perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun oleh CORRY AGUSTIN. AM C0206013 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA Disusun oleh CORRY AGUSTIN. AM C0206013 Telah disetujui oleh pembimbing Pembimbing Drs. Hanindawan NIP 195912041991031002 Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag. commit to user NIP 196206101989031001 ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA Disusun oleh CORRY AGUSTIN. AM C0206013 Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada tanggal………………….. Jabatan Nama Tanda Tangan 1. Ketua Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag NIP 196206101989031001 2. Sekretaris Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum NIP 196412311994032005 3. Penguji I Drs. Hanindawan NIP 195912041991031002 4. Penguji II Dra. Murtini, M. S. NIP 195707141983032001 Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Drs. Sudarno, M.A. NIP 195303141985061001 commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Nama : Corry Agustin. AM NIM : C0206013 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon “keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuat oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut. Surakarta, Agustus 2010 Yang membuat pernyataan Corry Agustin. AM commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTTO · Hidup bukan untuk mengeluh dan mengaduh (W.S Rendra) · Keberhasilan adalah kemampuan untuk tegak berdiri setelah terjatuh. · Kata “berhasil” yang muncul sebelum kata “kerja keras” hanya ada dalam kamus. commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Karya ini, penulis persembahkan untuk: Bapak dan Ibu (Almh.) yang telah memberikan kehidupan bagiku. Adikku, Asnia tempatku berbagi. Lelakiku commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan bagi hamba-Nya sehingga skripsi berjudul Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon “Keluarga yang Dikuburkan” Karya Afrizal Malna bisa diselesaikan meskipun ada halangan dan rintangan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 2. Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag selaku ketua jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 3. Drs. Hanindawan selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini, yang dengan sabar dan bijak memberi bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat selesai. 4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta pada umumnya yang telah memberikan ilmu kepada commit to user skripsi ini. penulis sehingga bermanfaat dalam menyusun vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5. Segenap staf perpustakaan dan tata usaha yang telah membantu penulis dalam melengkapi syarat-syarat ujian skripsi untuk menjadi sarjana sastra. 6. Segenap staf perpustakaan pusat Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Budi “Bodot” Riyanto, terimakasih atas kesediannya memberikan beberapa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan naskah “Keluarga yang Dikuburkan” 8. Keluarga di rumah, bapak, ibu (Almh.), dan adik “gendut” Asnia atas doa dan dorongannya. 9. Lelakiku, yang menemani setiap hari dan dengan sabar menghadapi perempuan manja (Elang Firdaus Rahayu Kurniawan, akan tiba saatnya nanti ada). 10. Teman-teman Sasindo 2006, teman-teman seperjuangan yang telah memberikan sesuatu untuk dikenang, Rike, Toto, Lia, Brigita, Dimmy, Apin, Dian, Yuyun, Hafidz, Ina, Nurul, Tiara, Ririn, Rohmah, Mila, Wendi “Babe”, Farida, Taqwa, Yan-yan, Adit, Aji, Amel, Ayum, Toni, Widya, dan temanteman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan semangat dan dorongan agar diselesaikannya skripsi ini. 11. Teater Tesa, rumah kedua yang telah membuat banyak kenangan. Ayot, Mama, Gondes, Mas Uli, Mas Andri, Jambrong, Adis, Bre, Fina “Kencit’, Suryo, Pakdhe, Dewinta, Desi, Kiki, Mbak Atha, terimakasih atas celoteh kalian setiap hari. Tak lupa para sesepuh Tesa Mas Ma, Pak Bas, Kung Tabah, Lek Bodot, Mas Janta, Mbak Frides, Mbak Amee, Mbak Wiwin, Mas Pele, Mas Kencot, Mas Didit, Mbak Fitri, mas Alfian yang dengan setia mengikuti commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan mendampingi perjalanan hidup Tesa, serta semua keluarga besar Teater Tesa yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. 12. Keluarga besar Mbah Abu, Bulik Ut, Budhe Sri, Pakde Mukhsin, Mas Nur, Mas Iqbal, Mbak Norma dan Raihan kecil, terimakasih untuk terus mengingatkan menyelesaikan skripsi ini dan pesan-pesan untuk hari esok. 13. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih penuh dengan kelemahan dan kekurangan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa sastra pada khususnya. Surakarta, Agustus 2010 Penulis commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN............................................................... iv HALAMAN MOTTO............................................................................ v HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................ vi KATA PENGANTAR............................................................................ vii DAFTAR ISI........................................................................................... x DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xiii ABSTRAK............................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 A Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 B Pembatasan Masalah ............................................................. 6 C Rumusan Masalah................................................................. 6 D Tujuan Penelitian................................................................... 7 E Manfaat Penelitian................................................................. 7 F Sistematika Penulisan........................................................... 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR....................... 10 commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id A Penelitian Terdahulu…..….................................................. 10 B Kajian Pustaka…..……………………………………… 12 C Kerangka Pikir................................................................... 23 BAB III METODE PENELITIAN....................................................... 25 A. Metode Penelitian................................................................. 25 B. Objek Penelitian ................................................................. 25 C. Sumber Data dan Data …………......................................... 26 D. Teknik Pengumpulan Data................................................... 26 E. Teknik Analisis Data.............................................................. 27 BAB IV ANALISIS............................................................................. 29 Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto................................. 29 a. Menentukan Nada Dasar………………………....... 34 b. Menentukan Casting/Pemeranan………………....... 39 c. Latihan……………………………………..………... 43 d. Tata dan Teknik Pentas……………………………... 77 e. Menguatkan atau Melemahkan Scene………………. 106 f. Menciptakan Aspek Laku………………………..…. 122 g. Mempengaruhi Jiwa Pemain………………………… 124 h. Koordinasi…………………………………………… 127 BAB V PENUTUP............................................................................... 129 A. Simpulan.............................................................................. 129 B. Saran................................................................................... 130 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... commit to user 132 xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id LAMPIRAN........................................................................................ A. Wawancara……………………….................................... 134 B. Pamflet Pertunjukan…………………………………….. 137 C. Biografi Sutradara............................................................... 138 D. Artikel Pendukung.............................................................. 140 E. Biografi Teater Tesa………………………………..……... 141 F. Naskah “Keluarga yang Dikuburkan”…………………… 144 commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar blocking 1……………………………………………….. 55 Gambar blocking 2………………………………………………… 56 Gambar blocking 3………………………………………………… 57 Gambar blocking 4………………………………………………… 58 Gambar blocking 5………………………………………………… 59 Gambar blocking 6………………………………………………… 60 Gambar blocking 7………………………………………………… 61 Gambar blocking 9…………………………………………………. 63 Gambar blocking 10……………………………………………….. 64 Gambar blocking 11………………………………………………… 65 Gambar blocking 12………………………………………………… 66 Gambar blocking 13……………………………………………….. 67 Gambar blocking 14………………………………………………… 68 Gambar blocking 15…………………………………………………. 69 Gambar blocking 16…………………………………………………. commit to user 70 xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar blocking 17………………………………………………... 71 Gambar tata panggung ……………………………………………… 79 Gambar tata ruang…………………………………………………… 81 Gambar set lampu…………………………………………………… 83 Gambar set lampu spesial Basuki………………………………………… 84 Gambar set lampu jalan raya………………………………………… 86 Gambar set lampu surat wasiat……………………………………… 87 Gambar tata rias Basuki…………………………………………….. 91 Gambar tata rias Budi ………………………………………………. 93 Gambar tata rias Iwan ……………………………………………… 94 Gambar tata busana Basuki…………………………………............ 96 Gambar tata busana Krima 1………………………………………. 97 Gambar tata busana Krima 2………………………………………. 98 Gambar tata busana Budi 1.………………………………………… 99 Gambar tata busana Budi 2…………………………………………... 99 Gambar tata busana Budi 3…………………………………………… 100 Gambar tata busana Doni 1.………………………………………… 101 Gambar tata busana Doni 2…………………………………………. commit to user 102 xiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar tata busana Iwan……………………………………………. 103 Gambar tata busana Sekar 1…………………………………………… 104 Gambar tata busana Sekar 2…………………………………………….. 104 Gambar adegan Doni mencukur rambut Basuki…………………… 110 Gambar adegan Doni dan Budi……………………………………………. 112 Gambar adegan monolog Budi……………………………………… 114 Gambar adegan Budi dan Sekar………….…………………………. 116 Gambar adegan Doni, Budi dan Sekar……………………………… 117 Gambar adegan monolog Iwan…………………………………………… 118 Gambar adegan jalan raya………….……………………………….. 119 Gambar adegan Iwan dan Basuki……………………………………… 121 Gambar adegan monolog Basuki…………………………………….. 121 commit to user xv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Corry Agustin AM. C0206013. 2010. Teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” Karya Afrizal Malna. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini membahas bagaimana teknik penyutradaran Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna? Tujuan penelitian ini adalah untuk Mendeskripsikan teknik-teknik penyutradaraan Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal Malna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah proses penyutradaraan dari awal hingga pertunjukan naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” karya Sam Shepard. Adapun data untuk penelitian ini adalah teknik-teknik yang dilakukan oleh Budi Riyanto dari bulan Desember 2006 sampai November 2007 berkenaan dengan tugasnya sebagai seorang sutradara yang menyutradarai naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” dan bentuk visualisasi pertunjukannya. Didukung data yang berupa artikel-artikel yang berhubungan dengan teater secara umum, ataupun artikel yang memuat pementasan tersebut, juga data-data lain berupa wawancara, buku-buku, majalah, dan artikel-artikel cyber dari internet. Teknik yang digunakan adalah (1) teknik pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan membaca dan mempelajari buku yang mempunyai hubungan atau buku-buku yang dapat menunjang penulis dalam penelitian. (2) teknik observasi dan wawancara, teknik observasi yang dilakukan penulis adalah pengamatan lapangan, yaitu ketika proses latihan dan pementasan. Setelah teknik observasi, penulis melakukan teknik wawancara dan kemudian mencatat yang selanjutnya diinventarisasikan sebagai data yang diolah dalam penelitian. Berdasarkan analisis yang telah di sampaikan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut: Teknik penyutradaraan yang digunakan Budi Riyanto dalam mengangkat naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, meliputi menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan, latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik), menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, mempengaruhi jiwa pemain, koordinasi. Budi Riyanto mencoba mengangkat naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” yang diadaptasi bebas dari “The Buried Child” karya Sam Shepard. Naskah lakon ini menceritakan berbagai masalah-masalah yang dialami oleh sebuah keluarga karena adanya kekacauan komunikasi. Budi Riyanto commit to user xvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menggabungkan konsep realis dan bentuk-bentuk simbolis dengan tujuan mempermudah interpretasi penonton. Pementasan ini diperankan oleh enam orang aktor. aktor yang ikut dalam proses pementasan ini gabungan dari aktor yang sudah lama ikut berproses bersama Teater Tesa maupun baru (mahasiswa baru). Setiap aktor memiliki latar belakang yang berbeda dan kemampuan yang berbeda-beda dalam menangkap maksud dari naskah lakon tersebut. Untuk menghindari adanya ketidakseimbangan permainan, Budi Riyanto menggabungkan gaya penyutradaraan Gordon Craig dan Laisses Faire. Gaya penyutradaraan Gordon Craig merupakan gaya penyutradaraan yang mutlak, semua ide dan gagasan dari sutradara harus dilakukan oleh para aktor. Gaya penyutradaraan Laisses Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang memberikan kebebasan para aktor untuk lebih mengekspresikan diri. Budi Riyanto menerapkan gaya Gordon Craig untuk aktor-aktor yang belum memiliki “jam terbang” tinggi, sedangkan gaya Laisses Faire diterapkan pada aktor yang memiliki “jam terbang” tinggi. “jam terbang” setiap aktor ditentukan dari lamanya ia bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering ia ikut dalam setiap proses pementasan yang diadakan oleh Teater Tesa. Meskipun menggunakan penggabungan gaya Gordon Craig dan Laisses Faire, Budi Riyanto juga mengadakan diskusi-diskusi dalam setiap kesempatan. Dari diskusi-diskusi ini dapat dilihat bahwa Budi Riyanto tidak selalu memaksakan kehendak (diktator). Budi Riyanto bersedia mendengarkan masukan dari orang lain, meskipun tidak semua masukan ia terima dengan berbagai pertimbangan. commit to user xvii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyutradaraan merupakan hal yang berhubungan dengan proses yang dilakukan dari awal hingga tampilnya sebuah pementasan diatas panggung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyutradaraan adalah proses, cara, perbuatan menyutradarai. Hal ini tentu saja berkaitan dengan seni peran. (http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=penyutradaraan). Orang yang menyutradarai suatu seni peran adalah orang yang sudah cukup berpengalaman dibidangnya. Sebuah penyutradaraan dilakukan oleh orang yang disebut sebagai sutradara. Sutradara adalah orang yang membawa sebuah naskah drama ke atas panggung dengan menafsirkan naskah tersebut dan memvisualisasikan ke dalam seni garap teater secara utuh. Seorang sutradara merupakan sosok yang sangat penting dalam sebuah proses penggarapan drama. Dalam sebuah proses penggarapan, seorang sutradara bertugas untuk mengatur dan mengarahkan segala sesuatu yang kemudian akan diwujudkan secara visual diatas panggung. Menurut Nano Riantiarno dalam sebuah esainya “Sutradara adalah suatu jabatan yang banyak mengandung resiko dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sutradara wajib memberikan instruksi-instruksi. Semua instruksi yang keluar dari seorang sutradara adalah sebuah instruksi yang penuh dengan pertimbangan dan perhitungan” (Tommy. F to user Awuy, 1999: 174). Dari pendapatcommit Nano dapat dikatakan bahwa seorang sutradara 1 perpustakaan.uns.ac.id 2 digilib.uns.ac.id haruslah memiliki sebuah pemahaman yang matang pada sebuah naskah drama yang digarapnya, hal ini karena semua instruksi yang keluar dari seorang sutradara adalah pemahaman yang ditangkap oleh sutradara dari teks suatu naskah yang dibacanya. Hasanudin W.S berpendapat bahwa “Sutradara adalah seseorang yang mengkoordinir dan mengarahkan segala unsur pementasan drama (pemain dan property), memberikan penafsiran pokok atas naskah, dan hal-hal lainnya, dengan kecakapannya sehingga mencapai suatu pementasan seni pertunjukan drama” (Hasanudin W.S, 2009: 198). Seorang sutradara adalah seorang seniman atau pekerja seni yang bertugas untuk mengkoordinasi suatu proses penggarapan dari naskah lakon yang dipilihnya. Sutradara juga bertanggung jawab penuh atas sebuah pertunjukan dari awal proses hingga naskah tersebut ditampilkan di atas panggung. Dalam perannya sebagai seorang sutradara, ia dianggap mampu untuk menciptakan sebuah peristiwa teater. Teater merupakan pertunjukan dari serangkaian peristiwa. Dengan pemeran sebagai materi baku utama dalam upaya mengungkapkan pengalaman. Kata-kata yang diungkapkan diatas pentas mengandung suatu kompleksitas tersendiri, karena merupakan kata untuk: 1. dilakukan 2. didengar 3. dilihat (Ags. Arya Dipayana: 75). Seni pertunjukan teater yang dipertontonkan kepada para penikmat seni merupakan sebuah proses seni yang melibatkan berbagai unsur. Unsur-unsur itu meliputi proses kemunculan ide, proses keutuhan penggarapan dan apresiasi penonton. Semua proses dalam peristiwa teater memerlukan seorang koordinator commit to user perpustakaan.uns.ac.id 3 digilib.uns.ac.id yang bertangggung jawab dan mampu mengolah pertunjukan menjadi suatu tontonan yang apik dan mempunyai keutuhan yang estetik. Estetika yang ditampilkan pertunjukan teater sangat dipengaruhi oleh imajinasi seorang sutradara dalam meramu naskah tersebut. Pemahaman sutradara terhadap suatu naskah juga merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh sutradara. Budi Riyanto adalah seorang pekerja seni yang memiliki imajinasi dan pemahaman yang mendalam dalam setiap naskah yang digarapnya. Budi Riyanto memulai perjalanan teaternya ketika memasuki masa perkuliahan. Budi Riyanto bergabung dengan Teater Tesa pada tahun 1996, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Sekarang selain bergabung dengan kelompok teater LUNGID dan menjadi pelatih di teater DEPAN (Politeknik Pratama Mulia) Budi Riyanto masih setia menemani setiap proses perjalanan TESA. Selama bergabung dengan Teater Tesa, Budi Riyanto banyak mengikuti proses penggarapan. Budi Riyanto pernah bermain dalam beberapa pertunjukan, antara lain : a). Revolusi Burung-Burung, Naskah Anonim b). Dalam Bayangan Tuhan, Naskah Arifin C. Noer c). Soliloqui Pelayaran Hitam, Naskah Meong Purwanto d). Destrarasta, Naskah St. Wiyono e). Pedati Kita Dikubangan, Naskah Hanindawan f). Sula, Naskah Ambhita Dian Ningrum g). Topeng-Topeng, Naskah Rahman Sabur h). Paing Si Bedinde, Naskah Hanindawan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 4 digilib.uns.ac.id i). Pakaian dan Kepalsuan, Naskah Averchencho j). Syeh Siti Jenar, Naskah Ferdi Kastamarta k). TUK, Naskah Bambang Widoyo, SP (Kentoet) l). Visa, Naskah Goenawan Muhammad m). ROL, Naskah Bambang Widoyo, SP (Kentoet) Berdasarkan pengalamannya bermain dalam beberapa naskah tersebut, Budi Riyanto memulai untuk mencoba masuk dalam tahapan yang lebih tinggi di dalam jagad seni teater, yaitu menjadi seorang sutradara. beberapa naskah lakon yang telah disutradarai adalah sebagai berikut: a). Destrarasta, Naskah St. Wiyono b). Topeng – topeng, Naskah Rahman Sabur c). Keluarga Yang Dikuburkan Naskah Afrizal Malna d). Paing Si Bedinde, Naskah Hanindawan e). Ozone, Naskah Arifin C. Noer f). Petang di Taman,Naskah Iwan Simatupang g). Hanya Satu Kali, Naskah Galswoorty dan K. Modelwene h). Paragraf Dalam Hujan, Naskah Meong Purwanto Selain sebagai seorang pelakon seni dan sutradara muda di kota Solo, Budi Riyanto yang telah lama bergelut dalam dunia seni peran ini adalah seorang mahasiswa alumni Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Budi Riyanto mencoba untuk menerapkan ilmu yang didapatnya semasa kuliah untuk membawa sebuah naskah lakon keatas panggung. Teater Tesa sendiri merupakan salah satu komunitas teater kampus di Solo. Tidak dapat dipungkiri bahwa dari berbagai komunitas teater di Indonesia, commit to user perpustakaan.uns.ac.id 5 digilib.uns.ac.id komunitas teater kampus merupakan komunitas yang paling banyak ada di Indonesia. Dari komunitas teater kampus inilah yang kemudian menjadi cikal bakal adanya teater-teater independent. Dari pengalaman beberapa kali yang penulis alami sebagai pemain yang berproses dengan Budi Riyanto, penulis beranggapan bahwa Budi Riyanto adalah sosok sutradara dan seniman yang matang dan gaya penyutradaraannya siap untuk diteliti dan dikaji. Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ini dimainkan oleh enam orang aktor. Semua aktor yang bermain dalam naskah lakon ini merupakan gabungan dari anggota TESA, baik anggota baru maupun anggota yang sudah lama berproses bersama TESA. Karena adanya keberagaman dalam setiap pemain inilah yang kemudian membuat Budi Riyanto menerapkan gaya penyutradaraan yang berbeda antara aktor yang satu dengan yang lain. Adanya perbedaan gaya yang diterapkan pada setiap pemain ini dilihat dari “jam terbang” masing-masing aktor. ”Jam terbang” masing-masing aktor disini dilihat dari berapa lamanya aktor bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering sang aktor ikut dalam berbagai proses pementasan Teater Tesa. Aktor yang belum mempunyai “jam terbang” yang tinggi tentu saja harus bisa mengimbangi aktor yang telah mempunyai “jam terbang” yang lebih tinggi begitu pula sebaliknya, aktor yang mempunyai “jam terbang” lebih tinggi juga di tuntut untuk dapat mengimbangi aktor yang lain. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan permainan yang seimbang antara aktor yang satu dengan aktor yang lain di atas panggung. Dalam rangka penelitian teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan commit to user 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh Sam Shepard, penulis berupaya mengungkapkan teknik Budi Riyanto ketika menyutradarai naskah lakon tersebut. Adapun proses penyutradaraan yang akan diteliti adalah proses penyutradaraan yang dilakukan oleh sutradara Budi Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang dilakukan dari bulan Desember 2006 sampai November 2007 dan dipentaskan oleh kelompok kerja Teater Tesa Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon Keluarga yang Dikuburkan Karya Afrizal Malna ” B. Pembatasan Masalah Dari latar belakang masalah di atas sebenarnya masih terdapat banyak masalah yang harus di bahas baik masalah teks, keaktoran, dan lain sebagainya. Namun, agar penelitian lebih fokus, pembatasan masalah pada penelitian ini hanya penulis batasi pada teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu bagaimana teknik penyutradaran sutradara Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna? commit to user 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id D. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan teknik-teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan dan penggunaan teori sastra, khususnya teori pementasan drama dalam memvisualisasikan suatu naskah lakon di atas panggung. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan atau dipergunakan oleh seorang sutradara atau calon sutradara sebagai bentuk penyutradaraan apabila ingin mementaskan suatu naskah lakon. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan adalah cara penyajian suatu urutan penulisan yang dibuat secara sistematis. Sistematika sangatlah penting artinya sebagai pedoman penelitian yang akan memberikan gambaran mengenai langkah-langkah penelitian sekaligus permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, sehingga memudahkan pemahaman yang menyeluruh dari penelitian tersebut. Penulisan penelitian ini terbagi menjadi lima bab, yang masing-masing commit to user Antara bab satu dengan bab yang bab memuat suatu pembicaraan yang berlainan. 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id lainnya mempunyai keterikatan yang erat dan mempunyai kesinambungan, sehingga terbentuk satu kesatuan yang utuh. Uraian secara garis besar tentang kelima bab tersebut adalah sebagai berikut. Bab pertama berisi pendahuluan yang di dalamnya menguraikan latar belakang masalah yang berhubungan dengan objek penelitian. Pembatasan masalah berisi tentang pembatasan masalah yang diteliti agar tidak melenceng dari pokok penelitian. Pokok permasalahan yang akan diteliti dipaparkan dalam perumusan masalah; tujuan penelitian menjelaskan untuk apa penelitian ini dilakukan; manfaat penelitian menjelaskan tentang manfaat praktis dan teoritis dari penelitian; dan sistematika penulisan yan akan memberikan keterangan mengenai alur penulisan dalam penelitian ini. Bab kedua berisi penelitian terdahulu, kajian pustaka, dan kerangka berpikir. Kajian pustaka membahas mengenai teori teknik penyutradaraan sutradara. Bab ketiga menjelaskan metode penelitian, yaitu mengenai data apa saja yang akan dijadikan sumber data, bagaimana teknik atau cara dalam pemerolehan data, dan bagaimana teknik analisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini. Bab keempat merupakan pembahasan yang menyajikan mengenai analisis data, yaitu uraian mengenai teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh Sam Shepard. commit to user 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Bab kelima berupa penutup yang memuat simpulan yang berisi pernyataan singkat dari hasil penelitian dan pembahasan, selain itu juga akan disertakan beberapa saran relevan dalam penelitian ini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan di universitas sekitar Solo (UMS, UNS, UNIVET, UNISRI, UGM), diperoleh beberapa penulisan skripsi dengan menggunakan teknik penyutradaraan seperti di bawah ini: 1. Anton Tri Cahyono. C0296012. Konsep Penyutradaraan Ista Bagus Putranto dalam Lakon ”Wabah” Karya Hanindawan. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah aspek-aspek formal yang membangun naskah lakon Wabah karya Hanindawan sebagai objek awal untuk menangkap makna, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji aspek interpretasi sebagai bekal menyusun konsep penyutradaraan lakon tersebut sebagai bentuk dari proses penyutradaraan Ista Bagus Putranto. Penelitian ini merupakan hasil dari proses penyutradaraan sutradara Ista Bagus Putranto dengan Teater Kedok Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2001 di Aula Fakultas Kedokteran. Secara keseluruhan, unsur-unsur naskah lakon Wabah mempunyai keterjalinan yang erat antara penokohan, alur, latar, tikaian, tema dan amanat, serta cakapan. Interpretasi sutradara Ista Bagus Putranto yang kreatif dan penggarapan tata panggung, tata lampu, tata rias dan busana, serta tata musik commitsaat to user menghasilkan cerita yang menarik dipentaskan. Hal ini didukung oleh 10 perpustakaan.uns.ac.id 11 digilib.uns.ac.id konsep penyutradaraan sutradara Ista Bagus Putranto yang menggunakan metode campuran antara teori Laissez Faire dan Gordon Craig. 2. Janta Setiana. C0200032. Teknik Penyutradaraan Rohmat Basuki dalam Naskah Lakon ”Aum” Karya Putu Wijaya. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini menjawab masalah bagaimana teknik penyutradaraan dan tugas sutradara Rohmat Basuki sebagai bentuk penyutradaraaan terhadap naskah lakon Aum karya Putu Wijaya. Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan teknik penyutradaraan dan tugas sutradara dari Rohmat Basuki selama menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya sebagai kebutuhan pementasan. Simpulan dari penelitian ini yaitu teknik penyutradaraan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya. Kedelapan teknik Rohmat Basuki itu, antara lain: 1) menentukan nada dasar, meliputi: menentukan dan memberikan suasana khusus, membuat lakon gembira menjadi suatu banyolan, mengurangi bobot tragedi yang berlebihan, memberikan prinsip dasar pada lakon, 2) memilih pemain atau pengkastingan, meliputi: casting to type, casting by ability, dan antitype casting, 3) latihan, meliputi olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, dan blocking, 4) tata teknik dan pentas, meliputi: tata ruang, tata lampu, tata musik, tata rias, dan tata busana, 5) menguatkan dan melemahkan scene, meliputi adegan yang dibuat oleh sutradara Rohmat Basuki dari adegan I sampai XI, 6) menciptakan aspek-aspek laku, dengan pendekatan ketat dan fleksibel, 7) mempengaruhi jiwa pemain, meliputi: observasi, diskusi, dan latihan alam, 8) commit to user 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id koordinasi, meliputi: mengumpulkan semua yang terlibat, baik para pemain, crew setting, crew ligthing, makeuper, pemusik, dan produksi untuk tumbuh bersama dalam menyukseskan pertunjukan Aum karya Putu Wijaya ke dalam pertunjukan drama. Pendekatan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya adalah menggunakan gaya penyutradaraan Laisez Faire dan Gordon Craig. Laisez Faire adalah gaya penyutradraan dengan memberikan kesempatan bagi para pemain untuk lebih mengembangkan dirinya, gaya Laisez faire dilakukan pada para pemain yang memiliki “jam terbang” tinggi dalam pengalaman bermainnya, sedangkan Gordon Craig yaitu gaya penyutradaraan dengan cara-cara ketat, gaya ini digunakan bagi pemain-pemain yang pemula. Dari penelusuran penulis, teori tentang teknik penyutradaraan hanya digunakan oleh dua orang penulis, yaitu Anton Tri Cahyono dan Janta Setiana, sehingga Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon ”Keluarga yang Dikuburkan” benar-benar belum diteliti oleh penulis lain. B. Kajian Pustaka Teknik penyutradaraan adalah suatu cara seorang sutradara dalam melakonkan perannya untuk mengangkat sebuah naskah lakon ke dalam bentuk pementasan. Ajib Hamzah berpendapat bahwa “Sutradara ketika berkehendak menyutradarai suatu naskah lakon, keberangkatan naskah lakon itu didukung oleh konsep yang telah dimiliki sebagaicommit hasil kontrak to user dengan naskah” (1985: 196-197). 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sementara Suyatna Anirun berpendapat bahwa setiap pagelaran drama selalu bertolak dari pencetusnya ide-ide. Ide-ide yang telah melembaga menjadi suatu gagasan-gagasan itu mengembang menjadi bahasa teater” (1978: 19). Sutradara adalah orang yang dapat mengaktualisasikan naskah lakon ke dalam panggung pementasan. Sutradara tidak dapat bekerja sendiri. Dalam setiap proses pementasan, sutradara akan berhadapan dengan naskah, aktor, kru panggung, serta penonton. Harymawan menjelaskan bahwa kedudukan seorang sutradara berada di tengah-tengah segitiga, ia bertindak sebagai pusat kekuatan, berikut adalah bagan yang menjelaskan posisi sutradara dalam proses pementasan: pengarang/ naskah sutradara aktor penonton (Harymawan, 1993: 64). Menurut Suyatna Anirun, ada empat unsur yang mengusung terciptanya sebuah teater yaitu, naskah, pemain, tempat pertunjukan, dan penonton. Semua merupakan satu kesatuan yang meruang, hanya dari sana kita akan mendapat kemungkinan terciptanya atmosfer teateral. Atmosfer tersebut hanya tercita apabila naskah sedang dimainkan, dipertunjukkan dengan tingkat permainan yang optimal, bertenaga dan berpengaruh, diusung oleh kondisi ruangan dan teknik akustik yang memadai sehingga secara visual memungkinkan terjadinya komunikasi estetis maupun emosional dengan penonton (Suyatna Anirun, 2002: 41). commit to user 14 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Seorang sutradara adalah seorang seniman, ia menyiapkan dan merencanakan kerja dan usaha-usaha kreatif untuk dapat menyuguhkan pementasan yang baik, namun sutradara juga menyadari bahwa seni bukan suatu dogma, apa yang diharapkan objektif selalu menjadi subjektif. Hal ini berkaitan dengan citra seseorang terhadap keindahan masing-masing ditentukan oleh sikap dan penalaran yang berbeda-beda. Teknik penyutradaraan yang digunakan sutradara dalam memunculkan naskah lakon ke atas pangung meliputi beberapa cara, menurut Japi Tambayong, teknik yang digunakan oleh sutradara meliputi “memilih naskah, menentukan pokok penafsiran, memilih pemain, bekerja dengan staff, melatih pemain, dan mengkoordinasi setiap bagian” (1981: 68-70). Sementara Harymawan dalam bukunya berjudul Dramaturgi menguraikan teknik dalam proses penyutradaraan adalah menentukan nada dasar, casting, tata dan teknik pentas, menyusun miss and scene, menguatkan dan melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, dan mempengaruhi jiwa pemain. Adapun penjelasan dari tugas dalam proses sutradara adalah sebagai berikut : a. Menentukan Nada Dasar Menentukan nada dasar adalah mencari motif yang memasuki karya lakon dan kemudian memberi ciri kejiwaan dalam suatu perwujudan naskah lakon dasar dapat bersifat sebagaimana berikut: 1). Menentukan dan memberikan suasana khusus. 2). Membuat lakon gembira menjadi suatu banyolan. 3). Mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan. 4). Memberikan prinsip dasar pada lakon. commit to user 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5). Ringan b. Menentukan Casting Yang dimaksud casting ialah proses penuangan untuk menentukan pemeran berdasarkan analisis naskah untuk diwujudkan dalam pentas. Beberapa macam casting yang digunakan sutradara, adalah sebagai berikut: 1). Casting by ability : casting berdasarkan kecakapan yang terbaik dan terpandai sebagai pemeran utama, serta menjadikan pemain dengan tokoh-tokoh yang penting dan sukar. 2). Casting to type : casting berdasarkan kondisi/kesesuaian fisik dengan peran tokoh. Sutradara akan memilih pemainnya yang sesuai dalam memerankan tokoh dengan melihat kesesuaian fisik pemain dengan tokoh yang akan dilakoninya. 3). Antitype casting : casting yang agak bertentangan dengan keadaan watak maupun sifat pemeran dalam memerankan tokoh yang akan dimainkannya. Proses pengcastingan dengan model ini akan membuat pemain lebih mengeksplor dirinya. 4). Casting to emotional temperament: casting berdasarkan pada hasil observasi hidup pribadi, adanya kesamaan/kesesuaian dengan peran yang dimainkan dalam hal emosi dan temperamen. Pada tipe pengkastingan gaya emotional commit to user 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id temperament, sutradara akan lebih mudah menggarap para pemainnya karena pemain memiliki kemiripan kondisi keseharian dengan tokoh yang dilakoninya. 5). Therapeutic casting: casting yang dikemukakan untuk seorang pelaku yang bertentangan sekali watak aslinya dengan maksud menyembuhkan atau terapi mengurangi ketakseimbangan jiwanya. Pada tipe penyutradaraan gaya therapeutic casting, sutradara sudah mencapai tahapan suhu di mana ia mengerti betul kondisi para pemainnya dan berusaha untuk menyeimbangkan kondisi kejiwaan para pemainnya. Dalam melakukan casting, sutradara harus memilih pemain atau orang yang sesuai untuk memainkan tokoh yang dimaksud. Kesesuaian itu berdasar pada fisik, karakter, warna suara, temperamen kesehariannya, dan mungkin juga pengalaman atau ““jam terbang”” yang dimilikinya dalam dunia panggung atau seni peran. c. Tata dan Teknik Pentas Tata dan teknis pentas adalah segala yang menyangkut soal tata setting, tata rias dan busana, tata cahaya dan tata musik, kesemuanya disesuaikan dengan nada dasar. Dalam merencanakan tata pentas, seorang sutradara mempunyai konsep mengenai tata pentas sebuah lakon yang akan disutradarainya, yang memberikan gambaran mengenai tata setting, tata rias dan busana, tata cahaya, dan tata musiknya. commit to user 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pelaksanaan tata pentas ini dikerjakan oleh pekerja panggung, seperti penata setting, perias dan penata kostum, penata lampu dan penata musik. Hubungan sutradara dengan pekerja panggung tersebut, sutradara hanya memberikan konsep tata pentas secara garis besarnya saja, dan pekerja panggung mengerjakan menurut konsep tata pentas sutradara. d. Menyusun Miss en Scene Menyusun miss en scene adalah menyusun segala perubahan yang terjadi dan terdapat pada daerah pemain akibat adanya perpindahan pemeran atas perlengkapan panggung, pemberian bentuk bisa dicapai dengan hal-hal berikut : 1). Sikap pemain 2). Pengelompokan 3). Pembagian Tempat Kedudukan Para Pelaku 4). Variasi Saat Keluar dan Masuk 5). Variasi Posisi dari Dua Pemain yang Berhadap-hadapan 6). Komposisi dengan Menggunakan Garis dalam Penempatan Pelaku 7). Ekspresi Kontras dalam Pakaian Pemeran 8). Efek yang Ditimbulkan oleh Tata Sinar Lampu 9). Memperhatikan Latar Belakang Pentas 10). Keseimbangan dalam Komposisi Pentas 11). Dekorasi commit to user 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dalam menyusun miss en scene, sutradara akan menjumpai permasalahan mengenai bahasa naskah yang diangkat ke bahasa panggung, yang lazim disebut tekstur. Bahasa panggung atau tekstur meliputi, tata pentas, action, blocking, dan mood. Tata pentas meliputi aksi dan reaksi yang dilakukan oleh tokoh atau pelaku di panggung; baik dalam bentuk gesture (gerak isyarat), business (kesibukan), dan movement (gerak berpindah tempat). Adapun blocking meliputi pengelompokkan pemain, pembagian tempat kedudukan pemain, variasi saat keluar dan masuk panggung, keseimbangan dalam komposisi dengan menggunakan garis dalam penempatan pelaku. Mood merupakan suasana jiwa yang tercipta atau diciptakan dalam setiap babak atau adegan. e. Menguatkan atau Melunakkan Scene Teknik ini adalah cara penggarapan suatu lakon yang dituangkan pada bagian-bagian adegan lakon. Sutradara bebas menentukan tekanan pada bagian-bagian lakon menurut pandangannya sendiri tanpa mengubah naskah. Kondisi penguatan dan pelunakan scene bisa didukung dengan efek cahaya dan musikalitas. f. Menciptakan Aspek-aspek Laku Sutradara memberikan saran-saran pada para aktor agar mereka menciptakan apa yang disebut laku simbolik atau akting kreatif, yaitu cara berperan yang biasanya tidak terdapat dalam instruksi naskah, tetapi diciptakan untuk memperkaya permainan, sehingga penonton lebih jelas dengan kondisi batin seorang pemeran. commit to user 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id g. Mempengaruhi Jiwa Pemain Ada dua macam kedudukan sutradara sebagai penggarap cerita lakon: 1). Ciri Sutradara Teknikus Dia akan menciptakan suatu pagelaran pentas yang menyolok dan menarik perhatian publik dengan teknik dekor yang luar biasa, tata sinar yang mewujudkan kostum yang menarik. Penyutradaraan teknikus terkesan mengelabuhi penonton dengan tampilan secara visual tanpa memahami unsur keaktorannya yang notabene sebagai media penyampai suatu maksud dari teks drama. 