BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pertumbuhan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan (company growth) adalah peningkatan atau
penurunan total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan perusahaan
dihitung sebagai persentase perubahan aset pada tahun tertentu terhadap tahun
sebelumnya (Suprantiningrum, 2013). Menurut Brigham dan Houston (2009)
pertumbuhan perusahaan adalah perubahan (peningkatan atau penurunan) total aset
yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan perusahaan dalam pecking order theory
memiliki hubungan yang positif terhadap keputusan pendanaan. Dalam hal ini,
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan perusahaan yang cepat harus lebih banyak
mengandalkan pada dana eksternal. Semakin tinggi pertumbuhan perusahaan maka
semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan ekspansi. Pernyataan tersebut
didukung oleh Joni dan Lina (2010) yang berpendapat bahwa pertumbuhan
perusahaan pada dasarnya menggambarkan bagaimana perusahaan menginvestasikan
dana yang ia miliki untuk kegiatan operasi dan investasi. Peningkatan jumlah aset,
baik aset lancar maupun aset jangka panjang membutuhkan dana, dengan alternatif
pendanaan internal atau dengan pendanaan eksternal.
Pertumbuhan perusahaan perusahaan mencerminkan pertumbuhan sumber
daya berupa aset yang dimiliki perusahaan dan diukur dari perbedaan nilai total aset
setiap tahun. Pertumbuhan perusahaan menunjukkan alokasi investasi aset yang
dilakukan perusahaan. Pertumbuhan perusahaan ini tentunya membutuhkan dana
yang memadai. Berdasarkan pecking order theory, perusahaan akan cenderung
menggunakan dana internal terlebih dahulu, baru kemudian menggunakan dana
eksternal (hutang). Ketika perusahaan melakukan investasi dalam jumlah yang tinggi
sehingga melebihi jumlah laba ditahan, maka akan terjadi peningkatan hutang.
Asumsinya adalah ketika aset perusahaan meningkat sedangkan faktor lain dianggap
ceteris paribus, maka peningkatan aset akan menyebabkan peningkatan hutang
(Hestaningrum, 2012). Menurut Joni dan Lina (2010), pertumbuhan perusahaan dapat
dirumuskan:
𝑃𝑃𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷 =
2.1.2
𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨 𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕 − 𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨 𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕−𝟏𝟏
𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨 𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕 𝒕𝒕−𝟏𝟏
Profitabilitas
Profitabilitas (profitability) merupakan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal
sendiri (Sartono, 2001).Menurut Kieso dan Weygandt (2011) “profitability ratios
measure the income or operating success of a company for a given period of time.
Rasio profitabilitas mengukur pendapatan atau keberhasilan dari kegiatan operasi
perusahaan dalam periode waktu tertentu.” Gitman (2009) menyatakan
profitabilitas
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
perusahaan
rasio
dalam
menghasilkan profit dari suatu tingkat tertentu atas penjualan, aset, dan modal.
Profitabilitas juga merupakan faktor yang mempengaruhi struktur modal. Perusahaan
dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang
kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian
besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan (Heriyani, 2011).
Tingkat profitabilitas menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan untuk
keuntungan dari investasi yang dilakukan. Hal ini dikarenakan, perusahaan yang
memiliki profitabilitas tinggi cenderung menggunakan hutang relatif kecil karena laba
ditahan yang tinggi sudah memadai untuk membiayai sebagian besar kebutuhan
pendanaan (Gaol, Ritonga dan Rofika, 2011). Ditambahkan oleh Sunarwi (2009)
bahwa pada umumnya perusahaan lebih menyukai pendapatan yang mereka terima
digunakan sebagai sumber utama dalam pembiayaan untuk investasi. Apabila sumber
dari dalam perusahaan tidak mencukupi maka alternatif lain yang digunakan adalah
dengan menggunakan hutang baru kemudian mengeluarkan saham baru sebagai
alternatif terakhir untuk pembiayaan.
