V. VERIFIKASI & VALIDASI Ukuran kinerja merupakan alat bagi manajemen puncak dalam menilai sejauh mana kinerja perusahaan telah dicapai melalui pelaksanaan strategi ( Kusnoto 2001). Melalui penilaian kinerja inilah, manajemen dapat melihat kinerja yang dicapai sekaligus mengambil langkah-langkah penyempurnaan atau audit strategi, baik strategi korporat maupun operasional perusahaan. A. Penilaian Bahan Baku Berdasarkan hasil penilaian program terhadap rata-rata kualitas dan jumlah material pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian bahan baku, seperti tertera pada Gambar 21. Gambar 21. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Bahan Baku 80 Jumlah bahan baku yang Reject perlu diukur, sehingga perusahaan dapat menentukan kebijakan dalam pemilihan suplier dan klaim akibat buruknya kondisi material, karena material merupakan input yang menentukan kualitas produk dan menjadi tanggung jawab suplier (Hardjosoedarmo 1996). Kualitas bahan baku akan menentukan efisiensi proses dan kualitas dari produk yang dihasilkan. Secara umum kualitas bahan baku yang paling banyak menentukan spesifikasi produk adalah Asam lemak bebas, Iodium Value, dan warna. Ketiga indikator tersebut akan menentukan ketengikan minyak dan prosentase gliserin. Moisture (kadar air) juga akan menentukan kuantitas output produk yang dihasilkan. Rata-rata kadar air dari bahan baku adalah 0.11% , yang berarti “Sedang”. Apabila bahan baku memiliki moisture yang kurang baik, berarti bahan baku tersebut banyak mengandung air. Jumlah air yang besar akan membuat kinerja vakum dalam proses hidrogenasi dan destilasi tidak stabil (berfluktuasi), dan berpengaruh terhadap warna produk yang menjadi lebih tinggi (out of spec), sehingga produk tersebut harus diolah kembali (Recycle) dan dimasukkan kembali ke dalam Elembyc untuk diuapkan , yang biasa disebut sebagai proses redestilasi. Proses ini akan memerlukan waktu yang lebih lama. Ketentuan kualitas bahan baku yang dibuat di dalam program diperoleh berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Rata-rata Iodium value dari bahan baku adalah 33 gr I2/100 gr , yang berarti “Baik”. Kualitas produk yang paling baik adalah tipe SA 1800, dimana tipe ini akan dapat diperoleh jika bahan bakunya yang berupa RBD Stearin, memiliki Iodium Value 34 min. Apabila Iodium Value hanya 31, maka untuk mencapai spesifikasi tersebut dapat dilakukan proses fraksinasi, yang tentunya akan menambah biaya karena sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan proses tersebut. Oleh sebab itu perusahaan harus pandai dalam memilih suplier bahan baku, sehingga bahan baku tersebut memiliki spesifikasi yang diharapkan. Meskipun kadar asam lemak bebas dapat dinyatakan dengan AV, namun parameter ini jarang dipergunakan, biasanya asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen FFA (Sutanto 1995). Berat molekul asam lemak yang digunakan untuk 81 menghitung FFA umumnya menggunakan berat molekul rata-rata asam lemak penyusunnya. Pada penilaian ini FFA yang diperoleh adalah 0.2, yang berarti “Baik”. Pada program penilaian kinerja lain, seperti pada penilaian kinerja industri gula (Cahyadi 2005) hanya melakukan penilaian terhadap kualitas bahan baku saja, tetapi pada penilaian kinerja ini, dilakukan juga penilaian terhadap kuantitas dari bahan baku, hal ini perlu dilakukan, karena kuantitas dapat dijadikan indikator untuk melihat stabilitas proses, seperti pada penggunaan statistical control, dimana proses dikatakan stabil apabila berada dalam statistical control (Hardjosoedarmo 1996). B. Penilaian Proses Berdasarkan hasil penilaian program terhadap proses pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian proses, seperti tertera pada Gambar 22. Gambar 22. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Proses 82 Penilaian kinerja proses mencakup beberapa aspek yang dinilai, antara lain penilaian terhadap mesin, manusia, keuangan dan material. Aspek manusia, mesin dan material dipilih, karena kedua aspek tersebut merupakan sebab-sebab yang menimbulkan variasi dalam proses, sehingga proses dapat diidentifikasi dan dianalisis (Creech 1994). Sementara itu keuangan merupakan indikator penilaian yang akan menyempurnakan penilaian. Proses perlu dinilai, karena mutu akan lebih baik jika diwujudkan melalui perbaikan proses (Hardjosoedarmo 1996), Berdasarkan keluaran program, maka kinerja perusahaan untuk proses adalah ”Sedang”. Hal ini disebabkan karena ada beberapa kriteria yang dinilai kurang baik, antara lain stasiun hidrogenasi, stasiun distilasi, dan stasiun pengemasan. Untuk mengetahui masalah apa yang terjadi dari setiap stasiun tersebut, dapat dilihat pada penilaian kinerja sub kriteria yang akan menyajikan penilaian lebih spesifik. 1. Penilaian Kinerja Setiap Stasiun Kerja 1.1. Stasiun Pemisahan Lemak Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun pemisahan lemak pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian bahan baku, seperti tertera pada Gambar 23. Gambar 23. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemisahan Lemak 83 Berdasarkan tabel tersebut, proses Pemisahan Lemak atau Hidrolisis yang dilakukan oleh perusahaan berjalan dengan baik. Dalam Splitting tower, air dan minyak mengalir berlawanan arah. Air mengalir dari atas, sementara minyak dari bawah. Selama mengalir ke atas minyak bereaksi membentuk asam lemak dan gliserin. Asam lemak akan mengalir ke atas bersama dengan sisa minyak, sementara gliserin akan terlarut ke dalam air dan mengalir ke bawah. Dalam proses tersebut digunakan air yang berlebihan , sehingga di bagian bawah akan diperoleh gliserin yang terlarut dalam air. Larutan inilah yang disebut sebagai sweet water (karena rasanya manis). Meskipun secara umum dikatakan bahwa air dan minyak tidak dapat bercampur, namun kenyataannya selalu ada bahan yang terikat satu sama lain. Dalam proses splitting, sebagian air dan gliserin juga akan terikat dalam asam lemak, dan sebagian asam lemak dan minyak yang lain akan terikat dalam sweet water. Asam lemak yang terikat sweet water dan gliserin yang terikut asam lemak akan ikut terbuang. Hal tersebut akan menurunkan yield pada proses pemisahan lemak, dan tentunya akan berpengaruh terhadap splitting ratio. Perbandingan antara bilangan asam dengan bilangan penyabunan (AV/SV) dikenal sebagai splitting ratio,yang merupakan parameter penting untuk mengukur kinerja splitting plant (Sutanto 1995). Pada penilaian kinerja ini, diperoleh splitting ratio 97.2%, yang berarti splitting plant perusahaan dapat bekerja dengan baik. 1.2. Stasiun Hidrogensi Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Hidrogenasi pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Hidrogenasi, seperti tertera pada Gambar 24. Parameter terpenting dari sisi proses dalam hidrogenasi adalah Iodine Value (IV). 84 Gambar 24. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Hidrogenasi Berdasarkan tabel tersebut, proses Hidrogenasi yang dilakukan oleh perusahaan berjalan Kurang Baik. Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi tingkat ketidakjenuhan minyak atau lemak (Ketaren 1986). Pada proses ini zat warna terutama karotenoid dan komponen yang bukan gliserida, termasuk hidrokarbon akan berkurang jumlahnya, asam lemak bebas juga akan berkurang jumlahnya sampai mencapai kadar 0.1-0.3% (Ketaren 1986). Untuk melihat nilai Iodin, ikatan tak jenuh (-C=C-) dapat bereaksi dengan yodium (I2) membentuk ikatan jenuh. Setiap satu ikatan rangkap dapat bereaksi dengan 1 ikatan I2. Karena itu banyaknya I2 yang bereaksi dengan minyak atau asam lemak dapat digunakan untuk menentukan banyaknya ikatan tak jenuh dalam bahan tersebut, yang dikenal sebagai bilangan yodium (IV). Bilangan Iodium dapat didefinisikan sebagai banyaknya yodium yang dapat bereaksi dengan 1 gram sampel (Sutanto 1995). Perlu diketahui, bahwa banyak senyawa yang lain (selain minyak dan asam lemak tak jenuh) juga dapat bereaksi dengan yodium. Hal tersebut menyebabkan nilai IV hasil analisis biasanya lebih tinggi dari nilai IV yang dihitung berdasarkan banyaknya asam lemak tak jenuh. Bilangan ini sering digunakan sebagai Key Component (komponen kunci) atau bahan yang dugunakan sebagai pedoman perhitungan dalam pencampuran minyak untuk mendapatkan minyak dengan komposisi tertentu. Hal ini dilakukan dalam pencampuran RBD dengan Crude Stearine untuk mendapatkan kadar C18 tertentu. 85 1.3. Stasiun Distilasi Proses ini bertujuan untuk memisahkan asam lemak dari bahan baku asam bukan lemak, yaitu impurities dan minyak tak tersabunkan. Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Distilasi pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Distilasi, seperti tertera pada Gambar 25. Gambar 25. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Distilasi Warna seringkali menjadi masalah dalam proses ini. Hal inilah yang mengakibatkan turunnya Grade produk Asam Stearat. Fenomena ini terjadi jika vakum dan Heat Exchanger kurang dapat berfungsi dengan baik, sehingga tak mampu mendinginkan bahan secara penuh yang mengakibatkan bahan tetap panas dan mudah teroksidasi . Dari sisi proses kita tahu bahwa yang terpenting dari proses ini adalah distilat, sehingga parameter-parameter distilat juga sangat penting, namun untuk perhitungan kita justru dapat mengabaikannya. Bahan lain (light end) tidak perlu kita perhatikan secara khusus, karena jumlahnya sangat kecil (dibawah 0.1%). Dalam praktek, 86 seringkali parameter tersebut tidak tersedia, namun kita dapat melakukan perkiraan berdasarkan keadaan awal bahan baku (dari splitting dan hidrogenasi). 1.4. Stasiun Fraksinasi Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Fraksinasi pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Fraksinasi, seperti tertera pada Gambar 26. Gambar 26. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Fraksinasi Fraksinasi dirancang untuk memisahkan komponen asam lemak dari CPO yang telah dipisahkan dan dihidrogenasi, sehingga didapatkan bahan murni maupun dengan komposisi tertentu (Sutanto 1995). Selama ini disamping bahan standar tersebut, fraksinasi juga sering digunakan untuk mengolah bahan-bahan lain seperti CNO, PFAD dan RBD Stearin. Bagian utama stasiun ini terdiri atas 1 kolom dehidrasi dan 3 kolom fraksinasi. Kolom ini dapat dipasang secara seri, paralel, maupun seri paralel tergantung kepada bahan yang dikehendaki. Seluruh kolom 87 didalam fraksinasi dioperasikan dalam tekanan vakum, dan kehilangan bahan pada prinsipnya hanya terjadi karena sebagian bahan terbawa vakum dan tak terembunkan di kondensor. Yield minimum yang diharapkan adalah 98 % dari asam lemak. Namun perlu diingat bahwa yield tersebut dihitung berdasarkan keadaan steady. Sebelum keadaan tersebut tercapai, diperlukan masa pengkondisian selama kurang lebih 2 hari, itupun tergantung dari prosesnya Vakum inilah yang terkadang menjadi masalah pada proses ini, sebab apabila tekanannya terlalu besar atau terlalu kecil, maka akan berdampak terhadap warna dan komposisi bahan yang diolah. Tabel diatas menunjukkan bahwa proses fraksinasi di PT. X sudah berlangsung dengan baik. 1.5. Stasiun Beading Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Beading pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Beading, seperti tertera pada Gambar 27. Gambar 27. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Beading Proses Beading di PT. X berlangsung dengan baik. Proses ini bertujuan untuk mengubah bentuk asam stearat dari cairan ke dalam bentuk butiran dengan menggunakan spray tower. Prinsip spraying yang digunakan adalah dengan menghembuskan angin dingin dari bawah kolom spray tower agar terjadi kontak dengan asam stearat yang disemprotkan pada bagian atas kolom. Sebelumnya asam 88 stearat tersebut ditampung dalam tangki yang dilengkapi dengan steam jacket supaya tidak membeku, lalu dipompa ke tangki yang dilengkapi dengan cooling water tank untuk menurunkan temperatur asam stearat mendekati titik bekunya agar dapat disemprotkan ke dalam menara. Dengan menggunakan udara tekan, asam stearat ditekan menuju puncak menara, yang dilengkapi dengan 3 buah nozel yang masingmasing memiliki 500 lubang berdiameter 0,5 mm. Akibat kontak dengan udara, tetesan asam stearat yang memiliki titik beku 54 – 57 oC akan memadat dan jatuh dalam bentuk butiran. 1.6. Stasiun Penyerpihan Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Penyerpihan pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Penyerpihan, seperti tertera pada Gambar28. Gambar 28. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penyerpihan 89 Proses Penyerpihan di PT. X berlangsung dengan baik. Pada proses ini dilakukan pengecekan ulang terhadap spesifikasi produk. Hal ini perlu dilakukan, karena asam stearat tersebut bersentuhan dengan udara, dan temperatur yang berbeda. Pada proses ini akan dilakukan pengecekan terhadap Titer. Titer merupakan temperatur dimana asam lemak dari fasa cair akan berubah ke fasa padat. Hasil penilaian menunjukkan bahwa Titer berada dalam batas kendali, sama dengan kriteria penilaian yang lain. 1.7. Stasiun Pengemasan Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Pengemasan pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Pengemasan, seperti tertera pada Gambar 29. Gambar 29. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengemasan Proses marking sering terjadi kesalahan. Hal ini terjadi jika proses pencatatan yang kurang baik dari departemen pengepakan, dan ketidakhati-hatian operator dalam melakukan marking. Walaupun hal ini kecil, tapi apabila sering terjadi maka pemanfaatan waktu dan sumber daya tidak efisien, mengingat pengulangan yang harus dilakukan akibat kesalahan yang terjadi. Pada umumnya tujuan pengemasan adalah memelihara acceptability bahan yang dikemas (Ketaren 1986). Syarat-syarat kemasan yang baik digunakan (Ketaren 1986), adalah sebagai berikut : 1. Dapat mencegah dan mengurangi proses oksidasi oleh oksigen atau prooksidan lainnya 90 2. Jenis bahan pembungkus Pada penilaian kinerja, khususnya penilaian stasiun pengemasan, ada pula industri lain yang melakukan penilaian terhadap ketahanan kemasan, sehingga dilakukan pengecekan yang sifatnya destruktif, sampai penilaian cara memasukkan produk ke dalam kemasan. Kriteria penilaian untuk industri asam stearat, biasanya hanya dinilai 2 kriteria, yaitu kriteria yang terdapat pada Gambar 29. 