Pengaruh konsumsi protein dan mineral BESI (Fe

advertisement
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak
Unggas, analisa kandungan nutrien ransum dilakukan di Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan, analisa kandungan Fe pakan dan serum dilakukan di Laboratorium
Nutrisi Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan
sedangkan analisa profil darah (eritrosit, hemoglobin, hematokrit dan leukosit)
dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2009
sampai Maret 2011.
Materi
Ternak Percobaan
Penelitian ini menggunakan 600 ekor puyuh betina (Coturnix coturnix
japonica) berumur dua minggu dengan rataan bobot badan 42,97 + 0,74 gram.
Ternak yang digunakan sebagai sampel untuk profil darah sebanyak 40 ekor
sedangkan untuk Fe serum digunakan 24 ekor puyuh.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan pada pemeliharaan puyuh berupa kandang baterai
dengan alas dan dinding berkawat. Tiap kandang baterai dilengkapi dengan tempat
pakan dan minum. Peralatan lain selama pemeliharaan adalah timbangan digital 1000
gram, lampu 40 watt, termometer, alat kebersihan kandang serta peralatan lain yang
menunjang kegiatan penelitian.
Peralatan yang digunakan untuk sampling darah diantaranya syringe 3 ml dan
5 ml, tabung heparin dan non heparin, box es batu, dan rak tabung reaksi. Analisa
profil darah meliputi analisa eritrosit, hemoglobin, hematokrit dan leukosit. Peralatan
yang digunakan untuk analisa profil darah berupa sahli, mikroskop, pipet butir darah
merah dan putih, hemoglobinometer, microcapillary hematocrit reader dan
hemocytometer. Peralatan yang digunakan untuk analisa kandungan Fe pada pakan
dan serum diantaranya micropipet, ependorf, hot plate, oven 60 °C, vortex, sentrifuse
dan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry).
14
Ransum
Bahan pakan penyusun ransum antara lain dedak padi, polard, tepung ikan,
bungkil kedele, minyak, CaCO3, premix, tepung daun katuk, dan tepung daun murbei.
Air minum diberikan ad libitum.
Gambar 7. Ransum Penelitian
Ransum perlakuan disusun dengan memenuhi kebutuhan nutrien untuk puyuh
periode grower dan layer berdasarkan rekomendasi NRC (1994). Susunan ransum
yang digunakan pada penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Susunan Ransum Penelitian
Bahan Makanan
R0
Dedak Padi
Polard
Tepung Ikan
Bungkil Kedele
Minyak
CaCo3
Tepung daun katuk
Tepung daun murbei
Premix
Jumlah
50
6
10
28
5
0,5
0
0
0,5
100
Bahan Makanan
R0
Dedak Padi
Polard
Tepung Ikan
Bungkil Kedele
Minyak
CaCo3
Tepung daun katuk
Tepung daun murbei
Premix
Jumlah
50
6
7
24
7
5,5
0
0
0,5
100
Periode grower
R1
R2
------------- % ------------40
40
5
5
10
10
28
28
6
6
0,5
0,5
10
0
0
10
0,5
0,5
100
100
Periode layer
R1
R2
------------- % ------------40
40
6
6
7
7
23
23
8
8
5,5
5,5
10
0
0
10
0,5
0,5
100
100
R3
40
5
10
28
6
0,5
5
5
0,5
100
R3
40
6
7
23
8
5,5
5
5
0,5
100
15
Kandungan nutrien ransum perlakuan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan (Berdasarkan 90% BK)1)
Grower (3-12 minggu)
Nutrien
Satuan
ME3)
Layer (13-17 minggu)
R02)
R12)
R22)
R32)
R02)
R12)
R22)
R32)
kkal/kg
3034,80
3132,55
3103,05
3117,83
3200,68
3309,31
3278,15
3293,76
BK
%
81,85
81,06
80,75
80,90
75,77
74,97
74,65
74,81
PK
%
25,62
28,06
27,09
27,58
23,73
25,99
24,93
25,46
SK
%
16,03
14,98
