PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyukseskan Pelaksanaan Otonomi Daerah sesuai amanah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka perlu upaya-upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah; b. bahwa usaha dibidang kesehatan adalah kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian; c. bahwa sehubungan dengan maksud pertimbangan huruf a dan huruf b diatas, perlu ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bombana tentang Izin Usaha Dibidang Kesehatan; Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685), sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4339); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848); : 1 9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1419/Kes/Per/XII/1996 tentang Penyelenggaraan Praktek Dokter dan Gigi; 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/MENKES/PER/XII/86 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Dibidang Medik; 15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84/MENKES/PER/II/1996 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/MENKES/PER/XII/86 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik; 16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 860 b/MENKES/PER/XII/1999 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/MENKES/PER/XII/86 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta; 17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 Pedoman dan Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; 18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemeriksaan Bidang Retribusi; 19. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek; 20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat; 21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan; 22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Obat Tradisional; 23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Perawat; 24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/MENKES/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis OffiSsien; 25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktek Fisioterapis; 26. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 679/MENKES/SK/V/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker; 27. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1424/MENKES/SK/XI/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Optikal; 28. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK. 00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga ( SPP-IRT); 29. Peraturan Daerah Kabupaten Bombana Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Bombana (Lembaran Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2005 Nomor 02) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bombana Nomor 13 Tahun 2007 (Lembaran Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2007 Nomor 13). 2 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOMBANA dan BUPATI BOMBANA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA TENTANG IZIN USAHA DIBIDANG KESEHATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bombana. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bombana. 3. Bupati adalah Bupati Bombana. 4. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bombana. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bombana. 6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di Bidang Perizinan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 7. Klinik adalah fasilitas medik kecil yang menyediakan perawatan kesehatan untuk pasien rawat jalan, yang sebagian besar dijalankan oleh 1 (satu) atau beberapa Dokter Umum, atau yang dilaksanakan oleh Perusahaan Swasta, Organisasi Pemerintah atau Rumah Sakit. 8. Toko Obat (Pedagang Eceran Obat) adalah Orang atau Badan Hukum Indonesia yang memiliki Izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran ditempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin. 9. Surat Izin Praktek Dokter (SIPD) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten kepada Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi Spesialis yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan Praktek Kedokteran. 10. Surat Izin Prakterk Bidan (SIPB) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bombana Kepada Bidan Untuk menjalankan Praktek Bidan. 11. Surat Izin Pengobatan Tradisional (SIPT) adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional yang metodenya telah dikaji, diteliti, dan diuji terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan. 12. Rumah Bersalin adalah tempat yang menyelenggaran pelayanan Kebidanan bagi wanita hamil, bersalin dan masa nifas fisiologi termasuk Pelayanan Keluarga Berencana (KB) serta peralatan bayi baru lahir. 