Pengukuran profitabilitas menurut Prathepkanth (2011) dapat diproksikan
dengan Return on Equity (ROE) yang mengukur ROE melalui sebuah perbandingan
antara Laba Bersih dengan Total Ekuitas yang dapat digambarkan dalam rumus
berikut dibawah ini:
𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹 𝒐𝒐𝒐𝒐 𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬 =
2.1.3
𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳 𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩
× πŸπŸπŸπŸπŸπŸ%
𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻 𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬
Likuiditas
Menurut Gitman (2009) rasio likuiditas mengukur kemampuan jangka pendek
perusahaan untuk membayar kewajiban yang jatuh tempo dan untuk memenuhi
kebutuhan kas yang tak terduga. Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat waktunya atau
kemampuan perusahaan untuk menyediakan kas atau setara kas, yang ditunjukkan
besar kecilnya aset lancar, yaitu aset yang mudah diubah menjadi kas yang meliputi
kas, surat berharga, piutang dan persediaan. Perubahan komposisi struktur modal
akan mempengaruhi tingkat likuiditas bila penambahan hutang jangka panjang
digunakan untuk melunasi hutang jangka pendek atau bisa juga digunakan untuk
meningkatkan aset lancar. Perusahaan yang mempunyai likuiditas tinggi berarti
mempunyai kemampuan membayar hutang jangka pendek, sehingga cenderung akan
menurunkan total hutang yang akhirnya struktur modal akan menjadi lebih kecil
(Heriyani, 2011).
Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan didalam membayar hutang jangka pendek yang telah jatuh tempo dengan
aset lancar yang dimiliki (Hestaningrum, 2012).
Pengukuran Likuiditas menurut Musiega et al., (2013) dapat diproksikan
dengan Current Ratio (CR) yang mengukur CR melalui sebuah perbandingan antara
Total Aktiva Lancar dengan Total Liabilitas Lancar yang dapat diformulasikan
dengan rumus berikut ini:
π‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺπ‘ͺ 𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹 =
2.1.4
𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻 𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨 𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳
× πŸπŸπŸπŸπŸπŸ%
𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻 𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲 𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳
Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership)
Kepemilikan Institusional adalah proporsi saham yang dimiliki oleh pihak
institusi pada akhir tahuan yang diukur dalam prosentase (Listyani, 2002). Tingkat
saham institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang
lebih intensif sehingga dapat membatas perilaku opportunistic manager, yaitu
manajer melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimalkan kepentingan
pribadinya (Scoot, 2000). Adapun formulasi kepemilikan institusional adalah sebagai
berikut :
𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊𝐊 𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈𝐈 =
𝐉𝐉𝐉𝐉𝐉𝐉𝐉𝐉𝐉𝐉𝐉𝐉 𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬 𝐲𝐲𝐲𝐲 𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝𝐝 𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒
× πŸπŸπŸπŸπŸπŸ%
𝐉𝐉𝐉𝐉𝐉𝐉π₯π₯π₯π₯π₯π₯ 𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬𝐬 𝐲𝐲𝐲𝐲 𝐛𝐛𝐛𝐛𝐛𝐛𝐛𝐛𝐛𝐛𝐛𝐛𝐛𝐛
Menurut penelitian Tanderlilin dan Wilberforce (2002) yang menyebutkan
bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
karena kepemilikan institusional lebih mementingkan stabilitas pendapatan (return)
melalui pembagian dividen.
2.1.5
Ukuran Perusahaan
Menurut Sunarwi (2009), ukuran perusahaan adalah tolak ukur besar-kecilnya
perusahaan dengan melihat besarnya nilai ekuitias, nilai penjualan atau nilai total aset
yang dimiliki perusahaan. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya
aset yang dimiliki oleh perusahaan. Gaol, Ritonga dan Rofika (2011) menambahkan
bahwa ukuran perusahaan adalah ukuran atau besarnya aset yang dimiliki perusahaan.
Pada saat perusahaan mengalami pertumbuhan yang pesat, maka perusahaan akan
membutuhkan modal yang besar demikian juga sebaliknya pada saat pertumbuhan
perusahan rendah maka kebutuhan terhadap modal juga akan semakin kecil. Jadi,
konsep tingkat pertumbuhan tersebut memiliki hubungan yang positif tetapi implikasi
tersebut akan memberikan efek yang berbeda terhadap struktur modal dalam
menentukan jenis modal yang digunakan. Semakin besar ukuran suatu perusahaan
maka kecenderungan untuk menggunakan dana eksternal juga akan semakin besar
(Sunarwi, 2009). Hal ini dikarenakan perusahaan besar memiliki kebutuhan dana
yang besar dan salah satu alternatif pemenuhan dananya adalah dengan menggunakan
dana eksternal.
Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar dan kompleks tidak mempunyai
kendala untuk mendapatkan dana eksternal (hutang). Sedangkan untuk perusahaan
kecil, dianggap memiliki penggunaan hutang yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan
pecking order theory yang menyebutkan penggunaan dana internal lebih dulu
dibandingkan dana eksternal. Perusahaan kecil akan cenderung menggunakan dana
internalnya terlebih dulu, dan berhutang dalam jumlah yang lebih kecil. Hal ini
dikarenakan, perusahaan kecil memiliki tingkat risiko yang tinggi apabila terjadi
financial distress dibandingkan dengan perusahaan besar (Hestaningrum, 2012).
Dalam hal ini, perusahaan kecil akan cenderung menyukai hutang jangka
pendek dari pada hutang jangka panjang. Hal ini dikarenakan, biaya untuk membayar
bunga hutang jangka pendek lebih rendah dibanding hutang jangka panjang.
Demikian juga dengan perusahaan besar yang cenderung memiliki sumber pendanaan
yang lebih kuat (Joni dan Lina, 2010).
Menurut Suprantiningrum (2013), ukuran perusahaan dapat dirumuskan:
Size = Log Natural dari Total Aktiva
2.1.6
Risiko Bisnis
Risiko merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dengan aktivitas perusahaan.
Risiko bisnis adalah suatu ketidakpastian atas proyeksi tingkat pengembalian atau
laba di masa yang akan datang. Menurut Brigham dan Houston (2009), risiko bisnis
merupakan tingkat risiko inheren dari operasi perusahaan apabila tidak menggunakan
utang. Dengan demikian, risiko bisnis sering dihubungkan dengan pengambilan
kebijakan utang suatu perusahaan.
Risiko bisnis merupakan salah satu indikator penting bagi perusahaan untuk
sistem pendanaannya terutama dalam keputusan penggunaan utang. Suatu perusahaan
dapat dikatakan memiliki risiko bisnis kecil apabila perusahaan menghadapi
permintaan produk yang stabil, harga-harga input dan produknya yang relatif konstan,
harga produknya dapat segera disesuaikan dengan kenaikan biaya, dan sebagian besar
biayanya bersifat variabel sehingga akan menurun.
Selain itu, perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi kemungkinan tidak
akan menggunakan utang dalam jumlah yang besar karena dengan menggunakan
utang akan meningkatkan risiko yang akan ditanggung perusahaan (Brigham dan
Houston, 2009). Seperti yang telah dijelaskan dalam trade off theory bahwa
perusahaan dengan risiko bisnis yang tinggi sebaiknya menggunakan utang yang
lebih kecil dibanding perusahaan yang memiliki risiko bisnis rendah. Hal ini
dikarenakan penggunaan utang yang semakin besar akan meningkatkan beban bunga,
sehingga akan semakin mempersulit keuangan perusahaan.
Sebagai implikasinya, perusahaan dengan risiko bisnis besar sebaiknya
menggunakan utang lebih kecil dibanding perusahaan yang memiliki risiko bisnis
rendah. Hal ini disebabkan karena semakin besar risiko bisnis, penggunaan utang
yang besar akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan utang mereka. Hal
tersebut menandakan bahwa risiko bisnis memiliki hubungan yang berbanding
terbalik dengan kebijakan utang.
Turki dan Ahmed (Musiega et al., 2013) telah meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan dividen di Arab Saudi. Hasil penelitian telah menunjukkan
bahwa risiko pasar memiliki korelasi negatif dengan dividen per saham, ini dicirikan
dengan penurunan pada pasar saham Arab Saudi pada mei 2006 sejak penurunan
pasar dari indek pasar 20.000 ke 5.000 meskipun hasil-hasil tidaklah signifikan.
Anufam (Musiega et al., 2013) juga telah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
perusahaan di Uni Emirat Arab dan hasil-hasil temuan penelitiannya telah
menunjukkan bahwa risiko perusahaan ditemukan menjadi faktor penentu signifikan
atas kebijakan dividen. Perusahaan dengan rasio payout yang tinggi memiliki risiko
yang lebih rendah dan prospek pertumbuhan tinggi.