1.8. Kinerja Mesin Berdasarkan hasil penilaian program terhadap mesin pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian kinerja mesin, seperti tertera pada Gambar 30. Gambar 30. Hasil Penilaian Kinerja Mesin Allocated Downtime perlu diukur, karena semakin besar Allocated Downtime, maka biaya yang dikeluarkan untuk proses semakin besar pula. Ada beberapa penyebab Downtime (Waktu rintangan) adalah waktu yang diperlukan selama perawatan sehingga peralatan atau permesinan tersebut tidak dapat dioperasikan (Jardine 1973). Downtime dipilih sebagai kriteria penilaian karena merepresentasikan keberadaan suatu mesin. Downtime yang biasanya dialami oleh industri asam stearat pada setiap proses yang dilaluinya, antara lain : 1. Downtime yang terjadi pada awal proses, karena Boiler memiliki panas yang kurang, sehingga tidak mampu mengalirkan material pada tower. Hal ini berdampak pada penambahan waktu proses. 91 2. Pada proses pemisahan lemak, dimana splitting ratio yang harus dicapai adalah 96 %, yang berarti kadar Asam Lemak Kasar (Crude Fatty Acid) yang diperoleh dari RBD Stearin adalah 96%, dan sisanya yaiu 4% adalah Gliserin encer (sweat water). Apabila Splitting Ratio tidak mencapai 96%, misalnya hanya 92%, maka proses pemisahan tidak maksimal, sehingga perlu dilakukan proses ulang (recycle), sampai Asam Lemak Kasarnya mencapai 96%. Proses Recycle akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga perusahaan mengalami kerugian. 3. Proses Hidrogenasi yang bertujuan untuk menjenuhkan material atau mengubah asam lemak tak jenuh, menjadi asam lemak jenuh dengan cara menambahkan katalis dan gas hidrogen melalui proses pencampuran (mixing). Proses ini bertujuan untuk mencapai nilai Iodium Value 1.5 untuk asam stearat tipe 1800. Apabila selama proses yang biasanya memakan waktu ± 2 jam belum mencapai 1.5, maka proses hidrogenasi perlu penambahan waktu sampai spesifikasi yang diinginkan tercapai, sehingga proses mixing terus dilakukan, dan ini akan merugikan perusahaan dari segi waktu dan penggunaan sumber daya. 4. Proses distilasi akan membutuhkan penambahan waktu, apabila output yang dihasilkan dari proses hidrogenasi belum mencapai Iodium Value yang ditetapkan. Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki kinerja Mesin, dengan Allocated Downtime 38 000 menit, dimana nilainya berada diantara interval 36 000 menit dan 43 200 menit, yang berarti Allocated Downtime PT. X “Sedang”. Accident Lost Time merupakan salah satu indikator penilaian kinerja mesin. Semakin kecil Accident Lost Time, maka kinerja mesin yang dimiliki perusahaan semakin baik. Ada beberapa hal yang terjadi di industri asam stearat yang berdampak terhadap Accident Lost time, antara lain : 1. Jalur Blok, yaitu perjalanan material pada pipa tersumbat dan tidak dapat mengalir (pipa macet). Apabila hal ini terjadi, maka mesin tidak dapat beroperasi, 92 karena tidak adanya input material. Jalur blok disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : a. Letak Boiler House yang terlalu jauh dari lokasi penyumbatan, dimana uap panas yang semestinya dapat menjaga suhu material panasnya kurang, yang mengakibatkan material membeku dan menyumpat pipa. b. Hujan deras yang membuat suhu pipa menjadi turun, sehingga material yang ada didalamnya membeku. Oleh sebab itu untuk menghadapi situasi seperti ini, pipa perlu diberi penutup, sehingga panasnya dapat terjaga. c. Spesifikasi material yang ada didalamnya. 2. Baling-baling mixer pada Autoclave patah/lepas, hal ini terjadi karena usia dari perangkat tersebut dan kurangnya pelumas pada rotor baling-baling. Apabila hal ini terjadi, proses hidrogenasi membutuhkan waktu yang lebih lama, yang tentunya berdampak pada efisiensi penggunaan sumber daya. 3. Penutup valve yang kurang rapat pada persimpangan pipa, mengakibatkan material input yang memiliki IV tinggi, akan bersentuhan dengan material output yang memiliki IV rendah, sehingga material output memiliki IV yang lebih tinggi dan harus diolah kembali untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan. Pengolahan kembali material tersebut memerlukan penambahan waktu yang berdampak terhadap efisiensi kerja. 4. Pompa terbakar, sehingga tidak dapat memasukkan material pada spray tower. Hal ini terjadi karena kumparannya terbakar atau kelebihan beban panas. Sebab lain yang menyebabkan pompa terbakar, karena pompa bersentuhan dengan material, akibat bocornya pipa material. Sementara itu Accident Lost Time PT .X pada tahun 2004 adalah 4 320 menit, dimana nilainya berada dibawah angka 5.760 menit, yang berarti Accident Lost Time di PT.X adalah “Baik”. Apabila dinilai secara keseluruhan, maka diperoleh skor 0.23 + 0.62 = 0.85. Skor 0.85 berada diatas interval 0.75, yang berarti Kinerja Mesin Perusahaan pada tahun 2004 adalah “Baik”. Kinerja mesin yang baik, memungkinkan pencapaian 93 target produksi dan kualitas produk dapat dicapai, sehingga mampu memberikan keuntungan besar bagi perusahaan. 