13. Rumah Sakit adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayan medik dasar dan spesialistik, pelayan penunjang medik, pelayan instalasi dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat Inap. 14. Surat Izin Praktek Fisioterapis (SIPT) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada fisioterafis untuk menjalankan fisioterafis. 15. Surat Izin Kerja Asisten Apoteker (SIKAA) adalah bukti tertulis yang berikan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepada pemegang Surat Izin Asisten Apoteker (SIAA) untuk melakukan pekerjaan kefarmasian disarana kefarmasian. 16. Surat Izin Kerja (SIK) Refraksionis Optisien adalah bukti tertulis yang diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten kepada Refraksionis Optisien untuk melakukan pekerjaan disarana pelayanan Kesehatan. 17. Optikal adalah sarana Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan refraksi serta pelayanan Kacamata Koreksi dan/atau Lensa Kontak. 18. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (SPP-SRTP) adalah sertifikat yang diberikan kepada PP-IRT yang mempunyai tenaga yang Lulus penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa Sarana Produksinya dengan hasil yang minimal cukup dan diberikan untuk 1 (satu) Jenis Pangan Produksi IRT. 19. Izin Usaha dibidang Kesehatan adalah Izin yang keluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan meliputi Izin Apotek, Izin Klinik, Izin Toko Obat, Izin Praktek Dokter Spesialis, Izin Praktek Dokter Gigi, Izin Kerja Asisten Apoteker, Izin Refraksionis Optisien, Izin Penyelenggaraan Optik dan Sertifikasi, Produk Pangan Industri Rumahtangga yang berada di dalam Wilayah Kerja Kabupaten Bombana. 3 20. Surat Izin Usaha adalah surat izin usaha dibidang kesehatan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bombana. 21. Surat Izin Praktek adalah bukti tertulis yang diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten kepada dokter, dokter gigi, dokter spesialis, bidan, pengobat alternatif, fisioterapis dan perawat yang memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktek keprofesiannya. 22. Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah Asisten Apoteker/Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi, Jurusan Farmasi, Politeknik Kesehatan, Akademi Analis Farmasi dan Makanan Jurusan Analis Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 23. Refraksionis Optisien adalah seorang yang telah lulus pendidikan Refraksionis Optisien minimal. 24. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan Bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. 25. Pengobat Tradisional adalah orang yang melakukan pengobatan tradisional (alternatif). 26. Pengobatan Tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatannya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan atau pendidikan/ Pelatihan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat. 27. Fisioterapi adalah orang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku. 28. Perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di Luar Negeri sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. 29. Rumah Sakit Umum Swasta Pratama adalah Rumah Sakit Umum Swasta yang memberikan pelayanan Medik yang bersifat umum. 30. Rumah Sakit Umum Swasta Madya adalah Rumah Sakit Umum Swasta yang memberikan pelayanan medik yang bersifat Umum; pelayanan medik spesialistik dasar dan 4 (empat) Cabang. 31. Rumah Sakit Umum Swasta Utama adalah Rumah Sakit Umum Swasta yang memberikan pelayanan medik yang bersifat umum, pelayanan medis spesialistik dasar dan pelayanan medis spesialistik luas. 32. Pelayan Medis Spesialistik dasar adalah Pelayanan Medis Spesialis penyakit dalam, kebidanan dan kandungan, bedah dan kesehatan anak. 33. Pelayan Medis Spesialistik Luas adalah pelayanan Medis spesialistik dasar ditambah dengan pelayanan spesialistik telinga, hidung dan tenggorokan, mata, syaraf, jiwa, kulit dan kelamin, jantung, paru-paru, radiology, anastesi, rehabilitasi medis, patologi klinis, patologi anatomi dan pelayanan spesialistik lain sesuai dengan kebutuhan. BAB II KETENTUAN PERIZINAN Pasal 2 Maksud ditetapakannya Peraturan Daerah ini adalah sebagai dasar dalam pemberian surat izin usaha dibidang kesehatan, agar tercipta tertib administrasi, pengawasan dan pengendalian usaha bidang kesehatan. Pasal 3 Tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah : 1. mengatur dan membina usaha dibidang kesehatan; 2. mengawasi dan mengendalikan pemberian surat izin usaha dibidang kesehatan; 3. meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat; 4. menegakkan etika dan profesionalisme penyelenggaraan usaha bidang kesehatan. BAB III NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 4 Dengan nama Izin Usaha Bidang Kesehatan dipungut pembayaran atas Izin Usaha Dibidang Kesehatan. 