Hasil-hasil dari studi tersebut telah menunjukkan bahwa semakin tinggi
kebijakan dividen suatu perusahaan maka semakin rendah risikonya dan semakin
tinggi rasio payout-nya sehingga direktur menjadi enggan untuk melaporkan dan
membayar dividen, pada saat masa depan adalah tidak pasti atau return tidak
terjamin. Oleh karena itu, risiko bisnis telah ditemukan memiliki hubungan negatif
dengan kebijakan dividen pada perusahaan di Ghana (Amidu dan Abor dalam
Musiega et al., 2013). Menurut Musiega et al., (2013), pengukuran risiko bisnis dapat
dihitung dengan deviasi standar suatu perusahaan antara Earning Before Interest &
Taxes dengan Total Assets yang dapat diformulasikan sebagai berikut :
𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹 𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩 =
2.1.7
𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺 𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅 𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢
× πŸπŸπŸπŸπŸπŸ%
𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹 − 𝒓𝒓𝒓𝒓𝒓𝒓𝒓𝒓 𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢
Kebijakan Dividen
Menurut Al-Deehani (2003), kebijakan dividen adalah salah satu keputusan
yang penting bagi perusahaan. Kebijakan ini berkaitan dengan keputusan perusahaan
untuk menentukan berapa besarnya laba bersih yang akan dibagikan sebagai dividen
dan berapa laba yang akan diinvestasikan kembali ke perusahaan dalam bentuk laba
ditahan. Pembagian dividen merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk
mendistribusikan kemakmuran kepada para pemegang saham. Selain itu, kebijakan
dividen menjadi bagian penting dari strategi pendanaan jangka panjang perusahaan.
Teori kebijakan dividen sangat dikaitkan dengan karya Miller & Modigliani
(1967) dan tesis relevansi kebijakan dividennya. M&M menunjukkan bahwa dalam
asumsi-asumsi tertentu termasuk investor rasional dan pasar modal sempurna, nilai
pasar dari suatu perusahaan bersandar dari kebijakan dividennya.
Selain itu, Wolmarans (2003) menambahkan bahwa kebijakan dividen secara
umum dikaitkan sebagai salah satu dari keputusan-keputusan finansial paling penting
yang dilakukan dari sudut pandang strategis dan kebijakan dividen tersebut dapat
mempengaruhi level equitas ditahan dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini, jika
dividen yang dibayarkan tidak diubah dalam bentuk-bentuk nilai equitas baru,
kemudian keputusan ini juga dapat mempengaruhi struktur keuangan suatu
perusahaan. Pentingnya keputusan dividen oleh karena didasarkan pada sebuah fakta
bahwa hal itu dapat mempengaruhi keputusan-keputusan investasi dan keputusankeputusan pendanaan yang dilakukan.
Terdapat beberapa pendapat dan teori yang mengemukakan tentang dividen
diantaranya yaitu Dividend Irrelevance Theory, The Bird in Hand Theory, Tax
Preference Theory, Clientele Effect dan Signaling Hypothesis.
1. Dividend Irrelevance Theory
Teori menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai
pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Peningkatan dividen
hanya dimungkinkan apabila yang diperoleh perusahaan juga meningkat. Keuntungan
yang diperoleh atas kenaikan harga saham akibat pembayaran dividen akan diimbangi
dengan penurunan harga saham karena adanya penjualan saham baru. Oleh karenanya
pemegang saham dapat menerima kas dari perusahaan saat ini dalam bentuk
pembayaran dividen atau menerimanya dalam bentuk capital gain. Kemakmuran
pemegang saham sekali lagi tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen saat ini maupun
di masa yang akan datang (Miller dan Modigliani, 1961).
2. The Bird in Hand Theory
Teori ini berpendapat bahwa investor merasa lebih aman untuk memperoleh
pendapatan berupa pembayaran dividen daripada menunggu capital gain (Gordon
1963 dan Lintner 1962 dalam Alzomaia & Al-Khadhiri, 2013).
3. Tax Preference Theory
Teori ini menyatakan bahwa investor menghendaki perusahaan untuk menahan
laba setelah pajak dan dipergunakan untuk pembiayaan daripada dividen dalam
bentuk kas. Oleh karenanya perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio
yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen. Karena dividen cenderung
dikenakan pajak yang lebih tinggi daripada capital gain maka investor akan meminta
tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividend yield yang tinggi
(Brennan 1970 dalam Baker, Powell & Veit, 2002).