2. Penilaian Kinerja Personalia Berdasarkan penilaian program terhadap data PT. X tahun 2004. Perusahaan ini memiliki kinerja Sumber Daya Manusia, dengan prosentase mangkir karyawan 0.0614 %, dimana nilainya ≤ 0.15 yang berarti prosentase tingkat mangkir karyawan PT.X “Baik”. Tingkat mangkir perlu diukur, mengingat pekerjaan yang ada di perusahaan, bergantung kepada kontinuitas keberadaan karyawan tersebut. Apabila banyak karyawan yang mangkir tanpa alasan yang jelas, menunjukkan bahwa motivasi mereka dalam bekerja, dinilai kurang. Tentunya hal ini akan berdampak terhadat target yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Hasil penilaian kinerja karyawan dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31. Hasil Penilaian Kinerja Karyawan Sementara itu prosentase keluar masuk karyawan adalah 13.19 %, dimana nilainya berada pada interval 8% dan 15% yang berarti prosentase keluar masuk karyawan (employee turnover) di PT.X adalah “Sedang”. Semakin tinggi tingkat Turnover karyawan, menunjukkan bahwa suasana kerja di perusahaan tersebut tidak kondusif, sehingga memudahkan seseorang karyawan untuk mencari alternatif pekerjaan lain diluar. PT. X perlu melakukan peningkatan, sehingga angka keluar masuk karyawannya menjadi rendah. Perusahaan juga perlu melakukan analisa, 94 terhadap faktor penyebab keluar masuknya karyawan, sehingga apabila ada karyawan yang akan keluar dari perusahaan, maka perlu dilakukan wawancara, sebagai evaluasi perusahaan. Turnover karyawan juga akan berdampak terhadap pengeluaran keuangan perusahaan. Jika seorang karyawan keluar, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya untuk rekrutasi karyawan baru, ditambah lagi upaya pemilihan karyawan secara selektif yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Kekosongan jabatan selama proses rekrutmen tentunya akan berdampak pada kinerja perusahaan. Hubungan kerja yang baik dan suasana kerja yang kondusif akan memperkecil tingkat mangkir dan keluar masuknya karyawan, sehingga karyawan akan merasa memiliki perusahaan. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objective) dapat dipilih sebagai suatu upaya untuk mewujudkan hal tersebut. Isi pokok dari pendekatan Manajemen Pada Sasaran , bahwa setiap karyawan dengan hubungan kerja yang baik, akan menentukan prestasi hubungan kerja dimasa yang akan datang, yang biasanya dilakukan penyelesaian persetujuan kedua belah fihak. Jika keadaaan ini bertemu, maka karyawan akan memiliki kecakapan yang lebih baik, sehingga dalam jangka waktu yang telah ditentukan, mereka akan bisa menyesuaikan tingkah laku yang bisa menjamin pencapaian sasaran, dimana umpan balik prestasi kerja akan digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk mencapai sasaran yang akan datang, karyawan mempunyai dorongan untuk berorganisasi, sehingga menolong pengawas dan karyawan untuk dapat melakukan pengembangan (Soeprihanto 1988). Apabila dinilai secara keseluruhan, maka PT. X memperoleh skor 0.45 + 0.34 = 0.79. Skor 0.79 berada diatas interval 0.75, yang berarti Kinerja Sumber Daya Manusia perusahaan adalah “Baik”. 2.8. Penilaian Kinerja Keuangan Program memberikan keluaran (output) ROI sebesar 10.5 %, yang berarti tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan adalah “Sedang”. Sementara itu Net Provit Margin perusahaan juga memperoleh predikat “ Sedang”. Hal ini dipengaruhi oleh % bea masuk yang besar, khususnya ke negara China, sehingga mengurangi keuntungan bagi perusahaan. 95 Gambar 32. Hasil Penilaian Kinerja Keuangan Pada penilaian kinerja keuangan yang terdapat pada Gambar 32. dipilih ROI sebagai financial Result Control, karena beberapa kelebihan (Yuwono et al. 2004), antara lain : a. ROI merupakan tolok ukur tunggal yang komprehensif yang bisa menjelaskan trade-off antara pendapatan, biaya dan investasi b. ROI dapat digunakan untuk membandingkan kinerja dari berbagai sektor bisnis, baik pesaing, divisi, maupun dalam industri c. Bentuk presentasi hasil perhitungan ROI dapat dibandingkan dengan tolok ukur keuangan lainnya d. ROI digunakan secara luas, sehingga semua manajer mengetahui apa yang diwakili oleh ROI dan apa pengaruhnya bagi perusahaan. Dengan kata lain penafsiran ROI yang popular dengan analisis Dupont adalah untuk mengetahui apa penyebab naik atau turunnya keuntungan perusahaan dalam suatu periode. Disamping kelebihan tersebut ada pula kekurangan ROI, yang perlu diketahui dalam melakukan penilaian, antara lain : a. Numerator yang digunakan dalam perhitungan ROI adalah laba akuntansi, dimana manajer dapat mempengaruhi ROI untuk kepentingan jangka pendek dan eken merugikan perusahaan dalam jangka panjang 96 b. Keputusan investasi oleh ROI berkecenderungan terhadap suboptimalisasi keputusan, yaitu manajer lebih mempertimbanngkan keuntungan divisinya dengan mengorbankan kepentingan perusahaan secara keseluruhan c. Sinyal yang disampaikan oleh ROI bersifat bias, karena faktor kesulitan dalam menghitung nilain investasi sebagai denominator ROI. Akibat adanya kekurangan itulah, maka perlu indkator pengukuran keuangan yang lain, untuk menyeimbangkannya, yaitu NPM. Indikator ini dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan perusahaan dalam melakukan aktivitas Pemasaran, karena yang memberikan keuntungan bagi perusahaan, bukan hanya perbaikan proses ke dalam, melainkan kemampuan perusahaan dalam membina hubungan dengan pembeli, dan melakukan negosiasi yang saling menguntungkan. Hasil akhir dari kinerja keuangan perusahaan adalah “ Sedang “. Hal ini harus dapat memacu perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerjanya secara maksimal. C. Penilaian Produk Penilaian ini dilakukan terhadap aktivitas perusahaaan, setelah bahan baku diolah menjadi produk jadi. Terdapat 3 hasil penilaian, yaitu hasil penilaian grade, kualitas produk, dan kinerja pemasaran perusahaan. Penilaian terhadap produk akan diperoleh apabila nilai dari kriteria Grade, Kualitas dan pemasaran telah diketahui hasilnya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan perkalian antara skor dengan bobot. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 33. 97 Gambar 33. Hasil Akhir Penilaian Produk Ada beberapa perbedaan antara penilaian kinerja produk industri asam stearat dengan kinerja produk lain. Pada penilaian kinerja produk lain, ada beberapa perusahaan yang melakukan penilaian untuk melihat apakah produk yang mereka buat sudah baik, melalui perspektif pelanggan. Apabila respon pelanggan baik, berarti produk yang dihasilkan perusahaan baik pula. Filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan customer satisfaction (Yuwono 2004). Jika pelanggan (pembeli) tidak puas, maka mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan, meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif pelanggan memiliki 2 kelompok pengukuran, yaitu customer core measurement dan customer value prepositions 98 (Kaplan 1993). Pada customer core measurement terdapat beberapa komponen pengukuran, yaitu market share, customer retention, customer acquisition, customer satisfaction dan customer profitability. Pada penelitian ini diwakili oleh market share. Sementara itu untuk customer value prepositions terdiri dari beberapa komponen, yaitu product service attributes, customer relationship dan image. Semua komponen tersebut dapat dikembangkan menjadi kriteria penilaian kinerja. Produk Asam Stearat merupakan produk yang akan dioleh kembali oleh pembeli, sehingga kriteria penilaian di atas belum terlalu diperlukan oleh industri asam stearat. 1. Penilaian Grade Produk Kinerja metode yang dipakai oleh perusahaan dalam memproduksi asam stearat, dapat dinilai berdasarkan jumlah down grade yang dihasilkan oleh departemen produksi. Apabila jumlah down grade pada kurun waktu tertentu, jumlahnya besar, berarti metode yang dipergunakan oleh perusahaan dalam melakukan proses, kurang efektif. Down Grade adalah turunnya spesifikasi produk dari spesifikasi yang ditargetkan sebelumnya. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya down grade, antara lain : a. Penanganan terhadap material, yang masih meloloskan material reject untuk diproses. b. Stabilitas proses dari setiap tahapan proses yang kurang terjaga dengan baik, dan meloloskan standar output material yang semestinya direcycle, akan tetapi karena tuntutan target dan waktu, material diloloskan, tanpa proses perbaikan. Kedua hal tadi membutuhkan suatu pemilihan metodologi yang tepat dalam penangananya, apabila perusahaan menginginkan jumlah down grade yang semakin kecil. Asam stearat yang diproduksi, biasanya memiliki beberapa tipe, yang biasanya disebut sebagai Gradisitas atau tingkatan produk. Produk asam stearat yang dapat dihasilkan oleh industri, memiliki 7 tipe, antara lain : SA 1800, SA 1801, SA 1806, SA 1810, SA 1840, SA 1850, CAND O1, SA 1860, SA 1865 dan SA 1890. Semakin ke bawah, mutu produk semakin rendah. Mutu produk asam stearat ditentukan oleh warna dan Iodium Value. Oleh sebab itu untuk meminimasi down Grade, perusahaan 99 perlu melakukan monitoring terhadap warna dan Iodium Value secara intensif. Hasil penilaian kinerja PT. X untuk kuantitas produk, dapat dilihat pada Gambar 34. Gambar 34. Hasil Penilaian Kuantitas Produk Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki Prosentase Produk Down Grade 8%, dimana nilainya berada diantara interval 5 dan 70%, yang berarti Prosentase Produk Down Grade PT. X “Sedang”. 2. Penilaian Kualitas Produk Kualitas produk akan menentukan minat konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Secara umum indikator kualitas produk adalah warna dan bilangan iod. Oleh sebab itu diperoleh hasil penilaian terhadap kualitas, seperti terlihat pada Gambar 35. 