teknik penyutradaraan budi riyanto dalam naskah lakon

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO
DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG
DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Disusun oleh
CORRY AGUSTIN. AM
C0206013
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO
DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG
DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA
Disusun oleh
CORRY AGUSTIN. AM
C0206013
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Drs. Hanindawan
NIP 195912041991031002
Mengetahui
Ketua Jurusan Sastra Indonesia
Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag.
commit to user
NIP 196206101989031001
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO
DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG
DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA
Disusun oleh
CORRY AGUSTIN. AM
C0206013
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada tanggal…………………..
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
1. Ketua
Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag
NIP 196206101989031001
2. Sekretaris
Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum
NIP 196412311994032005
3. Penguji I
Drs. Hanindawan
NIP 195912041991031002
4. Penguji II
Dra. Murtini, M. S.
NIP 195707141983032001
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. Sudarno, M.A.
NIP 195303141985061001
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Corry Agustin. AM
NIM
: C0206013
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Teknik Penyutradaraan
Budi Riyanto dalam Naskah Lakon “keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal
Malna adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuat oleh orang
lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan)
dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.
Surakarta, Agustus 2010
Yang membuat pernyataan
Corry Agustin. AM
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
· Hidup bukan untuk mengeluh dan mengaduh (W.S Rendra)
· Keberhasilan adalah kemampuan untuk tegak berdiri setelah
terjatuh.
· Kata “berhasil” yang muncul sebelum kata “kerja keras” hanya ada
dalam kamus.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini, penulis persembahkan untuk:
Bapak dan Ibu (Almh.) yang telah memberikan kehidupan bagiku.
Adikku, Asnia tempatku berbagi.
Lelakiku
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan kemudahan bagi hamba-Nya sehingga skripsi
berjudul Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon “Keluarga
yang Dikuburkan” Karya
Afrizal Malna
bisa diselesaikan meskipun ada
halangan dan rintangan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan
mencapai gelar Sarjana Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa
bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka
dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk menyusun skripsi ini.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag selaku ketua jurusan Sastra Indonesia Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
3. Drs. Hanindawan selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini, yang
dengan sabar dan bijak memberi bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi
ini dapat selesai.
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta pada umumnya yang telah memberikan ilmu kepada
commit
to user skripsi ini.
penulis sehingga bermanfaat dalam
menyusun
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Segenap staf perpustakaan dan tata usaha yang telah membantu penulis dalam
melengkapi syarat-syarat ujian skripsi untuk menjadi sarjana sastra.
6. Segenap staf perpustakaan pusat Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
7. Budi “Bodot” Riyanto, terimakasih atas kesediannya memberikan beberapa
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan naskah “Keluarga
yang Dikuburkan”
8. Keluarga di rumah, bapak, ibu (Almh.), dan adik “gendut” Asnia atas doa dan
dorongannya.
9. Lelakiku, yang menemani setiap hari dan dengan sabar menghadapi
perempuan manja (Elang Firdaus Rahayu Kurniawan, akan tiba saatnya nanti
ada).
10. Teman-teman
Sasindo
2006,
teman-teman
seperjuangan
yang
telah
memberikan sesuatu untuk dikenang, Rike, Toto, Lia, Brigita, Dimmy, Apin,
Dian, Yuyun, Hafidz, Ina, Nurul, Tiara, Ririn, Rohmah, Mila, Wendi “Babe”,
Farida, Taqwa, Yan-yan, Adit, Aji, Amel, Ayum, Toni, Widya, dan temanteman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan semangat dan dorongan agar diselesaikannya skripsi ini.
11. Teater Tesa, rumah kedua yang telah membuat banyak kenangan. Ayot,
Mama, Gondes, Mas Uli, Mas Andri, Jambrong, Adis, Bre, Fina “Kencit’,
Suryo, Pakdhe, Dewinta, Desi, Kiki, Mbak Atha, terimakasih atas celoteh
kalian setiap hari. Tak lupa para sesepuh Tesa Mas Ma, Pak Bas, Kung Tabah,
Lek Bodot, Mas Janta, Mbak Frides, Mbak Amee, Mbak Wiwin, Mas Pele,
Mas Kencot, Mas Didit, Mbak Fitri, mas Alfian yang dengan setia mengikuti
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan mendampingi perjalanan hidup Tesa, serta semua keluarga besar Teater
Tesa yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
12. Keluarga besar Mbah Abu, Bulik Ut, Budhe Sri, Pakde Mukhsin, Mas Nur,
Mas Iqbal, Mbak Norma dan Raihan kecil, terimakasih untuk terus
mengingatkan menyelesaikan skripsi ini dan pesan-pesan untuk hari esok.
13. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih penuh dengan kelemahan dan
kekurangan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima
segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan bagi mahasiswa sastra pada khususnya.
Surakarta, Agustus 2010
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN...............................................................
iv
HALAMAN MOTTO............................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................
vi
KATA PENGANTAR............................................................................
vii
DAFTAR ISI...........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR..............................................................................
xiii
ABSTRAK...............................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................
1
A Latar Belakang Masalah .......................................................
1
B Pembatasan Masalah .............................................................
6
C Rumusan Masalah.................................................................
6
D Tujuan Penelitian...................................................................
7
E Manfaat Penelitian.................................................................
7
F Sistematika Penulisan...........................................................
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR....................... 10
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A Penelitian Terdahulu…..…..................................................
10
B Kajian Pustaka…..………………………………………
12
C Kerangka Pikir...................................................................
23
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................
25
A. Metode Penelitian.................................................................
25
B. Objek Penelitian .................................................................
25
C. Sumber Data dan Data ………….........................................
26
D. Teknik Pengumpulan Data...................................................
26
E. Teknik Analisis Data..............................................................
27
BAB IV ANALISIS.............................................................................
29
Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto.................................
29
a. Menentukan Nada Dasar……………………….......
34
b. Menentukan Casting/Pemeranan……………….......
39
c. Latihan……………………………………..………...
43
d. Tata dan Teknik Pentas……………………………...
77
e. Menguatkan atau Melemahkan Scene……………….
106
f. Menciptakan Aspek Laku………………………..….
122
g. Mempengaruhi Jiwa Pemain…………………………
124
h. Koordinasi……………………………………………
127
BAB V PENUTUP...............................................................................
129
A. Simpulan..............................................................................
129
B. Saran...................................................................................
130
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
commit to user
132
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAMPIRAN........................................................................................
A. Wawancara………………………....................................
134
B. Pamflet Pertunjukan……………………………………..
137
C. Biografi Sutradara...............................................................
138
D. Artikel Pendukung..............................................................
140
E. Biografi Teater Tesa………………………………..……...
141
F. Naskah “Keluarga yang Dikuburkan”……………………
144
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar blocking 1………………………………………………..
55
Gambar blocking 2…………………………………………………
56
Gambar blocking 3…………………………………………………
57
Gambar blocking 4…………………………………………………
58
Gambar blocking 5…………………………………………………
59
Gambar blocking 6…………………………………………………
60
Gambar blocking 7…………………………………………………
61
Gambar blocking 9………………………………………………….
63
Gambar blocking 10………………………………………………..
64
Gambar blocking 11…………………………………………………
65
Gambar blocking 12…………………………………………………
66
Gambar blocking 13………………………………………………..
67
Gambar blocking 14…………………………………………………
68
Gambar blocking 15………………………………………………….
69
Gambar blocking 16………………………………………………….
commit to user
70
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar blocking 17………………………………………………...
71
Gambar tata panggung ………………………………………………
79
Gambar tata ruang……………………………………………………
81
Gambar set lampu……………………………………………………
83
Gambar set lampu spesial Basuki………………………………………… 84
Gambar set lampu jalan raya…………………………………………
86
Gambar set lampu surat wasiat………………………………………
87
Gambar tata rias Basuki……………………………………………..
91
Gambar tata rias Budi ……………………………………………….
93
Gambar tata rias Iwan ………………………………………………
94
Gambar tata busana Basuki…………………………………............
96
Gambar tata busana Krima 1……………………………………….
97
Gambar tata busana Krima 2……………………………………….
98
Gambar tata busana Budi 1.…………………………………………
99
Gambar tata busana Budi 2…………………………………………...
99
Gambar tata busana Budi 3……………………………………………
100
Gambar tata busana Doni 1.…………………………………………
101
Gambar tata busana Doni 2………………………………………….
commit to user
102
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar tata busana Iwan…………………………………………….
103
Gambar tata busana Sekar 1……………………………………………
104
Gambar tata busana Sekar 2……………………………………………..
104
Gambar adegan Doni mencukur rambut Basuki……………………
110
Gambar adegan Doni dan Budi……………………………………………. 112
Gambar adegan monolog Budi………………………………………
114
Gambar adegan Budi dan Sekar………….………………………….
116
Gambar adegan Doni, Budi dan Sekar………………………………
117
Gambar adegan monolog Iwan…………………………………………… 118
Gambar adegan jalan raya………….………………………………..
119
Gambar adegan Iwan dan Basuki………………………………………
121
Gambar adegan monolog Basuki……………………………………..
121
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Corry Agustin AM. C0206013. 2010. Teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam
naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” Karya Afrizal Malna. Skripsi: Jurusan
Sastra Indonesia Fakultas sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penelitian ini membahas bagaimana teknik penyutradaran Budi Riyanto
sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang
Dikuburkan” karya Afrizal Malna?
Tujuan penelitian ini adalah untuk Mendeskripsikan teknik-teknik
penyutradaraan Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah
lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal Malna.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah proses
penyutradaraan dari awal hingga pertunjukan naskah lakon “Keluarga yang
Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah
lakon “The Buried Child” karya Sam Shepard. Adapun data untuk penelitian ini
adalah teknik-teknik yang dilakukan oleh Budi Riyanto dari bulan Desember 2006
sampai November 2007 berkenaan dengan tugasnya sebagai seorang sutradara
yang menyutradarai naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” dan bentuk
visualisasi pertunjukannya. Didukung data yang berupa artikel-artikel yang
berhubungan dengan teater secara umum, ataupun artikel yang memuat
pementasan tersebut, juga data-data lain berupa wawancara, buku-buku, majalah,
dan artikel-artikel cyber dari internet. Teknik yang digunakan adalah (1) teknik
pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan membaca dan mempelajari buku
yang mempunyai hubungan atau buku-buku yang dapat menunjang penulis dalam
penelitian. (2) teknik observasi dan wawancara, teknik observasi yang dilakukan
penulis adalah pengamatan lapangan, yaitu ketika proses latihan dan pementasan.
Setelah teknik observasi, penulis melakukan teknik wawancara dan kemudian
mencatat yang selanjutnya diinventarisasikan sebagai data yang diolah dalam
penelitian.
Berdasarkan analisis yang telah di sampaikan, maka diperoleh simpulan
sebagai berikut:
Teknik penyutradaraan yang digunakan Budi Riyanto dalam mengangkat
naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, meliputi menentukan nada dasar,
menentukan casting/ pemeranan, latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah
rasa, reading, blocking), tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata
rias dan busana, dan tata musik), menguatkan atau melemahkan scene,
menciptakan aspek-aspek laku, mempengaruhi jiwa pemain, koordinasi.
Budi Riyanto mencoba mengangkat naskah lakon “Keluarga yang
Dikuburkan” yang diadaptasi bebas dari “The Buried Child” karya Sam Shepard.
Naskah lakon ini menceritakan berbagai masalah-masalah yang dialami oleh
sebuah keluarga karena adanya kekacauan komunikasi. Budi Riyanto
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggabungkan konsep realis dan bentuk-bentuk simbolis dengan tujuan
mempermudah interpretasi penonton.
Pementasan ini diperankan oleh enam orang aktor. aktor yang ikut dalam
proses pementasan ini gabungan dari aktor yang sudah lama ikut berproses
bersama Teater Tesa maupun baru (mahasiswa baru). Setiap aktor memiliki latar
belakang yang berbeda dan kemampuan yang berbeda-beda dalam menangkap
maksud dari naskah lakon tersebut. Untuk menghindari adanya
ketidakseimbangan permainan, Budi Riyanto menggabungkan gaya
penyutradaraan Gordon Craig dan Laisses Faire.
Gaya penyutradaraan Gordon Craig merupakan gaya penyutradaraan yang
mutlak, semua ide dan gagasan dari sutradara harus dilakukan oleh para aktor.
Gaya penyutradaraan Laisses Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang
memberikan kebebasan para aktor untuk lebih mengekspresikan diri. Budi
Riyanto menerapkan gaya Gordon Craig untuk aktor-aktor yang belum memiliki
“jam terbang” tinggi, sedangkan gaya Laisses Faire diterapkan pada aktor yang
memiliki “jam terbang” tinggi. “jam terbang” setiap aktor ditentukan dari
lamanya ia bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering ia ikut dalam
setiap proses pementasan yang diadakan oleh Teater Tesa. Meskipun
menggunakan penggabungan gaya Gordon Craig dan Laisses Faire, Budi Riyanto
juga mengadakan diskusi-diskusi dalam setiap kesempatan. Dari diskusi-diskusi
ini dapat dilihat bahwa Budi Riyanto tidak selalu memaksakan kehendak
(diktator). Budi Riyanto bersedia mendengarkan masukan dari orang lain,
meskipun tidak semua masukan ia terima dengan berbagai pertimbangan.
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyutradaraan merupakan hal yang berhubungan dengan proses yang
dilakukan dari awal hingga tampilnya sebuah pementasan diatas panggung.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyutradaraan adalah proses, cara,
perbuatan menyutradarai. Hal ini tentu saja berkaitan dengan seni peran.
(http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=penyutradaraan).
Orang
yang
menyutradarai suatu seni peran adalah orang yang sudah cukup berpengalaman
dibidangnya. Sebuah penyutradaraan dilakukan oleh orang yang disebut sebagai
sutradara.
Sutradara adalah orang yang membawa sebuah naskah drama ke atas
panggung dengan menafsirkan naskah tersebut dan memvisualisasikan ke dalam
seni garap teater secara utuh. Seorang sutradara merupakan sosok yang sangat
penting dalam sebuah proses penggarapan drama.
Dalam sebuah proses penggarapan, seorang sutradara bertugas untuk
mengatur dan mengarahkan segala sesuatu yang kemudian akan diwujudkan
secara visual diatas panggung. Menurut Nano Riantiarno dalam sebuah esainya
“Sutradara adalah suatu jabatan yang banyak mengandung resiko dan harus
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sutradara wajib memberikan
instruksi-instruksi. Semua instruksi yang keluar dari seorang sutradara adalah
sebuah instruksi yang penuh dengan pertimbangan dan perhitungan” (Tommy. F
to user
Awuy, 1999: 174). Dari pendapatcommit
Nano dapat
dikatakan bahwa seorang sutradara
1
perpustakaan.uns.ac.id
2
digilib.uns.ac.id
haruslah memiliki sebuah pemahaman yang matang pada sebuah naskah drama
yang digarapnya, hal ini karena semua instruksi yang keluar dari seorang
sutradara adalah pemahaman yang ditangkap oleh sutradara dari teks suatu naskah
yang dibacanya.
Hasanudin W.S berpendapat bahwa “Sutradara adalah seseorang yang
mengkoordinir dan mengarahkan segala unsur pementasan drama (pemain dan
property), memberikan penafsiran pokok atas naskah, dan hal-hal lainnya, dengan
kecakapannya sehingga mencapai suatu pementasan seni pertunjukan drama”
(Hasanudin W.S, 2009: 198).
Seorang sutradara adalah seorang seniman atau pekerja seni yang bertugas
untuk mengkoordinasi suatu proses penggarapan dari naskah lakon yang
dipilihnya. Sutradara juga bertanggung jawab penuh atas sebuah pertunjukan dari
awal proses hingga naskah tersebut ditampilkan di atas panggung.
Dalam perannya sebagai seorang sutradara, ia dianggap mampu untuk
menciptakan sebuah peristiwa teater. Teater merupakan pertunjukan dari
serangkaian peristiwa. Dengan pemeran sebagai materi baku utama dalam upaya
mengungkapkan pengalaman. Kata-kata yang diungkapkan diatas pentas
mengandung suatu kompleksitas tersendiri, karena merupakan kata untuk:
1. dilakukan
2. didengar
3. dilihat (Ags. Arya Dipayana: 75).
Seni pertunjukan teater yang dipertontonkan kepada para penikmat seni
merupakan sebuah proses seni yang melibatkan berbagai unsur. Unsur-unsur itu
meliputi proses kemunculan ide, proses keutuhan penggarapan dan apresiasi
penonton. Semua proses dalam peristiwa teater memerlukan seorang koordinator
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3
digilib.uns.ac.id
yang bertangggung jawab dan mampu mengolah pertunjukan menjadi suatu
tontonan yang apik dan mempunyai keutuhan yang estetik.
Estetika yang ditampilkan pertunjukan teater sangat dipengaruhi oleh
imajinasi seorang sutradara dalam meramu naskah tersebut. Pemahaman sutradara
terhadap suatu naskah juga merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh
sutradara.
Budi Riyanto adalah seorang pekerja seni yang memiliki imajinasi dan
pemahaman yang mendalam dalam setiap naskah yang digarapnya. Budi Riyanto
memulai perjalanan teaternya ketika memasuki masa perkuliahan. Budi Riyanto
bergabung dengan Teater Tesa pada tahun 1996, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Sekarang
selain bergabung dengan kelompok teater LUNGID dan menjadi pelatih di teater
DEPAN (Politeknik Pratama Mulia) Budi Riyanto masih setia menemani setiap
proses perjalanan TESA. Selama bergabung dengan Teater Tesa, Budi Riyanto
banyak mengikuti proses penggarapan. Budi Riyanto pernah bermain dalam
beberapa pertunjukan, antara lain :
a). Revolusi Burung-Burung, Naskah Anonim
b). Dalam Bayangan Tuhan, Naskah Arifin C. Noer
c). Soliloqui Pelayaran Hitam, Naskah Meong Purwanto
d). Destrarasta, Naskah St. Wiyono
e). Pedati Kita Dikubangan, Naskah Hanindawan
f). Sula, Naskah Ambhita Dian Ningrum
g). Topeng-Topeng, Naskah Rahman Sabur
h). Paing Si Bedinde, Naskah Hanindawan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4
digilib.uns.ac.id
i). Pakaian dan Kepalsuan, Naskah Averchencho
j). Syeh Siti Jenar, Naskah Ferdi Kastamarta
k). TUK, Naskah Bambang Widoyo, SP (Kentoet)
l). Visa, Naskah Goenawan Muhammad
m). ROL, Naskah Bambang Widoyo, SP (Kentoet)
Berdasarkan pengalamannya bermain dalam beberapa naskah tersebut,
Budi Riyanto memulai untuk mencoba masuk dalam tahapan yang lebih tinggi di
dalam jagad seni teater, yaitu menjadi seorang sutradara. beberapa naskah lakon
yang telah disutradarai adalah sebagai berikut:
a). Destrarasta, Naskah St. Wiyono
b). Topeng – topeng, Naskah Rahman Sabur
c). Keluarga Yang Dikuburkan Naskah Afrizal Malna
d). Paing Si Bedinde, Naskah Hanindawan
e). Ozone, Naskah Arifin C. Noer
f). Petang di Taman,Naskah Iwan Simatupang
g). Hanya Satu Kali, Naskah Galswoorty dan K. Modelwene
h). Paragraf Dalam Hujan, Naskah Meong Purwanto
Selain sebagai seorang pelakon seni dan sutradara muda di kota Solo, Budi
Riyanto yang telah lama bergelut dalam dunia seni peran ini adalah seorang
mahasiswa alumni Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Budi Riyanto mencoba untuk
menerapkan ilmu yang didapatnya semasa kuliah untuk membawa sebuah naskah
lakon keatas panggung.
Teater Tesa sendiri merupakan salah satu komunitas teater kampus di
Solo. Tidak dapat dipungkiri bahwa dari berbagai komunitas teater di Indonesia,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5
digilib.uns.ac.id
komunitas teater kampus merupakan komunitas yang paling banyak ada di
Indonesia. Dari komunitas teater kampus inilah yang kemudian menjadi cikal
bakal adanya teater-teater independent.
Dari pengalaman beberapa kali yang penulis alami sebagai pemain yang
berproses dengan Budi Riyanto, penulis beranggapan bahwa Budi Riyanto adalah
sosok sutradara dan seniman yang matang dan gaya penyutradaraannya siap untuk
diteliti dan dikaji.
Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ini dimainkan oleh enam
orang aktor. Semua aktor yang bermain dalam naskah lakon ini merupakan
gabungan dari anggota TESA, baik anggota baru maupun anggota yang sudah
lama berproses bersama TESA. Karena adanya keberagaman dalam setiap pemain
inilah yang kemudian membuat Budi Riyanto menerapkan gaya penyutradaraan
yang berbeda antara aktor yang satu dengan yang lain. Adanya perbedaan gaya
yang diterapkan pada setiap pemain ini dilihat dari “jam terbang” masing-masing
aktor. ”Jam terbang” masing-masing aktor disini dilihat dari berapa lamanya
aktor bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering sang aktor ikut dalam
berbagai proses pementasan Teater Tesa. Aktor yang belum mempunyai “jam
terbang” yang tinggi tentu saja harus bisa mengimbangi aktor yang telah
mempunyai “jam terbang” yang lebih tinggi begitu pula sebaliknya, aktor yang
mempunyai “jam terbang” lebih tinggi juga di tuntut untuk dapat mengimbangi
aktor yang lain. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan permainan yang seimbang
antara aktor yang satu dengan aktor yang lain di atas panggung.
Dalam rangka penelitian teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam
naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan
commit to user
6
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh Sam
Shepard, penulis berupaya mengungkapkan teknik Budi Riyanto ketika
menyutradarai naskah lakon tersebut.