4 Pasal 5 Yang menjadi obyek pungutan Izin Usaha dibidang kesehatan meliputi : a. apoteker; b. klinik; c. toko obat; d. praktek yang meliputi : - dokter spesialis - pengobatan tradisional e. rumah sakit bersalin f. rekomendasi pendirian RSU Swasta yang meliputi : - RSU swasta utama - RSU Swasta madya - RSU swasta pratama g. surat Izin kerja terdiri dari : - asisten apoteker - refraksionis optisien - kebidanan - perawat h. penyelenggaraan optikal; i. sertifikasi pangan. Pasal 6 Yang menjadi subyek pungutan dalam Peraturan Daerah ini adalah setiap orang atau Badan yang menjalankan usaha dibidang kesehatan. BAB IV DASAR PENGENAAN TARIF PUNGUTAN Pasal 7 (1) Setiap penyelenggaraan usaha dibidang kesehatan wajib memiliki surat Izin Usaha dibidang kesehatan yang dikeluarkan oleh Bupati; (2) Surat Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Surat Izin Praktek Dokter (SIPD); b. Surat Izin Praktek Bidan (SIPB); c. Surat Izin Pengobatan Tradisional (SIPT); d. Surat Izin Fisioterapis (SIPF); e. Surat Izin Kerja Asisten Apoteker (SIKAA); f. Surat Izin Kerja (SIK) Refraksionis Optisien; g. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (SPP-SKTP); h. Rekomendasi Pendirian Rumah Sakit Umum (RSU) Swasta; i. Surat Izin lain-lain penyelenggaraan usaha dibidang kesehatan. (3) Surat Izin usaha dibidang kesehatan yang dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku untuk 1 (satu) jenis usaha. BAB V TATA CARA UNTUK MEMPEROLEH SURAT IZIN USAHA Pasal 8 (1) Untuk memperoleh Surat Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (2) yang bersangkutan mangajukan permohonan tertulis Kepada Bupati melalui Dinas Kesehatan atau Instansi yang ditunjuk dengan mengisi formulir yang telah disediakan. (2) Syarat-syarat untuk memperoleh Surat Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut oleh Bupati. 5 Pasal 9 (1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat memproses izin setelah mendapat pertimbangan dari Tim Teknis Dinas Kesehatan. (2) Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pemeriksaan dilapangan dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara. (3) Jika hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka permohonan Izin Usaha yang bersangkutan ditolak. BAB VI JANGKA WAKTU BERLAKUNYA SURAT IZIN USAHA Pasal 10 (1) Jangka waktu berlakunya Surat Izin Usaha adalah selama usaha dibidang kesehatan yang diselenggarakan tetap berjalan, dengan ketentuan tidak dilakukan perluasan tempat dan jenis usaha sebagaimana yang tercantum dalam Surat Izin Usaha. (2) Surat Izin Usaha berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. Pasal 11 (1) Dalam rangka Pembinaan, Pegawasan dan Pengendalian terhadap setiap Surat Izin Usaha, wajib dilakukan pendaftaran ulang (Heregistrasi) setiap 1 (satu) tahun sekali. (2) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pungutan dan harus diajukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum jatuh tempo. Pasal 12 Pemegang Izin wajib memberitahukan dan mengembalikan surat Izin usahanya kepada Bupati melalui Dinas Kesehatan, apabila : a. menghentikan usahanya; b. menutup kegiatan usahanya; c. dicabut izin usahanya. BAB VII TATA CARA PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 13 (1) Prinsip dan sasaran dalam menetapkan struktur dan besarnya pungutan berdasarkan pada tujuan untuk menutupi biaya penyelenggaraan pemberian Surat Izin Usaha dibidang Kesehatan dalam rangka meningkatkan kinerja pembangunan kesehatan masyarakat secara bertahap dan berkelanjutan (Sustinable). (2) Struktur dan besarnya pungutan Izin Usaha dibidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : 1. apotek Rp. 200.000,00/Izin 2. klinik Rp. 300.000,00/Izin 3. toko obat Rp. 75.000,00/Izin 4. praktek : a. dokter spesialis Rp. 300.000,00/Izin b. dokter/dokter gigi Rp. 200.000,00/Izin c. kebidanan Rp. 150.000,00/Izin d. pengobatan alternatif Rp. 100.000,00/Izin e. fisioterapis Rp. 100.000,00/Izin f. perawat Rp. 100.000,00/Izin 5. rumah bersalin Rp. 500.000,00/Izin 6. rumah sakit umum RSUD Swasta : a. RSU utama Rp. 1. 200.000,00/Izin b. RSU madya Rp. 1. 