2). Ciri Sutradara Psikolog Gaya sutradara psikologi memang kurang memperhatikan aspek selain keaktoran karena dalam penggambaran watak dia akan lebih mengutamakan tekanan psikologis, khususnya pada cara acting yang murni ketika prestasi permainan pribadi ditempatkan dalam arti sebenarnya. Jadi aspek di luar wilayah keaktoran agak dikesampingkan. h. Koordinasi Sutradara memerlukan koordinasi dengan semua pihak yang berhubungan dengan proses pementasan. Dalam sebuah proses penggarapan suatu naskah lakon, seorang sutradara harus mampu memilih jalur yang akan dipilihnya untuk menjalankan penyutradaraannya. Jalur yang dipilihnya commit to user akan menjadi pedoman 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kepemimpinannya dan menentukan tindakan yang akan diambilnya dalam sebuah proses tersebut. Japi Tambayong membagi kepemimpinan seorang sutradara, antara lain sebagai berikut : a. Sutradara Konseptor: sutradara, tak pelak, adalah dengan sendirinya konseptor. Tetapi, seorang sutradara konseptor, berdiri sebagai pemegang konsep penafsiran yang ketat. Ia menyerahkan konsep penafsirannya pada para pemain, dan dibiarkannya pemain-pemain itu mengembangankan konsep itu secara kreatif, tetapi juga terikat. b. Sutradara Koordinator: jika sebuah pertunjukan bersifat komersial, tentu aktor-aktor yang dipilih bermain adalah aktor-aktor ternama, atau paling tidak aktor-aktor yang sudah jadi. Mereka dipakai dan dibayar. Tugas sutradara disini, kuran lebih adalah pengarah. Ia tinggal mengkoordinasi pemain-pemain itu dengan konsep penafsirannya. c. Sutradara Diktator, sutradara di sini tidak percaya pada pemainpemainnya. Ia menjadi guru yang mengharapkan pemainnya dicetak persis seperti dirinya. Baginya tidak berlaku konsep penafsiran dua arah seperti sutradara konseptor. Ia mendambakan seni sebagai dirinya, “seni adalah aku”. Pemain-pemainnya tetap buta tuli, mereka hanya dibuat robot. d. Sutradara Suhu: untuk Indonesia, barangkali pedoman sutradara sebagai suhu, amat diperlukan bagi pembangunan jangka panjang. Sutradara adalah seorang suhu, yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin anggota pemainnya. Kelompok teaternya dibuat seperti sebuah padepokan. Ada masanya belajar bersama-sama, ada masanya membangkang dan menyanggah guru, lalu ada masanya berdiri sendiri. Para aktor diberi keyakinan, bahwa mereka adalah cantrik-cantrik yang kelak harus hadir dengan dirinya sendiri, melawan secara jantan kepada pemimpinnya. Jantan di sini berarti, ilmunya telah benar-benar mustaid. (Japi Tambayong, 1981: 73-74). Menurut Nano Riantiarno, dalam dunia penyutradaraan, tercatat ada empat jenis “gaya” sutradara. Semua berkaitan erat dengan perilaku atau perangainya sebagai seorang manusia. “gaya” dari sutradara tersebut yaitu sebagai berikut : a) Sutradara Pemarah Dalam dunia penggarapan, banyak sutradara yang mengikuti “gaya” ini. Hal ini disebabkan karena adanya suatu pengertian bahwa seorang sutradara marah-marah untuk menghasilkan hasil yang optimal. commit to user 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sutradara pemarah sulit sekali untuk menjalin komunikasi yang baik dengan para pekerja panggung dan pemain-pemainnya. Padahal kerja panggung dalam suatu proses merupkan suatu kerja bersama. Dunia kesenian bagi sutradara pemarah makin lama akan makin sempit. Dia akan kehilangan banyak momen berharga. b) Sutradara Pendiam Gaya jenis ini juga memiliki banyak pengikut. Sutradara jenis ini biasanya lebih suka bekerja sendirian. Dia kurang gemar memerintah atau berpetuah, tapi lebih suka langsung memberi contoh. Harapannya, semoga yang lain tak enak hati dan mau bekerja lebih optimal pada masing-masing bidangnya. Sutradara jenis ini dapat menjadi bumerang bagi proses pementasan tersebut. Hal ini akan membuat orang yang ikut dalam proses pementasannya akan bertindak seenaknya. c) Sutradara Cerewet Biasanya seorang sutradara yang cerewet menyimpan niat untuk membuat hasil kerjanya jadi sesempurna mungkin. Dia suka menganggap para pekerjanya adalah orang-orang yang bodoh yang harus selalu digiring dan wajib diberitahu hingga hal-hal paling detil. Perkembangan pekerjaan harus berasal dari dirinya saja. Pertimbangan orang lain kurang dihargai, dan semua keputusan harus atas ijinnya. Sutradara jenis ini mengatur sampai pada hal sekecil apapun. Ia ingin semua berjalan seperti keinginannya. d) Sutradara Romantis commit to user 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sutradara jenis ini entah mengapa selalu ingin memacari para pemainnya. Ia ingin merasa lebih dekat dengan pemainnya. Sutradara ini merasa bahwa kedekatan antara dirinya dengan aktor akan mempermudah dalam memberikan petunjuk maupun instruksi-instruksi meskipun hal tersebut tentunya mempunyai benberapa kendala seperti mengesampingkan profesionalismenya sebagai seorang sutradara. Hal yang berbeda dikemukakan oleh Harymawan dalam bukunya, dramaturgi. Menurut Harymawan, terdapat dua gaya sutradara, yaitu gaya Gordon Craig dan Gaya Laisez Faire. Gordon Craig menyatakan bahwa ide dan gagasan seorang sutradara harus dilaksanakan oleh para aktor. para aktor harus mendedikasikan dirinya pada ide-ide sutradara. Gaya Gordon Craig ini menciptakan sesuatu yang sesuai dengan harapan sutradara, sempurna, dan teliti, namun gaya ini akan menjadikan seorang sutradara terkesan diktator. Gaya Laisez Faire merupakan kebalikan dari Gordon Craig. Sutradara memberikan kesempatan bagi para aktornya untuk lebih leluasa berekspresi. Sutradara bertindak sebagai pendamping, namun hal ini akan menimbulkan adanya kekacauan dan kurang teratur karena tiap-tiap aktor dibiarkan berkembang menurut kemampuannya, sehingga hanya aktor-aktor yang berpengalaman saja yang dapat menghadirkan pementasan yang baik. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyutradaraan sebuah naskah lakon berangkat dari suatu konsep penyutradaraan yang didapat oleh seorang sutradara untuk memvisualisasikan suatu naskah lakon ke atas panggung, dalam hal ini seorang sutradara harus mempunyai pedoman dalam sebuah proses penggarapan. commit to user 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Teknik penyutradaraan merupakan cara yang digunakan oleh sutradara dalam mengangkat naskah lakon yang ia pilih menjadi sebuah pementasan. Gaya yang digunakan oleh seorang sutradara akan dapat mempengaruhi bagaimana bentuk pementasan yang akan ditampilkan di atas panggung. Beberapa teori tersebut di atas akan dipakai sebagai dasar atau landasan dalam memecahkan permasalahan dalam penelitian ini. C. Kerangka Pikir Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto Menguatkan atau Melemahkan Scene Menentukan nada dasar Menciptakan Aspek-aspek Laku Menentukan casting/pemeranan Mempengaruhi Jiwa Pemain Latihan Tata dan Teknik Pentas Koordinasi Gaya Penyutradaraan Laisez Faire dan Gordon Craig Berdasarkan kerangka berpikir tersebut di atas akan mempermudah mengungkap permasalahan yaitu tentang teknik penyutradaraan sutradara Budi commit to user 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal Malna. Teknik penyutradaraan yang diterapkan oleh Budi Riyanto meliputi delapan langkah, yaitu: menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan, latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik), menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, mempengaruhi jiwa pemain, dan koordinasi. Budi Riyanto menggunakan gaya penyutradaraan Laisez Faire dan Gordon Craig. Teori Gordon Craig menyatakan bahwa ide gagasan dari sutradara harus dipatuhi dengan mutlak, para pemain harus mendedikasikan dirinya terhadap ide sutradara. Gaya penyutradaraan ini biasanya digunakan Budi Riyanto untuk berproses dengan pemain-pemain pemula/ baru. Pemain pemula/ baru disini dilihat dari lamanya ia bergabung dengan teater TESA (mahasiswa baru). Sedangkan teori Laisez Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang memberikan suatu kebebasan bagi pemain untuk mengekspresikan dirinya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELTIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mengungkap, memahami sesuatu dibalik fenomena dan mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui, bahkan belum diketahui, serta dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan (Strauus dan Corbin, 2003). Dalam penelitian kualitatif, data yang diteliti berupa kata dan bukan yang berupa angka dikumpulkan dari studi kepustakaan (Mulyadi, 2005: 9). Metode kualitatif dapat digolongkan ke dalam metode deskriptif yang penerapannya bersifat menuturkan, memaparkan, memberikan analisis, dan menafsirkan (Soediro Satoto, 1995:15). Dengan demikian ini tidak terbatas hanya sampai pada penyusunan dan pengumpulan data, tetapi juga meliputi analisis interpretasi data yang ada. B. Objek Penelitian Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah teknik penyutradaraan yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh Sam Shepard. commit to user 25 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 C. Sumber Data dan Data 1. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna, dokumentasi pementasan Teater Tesa dan sutradara Budi Riyanto. 2. Data Adapun data untuk penelitian ini adalah gerakan-gerakan dan visualisasi yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam pementasan “Keluarga yang Dikuburkan” oleh Teater Tesa di Teater Arena Taman Budaya Surakarta tanggal 21 November 2007, serta kata, kalimat yang terdapat dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan membaca dan mempelajari buku yang mempunyai hubungan atau buku-buku yang dapat menunjang penulis dalam penelitian. 2. Teknik Observasi dan wawancara, teknik observasi yang dilakukan penulis adalah pengamatan lapangan, yaitu ketika proses latihan dan pementasan. Setelah teknik observasi, penulis melakukan teknik wawancara dan kemudian mencatat yang selanjutnya diinventarisasikan sebagai data yang diolah dalam penelitian. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 E. Teknik Analisis 1. “Pembacaan: pembacaan untuk kepentingan analisis, pembaca harus bisa menjaga jarak dengan tokoh-tokoh drama dan permasalahan yang dihadapi tokoh drama tersebut agar tidak melihat permasalahan tersebut dengan emosional tetapi rasional 2. Penginventarisasian: merupakan langkah pencatatan tentang konsepkonsep ataupun teknik-teknik penyutradaraan sebuah naskah lakon. Pencatatan harus secermat mungkin sampai data-data sekecil apapun, dengan prinsip bahwa semua data yang terdapat dalam konsep atau teknik penyutradaraan ada fungsi dan maksudnya. 3. Pengidentifikasian: suatu usaha mengelompokkan data yang telah selesai diinventaris. 4. Penginterpretasian: merupakan tahap pemberian makna dari data yang telah ada. Tahap ini merupakan usaha peneliti mengembalikan data imajinatif dalam proses penciptaan ke data objektif dengan menjelaskan kembali imajinasi dalam data tersebut. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 5. Pembuktian: merupakan pencarian bukti, contoh, menalar hubungan hasil interpretasi dengan bukti dan penelitian, yakni dengan tidak mengabaikan bukti dan contoh yang menurut peneliti tidak relevan. 6. Pengumpulan serta pelaporan: yaitu menyusun kesimpulan-kesimpulan permasalahn-permasalahan kecil yang kemudian disusun menjadi laporan” (Hasanuddin W.S, 2009, 105-107). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV ANALISIS Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto Teknik penyutradaraan yang digunakan oleh Budi Riyanto merupakan suatu cara atau teknik seorang sutradara saat melakonkan perannya sebagai orang yang menyutradarai suatu naskah lakon. Teknik yang digunakan oleh seorang sutradara yang berbeda satu sama lain dapat mempengaruhi bentuk suatu pementasan. Seorang sutradara secara umum akan memperhatikan beberapa hal sebelum menyutradarai sebuah naskah. Beberapa hal yang diperhatikan Budi Riyanto merupakan hal-hal yang nantinya akan mempengaruhi teknik yang digunakannya. Hal yang sangat diperhatikan oleh Budi Riyanto di antaranya adalah penyikapan terhadap teks naskah lakon yang hendak dibawakan, pengalaman para aktor yang dipilihnya serta nama almamater yang dibawanya. Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” merupakan sebuah naskah dari Amerika karya Sam Shepard yang diadaptasi oleh Afrizal Malna. Dalam menyikapi naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, yang dipertimbangkan oleh Budi Riyanto adalah masalah-masalah yang terdapat dalam naskah tersebut dan bentuk kemungkinan pementasannya. Hal ini disebabkan dalam setiap penyutradaraan akan berakhir pada sebuah pementasan di atas panggung. Penyutradaraan naskah lakon yang dilakukan oleh Budi Riyanto menggunakan konsep realis, tetapi dalam beberapa adegan maupun dialog ditemui bentukbentuk simbolis. Yang dimaksud dengan konsep realis di sini adalah suatu bentuk commit to user pementasan yang melukiskan semua kejadian apa adanya dan tidak berlebihan. 29 perpustakaan.uns.ac.id 30 digilib.uns.ac.id Meskipun unsur keindahan masih mendapat perhatian, tetapi dicoba untuk meniru kehidupan nyata. Ciri realis menurut Herman J Waluyo adalah (1) aktingnya yang bersifat wajar seperti dalam kehidupan sehari-hari, (2) aspek visual dalam pertunjukan tidak berlebihan dan disesuaikan dengan realitas kehidupan seharihari (Herman. J Waluyo, 2006: 59), sedangkan yang dimaksud dengan simbolis adalah pemakaian untuk mengekspresikan ide-ide (Suyatna Anirun, 2002: 169). Penggunaan konsep realis dan beberapa bentuk simbolis dalam pementasan tidak lepas dari keinginan Budi Riyanto agar mempermudah interpretasi penonton dan agar pementasan terkesan luwes dan tidak monoton. Dalam permainan dialog, banyak pendialogan antartokoh yang disampaikan dengan caracara simbolik. Hal ini juga ditemui dalam properti-properti tokoh. Nampak adanya properti buah-buahan seperti jagung yang memang dapat dikaitkan sebagai properti yang menyimbolkan masyarakat desa yang bercocok tanam. Ini berarti naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” menjadi bentuk lakon yang realis simbolis. Teater Tesa merupakan sebuah unit kegiatan mahasiswa yang berada di Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS. Teater Tesa merupakan salah satu teater kampus yang lahir pada 14 Oktober 1987. Dalam kesehariannya, para anggota Teater Tesa selalu dilatih untuk dapat mencari dan mengamati makna dari kehidupan yang dijalaninya. Hal tersebut dilakukan agar mereka dapat mendalami karakter dan watak dari peran yang nantinya akan dimainkannya dalam suatu pementasan. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa ada beberapa orang dari anggota Teater Tesa tidak dapat melakukannya dengan baik. Inilah yang nantinya dapat mempengaruhi pembawaan karakter peran yang ia mainkan dalam commit to user 31 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pementasan. Aktor yang tidak dapat membawakan karakter peran yang dimainkannya dengan baik tentu akan terlihat sangat kaku dan akan nampak juga perannya yang dibuat-buat. Pementasan “Keluarga yang Dikuburkan” ini merupakan penggabungan antara aktor yang sudah mempunyai “jam terbang” yang tinggi dan aktor yang baru dalam dunia pementasan. Aktor yang sudah memiliki “jam terbang” tinggi di sini ditentukan dari lamanya sang aktor bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering bermain dalam berbagai pementasan, sedangkan aktor yang belum memiliki “jam terbang” tinggi dalam hal ini adalah anggota yang baru bergabung dengan keanggotaan Teater Tesa (mahasiswa baru). Aktor yang belum memiliki cukup pengalaman akan terasa sulit mengimbangi permainan dari aktor yang sudah lebih berpengalaman. Berbagai kesulitan akan ditemui oleh aktor baru dalam usahanya mengimbangi permainan aktor yang lebih berpengalaman, misalnya dalam bentuk-bentuk gerak dan penghayatan terhadap naskah lakon yang dimainkan. Sutradara yang memiliki kepekaan yang tinggi tentu akan melihat hal ini sebagai sebuah tantangan. Ia harus berusaha untuk membuat permainan para aktornya terlihat seimbang. Sebuah pementasan tidak hanya bertumpu pada para aktor, Budi Riyanto juga memperhatikan elemen-elemen pendukung seperti musik, lighting, setting, make up dan costum. Elemen-elemen pementasan ini dapat mendukung dan mempercantik tampilan sebuah pementasan. Dalam sebuah pementasan terdapat beberapa kru panggung yang mempersembahkan elemen-elemen pendukung commit to user perpustakaan.uns.ac.id 32 digilib.uns.ac.id tersebut kehadapan penonton. Kru panggung dan pendukung pementasan lainnya antara lain adalah sebagai berikut : 1. Kru musik 2. Kru setting 3. Kru lighting 4. Make up dan costum Sama seperti aktor yang bermain di atas panggung, keberadaan kru dan pendukung pementasan lainnya sangat diperlukan untuk melengkapi keutuhan sebuah pementasan. Antara satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan karena akan menghasilkan suatu pementasan yang tidak utuh dan kurang maksimal. Beberapa hal tersebut yang coba di atasi oleh Budi Riyanto dengan menggunakan gabungan dari gaya penyutradaraan Laissez Faire dan gaya penyutradaraan Gordon Craig. Sebagai seorang sutradara, Budi Riyanto sadar bahwa tugas yang dilakoninya tidak mudah. Ia harus dapat membuat pementasan di atas panggung terlihat menarik. Dalam sebuah proses pementasan, ia selalu melihat latar belakang para aktornya. Hal ini merupakan suatu bentuk strategi untuk dapat menentukan teknik dan gaya penyutradaraan yang akan ia terapkan pada masingmasing aktor. Adanya keberagaman kemampuan para aktor membuat Budi Riyanto menggunakan gaya penyutradaraan yang berbeda pada setiap aktor. Keberagaman para aktor sebenarnya tidak hanya dilihat dari “jam terbang” yang dimilikinya namun juga bakat yang dimiliki oleh setiap individu. Budi Riyanto menggunakan gaya Laissez Faire dan Gordon Craig dalam gaya penyutradaraannya. Penggunaan commit to user 33 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id gaya Laissez Faire digunakan oleh Budi Riyanto kepada para aktor yang memang sudah memiliki bakat dan “jam terbang” yang tinggi, sedangkan untuk aktor pemula Budi Riyanto menggunakan gaya Gordon Craig, namun hal ini bukan merupakan suatu keharusan. Budi Riyanto sangat kondisional dalam menerapkan gaya penyutradaraan kepada para aktornya. Ada saatnya ia meminta para aktornya untuk mencari sendiri hal-hal yang berkaitan dengan peran yang dimainkan namun ada juga saatnya ia memberikan contoh baik dalam pendialogan, blocking, maupun suasana yang terjadi pada suatu adegan. Sama seperti penerapan gaya penyutradaraan terhadap aktor, Budi Riyanto juga menerapkan hal yang sama terhadap kru pendukung pementasan. Setiap kru pendukung pementasan hanya diberikan beberapa pengarahan tentang apa yang harus dilakukan para kru untuk dapat memberikan sebuah tontonan yang apik. Misal kru musik, Budi Riyanto memberikan arahan suasana pada setiap adegan dan timing kapan musik harus masuk dan kapan harus berhenti. Budi Riyanto memberikan kebebasan kepada kru musik untuk meramu musik yang akan muncul dalam pementasan. Setelah kru musik menemukan beberapa alternatif musik yang akan ditampilkan, kru musik mempresentasikan kepada Budi Riyanto, selanjutnya diadakan diskusi untuk menentukan musik mana yang akan dipakai. Ini tidak hanya terjadi pada kru musik tetapi juga pada kru pendukung pementasan yang lain. Meskipun memberikan kebebasan kepada setiap krunya untuk menyuguhkan elemen-elemen pendukung pementasan, Budi Riyanto tidak serta merta melepas semuanya kepada kru. Pada awalnya, Budi Riyanto memberikan kebebasan kepada para kru untuk mencari kemudian kru commit to user perpustakaan.uns.ac.id 34 digilib.uns.ac.id mempresentasikan dan mendiskusikan kepada Budi Riyanto dari diskusi tersebut akan ditentukan mana yang akan digunakan sebagai pendukung pementasan. Budi Riyanto menggunakan teknik penyutradaraan yang meliputi: 1. menentukan nada dasar 2. menentukan casting/ pemeranan 3. latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking) 4. tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik) 5. menguatkan atau melemahkan scene 6. menciptakan aspek-aspek laku 7. mempengaruhi jiwa pemain 8. koordinasi. Berikut adalah teknik yang digunakan oleh Budi Riyanto dalam proses membuat sebuah pertunjukan: 1. Menentukan Nada Dasar Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” tergolong naskah realis, naskah lakon yang cenderung lebih mengarah kepada realita kehidupan sehari-hari pada suatu masyarakat tertentu atau lebih mengerucut pada sebuah keluarga. Tugas pertama sutradara ialah mencari motif yang termasuk karya lakon yang memberi ciri kejiwaan dan selalu nampak dalam penyutradaraan. Tugas sutradara untuk memberi ciri kejiwaan tersebut disebut menentukan nada dasar. Nada dasar tersebut dapat bersifat menentukan dan memberikan suasana khusus, membuat lakon gembira menjadi suatu banyolan, commit to user 35 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan, memberikan prinsip dasar pada lakon, ringan (Harymawan, 1993: 66). Dari sifat nada dasar tersebut, Budi Riyanto menggunakan: a. Menentukan dan memberikan suasana khusus Menurut jenisnya, naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” termasuk dalam jenis tragedi. Drama tragedi sendiri memiliki unsur duka, sehingga penonton dibawa dalam suasana mengharu biru yang menyedihkan. Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” memiliki ciri-ciri seperti yang disebut di atas. Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” berkisah tentang konflik dalam sebuah keluarga yang di dalamnya menggambarkan suasana duka dan tetap berakhir dengan sebuah suasana duka dengan peristiwa yang mengharu biru. Peristiwa itu dapat dilihat dari beberapa dialog dari para tokoh-tokohnya. Salah satu persoalan yang menimbulkan ketragisan tampak pada dialog Basuki. Basuki: Aku adalah sebuah bangunan yang telah berantakan. Tidak ada seorang pun yang bisa memasukinya lagi, karena orang sudah tidak dapat mengenali dimana letak pintu masuk dari bangunan itu. Tetapi aku masih merasakan bahwa masih ada halaman belakang dari bangunan yang runtuh itu, yang ditumbuhi jagung yang telah kau petik itu (Afrizal Malna: 14). Tampak kondisi suasana Basuki yang mempunyai masalah dengan psikologisnya. Ia seperti menanggung beban yang berat. Basuki merasakan bahwa hidupnya sudah tidak berarti lagi bagaikan sebuah bangunan yang telah berantakan. Kondisi psikologis Basuki yang berantakan itu muncul karena sebuah konflik dalam keluarganya yang tidak pernah ada habisnya. commit to user 36 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Suasana kesedihan yang mendalam juga tampak dalam dialog Krima. Krima: ...Aku pandangi ketika ia berangkat meninggalkan kita. Aku melihat matanya membuang kebencian yang terakhir padaku. Kebencian dan cinta, waktu itu beterbangan seperti kata-kata yang kehilangan makna. Aku seperti tidak lagi berpijak di atas lantai. Aku tidak lagi merasakan dunia. Waktu itu, “keluarga” hanyalah kata-kata yang berserakan dalam kalimat-kalimat yang kacau…. (Afrizal Malna: 08). Kondisi suasana yang muncul pada dialog tersebut menggambarkan suasana kesedihan yang mendalam yang dialami Krima. Kesedihan itu terjadi ketika Krima teringat pada masa lalunya yang menyedihkan. Menurut Budi Riyanto, bentuk tragedi dalam naskah lakon ini ada pada komunikasi yang kacau yang terjadi dalam keluarga Basuki. Komunikasi kacau tersebut disimbolkan dengan dimunculkannya televisi ditengah-tengah kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa dialog di bawah ini: Basuki: Dulu aku seorang petani. Keluarga yang hidup telah membuat seluruh alat-alat pertanianku menjadi hidup, dan selalu membuatku bergairah untuk bekerja. Alat-alat itu menjadi bagian dari anggota tubuhku. Tetapi setelah anak-anak mulai besar, dan kehidupan televisi yang datang menawarkan tugas-tugas baru bagi keluarga-keluarga di desa kami, cinta mulai menjadi persoalan tetk bengek. Saat itulah aku merasakan peralatan-peralatan pertanianku mulai padam dari cahaya kehidupan. Dan televisi semakin masuk ke tengah-tengah keluarga kami, mengatur dan menentukan sampai kepada hal-hal yang harus diputuskan oleh keluarga kami. Setelah itu aku tak tahu lagi untuk apa aku bekerja. Semua terasa sudah jelas, dan tak perlu lagi ada yang dikerjakan. Tiba-tiba aku merasa telah menjadi makhluk Doni, yang tak tahu lagi apa yang harus dikerjakan, kecuali menggunduli kepalaku. Ya Doni adalah sebuah wabah yang diderita oleh manusia yang kabel-kabel komunikasinya telah putus. (Afrizal Malna: 27). commit to user 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dimunculkannya televisi yang sangat menghipnotis Basuki hingga kehidupan sehari-hari Basuki tidak dapat dipisahkan dari Basuki. Ketika Basuki muncul televisi juga muncul. Dengan cara itulah Budi Riyanto memberikan sentuhan suasana yang khusus. b. Mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan Dalam memberikan tekanan nada tragedi, hal yang paling dasar yang dibutuhkan adalah kemampuan para pemeran dalam penghayatan dan peleburan dalam suasana duka. Hal lain yang dapat dimunculkan adalah masuknya musik yang mampu melebur dan menciptakan suasana dengan suasana kedukaan tersebut, teknik lampu juga harus dapat mendukung dan menciptakan suasana duka tersebut. Dengan demikian nada tragedi akan diperoleh jika aktor dapat menguasai dan mempergunakan dengan tepat kapan dibutuhkannya suasana duka dan kapan suasana duka tersebut tidak diperlukan. c. Memberikan prinsip dasar pada lakon Memberikan prinsip dasar pada lakon diperlukan untuk mendasari pemeranan yang akan dimainkan oleh aktor. Beberapa interpretasi tentang nada dasar tokoh-tokoh dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” adalah sebagai berikut: 1) Basuki Basuki adalah seorang lelaki tua yang mempunyai masalah keluarga. Ia menguburkan anak hasil perselingkuhan istrinya di belakang rumah. Basuki yang sudah tua sering sakit-sakitan namun ia commit to user 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id selalu menolak untuk minum obat, ia lebih suka minum-minuman keras. Basuki takut kepada Doni yang selalu mencukur rambutnya. 2) Krima Krima adalah seorang perempuan tua yang tergolong cantik untuk usianya yang sudah berkepala 5. Meskipun sudah bersuami, Krima menjalin hubungan terlarang dengan seorang lelaki lain. Ia adalah wanita yang tegar dalam menghadapi konflik-konflik yang muncul dalam keluarganya. 3) Budi Budi adalah anak dari pertama Krima dan Basuki yang pergi merantau selama 15 tahun di Lorosae. Ketika ia pulang ke rumah, ia tidak diterima baik oleh ayahnya sendiri, bahkan ia tidak dianggap sebagai anak. Budi menuruni sifat ayahnya yang suka minumminuman keras. Budi merupakan sosok lelaki keras tetapi takut terhadap ayahnya. 4) Doni Doni adalah anak kedua dari Basuki dan Krima. Doni merupakan sosok lelaki yang sangat menyukai pekerjaanya sebagai seorang penebang pohon. Kaki kirinya pincang karena terkena gergaji mesin. Ia selalu ingin membahagiakan dan memberikan sesuatu yang berharga pada ayahnya, namun ayahnya selalu menolak keberadaannya. Doni mereasa bahwa dirinya tidak berguna karena kakinya yang pincang. 5) Iwan commit to user 39 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Iwan adalah anak lelaki dari Budi. Ia ingin mencari tahu keberadaan ayahnya yang meninggalkannya sewaktu ia kecil. Iwan mengetahui bahwa dalam keluarga ayahnya ada sebuah rahasia yang sengaja disembunyikan oleh Basuki. 6) Sekar Sekar adalah kekasih Iwan yang datang dalam keluarga tersebut. Sekar adalah seorang perempuan muda yang cantik. Budi, Doni dan Basuki pun tertarik pada kecantikan Sekar. Sekar selalu ingin tahu tentang masalah yang menimpa keluarga tersebut. 2. Menentukan Casting/ pemeranan Dalam setiap proses pementasan yang dilakukan oleh Budi Riyanto, ia selalu menentukan casting/pemeranan dalam setiap lakon dengan banyak pertimbangan. Ada saatnya ketika dalam pemilihan aktor, Budi Riyanto memperhatikan situasi serta kondisi setiap anggota. Budi Riyanto juga tidak menutup kemungkinan adanya keingginan dari setiap anggota untuk ikut berpartisipasi dalam setiap proses pementasan yang digarapnya. Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ini dimainkan oleh enam orang aktor. Pertimbangan penentuan casting yang dilakukan Budi Riyanto didasari dari beberapa hal, yaitu kesediaan dan kedisiplinan aktor yang ditunjuk untuk pemeranan dalam naskah lakon ini. Kesediaan aktor yang ditunjuk dalam proses pementasan merupakan suatu hal yang penting dalam pemeranan. Kesediaan ditunjuknya seorang aktor untuk memerankan tokoh yang berada dalam commit to user 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id naskah akan sangat mempengaruhi penghayatan serta keikutsertaannya dalam proses tersebut. Budi Riyanto tidak akan memaksakan kehendak agar aktor yang ditunjuk menerimanya. Dalam sebuiah proses pementasan dibutuhkan adanya kerelaan agar tercipta suasana yang kondusif dan tidak ada unsur keterpaksaan dari setiap aktor. Kedisiplinan merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh setiap aktor. Setiap proses pementasan, para aktor diharuskan disiplin dalam segala hal. Kedisiplinan setiap aktor akan menciptakan suasana yang kondusif dalam sebuah proses, entah itu dalam latihan atau ketika berhubungan dengan aktor yang lain. Dalam masalah kedisiplinan Budi Riyanto akan menyerahkan koordinasi pada para aktor, misalnya dalam penentuan jam latihan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing aktor. Penentuan casting yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam proses pementasan ini dilakukan dengan casting by ability, antitype casting, dan casting to type. Menurut Harymawan, casting by ability adalah pemilihan aktor yang didasarkan pada kecakapan yang terpandai dan terbaik, sebagai pemeran yang penting/utama dan sukar. Antitype casting adalah pemilihan yang bertentangan dengan watak atau fisik si pemain. Casting to type adalah pemilihan berdasarkan pada kecocokan fisik si pemain. (Harymawan, 1998:67). Budi Riyanto menggunakan tiga macam dalam pemilihan casting dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, pemilihannya adalah sebagai berikut: commit to user 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 1) Casting by ability adalah pemilihan aktor yang didasarkan pada kecakapan yang terpandai dan terbaik, sebagai pemeran yang penting/utama dan sukar. Para aktor yang dipilih berdasarkan casting by ability adalah Halfidz dan Topik. “jam terbang” yang tinggi merupakan alasan bagi Budi Riyanto untuk memilih kedua aktor tersebut. 2) Antitype casting adalah pemilihan yang bertentangan dengan watak atau fisik si pemain. Aktor yang dipilih berdasarkan antitype casting adalah Corry. Dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” terdapat tokoh Krima yang merupakan seorang ibu yang tua dan memiliki 2 orang anak dengan ciri fisik tinggi dan bertubuh indah. Krima mempunyai watak yang tegar dalam menghadapi konflik-konflik yang terjadi dalam keluarganya . Budi Riyanto menunjuk Corry untuk memerankan Krima dan mengubah watak dasarnya menjadi watak Krima. 3) Casting to type adalah pemilihan berdasarkan pada kecocokan fisik si pemain. Para aktor yang dipilih berdasarkan casting to type adalah Alfian,Arifin, Eni. Berikut ini adalah hasil casting pemeran yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ; Basuki : Alfian Krima : Corry Doni : Halfidz Budi : Topik Iwan : Arifin Sekar : Eni commit to user 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dalam pementasan ini, yang termasuk aktor yang memiliki “jam terbang” tinggi adalah Alfian, Halfidz, Topik, Arifin, sedangkan aktor yang belum memiliki “jam terbang” tinggi adalah Eni dan Corry. Berikut ini adalah pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing aktor: Alfian: Alfian bergabung dengan Teater Tesa pada tahun 2003. Sebagai anggota Teater Tesa, ia pernah ikut dalam beberapa proses pementasan seperti “Hanya Satu Kali” karya Galswoorty dan K. Modelwene sebagai sipir, “ Akrasia” karya Anang adaptasi novel Fajar Wijayanti sebagai Tyo, “Ayah Telah Berwarna Hijau” karya Afrizal Malna sebagai ayah, “ Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Basuki. Halfidz: bergabung dengan Teater Tesa pada 2004, ia pernah mengikuti proses pementasan “Aum” karya Putu Wijaya sebagai menantu, “Gulipat” karya Hanindawan sebagai kepala keamanan, “monolog Spinx XXX” karya Ben Jon, “Metamorfosis Nol Koma” karya Mahatma Zat A sebagai Orang 1, “ Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Doni. Topik: Topik bergabung dengan Teater Tesa tahun 2003 dan mengikuti beberapa proses pementasan seperti “Martir” karya M. El Hakim sebagai setan, “ Interlude” karya Gunawan Muhammad sebagai laki-laki, “ Sebuah Cerpen” sebagai pimpinan redaksi, “Aum” karya Putu Wijaya sebagai Ucok, “Gulipat” karya Hanindawan sebagai monumen commit to user 43 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sesuai petunjuk, “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Budi. Arifin: bergabung dengan Teater Tesa pada 2003, ia pernah mengikuti beberapa pementasan seperti “Hanya Satu Kali” Galswoorty dan K. Modelwene sebagai korban, “Sebuah Cerpen” sebagai penulis cerpen, “Aum” karya Putu Wijaya sebagai orang udik 1, “Gulipat” karya Hanindawan sebagai petugas keamanan 2, “Ayah Telah Berwarna Hijau” karya Afrizal Malna sebagai Herman, “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Iwan. Eni: bergabung dengan Teater Tesa tahun 2005. Sebelumnya, ia adalah anggota yang bekerja dibalik panggung. Pernah beberapa kali ikut dalam proses pementasan seperti “Gulipat” karya Hanindawan sebagai loper koran, “Pen” karya Halfidz Rizman sebagai wanita, “Ayah Telah Berwarna Hijau” karya Afrizal Malna sebagai Susi, “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Sekar. Corry: bergabung pada 2006 dengan Teater Tesa. Sebelum mengikuti proses “Keluarga yang Dikuburkan”, ia pernah mengikuti proses pementasan “Bunglon” yang merupakan proses awal ketika ia menjadi anggota baru. 3. Latihan Latihan diperlukan dalam setiap proses pementasan. Budi Riyanto selalu meminta para aktor untuk bersungguh-sungguh dalam setiap latihan commit to user 44 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id karena akan mempengaruhi apa yang nantinya akan ditampilkan di atas panggung. Pada saat latihan ini, Budi Riyanto menerapkan hal yang berbeda pada beberapa aktor, namun tidak semuanya dilakukan berbeda. Untuk latihan-latihan seperti olah vokal, olah tubuh, dan olah rasa yang dilakukan secara bersama-sama, Budi Riyanto tidak membedakan aktor yang satu dengan aktor yang lain. Tidak adanya perbedaan dalam latihan-latihan tersebut karena latihan tersebut memang membutuhkan ketelatenan dan tidak hanya digunakan pada saat proses pementasan saja. Latihan reading dan blocking merupakan latihan-latihan yang sudah masuk kedalam naskah lakon. Untuk latihan-latihan yang berhubungan dengan naskah lakon, Budi Riyanto memberikan perbedaan kepada aktor yang satu dengan yang lain dengan menggunakan Laisez Faire dan Gordon Craig. Hal ini dilakukan Budi Riyanto agar hasil akhir atau pementasan dapat sesuai dengan yang diharapkan. Budi Riyanto melakukan latihan-latihan dasar seperti olah vokal, olah tubuh, dan olah rasa. Setelah melalui tahap latihan dasar, Budi Riyanto kemudian akan masuk kedalam naskah dengan latihan reading dan blocking. Berikut adalah penjelasannya: a. Olah Vokal Vokal adalah “unsur paling utama untuk menyampaikan pikiran dan perasaan secara verbal dari rangkaian dialog yang dihafal aktor” (Japi Tambayong,1981:19). Vokal yang baik didapat dari latihan vokal yang terus-menerus. commit to user 45 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Latihan olah vokal ini bertujuan untuk mengolah suara sehingga suara dapat menjadi lebih sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sutradara. Suara dapat berubah sesuai dengan karakter dalam naskah lakon. Seorang aktor juga harus dapat menyesuaikan suara dengan ruangan pentas yang digunakan. Maksudnya adalah pentas dengan ruangan yang terbuka akan membutuhkan kekuatan vokal yang lebih besar daripada ruangan yang tertutup. Hal ini disebabkan karena pada ruangan tertutup ada kemungkinan terjadi gema yang menyebabkan terjadinya artikulasi yang kurang jelas. Budi Riyanto sebagai seorang sutradara juga memperhatikan halhal tersebut sehingga Budi Riyanto mewajibkan para aktornya untuk latihan vokal setiap hari. Bentuk latihan vokal yang dilakukan oleh Budi Riyanto adalah sebagai berikut: 1) Latihan Pernapasan Latihan pernapasan ada tiga macam, yaitu pernapasan perut, pernapasan diafragma dan pernapasan dada. Latihan yang digunakan oleh Budi Riyanto dalam proses ini adalah pernapasan perut ini karena ia beranggapan bahwa kekuatan dari pernapasan berasal dari perut. Yang dilakukan pertama adalah menghirup napas perlahan dan dalam melalui hidung bersamaan dengan menghirup napas tersebut kedua tangan naik perlahan-lahan sesuai dengan hitungan ketika menghirup napas. Ketika posisi tangan berada di atas, napas ditahan sejenak kemudian napas dilepaskan perlahan-lahan sambil commit to user 46 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menurunkan tangan perlahan-lahan pula. Bersamaan dengan habisnya napas kedua tangan kembali berada di samping. Ini dilakukan secara berulang-ulang. 2) Latihan Artikulasi Vokal Latihan artikulasi vokal yang di gunakan Budi Riyanto dalam proses ini ada beberapa tahap, sebagai berikut; Tahap pertama adalah latihan getaran dalam. Mula-mula menghirup napas secara perlahan-lahan melalui mulut, tahan beberapa detik kemudian melepaskan sedikit demi sedikit dengan menggetarkan pita suara dengan tidak membuka mulut sehingga dihasilkan suara {hmmmm}. Getaran dalam ini dilakukan secara berulang-ulang sesuai kebutuhan. Budi Riyanto biasanya meminta para aktor untuk melakukannya selama 20-30 menit, namun hal tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan latihan. Tahap kedua adalah latihan getaran luar. Sama seperti getaran dalam, menghirup napas secara perlahan-lahan melalui mulut, tahan beberapa detik hanya saja ketika melepaskannya dilakukan dengan menggetarkan pita suara dengan membuka mulut sehingga menghasilkan suara {aaaaaa}. Getaran luar ini awalnya dilakukan secara perlahan dan semakin lama semakin keras . Lama latihan getaran luar ini sama dengan lamanya latihan getaran dalam. Getaran dalam ini juga mempunyai beberapa bagian: Pertama adalah melakukan getaran luar dengan pengucapan huruf-huruf vokal {a,i,u,e,o}. Awal yang dilakukan sama, yaitu commit to user 47 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menghirup napas secara perlahan-lahan melalui mulut, tahan beberapa detik kemudian sambil membuka mulut mengeluarkan huruf-huruf vokal tersebut secara berurutan atau satu-satu diucapkan hingga beberapa kali dan berganti huruf setiap beberapa kali pengucapan. Kedua adalah melakukan getaran luar disertai dengan hentakan. Yang dilakukan awalnya sama dengan getaran luar namun ketika pelepasannya dilakukan dengan menghentakan suara yang keluar. Huruf-huruf yang dilafalkan bervariasi namun yang umum digunakan adalah huruf-huruf vokal {a,i,u,e,o}. b. Olah Tubuh Olah tubuh ini dilakukan agar para aktor memiliki ketahanan fisik yang bagus. Ketahanan fisik ini diperlukan aktor di atas panggung karena ketika berada di atas panggung dibutuhkan energy yang besar. Selain sebagai pembentuk ketahanan fisik, olah tubuh ini juga dapat melatih dan menciptakan gesture serta keluwesan para aktor. Olah tubuh ini dapat dilakukan dengan beberapa tahap: Tahap pertama adalah Pemanasan. Pemanasan ini dilakukan pada awal latihan. Pemanasan bertujuan untuk melemaskan sendi-sendi dan otot-otot tubuh dan tidak terjadi kram pada saat latihan. Budi Riyanto memilih salah satu dari aktor untuk menuntun aktor yang lain melakukan pemanasan ringan seperti melemaskan otot-otot leher, tangan, dan kaki. commit to user 48 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tahap kedua adalah lari-lari kecil di tempat latihan dengan membentuk lingkaran kecil. Semakin lama lari akan menjadi cepat dan lingkaran yang dibentuk akan semakin membesar. Setelah melakukan lari di tempat latihan, Budi Riyanto akan menuntun para aktor untuk berlari mengitari kampus. Tahap ketiga adalah latihan fisik. Dalam latihan fisik ini Budi Riyanto meminta para aktor untuk melakukan sit up dan push up juga beberapa gerakan lain. Ketika melakukan gerakan fisik ini Budi Riyanto juga meminta agar para aktor untuk mengatur pernapasan dan mengkombinasikan dengan olah vokal. Tahap keempat adalah melakukan intensitas gerak. Intensitas gerak ini dilakukan dengan berbagai cara. Setiap kali latihan, Budi Riyanto akan meminta para aktor melakukan gerakan intensitas yang berbeda-beda setiap harinya. Misalnya dengan berjalan secara perlahanlahan dari satu ujung ke ujung yang lainnya dengan menggerakkan seluruh tubuh dengan intensitas gerak yang apik sehingga menciptakan gerakan-gerakan seperti tarian-tarian. Intensitas gerak ini juga dapat melatih kelenturan-kelenturan tubuh. Tahap kelima adalah meditasi. Meditasi ini juga merupakan akhir dari latihan olah tubuh. Dalam meditasi, para aktor berkonsentrasi dan melemaskan tubuh serta mengingat latihan-latihan sebelumnya sebelum ia masuk pada latihan yang selanjutnya. commit to user 49 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Olah Rasa Olah rasa merupakan latihan yang salah satunya bertujuan untuk melatih kepekaan dalam proses pementasan. Sebenarnya bukan hanya untuk melatih kepekaan ketika berada dalam proses pementasan tapi juga dapat berfungsi sebagai latihan kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Untuk sebuah proses pementasan, olah rasa ini bertujuan agar para aktor lebih menghayati tokoh yang akan diperankan. Usaha untuk menghayati tokoh dalam naskah ini oleh Budi Riyanto dilakukan dengan beberapa cara, antara lain observasi langsung, meditasi, dan imajinasi oleh pemain. Observasi langsung yang dilakukan oleh para aktor untuk mengamati orang atau profesi orang yang akan ia perankan bukanlah hal yang wajib dilakukan oleh setiap aktor karena tidak semua tokoh dalam sebuah naskah lakon adalah tokoh riil. Tokoh yang ada dalam sebuah naskah lakon dapat berupa tokoh-tokoh imajinatif pengarang saja. Budi Riyanto meminta para aktor untuk mengamati perilaku atau profesi orang yang akan diperankan dengan tujuan agar para aktor lebih mengerti dunia orang-orang tersebut. Misalnya seorang aktor yang memerankan tokoh sebagai orang tua akan mengamati gerak gerik serta perilaku keseharian orang tua yang ada di sekitarnya. Pengamatan ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam melakukan gesture di atas panggung. commit to user 50 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Meditasi ini merupakan salah satu cara Budi Riyanto