Adapun proses penyutradaraan yang akan diteliti adalah proses
penyutradaraan yang dilakukan oleh sutradara Budi Riyanto terhadap naskah
lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang dilakukan dari
bulan Desember 2006 sampai November 2007 dan dipentaskan oleh kelompok
kerja Teater Tesa Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Teknik
penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon Keluarga yang Dikuburkan
Karya Afrizal Malna ”
B. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas sebenarnya masih terdapat banyak
masalah yang harus di bahas baik masalah teks, keaktoran, dan lain sebagainya.
Namun, agar penelitian lebih fokus, pembatasan masalah pada penelitian ini
hanya penulis batasi pada teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto terhadap
naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
masalah
diatas
dapat
dirumuskan
permasalahan penelitian, yaitu bagaimana teknik penyutradaran sutradara Budi
Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang
Dikuburkan” karya Afrizal Malna?
commit to user
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan teknik-teknik
penyutradaraan sutradara Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap
naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan dan
penggunaan teori sastra, khususnya teori pementasan drama dalam
memvisualisasikan suatu naskah lakon di atas panggung.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan atau dipergunakan
oleh seorang sutradara atau calon sutradara sebagai bentuk
penyutradaraan apabila ingin mementaskan suatu naskah lakon.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan adalah cara penyajian suatu urutan penulisan yang
dibuat secara sistematis. Sistematika sangatlah penting artinya sebagai pedoman
penelitian yang akan memberikan gambaran mengenai langkah-langkah penelitian
sekaligus permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, sehingga
memudahkan pemahaman yang menyeluruh dari penelitian tersebut.
Penulisan penelitian ini terbagi menjadi lima bab, yang masing-masing
commit
to user Antara bab satu dengan bab yang
bab memuat suatu pembicaraan yang
berlainan.
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lainnya mempunyai keterikatan yang erat dan mempunyai kesinambungan,
sehingga terbentuk satu kesatuan yang utuh. Uraian secara garis besar tentang
kelima bab tersebut adalah sebagai berikut.
Bab pertama berisi pendahuluan yang di dalamnya menguraikan latar
belakang masalah yang berhubungan dengan objek penelitian. Pembatasan
masalah berisi tentang pembatasan masalah yang diteliti agar tidak melenceng
dari pokok penelitian. Pokok permasalahan yang akan diteliti dipaparkan dalam
perumusan masalah; tujuan penelitian menjelaskan untuk apa penelitian ini
dilakukan; manfaat penelitian menjelaskan tentang manfaat praktis dan teoritis
dari penelitian; dan sistematika penulisan yan akan memberikan keterangan
mengenai alur penulisan dalam penelitian ini.
Bab kedua berisi penelitian terdahulu, kajian pustaka, dan kerangka
berpikir. Kajian pustaka membahas mengenai teori teknik penyutradaraan
sutradara.
Bab ketiga menjelaskan metode penelitian, yaitu mengenai data apa saja
yang akan dijadikan sumber data, bagaimana teknik atau cara dalam pemerolehan
data, dan bagaimana teknik analisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian
ini.
Bab keempat merupakan pembahasan yang menyajikan mengenai analisis
data, yaitu uraian mengenai teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto
terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang
merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh
Sam Shepard.
commit to user
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bab kelima berupa penutup yang memuat simpulan yang berisi pernyataan
singkat dari hasil penelitian dan pembahasan, selain itu juga akan disertakan
beberapa saran relevan dalam penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan di universitas sekitar
Solo (UMS, UNS, UNIVET, UNISRI, UGM), diperoleh beberapa penulisan
skripsi dengan menggunakan teknik penyutradaraan seperti di bawah ini:
1. Anton Tri Cahyono. C0296012. Konsep Penyutradaraan Ista Bagus Putranto
dalam Lakon ”Wabah” Karya Hanindawan. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah aspek-aspek formal yang
membangun naskah lakon Wabah karya Hanindawan sebagai objek awal
untuk menangkap makna, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji aspek
interpretasi sebagai bekal menyusun konsep penyutradaraan lakon tersebut
sebagai bentuk dari proses penyutradaraan Ista Bagus Putranto.
Penelitian ini merupakan hasil dari proses penyutradaraan sutradara Ista
Bagus Putranto dengan Teater Kedok Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2001 di Aula
Fakultas Kedokteran.
Secara
keseluruhan,
unsur-unsur
naskah
lakon
Wabah
mempunyai
keterjalinan yang erat antara penokohan, alur, latar, tikaian, tema dan amanat,
serta cakapan. Interpretasi sutradara Ista Bagus Putranto yang kreatif dan
penggarapan tata panggung, tata lampu, tata rias dan busana, serta tata musik
commitsaat
to user
menghasilkan cerita yang menarik
dipentaskan. Hal ini didukung oleh
10
perpustakaan.uns.ac.id
11
digilib.uns.ac.id
konsep penyutradaraan sutradara Ista Bagus Putranto yang menggunakan
metode campuran antara teori Laissez Faire dan Gordon Craig.
2. Janta Setiana. C0200032. Teknik Penyutradaraan Rohmat Basuki dalam
Naskah Lakon ”Aum” Karya Putu Wijaya. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini menjawab masalah bagaimana teknik penyutradaraan dan tugas
sutradara Rohmat Basuki sebagai bentuk penyutradaraaan terhadap naskah
lakon Aum karya Putu Wijaya.
Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan teknik penyutradaraan dan
tugas sutradara dari Rohmat Basuki selama menyutradarai naskah lakon Aum
karya Putu Wijaya sebagai kebutuhan pementasan.
Simpulan dari penelitian ini yaitu teknik penyutradaraan yang dilakukan oleh
Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya.
Kedelapan teknik Rohmat Basuki itu, antara lain: 1) menentukan nada dasar,
meliputi: menentukan dan memberikan suasana khusus, membuat lakon
gembira menjadi suatu banyolan, mengurangi bobot tragedi yang berlebihan,
memberikan prinsip dasar pada lakon, 2) memilih pemain atau pengkastingan,
meliputi: casting to type, casting by ability, dan antitype casting, 3) latihan,
meliputi olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, dan blocking, 4) tata
teknik dan pentas, meliputi: tata ruang, tata lampu, tata musik, tata rias, dan
tata busana, 5) menguatkan dan melemahkan scene, meliputi adegan yang
dibuat oleh sutradara Rohmat Basuki dari adegan I sampai XI, 6)
menciptakan aspek-aspek laku, dengan pendekatan ketat dan fleksibel, 7)
mempengaruhi jiwa pemain, meliputi: observasi, diskusi, dan latihan alam, 8)
commit to user
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
koordinasi, meliputi: mengumpulkan semua yang terlibat, baik para pemain,
crew setting, crew ligthing, makeuper, pemusik, dan produksi untuk tumbuh
bersama dalam menyukseskan pertunjukan Aum karya Putu Wijaya ke dalam
pertunjukan drama.
Pendekatan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah
lakon Aum karya Putu Wijaya adalah menggunakan gaya penyutradaraan
Laisez Faire dan Gordon Craig. Laisez Faire adalah gaya penyutradraan
dengan
memberikan
kesempatan
bagi
para
pemain
untuk
lebih
mengembangkan dirinya, gaya Laisez faire dilakukan pada para pemain yang
memiliki “jam terbang” tinggi dalam pengalaman bermainnya, sedangkan
Gordon Craig yaitu gaya penyutradaraan dengan cara-cara ketat, gaya ini
digunakan bagi pemain-pemain yang pemula.
Dari penelusuran penulis, teori tentang teknik penyutradaraan hanya
digunakan oleh dua orang penulis, yaitu Anton Tri Cahyono dan Janta
Setiana, sehingga Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon
”Keluarga yang Dikuburkan” benar-benar belum diteliti oleh penulis lain.
B. Kajian Pustaka
Teknik penyutradaraan adalah suatu cara seorang sutradara dalam
melakonkan perannya untuk mengangkat sebuah naskah lakon ke dalam bentuk
pementasan.
Ajib Hamzah berpendapat bahwa “Sutradara ketika berkehendak
menyutradarai suatu naskah lakon, keberangkatan naskah lakon itu didukung oleh
konsep yang telah dimiliki sebagaicommit
hasil kontrak
to user dengan naskah” (1985: 196-197).
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sementara Suyatna Anirun berpendapat bahwa setiap pagelaran drama selalu
bertolak dari pencetusnya ide-ide. Ide-ide yang telah melembaga menjadi suatu
gagasan-gagasan itu mengembang menjadi bahasa teater” (1978: 19).
Sutradara adalah orang yang dapat mengaktualisasikan naskah lakon ke
dalam panggung pementasan. Sutradara tidak dapat bekerja sendiri. Dalam setiap
proses pementasan, sutradara akan berhadapan dengan naskah, aktor, kru
panggung, serta penonton. Harymawan menjelaskan bahwa kedudukan seorang
sutradara berada di tengah-tengah segitiga, ia bertindak sebagai pusat kekuatan,
berikut adalah bagan yang menjelaskan posisi sutradara dalam proses pementasan:
pengarang/ naskah
sutradara
aktor
penonton
(Harymawan, 1993: 64).
Menurut Suyatna Anirun, ada empat unsur yang mengusung terciptanya
sebuah teater yaitu, naskah, pemain, tempat pertunjukan, dan penonton. Semua
merupakan satu kesatuan yang meruang, hanya dari sana kita akan mendapat
kemungkinan terciptanya atmosfer teateral. Atmosfer tersebut hanya tercita
apabila naskah sedang dimainkan, dipertunjukkan dengan tingkat permainan yang
optimal, bertenaga dan berpengaruh, diusung oleh kondisi ruangan dan teknik
akustik yang memadai sehingga secara visual memungkinkan terjadinya
komunikasi estetis maupun emosional dengan penonton (Suyatna Anirun, 2002:
41).
commit to user
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seorang sutradara adalah seorang seniman, ia menyiapkan dan
merencanakan kerja dan usaha-usaha kreatif untuk dapat menyuguhkan
pementasan yang baik, namun sutradara juga menyadari bahwa seni bukan suatu
dogma, apa yang diharapkan objektif selalu menjadi subjektif. Hal ini berkaitan
dengan citra seseorang terhadap keindahan masing-masing ditentukan oleh sikap
dan penalaran yang berbeda-beda.
Teknik penyutradaraan yang digunakan sutradara dalam memunculkan
naskah lakon ke atas pangung meliputi beberapa cara, menurut Japi Tambayong,
teknik yang digunakan oleh sutradara meliputi “memilih naskah, menentukan
pokok penafsiran, memilih pemain, bekerja dengan staff, melatih pemain, dan
mengkoordinasi setiap bagian” (1981: 68-70). Sementara Harymawan dalam
bukunya berjudul Dramaturgi menguraikan teknik dalam proses penyutradaraan
adalah menentukan nada dasar, casting, tata dan teknik pentas, menyusun miss
and scene, menguatkan dan melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku,
dan mempengaruhi jiwa pemain. Adapun penjelasan dari tugas dalam proses
sutradara adalah sebagai berikut :
a. Menentukan Nada Dasar
Menentukan nada dasar adalah mencari motif yang memasuki
karya lakon dan kemudian memberi ciri kejiwaan dalam suatu
perwujudan naskah lakon dasar dapat bersifat sebagaimana berikut:
1). Menentukan dan memberikan suasana khusus.
2). Membuat lakon gembira menjadi suatu banyolan.
3). Mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan.
4). Memberikan prinsip dasar pada lakon.
commit to user
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5). Ringan
b. Menentukan Casting
Yang dimaksud casting ialah proses penuangan untuk
menentukan pemeran berdasarkan analisis naskah untuk diwujudkan
dalam pentas. Beberapa macam casting yang digunakan sutradara,
adalah sebagai berikut:
1). Casting by ability : casting berdasarkan kecakapan yang
terbaik dan terpandai sebagai pemeran utama, serta
menjadikan pemain dengan tokoh-tokoh yang penting dan
sukar.
2). Casting to type : casting berdasarkan kondisi/kesesuaian fisik
dengan peran tokoh. Sutradara akan memilih pemainnya
yang sesuai dalam memerankan tokoh dengan melihat
kesesuaian
fisik
pemain
dengan
tokoh
yang
akan
dilakoninya.
3). Antitype casting : casting yang agak bertentangan dengan
keadaan watak maupun sifat pemeran dalam memerankan
tokoh yang akan dimainkannya. Proses pengcastingan
dengan model ini akan membuat pemain lebih mengeksplor
dirinya.
4). Casting to emotional temperament: casting berdasarkan pada
hasil observasi hidup pribadi, adanya kesamaan/kesesuaian
dengan peran yang dimainkan dalam hal emosi dan
temperamen. Pada tipe pengkastingan gaya emotional
commit to user
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
temperament, sutradara akan lebih mudah menggarap para
pemainnya karena pemain memiliki kemiripan kondisi
keseharian dengan tokoh yang dilakoninya.
5). Therapeutic casting: casting yang dikemukakan untuk
seorang pelaku yang bertentangan sekali watak aslinya
dengan maksud menyembuhkan atau terapi mengurangi
ketakseimbangan jiwanya. Pada tipe penyutradaraan gaya
therapeutic casting, sutradara sudah mencapai tahapan suhu
di mana ia mengerti betul kondisi para pemainnya dan
berusaha untuk menyeimbangkan kondisi kejiwaan para
pemainnya.
Dalam melakukan casting, sutradara harus memilih pemain atau
orang yang sesuai untuk memainkan tokoh yang dimaksud. Kesesuaian
itu
berdasar
pada
fisik,
karakter,
warna
suara,
temperamen
kesehariannya, dan mungkin juga pengalaman atau ““jam terbang””
yang dimilikinya dalam dunia panggung atau seni peran.
c. Tata dan Teknik Pentas
Tata dan teknis pentas adalah segala yang menyangkut soal tata
setting, tata rias dan busana, tata cahaya dan tata musik, kesemuanya
disesuaikan dengan nada dasar. Dalam merencanakan tata pentas,
seorang sutradara mempunyai konsep mengenai tata pentas sebuah
lakon yang akan disutradarainya, yang memberikan gambaran
mengenai tata setting, tata rias dan busana, tata cahaya, dan tata
musiknya.
commit to user
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pelaksanaan tata pentas ini dikerjakan oleh pekerja panggung,
seperti penata setting, perias dan penata kostum, penata lampu dan
penata musik. Hubungan sutradara dengan pekerja panggung tersebut,
sutradara hanya memberikan konsep tata pentas secara garis besarnya
saja, dan pekerja panggung mengerjakan menurut konsep tata pentas
sutradara.
d. Menyusun Miss en Scene
Menyusun miss en scene adalah menyusun segala perubahan
yang terjadi dan terdapat pada daerah pemain akibat adanya
perpindahan pemeran atas perlengkapan panggung, pemberian bentuk
bisa dicapai dengan hal-hal berikut :
1). Sikap pemain
2). Pengelompokan
3). Pembagian Tempat Kedudukan Para Pelaku
4). Variasi Saat Keluar dan Masuk
5). Variasi Posisi dari Dua Pemain yang Berhadap-hadapan
6). Komposisi dengan Menggunakan Garis dalam Penempatan
Pelaku
7). Ekspresi Kontras dalam Pakaian Pemeran
8). Efek yang Ditimbulkan oleh Tata Sinar Lampu
9). Memperhatikan Latar Belakang Pentas
10). Keseimbangan dalam Komposisi Pentas
11). Dekorasi
commit to user
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam menyusun miss en scene, sutradara akan menjumpai
permasalahan mengenai bahasa naskah yang diangkat ke bahasa
panggung, yang lazim disebut tekstur. Bahasa panggung atau tekstur
meliputi, tata pentas, action, blocking, dan mood. Tata pentas meliputi
aksi dan reaksi yang dilakukan oleh tokoh atau pelaku di panggung;
baik dalam bentuk gesture (gerak isyarat), business (kesibukan), dan
movement (gerak berpindah tempat). Adapun blocking meliputi
pengelompokkan pemain, pembagian tempat kedudukan pemain, variasi
saat keluar dan masuk panggung, keseimbangan dalam komposisi
dengan
menggunakan
garis
dalam
penempatan
pelaku. Mood
merupakan suasana jiwa yang tercipta atau diciptakan dalam setiap
babak atau adegan.
e. Menguatkan atau Melunakkan Scene
Teknik ini adalah cara penggarapan suatu lakon yang dituangkan
pada bagian-bagian adegan lakon. Sutradara bebas menentukan tekanan
pada bagian-bagian lakon menurut pandangannya sendiri tanpa
mengubah naskah. Kondisi penguatan dan pelunakan scene bisa
didukung dengan efek cahaya dan musikalitas.
f. Menciptakan Aspek-aspek Laku
Sutradara memberikan saran-saran pada para aktor agar mereka
menciptakan apa yang disebut laku simbolik atau akting kreatif, yaitu
cara berperan yang biasanya tidak terdapat dalam instruksi naskah,
tetapi diciptakan untuk memperkaya permainan, sehingga penonton
lebih jelas dengan kondisi batin seorang pemeran.
commit to user
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g. Mempengaruhi Jiwa Pemain
Ada dua macam kedudukan sutradara sebagai penggarap cerita
lakon:
1). Ciri Sutradara Teknikus
Dia akan menciptakan suatu pagelaran pentas yang
menyolok dan menarik perhatian publik dengan teknik dekor
yang luar biasa, tata sinar yang mewujudkan kostum yang
menarik.
Penyutradaraan
teknikus
terkesan
mengelabuhi
penonton dengan tampilan secara visual tanpa memahami unsur
keaktorannya yang notabene sebagai media penyampai suatu
maksud dari teks drama.
2). Ciri Sutradara Psikolog
Gaya sutradara psikologi memang kurang memperhatikan
aspek selain keaktoran karena dalam penggambaran watak dia
akan lebih mengutamakan tekanan psikologis, khususnya pada
cara acting yang murni ketika prestasi permainan pribadi
ditempatkan dalam arti sebenarnya. Jadi aspek di luar wilayah
keaktoran agak dikesampingkan.
h. Koordinasi
Sutradara memerlukan koordinasi dengan semua pihak yang
berhubungan dengan proses pementasan.
Dalam sebuah proses penggarapan suatu naskah lakon, seorang sutradara
harus mampu memilih jalur yang akan dipilihnya untuk menjalankan
penyutradaraannya.
Jalur
yang dipilihnya
commit to user
akan
menjadi
pedoman
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepemimpinannya dan menentukan tindakan yang akan diambilnya dalam sebuah
proses tersebut. Japi Tambayong membagi kepemimpinan seorang sutradara,
antara lain sebagai berikut :
a. Sutradara Konseptor: sutradara, tak pelak, adalah dengan sendirinya
konseptor. Tetapi, seorang sutradara konseptor, berdiri sebagai
pemegang konsep penafsiran yang ketat. Ia menyerahkan konsep
penafsirannya pada para pemain, dan dibiarkannya pemain-pemain itu
mengembangankan konsep itu secara kreatif, tetapi juga terikat.
b. Sutradara Koordinator: jika sebuah pertunjukan bersifat komersial,
tentu aktor-aktor yang dipilih bermain adalah aktor-aktor ternama, atau
paling tidak aktor-aktor yang sudah jadi. Mereka dipakai dan dibayar.
Tugas sutradara disini, kuran lebih adalah pengarah. Ia tinggal
mengkoordinasi pemain-pemain itu dengan konsep penafsirannya.
c. Sutradara Diktator, sutradara di sini tidak percaya pada pemainpemainnya. Ia menjadi guru yang mengharapkan pemainnya dicetak
persis seperti dirinya. Baginya tidak berlaku konsep penafsiran dua arah
seperti sutradara konseptor. Ia mendambakan seni sebagai dirinya, “seni
adalah aku”. Pemain-pemainnya tetap buta tuli, mereka hanya dibuat
robot.
d. Sutradara Suhu: untuk Indonesia, barangkali pedoman sutradara sebagai
suhu, amat diperlukan bagi pembangunan jangka panjang. Sutradara
adalah seorang suhu, yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan
mengasuh batin anggota pemainnya. Kelompok teaternya dibuat seperti
sebuah padepokan. Ada masanya belajar bersama-sama, ada masanya
membangkang dan menyanggah guru, lalu ada masanya berdiri sendiri.
Para aktor diberi keyakinan, bahwa mereka adalah cantrik-cantrik yang
kelak harus hadir dengan dirinya sendiri, melawan secara jantan kepada
pemimpinnya. Jantan di sini berarti, ilmunya telah benar-benar mustaid.
(Japi Tambayong, 1981: 73-74).
Menurut Nano Riantiarno, dalam dunia penyutradaraan, tercatat ada empat
jenis “gaya” sutradara. Semua berkaitan erat dengan perilaku atau perangainya
sebagai seorang manusia. “gaya” dari sutradara tersebut yaitu sebagai berikut :
a) Sutradara Pemarah
Dalam dunia penggarapan, banyak sutradara yang mengikuti
“gaya” ini. Hal ini disebabkan karena adanya suatu pengertian bahwa
seorang sutradara marah-marah untuk menghasilkan hasil yang optimal.
commit to user
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sutradara pemarah sulit sekali untuk menjalin komunikasi yang
baik dengan para pekerja panggung dan pemain-pemainnya. Padahal kerja
panggung dalam suatu proses merupkan suatu kerja bersama. Dunia
kesenian bagi sutradara pemarah makin lama akan makin sempit. Dia akan
kehilangan banyak momen berharga.
b) Sutradara Pendiam
Gaya jenis ini juga memiliki banyak pengikut. Sutradara jenis ini
biasanya lebih suka bekerja sendirian. Dia kurang gemar memerintah atau
berpetuah, tapi lebih suka langsung memberi contoh. Harapannya, semoga
yang lain tak enak hati dan mau bekerja lebih optimal pada masing-masing
bidangnya. Sutradara jenis ini dapat menjadi bumerang bagi proses
pementasan tersebut. Hal ini akan membuat orang yang ikut dalam proses
pementasannya akan bertindak seenaknya.
c) Sutradara Cerewet
Biasanya seorang sutradara yang cerewet menyimpan niat untuk
membuat hasil kerjanya jadi sesempurna mungkin. Dia suka menganggap
para pekerjanya adalah orang-orang yang bodoh yang harus selalu digiring
dan wajib diberitahu hingga hal-hal paling detil. Perkembangan pekerjaan
harus berasal dari dirinya saja. Pertimbangan orang lain kurang dihargai,
dan semua keputusan harus atas ijinnya.