14,96
14,98
17,11
16,00
15,99
16,29
LK
%
4,37
4,31
4,02
4,17
4,48
4,41
4,11
4,26
Beta-N
%
25,37
25,53
27,00
26,26
25,40
25,94
27,54
26,74
Abu
%
18,60
16,67
16,90
16,78
19,27
17,16
17,41
17,29
Ca
%
3,94
3,37
3,33
3,35
6,49
5,89
5,87
5,88
P
Fe
%
ppm
1,36
569,20
1,25
868,17
1,19
618,42
1,22
743,29
1,42
626,48
1,29
919,72
1,23
669,96
1,26
794,84
Keterangan :
1)
berdasarkan hasil perhitungan analisa bahan pakan (Laboratorim Ilmu dan Teknologi Pakan,
2009)
2)
R0 = ransum kontrol tanpa tepung daun, R1 = ransum mengandung 10% tepung daun katuk
(TDK), R2 = ransum mengandung 10% tepung daun murbei (TDM), R3 = ransum mengandung
5% TDK dan 5% TDM
3)
dihitung berdasarkan rumus ME = GE x 0,75 (NRC, 1994)
ME = metabolisme energi, BK = bahan kering, PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK =
lemak kasar, Beta-N = bahan ekstrak tanpa nitrogen, Ca = kalsium, P = phospor, Fe = ferrum
(besi)
Metode
Pembuatan Tepung Daun
Daun katuk dan murbei yang akan dijadikan campuran diransum diubah
terlebih dahulu dalam bentuk tepung. Alur pembuatan tepung daun disajikan pada
Gambar 8.
Daun
Dilayukan selama 12 jam
Daun dikeringkan dalam oven
Suhu 60o C selama 24 jam
Daun kering
Digiling
Tepung daun
Gambar 8. Alur Pembuatan Tepung Daun
16
Prosedur Pelaksanaan
Tahap Persiapan
Sebelum puyuh dipelihara, kandang dan perlengkapan untuk tahap
pemeliharaan disanitasi terlebih dahulu menggunakan desinfektan. Bahan pakan
untuk ransum perlakuan juga dipersiapkan terlebih dahulu.
Gambar 9. Sanitasi Peralatan dan Kandang
Tahap Pemeliharaan
Puyuh yang baru datang diberi air gula dan Vitachick untuk meminimalkan
stres akibat perjalanan. Selanjutnya puyuh diberi ransum komersial starter 511 PT
Charoen Pokhpand selama satu minggu kemudian memasuki tahap perlakuan. Puyuh
diberi ransum perlakuan pada umur tiga minggu. Pemeliharaan puyuh dilakukan
selama 15 minggu. Pakan diberikan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pagi, siang dan
sore hari. Air minum diberikan ad libitum. Sisa pakan puyuh setiap ulangan
ditimbang setiap tujuh hari sekali.
Gambar 10. Keadaan Kandang Puyuh selama Perlakuan
17
Kebersihan kandang, tempat pakan dan air minum dilakukan setiap hari.
Pemberian vitamin pada air minum dilakukan setelah penempatan puyuh dan
penimbangan untuk mengurangi cekaman stres. Pengecekan suhu kandang dilakukan
setiap hari dengan bantuan termometer.
Tahap Sampling Darah
Sampling darah dilakukan dalam dua tahap, yaitu ketika puyuh berumur 9
minggu (grower) dan 15 minggu (layer). Sebelum dilakukan sampling darah, ternak
dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Darah diambil dari vena jugularis
sebanyak 1 ml menggunakan syringe. Sebelumnya, daerah vena jugularis
dibersihkan dengan alkohol 70%, bila daerah tersebut berbulu dihilangkan bulunya
terlebih dahulu menggunakan gunting. Sampel darah dimasukkan dalam tabung
berheparin dan tidak berheparin. Tabung berheparin digunakan untuk menyimpan
darah yang akan dilakukan analisa profil darah sedangkan tabung tidak berheparin
digunakan untuk menyimpan darah yang akan diambil serumnya. Tabung darah
tersebut disimpan dalam termos es yang telah diberi es batu. Darah pada tabung tidak
berheparin disentrifikasi lalu serum dipisahkan dari total darah untuk dianalisa
kandungan mineral besi (Fe).