4. Clientele Effect
Teori ini menyatakan bahwa pemegang saham yang berbeda akan memiliki
preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok investor
yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai dividend payout ratio yang
tinggi, sebaliknya kelompok investor yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini
lebih senang jika perusahaan menahan sebagian laba bersih perusahaan (Miller dan
Modigliani, 1961).
5. Signaling Hypothesis Theory
Dalam teori ini, Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa suatu kenaikan
dividen yang diatas kenaikan normal biasanya merupakan suatu sinyal kepada para
investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan penghasilan yang baik di masa
yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan atau kenaikan dividen dibawah
kenaikan normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan
menghadapi masa sulit di masa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah
kenaikan atau penurunan harga setelah adanya kenaikan atau penurunan dividen
semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin disebabkan oleh efek sinyal
dan preferensi terhadap dividen (Miller dan Modigliani, 1961).
Pengukuran Kebijakan Dividen yang akan digunakan dalam penelitian ini
diadopsi dari Musiega et al., (2013) yang mengukur Kebijakan Dividen dengan
menggunakan proksi Dividend Payout Ratio, yang dihitung melalui sebuah
perbandingan antara Dividen Per Saham dengan Laba Per Saham.
Pengukuran Kebijakan Dividen menurut Musiega et al., (2013) dapat
diperoleh dengan menggunakan proksi Dividend Payout Ratio yang dihitung melalui
sebuah perbandingan antara Dividend Per Saham dengan Laba Per Saham yang akan
dirumuskan sebagai berikut:
𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫𝑫 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷 𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹 =
2.2
π‘«π‘«π‘«π‘«π‘«π‘«π’Šπ’Šπ’Šπ’Šπ’Šπ’Šπ’Šπ’Š 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷 𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳 𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺
× πŸπŸπŸπŸπŸπŸ%
𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷 𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳 𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺
Review Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan penelitian tentang kebijakan
dividen. Penelitian Ahmed & Javid (2008) dengan judul “Dynamics and
Determinants of Dividend Policy in Pakistan (Evidence from Karachi Stock
Exchange Non-Financial Listed Firms” , menyimpulkan bahwa perusahaanperusahaan dengan Laba Bersih yang lebih stabil dapat menghasilkan free cash flow
yang lebih besar dan oleh karena itu dapat membayarkan dividen lebih besar. Selain
itu, konsentrasi kepemilikan dan likuiditas pasar memiliki pengaruh positif terhadap
dividend payout policy. Peluang-peluang investasi dan leverage memiliki pengaruh
negatif terhadap dividend payout policy. Kapitalisasi pasar dan ukuran perusahaan
memiliki pengaruh terhadap dividend payout policy yang menunjukkan bahwa
perusahaan memilih investasi dalam asetnya lebih dari membayarkan dividen-dividen
kepada pemegang saham.
Penelitian Gupta, & Banga (2010) dengan judul “The Determinants of
Corporate Dividend Policy.” Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa leverage,
Likuiditas, Profitabilitas, Pertumbuhan dan Struktur Kepemilikan adalah faktor-faktor
utama yang mempengaruhi Kebijakan Dividen perusahaan. Hasil uji regresi telah
menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut menunjukkan bahwa Likuiditas dan
Leverage menjadi faktor penentu utama Kebijakan Dividen dari perusahaanperusahaan di India.
Penelitian lain dilakukan oleh Gill, Biger, & Tibrewala (2010) dengan judul
“Determinants of Dividend Payout Ratio: Evidence from United States.” Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout
pada perusahaan baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa adalah profit
margin, pertumbuhan penjualan, DER dan pajak. Sementara itu, perusahaan jasa
lebih dipengaruhi oleh profit margin, pertumbuhan penjualan dan DER. Dan bagi
perusahaan manufaktur, dividend payout ratio lebih dipengaruhi oleh profit margin,
pajak dan market-to-book ratio.
Mehta (2012) juga telah melakukan penelitian berjudul “An Empirical
Analysis of Determinants of Dividend Policy-Evidence from the UAE Companies.”
Hasil Penelitian ini menyimpulkan bahwa Profitabilitas, Risiko Bisnis, Likuiditas,
Ukuran Perusahaan dan Leverage perusahaan berpengaruh terhadap Dividend Policy
dan faktor-faktor yang paling berpengaruh siginifikan terhadap Dividend Policy
adalah Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan.