Sutradara jenis ini mengatur sampai pada hal sekecil apapun. Ia
ingin semua berjalan seperti keinginannya.
d) Sutradara Romantis
commit to user
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sutradara jenis ini entah mengapa selalu ingin memacari para
pemainnya. Ia ingin merasa lebih dekat dengan pemainnya. Sutradara ini
merasa bahwa kedekatan antara dirinya dengan aktor akan mempermudah
dalam memberikan petunjuk maupun instruksi-instruksi meskipun hal
tersebut
tentunya
mempunyai
benberapa
kendala
seperti
mengesampingkan profesionalismenya sebagai seorang sutradara.
Hal yang berbeda dikemukakan oleh Harymawan dalam bukunya,
dramaturgi. Menurut Harymawan, terdapat dua gaya sutradara, yaitu gaya Gordon
Craig dan Gaya Laisez Faire. Gordon Craig menyatakan bahwa ide dan gagasan
seorang sutradara harus dilaksanakan oleh para aktor. para aktor harus
mendedikasikan dirinya pada ide-ide sutradara. Gaya Gordon Craig ini
menciptakan sesuatu yang sesuai dengan harapan sutradara, sempurna, dan teliti,
namun gaya ini akan menjadikan seorang sutradara terkesan diktator. Gaya Laisez
Faire merupakan kebalikan dari Gordon Craig. Sutradara memberikan kesempatan
bagi para aktornya untuk lebih leluasa berekspresi. Sutradara bertindak sebagai
pendamping, namun hal ini akan menimbulkan adanya kekacauan dan kurang
teratur karena tiap-tiap aktor dibiarkan berkembang menurut kemampuannya,
sehingga hanya aktor-aktor yang berpengalaman saja yang dapat menghadirkan
pementasan yang baik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyutradaraan
sebuah naskah lakon berangkat dari suatu konsep penyutradaraan yang didapat
oleh seorang sutradara untuk memvisualisasikan suatu naskah lakon ke atas
panggung, dalam hal ini seorang sutradara harus mempunyai pedoman dalam
sebuah proses penggarapan.
commit to user
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Teknik penyutradaraan merupakan cara yang digunakan oleh sutradara
dalam mengangkat naskah lakon yang ia pilih menjadi sebuah pementasan. Gaya
yang digunakan oleh seorang sutradara akan dapat mempengaruhi bagaimana
bentuk pementasan yang akan ditampilkan di atas panggung.
Beberapa teori tersebut di atas akan dipakai sebagai dasar atau landasan
dalam memecahkan permasalahan dalam penelitian ini.
C. Kerangka Pikir
Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto
Menguatkan atau
Melemahkan
Scene
Menentukan
nada dasar
Menciptakan
Aspek-aspek
Laku
Menentukan
casting/pemeranan
Mempengaruhi
Jiwa Pemain
Latihan
Tata dan
Teknik Pentas
Koordinasi
Gaya Penyutradaraan Laisez Faire dan Gordon Craig
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut di atas akan mempermudah
mengungkap permasalahan yaitu tentang teknik penyutradaraan sutradara Budi
commit to user
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal
Malna.
Teknik penyutradaraan yang diterapkan oleh Budi Riyanto meliputi
delapan langkah, yaitu: menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan,
latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan
teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik),
menguatkan
atau
melemahkan
scene,
menciptakan
aspek-aspek
laku,
mempengaruhi jiwa pemain, dan koordinasi.
Budi Riyanto menggunakan gaya penyutradaraan Laisez Faire dan Gordon
Craig. Teori Gordon Craig menyatakan bahwa ide gagasan dari sutradara harus
dipatuhi dengan mutlak, para pemain harus mendedikasikan dirinya terhadap ide
sutradara. Gaya penyutradaraan ini biasanya digunakan Budi Riyanto untuk
berproses dengan pemain-pemain pemula/ baru. Pemain pemula/ baru disini
dilihat dari lamanya ia bergabung dengan teater TESA (mahasiswa baru).
Sedangkan teori Laisez Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang memberikan
suatu kebebasan bagi pemain untuk mengekspresikan dirinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELTIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif
digunakan
untuk
mengungkap,
memahami
sesuatu
dibalik
fenomena
dan
mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui, bahkan belum
diketahui, serta dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit
diungkapkan (Strauus dan Corbin, 2003). Dalam penelitian kualitatif, data yang
diteliti berupa kata dan bukan yang berupa angka dikumpulkan dari studi kepustakaan
(Mulyadi, 2005: 9).
Metode kualitatif dapat digolongkan ke dalam metode deskriptif yang
penerapannya bersifat menuturkan, memaparkan, memberikan analisis, dan
menafsirkan (Soediro Satoto, 1995:15). Dengan demikian ini tidak terbatas hanya
sampai pada penyusunan dan pengumpulan data, tetapi juga meliputi analisis
interpretasi data yang ada.
B. Objek Penelitian
Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah teknik penyutradaraan yang
dilakukan oleh Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya
Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child”
yang ditulis oleh Sam Shepard.
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
C. Sumber Data dan Data
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah lakon “Keluarga
yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna, dokumentasi pementasan Teater Tesa
dan sutradara Budi Riyanto.
2. Data
Adapun data untuk penelitian ini adalah gerakan-gerakan dan
visualisasi yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam pementasan “Keluarga
yang Dikuburkan” oleh Teater Tesa di Teater Arena Taman Budaya Surakarta
tanggal 21 November 2007, serta kata, kalimat yang terdapat dalam naskah
lakon “Keluarga yang Dikuburkan”.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan membaca dan
mempelajari buku yang mempunyai hubungan atau buku-buku yang dapat
menunjang penulis dalam penelitian.
2. Teknik Observasi dan wawancara, teknik observasi yang dilakukan penulis
adalah pengamatan lapangan, yaitu ketika proses latihan dan pementasan.
Setelah teknik observasi, penulis melakukan teknik wawancara dan
kemudian mencatat yang selanjutnya diinventarisasikan sebagai data yang
diolah dalam penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
E. Teknik Analisis
1.
“Pembacaan: pembacaan untuk kepentingan analisis, pembaca harus bisa
menjaga jarak dengan tokoh-tokoh drama dan permasalahan yang
dihadapi tokoh drama tersebut agar tidak melihat permasalahan tersebut
dengan emosional tetapi rasional
2.
Penginventarisasian: merupakan langkah pencatatan tentang konsepkonsep ataupun teknik-teknik penyutradaraan sebuah naskah lakon.
Pencatatan harus secermat mungkin sampai data-data sekecil apapun,
dengan prinsip bahwa semua data yang terdapat dalam konsep atau teknik
penyutradaraan ada fungsi dan maksudnya.
3.
Pengidentifikasian: suatu usaha mengelompokkan data yang telah selesai
diinventaris.
4.
Penginterpretasian: merupakan tahap pemberian makna dari data yang
telah ada. Tahap ini merupakan usaha peneliti mengembalikan data
imajinatif dalam proses penciptaan ke data objektif dengan menjelaskan
kembali imajinasi dalam data tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
5.
Pembuktian: merupakan pencarian bukti, contoh, menalar hubungan hasil
interpretasi dengan bukti dan penelitian, yakni dengan tidak mengabaikan
bukti dan contoh yang menurut peneliti tidak relevan.
6.
Pengumpulan serta pelaporan: yaitu menyusun kesimpulan-kesimpulan
permasalahn-permasalahan kecil yang kemudian disusun menjadi laporan”
(Hasanuddin W.S, 2009, 105-107).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
ANALISIS
Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto
Teknik penyutradaraan yang digunakan oleh Budi Riyanto merupakan suatu
cara atau teknik seorang sutradara saat melakonkan perannya sebagai orang yang
menyutradarai suatu naskah lakon. Teknik yang digunakan oleh seorang sutradara
yang berbeda satu sama lain dapat mempengaruhi bentuk suatu pementasan.
Seorang sutradara secara umum akan memperhatikan beberapa hal sebelum
menyutradarai sebuah naskah. Beberapa hal yang diperhatikan Budi Riyanto
merupakan hal-hal yang nantinya akan mempengaruhi teknik yang digunakannya.
Hal yang sangat diperhatikan oleh Budi Riyanto di antaranya adalah penyikapan
terhadap teks naskah lakon yang hendak dibawakan, pengalaman para aktor yang
dipilihnya serta nama almamater yang dibawanya.
Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” merupakan sebuah naskah dari
Amerika karya Sam Shepard yang diadaptasi oleh Afrizal Malna. Dalam
menyikapi naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, yang dipertimbangkan
oleh Budi Riyanto adalah masalah-masalah yang terdapat dalam naskah tersebut
dan bentuk kemungkinan pementasannya. Hal ini disebabkan dalam setiap
penyutradaraan akan berakhir pada sebuah pementasan di atas panggung.
Penyutradaraan naskah lakon yang dilakukan oleh Budi Riyanto menggunakan
konsep realis, tetapi dalam beberapa adegan maupun dialog ditemui bentukbentuk simbolis. Yang dimaksud dengan konsep realis di sini adalah suatu bentuk
commit to user
pementasan yang melukiskan semua kejadian apa adanya dan tidak berlebihan.
29
perpustakaan.uns.ac.id
30
digilib.uns.ac.id
Meskipun unsur keindahan masih mendapat perhatian, tetapi dicoba untuk meniru
kehidupan nyata. Ciri realis menurut Herman J Waluyo adalah (1) aktingnya yang
bersifat wajar seperti dalam kehidupan sehari-hari, (2) aspek visual dalam
pertunjukan tidak berlebihan dan disesuaikan dengan realitas kehidupan seharihari (Herman. J Waluyo, 2006: 59), sedangkan yang dimaksud dengan simbolis
adalah pemakaian untuk mengekspresikan ide-ide (Suyatna Anirun, 2002: 169).
Penggunaan konsep realis dan beberapa bentuk simbolis dalam pementasan
tidak lepas dari keinginan Budi Riyanto agar
mempermudah interpretasi
penonton dan agar pementasan terkesan luwes dan tidak monoton. Dalam
permainan dialog, banyak pendialogan antartokoh yang disampaikan dengan caracara simbolik. Hal ini juga ditemui dalam properti-properti tokoh. Nampak adanya
properti buah-buahan seperti jagung yang memang dapat dikaitkan sebagai
properti yang menyimbolkan masyarakat desa yang bercocok tanam. Ini berarti
naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” menjadi bentuk lakon yang realis
simbolis.
Teater Tesa merupakan sebuah unit kegiatan mahasiswa yang berada di
Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS. Teater Tesa merupakan salah satu teater
kampus yang lahir pada 14 Oktober 1987. Dalam kesehariannya, para anggota
Teater Tesa selalu dilatih untuk dapat mencari dan mengamati makna dari
kehidupan yang dijalaninya. Hal tersebut dilakukan agar mereka dapat mendalami
karakter dan watak dari peran yang nantinya akan dimainkannya dalam suatu
pementasan. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa ada beberapa orang dari
anggota Teater Tesa tidak dapat melakukannya dengan baik. Inilah yang nantinya
dapat mempengaruhi pembawaan karakter peran yang ia mainkan dalam
commit to user
31
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pementasan. Aktor yang tidak dapat membawakan karakter peran yang
dimainkannya dengan baik tentu akan terlihat sangat kaku dan akan nampak juga
perannya yang dibuat-buat.
Pementasan “Keluarga yang Dikuburkan” ini merupakan penggabungan
antara aktor yang sudah mempunyai “jam terbang” yang tinggi dan aktor yang
baru dalam dunia pementasan. Aktor yang sudah memiliki “jam terbang” tinggi di
sini ditentukan dari lamanya sang aktor bergabung dengan Teater Tesa dan
seberapa sering bermain dalam berbagai pementasan, sedangkan aktor yang belum
memiliki “jam terbang” tinggi dalam hal ini adalah anggota yang baru bergabung
dengan keanggotaan Teater Tesa (mahasiswa baru). Aktor yang belum memiliki
cukup pengalaman akan terasa sulit mengimbangi permainan dari aktor yang
sudah lebih berpengalaman.
Berbagai kesulitan akan ditemui oleh aktor baru dalam usahanya
mengimbangi permainan aktor yang lebih berpengalaman, misalnya dalam
bentuk-bentuk gerak dan penghayatan terhadap naskah lakon yang dimainkan.
Sutradara yang memiliki kepekaan yang tinggi tentu akan melihat hal ini sebagai
sebuah tantangan. Ia harus berusaha untuk membuat permainan para aktornya
terlihat seimbang.
Sebuah pementasan tidak hanya bertumpu pada para aktor, Budi Riyanto
juga memperhatikan elemen-elemen pendukung seperti musik, lighting, setting,
make up dan costum. Elemen-elemen pementasan ini dapat mendukung dan
mempercantik tampilan sebuah pementasan. Dalam sebuah pementasan terdapat
beberapa kru panggung yang mempersembahkan elemen-elemen pendukung
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32
digilib.uns.ac.id
tersebut kehadapan penonton. Kru panggung dan pendukung pementasan lainnya
antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Kru musik
2.
Kru setting
3.
Kru lighting
4.
Make up dan costum
Sama seperti aktor yang bermain di atas panggung, keberadaan kru dan
pendukung pementasan lainnya sangat diperlukan untuk melengkapi keutuhan
sebuah pementasan. Antara satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan karena
akan menghasilkan suatu pementasan yang tidak utuh dan kurang maksimal.
Beberapa hal tersebut yang coba di atasi oleh Budi Riyanto dengan menggunakan
gabungan dari gaya penyutradaraan Laissez Faire dan gaya penyutradaraan
Gordon Craig.
Sebagai seorang sutradara, Budi Riyanto sadar bahwa tugas yang
dilakoninya tidak mudah. Ia harus dapat membuat pementasan di atas panggung
terlihat menarik. Dalam sebuah proses pementasan, ia selalu melihat latar
belakang para aktornya. Hal ini merupakan suatu bentuk strategi untuk dapat
menentukan teknik dan gaya penyutradaraan yang akan ia terapkan pada masingmasing aktor.
Adanya keberagaman kemampuan para aktor membuat Budi Riyanto
menggunakan gaya penyutradaraan yang berbeda pada setiap aktor. Keberagaman
para aktor sebenarnya tidak hanya dilihat dari “jam terbang” yang dimilikinya
namun juga bakat yang dimiliki oleh setiap individu. Budi Riyanto menggunakan
gaya Laissez Faire dan Gordon Craig dalam gaya penyutradaraannya. Penggunaan
commit to user
33
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gaya Laissez Faire digunakan oleh Budi Riyanto kepada para aktor yang memang
sudah memiliki bakat dan “jam terbang” yang tinggi, sedangkan untuk aktor
pemula Budi Riyanto menggunakan gaya Gordon Craig, namun hal ini bukan
merupakan suatu keharusan. Budi Riyanto sangat kondisional dalam menerapkan
gaya penyutradaraan kepada para aktornya. Ada saatnya ia meminta para aktornya
untuk mencari sendiri hal-hal yang berkaitan dengan peran yang dimainkan
namun ada juga saatnya ia memberikan contoh baik dalam pendialogan, blocking,
maupun suasana yang terjadi pada suatu adegan.
Sama seperti penerapan gaya penyutradaraan terhadap aktor, Budi Riyanto
juga menerapkan hal yang sama terhadap kru pendukung pementasan. Setiap kru
pendukung pementasan hanya diberikan beberapa pengarahan tentang apa yang
harus dilakukan para kru untuk dapat memberikan sebuah tontonan yang apik.
Misal kru musik, Budi Riyanto memberikan arahan suasana pada setiap adegan
dan timing kapan musik harus masuk dan kapan harus berhenti. Budi Riyanto
memberikan kebebasan kepada kru musik untuk meramu musik yang akan
muncul dalam pementasan. Setelah kru musik menemukan beberapa alternatif
musik yang akan ditampilkan, kru musik mempresentasikan kepada Budi Riyanto,
selanjutnya diadakan diskusi untuk menentukan musik mana yang akan dipakai.
Ini tidak hanya terjadi pada kru musik tetapi juga pada kru pendukung
pementasan yang lain. Meskipun memberikan kebebasan kepada setiap krunya
untuk menyuguhkan elemen-elemen pendukung pementasan, Budi Riyanto tidak
serta merta melepas semuanya kepada kru. Pada awalnya, Budi Riyanto
memberikan kebebasan kepada para kru untuk mencari kemudian kru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
34
digilib.uns.ac.id
mempresentasikan dan mendiskusikan kepada Budi Riyanto dari diskusi tersebut
akan ditentukan mana yang akan digunakan sebagai pendukung pementasan.
Budi Riyanto menggunakan teknik penyutradaraan yang meliputi:
1.
menentukan nada dasar
2.
menentukan casting/ pemeranan
3.
latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking)
4.
tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan
tata musik)
5.
menguatkan atau melemahkan scene
6.
menciptakan aspek-aspek laku
7.
mempengaruhi jiwa pemain
8.
koordinasi.
Berikut adalah teknik yang digunakan oleh Budi Riyanto dalam proses
membuat sebuah pertunjukan:
1.
Menentukan Nada Dasar
Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” tergolong naskah realis,
naskah lakon yang cenderung lebih mengarah kepada realita kehidupan
sehari-hari pada suatu masyarakat tertentu atau lebih mengerucut pada sebuah
keluarga.
Tugas pertama sutradara ialah mencari motif yang termasuk karya
lakon yang memberi ciri kejiwaan dan selalu nampak dalam penyutradaraan.
Tugas sutradara untuk memberi ciri kejiwaan tersebut disebut menentukan
nada dasar. Nada dasar tersebut dapat bersifat menentukan dan memberikan
suasana khusus, membuat lakon gembira menjadi suatu banyolan,
commit to user
35
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan, memberikan prinsip dasar
pada lakon, ringan (Harymawan, 1993: 66).
Dari sifat nada dasar tersebut, Budi Riyanto menggunakan:
a. Menentukan dan memberikan suasana khusus
Menurut jenisnya, naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”
termasuk dalam jenis tragedi. Drama tragedi sendiri memiliki unsur duka,
sehingga penonton dibawa dalam suasana mengharu biru
yang
menyedihkan.
Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” memiliki ciri-ciri
seperti yang disebut di atas. Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”
berkisah tentang konflik dalam sebuah keluarga yang di dalamnya
menggambarkan suasana duka dan tetap berakhir dengan sebuah suasana
duka dengan peristiwa yang mengharu biru. Peristiwa itu dapat dilihat dari
beberapa dialog dari para tokoh-tokohnya. Salah satu persoalan yang
menimbulkan ketragisan tampak pada dialog Basuki.
Basuki: Aku adalah sebuah bangunan yang telah berantakan.
Tidak ada seorang pun yang bisa memasukinya lagi, karena orang
sudah tidak dapat mengenali dimana letak pintu masuk dari
bangunan itu. Tetapi aku masih merasakan bahwa masih ada
halaman belakang dari bangunan yang runtuh itu, yang ditumbuhi
jagung yang telah kau petik itu (Afrizal Malna: 14).
Tampak kondisi suasana Basuki yang mempunyai masalah dengan
psikologisnya. Ia seperti menanggung beban yang berat. Basuki merasakan
bahwa hidupnya sudah tidak berarti lagi bagaikan sebuah bangunan yang
telah berantakan. Kondisi psikologis Basuki yang berantakan itu muncul
karena sebuah konflik dalam keluarganya yang tidak pernah ada habisnya.
commit to user
36
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Suasana kesedihan yang mendalam juga tampak dalam dialog
Krima.
Krima: ...Aku pandangi ketika ia berangkat meninggalkan kita. Aku
melihat matanya membuang kebencian yang terakhir padaku.
Kebencian dan cinta, waktu itu beterbangan seperti kata-kata yang
kehilangan makna. Aku seperti tidak lagi berpijak di atas lantai.
Aku tidak lagi merasakan dunia. Waktu itu, “keluarga” hanyalah
kata-kata yang berserakan dalam kalimat-kalimat yang kacau….
(Afrizal Malna: 08).
Kondisi
suasana
yang
muncul
pada
dialog
tersebut
menggambarkan suasana kesedihan yang mendalam yang dialami Krima.
Kesedihan itu terjadi ketika Krima teringat pada masa lalunya yang
menyedihkan.
Menurut Budi Riyanto, bentuk tragedi dalam naskah lakon ini ada
pada komunikasi yang kacau yang terjadi dalam keluarga Basuki.
Komunikasi kacau tersebut disimbolkan dengan dimunculkannya televisi
ditengah-tengah kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa
dialog di bawah ini:
Basuki: Dulu aku seorang petani. Keluarga yang hidup telah
membuat seluruh alat-alat pertanianku menjadi hidup, dan selalu
membuatku bergairah untuk bekerja. Alat-alat itu menjadi bagian
dari anggota tubuhku. Tetapi setelah anak-anak mulai besar, dan
kehidupan televisi yang datang menawarkan tugas-tugas baru bagi
keluarga-keluarga di desa kami, cinta mulai menjadi persoalan
tetk bengek. Saat itulah aku merasakan peralatan-peralatan
pertanianku mulai padam dari cahaya kehidupan. Dan televisi
semakin masuk ke tengah-tengah keluarga kami, mengatur dan
menentukan sampai kepada hal-hal yang harus diputuskan oleh
keluarga kami. Setelah itu aku tak tahu lagi untuk apa aku bekerja.
Semua terasa sudah jelas, dan tak perlu lagi ada yang dikerjakan.