Tahap Analisis Darah
a. Analisis Profil Darah
1. Perhitungan Jumlah Eritrosit
Perhitungan jumlah sel darah merah dilakukan dengan alat kamar
hitung sel darah merah menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100
kali. Prosedur pengerjaannya sebagai berikut: aspirator dipasang pada pipet
sel darah merah. Darah yang telah dihisap sampai batas angka 0,5 pada pipet,
ujung pipetnya dibersihkan menggunakan tisu. Larutan Hayem dihisap
sampai tanda 101 yang tertera pada pipet secara hati-hati. Pada pengisapan ini
dihindari adanya gelembung, jika terdapat gelembung maka prosedur harus
diulang. Selanjutnya aspirator dilepas dari pipet sel darah merah. Dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk kanan, isi pipet dihomogenkan selama 3
menit. Bagian yang tidak ikut terkocok harus dibuang. Selanjutnya dengan
hati-hati cairan dimasukkan dalam kamar hitung dengan cara menempelkan
ujung pipet pada pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup.
18
Butir-butir darah dibiarkan mengendap selama kurang lebih 1 menit.
Perhitungan butir darah merah tersebut dilakukan menggunakan hand
counter. Untuk menghitung sel darah merah dalam hemocytometer,
digunakan kotak sel darah merah yang berjumlah 25 buah dengan mengambil
bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri
atas, satu kotak tengah, satu kotak pojok kanan bawah, dan satu kotak pojok
kiri bawah. Untuk membedakan kotak sel darah merah dengan kotak sel
darah putih, dapat berpatokan pada tiga baris pemisah pada kotak sel darah
merah dan luas kotak sel darah merah relatif lebih kecil dibandingkan dengan
kotak leukosit. Butir darah merah yang telah dihitung tersebut disimbolkan
dengan a dan untuk mengetahui jumlah sel darah merah dalam 1 mm3 darah
dihitung dengan mengunakan rumus menurut Sastradipraja et al. (1989).
a x 104
2. Perhitungan Kadar Hemoglobin (Hb)
Metode yang digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin dalam
penelitian ini adalah metode Sahli. Larutan HCl 0,01 N diteteskan pada
tabung Sahli sampai tanda tera 0,1 atau garis bawah, kemudian sampel darah
dihisap menggunakan pipet hingga mencapai tanda tera atas. Sampel darah
segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga
berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan
hemoglobin membentuk asam hematin. Larutan ditambah dengan akuades,
diteteskan sedikit sambil terus diaduk. Larutan akuades ditambahkan hingga
warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai
hemoglobin dapat dilihat di kolom “gram%” yang tertera pada tabung
hemoglobin, yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml
darah (Sastradipraja et al., 1989).
3. Perhitungan Hematokrit
Penentuan hematokrit dilakukan dengan mengisi tabung hematokrit
dengan darah dan antikoagulan. Campuran darah kemudian disentrifikasi
sampai sel-sel darah mengumpul di dasar. Pengisian pipa mikrokapiler
dilakukan dengan memiringkan tabung yang berisi sampel darah dengan
19
menempatkan ujung mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa diisikan darah
sampai mencapai ⅔ bagian kemudian ujung pipa disumbat dengan crestoseal,
pipa mikrokapiler tersebut disentrifikasi selama 15 menit dengan kecepatan
2.500-4.000rpm. Bagian yang tersumbat diletakkan menjauhi pusat
sentrifuse. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur persentase volume
sel darah merah menggunakan alat baca microcapillary hematocrit reader
(Sastradipraja et al., 1989).