untuk mengolah perasaan para aktor. Saat melakukan meditasi ini, Budi Riyanto akan meminta para aktor untuk duduk bersila dan memejamkan mata, posisi tubuh tegak namun tidak kaku. Ketika para aktor memejamkan mata, Budi Riyanto akan memberikan gambaran setiap tokoh satu persatu. Ia mencoba untuk membuat para aktor lebih menyelami karakter tokoh tersebut. Dengan suasana yang tenang dan sepi, yang terdengar adalah suara dari Budi Riyanto. Cara ini digunakan Budi Riyanto agar apa yang ia sampaikan dapat ditangkap oleh semua indera yang dimiliki oleh para aktor. Imajinasi aktor merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh para aktor untuk menciptakan karakter suatu tokoh. Imajinasi yang dihasilkan para aktor untuk menghadirkan seorang tokoh ini tidak lepas dari usaha Budi Riyanto yang berlaku sebagai sutradara. Gambaran awal imajinasi tokoh yang diciptakan oleh para aktor ini kadang kala tidak sama dengan apa yang diharapkan oleh sutradara. Ketika meditasi, Budi Riyanto memberikan gambaran tokoh yang diperankan, di sinilah imajinasi para aktor bermain. d. Reading Reading atau membaca adalah latihan yang dilakukan pada setiap proses pementasan naskah lakon. Dengan adanya latihan reading, para aktor dapat mengetahui apa yang tersurat dan tersirat dari naskah tersebut. Hal ini tentu saja harus dilakukan dengan latihan reading yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id 51 digilib.uns.ac.id berulang-ulang. Latihan reading ini selain dilakukan selama jam latihan juga dapat dilakukan diluar jam latihan. Bagi para aktor, reading yang dilakukan secara terus menerus dapat membantunya dalam menentukan bentuk pendialogan dari tokoh yang akan ia perankan. Seorang aktor harus dapat membuat pendialogan yang enak di dengar dan tidak monoton. Variasi pendialogan dapat dibangun lewat intonasi, dan tempo-tempo pendialogan. Setiap latihan reading, Budi Riyanto selalu mengupas naskah dan menjelaskan maksud dari naskah tersebut yang ditangkap oleh Budi Riyanto, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan terdapat perpedaan pendapat antara Budi Riyanto dengan para aktor mengenai maksud dan isi dari naskah lakon tersebut. Dalam setiap latihan reading, Budi Riyanto memberikan kebebasan para aktor untuk mengeksplor kepandaian aktor dalam mengolah dialog-dialog yang terdapat dalam naskah, namun Budi Riyanto juga memberikan contoh pendialogan atau memberikan daya imajinasi tentang dialog tersebut. Hal ini berlaku pada aktor yang sudah berpengalaman maupun yang belum berpengalaman. Hanya saja Budi Riyanto memberikan pengarahan yang lebih detail pada aktor yang belum berpengalaman. Untuk aktor yang memiliki “jam terbang” tinggi seperti Alfian, Halfidz, Arifin, dan Topik, Budi Riyanto menggunakan Laisez Faire. Budi Riyanto hanya memberikan arahan yang berhubungan dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 52 digilib.uns.ac.id suasana dan karakter tokoh yang dimainkan, sedangkan untuk pendialogannya, Budi Riyanto menyerahkan kepada aktor untuk dapat mengolah dan mencari pendialogan yang tepat. Aktor yang belum memiliki pengalaman seperti Corry dan Eni mendapat perhatian khusus dari Budi Riyanto. Budi Riyanto menggunakan Gordon Craig untuk menangani kedua aktor tersebut. Saat reading, Budi Riyanto tidak hanya memberikan arahan mengenai karakter dan suasana yang terjadi saat dialog terjadi tapi juga memberikan contoh dialog yang sesuai. Meskipun memberikan contoh pendialogan secara langsung, Budi Riyanto juga tetap menerima masukan dari aktor yang bersangkutan agar pendialogan terkesan luwes. e. Blocking Blocking adalah aturan berpindah tempat dari tempat yang satu ketempat yang lain (Japi Tambayong, 1981: 80-82). Seorang sutradara menentukan blocking dari setiap aktor dan mengatur agar blocking yang dilakukan tidak terkesan menjemukan. Selain blocking, secara bersamaan sutradara menentukan pula gait dan gesture dari aktor. Gait ini merupakan catatan dari sutradara dalam memberikan tanda-tanda khusus pada cara berjalan dan cara bergerak aktor. Gesture adalah gerak-gerak besar, yaitu tangan, kaki, kepala, dan tubuh pada umumnya (Japi Tambayong, 1981: 80). Ketika melakukan blocking, Budi Riyanto juga memberikan arahan mengenai cara berjalan atau bergerak seorang aktor dan gesture commit to user perpustakaan.uns.ac.id 53 digilib.uns.ac.id yang harus dilakukan oleh aktor. Hal tersebut semata-mata dilakukan agar blocking yang dilakukan aktor yang satu dan yang lain dapat bervariasi dan tidak monoton sehingga dapat menciptakan suasana yang diinginkan. Gagasan sutradara dalam menentukan blocking ini tidak lepas dari kejelian sutradara dalam menginterpretasikan dialogdialog yang ada dalam naskah lakon yang dibawakan. Agar blocking yang dilakukan oleh aktor sesuai dengan dialog yang diucapkan, maka proses blocking dan reading dilakukan secara bersamaan. Proses blocking dan reading yang dilakukan ini juga dapat memberikan gambaran bagi seorang sutradara dapat menentukan blocking yang tepat dan sesuai. Pengaturan blocking ini dilakukan berulang kali dan terus menerus. Seperti halnya dengan reading, pada saat blocking pun Budi Riyanto memberikan perhatian yang berbeda antara aktor yang sudah berpengalaman dan yang belum berpengalaman. Aktor seperti Alfian, Halfidz, Arifin dan Topik, Budi Riyanto memberikan gambaran blocking-blocking secara kasar dan meminta para aktor untuk dapat mengatur sendiri bagaimana aktor dapat mengisi panggung agar terlihat seimbang dan tidak ada panggung yang kosong. Gesture dan perpindahan tempat diserahkan oleh aktor, Budi Riyanto hanya memberikan timing kapan aktor keluar dan masuk. Budi Riyanto memberikan contoh dan instruksi blocking secara detail kepada Corry dan Eni. Seperti halnya dengan reading, Budi Riyanto juga memberikan contoh secara langsung di atas panggung commit to user 54 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id seperti langkah dan arah yang harus diambil oleh Corry dan Eni saat hendak berpindah tempat dan juga memberikan secara langsung contohcontoh gesture yang harus dilakukan. Blocking dan adegan adalah hal yang saling membutuhkan satu sama lain karena blocking bertujuan untuk membentuk dan memperjelas adegan. Penulis akan memberikan dan menjelaskan blocking-blocking yang dibuat oleh Budi Riyanto dalam proses penggarapan naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”. Blocking 1 Basuki tidur di kursi malas. Doni masuk dengan membawa gunting. Doni mendekati Basuki dan mencukur rambut Basuki. Pada adegan tersebut Budi Riyanto menginstruksikan Doni masuk mengendap-endap melalui sisi kanan depan panggung (pintu depan) dan Basuki terlelap di kursi malasnya yang berada di samping kanan dalam panggung. Setelah mendekati dan memastikan Basuki terlelap, Doni mencukur rambut Basuki dengan hati-hati kemudian keluar melalui pintu dapur. Berikut gambar blocking tersebut. commit to user 55 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar1 blocking 1 Sumber : dokumentasi teater Tesa Blocking 2 Basuki duduk memandangi televisi sembari mengucapkan dialognya di kursi malas. Krima masuk dari lantai atas dan turun mendekati Basuki. Krima menuju lemari kecil disebelah kursi malas Basuki dan menyiapkan obat-obatan. Krima menuju ke dapur dan kembali masuk dengan membawa nampan berisi semangka. Krima duduk di kursi yang berada di depan meja makan (membelakangi penonton) dan mengiris semangka. Krima berjalan menuju televisi dan meletakkan semangka di atasnya. commit to user 56 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berikut gambar blocking tersebut: Gambar 2 blocking 2 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 3 Budi masuk melalui pintu depan membawa setumpuk jagung. Budi Riyanto menginstruksikan tokoh Budi untuk mengisi panggung sebelah kiri saat berdialog dengan Basuki agar panggung dapat seimbang dengan Basuki yang berada di sebelah kanan panggung. Berikut gambar blocking tersebut: commit to user 57 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 3 blocking 3 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 4 Basuki di kursi malas. Budi berada di sisi kiri depan panggung. Krima bermonolog. Krima masuk dari lantai atas. Saat menuruni tangga, Krima berhenti sejenak di tengah tangga dengan tetap bermonolog. Krima berjalan menuju tengah panggung. Budi Riyanto menginstruksikan Krima untuk berhenti dan berdiri sejenak di tengah panggung setelah itu Krima berjalan ke sisi panggung sebelah kiri. commit to user 58 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dengan masih bermonolog, Krima berjalan dan mengisi panggung sebelah kanan. Berikut gambar blocking tersebut: Gambar 4 blocking 4 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 5 Doni masuk melalui pintu depan membawa gergaji mesin. Ia berjalan dengan berusaha menyembunyikan kakinya yang pincang. Basuki yang berada di kursi malasnya memandangi Doni. Doni melangkah masuk mendekati televisi dan mengambil irisan semangka commit to user 59 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id di atasnya. Budi yang berada di sisi panggung sebelah kiri berusaha membersihkan kulit jagung yang berserakan. Doni memandangi Budi dari dekat televisi kemudian keluar melalui pintu dapur. Krima yang berdiri di sisi kanan panggung berjalan menuju pintu depan dan keluar. Berikut gambar blocking tersebut: Gambar 5 blocking 5 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 6 Basuki berusaha tidur di kursi malasnya. Doni masuk dari pintu depan membawa gergaji mesin yang masih menyala dan menuju tengah panggung. Budi Riyanto menginstruksikan Doni untuk mengisi commit to user 60 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tengah panggung dan berdialog dengan posisi menghadap Basuki di kursi malasnya. Basuki berteriak dan terjatuh dari kursi malasnya. Doni yang berada di tengah panggung panik dan lari keluar melalui pintu dapur. Berikut gambar blocking tersebut: Gambar 6 blocking 6 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 7 Budi berlari masuk dari pintu dapur dan membantu Basuki bangkit dan membaringkannya di kursi malasnya. Budi duduk di kursi commit to user 61 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sebelah kanan meja makan (membelakangi Basuki). Budi berjalan mendekati televisi dan mematikannya. Berikut gambar blocking tersebut: Gambar 7 blocking 7 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 8 Basuki tidur di kursi malas. Budi berada di dekat televisi. Doni masuk dari pintu dapur membawa keranjang yang berisi tomat. Doni berdiri di tengah panggung dengan posisi berhadapan dengan Budi yang berada di dekat televisi. Budi dan Doni berdialog dengan berbisik. Budi commit to user 62 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mendekati Doni. Saat Doni berteriak keduanya terkejut, Budi berlari untuk bersembunyi di dekat lemari kecil yang berada di samping kursi malas Basuki sedangkan Doni mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Doni kembali ke posisi semula. Budi kembali mendekati Doni dan mengulurkan tangannya. Doni menumpahkan sekeranjang tomat kepada Budi. Budi jongkok sambil memunguti tomat yang berserakan. Doni keluar melalui pintu depan. Blocking 9 Iwan dan Sekar masuk dari pintu depan. Keduanya berdiri di depan panggung dan berdialog. Sekar mendekati meja makan dan mengambil semangka tapi dari depan panggung Iwan melarang Sekar mengambil semangka itu. Pada saat yang bersamaan, Budi masuk dari pintu dapur. Setelah terjadi dialog beberapa saat, Budi keluar melalui pintu depan. Iwan keluar mengejar Budi dan meninggalkan Sekar. Berikut gambar blocking tersebut: commit to user 63 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 9 blocking 9 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 10 Basuki berada di kursi malas dan bergumam. Sekar masuk melalui pintu dapur dengan membawa secangkir kopi panas. Sekar berdiri di belakang panggung sebelah kiri kemudian mendekati Basuki dan saling berdialog. Sekar menuju ke dapur dan kembali masuk dengan membawa sekeranjang sayuran. Sekar duduk di kursi sebelah kiri meja makan, berhadapan dengan Basuki dan berdialog. Berikut gambar blocking tersebut: commit to user 64 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 10 blocking 10 Sumber: dokumentasi Taeter Tesa Blocking 11 Basuki berada di kursi malas. Budi masuk melalui pintu dapur dan berjalan menuju sebelah kiri panggung. Sekar mendekati Budi. Budi berdialog dengan Sekar. Doni masuk melalui pintu depan membawa gergaji mesin. Berikut gambar blocking tersebut: commit to user 65 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 11 blocking 11 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 12 Sekar berdiri di tengah panggung. Basuki berada di kursi malas. Budi dan Doni mendekati sekar. Budi berdiri di belakang Sekar. Doni dan Sekar berhadapan dan saling berdialog. Berikut gambar blocking tersebut commit to user 66 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 12 blocking 12 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 13 Sekar berteriak dan membelakangi penonton. Iwan berlari masuk dari pintu dapur dan mendekati Sekar. Budi dan Doni keluar melalui pintu dapur. Iwan dan sekar berdiri di tengah panggung. Basuki terlelap di kursi malas. Berikut gambar blocking tersebut commit to user 67 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 13 blocking 13 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 14 Pada blocking ini, sutradara membangun sebuah ruangan baru. Blocking Krima berada di tengah panggung di depan meja makan dan berjalan mondar mandir ke kiri dan ke kanan panggung. Blocking Sekar duduk di kursi. Posisi Sekar berada di sebelah kiri panggung. Blocking Basuki duduk di atas kursi malas. Posisi Basuki berada di sebelah tengah depan panggung. Blocking Iwan berdiri di belakang kursi Sekar dengan posisi membelakangi penonton. commit to user 68 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berikut gambar blocking tersebut: Gambar 14 blocking 14 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 15 Basuki kembali pada posisi semula, yaitu di kursi malas yang berada di sebelah kanan depan panggung. Iwan masuk melalui pintu dapur berjalan mendekati Basuki dengan membawa irisan semangka. Iwan duduk di kursi sebelah kiri meja makan. Budi Riyanto menginstruksikan kepada Iwan untuk mengisi panggung saat berdialog dengan Basuki. Iwan keluar melalui pintu dapur. commit to user 69 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berikut gambar blocking tersebut: Gambar 15 blocking 15 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 16 Pada blocking ini, Budi Riyanto menginstruksikan Basuki untuk bangun dari kursi malasnya dan berjalan menuju tengah panggung. Saat berdialog membacakan surat wasiat, Krima masuk dari pinru dapur bersama seorang pendeta. Krima dan pendeta itu duduk commit to user 70 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id saling berhadapan di meja makan. Sekar dan Iwan keluar dari pintu kamar dan duduk saling memeluk di kursi malas Basuki. Berikut gambar blocking tersebut: Gambar 16 blocking 16 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Blocking 17 Budi berdiri di tengah panggung. Dari arah pintu dapur Doni masuk dan berbisik. Berikut gambar blocking tersebut commit to user 71 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 17 blocking 17 I Sumber: dokumentasi Teater Tesa commit to user 72 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dokumentasi Proses Latihan. Dokumentasi Proses Latihan “Keluarga yang Dikuburkan” Bulan Desember 2006 Minggu I Hari Materi Ket. Senin Reading teks berputar, belum Untuk Casting, Pemilihan ditentukan tokohnya. tokoh belum ditentukan Rabu Reading teks berputar, belum ditentukan tokohnya. Kamis Reading teks berputar, belum ditentukan tokohnya. Sabtu Latihan vokal dan olah tubuh Minggu II Senin Rabu Kamis Sabtu Reading teks berputar, belum ditentukan tokohnya. Reading teks berputar, belum ditentukan tokohnya. Reading teks berputar, belum ditentukan tokohnya. Latihan vokal dan olah tubuh Untuk Casting, Pemilihan tokoh belum ditentukan Minggu III Senin Reading teks. Rabu Reading teks per tokoh Kamis Reading teks per tokoh Sabtu Latihan vokal dan olah tubuh Mulai menentukan percobaan casting pemain secara spesifik Menentukan casting tokoh dengan percobaan dialog, karakter vokal, dan pembantu sederhana semisal gestur tubuh. Menentukan casting tokoh dengan percobaan dialog, karakter vokal, dan pembantu sederhana semisal gestur tubuh. Minggu ke IV Senin Reading teks per tokoh Rabu Reading teks per tokoh commit to user Menentukan casting tokoh dengan percobaan dialog, karakter vokal, dan pembantu sederhana semisal gestur tubuh. Menentukan casting tokoh dengan percobaan dialog, 73 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kamis Reading teks per tokoh Sabtu Latihan vokal dan olah tubuh karakter vokal, dan pembantu sederhana semisal gestur tubuh. Tokoh telah ditentukan: Alfian : Basuki Corry : Krima Halfidz : Doni Topik : Budi Arifin : Iwan Eni : Sekar Januari 2007 – Februari 2007 Minggu I – Minggu IV Senin Olah Vokal dan reading Rabu Olah Vokal, olah tubuh, olah rasa, fisik, reading Olah Vokal, olah tubuh, olah rasa, fisik, reading Kamis Sabtu Olah Vokal, olah tubuh, olah rasa, fisik, reading Maret 2007 – April 2007 Pada rentang waktu 2 bulan ini, pemain diberi tugas menghafalkan teks secara utuh. Latihan rutin olah vokal, olah tubuh, olah rasa, dan fisik diwajibkan untuk dijadikan latihan keseharian. Dalam rentang waktu 2 bulan ini pemain telah menguasai teks secara utuh. Kemampuan tubuh dan fisik telah layak dan proposional. Pemahaman dan pendalaman akan karakter tokoh telah dikuasai (melalui latihan observasi), baik secara fisik, gestur, pendialokan, maupun perasaan. Mei 2007 Minggu I Senin Rabu Kamis Sabtu Senin Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Minggu II Bentuk garap halaman 1 – 9. Bentuk garap halaman 1 – 9. Bentuk garap halaman 1 – 9. Bentuk garap halaman 1 – 9. dan blocking dan blocking dan blocking dan blocking Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking commit to user bagian, Reading dan blocking halaman 1 – 9. 