Penelitian oleh Trang (2012) dengan judul “Determinants of Dividend Policy:
The Case of Vietnam.” Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa Profitabilitas
berpengaruh terhadap pembayaran dividen secara positif, terdapat hubungan negatif
antara Risiko Bisnis dengan pembayaran dividen pada perusahaan sampel di
Vietnam. Regulated firms banyak membayarkan dividen dibandingkan dengan
unregulated firm. Faktor paling penting adalah Profitabilitas yang merupakan faktor
penentu utama kebijakan dividen di Vietnam.
Penelitian Badu (2013) dengan judul “Determinants of Dividend Payout
Policy of Listed Financial Institutions in Ghana.” Penelitian dilakukan pada
Lembaga Keuangan di Ghana, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif dan signifikan antara Usia (Age) dengan Likuiditas tetapi tampak
secara statistik hubungan tidak signifikan antara Profitabilitas, Kolateral dengan
pembayaran Dividen. Oleh karena itu, faktor-faktor utama penentu kebijakan dividen
adalah Usia Perusahaan, Kolateral dan Likuiditas.
Penelitian Musiage, Alala, Douglas, Christopher, & Robert (2013) dengan
judul “Determinants of Dividend Payout Policy Among Non-Financial Firms on
Nairobi Securities.” Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa Return on Equity
Current Earnings dan aktivitas-aktivitas Pertumbuhan perusahaan ditemukan
berkaitan secara positif dengan Dividend Payout, Risiko bisnis dan Ukuran
Perusahaan keduanya sebagai variabel moderasi yang dapat meningkatkan ketepatan
variabel signifikan diantara faktor-faktor penentu Dividend Payout.
Penelitian Ranti (2013) dengan judul “Determinants of Dividend Policy: A
Study of Selected Listed Firms in Nigeria.” Hasil penelitian telah menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kinerja finansial perusahaan,
ukuran perusahaan dan independensi dewan terhadap Dividend Payout dari
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Nigeria.
Nuhu, Musah, & Senyo (2014) juga telah melakukan penelitian dengan judul
“Determinants of Dividend Payout of Financial Firms and Non-Financial Firms in
Ghana.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Profitabilitas,
Jumlah Dewan, Leverage, dan Pajak dengan Dividend Payout dan Jumlah Dewan
adalah faktor penentu Dividend Payout paling konsisten yang ditemukan dalam
perusahaan keuangan dan non keuangan di Ghana.
Penelitian lain dilakukan oleh Baah, Tawiah, & Eric (2014) dengan judul
“Industry Sector Determinants of Dividend Policy and Its Effect on Share Prices in
Ghana.” Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor-faktor penentu utama
dividend policy perusahaan di Ghana Stock Exchange adalah Return on Equity, Profit
After Tax dan Ukuran Perusahaan. Namun demikian faktor-faktor tersebut beragam
dalam mempengaruhi dividend payout melintasi sektor berbeda. Profit After Tax
menjadi variabel kunci yang secara konsisten dianggap banyak sektor yang
membayarkan dividennya. Kebanyakan perusahaan di Ghana Stock Exchange,
menunjukkan secara statistik tidak signifikan dan memiliki hubungan yang lemah
antara Dividend Payout dengan Harga Saham.
Secara ringkas, hasil penelitian terdahulu yang relevan dan mengilhami
penelitian ini disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti/
Tahun
Ahmed & Javid
(2008)
Judul
Penelitian
Dynamics and
Determinants
of Dividend
Policy in
Pakistan
(Evidence from
Karachi Stock
Exchange NonFinancial
Listed Firms.
Variabel
Hasil Penelitian
Variabel Independen:
1. Laba Bersih (X1)
2. Struktur
Kepemilikan (X2)
3. Market to Book
Value of Equity
(X3)
4. Likuiditas (X4)
5. Investasi (X5)
6. Ukuran Perusahaan
(X6)
7. Pertumbuhan
Penjualan (X7)
8. Leverage (X8)
Hasil penelitiannya telah
menunjukkan bahwa
perusahaan-perusahaan yang
untung dengan Laba Bersih yang
lebih stabil dapat menghasilkan
free cash flow yang lebih besar
dan oleh karena itu dapat
membayarkan dividen lebih
besar. Selain itu, konsentrasi
kepemilikan dan likuiditas pasar
memiliki pengaruh positif
terhadap dividend payout policy.