4. Perhitungan Leukosit
Penghitungan jumlah leukosit dilakukan menggunakan pipet leukosit
dengan bantuan aspirator hingga batas 0,5 lalu ujung pipet dibersihkan
dengan tisu. Larutan modifikasi Rees & Ecker dihisap hingga tanda 11 pada
pipet leukosit kemudian dihomogenkan dan cairan yang tidak terkocok lalu
dibuang. Setelah itu, sampel darah diteteskan dalam hemacytometer,
dibiarkan beberapa saat hingga cairan mengendap lalu jumlah leukosit
dihitung di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Untuk menghitung
sel darah putih dalam hemocytometer, digunakan empat kotak yang terletak di
empat sudut kamar hitung, masing-masing terdiri atas 16 buah kotak yang
luasnya 1/16 mm2. Jumlah leukosit yang terhitung disimbolkan dengan b dan
untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1 mm3darah dihitung dengan rumus
menurut Sastradipraja et al. (1989) sebagai berikut.
b x 50
5. Perhitungan Diferensiasi Leukosit
Darah yang telah disiapkan, diteteskan pada kaca objek yang
dipegang dengan ibu jari dan telunjuk salah satu tangan. Kaca penutup
berbeda dipegang tangan lainnya kemudian ujung kaca penutup didorong
dengan kecepatan konstan sehingga didapatkan ulasan yang tidak terlalu
tebal. Ulasan dikeringkan selama beberapa menit kemudian difiksasi dalam
metanol selama 5-10 menit. Ulasan dicelupkan dalam pewarna Giemsa
sekitar 30 menit kemudian ulasan diangkat dan dicuci menggunakan air
mengalir sampai air bilasan tidak membawa warna Giemsa. Preparat ulas
20
dikeringkan dan perhitungan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan
ditetesi minyak imersi dengan perbesaran 100 kali.
b. Analisis Kandungan Mineral Fe
Analisis
kadar
mineral
besi
(Fe)
pakan
puyuh
dilakukan
menggunakan metode Wet Ashing sedangkan pada serum langsung
diinjeksikan ke AAS kemudian dibaca konsentrasinya dalam satuan ppm.
Secara singkat prosedur analisa mineral Fe disajikan pada Gambar 11.
Preparasi sampel ransum
Preparasi sampel serum
Analisa dengan AAS
Gambar 11. Skema Analisa Fe Ransum dan Serum
Prosedur analisa Fe pada pakan dan serum puyuh adalah sebanyak 1 g
sampel pakan dimasukkan dalam Erlenmeyer ukuran 100 ml kemudian
ditambahkan 10 ml HNO3 dan didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di
ruang asam. Larutan tersebut dipanaskan di atas hot plate dengan suhu 80ºC
selama 4 jam (dalam ruang asam) kemudian dibiarkan semalam dan sampel
ditutup. Sebanyak 0,8 ml H2SO4 ditambahkan dalam larutan tersebut,
dipanaskan di atas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat) selama
kurang lebih 1 jam. Sampel yang masih di atas hot plate ditambahkan 6 tetes
HCLO4 : HNO3 (2:1) kemudian perubahan warna yang terjadi diamati dari
coklat→ kuning tua →kuning muda (± 1 jam). Setelah ada perubahan warna,
21
pemanasan masih dilanjutkan selama 15 menit. Sampel dipindahkan,
didinginkan lalu ditambahkan 4 ml akuades dan 1,2 ml HCl. Sampel
dipanaskan kembali hingga larut (± 15 menit) kemudian dimasukan ke dalam
labu takar 100 ml. Apabila ada endapan disaring dengan glass wool. Sebelum
dianalisis menggunakan AAS, larutan tersebut dipreparasi terlebih dahulu
dengan
menambahkan
(Cl3La.7H2O)
untuk
menghilangkan
ion-ion
pengganggu. Sebanyak 0,5 ml larutan ditambahkan dengan 0,05 ml
Cl3La.7H2O kemudian ditambahkan akuades hingga tanda tera (100 ml),
selanjutnya divortex dan diukur menggunakan AAS.