74 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Rabu Kamis Sabtu Senin Rabu Kamis Sabtu Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Minggu III Bentuk garap dan blocking halaman 1 – 9. Bentuk garap dan blocking halaman 1 -9 Bentuk garap dan blocking halaman 1- 9 Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Minggu IV Bentuk garap halaman 1 – 9 Bentuk garap halaman 1 – 9 Bentuk garap halaman 1 – 9 Bentuk garap halaman 1 – 9 dan blocking dan blocking dan blocking dan blocking Senin Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking bagian, Reading dan blocking halaman 9 – 15 Rabu Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking bagian, Reading dan blocking halaman 9 – 15 Kamis Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking bagian, Reading dan blocking halaman 9 – 15 Sabtu Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking bagian, Reading dan blocking halaman 9 – 15 Catatan untuk bulan Mei: Mulai bulan Mei latihan olah Vokal, olah tubuh, olah rasa, fisik dijadikan latihan keseharian, wajib dan sudah menjadi tanggung jawab per individu pemain. Sebelum latihan utama diwajibkan untuk latihan vokal dan fisik, hal ini berlangsung hingga hari pementasan. Juni 2007 Minggu I Senin Rabu Kamis Sabtu Senin Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Minggu II Bentuk garap dan halaman 9 – 15 Bentuk garap dan halaman 9 – 15 Bentuk garap dan halaman 9 – 15 Bentuk garap dan halaman 9 – 15 blocking blocking blocking blocking Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking commit to user bagian, Reading dan blocking halaman 9 – 15 75 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Rabu Kamis Sabtu Senin Rabu Kamis Sabtu Senin Rabu Kamis Sabtu Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Minggu III Bentuk garap dan blocking halaman 9 – 15 Bentuk garap dan blocking halaman 9 – 15 Bentuk garap dan blocking halaman 9 – 15 Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Minggu IV Bentuk garap dan halaman 15 – 26 Bentuk garap dan halaman 15 – 26 Bentuk garap dan halaman 15 – 26 Bentuk garap dan halaman 15 – 26 blocking per Bentuk garap dan halaman 15 – 26 per Bentuk garap dan halaman 15 – 26 per Bentuk garap dan halaman 15 – 26 per Bentuk garap dan halaman 15 – 26 blocking Masuk dalam bentuk garap bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap bagian, Reading dan blocking blocking blocking blocking blocking blocking blocking Juli 2007 Minggu I Senin Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking bagian, Reading dan blocking halaman 15 – 26 Rabu Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking bagian, Reading dan blocking halaman 15 – 26 Kamis Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking bagian, Reading dan blocking halaman 15 – 26 Sabtu Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking bagian, Reading dan blocking halaman 15 – 26 Minggu II Senin Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking commit to user Bentuk garap dan blocking halaman 26 – 33 76 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Rabu Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan blocking bagian, Reading dan blocking halaman 26 – 33 Kamis Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Bentuk garap dan blocking halaman 26 – 33 Sabtu Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Minggu III Bentuk garap dan blocking halaman 26 – 33 Senin Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Bentuk garap dan blocking halaman 26 – 33 Rabu Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Masuk dalam bentuk garap per bagian, Reading dan blocking Minggu IV Bentuk garap dan blocking halaman 26 – 33 Bentuk garap dan blocking halaman 26 – 33 Bentuk garap dan blocking halaman 26 – 33 Kamis Sabtu Senin Rabu Kamis Sabtu Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan bagian, Reading dan blocking halaman 26 – 33 Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan bagian, Reading dan blocking halaman 26 – 33 Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan bagian, Reading dan blocking halaman 26 – 33 Masuk dalam bentuk garap per Bentuk garap dan bagian, Reading dan blocking halaman 26 – 33 Agustus – September 2007 blocking blocking blocking blocking Elemen musik, lighting, dan properti mulai ikut masuk mengikuti latihan. Ini juga merupakan bentuk latihan untuk kru musik, kru lighting dan kru setting serta kru pendukung lain. Ketika musik, lighting dan properti sudah mulai masuk mengisi ruangan, maka latihan pun menjadi lebih intens dan sudah menjadi latihan garap secara utuh. Oktober 2007 Pada minggu pertama dan kedua bulan oktober ini, latihan berhenti sementara karena ada momen lebaran. Ketika adanya libur latihan ini, Budi Riyanto selalu mengingatkan kepada para aktor untuk tetap menjaga aura latihan. Oktober 2007 – November 2007 commit to user 77 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Mulai Oktober minggu ketiga sampai November Budi Riyanto meminta semua kru dan aktor latihan garap secara utuh, yang dimaksud di sini adalah latihan pementasan secara keseluruhan. Semua elemen-elemen pementasan harus sudah sesuai dengan porsinya sebagai pendukung kegiatan begitu juga aktor yang berperan di dalamnya. 21 November 2007 pementasan “Keluarga yang Dikuburkan” 4. Tata dan Teknik Pentas Dalam tata dan teknik pentas ini sutradara bekerjasama dengan kru panggung untuk menciptakan elemen-elemen pendukung yang akan membuat pementasan menjadi suatu peristiwa teater yang utuh. Seperti yang sudah disebutkan di atas, kru panggung meliputi kru music, kru setting, kru lighting, kru make up dan costume. Setiap kru mempunyai andil dalam menciptakan elemen-elemen pendukung pementasan. Budi Riyanto menerapkan Laisez Faire untuk para kru panggung dalam menghadirkan elemen-elemen pendukung pementasan. Para kru panggung diminta untuk mencari sendiri apa yang sesuai dengan yang terdapat dalam naskah, setelah mendapatkan beberapa yang dirasa cocok semunya didiskusikan kepada Budi Riyanto dan mencari mana yang cocok dengan maksud sutradara. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, Budi Riyanto meminta antara kru panggung yang satu dengan kru panggung yang lain untuk dapat membangun suatu komunikasi agar dapat menciptakan elemen pendukung yang harmonis. Sebagai seorang sutradara, Budi Riyanto memberikan gambaran tentang apa yang terdapat dalam pikirannya. Gambaran pikiran dari sutradara inilah yang harus dapat ditangkap dan dihadirkan dalam panggung, misal ketika Budi Riyanto membayangkan tentang sebuah commit to user 78 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id rumah sederhana dengan segala bentuk perabotnya, maka kru setting harus dapat menampilkan tata ruang dengan menangkap apa yang dimaksud sutradara dan merealisasikan hal tersebut. a. Tata Ruang Ruangan adalah suatu bentuk panggung yang di dalamnya terdapat tempat gerak para aktor dan terdapatnya setting serta latar yang dapat menciptakan suatu pertunjukan secara utuh. Oleh sebab itu, tata ruang dalam pembahasan ini membahas tentang bentuk panggung pementasan. Budi Riyanto menempatkan aktor pada sebuah ruang sebagai media gerak para aktor dalam berekspresi. Ruang atau panggung pertunjukan sebisa mungkin dapat mendukung para aktor dalam berekspresi sehingga panggung tidak menenggelamkan tokoh tapi justru dapat membantu tokoh. commit to user 79 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 18 tata panggung: Sumber: dokumentasi Teater Tesa Dalam pementasannya, panggung yang dibuat oleh Budi Riyanto berukuran 1400 cm X 1100 cm. Ruangan panggung dibagi menjadi enam bagian, yaitu ruang makan, ruang televisi, tangga, pintu depan, pintu kamar dan pintu dapur. Ruang makan dan ruang televisi adalah ruangan yang banyak digunakan oleh aktor “Keluarga yang Dikuburkan” dalam melakukan gerak. commit to user 80 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Selain pembagian ruang tersebut, terdapat pula propertiproperti pendukung yang dapat membuat penonton dapat mengenali tempat terjadinya adegan, seperti adanya meja makan beserta perlengkapannya seperti piring, gelas, tudung saji, tempat sendok, teko air, dan mangkok-mangkok. Untuk ruang televisi terdapat properti seperti televisi, meja televisi, kursi malas, dan lemari kayu kecil di samping kursi malas. Di atas lemari kayu kecil itu terdapat obat-obatan, teko air, dan gelas, sedangkan di dalam lemari kayu kecil terdapat botol-botol minuman keras milik Basuki. Tangga yang terdapat dalam panggung dibuat dengan menggunakan level yang ditumpuk sedemikian rupa dan ditutupi dengan background berwarna hitam. Background dalam pertunjukan “Keluarga yang Dikuburkan” ini ditempatkan sebuah kain berwarna hitam. Adapun pemilihan warna hitam sebagai visual yang dapat menimbulkan efek menonjolnya kehadiran tokoh di atas panggung. Selain itu, warna hitam bersifat menyerap cahaya dan tidak memantulkannya, sehingga dapat membantu pencahayaan menjadi bersih dan untuk menguatkan aspekaspek khusus dari pemain. Warna hitam juga merupakan warna yang netral dalam bingkai pementasan teater. Karena pertunjukan ini merupakan pertunjukan realis, maka tata panggung dibuat tidak berlebihan agar sesuai dengan realitas kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat dari properti-properti seperti yang disebutkan di atas serta commit to user 81 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id adanya foto keluarga dan jam dinding yang diletakkan di panggung belakang. Berikut adalah gambar tata ruang “Keluarga yang Dikuburkan”: Gambar 19 tata ruang Sumber : Dokumentasi Teater Tesa b. Tata Lighting Dalam sebuah peristiwa teater, tata lighting atau pencahayaan ini bukan hanya sebagai penerangan, tapi juga mempunyai fungsifungsi lain. Menurut Herman J Waluyo, tujuan atau fungsi dari tata lighting adalah sebagai berikut: 1) Penerangan terhadap pentas dan aktor. 2) Memberikan efek alamiah dari waktu, seperti jam, musim, cuaca, dan suasana. 3) Membantu melukis dekor (scenery) dalam menambah nilai warna hingga terdapat efek sinar dan bayangan. commit to user 4) Melambangkan maksud dengan memperkuat kejiwaannya. 82 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5) Dapat mengekspresikan mood dan atmosphere dari lakon, guna mengungkapkan gaya dan tema lakon. 6) Mampu memberikan variasi-variasi, sehingga adegan-adegan tidak statis (Herman. J Waluyo, 2006: 144). Pemilihan warna lampu dalam pementasan “Keluarga yang Dikuburkan” ini juga mendapat perhatian dari Budi Riyanto. Budi Riyanto memberikan beberapa arahan kepada kru lighting agar dapat memilih warna yang sesuai dengan suasana yang terjadi. Pemilihan warna yang tepat dapat menimbulkan efek yang ingin ditonjolkan, misal warna biru untuk suasana yang haru atau gambaran suatu kesedian yang mendalam. Dalam pementasan ini Budi Riyanto juga menggunakan lampu bohlam 100 watt yang digantungkan di atas meja makan, di atas kursi malas Basuki dan di depan kanan panggung. Tujuan pemberian lampu bohlam tersebut selain sebagai setting panggung dan membantu penerangan juga merupakan menanda ruangan yang berbeda atau sekat ruangan. Berikut adalah gambar set lampu dalam “Keluarga yang Dikuburkan”: commit to user 83 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 20 Set lampu Sumber: dokumentasi Teater Tesa Pemberian lampu-lampu spesial dalam pementasan ini ada dalam beberapa adegan seperti di bawah ini: Pemberian lampu spesial pertama adalah adegan Basuki yang bermonolog tentang hujan. Lampu yang digunakan adalah lampu profile nomor 3 dengan warna biru yang temaram. Warna biru temaram ini dipilih untuk menyesuaikan suasana yang terkesan haru. Lampu spesial ini digunakan oleh Basuki setiap kali ia bermonolog tentang hujan. commit to user 84 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 21 Set lampu spesial Basuki Sumber: dokumentasi Teater Tesa commit to user 85 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Lampu spesial berikutnya digunakan pada adegan jalan raya yang merupakan adegan dari mimpi Basuki. Adegan ini menggunakan lampu fresnel nomor 1 dan 4 secara bersamaan. Warna yang dipilih oleh Budi Riyanto adalah warna netral. Warna netral yang dimaksud di sini adalah warna natural dari cahaya tersebut tanpa menggunakan filter warna. Gambar 22 Set lampu jalan raya commit to user 86 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sumber: dokumentasi Teater Tesa Lampu spesial terakhir ada pada adegean terakhir ketika Basuki membacakan surat wasiat. Lampu yang digunakan adalah lampu profile nomor 2 dengan warna netral. Pada adegan ini tokoh Krima dan Pendeta yang berada di meja makan disinari dengan lampu bohlam yang menggantung di atasnya, begitu juga dengan Sekar dan Iwan yang berada di kursi malas Basuki. Budi Riyanto yang menginginkan Basuki yang sedang membacakan surat wasiat di tengah panggung menjadi fokus pada adegan ini diberi lampu spesial. commit to user 87 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 23 Set lampu surat wasiat Sumber: dokumentasi Teater Tesa commit to user 88 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Tata Rias dan Busana 1) Tata Rias Tata rias adalah seni menggunakan bahan kosmetika untuk menciptakan wajah peran sesuai dengan tuntutan lakon. Fungsi pokok dari rias adalah mengubah watak seseorang, baik dari segi fisik, psikis, dan sosial (Herman. J Waluyo, 2006: 137). Tata rias merupakan salah satu aspek pendukung dalam sebuah pementasan. Tata rias seorang aktor dapat mempengaruhi dan memperkuat mimik muka dan karakter tokoh yang di bawakannya. Menurut Herman J. waluyo, jenis tata rias dapat diklasifikasikan menjadi delapan jenis rias, sebagai berikut: a) Rias Jenis, yaitu rias yang mengubah peran. Misalnya peran laki-laki yang diubah menjadi peran perempuan yang memerlukan rias di berbagai bagian tubuh. b) Rias Bangsa, yaitu rias yang mengubah kebangsaan seseorang, misalnya orang jawa yang harus berperan sebagai orang belanda yang ciri-ciri fisiknya berbeda. c) Rias Usia, yaitu rias yang mengubah usia seseorang. Misalnya orang muda yang berperan sebagai orang tua atau sebaliknya. d) Rias Tokoh, yaitu rias yang membentuk tokoh tertentu yang sudah memiliki ciri fisik yang harus ditiru. commit to user 89 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id e) Rias Watak, yaitu rias sesuai dengan watak peran. Tokoh sombong, penjahat, dan watak peran yang lain yang dapat meyakinkan peranannya secara fisik. f) Rias Temporal, yaitu rias yang membedakan waktu atau saat tertentu, misalnya rias sehabis mandi, bangun tidur, dan lainlain. g) Rias Aksen, yaitu rias yang hanya memberikan tekanan kepada pelaku yang mempunyai anasir sama dengan tokoh yang dibawakan. Misalnya seorang pemuda tampan yang berperan sebagai pemuda tampan dengan watak, ras dan usia yang sama. Fungsi rias hanya untuk memberikan tekanan saja. h) Rias Lokal, yaitu rias yang ditentukan oleh tempat atau hal yang menimpa peran saat itu. Misalnya rias di penjara, petani, dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan oleh seorang perias dalam rias teater ada tiga hal, yaitu jarak antara panggung dengan penonton, bentuk dan ukuran anatomi peran yang dibawakan, dan sistem lighting pentas. Jarak antara penonton dan panggung dapat menjadi ukuran tebal tipisnya riasan yang aktor. Jarak penonton yang dekat dengan panggung dapat membuat penonton tidak nyaman jika riasan yang digunakan terlalu tebal begitu juga jika jarak antara panggung dan penonton jauh. Jika jarak antara penonton dengan panggung jauh, maka garis-garis dalam riasan dibuat lebih tegas dan tebal namun jika jarak yang dekat antara penonton dengan commit to user 90 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id panggung, maka garis-garis dalam riasan dibuat lebih tipis agar terkesan lebih alami. Sistem lighting pentas atau tata cahaya juga dapat mempengaruhi riasan pada seorang aktor. Perias yang baik dapat memperhitungkan efek yang dihasilkan oleh riasannya. Misalnya efek cekung atau menonjol pada wajah ketika tersorot oleh cahaya dengan pemberian warna dan shading yang tepat. Dalam pementasan “Keluarga yang Dikuburkan”, yang digunakan adalah rias usia, rias watak, dan rias aksen. Berikut adalah deskripsi dari riasan dalam pementasan “Keluarga yang Dikuburkan”: a) Basuki Usia Basuki berkisar antara 90 tahun. Aktor yang memerankan tokoh ini adalah Alfian yang saat itu berusia sekitar 23 tahun. Basuki adalah seorang suami, ayah, sekaligus kakek yang mempunyai watak keras, ia suka minum-minum. Pada riasan Basuki ini yang digunakan adalah rias usia dan rias watak. Dalam riasan Basuki ini rias usia ditunjukan dengan penggunaan siwit putih untuk membuat kesan uban di rambutnya. Pada bagian wajah, setelah diberi riasan dasar, pada kening diberi garis hitam dan putih untuk memberikan kerutan dahi. Warna hitam dapat memberikan efek cekung sedangkan warna putih yang diaplikasikan di bawah atau di atas garis hitam commit to user 91 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id memberikan efek menonjol sehingga garis kerutan yang dihasilkan lebih sempurna. Pada bagian mata, diberikan warna coklat untuk menghasilkan efek mata yang sayu sesuai dengan gaya hidupnya yang suka minum-minum. Pada alis mata diberi warna putih, biasanya untuk bagian alis tidak menggunakan siwit tapi menggunakan eye shadow yang berwarna putih. Bagian tulang wajah diberi warna campuran antara hitam dan coklat. Bagian bibir diberi warna kecoklatan dan bagian bawah diberi warna putih. Blush on yang digunakan berwarna merah dan diaplikasikan secara tipis-tipis pada bagian pipi agar tidak terlihat terlalu pucat. Gambar 24 Tata rias Basuki Sumber: dokumentasi Teater Tesa commit to user 92 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b) Krima Krima merupakan sosok seorang ibu, istri, dan nenek yang berusia sekitar 70 tahun. Aktor yang memerankannya adalah Corry yang saat itu berusia 19 tahun. Krima merupakan sosok wanita yang tegar, dan tetap terlihat menawan untuk wanita seusianya. Riasan yang digunakan pada tokoh Krima adalah rias usia dan watak. Sama seperti riasan usia Basuki, pada rambut diberikan siwit putih untuk kesan uban. Pada dahi diberi garis-garis kerutan, namun garis kerutan yang diaplikasikan tidak sebanyak garis yang terdapat pada Basuki. Garis-garis dan kerutan wajah pada Krima diaplikasikan lebih halus untuk memberikan efek wanita tua yang masih terlihat kecantikannya. Bagian mata diberi campuran warna coklat dan sedikit warna merah. Bagian pipi diberi shading warna coklat. Warna merah tua digunakan pada bibir dan bagian bawah bibir diberi warna putih. Blush on warna orange pun digunakan agar memberikan kesan segar. c) Budi Budi merupakan seorang anak sekaligus bapak. Umur Budi berkisar antara 40 tahun. Tokoh Budi diperankan oleh Topik yang berusia 23 tahun. Jenis riasan yang digunakan adalah riasan watak. Siwit dipulaskan tipis dan jarang-jarang untuk memberikan kesan uban. Wajah diberi garis-garis tegas di commit to user 93 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sekitar tulang pipi. Pemberian blush on pada bagian pipi diberikan agar tidak terlalu pucat. Gambar 25 Tata rias Budi Sumber: dokumentasi Teater Tesa d) Doni Yang digunakan untuk tokoh Doni adalah riasan watak. Doni digambarkan sebagai seorang lelaki berusia sekitar 30 tahun. Sebagai seorang pnebang pohon, kaki Doni yang terkena gergaji mesin menjadikannya sedikit pincang. Bagian wajah Doni hanya diberi riasan yang lebih hitam sehingga memberikan kesan kumal. Pada bagian tulang pipi diberi garis-garis tegas untuk memberikan kesan karakter yang lebih kuat. e) Iwan Iwan digambarkan sebagai seorang pemuda berusia antara 20 tahun. Tokoh Iwan diperankan oleh Arifin yang saat itu berumur sama dengan Iwan. Riasan yang digunakan pada commit to user 94 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tokoh Iwan ini adalah rias aksen. Aktor diberikan riasan yang diaplikasikan secara tipis sehingga terkesan natural. Aktor hanya diberi bedak dan blush on agar tidak terlihat pucat karena tersorot oleh cahaya lampu. Gambar 26 Tata rias Iwan Sumber: dokumentasi Teater Tesa f) Sekar Sama seperti Iwan, riasan yang diberikan pada Sekar adalah rias aksen. Aktor diberikan riasan yang tanpa menggunakan guratan-guratan. Sebagai seorang perempuan muda yang datang dari kota, riasan pada wajah Sekar terlihat segar dan cantik. Pemilihan warna riasan di sesuaikan dengan usia dan warna baju yang dikenakan, misalnyacampuran warna merah muda dan orange untuk blush on, warna merah untuk commit to user 95 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bibir, dan eye shadow berwarna orange yang diaplikasikan tipistipis agar tidak terkesan terlalu menor. 