Tiba-tiba aku merasa telah menjadi makhluk Doni, yang tak tahu
lagi apa yang harus dikerjakan, kecuali menggunduli kepalaku. Ya
Doni adalah sebuah wabah yang diderita oleh manusia yang
kabel-kabel komunikasinya telah putus. (Afrizal Malna: 27).
commit to user
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dimunculkannya televisi yang sangat menghipnotis Basuki hingga
kehidupan sehari-hari Basuki tidak dapat dipisahkan dari Basuki. Ketika
Basuki muncul televisi juga muncul. Dengan cara itulah Budi Riyanto
memberikan sentuhan suasana yang khusus.
b. Mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan
Dalam memberikan tekanan nada tragedi, hal yang paling dasar
yang dibutuhkan adalah kemampuan para pemeran dalam penghayatan dan
peleburan dalam suasana duka. Hal lain yang dapat dimunculkan adalah
masuknya musik yang mampu melebur dan menciptakan suasana dengan
suasana kedukaan tersebut, teknik lampu juga harus dapat mendukung dan
menciptakan suasana duka tersebut. Dengan demikian nada tragedi akan
diperoleh jika aktor dapat menguasai dan mempergunakan dengan tepat
kapan dibutuhkannya suasana duka dan kapan suasana duka tersebut tidak
diperlukan.
c. Memberikan prinsip dasar pada lakon
Memberikan prinsip dasar pada lakon diperlukan untuk mendasari
pemeranan yang akan dimainkan oleh aktor. Beberapa interpretasi tentang
nada dasar tokoh-tokoh dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”
adalah sebagai berikut:
1) Basuki
Basuki adalah seorang lelaki tua yang mempunyai masalah
keluarga. Ia menguburkan anak hasil perselingkuhan istrinya di
belakang rumah. Basuki yang sudah tua sering sakit-sakitan namun ia
commit to user
38
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
selalu menolak untuk minum obat, ia lebih suka minum-minuman
keras. Basuki takut kepada Doni yang selalu mencukur rambutnya.
2) Krima
Krima adalah seorang perempuan tua yang tergolong cantik
untuk usianya yang sudah berkepala 5. Meskipun sudah bersuami,
Krima menjalin hubungan terlarang dengan seorang lelaki lain. Ia
adalah wanita yang tegar dalam menghadapi konflik-konflik yang
muncul dalam keluarganya.
3) Budi
Budi adalah anak dari pertama Krima dan Basuki yang pergi
merantau selama 15 tahun di Lorosae. Ketika ia pulang ke rumah, ia
tidak diterima baik oleh ayahnya sendiri, bahkan ia tidak dianggap
sebagai anak. Budi menuruni sifat ayahnya yang suka minumminuman keras. Budi merupakan sosok lelaki keras tetapi takut
terhadap ayahnya.
4) Doni
Doni adalah anak kedua dari Basuki dan Krima. Doni
merupakan sosok lelaki yang sangat menyukai pekerjaanya sebagai
seorang penebang pohon. Kaki kirinya pincang karena terkena gergaji
mesin. Ia selalu ingin membahagiakan dan memberikan sesuatu yang
berharga
pada
ayahnya,
namun
ayahnya
selalu
menolak
keberadaannya. Doni mereasa bahwa dirinya tidak berguna karena
kakinya yang pincang.
5) Iwan
commit to user
39
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Iwan adalah anak lelaki dari Budi. Ia ingin mencari tahu
keberadaan ayahnya yang meninggalkannya sewaktu ia kecil. Iwan
mengetahui bahwa dalam keluarga ayahnya ada sebuah rahasia yang
sengaja disembunyikan oleh Basuki.
6) Sekar
Sekar adalah kekasih Iwan yang datang dalam keluarga tersebut.
Sekar adalah seorang perempuan muda yang cantik. Budi, Doni dan
Basuki pun tertarik pada kecantikan Sekar. Sekar selalu ingin tahu
tentang masalah yang menimpa keluarga tersebut.
2.
Menentukan Casting/ pemeranan
Dalam setiap proses pementasan yang dilakukan oleh Budi
Riyanto, ia selalu menentukan casting/pemeranan dalam setiap lakon
dengan banyak pertimbangan. Ada saatnya ketika dalam pemilihan aktor,
Budi Riyanto memperhatikan situasi serta kondisi setiap anggota. Budi
Riyanto juga tidak menutup kemungkinan adanya keingginan dari setiap
anggota untuk ikut berpartisipasi dalam setiap proses pementasan yang
digarapnya.
Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ini dimainkan oleh
enam orang aktor. Pertimbangan penentuan casting yang dilakukan Budi
Riyanto didasari dari beberapa hal, yaitu kesediaan dan kedisiplinan aktor
yang ditunjuk untuk pemeranan dalam naskah lakon ini.
Kesediaan aktor
yang ditunjuk dalam proses pementasan
merupakan suatu hal yang penting dalam pemeranan. Kesediaan
ditunjuknya seorang aktor untuk memerankan tokoh yang berada dalam
commit to user
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
naskah akan sangat mempengaruhi penghayatan serta keikutsertaannya
dalam proses tersebut. Budi Riyanto tidak akan memaksakan kehendak
agar aktor yang ditunjuk menerimanya. Dalam sebuiah proses pementasan
dibutuhkan adanya kerelaan agar tercipta suasana yang kondusif dan tidak
ada unsur keterpaksaan dari setiap aktor.
Kedisiplinan merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh setiap aktor.
Setiap proses pementasan, para aktor diharuskan disiplin dalam segala hal.
Kedisiplinan setiap aktor akan menciptakan suasana yang kondusif dalam
sebuah proses, entah itu dalam latihan atau ketika berhubungan dengan
aktor yang lain. Dalam masalah kedisiplinan Budi Riyanto akan
menyerahkan koordinasi pada para aktor, misalnya dalam penentuan jam
latihan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing aktor.
Penentuan casting yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam proses
pementasan ini dilakukan dengan casting by ability, antitype casting, dan
casting to type. Menurut Harymawan, casting by ability adalah pemilihan
aktor yang didasarkan pada kecakapan yang terpandai dan terbaik, sebagai
pemeran yang penting/utama dan sukar. Antitype casting adalah pemilihan
yang bertentangan dengan watak atau fisik si pemain. Casting to type
adalah pemilihan berdasarkan pada kecocokan fisik si pemain.
(Harymawan, 1998:67).
Budi Riyanto menggunakan tiga macam dalam pemilihan casting
dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, pemilihannya adalah
sebagai berikut:
commit to user
41
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Casting by ability adalah pemilihan aktor yang didasarkan pada
kecakapan yang terpandai dan terbaik, sebagai pemeran yang
penting/utama dan sukar. Para aktor yang dipilih berdasarkan casting by
ability adalah Halfidz dan Topik. “jam terbang” yang tinggi merupakan
alasan bagi Budi Riyanto untuk memilih kedua aktor tersebut.
2) Antitype casting adalah pemilihan yang bertentangan dengan watak atau
fisik si pemain. Aktor yang dipilih berdasarkan antitype casting adalah
Corry. Dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” terdapat
tokoh Krima yang merupakan seorang ibu yang tua dan memiliki 2
orang anak dengan ciri fisik tinggi dan bertubuh indah. Krima
mempunyai watak yang tegar dalam menghadapi konflik-konflik yang
terjadi dalam keluarganya . Budi Riyanto menunjuk Corry untuk
memerankan Krima dan mengubah watak dasarnya menjadi watak
Krima.
3) Casting to type adalah pemilihan berdasarkan pada kecocokan fisik si
pemain. Para aktor yang dipilih berdasarkan casting to type adalah
Alfian,Arifin, Eni.
Berikut ini adalah hasil casting pemeran yang dilakukan oleh Budi
Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ;
Basuki : Alfian
Krima : Corry
Doni
: Halfidz
Budi
: Topik
Iwan
: Arifin
Sekar : Eni
commit to user
42
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam pementasan ini, yang termasuk aktor yang memiliki “jam
terbang” tinggi adalah Alfian, Halfidz, Topik, Arifin, sedangkan aktor
yang belum memiliki “jam terbang” tinggi adalah Eni dan Corry. Berikut
ini adalah pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing
aktor:
Alfian: Alfian bergabung dengan Teater Tesa pada tahun 2003.
Sebagai anggota Teater Tesa, ia pernah ikut dalam beberapa proses
pementasan seperti “Hanya Satu Kali” karya Galswoorty dan K.
Modelwene sebagai sipir, “ Akrasia” karya Anang adaptasi novel Fajar
Wijayanti sebagai Tyo, “Ayah Telah Berwarna Hijau” karya Afrizal
Malna sebagai ayah, “ Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna
adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Basuki.
Halfidz: bergabung dengan Teater Tesa pada 2004, ia pernah
mengikuti proses pementasan “Aum” karya Putu Wijaya sebagai menantu,
“Gulipat” karya Hanindawan sebagai kepala keamanan, “monolog Spinx
XXX” karya Ben Jon, “Metamorfosis Nol Koma” karya Mahatma Zat A
sebagai Orang 1, “ Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna
adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Doni.
Topik: Topik bergabung dengan Teater Tesa tahun 2003 dan
mengikuti beberapa proses pementasan seperti “Martir” karya M. El
Hakim sebagai setan, “ Interlude” karya Gunawan Muhammad sebagai
laki-laki, “ Sebuah Cerpen” sebagai pimpinan redaksi, “Aum” karya Putu
Wijaya sebagai Ucok, “Gulipat” karya Hanindawan sebagai monumen
commit to user
43
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesuai petunjuk, “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna
adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Budi.
Arifin: bergabung dengan Teater Tesa pada 2003, ia pernah
mengikuti beberapa pementasan seperti “Hanya Satu Kali” Galswoorty
dan K. Modelwene sebagai korban, “Sebuah Cerpen” sebagai penulis
cerpen, “Aum” karya Putu Wijaya sebagai orang udik 1, “Gulipat” karya
Hanindawan sebagai petugas keamanan 2, “Ayah Telah Berwarna Hijau”
karya Afrizal Malna sebagai Herman, “Keluarga yang Dikuburkan” karya
Afrizal Malna adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Iwan.
Eni: bergabung dengan Teater Tesa tahun 2005. Sebelumnya, ia
adalah anggota yang bekerja dibalik panggung. Pernah beberapa kali ikut
dalam proses pementasan seperti “Gulipat” karya Hanindawan sebagai
loper koran, “Pen” karya Halfidz Rizman sebagai wanita, “Ayah Telah
Berwarna Hijau” karya Afrizal Malna sebagai Susi, “Keluarga yang
Dikuburkan” karya Afrizal Malna adaptasi naskah Sam Shepard sebagai
Sekar.
Corry: bergabung pada 2006 dengan Teater Tesa. Sebelum
mengikuti proses “Keluarga yang Dikuburkan”, ia pernah mengikuti
proses pementasan “Bunglon” yang merupakan proses awal ketika ia
menjadi anggota baru.
3.
Latihan
Latihan diperlukan dalam setiap proses pementasan. Budi Riyanto
selalu meminta para aktor untuk bersungguh-sungguh dalam setiap latihan
commit to user
44
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena akan mempengaruhi apa yang nantinya akan ditampilkan di atas
panggung.
Pada saat latihan ini, Budi Riyanto menerapkan hal yang berbeda
pada beberapa aktor, namun tidak semuanya dilakukan berbeda. Untuk
latihan-latihan seperti olah vokal, olah tubuh, dan olah rasa yang dilakukan
secara bersama-sama, Budi Riyanto tidak membedakan aktor yang satu
dengan aktor yang lain. Tidak adanya perbedaan dalam latihan-latihan
tersebut karena latihan tersebut memang membutuhkan ketelatenan dan
tidak hanya digunakan pada saat proses pementasan saja.
Latihan reading dan blocking merupakan latihan-latihan yang
sudah masuk kedalam naskah lakon. Untuk latihan-latihan yang
berhubungan dengan naskah lakon, Budi Riyanto memberikan perbedaan
kepada aktor yang satu dengan yang lain dengan menggunakan Laisez
Faire dan Gordon Craig. Hal ini dilakukan Budi Riyanto agar hasil akhir
atau pementasan dapat sesuai dengan yang diharapkan.
Budi Riyanto melakukan latihan-latihan dasar seperti olah vokal,
olah tubuh, dan olah rasa. Setelah melalui tahap latihan dasar, Budi
Riyanto kemudian akan masuk kedalam naskah dengan latihan reading
dan blocking. Berikut adalah penjelasannya:
a. Olah Vokal
Vokal adalah “unsur paling utama untuk menyampaikan pikiran
dan perasaan secara verbal dari rangkaian dialog yang dihafal aktor”
(Japi Tambayong,1981:19). Vokal yang baik didapat dari latihan vokal
yang terus-menerus.
commit to user
45
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Latihan olah vokal ini bertujuan untuk mengolah suara sehingga
suara dapat menjadi lebih sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
sutradara. Suara dapat berubah sesuai dengan karakter dalam naskah
lakon. Seorang aktor juga harus dapat menyesuaikan suara dengan
ruangan pentas yang digunakan. Maksudnya adalah pentas dengan
ruangan yang terbuka akan membutuhkan kekuatan vokal yang lebih
besar daripada ruangan yang tertutup. Hal ini disebabkan karena pada
ruangan tertutup ada kemungkinan terjadi gema yang menyebabkan
terjadinya artikulasi yang kurang jelas.
Budi Riyanto sebagai seorang sutradara juga memperhatikan halhal tersebut sehingga Budi Riyanto mewajibkan para aktornya untuk
latihan vokal setiap hari. Bentuk latihan vokal yang dilakukan oleh
Budi Riyanto adalah sebagai berikut:
1) Latihan Pernapasan
Latihan pernapasan ada tiga macam, yaitu pernapasan perut,
pernapasan diafragma dan pernapasan dada. Latihan yang digunakan
oleh Budi Riyanto dalam proses ini adalah pernapasan perut ini
karena ia beranggapan bahwa kekuatan dari pernapasan berasal dari
perut.
Yang dilakukan pertama adalah menghirup napas perlahan
dan dalam melalui hidung bersamaan dengan menghirup napas
tersebut kedua tangan naik perlahan-lahan sesuai dengan hitungan
ketika menghirup napas. Ketika posisi tangan berada di atas, napas
ditahan sejenak kemudian napas dilepaskan perlahan-lahan sambil
commit to user
46
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menurunkan tangan perlahan-lahan pula. Bersamaan dengan
habisnya napas kedua tangan kembali berada di samping. Ini
dilakukan secara berulang-ulang.
2) Latihan Artikulasi Vokal
Latihan artikulasi vokal yang di gunakan Budi Riyanto dalam
proses ini ada beberapa tahap, sebagai berikut;
Tahap pertama adalah latihan getaran dalam. Mula-mula
menghirup napas secara perlahan-lahan melalui mulut, tahan
beberapa detik kemudian melepaskan sedikit demi sedikit dengan
menggetarkan pita suara dengan tidak membuka mulut sehingga
dihasilkan suara {hmmmm}. Getaran dalam ini dilakukan secara
berulang-ulang sesuai kebutuhan. Budi Riyanto biasanya meminta
para aktor untuk melakukannya selama 20-30 menit, namun hal
tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan latihan.
Tahap kedua adalah latihan getaran luar. Sama seperti getaran
dalam, menghirup napas secara perlahan-lahan melalui mulut, tahan
beberapa detik hanya saja ketika melepaskannya dilakukan dengan
menggetarkan pita suara dengan membuka mulut sehingga
menghasilkan suara {aaaaaa}. Getaran luar ini awalnya dilakukan
secara perlahan dan semakin lama semakin keras . Lama latihan
getaran luar ini sama dengan lamanya latihan getaran dalam. Getaran
dalam ini juga mempunyai beberapa bagian:
Pertama adalah melakukan getaran luar dengan pengucapan
huruf-huruf vokal {a,i,u,e,o}. Awal yang dilakukan sama, yaitu
commit to user
47
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghirup napas secara perlahan-lahan melalui mulut, tahan
beberapa detik kemudian sambil membuka mulut mengeluarkan
huruf-huruf vokal tersebut secara berurutan atau satu-satu diucapkan
hingga beberapa kali dan berganti huruf setiap beberapa kali
pengucapan.
Kedua adalah melakukan getaran luar disertai dengan
hentakan. Yang dilakukan awalnya sama dengan getaran luar namun
ketika pelepasannya dilakukan dengan menghentakan suara yang
keluar. Huruf-huruf yang dilafalkan bervariasi namun yang umum
digunakan adalah huruf-huruf vokal {a,i,u,e,o}.
b. Olah Tubuh
Olah tubuh ini dilakukan agar para aktor memiliki ketahanan fisik
yang bagus. Ketahanan fisik ini diperlukan aktor di atas panggung
karena ketika berada di atas panggung dibutuhkan energy yang besar.
Selain sebagai pembentuk ketahanan fisik, olah tubuh ini juga
dapat melatih dan menciptakan gesture serta keluwesan para aktor. Olah
tubuh ini dapat dilakukan dengan beberapa tahap:
Tahap pertama adalah Pemanasan. Pemanasan ini dilakukan pada
awal latihan. Pemanasan bertujuan untuk melemaskan sendi-sendi dan
otot-otot tubuh dan tidak terjadi kram pada saat latihan. Budi Riyanto
memilih salah satu dari aktor untuk menuntun aktor yang lain
melakukan pemanasan ringan seperti melemaskan otot-otot leher,
tangan, dan kaki.
commit to user
48
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tahap kedua adalah lari-lari kecil di tempat latihan dengan
membentuk lingkaran kecil. Semakin lama lari akan menjadi cepat dan
lingkaran yang dibentuk akan semakin membesar. Setelah melakukan
lari di tempat latihan, Budi Riyanto akan menuntun para aktor untuk
berlari mengitari kampus.
Tahap ketiga adalah latihan fisik. Dalam latihan fisik ini Budi
Riyanto meminta para aktor untuk melakukan sit up dan push up juga
beberapa gerakan lain. Ketika melakukan gerakan fisik ini Budi Riyanto
juga meminta agar para aktor untuk mengatur pernapasan dan
mengkombinasikan dengan olah vokal.
Tahap keempat adalah melakukan intensitas gerak. Intensitas
gerak ini dilakukan dengan berbagai cara. Setiap kali latihan, Budi
Riyanto akan meminta para aktor melakukan gerakan intensitas yang
berbeda-beda setiap harinya. Misalnya dengan berjalan secara perlahanlahan dari satu ujung ke ujung yang lainnya dengan menggerakkan
seluruh tubuh dengan intensitas gerak yang apik sehingga menciptakan
gerakan-gerakan seperti tarian-tarian. Intensitas gerak ini juga dapat
melatih kelenturan-kelenturan tubuh.
Tahap kelima adalah meditasi. Meditasi ini juga merupakan akhir
dari latihan olah tubuh. Dalam meditasi, para aktor berkonsentrasi dan
melemaskan tubuh serta mengingat latihan-latihan sebelumnya sebelum
ia masuk pada latihan yang selanjutnya.
commit to user
49
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Olah Rasa
Olah rasa merupakan latihan yang salah satunya bertujuan untuk
melatih kepekaan dalam proses pementasan. Sebenarnya bukan hanya
untuk melatih kepekaan ketika berada dalam proses pementasan tapi
juga dapat berfungsi sebagai latihan kepekaan terhadap lingkungan
sekitar.
Untuk sebuah proses pementasan, olah rasa ini bertujuan agar
para aktor lebih menghayati tokoh yang akan diperankan. Usaha untuk
menghayati tokoh dalam naskah ini oleh Budi Riyanto dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain observasi langsung, meditasi, dan
imajinasi oleh pemain.
Observasi langsung yang dilakukan oleh para aktor untuk
mengamati orang atau profesi orang yang akan ia perankan bukanlah
hal yang wajib dilakukan oleh setiap aktor karena tidak semua tokoh
dalam sebuah naskah lakon adalah tokoh riil. Tokoh yang ada dalam
sebuah naskah lakon dapat berupa tokoh-tokoh imajinatif pengarang
saja. Budi Riyanto meminta para aktor untuk mengamati perilaku atau
profesi orang yang akan diperankan dengan tujuan agar para aktor lebih
mengerti dunia orang-orang tersebut. Misalnya seorang aktor yang
memerankan tokoh sebagai orang tua akan mengamati gerak gerik serta
perilaku keseharian orang tua yang ada di sekitarnya. Pengamatan ini
dapat dijadikan sebagai referensi dalam melakukan gesture di atas
panggung.
commit to user
50
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Meditasi ini merupakan salah satu cara Budi Riyanto untuk
mengolah perasaan para aktor. Saat melakukan meditasi ini, Budi
Riyanto akan meminta para aktor untuk duduk bersila dan memejamkan
mata, posisi tubuh tegak namun tidak kaku. Ketika para aktor
memejamkan mata, Budi Riyanto akan memberikan gambaran setiap
tokoh satu persatu. Ia mencoba untuk membuat para aktor lebih
menyelami karakter tokoh tersebut. Dengan suasana yang tenang dan
sepi, yang terdengar adalah suara dari Budi Riyanto. Cara ini digunakan
Budi Riyanto agar apa yang ia sampaikan dapat ditangkap oleh semua
indera yang dimiliki oleh para aktor.
Imajinasi aktor merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh para
aktor untuk menciptakan karakter suatu tokoh. Imajinasi yang
dihasilkan para aktor untuk menghadirkan seorang tokoh ini tidak lepas
dari usaha Budi Riyanto yang berlaku sebagai sutradara. Gambaran
awal imajinasi tokoh yang diciptakan oleh para aktor ini kadang kala
tidak sama dengan apa yang diharapkan oleh sutradara. Ketika meditasi,
Budi Riyanto memberikan gambaran tokoh yang diperankan, di sinilah
imajinasi para aktor bermain.
d. Reading
Reading atau membaca adalah latihan yang dilakukan pada setiap
proses pementasan naskah lakon. Dengan adanya latihan reading, para
aktor dapat mengetahui apa yang tersurat dan tersirat dari naskah
tersebut. Hal ini tentu saja harus dilakukan dengan latihan reading yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51
digilib.uns.ac.id
berulang-ulang. Latihan reading ini selain dilakukan selama jam latihan
juga dapat dilakukan diluar jam latihan.