Peluang-peluang investasi dan
leverage memiliki pengaruh
negatif terhadap dividend payout
policy. Kapitalisasi pasar dan
ukuran perusahaan memiliki
pengaruh terhadap dividend
payout policy yang menunjukkan
bahwa perusahaan memilih
investasi dalam asetnya lebih
dari membayarkan dividendividen kepada pemegang
saham.
Variabel Dependen:
Dividend Payout (Y)
Gill, Biger &
Tibrewala
(2010)
Determinants
of Dividend
Payout Ratio:
Evidence from
United States.
Variabel Independen:
1. Profitabilitas (X1)
2. Aliran Kas (X2)
3. Pajak Korporat
(X3)
4. Pertumbuhan
Penjualan (X4)
5. Market to Book
Value (MTBV)
(X5)
6. Debt to Equity
Ratio (DER) (X6)
Variabel Dependen:
Standard Payout Ratio
(Y)
Hasil penelitiannya telah
menunjukkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi
dividend payout pada perusahaan
baik perusahaan manufaktur
maupun perusahaan jasa adalah
profit margin, pertumbuhan
penjualan, DER dan pajak.
Sementara itu, perusahaan jasa
lebih dipengaruhi oleh profit
margin, pertumbuhan penjualan
dan DER. Dan bagi perusahaan
manufaktur, dividend payout
ratio lebih dipengaruhi oleh
profit margin, pajak dan marketto-book ratio.
Nama Peneliti/
Tahun
Gupta (2010).
Judul
Penelitian
The
Determinants
of Corporate
Dividend
Policy
Variabel
Hasil Penelitian
Variabel Independen:
1. Leverage (X1)
2. Likuiditas (X2)
3. Profitabilitas (X3)
4. Struktur
Kepemilikan (X4)
5. Pertumbuhan (X5)
Hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa leverage,
Likuiditas, Profitabilitas,
Pertumbuhan dan Struktur
Kepemilikan adalah faktorfaktor utama yang
mempengaruhi Kebijakan
Dividen perusahaan. Dan hasil
uji regresi telah menunjukkan
bahwa faktor-faktor tersebut
menunjukkan bahwa Likuiditas
dan Leverage menjadi faktor
penentu utama Kebijakan
Dividen dari perusahaanperusahaan di India.
Hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa
Profitabilitas berpengaruh
terhadap pembayaran dividen
secara positif, terdapat hubungan
negatif antara Risiko Bisnis
dengan pembayaran dividen
pada perusahaan sampel di
Vietnam. Regulated firms
banyak membayarkan dividen
dibandingkan dengan
unregulated firm. Faktor paling
penting adalah Profitabilitas
yang merupakan faktor penentu
utama kebijakan dividen di
Vietnam.
Variabel Dependen:
Dividend Rate (Y)
Trang (2012)
Mehta (2012).
Determinants
of Dividend
Policy: The
Case of
Vietnam
An Empirical
Analysis of
Determinants
of Dividend
PolicyEvidence from
the UAE
Companies.
Variabel Independen:
1. Profitabilitas (X1)
2. Ukuran Perusahaan
(X2)
3. Level Utang (X3)
4. Likuiditas (X4)
5. Struktur Aset (X5)
6. Jenis Industri (X6)
7. Peluang
Pertumbuhan (X7)
8. Risiko Bisnis (X8)
9. Manajemen
Kepemilikan (X9)
10. Konsentrasi
Kepemilikan (X10)
11. Dewan Direktur
(X11)
12. Kualitas Audit
(X12)
Variabel Dependen:
Pembayaran Dividen
(Y)
Variabel Independen:
1. Profitabilitas (X1)
2. Risiko Bisnis (X2)
3. Likuiditas (X3)
4. Leverage (X4)
5. Ukuran Perusahaan
(X5)
Variabel Dependen:
Payout Ratio (Y)
Hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa
Profitabilitas, Risiko Bisnis,
Likuiditas, Ukuran Perusahaan
dan Leverage perusahaan
berpengaruh terhadap Dividend
Policy. Dan faktor-faktor yang
paling berpengaruh siginifikan
terhadap Dividend Policy adalah
Profitabilitas dan Ukuran
Perusahaan.
