BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya perbaikan status gizi balita yang dijadikan sebagai salah satu prioritas Pembangunan Kesehatan merupakan bukti komitmen pemerintah untuk mensejahterakan rakyat dengan tujuan memperbaiki status gizi masyarakat, seperti yang terdapat dalam Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pada Bab VIII tentang Gizi, pasal 141 ayat 1 menyatakan bahwa upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan program perbaikan gizi, masih ada permasalahan dasar dalam semua upaya yang akan lakukan ke depan, seperti yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, disebutkan stunting menjadi kondisi umum masalah kesehatan status gizi yang terjadi pada hampir seluruh wilayah di Indonesia. Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Menurut data yang dilansir (WHO, 2012), 162 juta anak di bawah lima tahun mengalami Stunting. Sedangkan dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), menunjukkan kecenderungan naiknya persentase kejadian stunting pada balita di Indonesia. Hasil Riskesdas (2010) balita pendek sebesar 35,6% menjadi 37.2% (2013). Angka penderita pendek sebesar 37,2% dari 24 juta jumlah balita itu berarti Indonesia memiliki 8.9 juta lebih anak penderita pendek. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara kelima dengan angka anak pendek terbanyak di dunia. Berdasarkan Kelompok umur penderita pendek usia 6-24 bulan untuk kategori sangat pendek sebesar 43,7%, pendek 29,4% (Depkes RI 2010) dan 32,9% di tahun 2013. Dari data ini terlihat bahwa kelompok usia baduta (6-23 bulan) merupakan kelompok balita tertinggi yang mengalami stunting di Indonesia. 1 2 Berdasarkan Fenomena di atas penulis ingin meneliti : Determinan Sosial Penyebab Pendek pada Anak Usia 6-24 Bulan di Indonesia (Analisis Data Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun 2014). B. Rumusan Masalah Pendek menjadi masalah kesehatan hampir di seluruh propinsi, kecenderugan naiknya penderita pendek dari 35,6% tahun 2010 menjadi 37% tahun 2013 menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penderita pendek kelima di dunia setelah China, India, Nigeria dan Pakistan, dengan jumlah kasus 8.9 juta anak yang berarti 1 dari 3 anak di Indonesia adalah pendek. Kejadian pendek dipicu oleh banyak faktor, seperti determinan sosial (sosial ekonomi, fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, sanitasi dan sumber makanan dan minuman). Berdasarkan hal ini diajukan rumusan masalah sebagai berikut : Apakah determinan sosial yang berhubungan dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan di Indonesia pada tahun 2014? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis determinan sosial penyebab pendek pada anak usia 6-24 bulan di Indonesia. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan status ekonomi/pendapatan dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24bulan. b. Mengetahui hubungan pendidikan orang tua dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. c. Mengetahui hubungan pekerjaan orang tua dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. d. Mengetahui hubungan sanitasi dasar dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. e. Mengetahui hubungan kepemilikan sarana air bersih dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. 3 f. Mengetahui hubungan jumlah anggota rumah tangga dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. g. Mengetahui hubungan lokasi tempat tinggal dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. h. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. i. Mengetahui hubungan BBLR dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. j. Mengetahui hubungan ASI eksklusif dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. k. Mengetahui hubungan status keterarturan pemberian MP-ASI dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. l. Mengetahui hubungan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. m. Mengetahui hubungan tinggi badan orang tua dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. D. Manfaat Penelitian 1. Menambah informasi dan pengetahuan bagi peneliti dan lembaga pendidikan tentang epidemiologi penyakit tidak menular, seperti pendek pada anak usia 624 bulan. 2. Sebagai masukan kepada Departemen Kesehatan RI dalam mengambil kebijakan penanggulangan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. 3. Informasi bagi masyarakat tentang determinan sosial yang berhubungan dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. E. Keaslian Penelitian Dari penelusuran kepustakaan penelitian dalam bentuk artikel dan jurnal tentang faktor risiko stunting melalui pencarian dengan kata kunci “Determinan Sosial” dan “Faktor Risiko”, diperoleh beberapa laporan terkait dengan permasalahan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu antara lain: 4 1. Mbuya, et al (2000), judul penelitian : “Biological, Social, and Environmental Determinant of Low Birth Weight and Stunting among Infants and Young Children in Zimbabwe”. Dalam penelitian ini terlihat anak yang tinggal di daerah pedesaan 1,2 kali berisiko terkena stunting dibandingkan anak yang tinggal diperkotaan, sementara pekerjaan ibu, air bersih adalah sebagai protektif. Metode penelitian :analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis data sekunder dengan variable sosial ekonomi, sanitasi/kualitas rumah (air bersih, wc, konstruksi rumah). Perbedaan dengan penelitian ini adalah lingkup wilayah penelitian dan umur anak (6-59 bulan). 2. Menon, et al (2000), judul penelitian : “Socio-economic Differentials In Child Stunting are Consistently Large in Urban Than in Rural Areas”. Penelitian ini menyatakan ekonomi keluarga merupakan determinan stunting paling penting pada anak usia 12-29 bulan di Philipina. Metode penelitian : analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisa data sekunder Variable independen : sosial ekonomi, sanitasi/kualitas rumah (air bersih, wc, konstruksi rumah). Perbedaan dengan penelitian ini adalah lingkup wilayah penelitian dilakukan di 11 negara. 3. Seedhom, et al (2014), melaksanakan penelitian dengan judul : “Determinant of Stunting Among Preschool Children, Minia, Egypt”. Penelitian ini menunjukkan bahwa berhubungan dengan pendidikan ibu dan status ekonomi secara signifikan kejadian stunting. Metode penelitian: analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel independen, pendidikan ibu dan status sosial ekonomi dan usia subjek penelitian (6 bulan - 2 tahun). Perbedaan dengan penelitian ini adalah wilyah dan beberapa variabel independen (pengetahuan ibu tentang nutrisi, frekuensi pemberian MP-ASI, Usia awal pemberian makanan). 4. Wahdah (2011) melakukan penelitian dengan judul : “Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Umur 6 – 36 Bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan 5 Kapuas Hulu, Kalimantan Barat”. Kesimpulan penelitian ini adalah faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah pendapatan keluarga, jumlah anggota rumah tangga, pekerjaan ibu, pola asuh, tinggi badan ayah, tinggi badan ibu dan pemberian ASI eksklusif. Metode penelitian: analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian, variabel independen : jumlah anggota rumah tangga, pendidikan, pekerjaan tinggi badan orang tua, ASI eksklusif.Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi dan kelompok umur subjek penelitian 5. Ciptaningrum (2012) dalam penelitiannya yang berjudul : “Kejadian Stunting Pada Anak Berumur di Bawah Lima Tahun (0-59) di Provinsi Papua Barat Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010). Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional .Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian, variabel independen : pendidikan ibu, air bersih, sanitasi dasar. Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi, data analisis Riskesdas 2010, pendidikan dan pekerjaan ayah.