih antara fixed effect atau random effect. Jika hasil Uji Hausman memberikan hasil yang signifikan maka model fixed effect lebih baik dibandingkan model random effect. Setelah dilakukan Uji Hausman 44 maka langkah selanjutnya adalah membuat model berdasarkan estimasi koefisien elastisitas masing-masing variabel bebas. Software yang dipergunakan dalam pengolahan data penelitian adalah Eviews 6.0. 45