100 Gambar 35. Hasil Penilaian Kualitas Produk Produk yang dihasilkan oleh PT. X selama tahun 2004 berada dalam spesifikasi yang ada, hanya saja perlu peningkatan dalam kuantitas output. IV dan warna dipilih sebagai penilaian kualitas, karena pada saat produk tersebut siap, maka pembeli akan melakukan pengecekan terhadap kedua kriteria ini. Bilangan Iod dipilih sebagai kriteria penilaian, karena bilangan ini dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau lemak dan dapat juga digunakan untuk menggolongkan jenis minyak, yaitu minyak pengering dan minyak bukan pengering (Ketaren 1986). Warna juga menentukan kualitas asam stearat secara fisik. Warna kuning disebabkan oleh kombinasi antara senyawa nitrogen dengan lemak teroksidasi, juga pemanasan tanpa proses oksidasi yang telah tengik dapat menghasilkan warna kuning. Penyebab lain adalah penyimpanan, sehingga intensitas warna menjadi bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan. Warna kuning biasanya merupakan sifat yang terjadi dalam minyak dan lemak tidak jenuh (Ketaren 1986). Pigmen berwarna merah jingga dan kuning disebabkan pula oleh karotenoid 101 yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten itu juga ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna berkurang (Ketaren 1986). 3. Kinerja Pasar Dari semua tipe asam stearat, SA 1800 merupakan tipe yang memiliki Grade terbaik dan memiliki nilai jual yang paling tinggi, mencapai ± $ 700 / ton. Tipe ini sebagian besar diekspor ke China dan digunakan sebagai bahan kosmetik, sementara itu untuk tipe yang lain, seperti 1806, digunakan sebagai campuran ban. Saat ini industri asam stearat juga banyak yang memproduksi lilin, yaitu tipe CAND 01, dimana produk ini dapat diekspor ke Eropa dalam bentuk lilin hias. Produk sampingan ini diproduksi, sebagai upaya untuk memanfaatkan output produk yang memiliki Grading yang rendah. Hasil penilaian kinerja pasar dapat dilihat pada Gambar 36. Gambar 36. Penilaian Kinerja Pemasaran Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki Efektivitas Pemasaran, 96%, dimana nilainya berada diatas 80%, yang berarti Efektivitas Pemasaran PT. X 102 “Baik”. Efektivitas Pemasaran perlu diukur, untuk melihat kinerja marketing dalam memasarkan produknya, tentunya harus sinergi dengan kualitas dan kuantitas yang diinginkan konsumen. Semakin besar eefektivitas pemasaran ,berarti semakin kecil jumlah stok yang ada, dan otomatis akan mengurangi biaya inventory, dan kerugian akibat produk tidak laku di pasaran. Sementara itu Market Share PT .X pada tahun 2004 adalah 60 %, dimana nilainya berada pada berada dibawah angka 80 dan 60 %, yang berarti Market Share PT.X adalah “Sedang”. Market Share perlu diukur, untuk melihat seberapa besar peluang perusahaan untuk memasarkan produk yang ada. Apabila dinilai secara keseluruhan, maka diperoleh skor 0.65 + 0.16 = 0.81. Skor 0.81 berada diatas 0.75, yang berarti Kinerja Pemasaran Perusahaan pada tahun 2004 adalah “Baik”. D. Penilaian Formasi Karyawan Formasi karyawan perlu dilakukan penilaian, karena jika seluruh sumber daya telah tersedia, tapi apabila perusahaan kekurangan sumber daya manusia, maka ketersediaan tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga output yang dihasilkan tidak maksimal. Begitu pula sebaliknya, apabila jumlah sumber daya manusia yang tersedia terlalu banyak, maka terjadi inefisiensi biaya. Mengoptimasikan berarti membuat seluruh organisasi seefektif mungkin dalam upaya mencapai tujuan yang digariskan (Hardjosoedarmo 1996). Hasil penilaian formasi karyawan dari departemen produksi, pengendalian kualitas dan logistik, dapat dilihat pada Gambar 37, 38 dan 39. 103 Gambar 37. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi Gambar 38. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas 104 Gambar 39. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik Berdasarkan ketiga tabel diatas, perusahaan perlu melakukan penambahan karyawan, sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini terjadi, karena pada bulan Februari 2004 perusahaan melakukan pengecilan jumlah karyawan, dengan tujuan efisiensi biaya. Hal ini terjadi akibat Bea masuk ke China yang terlalu besar, sehingga provit perusahaan berkurang, sementara sebagian besar produk, akan dipasarkan ke China. Saat ini keadaan sudah stabil, sehingga perlu dilakukan optimalisasi terhadap jumlah karyawan, khususnya yang berhubungan langsung dengan produksi. E. Penilaian Ekonomi Penilaian ini menunjukkan pengaruh eksternal terhadap kinerja perusahaan, khususnya bidang ekonomi. Penilaian ekonomi dapat dilihat dari indikator yang paling berpengaruh dalan suatu industri, seperti pertumbuhan industri yang dapat dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi secara makro (Kusnoto 2001). Dalam proses bisnis tidak ada cara lain untuk mengetahuinya, selain memelihara perpektif 105 operasional dan mengecek efektivitas prosesnya (Kusnoto 2001). Hasil penilaian kinerja ekonomi pada dapat dilihat pada Gambar 40. Gambar 40. Penilaian Kinerja Ekonomi Pada Industri asam stearat, keuntungan yang diperoleh perusahaan sangat tergantung kepada harga bahan baku dan harga asam stearat itu sendiri di pasar internasional. Harga yang dijadikan patokan pada pasar asam stearat adalah harga internasional