Bagi para aktor, reading yang dilakukan secara terus menerus
dapat membantunya dalam menentukan bentuk pendialogan dari tokoh
yang akan ia perankan. Seorang aktor harus dapat membuat
pendialogan yang enak di dengar dan tidak monoton. Variasi
pendialogan dapat dibangun lewat intonasi, dan tempo-tempo
pendialogan.
Setiap latihan reading, Budi Riyanto selalu mengupas naskah dan
menjelaskan maksud dari naskah tersebut yang ditangkap oleh Budi
Riyanto, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan terdapat
perpedaan pendapat antara Budi Riyanto dengan para aktor mengenai
maksud dan isi dari naskah lakon tersebut.
Dalam setiap latihan reading, Budi Riyanto memberikan
kebebasan para aktor untuk mengeksplor kepandaian aktor dalam
mengolah dialog-dialog yang terdapat dalam naskah, namun Budi
Riyanto juga memberikan contoh pendialogan atau memberikan daya
imajinasi tentang dialog tersebut. Hal ini berlaku pada aktor yang sudah
berpengalaman maupun yang belum berpengalaman. Hanya saja Budi
Riyanto memberikan pengarahan yang lebih detail pada aktor yang
belum berpengalaman.
Untuk aktor yang memiliki “jam terbang” tinggi seperti Alfian,
Halfidz, Arifin, dan Topik, Budi Riyanto menggunakan Laisez Faire.
Budi Riyanto hanya memberikan arahan yang berhubungan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52
digilib.uns.ac.id
suasana dan karakter tokoh yang dimainkan, sedangkan untuk
pendialogannya, Budi Riyanto menyerahkan kepada aktor untuk dapat
mengolah dan mencari pendialogan yang tepat.
Aktor yang belum memiliki pengalaman seperti Corry dan Eni
mendapat perhatian khusus dari Budi Riyanto. Budi Riyanto
menggunakan Gordon Craig untuk menangani kedua aktor tersebut.
Saat reading, Budi Riyanto tidak hanya memberikan arahan mengenai
karakter dan suasana yang terjadi saat dialog terjadi tapi juga
memberikan contoh dialog yang sesuai. Meskipun memberikan contoh
pendialogan secara langsung, Budi Riyanto juga tetap menerima
masukan dari aktor yang bersangkutan agar pendialogan terkesan
luwes.
e. Blocking
Blocking adalah aturan berpindah tempat dari tempat yang satu
ketempat yang lain (Japi Tambayong, 1981: 80-82). Seorang sutradara
menentukan blocking dari setiap aktor dan mengatur agar blocking yang
dilakukan tidak terkesan menjemukan.
Selain blocking, secara bersamaan sutradara menentukan pula gait
dan gesture dari aktor. Gait ini merupakan catatan dari sutradara dalam
memberikan tanda-tanda khusus pada cara berjalan dan cara bergerak
aktor. Gesture adalah gerak-gerak besar, yaitu tangan, kaki, kepala, dan
tubuh pada umumnya (Japi Tambayong, 1981: 80).
Ketika melakukan blocking, Budi Riyanto juga memberikan
arahan mengenai cara berjalan atau bergerak seorang aktor dan gesture
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53
digilib.uns.ac.id
yang harus dilakukan oleh aktor. Hal tersebut semata-mata dilakukan
agar blocking yang dilakukan aktor yang satu dan yang lain dapat
bervariasi dan tidak monoton sehingga dapat menciptakan
suasana
yang diinginkan. Gagasan sutradara dalam menentukan blocking ini
tidak lepas dari kejelian sutradara dalam menginterpretasikan dialogdialog yang ada dalam naskah lakon yang dibawakan.
Agar blocking yang dilakukan oleh aktor sesuai dengan dialog
yang diucapkan, maka proses blocking dan reading dilakukan secara
bersamaan. Proses blocking dan reading yang dilakukan ini juga dapat
memberikan gambaran bagi seorang sutradara dapat
menentukan
blocking yang tepat dan sesuai. Pengaturan blocking ini dilakukan
berulang kali dan terus menerus.
Seperti halnya dengan reading, pada saat blocking pun Budi
Riyanto memberikan perhatian yang berbeda antara aktor yang sudah
berpengalaman dan yang belum berpengalaman. Aktor seperti Alfian,
Halfidz, Arifin dan Topik, Budi Riyanto memberikan gambaran
blocking-blocking secara kasar dan meminta para aktor untuk dapat
mengatur sendiri bagaimana aktor dapat mengisi panggung agar terlihat
seimbang dan tidak ada panggung yang kosong. Gesture dan
perpindahan tempat diserahkan oleh aktor, Budi Riyanto hanya
memberikan timing kapan aktor keluar dan masuk.
Budi Riyanto memberikan contoh dan instruksi blocking secara
detail kepada Corry dan Eni. Seperti halnya dengan reading, Budi
Riyanto juga memberikan contoh secara langsung di atas panggung
commit to user
54
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seperti langkah dan arah yang harus diambil oleh Corry dan Eni saat
hendak berpindah tempat dan juga memberikan secara langsung contohcontoh gesture yang harus dilakukan.
Blocking dan adegan adalah hal yang saling membutuhkan satu
sama
lain
karena
blocking
bertujuan
untuk
membentuk
dan
memperjelas adegan. Penulis akan memberikan dan menjelaskan
blocking-blocking yang dibuat oleh Budi Riyanto dalam proses
penggarapan naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”.
Blocking 1
Basuki tidur di kursi malas. Doni masuk dengan membawa
gunting. Doni mendekati Basuki dan mencukur rambut Basuki. Pada
adegan
tersebut
Budi
Riyanto
menginstruksikan
Doni
masuk
mengendap-endap melalui sisi kanan depan panggung (pintu depan) dan
Basuki terlelap di kursi malasnya yang berada di samping kanan dalam
panggung. Setelah mendekati dan memastikan Basuki terlelap, Doni
mencukur rambut Basuki dengan hati-hati kemudian keluar melalui
pintu dapur.
Berikut gambar blocking tersebut.
commit to user
55
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar1
blocking 1
Sumber : dokumentasi teater Tesa
Blocking 2
Basuki duduk memandangi televisi sembari mengucapkan
dialognya di kursi malas. Krima masuk dari lantai atas dan turun
mendekati Basuki. Krima menuju lemari kecil disebelah kursi malas
Basuki dan menyiapkan obat-obatan. Krima menuju ke dapur dan
kembali masuk dengan membawa nampan berisi semangka. Krima
duduk di kursi yang berada di depan meja makan
(membelakangi
penonton) dan mengiris semangka. Krima berjalan menuju televisi dan
meletakkan semangka di atasnya.
commit to user
56
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut gambar blocking tersebut:
Gambar 2
blocking 2
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 3
Budi masuk melalui pintu depan membawa setumpuk jagung.
Budi Riyanto menginstruksikan tokoh Budi untuk mengisi panggung
sebelah kiri saat berdialog dengan Basuki agar panggung dapat
seimbang dengan Basuki yang berada di sebelah kanan panggung.
Berikut gambar blocking tersebut:
commit to user
57
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 3
blocking 3
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 4
Basuki di kursi malas. Budi berada di sisi kiri depan panggung.
Krima bermonolog. Krima masuk dari lantai atas. Saat menuruni
tangga, Krima berhenti sejenak di tengah tangga dengan tetap
bermonolog. Krima berjalan menuju tengah panggung. Budi Riyanto
menginstruksikan Krima untuk berhenti dan berdiri sejenak di tengah
panggung setelah itu Krima berjalan ke sisi panggung sebelah kiri.
commit to user
58
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan masih bermonolog, Krima berjalan dan mengisi panggung
sebelah kanan.
Berikut gambar blocking tersebut:
Gambar 4
blocking 4
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 5
Doni masuk melalui pintu depan membawa gergaji mesin. Ia
berjalan dengan berusaha menyembunyikan kakinya yang pincang.
Basuki yang berada di kursi malasnya memandangi Doni. Doni
melangkah masuk mendekati televisi dan mengambil irisan semangka
commit to user
59
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di atasnya. Budi yang berada di sisi panggung sebelah kiri berusaha
membersihkan kulit jagung yang berserakan. Doni memandangi Budi
dari dekat televisi kemudian keluar melalui pintu dapur. Krima yang
berdiri di sisi kanan panggung berjalan menuju pintu depan dan keluar.
Berikut gambar blocking tersebut:
Gambar 5
blocking 5
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 6
Basuki berusaha tidur di kursi malasnya. Doni masuk dari
pintu depan membawa gergaji mesin yang masih menyala dan menuju
tengah panggung. Budi Riyanto menginstruksikan Doni untuk mengisi
commit to user
60
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tengah panggung dan berdialog dengan posisi menghadap Basuki di
kursi malasnya. Basuki berteriak dan terjatuh dari kursi malasnya. Doni
yang berada di tengah panggung panik dan lari keluar melalui pintu
dapur.
Berikut gambar blocking tersebut:
Gambar 6
blocking 6
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 7
Budi berlari masuk dari pintu dapur dan membantu Basuki
bangkit dan membaringkannya di kursi malasnya. Budi duduk di kursi
commit to user
61
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebelah kanan meja makan (membelakangi Basuki). Budi berjalan
mendekati televisi dan mematikannya.
Berikut gambar blocking tersebut:
Gambar 7
blocking 7
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 8
Basuki tidur di kursi malas. Budi berada di dekat televisi. Doni
masuk dari pintu dapur membawa keranjang yang berisi tomat. Doni
berdiri di tengah panggung dengan posisi berhadapan dengan Budi yang
berada di dekat televisi. Budi dan Doni berdialog dengan berbisik. Budi
commit to user
62
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendekati Doni. Saat Doni berteriak keduanya terkejut, Budi berlari
untuk bersembunyi di dekat lemari kecil yang berada di samping kursi
malas Basuki sedangkan Doni mundur beberapa langkah dari tempatnya
berdiri. Doni kembali ke posisi semula. Budi kembali mendekati Doni
dan mengulurkan tangannya. Doni menumpahkan sekeranjang tomat
kepada Budi. Budi jongkok sambil memunguti tomat yang berserakan.
Doni keluar melalui pintu depan.
Blocking 9
Iwan dan Sekar masuk dari pintu depan. Keduanya berdiri di
depan panggung dan berdialog. Sekar mendekati meja makan dan
mengambil semangka tapi dari depan panggung Iwan melarang Sekar
mengambil semangka itu. Pada saat yang bersamaan, Budi masuk dari
pintu dapur. Setelah terjadi dialog beberapa saat, Budi keluar melalui
pintu depan. Iwan keluar mengejar Budi dan meninggalkan Sekar.
Berikut gambar blocking tersebut:
commit to user
63
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 9
blocking 9
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 10
Basuki berada di kursi malas dan bergumam. Sekar masuk
melalui pintu dapur dengan membawa secangkir kopi panas. Sekar
berdiri di belakang panggung sebelah kiri kemudian mendekati Basuki
dan saling berdialog. Sekar menuju ke dapur dan kembali masuk
dengan membawa sekeranjang sayuran. Sekar duduk di kursi sebelah
kiri meja makan, berhadapan dengan Basuki dan berdialog.
Berikut gambar blocking tersebut:
commit to user
64
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 10
blocking 10
Sumber: dokumentasi Taeter Tesa
Blocking 11
Basuki berada di kursi malas. Budi masuk melalui pintu dapur
dan berjalan menuju sebelah kiri panggung. Sekar mendekati Budi.
Budi berdialog dengan Sekar. Doni masuk melalui pintu depan
membawa gergaji mesin.
Berikut gambar blocking tersebut:
commit to user
65
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 11
blocking 11
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 12
Sekar berdiri di tengah panggung. Basuki berada di kursi
malas. Budi dan Doni mendekati sekar. Budi berdiri di belakang Sekar.
Doni dan Sekar berhadapan dan saling berdialog.
Berikut gambar blocking tersebut
commit to user
66
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 12
blocking 12
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 13
Sekar berteriak dan membelakangi penonton. Iwan berlari
masuk dari pintu dapur dan mendekati Sekar. Budi dan Doni keluar
melalui pintu dapur. Iwan dan sekar berdiri di tengah panggung. Basuki
terlelap di kursi malas.
Berikut gambar blocking tersebut
commit to user
67
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 13
blocking 13
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 14
Pada blocking ini, sutradara membangun sebuah ruangan baru.
Blocking Krima berada di tengah panggung di depan meja makan dan
berjalan mondar mandir ke kiri dan ke kanan panggung. Blocking Sekar
duduk di kursi. Posisi Sekar berada di sebelah kiri panggung. Blocking
Basuki duduk di atas kursi malas. Posisi Basuki berada di sebelah
tengah depan panggung. Blocking Iwan berdiri di belakang kursi Sekar
dengan posisi membelakangi penonton.
commit to user
68
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut gambar blocking tersebut:
Gambar 14
blocking 14
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 15
Basuki kembali pada posisi semula, yaitu di kursi malas yang
berada di sebelah kanan depan panggung. Iwan masuk melalui pintu
dapur berjalan mendekati Basuki dengan membawa irisan semangka.
Iwan duduk di kursi sebelah kiri meja makan. Budi Riyanto
menginstruksikan kepada Iwan untuk mengisi panggung saat berdialog
dengan Basuki. Iwan keluar melalui pintu dapur.
commit to user
69
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut gambar blocking tersebut:
Gambar 15
blocking 15
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 16
Pada blocking ini, Budi Riyanto menginstruksikan Basuki
untuk bangun dari kursi malasnya dan berjalan menuju tengah
panggung. Saat berdialog membacakan surat wasiat, Krima masuk dari
pinru dapur bersama seorang pendeta. Krima dan pendeta itu duduk
commit to user
70
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saling berhadapan di meja makan. Sekar dan Iwan keluar dari pintu
kamar dan duduk saling memeluk di kursi malas Basuki.
Berikut gambar blocking tersebut:
Gambar 16
blocking 16
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Blocking 17
Budi berdiri di tengah panggung. Dari arah pintu dapur Doni
masuk dan berbisik.
Berikut gambar blocking tersebut
commit to user
71
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 17
blocking 17
I
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
commit to user
72
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dokumentasi Proses Latihan.
Dokumentasi Proses Latihan “Keluarga yang Dikuburkan”
Bulan Desember 2006
Minggu I
Hari
Materi
Ket.
Senin
Reading teks berputar, belum
Untuk Casting, Pemilihan
ditentukan tokohnya.
tokoh belum ditentukan
Rabu
Reading teks berputar, belum
ditentukan tokohnya.
Kamis
Reading teks berputar, belum
ditentukan tokohnya.
Sabtu
Latihan vokal dan olah tubuh
Minggu II
Senin
Rabu
Kamis
Sabtu
Reading teks berputar, belum
ditentukan tokohnya.
Reading teks berputar, belum
ditentukan tokohnya.
Reading teks berputar, belum
ditentukan tokohnya.
Latihan vokal dan olah tubuh
Untuk Casting, Pemilihan
tokoh belum ditentukan
Minggu III
Senin
Reading teks.
Rabu
Reading teks per tokoh
Kamis
Reading teks per tokoh
Sabtu
Latihan vokal dan olah tubuh
Mulai menentukan percobaan
casting pemain secara spesifik
Menentukan casting tokoh
dengan percobaan dialog,
karakter vokal, dan pembantu
sederhana semisal gestur
tubuh.
Menentukan casting tokoh
dengan percobaan dialog,
karakter vokal, dan pembantu
sederhana semisal gestur
tubuh.
Minggu ke IV
Senin
Reading teks per tokoh
Rabu
Reading teks per tokoh
commit to user
Menentukan casting tokoh
dengan percobaan dialog,
karakter vokal, dan pembantu
sederhana semisal gestur
tubuh.
Menentukan casting tokoh
dengan percobaan dialog,
73
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kamis
Reading teks per tokoh
Sabtu
Latihan vokal dan olah tubuh
karakter vokal, dan pembantu
sederhana semisal gestur
tubuh.
Tokoh telah ditentukan:
Alfian : Basuki
Corry : Krima
Halfidz : Doni
Topik
: Budi
Arifin
: Iwan
Eni
: Sekar
Januari 2007 – Februari 2007
Minggu I – Minggu IV
Senin
Olah Vokal dan reading
Rabu
Olah Vokal, olah tubuh, olah
rasa, fisik, reading
Olah Vokal, olah tubuh, olah
rasa, fisik, reading
Kamis
Sabtu
Olah Vokal, olah tubuh, olah
rasa, fisik, reading
Maret 2007 – April 2007
Pada rentang waktu 2 bulan ini, pemain diberi tugas menghafalkan teks secara
utuh. Latihan rutin olah vokal, olah tubuh, olah rasa, dan fisik diwajibkan untuk
dijadikan latihan keseharian.
Dalam rentang waktu 2 bulan ini pemain telah menguasai teks secara utuh.
Kemampuan tubuh dan fisik telah layak dan proposional.
Pemahaman dan pendalaman akan karakter tokoh telah dikuasai (melalui latihan
observasi), baik secara fisik, gestur, pendialokan, maupun perasaan.
Mei 2007
Minggu I
Senin
Rabu
Kamis
Sabtu
Senin
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Minggu II
Bentuk garap
halaman 1 – 9.
Bentuk garap
halaman 1 – 9.
Bentuk garap
halaman 1 – 9.
Bentuk garap
halaman 1 – 9.
dan blocking
dan blocking
dan blocking
dan blocking
Masuk dalam bentuk
garap
per Bentuk garap dan blocking
commit
to user
bagian, Reading dan blocking
halaman 1 – 9.
74
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rabu
Kamis
Sabtu
Senin
Rabu
Kamis
Sabtu
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Minggu III
Bentuk garap dan blocking
halaman 1 – 9.
Bentuk garap dan blocking
halaman 1 -9
Bentuk garap dan blocking
halaman 1- 9
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Minggu IV
Bentuk garap
halaman 1 – 9
Bentuk garap
halaman 1 – 9
Bentuk garap
halaman 1 – 9
Bentuk garap
halaman 1 – 9
dan blocking
dan blocking
dan blocking
dan blocking
Senin
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking
bagian, Reading dan blocking
halaman 9 – 15
Rabu
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking
bagian, Reading dan blocking
halaman 9 – 15
Kamis
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking
bagian, Reading dan blocking
halaman 9 – 15
Sabtu
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking
bagian, Reading dan blocking
halaman 9 – 15
Catatan untuk bulan Mei: Mulai bulan Mei latihan olah Vokal, olah tubuh,
olah rasa, fisik dijadikan latihan keseharian, wajib dan sudah menjadi tanggung
jawab per individu pemain.
Sebelum latihan utama diwajibkan untuk latihan vokal dan fisik, hal ini
berlangsung hingga hari pementasan.
Juni 2007
Minggu I
Senin
Rabu
Kamis
Sabtu
Senin
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Minggu II
Bentuk garap dan
halaman 9 – 15
Bentuk garap dan
halaman 9 – 15
Bentuk garap dan
halaman 9 – 15
Bentuk garap dan
halaman 9 – 15
blocking
blocking
blocking
blocking
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking
commit
to user
bagian, Reading dan
blocking
halaman 9 – 15
75
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rabu
Kamis
Sabtu
Senin
Rabu
Kamis
Sabtu
Senin
Rabu
Kamis
Sabtu
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Minggu III
Bentuk garap dan blocking
halaman 9 – 15
Bentuk garap dan blocking
halaman 9 – 15
Bentuk garap dan blocking
halaman 9 – 15
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Minggu IV
Bentuk garap dan
halaman 15 – 26
Bentuk garap dan
halaman 15 – 26
Bentuk garap dan
halaman 15 – 26
Bentuk garap dan
halaman 15 – 26
blocking
per Bentuk garap dan
halaman 15 – 26
per Bentuk garap dan
halaman 15 – 26
per Bentuk garap dan
halaman 15 – 26
per Bentuk garap dan
halaman 15 – 26
blocking
Masuk dalam bentuk garap
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap
bagian, Reading dan blocking
blocking
blocking
blocking
blocking
blocking
blocking
Juli 2007
Minggu I
Senin
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking
bagian, Reading dan blocking
halaman 15 – 26
Rabu
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking
bagian, Reading dan blocking
halaman 15 – 26
Kamis
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking
bagian, Reading dan blocking
halaman 15 – 26
Sabtu
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking
bagian, Reading dan blocking
halaman 15 – 26
Minggu II
Senin
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
commit to user
Bentuk garap dan blocking
halaman 26 – 33
76
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rabu
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking
bagian, Reading dan blocking
halaman 26 – 33
Kamis
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Bentuk garap dan blocking
halaman 26 – 33
Sabtu
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Minggu III
Bentuk garap dan blocking
halaman 26 – 33
Senin
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Bentuk garap dan blocking
halaman 26 – 33
Rabu
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Masuk dalam bentuk garap per
bagian, Reading dan blocking
Minggu IV
Bentuk garap dan blocking
halaman 26 – 33
Bentuk garap dan blocking
halaman 26 – 33
Bentuk garap dan blocking
halaman 26 – 33
Kamis
Sabtu
Senin
Rabu
Kamis
Sabtu
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan
bagian, Reading dan blocking
halaman 26 – 33
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan
bagian, Reading dan blocking
halaman 26 – 33
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan
bagian, Reading dan blocking
halaman 26 – 33
Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan
bagian, Reading dan blocking
halaman 26 – 33
Agustus – September 2007
blocking
blocking
blocking
blocking
Elemen musik, lighting, dan properti mulai ikut masuk mengikuti latihan. Ini
juga merupakan bentuk latihan untuk kru musik, kru lighting dan kru setting
serta kru pendukung lain. Ketika musik, lighting dan properti sudah mulai masuk
mengisi ruangan, maka latihan pun menjadi lebih intens dan sudah menjadi
latihan garap secara utuh.