Nama Peneliti/
Tahun
Badu (2013)
.
Judul
Penelitian
Determinants
of Dividend
Payout Policy
of Listed
Financial
Institutions in
Ghana.
Variabel
Hasil Penelitian
Variabel Independen:
1. Return on Assets
(ROA) (X1)
2. Growth (X2)
3. Age (X3)
4. Ratio of Cash and
Cash Equivalent
(X4)
5. Financial
Institution (X5)
Temuan penelitian telah
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif dan signifikan
antara Usia (Age) dengan
Likuiditas tetapi tampak secara
statistik hubungan tidak
signifikan antara Profitabilitas,
Kolateral dengan pembayaran
Dividen. Oleh karena itu, faktorfaktor utama penentu kebijakan
dividen dalam lembaga
keuangan di Ghana adalah Usia
Perusahaan, Kolateral dan
Likuiditas.
Variabel Dependen:
Dividend Payout
Strategy (Y)
Ranti (2013)
Determinants
of Dividend
Policy: A
Study of
Selected Listed
Firms in
Nigeria
Variabel Independen:
1. Return on Equity
(X1)
2. Ukuran Perusahaan
(X2)
3. Financial Leverage
(X3)
4. Independensi
Dewan (X4)
Variabel Dependen:
Dividend Payout Ratio
(Y)
Hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif dan signifikan
antara kinerja finansial
perusahaan, ukuran perusahaan
dan independensi dewan
terhadap Dividend Payout dari
perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Nigeria.
Musiage, Alala,
Douglas,
Christopher, &
Robert (2013).
Determinants
of Dividend
Payout Policy
Among NonFinancial
Firms on
Nairobi
Securities
Variabel Independen:
1. Laba Tahun
Berjalan (X1)
2. Likuiditas (X2)
3. Profitabilitas (X3)
4. Peluang
pertumbuhan (X4)
Variabel Dependen:
Payout Ratio (Y)
Hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa Return on
Equity Current Earnings dan
aktivitas-aktivitas Pertumbuhan
perusahaan ditemukan berkaitan
secara positif dengan Dividend
Payout, Risiko bisnis dan
Ukuran Perusahaan keduanya
sebagai variabel moderasi yang
dapat meningkatkan ketepatan
variabel signifikan diantara
faktor-faktor penentu Dividend
Payout.
Variabel Moderasi:
1. Ukuran Perusahaan
(Z1)
2. Risiko Bisnis (Z2)
Nama Peneliti/
Tahun
Nuhu, Musah &
Senyo (2014)
Judul
Penelitian
Determinants
of Dividend
Payout of
Financial
Firms and
Non-Financial
Firms in
Ghana.
Variabel
Hasil Penelitian
Variabel Independen:
1. Profitabilitas (X1)
2. Peluang Investasi
(X2)
3. Pajak (X3)
4. Leverage (X4)
5. Jumlah Dewan
(X5)
Hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh antara Profitabilitas,
Jumlah Dewan, Leverage, dan
Pajak dengan Dividend Payout.
Dan Jumlah Dewan adalah
faktor penentu Dividend Payout
paling konsisten yang ditemukan
dalam perusahaan keuangan dan
non keuangan di Ghana.
Variabel Dependen:
Dividend Payout (Y)
Baah, Tawiah
& Eric (2014)
Industry Sector
Determinants
of Dividend
Policy and Its
Effect on Share
Prices in
Ghana
Variabel Independen:
1. Share Price
Volatility (X1)
2. Profit After Tax
(X2)
3. Size (X3)
4. Growth (X4)
Variabel Dependen:
Payout Ratio (Y)
Hasil penelitiannya telah
menunjukkan bahwa faktorfaktor penentu utama dividend
policy perusahaan di Ghana
Stock Exchange adalah Return
on Equity, Profit After Tax dan
Ukuran Perusahaan. Namun
demikian faktor-faktor tersebut
beragam dalam mempengaruhi
dividend payout melintasi sektor
berbeda. Profit After Tax
menjadi variabel kunci yang
secara konsisten dianggap
banyak sektor yang
membayarkan dividennya.
Kebanyakan perusahaan di
Ghana Stock Exchange,
menunjukkan secara statistik
tidak signifikan dan memiliki
hubungan yang lemah antara
Dividend Payout dengan Harga
Saham.
Download