1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi geografis yang unik, berada di daerah tropis dalam posisi silang antara dua benua yaitu Asia dan Australia serta dua samudera: Pasifik dan Hindia. Posisi ini menyebabkan kondisi laut di Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berkembang di kedua benua dan samudera tersebut. Perbedaan musim dan tekanan udara di kedua benua menyebabkan angin musim (muson) di Indonesia yang menentukan musim kemarau dan musim hujan. Pola angin musim mempengaruhi arus laut di permukaan. Kondisi ini mempengaruhi kehidupan dalam laut (Nontji 1986). Kementrian Kelautan dan Perikanan (2011) mengatakan bahwa luas wilayah laut di Indonesia sekitar 3.544.744,9 km2 dari seluruh wilayah Indonesia dimana 284.210,90 km2 merupakan luas laut teritori, 2.981.211 km2 adalah luas Zona Ekonomi Ekslusif dan luas laut 12 mil sebesar 279.322 km2. Hal ini menyebabkan kekayaan biota laut atau keanekaragaman hayati laut di Indonesia sangat tinggi. Salah satu biota laut tersebut adalah lobster (Panulirus sp.). Lobster (Panulirus sp.) merupakan salah satu potensi sumberdaya hayati laut yang banyak terdapat di Indonesia. Lobster memiliki peranan penting sebagai komoditi ekspor yang cukup diandalkan. Dalam memenuhi permintaan pasar akan ketersediaan lobster, nelayan melakukan penangkapan di berbagai daerah perairan di Indonesia. Namun, ketersediaan lobster dari penangkapan belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini dikarenakan pengaruh musim yang menyebabkan susahnya ketersediaan stok lobster. Potensi sumberdaya lobster di Indonesia diperkirakan mencapai 4.800 ton per tahun dan menghasilkan sekitar 2.380 ton. Data statistik menunjukkan bahwa produksi lobster di Selatan Jawa pada tahun 1998 baru dimanfaatkan 44,38 % atau sekitar 710 ton sementara peminat lobster sangat banyak baik di dalam negeri maupun luar negeri (Azis et al. 1998). 2 Oleh karena itu, perlu dilakukan budidaya lobster air laut dengan menggunakan keramba jaring apung untuk membantu mencukupi ketersediaan permintaan pasar yang semakin lama semakin meningkat. Budidaya lobster air laut sulit untuk dilakukan karena terkendala dalam ketersediaan benih. Benih biasanya diperoleh dari alam yang merupakan sisa-sisa lobster hasil tangkapan yang berukuran kecil, kemudian dilakukan pembesaran di dalam keramba jaring apung sampai mencapai ukuran layak jual. Untuk itu perlu sebuah alat bantu pengumpul benih (juvenil) lobster. Pengumpulan benih (juvenil) lobster dilakukan dengan cara memikat agar juvenil berkumpul dan operasi penangkapan berjalan mudah. Salah satu cara memikat juvenil lobster ini dengan pembuatan atraktor. Atraktor yang telah dibuat, kemudian diletakkan di dalam alat yang bernama korang. Korang merupakan alat pasif yang berguna untuk menampung ikan atau juvenil lobster. Selain itu korang juga digunakan untuk meletakkan atraktor yang merupakan daya pikat agar ikan dan lobster (juvenil) dapat berkumpul. Perbedaan atraktor umumnya berpengaruh terhadap tertangkap atau tidaknya juvenil lobster. Untuk itu perlu dikaji atraktor yang efektif dalam menangkap juvenil lobster tersebut. Hubungan antara penggunaan atraktor yang berbeda untuk penangkapan juvenil lobster belum diketahui, padahal informasi ini sangat penting untuk diketahui terutama bagi nelayan yang menangkap sekaligus membudidayakan lobster. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh jenis atraktor terhadap hasil tangkapan juvenil lobster. 1.2 Tujuan 1. Membandingkan hasil tangkapan juvenil lobster dengan korang menggunakan atraktor yang berbeda. 2. Menganalisis pengaruh atraktor terhadap hasil tangkapan juvenil lobster. 3. Menentukan atraktor yang efektif untuk penangkapan juvenil lobster dengan korang. 3 1.3 Manfaat Hasil penelitian yang dicapai diharapkan dapat memberikan masukan bagi nelayan untuk menentukan jenis atraktor yang tepat sehingga efektivitas penangkapan juvenil lobster dapat tercapai.