000.000,00/Izin c. RSU pratama Rp. 800.000,00/Izin 6 7. surat izin kerja : a. asisten apoteker Rp. 75.000,00/Izin b. refraksionis optisien Rp. 75.000,00/Izin 8. penyelenggaraan optikal Rp. 75.000,00/Izin 9. sertifikasi pangan Rp. 50.000,00/Izin (3) Besarnya biaya pendaftaran ulang (heregistasi) 50% (lima puluh persen) pertahun dari biaya Izin Usaha. (4) Besarnya biaya perpanjangan Izin Usaha ditetapkan 100% (seratus persen) dari biaya Izin Usaha. BAB VIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14 (1) Pembayaran Pungutan dilakukan secara tunai ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati. (2) Pungutan yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan Surat Tagihan. BAB IX BERAKHIRNYA SURAT IZIN USAHA Pasal 15 Surat Izin Usaha dibidang kesehatan dapat berakhir, apabila : a. jangka waktu berlakunya habis dan tidak diperpanjang; b. penyelenggara usaha jatuh pailit; c. penyelenggara usaha menghentikan usahanya; d. dicabut oleh pejabat yang berwenang. BAB X KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 16 Pemegang Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (2) berkewajiban : a. melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Surat Izin Usahanya; b. menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap 6 (enam) bulan sekali; c. memohon persetujuan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk apabila memindahtangankan usahanya; d. menyampaikan laporan jika memindahkan domisili tempat usahanya; e. menjunjung tinggi etika dan profesionalisme. Pasal 17 Pemegang Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (2) di larang : a. melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukan Surat Izin Usaha yang dikeluarkan; b. melakukan kegiatan yang dapat merugikan kesehatan dan/atau mengancam keselamatan nyawa orang lain; c. melanggar kode etik dan etika dalam pelayanan kesehatan. 7 BAB XI SANKSI ADMINISTRASI Pasal 18 Setiap pelaku usaha yang tidak atau terlambat membayar pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) dikenakan denda sebesar 2 % (dua persen) perbulan dari ketetapan pungutan. BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 19 (1) Pembinaan terhadap kegiatan usaha dibidang kesehatan dilakukan oleh Dinas Kesehatan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pengendalian dan Pengawasan Teknis Operasional Penyelenggaraan Izin Usaha di Bidang Kesehatan. Pasal 20 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan Izin Usaha dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Inspektorat Daerah Kabupaten Bombana. (2) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini yang berkaitan dengan penerapan aturan dan penegakan peraturan Daerah dilakukan oleh Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bombana. (3) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan secara bersama dan terpadu. BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 21 (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Daerah ini sehingga dapat merugikan keuangan Daerah diancam dengan Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) . (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah Pelanggaran. BAB XIV PENYIDIKAN Pasal 22 (1) Penyidikan atas tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 18 dilaksanakan oleh penyidik pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Daerah. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak Pidana Pelanggaran Peraturan Daerah ini; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak Pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini; 8 g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang lain dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf (c); h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atas peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum atau tersangka atau keluarganya; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 23 (1) Semua izin sebagaimana dimaksud pasal 7 yang telah ada sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan, tetap dinyatakan berlaku sampai masa berlakunya berakhir atau selesai. (2) Setelah masa berlaku berakhir atau selesai maka dilakukan pengurusan izin sesuai ketentuan Peraturan Daerah ini. (3) Izin sebagaimana dimaksud pasal 7 yang belum didaftarkan kepada Pemerintah Daerah, selambat-lambatnya 2 (dua) bulan terhitung mulai berlakunya Peraturan Daerah ini wajib mendaftarkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini. Pasal 24 Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan/Keputusan Bupati. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Bombana. Ditetapkan di Rumbia pada tanggal, 16 – 7 - 2008 BUPATI BOMBANA, T.T.D DR. H. ATIKURAHMAN, MS Diundangkan di Rumbia pada tanggal, 4 - 8 - 2008 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BOMBANA, Drs. H. IDRUS EFFENDY KUBE, M.Si Pembina Utama Muda, IV/c Nip. 010 072 339 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2008 NOMOR 18 SERI : C NOMOR 18. 9 10 11