2) Tata Busana Tata busana juga merupakan sarana pendukung bagi aktor ketika memainkan perannya di atas panggung. Busana yang dipakai oleh para aktor dapat memberikan gambaran tentang status sosial, kepribadian, maupun usia tokoh yang diperankan. Selain itu, busana juga dapat memberikan gambaran tentang waktu kejadian yang terdapat pada pertunjukan tersebut. Busana yang dikenakan oleh aktor bagaimana pun bentuknya merupakan suatu sarana yang dapat membantu aktor untuk membantu gerak aktor di atas panggung sehingga busana yang digunakan hendaknya tidak mengganggu keleluasaan aktor untuk bergerak dan melakukan aktingnya. Berdasarkan pemikiran di atas, berikut ini adalah busana yang dikenakan oleh tiap-tiap aktor dalam pementasan “Keluarga yang Dikuburkan”: a) Basuki Busana yang digunakan oleh Basuki terdiri dari sweater, celana pendek, syal, kaos kaki, alas kaki berupa sandal jepit, dan selimut sebagai pelengkapnya. Busana ini dipilih karena dari peran yang dilakukan oleh aktor, Basuki merupakan seorang tua yang sakit-sakitan karena kebiasaannya mabukmabukan. Hal tersebut dapat terlihat dari pemilihan sweater, commit to user 96 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id syal, kaos kaki, serta selimut yang dipakai oleh aktor. Warna yang dipilih untuk sweater dan syal Basuki adalah warnawarna tua dan pucat yaitu biru tua untuk sweater dan warna coklat untuk syal. Pemilihan celana pendek dan sandal jepit dilakukan karena tokoh Basuki tidak pernah keluar rumah. Sandal jepit dan celana pendek memberikan kesan santai. Gambar 27 Tata busana Basuki Sumber: dokumentasi Teater Tesa b) Krima Dalam pementasan ini, Krima melalukan pergantian busana. Ada dua busana yang dikenakan oleh Krima yang pertama adalah busana ketika berada di dalam rumah. Saat berada di dalam rumah, Krima menggunakan rok panjang berwarna hijau dan sweater dengan warna senada, alas kaki juga menggunakan sandal jepit. commit to user 97 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 28 Tata busana Krima 1 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Busana yang kedua adalah busana yang digunakan oleh Krima ketika akan keluar rumah. Krima menggunakanterusan panjang berwarna hitam dan kerudung berwarna sama. Pemilihan warna hitam yang terkesan muram ini dipilih untuk menggambarkan suasana yang dirasakan oleh Krima. Krima menggunakan alas kaki berupa sandal bertumit tinggi (high heel) dan membawa sebuah payung besar berwarna hitam. commit to user 98 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 29 Tata busana Krima 2 Sumber: dokumentasi Teater Tesa c) Budi Busana yang digunakan oleh Budi ada tiga busana. Busan pertama adalah kaos putih yang ditumpuk dengan jaket bermotif kotak-kotak (flannel), celana panjang berwarna hitam, dan sepatu boot berwarna hitam. Busana ini digunakan setiap kali Budi pulang ke rumah (dari bepergian). commit to user 99 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 30 Tata busana Budi 1 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Busana kedua adalah ketika ia berada di rumah. Busana yang dikenakan adalah kaos putih, celana hitam, dan sandal jepit. Gambar 31 Tata busana Budi 2 Sumber: dokumentasi Teater Tesa commit to user 100 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Busana ketiga adalah busana ketika Budi selesai mandi. Busana yang ketiga ini hanya berupa handuk yang dililitkan pada pinggang tanpa menggunakan alas kaki dan baju. Gambar 32 Tata busana Budi 3 Sumber: dokumentasi Teater Tesa d) Doni Tokoh Doni dalam pementasan ini menggunakan dua busana. Busana pertama adalah busana yang digunakan setiap kali Doni pulang dari bekerja. Doni menggunakan kuluk (penutup kepala) berwarna hitam, kaos hitam yang ditumpuki dengan kemeja hitam, celana panjang berwarna hitam, sepatu boot berwarna hitam, dan selalu membawa gergaji mesin. Gergaji mesin ini adalah gambaran dari pekerjaannya sebagai penebang pohon. commit to user 101 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 33 Tata Busana Doni 1 Sumber: dokumentasi Teater Tesa Busana kedua adalah busana ketika berada di dalam rumah. Doni menggunakan kuluk (penutup kepala) berwarna hitam, kaos tanpa lengan berwarna hitam, celana panjang berwarna hitam dan sepatu boot berwarna hitam. Sepatu boot yang digunakan oleh Doni merupakan salah satu sarana pendukung untuk lebih menonjolkan kaki kirinya yang pincang. commit to user 102 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 34 Tata busana Doni 2 Sumber: dokumentasi Teater Tesa e) Iwan Busana yang digunakan oleh Iwan hanya satu dan tidak mengalami perubahan. Iwan menggunakan kemeja biru dengan kaos putih yang terlihat sedikit pada bagian atas, celana jeans biru, ikat pinggang dan menggunakan sepatu kulit. pemilihan warna-warna cerah ini bertujuan untuk menunjukkan usia tokoh yang masih muda. commit to user 103 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 35 Tata busana Iwan Sumber: dokumentasi Teater Tesa f) Sekar Pada pementasan ini tokoh Sekar menggunakan 2 busana. Pada busana yang pertama, Sekar memakai kaos berwarna orange terang, jeans hitam, sandal selop berwarna coklat muda. Sama seperti Iwan, Sekar menggunakan warnawarna cerah untuk menonjolkan usia mudanya. commit to user 104 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 36 Tata Busana Sekar 1 Sumber: Dokumentasi Teater Tesa Pada busana kedua, Sekar menggunakan kaos dan celana yang sama seperti yang digunakan sebelumnya, namun pada busana kedua ini, Sekar menambahkan jaket bulu tebal berwarna coklat. Gambar 37 Tata busana Sekar 2 Sumber: dokumentasi Teater Tesa commit to user 105 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d. Tata Musik Musik merupakan salah satu unsur pendukung yang digunakan oleh Budi Riyanto untuk memeriahkan pementasan. Dapat dikatakan bahwa dalam pementasan ini minim akan hadirnya musik sebagai pendukung. Budi Riyanto hanya meminta kepada kru musik untuk memberikan suara hujan yang terus menerus terdengar selama pementasan, hujan ini tidak dihadirkan secara langsung melainkan berasal dari rekaman, selain itu adanya suara gergaji mesin yang dihadirkan secara langsung oleh tokoh Doni setiap kali ia akan masuk. Televisi yang menjadi simbol penting dalam pementasan ini juga diberi suara yang berupa potongan-potongan pembacaan berita di televisi. Sama seperti suara hujan, potongan-potongan pembacaan berita ini juga berasal dari sebuah rekaman. Pada akhir adegan, ketika Basuki membacakan surat wasiat, Budi Riyanto meminta kru musik untuk memberikan musik seriosa dengan sentuhan klasik yang mendayu-dayu yang ditampilkan juga melalui sebuah rekaman. Menurut Budi Riyanto, pemberian suara-suara yang muncul dalam pementasan tersebut dapat membantu menciptakan suasana. Pada awal adegan terdengar suara mesin gergaji mesin yang secara langsung berasal dari gergaji mesin yang dibawa oleh Doni ke panggung, disusul dengan jeritan Basuki. Setelah itu, suara efek hujan muncul disepanjang pementasan. commit to user 106 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5. Menguatkan atau Melemahkan Scene Menurut Harymawan, menguatkan atau melemahkan scene merupakan suatu usaha dari seorang sutradara untuk menentukan tekanan atau aksen pada lakon menurut pandangan sutradara tanpa mengubah naskah (Harymawan, 1993: 76). Hal yang ingin diangkat oleh Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ini adalah masalah komunikasi yang kacau dalam sebuah keluarga. Televisi menjadi simbol kekacauan komunikasi dalam keluarga Basuki. Naskah lakon ini mengangkat dampak dari komunikasi yang kacau dalam sebuah keluarga. Kegagalan Basuki dalam mengatur rumah tangganya serta perselingkuhan istrinya yang membuatnya frustasi membuatnya melupakan apapun yang pernah menjadi bagian dari dirinya. Harapanharapan kepada Budi dan Doni yang tidak tercapai membuat Krima dan Basuki memberikan harapan kepada Toni, meskipun Basuki menyimpan pertanyaan besar tentang identitas Toni. Toni yang meyakini Basuki sebagai anak hasil perselingkuhan Krima dengan lelaki lain. Disisi lain, Basuki kecewa dengan keadaan Budi dan Doni, begitu pula Budi dan Doni yang kecewa kepada Basuki yang tenggelam dalam kefrustasiannya kepada Krima. Adanya sebuah rahasia yang disembunyikan oleh keluarga tersebut juga merupakan salah satu permasalahan yang ingin diangkat Budi Riyanto. Rahasia tersebut adalah pembunuhan yang dilakukan Basuki terhadap anak yang diyakini Basuki adalah anak hasil perselingkuhan Krima. Aib tersebut commit to user 107 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kemudian disembunyikan di ladang belakang rumah yang awalnya adalah sebuah ladang jagung. Gambaran-gambaran kekacauan ini sengaja dikuatkan oleh Budi Riyanto dalam setiap adegannya. Dialog-dialog yang muncul dalam setiap adegan yang membahas tentang kekacauan tersebut sengaja dikuatkan oleh Budi Riyanto. Penguatan ini dapat berupa penguatan secara auditif maupun secara visual yang terdapat dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”. Budi Riyanto selalu memperhatikan teks samping yang merupakan suatu bagian dari naskah lakon yang dapat memberikan suatu gambaran kepada sutradara dalam menggambarkan adegan. Kekacauan komunikasi dalam keluarga Basuki terdapat dalam beberapa adegan, teks samping maupun dialog seperti di bawah ini: Pada halaman awal naskah terdapat teks samping yang menggambarkan kekacauan komunikasi Basuki dan Krima. Televisi siang hari. Hujan turun dan itu adalah awal kata-kata mencitakan ruang dan memainkan dirinya. Kata-kata itu jelas keluar dari rongga-rongga kemiskinan, kekalahan, dan artifisialitas yang berada dimana-mana, dan kata-kata lebih menciptakan benda-benda yang sumpek ketimbang pengertian-pengertian. Ia menciptakan sebuah teater krisis. Basuki dan Krima berada di dalamnya. Berjuang hanya agar mulut masih bisa digerakkan, dan hanya agar tubuh masih terasa digunakan. (Afrizal Malna: 1). Teks samping yang dicetak tebal di atas, terlihat jelas adanya suatu komunikasi yang macet antara Basuki dan Krima. Dalam penggarapannya, Budi Riyanto membuat dialog-dialog antara Budi dan Basuki pada awal adegan terdengar seperti percakapan-percakapan biasa yang normal dengan teknik vokal yang sesuai dengan naskah. Percakapan-percakapan yang terjadi diselingi dengan sedikit konflik-konflik keseharian mereka yang berhubungan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 108 digilib.uns.ac.id dengan keinginan Krima agar Basuki minum pil. Saat Krima yang meminta Basuki untuk meminum pil, Krima menggunakan teknik vokal yang tinggi, begitu juga Basuki yang membalas dialog Krima dengan vokal yang tinggi. Konflik-konflik yang terjadi antara Basuki dan Krima ini sebenarnya bukan merupakan suatu yang dibuat-buat. Mereka selalu mengulang-ulang konflikkonflik kecil tersebut. Mereka menganggap perdebatan tersebut sebagai sesuatu yang wajar yang mereka lakukan sehari-hari. Hal tersebut dapat terlihat dari dialog di bawah ini: Krima: tentu saja hujan. Kau harus minum pil, kataku. Kalau kau tak menjawab, aku akan turun. Basuki: apakah sekarang kita sedang berada dalam udara? Krima: apa kau piker udara itu adalah sebuah Balkon? Kau harus minum pil, kataku. Kau mulai batuk-batuk lagi. Kalau kau tak juga minum, aku akan turun. Basuki: jangan turun! Krima: apa? Basuki: jangan turun! Krima: kau harus minum pil sayang, aku tak mengerti kalau tak minum. Satu-satunya yang masih bisa aku pahami dari dirimu adalah kalau kau minum pil, karena kau batuk. Selebihnya aku tak mengerti. Kau tahu apa bedanya kau dengan orang-orang dalam televisi itu? Ialah kalau kau minum pil. Itu lebih penting dari ajaran Kristen atau ajaran manapun. Sakit adalah sakit, dan pil adalah satu-satunya jawaban. Sekali kita minum pil. Kita tidak boleh berhenti, Bas, karena batuk-batuk akan membuat kita terus-terusan menjadi ganjil sebagai apapun. (Afrizal Malna: 2). Konflik yang muncul antara Basuki dan Krima semakin menjadi. Komunikasi pun menjadi semakin terlihat sangat kacau. Budi Riyanto memberikan penekanan-penekanan dalam beberapa dialog seperti di bawah ini: Krima: kau mau keluar hari ini? Basuki: hujan, dan aku memang tidak suka kemana-mana. Krima : aku hanya bertanya, hanya sebuah kalimat Tanya. Aku tak belanja hari ini. Kalau kau butuh apa-apa, minta saja pada Budi. Basuki: anak itu tidakcommit ada. to user perpustakaan.uns.ac.id 109 digilib.uns.ac.id Krima: ia ada didapur. Katakan saja padanya kalau kau memerlukan sesuatu. Basuki: ya Krima: ia akan membantumu. Basuki: (berteriak pada televisi) ya! Krima: jangan berteriak, Bas, batukmu akan datang lagi. Doni akan datang nanti sore memotong rambutmu. Basuki: aku tak butuh potong rambut. Krima: tidak sakit. Basuki: tidak usah. Krima: aku harus keluar sebentar. Basuki: katakan pada Doni, kalau dia datang bawa gunting, aku akan membunuhnya. Beberapa waktu yang lalu dia telah meninggalkan aku dalam keadaan gundul. Setan! Krima: itu bukan kesalahanku. Basuki: kau yang menyuruhnya untuk mencukurku! Krima: aku tidak pernah menyuru! Basuki: ya, kau yang menyuruhnya, yang mengaturnya, merencanakan dengan gayamu yang bodoh itu. Kau yang merancang pakaianku seperti akan mengemas mayat. Aku heran kenapa tidak kau sumbatkan pipa kedalam mulutku waktu itu. Itu akan tampak bagus. Hah? Apa? Pipa! Pipa atau apapun sama saja, dan semua itu kau lakukan ketika aku tertidur. Krima: kau selalu hanya bisa membeyangkan manusia dari sisisisinya yang buruk. Basuki: bukan buruk, tetapi yang terburuk! Krima: aku tak mau mendengarnya. Kau seperti comberan! Seharian aku hanya mendengar kata-kata yang sama. Basuki: lebih baik kau katakana hal itu pada Doni. Krima: katakan saja sendiri! Dia anakmu! Seharusnya kau bisa bicara dengan anakmu sendiri. Basuki: tidak! Dia mencukurku ketika aku tertidur. Krima: dia merasa bertanggungjawab. Basuki: pada rambutku? Krima: pada penampilanmu. Basuki: aku berada di luar kekuasaannya, bahkan diluar kekuasaanku sendiri. Aku telah tiada bagi siapapun. Aku telah raib, Krima. (Afrizal Malna: 3-4). Dari dialog di atas, Budi Riyanto menguatkan dengan memberi penekanan pada ketakutan Basuki terhadap Doni yang selalu mencukur rambut Basuki. Dialog-dialog Basuki yang bercetak tebal di atas merupakan bentuk penekanan untuk lebih menguatkan adegan ini. Penekanan-penekanan commit to user 110 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tersebut ditandai dengan pendialogan Basuki yang terkesan marah dengan intonasi vokal yang melengking tinggi. Ketakutan Basuki terhadap Doni tersebut dimunculkan Budi Riyanto pada awal adegan ketika Doni masuk dengan hati-hati dan mencukur rambut Basuki. Budi Riyanto sengaja menampilkan adegan Doni mencukur rambut Basuki pada awal adegan dengan tujuan agar penonton dapat menebak dan menghubungkan penyebab ketakutan Basuki kepada Doni. Gambar 38 Adegan Doni mencukur rambut basuki Sumber: dokumentasi Teater Tesa Selain itu, Budi Riyanto juga menguatkan adegan ini dengan memberikan penekanan pada dialog Krima yang mengatakan bahwa Basuki yang seharusnya dapat berbicara dengan anaknya. Dalam dialog ini, Budi Riyanto kembali menguatkan tentang kacaunya sebuah komunikasi hingga menyebabkan ketidakmampuan seorang ayah untuk sekedar duduk dan bicara bersama dengan anaknya. commit to user 111 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Krima: katakan saja sendiri! Dia anakmu! Seharusnya kau bisa bicara dengan anakmu sendiri (Afrizal Malna: 4). Penguatan yang dilakukan oleh Budi Riyanto juga terlihat dari suasana yang menggambarkan adanya komunikasi yang kacau seperti pada adegan meja makan. Pada pementasan ini, Budi Riyanto menerjemahkan teks samping yang terdapat pada naskah seperti di bawah ini: Budi menghilang. Dari balik kaca tampak bayang-bayang Krima. Dalam remang-remang Krima masuk. Ia membersihkan tubuh Basuki dari tanah. Menyalakan lampu, kemudian menyiapkan meja makan. Membuka beberapa makanan yang dibawanya. Basuki bangun. Doni datang. Budi datang. Seluruh pakaian mereka telah bersih. Kemudian mereka makan bersama, tanpa berkata-kata. Lampu padam, dan dalam gelap, meja makan berbunyi. (Afrizal Malna: 18). Teks samping tersebut diterjemahkan Budi Riyanto dengan menghadirkan suasana makan malam yang sepi. Semua keluarga berkumpul, namun tak ada kata-kata maupun percakan yang terjadi diantara mereka. Tidak ada komunikasi yang terjadi, semua diam. Secara visual, adegan ini terlihat sangat sederhana namun dari sini penonton dapat merasakan adanya sesuatu yang tidak beres dengan keluarga Basuki. Kekecewaan Budi dan Doni akan keadaan Basuki juga merupakan hal yang dikuatkan oleh Budi Riyanto. Dialog Doni yang memberikan kesan kekecewaannya terhadap Basuki diberikan penekanan oleh Budi Riyanto, seperti di bawah ini: Aku membawa tomat ini untuk ayah, sudah sejak siang tadi aku menyiapkannya, tetapi aku takut apapun yang aku bawa untuknya seakan-akan tidak bernilai. Aku tak tahu apakah nilai itu terletak pada niatan memberi, atau pada apa yang diberikan, atau pada siapa yang memberikan. Budi, kau tak pernah tahu, sudah sering kali aku dicekam oleh keinginan memberikan sesuatu untuk ayah, tetapi aku tak bisa menyatakan desakan kasih sayangku itu. Dan setiap kali itu pula, aku berlari, kembali membawa pergi apa yang aku bawa userberlari menuju jembatan, dan aku untuknya. Setiap kali commit itu pulatoaku 112 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id melemparkannya ke dalam sungai. Baju, pakaian hangat, cerutu kesukaannya, atau tomat, semuanya aku lempar ke dalam sungai itu. Aku pandangi benda-benda itu mengalir, sampai hilang dari pandanganku, dan aku merasa sudah menyampaikannya pada ayah. Aku sering berharap bahwa ayah lebih baik berdiri diujung sungai itu, dan menerima nafsu kasih sayangku. Begitulah kepalanya sering gundul ditanganku, karena aku ingin berbuat sesuatu untuknya. Tetapi aku bukan lagi sebuah makhluk yang nyata. Ayah setiap saat lebih dekat dengan makhluk-makhluk di dalam televisi itu. (Afrizal Malna: 15). Dialog Doni di atas merupakan suatu bentuk kekecewaannya terhadap Basuki yang selalu mengabaikannya, Basuki yang hanya menghabiskan waktunya di depan televisi dan tidak lagi menghiraukan keadaan keluarganya. Pada adegan ini, Budi Riyanto menginstruksikan kepada aktor untuk melakukan dialog dengan berbisik, tidak dengan vokal yang tinggi dan keras. Dengan suara berbisik ini, suasana yang terjadi adalah suasana yang sunyi. Adegan ini menjadi lebih menyayat dengan bentuk pendialogan yang berbisik. Dialog berbisik tersebut diharapkan sutradara agar penonton dapat menangkap apa yang dirasakan oleh Doni. Kekecewaan Doni yang mendalam yang tidak bisa ia ungkapkan kepada Basuki. Gambar 39 Adegan Doni dan Budi commitTeater to user Sumber: dokumentasi Tesa 113 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kekecewaan terhadap Basuki juga dirasakan oleh Budi. Basuki memberikan penekanan untuk menguatkan adegan ini dengan cara lain. Berikut ini adalah monolog Budi yang menggambarkan kekecewaannya kepada Basuki: ….Ayahku yang tua, dengarlah puisi malam ini. Alam semesta sedang mengucapkannya kepada kita. (Budi berjalan bolak bali membawa tanah dengan sekop, kemudian menggurukkannya ke tubuh Basuki. ia melakukan sambil terus berkata-kata). Kau memang tidak pernah mati, karena kau membiarkan kata-kata mengulang dirimu sendiri. Dan di sana kami dikuburkan. Di dalam televisi, di dalam harianharian pagi. Ayah dengarlah puisi gelap itu akan bangkit, menjelaskan kesulitan-kesulitan yang selama ini kita hadapi. Mereka bukan para pembunuh kata-kata. Kau jangan percaya bahwa anakanak akan merampas menit-menitmu, dan membiarkan para orang tua mati di luar daerah waktu...