Oktober 2007
Pada minggu pertama dan kedua bulan oktober ini, latihan berhenti sementara
karena ada momen lebaran. Ketika adanya libur latihan ini, Budi Riyanto selalu
mengingatkan kepada para aktor untuk tetap menjaga aura latihan.
Oktober 2007 – November 2007
commit to user
77
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mulai Oktober minggu ketiga sampai November Budi Riyanto meminta semua
kru dan aktor latihan garap secara utuh, yang dimaksud di sini adalah latihan
pementasan secara keseluruhan. Semua elemen-elemen pementasan harus sudah
sesuai dengan porsinya sebagai pendukung kegiatan begitu juga aktor yang
berperan di dalamnya.
21 November 2007 pementasan “Keluarga yang Dikuburkan”
4.
Tata dan Teknik Pentas
Dalam tata dan teknik pentas ini sutradara bekerjasama dengan kru
panggung untuk menciptakan elemen-elemen pendukung yang akan
membuat pementasan menjadi suatu peristiwa teater yang utuh.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, kru panggung meliputi kru
music, kru setting, kru lighting, kru make up dan costume. Setiap kru
mempunyai
andil
dalam
menciptakan
elemen-elemen
pendukung
pementasan. Budi Riyanto menerapkan Laisez Faire untuk para kru
panggung dalam menghadirkan elemen-elemen pendukung pementasan.
Para kru panggung diminta untuk mencari sendiri apa yang sesuai dengan
yang terdapat dalam naskah, setelah mendapatkan beberapa yang dirasa
cocok semunya didiskusikan kepada Budi Riyanto dan mencari mana yang
cocok dengan maksud sutradara.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal, Budi Riyanto meminta
antara kru panggung yang satu dengan kru panggung yang lain untuk dapat
membangun suatu komunikasi agar dapat menciptakan elemen pendukung
yang harmonis. Sebagai seorang sutradara, Budi Riyanto memberikan
gambaran tentang apa yang terdapat dalam pikirannya. Gambaran pikiran
dari sutradara inilah yang harus dapat ditangkap dan dihadirkan dalam
panggung, misal ketika Budi Riyanto membayangkan tentang sebuah
commit to user
78
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rumah sederhana dengan segala bentuk perabotnya, maka kru setting harus
dapat menampilkan tata ruang dengan menangkap apa yang dimaksud
sutradara dan merealisasikan hal tersebut.
a.
Tata Ruang
Ruangan adalah suatu bentuk panggung yang di dalamnya
terdapat tempat gerak para aktor dan terdapatnya setting serta latar
yang dapat menciptakan suatu pertunjukan secara utuh. Oleh sebab
itu, tata ruang dalam pembahasan ini membahas tentang bentuk
panggung pementasan.
Budi Riyanto menempatkan aktor pada sebuah ruang sebagai
media gerak para aktor dalam berekspresi. Ruang atau panggung
pertunjukan sebisa mungkin dapat mendukung para aktor dalam
berekspresi sehingga panggung tidak menenggelamkan tokoh tapi
justru dapat membantu tokoh.
commit to user
79
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 18
tata panggung:
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Dalam pementasannya, panggung yang dibuat oleh Budi
Riyanto berukuran 1400 cm X 1100 cm. Ruangan panggung dibagi
menjadi enam bagian, yaitu ruang makan, ruang televisi, tangga, pintu
depan, pintu kamar dan pintu dapur. Ruang makan dan ruang televisi
adalah ruangan yang banyak digunakan oleh aktor “Keluarga yang
Dikuburkan” dalam melakukan gerak.
commit to user
80
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain pembagian ruang tersebut, terdapat pula propertiproperti pendukung yang dapat membuat penonton dapat mengenali
tempat terjadinya adegan, seperti adanya meja makan beserta
perlengkapannya seperti piring, gelas, tudung saji, tempat sendok,
teko air, dan mangkok-mangkok. Untuk ruang televisi terdapat
properti seperti televisi, meja televisi, kursi malas, dan lemari kayu
kecil di samping kursi malas. Di atas lemari kayu kecil itu terdapat
obat-obatan, teko air, dan gelas, sedangkan di dalam lemari kayu kecil
terdapat botol-botol minuman keras milik Basuki. Tangga yang
terdapat dalam panggung dibuat dengan menggunakan level yang
ditumpuk sedemikian rupa dan ditutupi dengan background berwarna
hitam.
Background dalam pertunjukan “Keluarga yang Dikuburkan”
ini ditempatkan sebuah kain berwarna hitam. Adapun pemilihan warna
hitam sebagai visual yang dapat menimbulkan efek menonjolnya
kehadiran tokoh di atas panggung. Selain itu, warna hitam bersifat
menyerap cahaya dan tidak memantulkannya, sehingga dapat
membantu pencahayaan menjadi bersih dan untuk menguatkan aspekaspek khusus dari pemain. Warna hitam juga merupakan warna yang
netral dalam bingkai pementasan teater. Karena pertunjukan ini
merupakan pertunjukan realis, maka tata panggung dibuat tidak
berlebihan agar sesuai dengan realitas kehidupan sehari-hari. Hal ini
terlihat dari properti-properti seperti yang disebutkan di atas serta
commit to user
81
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adanya foto keluarga dan jam dinding yang diletakkan di panggung
belakang.
Berikut
adalah
gambar
tata
ruang
“Keluarga
yang
Dikuburkan”:
Gambar 19
tata ruang
Sumber : Dokumentasi Teater Tesa
b.
Tata Lighting
Dalam sebuah peristiwa teater, tata lighting atau pencahayaan
ini bukan hanya sebagai penerangan, tapi juga mempunyai fungsifungsi lain. Menurut Herman J Waluyo, tujuan atau fungsi dari tata
lighting adalah sebagai berikut:
1) Penerangan terhadap pentas dan aktor.
2) Memberikan efek alamiah dari waktu, seperti jam, musim, cuaca,
dan suasana.
3) Membantu melukis dekor (scenery) dalam menambah nilai warna
hingga terdapat efek sinar dan bayangan.
commit
to user
4) Melambangkan maksud
dengan
memperkuat kejiwaannya.
82
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Dapat mengekspresikan mood dan atmosphere dari lakon, guna
mengungkapkan gaya dan tema lakon.
6) Mampu memberikan variasi-variasi, sehingga adegan-adegan tidak
statis (Herman. J Waluyo, 2006: 144).
Pemilihan warna lampu dalam pementasan “Keluarga yang
Dikuburkan” ini juga mendapat perhatian dari Budi Riyanto. Budi
Riyanto memberikan beberapa arahan kepada kru lighting agar dapat
memilih warna yang sesuai dengan suasana yang terjadi. Pemilihan
warna yang tepat dapat menimbulkan efek yang ingin ditonjolkan,
misal warna biru
untuk suasana yang haru atau gambaran suatu
kesedian yang mendalam.
Dalam pementasan ini Budi Riyanto juga menggunakan lampu
bohlam 100 watt yang digantungkan di atas meja makan, di atas kursi
malas Basuki dan di depan kanan panggung. Tujuan pemberian lampu
bohlam tersebut selain sebagai setting panggung dan membantu
penerangan juga merupakan menanda ruangan yang berbeda atau
sekat ruangan.
Berikut adalah gambar set lampu dalam “Keluarga yang
Dikuburkan”:
commit to user
83
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 20
Set lampu
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Pemberian lampu-lampu spesial dalam pementasan ini ada
dalam beberapa adegan seperti di bawah ini:
Pemberian lampu spesial pertama adalah adegan Basuki yang
bermonolog tentang hujan. Lampu yang digunakan adalah lampu
profile
nomor 3 dengan warna biru yang temaram. Warna biru
temaram ini dipilih untuk menyesuaikan suasana yang terkesan haru.
Lampu spesial ini digunakan oleh Basuki setiap kali ia bermonolog
tentang hujan.
commit to user
84
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 21
Set lampu spesial Basuki
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
commit to user
85
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lampu spesial berikutnya digunakan pada adegan jalan raya
yang merupakan adegan dari mimpi Basuki. Adegan ini menggunakan
lampu fresnel nomor 1 dan 4 secara bersamaan. Warna yang dipilih
oleh Budi Riyanto adalah warna netral. Warna netral yang dimaksud
di sini adalah warna natural dari cahaya tersebut tanpa menggunakan
filter warna.
Gambar 22
Set lampu jalan raya
commit to user
86
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Lampu spesial terakhir ada pada adegean terakhir ketika
Basuki membacakan surat wasiat. Lampu yang digunakan adalah
lampu profile nomor 2 dengan warna netral. Pada adegan ini tokoh
Krima dan Pendeta yang berada di meja makan disinari dengan lampu
bohlam yang menggantung di atasnya, begitu juga dengan Sekar dan
Iwan yang berada di kursi malas Basuki. Budi Riyanto yang
menginginkan Basuki yang sedang membacakan surat wasiat di
tengah panggung menjadi fokus pada adegan ini diberi lampu spesial.
commit to user
87
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 23
Set lampu surat wasiat
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
commit to user
88
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Tata Rias dan Busana
1) Tata Rias
Tata rias adalah seni menggunakan bahan kosmetika untuk
menciptakan wajah peran sesuai dengan tuntutan lakon. Fungsi
pokok dari rias adalah mengubah watak seseorang, baik dari segi
fisik, psikis, dan sosial (Herman. J Waluyo, 2006: 137).
Tata rias merupakan salah satu aspek pendukung dalam
sebuah pementasan. Tata rias seorang aktor dapat mempengaruhi
dan memperkuat mimik muka dan karakter tokoh yang di
bawakannya.
Menurut Herman J. waluyo, jenis tata rias dapat
diklasifikasikan menjadi delapan jenis rias, sebagai berikut:
a) Rias Jenis, yaitu rias yang mengubah peran. Misalnya peran
laki-laki yang diubah menjadi peran perempuan yang
memerlukan rias di berbagai bagian tubuh.
b) Rias Bangsa, yaitu rias yang mengubah kebangsaan seseorang,
misalnya orang jawa yang harus berperan sebagai orang
belanda yang ciri-ciri fisiknya berbeda.
c) Rias Usia, yaitu rias yang mengubah usia seseorang. Misalnya
orang muda yang berperan sebagai orang tua atau sebaliknya.
d) Rias Tokoh, yaitu rias yang membentuk tokoh tertentu yang
sudah memiliki ciri fisik yang harus ditiru.
commit to user
89
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Rias Watak, yaitu rias sesuai dengan watak peran. Tokoh
sombong, penjahat, dan watak peran yang lain yang dapat
meyakinkan peranannya secara fisik.
f)
Rias Temporal, yaitu rias yang membedakan waktu atau saat
tertentu, misalnya rias sehabis mandi, bangun tidur, dan lainlain.
g) Rias Aksen, yaitu rias yang hanya memberikan tekanan kepada
pelaku yang mempunyai anasir sama dengan tokoh yang
dibawakan. Misalnya seorang pemuda tampan yang berperan
sebagai pemuda tampan dengan watak, ras dan usia yang sama.
Fungsi rias hanya untuk memberikan tekanan saja.
h) Rias Lokal, yaitu rias yang ditentukan oleh tempat atau hal
yang menimpa peran saat itu. Misalnya rias di penjara, petani,
dan lain-lain.
Yang perlu diperhatikan oleh seorang perias dalam rias
teater ada tiga hal, yaitu jarak antara panggung dengan penonton,
bentuk dan ukuran anatomi peran yang dibawakan, dan sistem
lighting pentas. Jarak antara penonton dan panggung dapat menjadi
ukuran tebal tipisnya riasan yang aktor. Jarak penonton yang dekat
dengan panggung dapat membuat penonton tidak nyaman jika
riasan yang digunakan terlalu tebal begitu juga jika jarak antara
panggung dan penonton jauh. Jika jarak antara penonton dengan
panggung jauh, maka garis-garis dalam riasan dibuat lebih tegas
dan tebal namun jika jarak yang dekat antara penonton dengan
commit to user
90
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
panggung, maka garis-garis dalam riasan dibuat lebih tipis agar
terkesan lebih alami.
Sistem lighting pentas atau tata cahaya juga dapat
mempengaruhi riasan pada seorang aktor. Perias yang baik dapat
memperhitungkan efek yang dihasilkan oleh riasannya. Misalnya
efek cekung atau menonjol pada wajah ketika tersorot oleh cahaya
dengan pemberian warna dan shading yang tepat.
Dalam pementasan “Keluarga yang Dikuburkan”, yang
digunakan adalah rias usia, rias watak, dan rias aksen. Berikut
adalah deskripsi dari riasan dalam pementasan “Keluarga yang
Dikuburkan”:
a) Basuki
Usia Basuki berkisar antara 90 tahun. Aktor yang
memerankan tokoh ini adalah Alfian yang saat itu berusia
sekitar 23 tahun. Basuki adalah seorang suami, ayah, sekaligus
kakek yang mempunyai watak keras, ia suka minum-minum.
Pada riasan Basuki ini yang digunakan adalah rias usia dan rias
watak.
Dalam riasan Basuki ini rias usia ditunjukan dengan
penggunaan siwit
putih untuk membuat kesan uban di
rambutnya. Pada bagian wajah, setelah diberi riasan dasar, pada
kening diberi garis hitam dan putih untuk memberikan kerutan
dahi. Warna hitam dapat memberikan efek cekung sedangkan
warna putih yang diaplikasikan di bawah atau di atas garis hitam
commit to user
91
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan efek menonjol sehingga garis kerutan yang
dihasilkan lebih sempurna. Pada bagian mata, diberikan warna
coklat untuk menghasilkan efek mata yang sayu sesuai dengan
gaya hidupnya yang suka minum-minum. Pada alis mata diberi
warna putih, biasanya untuk bagian alis tidak menggunakan
siwit tapi menggunakan eye shadow yang berwarna putih.
Bagian tulang wajah diberi warna campuran antara hitam dan
coklat. Bagian bibir diberi warna kecoklatan dan bagian bawah
diberi warna putih. Blush on yang digunakan berwarna merah
dan diaplikasikan secara tipis-tipis pada bagian pipi agar tidak
terlihat terlalu pucat.
Gambar 24
Tata rias Basuki
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
commit to user
92
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Krima
Krima merupakan sosok seorang ibu, istri, dan nenek
yang berusia sekitar 70 tahun.
Aktor yang memerankannya
adalah Corry yang saat itu berusia 19 tahun. Krima merupakan
sosok wanita yang tegar, dan tetap terlihat menawan untuk
wanita seusianya. Riasan yang digunakan pada tokoh Krima
adalah rias usia dan watak.
Sama seperti riasan usia Basuki, pada rambut diberikan
siwit
putih untuk kesan uban. Pada dahi diberi garis-garis
kerutan, namun garis kerutan yang diaplikasikan tidak sebanyak
garis yang terdapat pada Basuki. Garis-garis dan kerutan wajah
pada Krima diaplikasikan lebih halus untuk memberikan efek
wanita tua yang masih terlihat kecantikannya. Bagian mata
diberi campuran warna coklat dan sedikit warna merah. Bagian
pipi diberi shading warna coklat. Warna merah tua digunakan
pada bibir dan bagian bawah bibir diberi warna putih. Blush on
warna orange pun digunakan agar memberikan kesan segar.
c) Budi
Budi merupakan seorang anak sekaligus bapak. Umur
Budi berkisar antara 40 tahun. Tokoh Budi diperankan oleh
Topik yang berusia 23 tahun. Jenis riasan yang digunakan
adalah riasan watak. Siwit dipulaskan tipis dan jarang-jarang
untuk memberikan kesan uban. Wajah diberi garis-garis tegas di
commit to user
93
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sekitar tulang pipi. Pemberian blush on pada bagian pipi
diberikan agar tidak terlalu pucat.
Gambar 25
Tata rias Budi
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
d) Doni
Yang digunakan untuk tokoh Doni adalah riasan watak.
Doni digambarkan sebagai seorang lelaki berusia sekitar 30
tahun. Sebagai seorang pnebang pohon, kaki Doni yang terkena
gergaji mesin menjadikannya sedikit pincang. Bagian wajah
Doni hanya diberi riasan yang lebih hitam sehingga memberikan
kesan kumal. Pada bagian tulang pipi diberi garis-garis tegas
untuk memberikan kesan karakter yang lebih kuat.
e) Iwan
Iwan digambarkan sebagai seorang pemuda berusia
antara 20 tahun. Tokoh Iwan diperankan oleh Arifin yang saat
itu berumur sama dengan Iwan. Riasan yang digunakan pada
commit to user
94
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tokoh Iwan ini adalah rias aksen. Aktor diberikan riasan yang
diaplikasikan secara tipis sehingga terkesan natural. Aktor hanya
diberi bedak dan blush on agar tidak terlihat pucat karena
tersorot oleh cahaya lampu.
Gambar 26
Tata rias Iwan
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
f) Sekar
Sama seperti Iwan, riasan yang diberikan pada Sekar
adalah rias aksen. Aktor diberikan riasan yang tanpa
menggunakan guratan-guratan. Sebagai seorang perempuan
muda yang datang dari kota, riasan pada wajah Sekar terlihat
segar dan cantik. Pemilihan warna riasan di sesuaikan dengan
usia dan warna baju yang dikenakan, misalnyacampuran warna
merah muda dan orange untuk blush on, warna merah untuk
commit to user
95
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bibir, dan eye shadow berwarna orange yang diaplikasikan tipistipis agar tidak terkesan terlalu menor.
2) Tata Busana
Tata busana juga merupakan sarana pendukung bagi aktor
ketika memainkan perannya di atas panggung. Busana yang dipakai
oleh para aktor dapat memberikan gambaran tentang status sosial,
kepribadian, maupun usia tokoh yang diperankan. Selain itu,
busana juga dapat memberikan gambaran tentang waktu kejadian
yang terdapat pada pertunjukan tersebut.
Busana yang dikenakan oleh aktor bagaimana pun
bentuknya merupakan suatu sarana yang dapat membantu aktor
untuk membantu gerak aktor di atas panggung sehingga busana
yang digunakan hendaknya tidak mengganggu keleluasaan aktor
untuk bergerak dan melakukan aktingnya.
Berdasarkan pemikiran di atas, berikut ini adalah busana
yang dikenakan oleh tiap-tiap aktor dalam pementasan “Keluarga
yang Dikuburkan”:
a) Basuki
Busana yang digunakan oleh Basuki terdiri dari sweater,
celana pendek, syal, kaos kaki, alas kaki berupa sandal jepit,
dan selimut sebagai pelengkapnya. Busana ini dipilih karena
dari peran yang dilakukan oleh aktor, Basuki merupakan
seorang tua yang sakit-sakitan karena kebiasaannya mabukmabukan. Hal tersebut dapat terlihat dari pemilihan sweater,
commit to user
96
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
syal, kaos kaki, serta selimut yang dipakai oleh aktor. Warna
yang dipilih untuk sweater dan syal Basuki adalah warnawarna tua dan pucat yaitu biru tua untuk sweater dan warna
coklat untuk syal. Pemilihan celana pendek dan sandal jepit
dilakukan karena tokoh Basuki tidak pernah keluar rumah.
Sandal jepit dan celana pendek memberikan kesan santai.
Gambar 27
Tata busana Basuki
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
b) Krima
Dalam pementasan ini, Krima melalukan pergantian
busana. Ada dua busana yang dikenakan oleh Krima yang
pertama adalah busana ketika berada di dalam rumah. Saat
berada di dalam rumah, Krima menggunakan rok panjang
berwarna hijau dan sweater dengan warna senada, alas kaki
juga menggunakan sandal jepit.
commit to user
97
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 28
Tata busana Krima 1
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Busana yang kedua adalah busana yang digunakan oleh
Krima ketika akan keluar rumah. Krima menggunakanterusan
panjang berwarna hitam dan kerudung berwarna sama.
Pemilihan warna hitam yang terkesan muram ini dipilih untuk
menggambarkan suasana yang dirasakan oleh Krima. Krima
menggunakan alas kaki berupa sandal bertumit tinggi (high
heel) dan membawa sebuah payung besar berwarna hitam.
commit to user
98
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 29
Tata busana Krima 2
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
c) Budi
Busana yang digunakan oleh Budi ada tiga busana.
Busan pertama adalah kaos putih yang ditumpuk dengan jaket
bermotif kotak-kotak (flannel), celana panjang berwarna hitam,
dan sepatu boot berwarna hitam. Busana ini digunakan setiap
kali Budi pulang ke rumah (dari bepergian).
commit to user
99
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 30
Tata busana Budi 1
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Busana kedua adalah ketika ia berada di rumah. Busana
yang dikenakan adalah kaos putih, celana hitam, dan sandal
jepit.
Gambar 31
Tata busana Budi 2
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
commit to user
100
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Busana ketiga adalah busana ketika Budi selesai mandi.
Busana yang ketiga ini hanya berupa handuk yang dililitkan
pada pinggang tanpa menggunakan alas kaki dan baju.
Gambar 32
Tata busana Budi 3
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
d) Doni
Tokoh Doni dalam pementasan ini menggunakan dua
busana. Busana pertama adalah busana yang digunakan setiap
kali Doni pulang dari bekerja. Doni menggunakan kuluk
(penutup kepala) berwarna hitam, kaos hitam yang ditumpuki
dengan kemeja hitam, celana panjang berwarna hitam, sepatu
boot berwarna hitam, dan selalu membawa gergaji mesin.