Analisa kandungan Fe serum dilakukan dengan memasukkan sampel
serum dari masing-masing perlakuan sebanyak 0,01-0,05 ml dalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan 0,05 ml Cl3La.7H2O dan akuades hingga 5 ml.
Larutan tersebut disentrifikasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000rpm,
setelah itu, larutan dianalisa menggunakan AAS.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain:
1. Konsumsi ransum (gram/ekor/hari)
Konsumsi ransum dihitung dengan mengurangi pemberian ransum awal dengan
sisa ransum.
2. Konsumsi protein (gram/ekor/hari)
Konsumsi protein diperoleh dengan mengalikan antara konsumsi ransum dengan
kandungan protein kasar pada tiap ransum perlakuan.
3. Konsumsi Fe (gram/ekor/hari)
Konsumsi Fe puyuh diperoleh dengan mengalikan antara konsumsi ransum
dengan kandungan Fe tiap ransum perlakuan.
4. Jumlah Eritrosit (juta/mm3)
Pengukuran eritrosit puyuh periode grower dan layer dianalisis menggunakan
kamar hitung Neubauer (Sastradipraja et al., 1989).
5. Kadar Hemoglobin (g%)
Nilai hemoglobin puyuh periode grower dan layer dianalisis menggunakan
metode Sahli (Sastradipraja et al., 1989).
22
6. Persentase Hematokrit (%)
Persentase hematokrit puyuh periode grower dan layer ditentukan dengan
metode mikrohematokrit (Sastradipraja et al., 1989).
7. Jumlah Leukosit (ribu/mm3)
Pengukuran leukosit puyuh periode grower dan layer dianalisa menggunakan
metode Neubauer.
8. Penentuan Diferensiasi Leukosit (%)
9. Perhitungan Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC)
Untuk menghitung nilai MCV dan MCHC, digunakan rumus berikut :
MCV
=
Hematokrit (%) x 10
Jumlah sel darah merah (juta/ml)
MCHC
=
Hemoglobin (g%) x 100
Hematokrit (%)
Rancangan
Rancangan Percobaan
Desain percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak
Lengkap Pola Tersarang (nested design), dengan empat perlakuan dan lima ulangan,
yang masing-masing ulangan terdiri atas tiga puluh ekor puyuh.
Model Matematika
Model matematis rancangan yang digunakan didasarkan pada Gill (1978)
yaitu:
yijk = µ + τi + Ei(j) + εijk
Keterangan:
yijk
= data pengamatan
µ
= nilai tengah populasi
τi
= pengaruh periode (grower dan layer) ke-i
Ei(j)
= pengaruh pelakuan pakan (R0, R1, R2, R3) ke-j tersarang pada periode ke-i
εijk
= galat percobaan dari pengaruh perlakuan pakan ke-j tersarang pada periode
ke-i ulangan ke-k
23
i
= pengaruh periode
j
= perlakuan pakan
k
= ulangan (1,2,…,5)
Perlakuan
R0
: ransum kontrol, tanpa mengandung tepung daun katuk (TDK) dan tepung
daun murbei
R1
: ransum mengandung 10% TDK
R2
: ransum mengandung 10% TDM
R3
: ransum mengandung 5% TDK dan 5% TDM
Analisis Data
Data hasil penelitian diolah dengan analisis statistik berupa uji ANOVA
untuk melihat pengaruh perlakuan pakan yang tersarang pada faktor periode. Jika
diketahui bahwa faktor periode ataupun perlakuan pakan memberikan pengaruh yang
nyata terhadap peubah-peubah yang diamati, akan dilakukan uji lanjut LSD (Mattjik
dan Sumertajaya, 2000).
24
Download