(Afrizal Malna 17). Adegan monolog ini dikuatkan dengan vokal aktor yang naik sesuai dengan emosi Budi yang memuncak. Tanah yang Budi taruh di atas tubuh Basuki diganti dengan tomat yang dibawa oleh Doni pada adegan sebelumnya. Budi mengubur Basuki dengan tomat, tomat-tomat yang hendak diberikan kepada Basuki oleh Doni sebagai lambang kasih sayang. Vokal aktor pada awal kalimat terkesan santai dan tidak meledak-ledak, vokal tersebut kemudian semakin tinggi ketika emosi yang dirasakan mulai memuncak. commit to user 114 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 40 Adegan monolog Budi Sumber: dokumentasi Teater Tesa Perselingkuhan Krima dengan lelaki lain yang menjadi penyebab kefrustasian Basuki ini ditampilkan secara visual oleh Budi Riyanto pada akhir pertunjukan. Pada saat Basuki membacakan surat wasiat, di belakang panggung sebelah kanan terlihat Krima yang duduk di meja makan dengan seorang lelaki, seorang pendeta. Krima yang duduk bersama lelaki lain di meja makan dilemahkan oleh Budi Riyanto dengan adanya fokus lain dalam adegan tersebut. Pencahayaan di sekitar meja makan lebih temaram. Kemunculan Krima dan lelaki lain tersebut diharapkan Budi Riyanto dapat ditangkap oleh penonton dan penonton dapat mengartikan maksud kemunculan Krima dan lelaki lain. Fokus utama dalam adegan tersebut adalah Basuki yang sedang membacakan surat wasiat. Dalam dialog Basuki tidak terdapat dialog yang secara langsung menyatakan perselingkuhan Krima, seperti pada dialog Basuki di bawah ini: Jangan bawa kopi itu kemari. Sudah bertahun-tahun sejak aku tidak commit user tidur lagi dengan istriku, akutotak pernah minum apapun yang dibuat 115 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id oleh orang lain. Aku pernah menemukan racun di dalamnya, yang membuatku hampir mati. (Afrizal Malna: 22). Dialog Basuki tersebut secara tidak langsung menceritakan perselingkuhan Krima dengan lelaki lain. Perselingkuhan yang kemudian diyakini Basuki menghasilkan seorang anak bernama Toni. Adanya sebuah rahasia pembunuhan yang disembunyikan dalam keluarga tersebut terdapat dalam dialog Sekar dengan Budi di bawah ini: Budi: aku mulai tak percaya dengan orang-orang di sekitarku. Mereka semua menjadi serupa sebagai sebuah permainan bentuk dan warna. Satu-satunya dunia yang polos, dunia yang bisa aku percaya, dunia dimana aku bisa menyelam, adalah anakku, Iwan. Tapi rasa kehilangan telah menghancurkan semuanya. Dunia yang aku huni adalah sebuah tempat yang mengambang di atas sebuah sungai yang dangkal. Lalu jagung yang telah membuat darahku mengalir, menarikku kembali. Aku bukan seorang pemberontak yang bisa berdiri di atas bangunan yang telah hancur oleh tangannya sendiri. Sekar: Iwan juga bukan seorang pemberontak. Budi: tapi kedatangannya akan membongkar sebuah kuburan. Kuburan itu bernama darah keturunan. Bahwa tidak ada seorang pun yang bisa dibunuh di sana. (saat itu terdengar suara mesin gergaji) Basuki: jangan tinggalkan aku sendirian lagi, Budi. Budi: bahwa Iwan harus memelihara ibunya, ayahnya, kakeknya, neneknya. Tali perdarahan yang panjang, yang sekarang tidak bisa lagi menyentuh lapisan-lapisan kaca pesawat televisi, dimana semua anak-anak direnggutnya. (Afrizal Malna: 23-24). Dari dialog di atas, Budi ingin mengatakan kepada Sekar bahwa ada sebuah pembunuhan yang merupakan sebuah aib besar dalam keluarga tersebut. “Kuburan yang bernama darah keturunan” merupakan suatu simbol bahwa ada hasil dari perselingkuhan Krima yang merupakan aib bagi keluarga. Adegan tersebut sebenarnya ingin dikuatkan oleh Budi Riyanto, commit to user 116 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tetapi secara visual dan auditif terkesan lemah. Hal tersebut terjadi karena ketika dialog, vokal dari aktor aktor tertutup suara mesin gergaji. Gambar 41 Adegan Budi dan Sekar Sumber: dokumentasi Teater Tesa Adegan yang terjadi berikutnya adalah kedatangan Doni. Doni yang masuk ke panggung tertarik akan kehadiran Sekar. Kehadiran Budi, Doni dan Sekar merupakan sebuah bentuk visual akan adanya sebuah cerita diantara ketiga orang tersebut. Adegan ini dilemahkan oleh Budi Riyanto karena merupakan suatu penghubung cerita untuk menuju adegan berikutnya. Ketegangan terjadi antara Budi dan Doni, Sekar ada dalam ketegangan tersebut. commit to user 117 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 42 Adegan Doni, Budi dan Sekar Sumber: dokumentasi Teater Tesa Adegan kemudian dikuatkan Budi Riyanto dengan kehadiran Iwan yang secara tiba-tiba memecah ketegangan tersebut. Iwan datang dengan mempertanyakan sesuatu, berikut adalah dialog Iwan: Kenapa kita saling menyembunyikan sesuatu? (Afrizal Malna: 25). commit to user 118 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 43 Adegan monolog Iwan Sumber: dokumentasi Teater Tesa Dialog Iwan ini merupakan salah satu bentuk penekanan yang ingin dikuatkan oleh Budi Riyanto. Penguatan tersebut terlihat dari vokal Iwan yang tinggi dan berkesan marah. Pertanyaan Iwan ini merupakan puncak dari kegalauan yang dirasakan oleh Iwan. Iwan ingin menyuarakan kekecewaannya terhadap keluarganya, kenapa dalam keluarganya sudah tidak ada lagi keterbukaan dan kejujuran. Komunikasi-komunikasi yang tidak lancar antar anggota keluarga membuat banyak rahasia-rahasia terkubur. Adegan jalan raya merupakan merupakan visualisasi dari mimpi Basuki yang dihadirkan oleh Budi Riyanto. Bentuk garap yang berbeda dengan adegan-adegan realis menjadi sebuah kejutan untuk penonton. Bentuk garap yang berbeda ini merupakan suatu bentuk gambaran kekacauan hubungan dalam keluarga. Di sini tokoh tidak saling mengenal satu sama lain. Tokoh-tokoh ini membawa permasalahannya sendiri-sendiri. Tokoh-tokoh commit to user 119 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id inilah yang dikuatkan oleh Budi Riyanto. Permasalahan-permasalahan yang dibawa oleh masing-masing tokoh merupakan suatu bentuk jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam adegan-adegan sebelumnya. Gambar 44 Adegan jalan raya Sumber: dokumentasi Teater Tesa Dialog-dialog yang merupakan jawaban ada pada dialog-dialog di bawah ini: Basuki: aku sudah lama tidak tidur bersama Krima, tetapi ia tetap hamil, kemudian melahirkan anak haram, Doni. Sekar: siapa Krima? Basuki: istriku, yang suka menyombongkan buah dadanya. Krima: Krima? Basuki: ya. Krima: namaku juga Krima. Basuki: kau juga suka berzinah? Krima: aku seorang wanita saja. Basuki: Dulu aku seorang petani. Keluarga yang hidup telah membuat seluruh alat-alat pertanianku menjadi hidup, dan selalu membuatku bergairah untuk bekerja. Alat-alat itu menjadi bagian dari anggota tubuhku. Tetapi setelah anakanak mulai besar, dan kehidupan televisi yang datang menawarkan tugas-tugas baru bagi keluarga-keluarga di commit to user desa kami, cinta mulai menjadi persoalan tetek bengek. Saat 120 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id itulah aku merasakan peralatan-peralatan pertanianku mulai padam dari cahaya kehidupan. Dan televisi semakin masuk ke tengah-tengah keluarga kami, mengatur dan menentukan sampai kepada hal-hal yang harus diputuskan oleh keluarga kami. Setelah itu aku tak tahu lagi untuk apa aku bekerja. Semua terasa sudah jelas, dan tak perlu lagi ada yang dikerjakan. Tiba-tiba aku merasa telah menjadi makhluk Doni, yang tak tahu lagi apa yang harus dikerjakan, kecuali menggunduli kepalaku. Ya Doni adalah sebuah wabah yang diderita oleh manusia yang kabel-kabel komunikasinya telah putus (Afrizal Malna: 27-28). Bangunnya Basuki dari tidur memperjelas adegan jalan raya. Basuki kemudian berdialog dengan dirinya sendiri: Sudah malam begini, seharusnya Krima sudah pulang. Sudah lama aku tak pernah lagi merasa menunggu Krima, tetapi malam ini aku seperti sedang berada dalam penantian yang tanpa tepi. Malam seperti tak henti-hentinya, tetapi kami masing-masing sudah tak berani lagi saling menunjukkan diri (Afrizal Malna: 30). Dialog Basuki tersebut merupakan suatu dampak dari komunikasi yang kacau. Tidak adanya komunikasi antara Basuki dan Krima membuat keduanya merasa asing satu sama lain. Dialog antara Basuki dan Iwan juga merupakan sebuah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Iwan. Adegan ini meskipun terlihat datar, namun terdapat dialog-dialog yang diberi penekanan, dan penekanan-penekanan ini yang membuat Budi Riyanto menguatkan adegan ini. berikut adalah dialog antara Basuki dan Iwan: Basuki: di situlah Doni mengkudeta dirinya sendiri. Tetapi kenapa kau mencari Budi? Iwan: aku memerlukan medium keluarga untuk menyatakan duniaku. Aku tak punya medium. Kita semua telah kehilangan medium untuk mengucapkan dunia kita sendiri. Medium kita telah porak-poranda, tidak lagi memiliki kekuatan daya ucapnya. Kita hanya kerangka-kerangka dari sebuah bingkai yang telah tiada. Itulah yang membuatku sampai di tempat ini commit (Afrizal Malna: 31). to user 121 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dialog Iwan tersebut menjadi suatu hal yang dikuatkan oleh Budi Riyanto. Dialog yang diucapkan Iwan dengan vokal yang normal dan tidak over ini membuat inti dialog yang diharapkan dapat diterima baik oleh penonton. Gambar 45 Adegan Iwan dan Basuki Sumber: dokumentasi Teater Tesa Pada adegan Basuki membaca surat wasiat, yang ingin dikuatkan oleh Budi Riyanto adalah tokoh Basuki yang membaca surat wasiat di tengahtengah panggung. Penguatan tokoh Basuki ini terlihat dari lampu fokus yang meneranginya, meskipun dibelakang Basuki ada tokoh lain yang dimunculkan dalam adegan ini. Suasana yang ingin dimunculkan Budi Riyanto adalah suasana haru dan sendu. Suasana ini kemudian dikuatkan dengan suara nyanyian seriosa klasik. Vokal Basuki yang tinggi berbaur dengan nyanyian seriosa klasik terdengar sangat kontras. Tokoh Basuki yang ingin dikuatkan oleh Budi Riyanto, berdiri di tengah panggung disinari dengan pencahayaan commit to user yang temaram dari lampu profile nomor 2 yang berwarna netral. 122 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 46 Adegan monolog Basuki Sumber: dokumentasi Teater Tesa 6. Menciptakan Aspek-Aspek Laku Menciptakan aspek-aspek laku adalah cara seorang sutradara dalam memberikan saran dan masukan kepada para aktor agar mereka dapat lebih menciptakan suatu akting-akting yang tidak terdapat dalam suatu naskah lakon yang biasanya disebut sebagai laku simbolik atau akting kreatif. Akting kreatif ini diciptakan aktor untuk memperkaya suatu permainan dan membuat penonton lebih jelas dengan kondisi batin yang ingin disampaikan aktor. Dalam konsep penyutradaraan oleh Budi Riyanto, akting kreatif ini merupakan gabungan dari dua macam gaya, yaitu gaya Laissez Faire dan gaya Gordon Craig. Budi Riyanto memberikan kesempatan dan kebebasan bagi para aktor yang memang sanggup dan sudah memiliki “jam terbang” yang tinggi untuk dapat mengeksplor permainan dan menciptakan akting kreatif, namun tentu saja akting kreatif ini tidak boleh keluar dari kerangka tokoh yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id 123 digilib.uns.ac.id diperankannya. Untuk aktor pemula, Budi Riyanto memang lebih ketat dalam mengarahkan dan membentuk karakter tokoh yang diperankannya. Dengan penggabungan dua macam gaya, Budi Riyanto mengharapkan para aktor dapat memberikan suatu tontonan yang sesuai dengan alur cerita yang utuh. Dalam menciptakan aspek-aspek laku ini, Budi Riyanto memberikan gambaran karakter tokoh-tokoh yang terdapat dalam naskah lakon, antara lain tokoh Iwan dan Sekar yang merupakan pasangan kekasih. Budi Riyanto mengambarkan Iwan dan Sekar sebagai pasangan kekasih yang harus terlihat mesra dan saling melindungi . Untuk menciptakan suasana yang romantis dengan lebih detail, Budi Riyanto menggunakan Laissez Faire yang memang memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada aktor untuk berimprovisasi. Gaya Gordon Craig digunakan oleh Budi Riyanto pada tokoh-tokoh yang memiliki karakter dan dialog-dialog yang cenderung lebih serius seperti tokoh Basuki. Hal ini digunakan oleh Budi Riyanto agar tokoh-tokoh tersebut tidak keluar dari kerangkanya dan juga tidak keluar dari alur cerita. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menciptakan aspek-aspek laku ini tidak hanya dilihat dari kemampuan aktor memerankan tokoh, tetapi Budi Riyanto juga memperhatikan karakter-karakter dari tokoh yang diperankan. Budi Riyanto menerapkan Gordon Craig untuk tokoh-tokoh yang cenderung lebih serius, seperti Basuki. Meskipun aktor yang memerankan tokoh Basuki tergolong aktor yang sudah berpengalaman, Budi Riyanto tetap memberikan rambu-rambu kepada aktor agar tidak keluar dari kerangka. Hal yang dilakukan Budi Riyanto adalah dengan selalu commit to user perpustakaan.uns.ac.id 124 digilib.uns.ac.id mengadakan diskusi-diskusi dalam setiap jeda latihan. Dalam diskusi tersebut, selain memberikan gambaran karakter tokoh dengan jelas. Budi Riyanto juga memberikan detail-detail yang dapat menambah kekayaan aktor dalam memahami tokoh, seperti perasaan tokoh pada saat adegan-adegan tertentu. 7. Mempengaruhi Jiwa Pemain Seorang sutradara tidak hanya bertugas untuk membuat sebuah pertunjukan yang dapat membekas pada penonton setelah melihat dan menikmati pertunjukan. Kemampuan sutradara dalam mempengaruhi jiwa setiap aktornya juga merupakan hal yang penting bagi seorang sutradara. Sutradara yang dapat mempengaruhi jiwa aktornya akan lebih mudah dalam mengarahkan aktornya untuk menjadi tokoh yang dikehendaki oleh sutradara. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap proses, ada beberapa aktor yang sulit untuk menterjemahkan bahasa naskah kedalam permainan dan menjadi seperti tokoh dalam naskah seperti yang diharapkan oleh sutradara. Di sinilah kemampuan seorang sutradara dalam mempengaruhi jiwa setiap aktornya diperlukan. Harymawan berpendapat, bahwa ada dua cara yang digunakan sutradara untuk mempengaruhi pemain, yaitu dengan menjelaskan (sutradara sebagai interpreatator) dan dengan memberi contoh (sutradara sebagai kreator) (Harymawan, 1993: 78). Budi Riyanto menggunakan penggabungan cara yang dikemukakan oleh oleh Harymawan. Penggabungan cara tersebut karena adanya aktor yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mendalami tokoh yang diperankannya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 125 digilib.uns.ac.id Mempengaruhi jiwa aktor di sini bukan hanya dilakukan agar aktor dapat mengikuti permainan dan menjadi tokoh dalam naskah lakon tersebut tapi juga mempersiapkan kesiapan mental dari aktor dalam menghadapi penonton yang menyaksikan pertunjukan. Kesiapan mental ini perlu dipersiapkan agar tidak terjadi demam panggung atau kepanikan dari aktor ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pertunjukan terjadi. Dalam penggabungan cara tersebut, beberapa hal dilakukan oleh Budi Riyanto yang pertama adalah observasi. Observasi ini bertujuan untuk melihat secara langsung hal-hal yang berkaitan dengan tokoh yang hendak diperankan. Misal tokoh Doni yang kakinya pincang sebelah karena gergaji mesin, aktor diminta untuk mengamati orang-orang yang berkaki pincang. Tidak hanya sekedar mengamati, aktor juga sebisa mungkin merasa menjadi seperti orang yang berkaki pincang. Hal tersebut bertujuan agar aktor dapat mempunyai kepekaan sebagai orang cacat dan hal tersebut akan dapat dilihat oleh penonton saat tokoh tersebut muncul di atas panggung. Setelah melakukan observasi, Budi Riyanto mengadakan diskusi bersama untuk mengetahui apa yang telah didapat oleh aktor dalam observasi tersebut. Dari diskusi ini, Budi Riyanto dapat mengetahui seberapa jauh aktor mengenal tokoh yang diperankan. Aktor-aktor yang sudah berpengalaman akan lebih mudah mendalami karakter dari tokoh yang dimainkan. Dalam hal ini Budi Riyanto sebagai sutradara bertindak sebagai interpretator. Untuk menghadapi aktor yang sudah berpengalaman, Budi Riyanto hanya menjelaskan kepada aktor tentang tokoh yang akan diperankan, sedangkan untuk aktor-aktor yang belum commit to user 126 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id berpengalaman, sutradara bertindak sebagai kreator. Dalam hal ini, sutradara memberikan contoh kepada aktor tentang tokoh yang akan diperankan. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, menggabungan cara yang dilakukan Budi Riyanto ini berhubungan dengan adanya perbedaan kemampuan dari masing-masing aktor. Untuk mempersiapkan mental para aktor dalam menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan pementasan maupun hal-hal diluar pementasan, Budi Riyanto lebih sering mendekati aktor secara individu dan sering mengajak untuk berdiskusi. Latihan-latihan seperti meditasi dan latihan kepekaan terhadap hal-hal di sekitar juga merupakan salah satu cara dari Budi Riyanto untuk mempersiapkan mental aktor. Sama seperti sebelumnya, untuk aktor-aktor yang sudah berpengalaman, Budi Riyanto menggunakan Laisez Faire. Laisez Faire di sini digunakan pada saat aktor yang bersangkutan dirasa mampu untuk mengendalikan diri untuk mempersiapkan hal-hal yang berhubungan dengan pementasan maupun hal-hal diluar pementasan. Aktor-aktor yang sudah berpengalaman biasanya lebih bisa memposisikan dirinya ketika mereka mengikuti suatu proses pementasan, sehingga sutradara memiliki dan menaruh kepercayaan kepada aktor untuk mengatur dan memposisikan dirinya sendiri. Meskipun aktor yang belum memiliki cukup pengalaman juga dapat memposisikan dirinya ketika mengikuti proses pementasan, namun Budi Riyanto tetap memberikan perhatian lebih dan lebih sering memberikan commit to user 127 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id arahan-arahan kepada aktor tentang hal-hal yang berhubungan dengan pementasan maupun diluar pementasan. Di sini Budi Riyanto tetap menggunakan Gordon Craig untuk memberikan petunjuk kepada aktor. 8. Koordinasi Sebagai seorang sutradara, ia harus dapat berkoordinasi tidak hanya dengan aktor, tapi harus dapat berkoordinasi dengan semua hal yang berhubungan dengan seluruh aspek pendukung pementasan. Sutradara terhubung dengan naskah, aktor, kru panggung (kru setting, kru lighting, kru musik, kru make up dan costum), tim produksi pementasan dan para penikmat pertunjukan itu sendiri atau penonton. Budi Riyanto sebagai seorang sutradara senantiasa berkoordinasi dengan semua hal yang berhubungan dengan suatu proses pementasan. Budi Riyanto memilih naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” dan menuangkannya dalam suatu bentuk garap. Memilih dan melatih para aktor agar dapat membawakan tokoh-tokoh dalam naskah lakon tersebut. Mengkoordinasi kru panggung untuk menciptakan suatu pertunjukan yang utuh. Berkoordinasi dengan tim produksi agar dapat mengadakan suatu pertunjukan yang dapat dipertunjukkan dan dinikmati oleh penonton. Mengkoordinasi para penonton sebagai penikmat pertunjukan untuk dapat menikmati pertunjukkan dan dapat memberikan kesan kepada para penonton setelah selesainya pertunjukkan. Koordinasi yang dilakukan oleh Budi Riyanto mencakup semua hal yang terkait dengan proses pertunjukan. Sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas sebuah pertunjukan, Budi Riyanto mengkoordinasi commit to user 128 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id hal-hal tersebut dan sebisa mungkin dapat memberikan sesuatu yang tidak hanya sekedar suatu proses pertunjukan tapi juga dapat menjadi suatu hal yang dapat direnungkan. Bentuk koordinasi yang dilakukan Budi Riyanto dalam mengkoordinasi aktor serta kru panggung secara detail sudah dijelaskan dalam sub bab latihan dan sub bab tata teknik dan pentas. Sedangkan koordinasi yang dilakukan Budi Riyanto dengan tim produksi dilakukan dengan berbagai cara, namun Budi Riyanto lebih sering membuat sebuah forum diskusi untuk membuat suatu keputusan. Forum diskusi yang dipilih oleh Budi Riyanto ini juga merupakan suatu bentuk latihan bagi masingmasing individu yang terlibat dalam proses pementasan ini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut: Teknik penyutradaraan yang digunakan Budi Riyanto dalam mengangkat naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, meliputi menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan, latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik), menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, mempengaruhi jiwa pemain, koordinasi. Budi Riyanto mencoba mengangkat naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” yang diadaptasi bebas dari “The Buried Child” karya Sam Shepard. Naskah lakon ini menceritakan berbagai masalah yang dialami oleh sebuah keluarga karena adanya kekacauan komunikasi. Budi Riyanto menggabungkan konsep realis dan bentuk-bentuk simbolis dengan tujuan mempermudah interpretasi penonton. Pementasan ini diperankan oleh enam orang aktor. Aktor yang ikut dalam proses pementasan ini gabungan dari aktor yang sudah lama ikut berproses bersama Teater Tesa maupun baru mengikuti proses pementasan. Setiap aktor memiliki latar belakang yang berbeda dan kemampuan yang berbeda-beda dalam commit to user menangkap maksud dari naskah lakon tersebut. Untuk menghindari adanya 129 130 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id ketidakseimbangan permainan, Budi Riyanto menggabungkan gaya penyutradaraan Gordon Craig dan Laisses Faire. Gaya penyutradaraan Gordon Craig merupakan gaya penyutradaraan yang mutlak, semua ide dan gagasan dari sutradara harus dilakukan oleh para aktor. Gaya penyutradaraan Laisez Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang memberikan kebebasan para aktor untuk lebih mengekspresikan diri. Budi Riyanto menerapkan gaya Gordon Craig untuk aktor-aktor yang belum memiliki “jam terbang” tinggi, sedangkan gaya Laisses Faire diterapkan pada aktor yang memiliki “jam terbang” tinggi. “Jam terbang” setiap aktor ditentukan dari lamanya ia bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering ia ikut dalam setiap proses pementasan yang diadakan oleh Teater Tesa. Gaya penyutradaraan ini tidak hanya berlaku pada aktor saja tapi juga diterapkan Budi Riyanto terhadap kru-kru pementasan yang membantu terciptanya sebuah pementasan yang apik. Meskipun menggunakan penggabungan gaya Gordon Craig dan Laisses Faire, Budi Riyanto juga mengadakan diskusi-diskusi dalam setiap kesempatan. Dari diskusi-diskusi ini dapat dilihat bahwa Budi Riyanto tidak selalu memaksakan kehendak (diktator). Budi Riyanto bersedia mendengarkan masukan dari orang lain, meskipun tidak semua masukan ia terima dengan berbagai pertimbangan. B. Saran Dalam penelitian ini, penulis mengkaji teknik penyutradaraan Budi Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”. Penelitian ini menggunakan pendekatan penyutradaraan sebagai sebuah alternatif penelitian, sehingga masih ada kemungkinan lain bagi penulis laintountuk commit user mengadakan penelitian dengan 131 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pendekatan maupun metode yang berbeda. Penelitian menggunakan metode maupun pendekatan yang berbeda ini diharapkan dapat memperkaya penelitian sastra dalam bidang drama. commit to user