Gergaji mesin ini adalah gambaran dari pekerjaannya sebagai
penebang pohon.
commit to user
101
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 33
Tata Busana Doni 1
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Busana kedua adalah busana ketika berada di dalam
rumah. Doni menggunakan kuluk (penutup kepala) berwarna
hitam, kaos tanpa lengan berwarna hitam, celana panjang
berwarna hitam dan sepatu boot berwarna hitam. Sepatu boot
yang digunakan oleh Doni merupakan salah satu sarana
pendukung untuk lebih menonjolkan kaki kirinya yang
pincang.
commit to user
102
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 34
Tata busana Doni 2
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
e) Iwan
Busana yang digunakan oleh Iwan hanya satu dan tidak
mengalami perubahan. Iwan menggunakan kemeja biru dengan
kaos putih yang terlihat sedikit pada bagian atas, celana jeans
biru, ikat pinggang dan menggunakan sepatu kulit. pemilihan
warna-warna cerah ini bertujuan untuk menunjukkan usia
tokoh yang masih muda.
commit to user
103
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 35
Tata busana Iwan
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
f) Sekar
Pada pementasan ini tokoh Sekar menggunakan 2
busana. Pada busana yang pertama, Sekar memakai kaos
berwarna orange terang, jeans hitam, sandal selop berwarna
coklat muda. Sama seperti Iwan, Sekar menggunakan warnawarna cerah untuk menonjolkan usia mudanya.
commit to user
104
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 36
Tata Busana Sekar 1
Sumber: Dokumentasi Teater Tesa
Pada busana kedua, Sekar menggunakan kaos dan celana
yang sama seperti yang digunakan sebelumnya, namun pada
busana kedua ini, Sekar menambahkan jaket bulu tebal
berwarna coklat.
Gambar 37
Tata busana Sekar 2
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
commit to user
105
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d.
Tata Musik
Musik merupakan salah satu unsur pendukung yang digunakan
oleh Budi Riyanto untuk memeriahkan pementasan. Dapat dikatakan
bahwa dalam pementasan ini minim akan hadirnya musik sebagai
pendukung. Budi Riyanto hanya meminta kepada kru musik untuk
memberikan suara hujan yang terus menerus terdengar selama
pementasan, hujan ini tidak dihadirkan secara langsung melainkan
berasal dari rekaman, selain itu adanya suara gergaji mesin yang
dihadirkan secara langsung oleh tokoh Doni setiap kali ia akan masuk.
Televisi yang menjadi simbol penting dalam pementasan ini juga
diberi suara yang berupa potongan-potongan pembacaan berita di
televisi. Sama seperti suara hujan, potongan-potongan pembacaan
berita ini juga berasal dari sebuah rekaman. Pada akhir adegan, ketika
Basuki membacakan surat wasiat, Budi Riyanto meminta kru musik
untuk memberikan musik seriosa dengan sentuhan klasik yang
mendayu-dayu yang ditampilkan juga melalui sebuah rekaman.
Menurut Budi Riyanto, pemberian suara-suara yang muncul dalam
pementasan tersebut dapat membantu menciptakan suasana.
Pada awal adegan terdengar suara mesin gergaji mesin yang
secara langsung berasal dari gergaji mesin yang dibawa oleh Doni ke
panggung, disusul dengan jeritan Basuki. Setelah itu, suara efek hujan
muncul disepanjang pementasan.
commit to user
106
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.
Menguatkan atau Melemahkan Scene
Menurut
Harymawan,
menguatkan
atau
melemahkan
scene
merupakan suatu usaha dari seorang sutradara untuk menentukan tekanan
atau aksen pada lakon menurut pandangan sutradara tanpa mengubah naskah
(Harymawan, 1993: 76).
Hal yang ingin diangkat oleh Budi Riyanto dalam naskah lakon
“Keluarga yang Dikuburkan” ini adalah masalah komunikasi yang kacau
dalam sebuah keluarga. Televisi menjadi simbol kekacauan komunikasi
dalam keluarga Basuki.
Naskah lakon ini mengangkat dampak dari komunikasi yang kacau
dalam sebuah keluarga. Kegagalan Basuki dalam mengatur rumah tangganya
serta perselingkuhan istrinya yang membuatnya frustasi membuatnya
melupakan apapun yang pernah menjadi bagian dari dirinya. Harapanharapan kepada Budi dan Doni yang tidak tercapai membuat Krima dan
Basuki memberikan harapan kepada Toni,
meskipun Basuki menyimpan
pertanyaan besar tentang identitas Toni. Toni yang meyakini Basuki sebagai
anak hasil perselingkuhan Krima dengan lelaki lain. Disisi lain, Basuki
kecewa dengan keadaan Budi dan Doni, begitu pula Budi dan Doni yang
kecewa kepada Basuki yang tenggelam dalam kefrustasiannya kepada Krima.
Adanya sebuah rahasia yang disembunyikan oleh keluarga tersebut juga
merupakan salah satu permasalahan yang ingin diangkat Budi Riyanto.
Rahasia tersebut adalah pembunuhan yang dilakukan Basuki terhadap anak
yang diyakini Basuki adalah anak hasil perselingkuhan Krima. Aib tersebut
commit to user
107
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian disembunyikan di ladang belakang rumah yang awalnya adalah
sebuah ladang jagung.
Gambaran-gambaran kekacauan ini sengaja dikuatkan oleh Budi
Riyanto dalam setiap adegannya. Dialog-dialog yang muncul dalam setiap
adegan yang membahas tentang kekacauan tersebut sengaja dikuatkan oleh
Budi Riyanto. Penguatan ini dapat berupa penguatan secara auditif maupun
secara visual yang terdapat dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”.
Budi Riyanto selalu memperhatikan teks samping yang merupakan suatu
bagian dari naskah lakon yang dapat memberikan suatu gambaran kepada
sutradara dalam menggambarkan adegan.
Kekacauan komunikasi dalam keluarga Basuki terdapat dalam
beberapa adegan, teks samping maupun dialog seperti di bawah ini:
Pada
halaman
awal
naskah
terdapat
teks
samping
yang
menggambarkan kekacauan komunikasi Basuki dan Krima.
Televisi siang hari. Hujan turun dan itu adalah awal kata-kata
mencitakan ruang dan memainkan dirinya. Kata-kata itu jelas keluar
dari rongga-rongga kemiskinan, kekalahan, dan artifisialitas yang
berada dimana-mana, dan kata-kata lebih menciptakan benda-benda
yang sumpek ketimbang pengertian-pengertian. Ia menciptakan
sebuah teater krisis. Basuki dan Krima berada di dalamnya. Berjuang
hanya agar mulut masih bisa digerakkan, dan hanya agar tubuh
masih terasa digunakan. (Afrizal Malna: 1).
Teks samping yang dicetak tebal di atas, terlihat jelas adanya suatu
komunikasi yang macet antara Basuki dan Krima. Dalam penggarapannya,
Budi Riyanto membuat dialog-dialog antara Budi dan Basuki pada awal
adegan terdengar seperti percakapan-percakapan biasa yang normal dengan
teknik vokal yang sesuai dengan naskah. Percakapan-percakapan yang terjadi
diselingi dengan sedikit konflik-konflik keseharian mereka yang berhubungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
108
digilib.uns.ac.id
dengan keinginan Krima agar Basuki minum pil. Saat Krima yang meminta
Basuki untuk meminum pil, Krima menggunakan teknik vokal yang tinggi,
begitu juga Basuki yang membalas dialog Krima dengan vokal yang tinggi.
Konflik-konflik yang terjadi antara Basuki dan Krima ini sebenarnya bukan
merupakan suatu yang dibuat-buat. Mereka selalu mengulang-ulang konflikkonflik kecil tersebut. Mereka menganggap perdebatan tersebut sebagai
sesuatu yang wajar yang mereka lakukan sehari-hari. Hal tersebut dapat
terlihat dari dialog di bawah ini:
Krima: tentu saja hujan. Kau harus minum pil, kataku. Kalau kau tak
menjawab, aku akan turun.
Basuki: apakah sekarang kita sedang berada dalam udara?
Krima: apa kau piker udara itu adalah sebuah Balkon? Kau harus
minum pil, kataku. Kau mulai batuk-batuk lagi. Kalau kau
tak juga minum, aku akan turun.
Basuki: jangan turun!
Krima: apa?
Basuki: jangan turun!
Krima: kau harus minum pil sayang, aku tak mengerti kalau tak
minum. Satu-satunya yang masih bisa aku pahami dari
dirimu adalah kalau kau minum pil, karena kau batuk.
Selebihnya aku tak mengerti. Kau tahu apa bedanya kau
dengan orang-orang dalam televisi itu? Ialah kalau kau
minum pil. Itu lebih penting dari ajaran Kristen atau ajaran
manapun. Sakit adalah sakit, dan pil adalah satu-satunya
jawaban. Sekali kita minum pil. Kita tidak boleh berhenti,
Bas, karena batuk-batuk akan membuat kita terus-terusan
menjadi ganjil sebagai apapun. (Afrizal Malna: 2).
Konflik yang muncul antara Basuki dan Krima semakin menjadi. Komunikasi
pun menjadi semakin terlihat sangat kacau. Budi Riyanto memberikan
penekanan-penekanan dalam beberapa dialog seperti di bawah ini:
Krima: kau mau keluar hari ini?
Basuki: hujan, dan aku memang tidak suka kemana-mana.
Krima : aku hanya bertanya, hanya sebuah kalimat Tanya. Aku tak
belanja hari ini. Kalau kau butuh apa-apa, minta saja pada
Budi.
Basuki: anak itu tidakcommit
ada. to user
perpustakaan.uns.ac.id
109
digilib.uns.ac.id
Krima: ia ada didapur. Katakan saja padanya kalau kau memerlukan
sesuatu.
Basuki: ya
Krima: ia akan membantumu.
Basuki: (berteriak pada televisi) ya!
Krima: jangan berteriak, Bas, batukmu akan datang lagi. Doni akan
datang nanti sore memotong rambutmu.
Basuki: aku tak butuh potong rambut.
Krima: tidak sakit.
Basuki: tidak usah.
Krima: aku harus keluar sebentar.
Basuki: katakan pada Doni, kalau dia datang bawa gunting, aku
akan membunuhnya. Beberapa waktu yang lalu dia telah
meninggalkan aku dalam keadaan gundul. Setan!
Krima: itu bukan kesalahanku.
Basuki: kau yang menyuruhnya untuk mencukurku!
Krima: aku tidak pernah menyuru!
Basuki: ya, kau yang menyuruhnya, yang mengaturnya,
merencanakan dengan gayamu yang bodoh itu. Kau yang
merancang pakaianku seperti akan mengemas mayat. Aku
heran kenapa tidak kau sumbatkan pipa kedalam mulutku
waktu itu. Itu akan tampak bagus. Hah? Apa? Pipa! Pipa
atau apapun sama saja, dan semua itu kau lakukan ketika
aku tertidur.
Krima: kau selalu hanya bisa membeyangkan manusia dari sisisisinya yang buruk.
Basuki: bukan buruk, tetapi yang terburuk!
Krima: aku tak mau mendengarnya. Kau seperti comberan! Seharian
aku hanya mendengar kata-kata yang sama.
Basuki: lebih baik kau katakana hal itu pada Doni.
Krima: katakan saja sendiri! Dia anakmu! Seharusnya kau bisa
bicara dengan anakmu sendiri.
Basuki: tidak! Dia mencukurku ketika aku tertidur.
Krima: dia merasa bertanggungjawab.
Basuki: pada rambutku?
Krima: pada penampilanmu.
Basuki: aku berada di luar kekuasaannya, bahkan diluar kekuasaanku
sendiri. Aku telah tiada bagi siapapun. Aku telah raib,
Krima. (Afrizal Malna: 3-4).
Dari dialog di atas, Budi Riyanto menguatkan dengan memberi
penekanan pada ketakutan Basuki terhadap Doni yang selalu mencukur
rambut Basuki. Dialog-dialog Basuki yang bercetak tebal di atas merupakan
bentuk penekanan untuk lebih menguatkan adegan ini. Penekanan-penekanan
commit to user
110
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut ditandai dengan pendialogan Basuki yang terkesan marah dengan
intonasi vokal yang melengking tinggi. Ketakutan Basuki terhadap Doni
tersebut dimunculkan Budi Riyanto pada awal adegan ketika Doni masuk
dengan hati-hati dan mencukur rambut Basuki. Budi Riyanto sengaja
menampilkan adegan Doni mencukur rambut Basuki pada awal adegan
dengan tujuan agar penonton dapat menebak dan menghubungkan penyebab
ketakutan Basuki kepada Doni.
Gambar 38
Adegan Doni mencukur rambut basuki
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Selain itu, Budi Riyanto juga menguatkan adegan ini dengan
memberikan penekanan pada dialog Krima yang mengatakan bahwa Basuki
yang seharusnya dapat berbicara dengan anaknya. Dalam dialog ini, Budi
Riyanto kembali menguatkan tentang kacaunya sebuah komunikasi hingga
menyebabkan ketidakmampuan seorang ayah untuk sekedar duduk dan bicara
bersama dengan anaknya.
commit to user
111
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Krima: katakan saja sendiri! Dia anakmu! Seharusnya kau bisa
bicara dengan anakmu sendiri (Afrizal Malna: 4).
Penguatan yang dilakukan oleh Budi Riyanto juga terlihat dari suasana
yang menggambarkan adanya komunikasi yang kacau seperti pada adegan
meja makan. Pada pementasan ini, Budi Riyanto menerjemahkan teks
samping yang terdapat pada naskah seperti di bawah ini:
Budi menghilang. Dari balik kaca tampak bayang-bayang Krima.
Dalam remang-remang Krima masuk. Ia membersihkan tubuh Basuki
dari tanah. Menyalakan lampu, kemudian menyiapkan meja makan.
Membuka beberapa makanan yang dibawanya. Basuki bangun. Doni
datang. Budi datang. Seluruh pakaian mereka telah bersih. Kemudian
mereka makan bersama, tanpa berkata-kata. Lampu padam, dan
dalam gelap, meja makan berbunyi. (Afrizal Malna: 18).
Teks
samping
tersebut
diterjemahkan
Budi
Riyanto
dengan
menghadirkan suasana makan malam yang sepi. Semua keluarga berkumpul,
namun tak ada kata-kata maupun percakan yang terjadi diantara mereka.
Tidak ada komunikasi yang terjadi, semua diam. Secara visual, adegan ini
terlihat sangat sederhana namun dari sini penonton dapat merasakan adanya
sesuatu yang tidak beres dengan keluarga Basuki.
Kekecewaan Budi dan Doni akan keadaan Basuki juga merupakan hal
yang dikuatkan oleh Budi Riyanto. Dialog Doni yang memberikan kesan
kekecewaannya terhadap Basuki diberikan penekanan oleh Budi Riyanto,
seperti di bawah ini:
Aku membawa tomat ini untuk ayah, sudah sejak siang tadi aku
menyiapkannya, tetapi aku takut apapun yang aku bawa untuknya
seakan-akan tidak bernilai. Aku tak tahu apakah nilai itu terletak
pada niatan memberi, atau pada apa yang diberikan, atau pada siapa
yang memberikan. Budi, kau tak pernah tahu, sudah sering kali aku
dicekam oleh keinginan memberikan sesuatu untuk ayah, tetapi aku
tak bisa menyatakan desakan kasih sayangku itu. Dan setiap kali itu
pula, aku berlari, kembali membawa pergi apa yang aku bawa
userberlari menuju jembatan, dan aku
untuknya. Setiap kali commit
itu pulatoaku
112
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melemparkannya ke dalam sungai. Baju, pakaian hangat, cerutu
kesukaannya, atau tomat, semuanya aku lempar ke dalam sungai itu.
Aku pandangi benda-benda itu mengalir, sampai hilang dari
pandanganku, dan aku merasa sudah menyampaikannya pada ayah.
Aku sering berharap bahwa ayah lebih baik berdiri diujung sungai
itu, dan menerima nafsu kasih sayangku. Begitulah kepalanya sering
gundul ditanganku, karena aku ingin berbuat sesuatu untuknya.
Tetapi aku bukan lagi sebuah makhluk yang nyata. Ayah setiap saat
lebih dekat dengan makhluk-makhluk di dalam televisi itu. (Afrizal
Malna: 15).
Dialog Doni di atas merupakan suatu bentuk kekecewaannya terhadap
Basuki yang selalu mengabaikannya, Basuki yang hanya menghabiskan
waktunya di depan televisi dan tidak lagi menghiraukan keadaan keluarganya.
Pada adegan ini, Budi Riyanto menginstruksikan kepada aktor untuk
melakukan dialog dengan berbisik, tidak dengan vokal yang tinggi dan keras.
Dengan suara berbisik ini, suasana yang terjadi adalah suasana yang sunyi.
Adegan ini menjadi lebih menyayat dengan bentuk pendialogan yang
berbisik. Dialog berbisik tersebut diharapkan sutradara agar penonton dapat
menangkap apa yang dirasakan oleh Doni. Kekecewaan Doni yang
mendalam yang tidak bisa ia ungkapkan kepada Basuki.
Gambar 39
Adegan Doni dan Budi
commitTeater
to user
Sumber: dokumentasi
Tesa
113
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kekecewaan terhadap Basuki juga dirasakan oleh Budi. Basuki
memberikan penekanan untuk menguatkan adegan ini dengan cara lain.
Berikut ini adalah monolog Budi yang menggambarkan kekecewaannya
kepada Basuki:
….Ayahku yang tua, dengarlah puisi malam ini. Alam semesta sedang
mengucapkannya kepada kita. (Budi berjalan bolak bali membawa
tanah dengan sekop, kemudian menggurukkannya ke tubuh Basuki. ia
melakukan sambil terus berkata-kata). Kau memang tidak pernah
mati, karena kau membiarkan kata-kata mengulang dirimu sendiri.
Dan di sana kami dikuburkan. Di dalam televisi, di dalam harianharian pagi. Ayah dengarlah puisi gelap itu akan bangkit,
menjelaskan kesulitan-kesulitan yang selama ini kita hadapi. Mereka
bukan para pembunuh kata-kata. Kau jangan percaya bahwa anakanak akan merampas menit-menitmu, dan membiarkan para orang tua
mati di luar daerah waktu...(Afrizal Malna 17).
Adegan monolog ini dikuatkan dengan vokal aktor yang naik sesuai
dengan emosi Budi yang memuncak. Tanah yang Budi taruh di atas tubuh
Basuki diganti dengan tomat yang dibawa oleh Doni pada adegan
sebelumnya. Budi mengubur Basuki dengan tomat, tomat-tomat yang hendak
diberikan kepada Basuki oleh Doni sebagai lambang kasih sayang. Vokal
aktor pada awal kalimat terkesan santai dan tidak meledak-ledak, vokal
tersebut kemudian semakin tinggi ketika emosi yang dirasakan mulai
memuncak.
commit to user
114
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 40
Adegan monolog Budi
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Perselingkuhan Krima dengan lelaki lain yang menjadi penyebab
kefrustasian Basuki ini ditampilkan secara visual oleh Budi Riyanto pada
akhir pertunjukan. Pada saat Basuki membacakan surat wasiat, di belakang
panggung sebelah kanan terlihat Krima yang duduk di meja makan dengan
seorang lelaki, seorang pendeta. Krima yang duduk bersama lelaki lain di
meja makan dilemahkan oleh Budi Riyanto dengan adanya fokus lain dalam
adegan tersebut. Pencahayaan di sekitar meja makan lebih temaram.
Kemunculan Krima dan lelaki lain tersebut diharapkan Budi Riyanto dapat
ditangkap oleh penonton dan penonton dapat mengartikan maksud
kemunculan Krima dan lelaki lain. Fokus utama dalam adegan tersebut adalah
Basuki yang sedang membacakan surat wasiat.
Dalam dialog Basuki tidak terdapat dialog yang secara langsung
menyatakan perselingkuhan Krima, seperti pada dialog Basuki di bawah ini:
Jangan bawa kopi itu kemari. Sudah bertahun-tahun sejak aku tidak
commit
user
tidur lagi dengan istriku,
akutotak
pernah minum apapun yang dibuat
115
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh orang lain. Aku pernah menemukan racun di dalamnya, yang
membuatku hampir mati. (Afrizal Malna: 22).
Dialog
Basuki
tersebut
secara
tidak
langsung
menceritakan
perselingkuhan Krima dengan lelaki lain. Perselingkuhan yang kemudian
diyakini Basuki menghasilkan seorang anak bernama Toni.
Adanya sebuah rahasia pembunuhan yang disembunyikan dalam
keluarga tersebut terdapat dalam dialog Sekar dengan Budi di bawah ini:
Budi: aku mulai tak percaya dengan orang-orang di sekitarku.
Mereka semua menjadi serupa sebagai sebuah permainan
bentuk dan warna. Satu-satunya dunia yang polos, dunia
yang bisa aku percaya, dunia dimana aku bisa menyelam,
adalah anakku, Iwan. Tapi rasa kehilangan telah
menghancurkan semuanya. Dunia yang aku huni adalah
sebuah tempat yang mengambang di atas sebuah sungai yang
dangkal. Lalu jagung yang telah membuat darahku mengalir,
menarikku kembali. Aku bukan seorang pemberontak yang
bisa berdiri di atas bangunan yang telah hancur oleh
tangannya sendiri.
Sekar: Iwan juga bukan seorang pemberontak.
Budi: tapi kedatangannya akan membongkar sebuah kuburan.
Kuburan itu bernama darah keturunan. Bahwa tidak ada
seorang pun yang bisa dibunuh di sana.
(saat itu terdengar suara mesin gergaji)
Basuki: jangan tinggalkan aku sendirian lagi, Budi.
Budi: bahwa Iwan harus memelihara ibunya, ayahnya, kakeknya,
neneknya. Tali perdarahan yang panjang, yang sekarang
tidak bisa lagi menyentuh lapisan-lapisan kaca pesawat
televisi, dimana semua anak-anak direnggutnya. (Afrizal
Malna: 23-24).
Dari dialog di atas, Budi ingin mengatakan kepada Sekar bahwa ada
sebuah pembunuhan yang merupakan sebuah aib besar dalam keluarga
tersebut. “Kuburan yang bernama darah keturunan” merupakan suatu simbol
bahwa ada hasil dari perselingkuhan Krima yang merupakan aib bagi
keluarga. Adegan tersebut sebenarnya ingin dikuatkan oleh Budi Riyanto,
commit to user
116
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tetapi secara visual dan auditif terkesan lemah. Hal tersebut terjadi karena
ketika dialog, vokal dari aktor aktor tertutup suara mesin gergaji.
Gambar 41
Adegan Budi dan Sekar
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Adegan yang terjadi berikutnya adalah kedatangan Doni. Doni yang
masuk ke panggung tertarik akan kehadiran Sekar. Kehadiran Budi, Doni dan
Sekar merupakan sebuah bentuk visual akan adanya sebuah cerita diantara
ketiga orang tersebut. Adegan ini dilemahkan oleh Budi Riyanto karena
merupakan suatu penghubung cerita untuk menuju adegan berikutnya.
Ketegangan terjadi antara Budi dan Doni, Sekar ada dalam ketegangan
tersebut.
commit to user
117
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 42
Adegan Doni, Budi dan Sekar
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Adegan kemudian dikuatkan Budi Riyanto dengan kehadiran Iwan
yang secara tiba-tiba memecah ketegangan tersebut. Iwan datang dengan
mempertanyakan sesuatu, berikut adalah dialog Iwan:
Kenapa kita saling menyembunyikan sesuatu? (Afrizal Malna: 25).
commit to user
118
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 43
Adegan monolog Iwan
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Dialog Iwan ini merupakan salah satu bentuk penekanan yang ingin
dikuatkan oleh Budi Riyanto. Penguatan tersebut terlihat dari vokal Iwan
yang tinggi dan berkesan marah. Pertanyaan Iwan ini merupakan puncak dari
kegalauan
yang
dirasakan
oleh
Iwan.
Iwan
ingin
menyuarakan
kekecewaannya terhadap keluarganya, kenapa dalam keluarganya sudah tidak
ada lagi keterbukaan dan kejujuran. Komunikasi-komunikasi yang tidak
lancar antar anggota keluarga membuat banyak rahasia-rahasia terkubur.
Adegan jalan raya merupakan merupakan visualisasi dari mimpi
Basuki yang dihadirkan oleh Budi Riyanto. Bentuk garap yang berbeda
dengan adegan-adegan realis menjadi sebuah kejutan untuk penonton. Bentuk
garap yang berbeda ini merupakan suatu bentuk gambaran kekacauan
hubungan dalam keluarga. Di sini tokoh tidak saling mengenal satu sama lain.
Tokoh-tokoh ini membawa permasalahannya sendiri-sendiri. Tokoh-tokoh
commit to user
119
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
inilah yang dikuatkan oleh Budi Riyanto. Permasalahan-permasalahan yang
dibawa oleh masing-masing tokoh merupakan suatu bentuk jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam adegan-adegan sebelumnya.
Gambar 44
Adegan jalan raya
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Dialog-dialog yang merupakan jawaban ada pada dialog-dialog di
bawah ini:
Basuki: aku sudah lama tidak tidur bersama Krima, tetapi ia tetap
hamil, kemudian melahirkan anak haram, Doni.
Sekar: siapa Krima?
Basuki: istriku, yang suka menyombongkan buah dadanya.
Krima: Krima?
Basuki: ya.
Krima: namaku juga Krima.
Basuki: kau juga suka berzinah?
Krima: aku seorang wanita saja.
Basuki: Dulu aku seorang petani. Keluarga yang hidup telah
membuat seluruh alat-alat pertanianku menjadi hidup, dan
selalu membuatku bergairah untuk bekerja. Alat-alat itu
menjadi bagian dari anggota tubuhku. Tetapi setelah anakanak mulai besar, dan kehidupan televisi yang datang
menawarkan tugas-tugas baru bagi keluarga-keluarga di
commit
to user
desa kami, cinta
mulai
menjadi persoalan tetek bengek. Saat
120
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itulah aku merasakan peralatan-peralatan pertanianku mulai
padam dari cahaya kehidupan. Dan televisi semakin masuk
ke tengah-tengah keluarga kami, mengatur dan menentukan
sampai kepada hal-hal yang harus diputuskan oleh keluarga
kami. Setelah itu aku tak tahu lagi untuk apa aku bekerja.
Semua terasa sudah jelas, dan tak perlu lagi ada yang
dikerjakan. Tiba-tiba aku merasa telah menjadi makhluk
Doni, yang tak tahu lagi apa yang harus dikerjakan, kecuali
menggunduli kepalaku. Ya Doni adalah sebuah wabah yang
diderita oleh manusia yang kabel-kabel komunikasinya telah
putus (Afrizal Malna: 27-28).
Bangunnya Basuki dari tidur memperjelas adegan jalan raya. Basuki
kemudian berdialog dengan dirinya sendiri:
Sudah malam begini, seharusnya Krima sudah pulang. Sudah lama
aku tak pernah lagi merasa menunggu Krima, tetapi malam ini aku
seperti sedang berada dalam penantian yang tanpa tepi. Malam
seperti tak henti-hentinya, tetapi kami masing-masing sudah tak
berani lagi saling menunjukkan diri (Afrizal Malna: 30).
Dialog Basuki tersebut merupakan suatu dampak dari komunikasi
yang kacau. Tidak adanya komunikasi antara Basuki dan Krima membuat
keduanya merasa asing satu sama lain.
Dialog antara Basuki dan Iwan juga merupakan sebuah jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan Iwan. Adegan ini meskipun terlihat datar, namun
terdapat dialog-dialog yang diberi penekanan, dan penekanan-penekanan ini
yang membuat Budi Riyanto menguatkan adegan ini. berikut adalah dialog
antara Basuki dan Iwan:
Basuki: di situlah Doni mengkudeta dirinya sendiri. Tetapi kenapa
kau mencari Budi?
Iwan: aku memerlukan medium keluarga untuk menyatakan duniaku.
Aku tak punya medium. Kita semua telah kehilangan medium
untuk mengucapkan dunia kita sendiri. Medium kita telah
porak-poranda, tidak lagi memiliki kekuatan daya ucapnya.
Kita hanya kerangka-kerangka dari sebuah bingkai yang
telah tiada. Itulah yang membuatku sampai di tempat ini
commit
(Afrizal Malna:
31). to user
121
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dialog Iwan tersebut menjadi suatu hal yang dikuatkan oleh Budi
Riyanto. Dialog yang diucapkan Iwan dengan vokal yang normal dan tidak
over ini membuat inti dialog yang diharapkan dapat diterima baik oleh
penonton.
Gambar 45
Adegan Iwan dan Basuki
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
Pada adegan Basuki membaca surat wasiat, yang ingin dikuatkan oleh
Budi Riyanto adalah tokoh Basuki yang membaca surat wasiat di tengahtengah panggung. Penguatan tokoh Basuki ini terlihat dari lampu fokus yang
meneranginya, meskipun dibelakang Basuki ada tokoh lain yang dimunculkan
dalam adegan ini. Suasana yang ingin dimunculkan Budi Riyanto adalah
suasana haru dan sendu. Suasana ini kemudian dikuatkan dengan suara
nyanyian seriosa klasik. Vokal Basuki yang tinggi berbaur dengan nyanyian
seriosa klasik terdengar sangat kontras. Tokoh Basuki yang ingin dikuatkan
oleh Budi Riyanto, berdiri di tengah panggung disinari dengan pencahayaan
commit
to user
yang temaram dari lampu profile
nomor
2 yang berwarna netral.
122
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 46
Adegan monolog Basuki
Sumber: dokumentasi Teater Tesa
6.
Menciptakan Aspek-Aspek Laku
Menciptakan aspek-aspek laku adalah cara seorang sutradara dalam
memberikan saran dan masukan kepada para aktor agar mereka dapat lebih
menciptakan suatu akting-akting yang tidak terdapat dalam suatu naskah
lakon yang biasanya disebut sebagai laku simbolik atau akting kreatif. Akting
kreatif ini diciptakan aktor untuk memperkaya suatu permainan dan membuat
penonton lebih jelas dengan kondisi batin yang ingin disampaikan aktor.
Dalam konsep penyutradaraan oleh Budi Riyanto, akting kreatif ini
merupakan gabungan dari dua macam gaya, yaitu gaya Laissez Faire dan
gaya Gordon Craig.
Budi Riyanto memberikan kesempatan dan kebebasan bagi para aktor
yang memang sanggup dan sudah memiliki “jam terbang” yang tinggi untuk
dapat mengeksplor permainan dan menciptakan akting kreatif, namun tentu
saja akting kreatif ini tidak boleh keluar dari kerangka tokoh yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
123
digilib.uns.ac.id
diperankannya. Untuk aktor pemula, Budi Riyanto memang lebih ketat dalam
mengarahkan dan membentuk karakter tokoh yang diperankannya.
Dengan penggabungan dua macam gaya, Budi Riyanto mengharapkan
para aktor dapat memberikan suatu tontonan yang sesuai dengan alur cerita
yang utuh.
Dalam menciptakan aspek-aspek laku ini, Budi Riyanto memberikan
gambaran karakter tokoh-tokoh yang terdapat dalam naskah lakon, antara lain
tokoh Iwan dan Sekar yang merupakan pasangan kekasih. Budi Riyanto
mengambarkan Iwan dan Sekar sebagai pasangan kekasih yang harus terlihat
mesra dan saling melindungi . Untuk menciptakan suasana yang romantis
dengan lebih detail, Budi Riyanto menggunakan Laissez Faire yang memang
memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada aktor untuk berimprovisasi.
Gaya Gordon Craig digunakan oleh Budi Riyanto pada tokoh-tokoh
yang memiliki karakter dan dialog-dialog yang cenderung lebih serius seperti
tokoh Basuki. Hal ini digunakan oleh Budi Riyanto agar tokoh-tokoh tersebut
tidak keluar dari kerangkanya dan juga tidak keluar dari alur cerita.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menciptakan
aspek-aspek laku ini tidak hanya dilihat dari kemampuan aktor memerankan
tokoh, tetapi Budi Riyanto juga memperhatikan karakter-karakter dari tokoh
yang diperankan. Budi Riyanto menerapkan Gordon Craig untuk tokoh-tokoh
yang cenderung lebih serius, seperti Basuki. Meskipun aktor yang
memerankan tokoh Basuki tergolong aktor yang sudah berpengalaman, Budi
Riyanto tetap memberikan rambu-rambu kepada aktor agar tidak keluar dari
kerangka. Hal yang dilakukan Budi Riyanto adalah dengan selalu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
124
digilib.uns.ac.id
mengadakan diskusi-diskusi dalam setiap jeda latihan. Dalam diskusi
tersebut, selain memberikan gambaran karakter tokoh dengan jelas. Budi
Riyanto juga memberikan detail-detail yang dapat menambah kekayaan aktor
dalam memahami tokoh, seperti perasaan tokoh pada saat adegan-adegan
tertentu.
7.
Mempengaruhi Jiwa Pemain
Seorang sutradara tidak hanya bertugas untuk membuat sebuah
pertunjukan yang dapat membekas pada penonton setelah melihat dan
menikmati pertunjukan. Kemampuan sutradara dalam mempengaruhi jiwa
setiap aktornya juga merupakan hal yang penting bagi seorang sutradara.
Sutradara yang dapat mempengaruhi jiwa aktornya akan lebih mudah dalam
mengarahkan aktornya untuk menjadi tokoh yang dikehendaki oleh sutradara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap proses, ada beberapa aktor
yang sulit untuk menterjemahkan bahasa naskah kedalam permainan dan
menjadi seperti tokoh dalam naskah seperti yang diharapkan oleh sutradara.
Di sinilah kemampuan seorang sutradara dalam mempengaruhi jiwa setiap
aktornya diperlukan.
Harymawan berpendapat, bahwa ada dua cara yang digunakan
sutradara untuk mempengaruhi pemain, yaitu dengan menjelaskan (sutradara
sebagai interpreatator) dan dengan memberi contoh (sutradara sebagai
kreator) (Harymawan, 1993: 78). Budi Riyanto menggunakan penggabungan
cara yang dikemukakan oleh oleh Harymawan. Penggabungan cara tersebut
karena adanya aktor yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
mendalami tokoh yang diperankannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
125
digilib.uns.ac.id
Mempengaruhi jiwa aktor di sini bukan hanya dilakukan agar aktor
dapat mengikuti permainan dan menjadi tokoh dalam naskah lakon tersebut
tapi juga mempersiapkan kesiapan mental dari aktor dalam menghadapi
penonton yang menyaksikan pertunjukan. Kesiapan mental ini perlu
dipersiapkan agar tidak terjadi demam panggung atau kepanikan dari aktor
ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pertunjukan terjadi.
Dalam penggabungan cara tersebut, beberapa hal dilakukan oleh Budi
Riyanto yang pertama adalah observasi. Observasi ini bertujuan untuk
melihat secara langsung hal-hal yang berkaitan dengan tokoh yang hendak
diperankan. Misal tokoh Doni yang kakinya pincang sebelah karena gergaji
mesin, aktor diminta untuk mengamati orang-orang yang berkaki pincang.
Tidak hanya sekedar mengamati, aktor juga sebisa mungkin merasa menjadi
seperti orang yang berkaki pincang. Hal tersebut bertujuan agar aktor dapat
mempunyai kepekaan sebagai orang cacat dan hal tersebut akan dapat dilihat
oleh penonton saat tokoh tersebut muncul di atas panggung.
Setelah melakukan observasi, Budi Riyanto mengadakan diskusi
bersama untuk mengetahui apa yang telah didapat oleh aktor dalam observasi
tersebut. Dari diskusi ini, Budi Riyanto dapat mengetahui seberapa jauh aktor
mengenal tokoh yang diperankan.
Aktor-aktor yang sudah berpengalaman akan lebih mudah mendalami
karakter dari tokoh yang dimainkan. Dalam hal ini Budi Riyanto sebagai
sutradara bertindak sebagai interpretator. Untuk menghadapi aktor yang
sudah berpengalaman, Budi Riyanto hanya menjelaskan kepada aktor tentang
tokoh yang akan diperankan, sedangkan untuk aktor-aktor yang belum
commit to user
126
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berpengalaman, sutradara bertindak sebagai kreator. Dalam hal ini, sutradara
memberikan contoh kepada aktor tentang tokoh yang akan diperankan.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, menggabungan cara yang dilakukan
Budi Riyanto ini berhubungan dengan adanya perbedaan kemampuan dari
masing-masing aktor.
Untuk mempersiapkan mental para aktor dalam menghadapi hal-hal
yang berkaitan dengan pementasan maupun hal-hal diluar pementasan, Budi
Riyanto lebih sering mendekati aktor secara individu dan sering mengajak
untuk berdiskusi.
Latihan-latihan seperti meditasi dan latihan kepekaan terhadap hal-hal
di sekitar juga merupakan salah satu cara dari Budi Riyanto untuk
mempersiapkan mental aktor.
Sama
seperti
sebelumnya,
untuk
aktor-aktor
yang
sudah
berpengalaman, Budi Riyanto menggunakan Laisez Faire. Laisez Faire di sini
digunakan pada saat aktor yang bersangkutan dirasa mampu untuk
mengendalikan diri untuk mempersiapkan hal-hal yang berhubungan dengan
pementasan maupun hal-hal diluar pementasan. Aktor-aktor yang sudah
berpengalaman biasanya lebih bisa memposisikan dirinya ketika mereka
mengikuti suatu proses pementasan, sehingga sutradara memiliki dan
menaruh kepercayaan kepada aktor untuk mengatur dan memposisikan
dirinya sendiri.
Meskipun aktor yang belum memiliki cukup pengalaman juga dapat
memposisikan dirinya ketika mengikuti proses pementasan, namun Budi
Riyanto tetap memberikan perhatian lebih dan lebih sering memberikan
commit to user
127
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
arahan-arahan kepada aktor tentang hal-hal yang berhubungan dengan
pementasan maupun diluar pementasan. Di sini Budi Riyanto tetap
menggunakan Gordon Craig untuk memberikan petunjuk kepada aktor.
8.
Koordinasi
Sebagai seorang sutradara, ia harus dapat berkoordinasi tidak hanya
dengan aktor, tapi harus dapat berkoordinasi dengan semua hal yang
berhubungan dengan seluruh aspek pendukung pementasan. Sutradara
terhubung dengan naskah, aktor, kru panggung (kru setting, kru lighting, kru
musik, kru make up dan costum), tim produksi pementasan dan para penikmat
pertunjukan itu sendiri atau penonton.
Budi Riyanto sebagai seorang sutradara senantiasa berkoordinasi
dengan semua hal yang berhubungan dengan suatu proses pementasan. Budi
Riyanto
memilih
naskah
lakon
“Keluarga
yang
Dikuburkan”
dan
menuangkannya dalam suatu bentuk garap. Memilih dan melatih para aktor
agar dapat membawakan tokoh-tokoh dalam naskah lakon tersebut.
Mengkoordinasi kru panggung untuk menciptakan suatu pertunjukan yang
utuh. Berkoordinasi dengan tim produksi agar dapat mengadakan suatu
pertunjukan yang dapat dipertunjukkan dan dinikmati oleh penonton.
Mengkoordinasi para penonton sebagai penikmat pertunjukan untuk dapat
menikmati pertunjukkan dan dapat memberikan kesan kepada para penonton
setelah selesainya pertunjukkan.
Koordinasi yang dilakukan oleh Budi Riyanto mencakup semua hal
yang terkait dengan proses pertunjukan. Sebagai orang yang paling
bertanggung jawab atas sebuah pertunjukan, Budi Riyanto mengkoordinasi
commit to user
128
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hal-hal tersebut dan sebisa mungkin dapat memberikan sesuatu yang tidak
hanya sekedar suatu proses pertunjukan tapi juga dapat menjadi suatu hal
yang dapat direnungkan.
Bentuk
koordinasi
yang
dilakukan
Budi
Riyanto
dalam
mengkoordinasi aktor serta kru panggung secara detail sudah dijelaskan
dalam sub bab latihan dan sub bab tata teknik dan pentas. Sedangkan
koordinasi yang dilakukan Budi Riyanto dengan tim produksi dilakukan
dengan berbagai cara, namun Budi Riyanto lebih sering membuat sebuah
forum diskusi untuk membuat suatu keputusan. Forum diskusi yang dipilih
oleh Budi Riyanto ini juga merupakan suatu bentuk latihan bagi masingmasing individu yang terlibat dalam proses pementasan ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai
berikut:
Teknik penyutradaraan yang digunakan Budi Riyanto dalam mengangkat
naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, meliputi menentukan nada dasar,
menentukan casting/ pemeranan, latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah
rasa, reading, blocking), tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata
rias dan busana, dan tata musik), menguatkan atau melemahkan scene,
menciptakan aspek-aspek laku, mempengaruhi jiwa pemain, koordinasi.
Budi Riyanto mencoba mengangkat naskah lakon “Keluarga yang
Dikuburkan” yang diadaptasi bebas dari “The Buried Child” karya Sam Shepard.
Naskah lakon ini menceritakan berbagai masalah yang dialami oleh sebuah
keluarga karena adanya kekacauan komunikasi. Budi Riyanto menggabungkan
konsep realis dan bentuk-bentuk simbolis dengan tujuan mempermudah
interpretasi penonton.
Pementasan ini diperankan oleh enam orang aktor. Aktor yang ikut dalam
proses pementasan ini gabungan dari aktor yang sudah lama ikut berproses
bersama Teater Tesa maupun baru mengikuti proses pementasan. Setiap aktor
memiliki latar belakang yang berbeda dan kemampuan yang berbeda-beda dalam
commit to user
menangkap maksud dari naskah lakon tersebut. Untuk menghindari adanya
129
130
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketidakseimbangan
permainan,
Budi
Riyanto
menggabungkan
gaya
penyutradaraan Gordon Craig dan Laisses Faire.
Gaya penyutradaraan Gordon Craig merupakan gaya penyutradaraan yang
mutlak, semua ide dan gagasan dari sutradara harus dilakukan oleh para aktor.
Gaya penyutradaraan Laisez Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang
memberikan kebebasan para aktor untuk lebih mengekspresikan diri. Budi
Riyanto menerapkan gaya Gordon Craig untuk aktor-aktor yang belum memiliki
“jam terbang” tinggi, sedangkan gaya Laisses Faire diterapkan pada aktor yang
memiliki “jam terbang” tinggi. “Jam terbang” setiap aktor ditentukan dari
lamanya ia bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering ia ikut dalam
setiap proses pementasan yang diadakan oleh Teater Tesa. Gaya penyutradaraan
ini tidak hanya berlaku pada aktor saja tapi juga diterapkan Budi Riyanto terhadap
kru-kru pementasan yang membantu terciptanya sebuah pementasan yang apik.
Meskipun menggunakan penggabungan gaya Gordon Craig dan Laisses Faire,
Budi Riyanto juga mengadakan diskusi-diskusi dalam setiap kesempatan. Dari
diskusi-diskusi ini dapat dilihat bahwa Budi Riyanto tidak selalu memaksakan
kehendak (diktator). Budi Riyanto bersedia mendengarkan masukan dari orang
lain, meskipun tidak semua masukan ia terima dengan berbagai pertimbangan.
B. Saran
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji teknik penyutradaraan Budi Riyanto
terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”. Penelitian ini menggunakan
pendekatan penyutradaraan sebagai sebuah alternatif penelitian, sehingga masih
ada kemungkinan lain bagi penulis
laintountuk
commit
user mengadakan penelitian dengan
131
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendekatan maupun metode yang berbeda. Penelitian menggunakan metode
maupun pendekatan yang berbeda ini diharapkan dapat memperkaya penelitian
sastra dalam bidang drama.
commit to user
Download