Amsterdam dan Malaysia. Berbeda dengan penilaian kinerja ekonomi pada industri lain. Ada industri yang menjadikan kriteria Efisiensi biaya produksi akan dibandingkan dengan harga pararitas ekspor (HPE) dan harga paritas impor (HPI) harga produk internasional yang berlaku saat ini, biaya produksi produsen produk efisien, dan biaya rata-rata produksi produk dunia. Berdasarkan justifikasi pakar, kriteria ini kurang cocok apabila diterapkan pada industri asam stearat. Bea masuk memperoleh penilaian “Sedang”, karena pada awal januari sampai mei terjadi peningkatan bea masuk, khususnya ke Cina. Sejak awal Januari 2004 Cina memberlakukan tarif bea masuk sebesar 16% untuk ekspor asam stearat dari Indonesia ke negara itu, hal ini akan mengakibatkan 70% industri oleokimia di Indonesia diperkirakan akan tumbang, mengingat ekspor ke Cina mencapai porsi 50% dari total produksi (Nafi 2004). Kris Hadisubroto, Ketua Asosiasi Produsen Oleochemiccal Indonesia (Apolin), mengingatkan ancaman kerugian industri oleochemical terutama saat ini sudah di depan mata. “Itu artinya, margin profitnya menipis, den sedikit lagi pasti rugi. Sehingga harga harus dikurangi sebesar 30 dolar 106 AS per ton, padahal, terhadap Malaysia sebagai pesaing utama Indonesia, Cina hanya memberlakukan bea masuk ooleokimia 10%. Akibatnya, produsen Indonesia harus menurunkan harga asam stearat 6% di bawah harga normal 500 dolar AS per ton. (http://www.tempo.co.id). Hal ini perlu dikaji penyebabnya, yang berawal dari Early Harvest Program (EHP), yaitu percepatan penurunan bea masuk (BM). ASEAN-Cina FTA yang digagas sejak 2001 dan perundingannya dilakukan pada 2003 itu, dibahas lebih dari 9 000 item produk. Dengan demikian, sangat dimungkinkan terjadi ketidakpuasan dari pelaku usaha tertentu, yang akhirnya mengalami kesulitan setelah kesepakatan tersebut dilaksanakan. Banyak kendala dalam persiapan kita menghadapi perundingan Asean-Cina FTA ini. Dari 9 000 item produk itu, pemerintah tidak tahu secara persis, mana yang bersaing mana yang tidak. Perlakuan yang terkesan diskriminatif oleh Cina terhadap produk oleokimia itu disebabkan Indonesia tidak memasukkan komoditi ini ke dalam daftar usulan penurunan tarif bea masuk pada perundingan ASEAN-Cina FTA. Anggota Tim Peningkatan Perdagangan (TPP, bentukan Depperindag) ke RRC, Mohammad Taha, mengatakan bahwa Hal ini merupakan kecelakaan, karena delegasi pemerintah tidak menerima masukan dari asosiasi. Sementara asosiasinya merasa tidak dimintai masukan, sehingga delegasi Indonesia tidak mengajukan oleokimia ke dalam daftar usulan produk yang diturunkan bea masuknya pada ASEAN-Cina FTA (http://www.balipost.co.id). Ketentuan itu tidak berlangsung lama, Dirjen Kerja Sama Industri dan Perdagangan Internasional (KIPI) Depperindag Pos M Hutabarat mengatakan pemerintah tengah berupaya merevisi hasil perundingan ASEAN-Cina Free Trade Agreement (FTA). Revisi tersebut menyangkut Early Harvest Program (Ehp) percepatan penurunan bea masuk (BM) atas sejumlah produk yang dibarter dinilai merugikan Indonesia di tingkat internal. Selanjutnya, negosiasi tingkat menteri cepat segera akan dilakukan paling bulan April 2004 (http://www.balipost.co.id). Kalangan asosiasi telah mengusulkan berbagai jenis lemak termasuk harten fat, butter, margarin dan produk turunan CPO, asam stearat. Pada bulan Mei harga Bea masuk ke Cina sudah berangsur normal, yaitu berkisar 107 antara 10–11%, dan hal ini membawa angin segar untuk industri oleokimia, khususnya industri asam stearat. F. Penilaian Sosial Penilaian terhadap CSR. Dapat dilihat pada Gambar 41. Gambar 41. Hasil Penilaian Kinerja Sosial Kelangsungan suatu usaha tak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan, tapi juga tanggung jawab sosial perusahaan yang biasa disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Apa yang terjadi ketika banyak perusahaan yang didemo, dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi pabrik? Bila ditelusuri, sangat boleh jadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan tanggung jawab manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di sekitar lokasi perusahaan tersebut. Investor hanya mengeduk dan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Selain itu, tidak ada atau nyaris sangat sedikit keuntungan perusahaan yang dikembalikan kepada masyarakat. Justru mereka malah dipinggirkan. Ketentuan ideal 3 %, sebenarnya belum ada ketentuan resmi, hanya saja angka tersebut diperoleh berdasarkan kesepakatan yang ada di asosiasi. Berdasarkan penilaian, perusahaan masih dinilai kurang dalam melakukan kegiatan sosial untuk masyarakat sekitar. Contoh nyata yanng terlihat, yaitu jalan satu-satunya untuk masuk ke lokasi pabrik, kondisinya buruk, padahal di belakang pabrik tersebut banyak terdapat perumahan penduduk yang memanfaatkan jalan tersebut untuk kegiatan 108 sehari-hari. Hal ini perlu menjadi perhatian perusahaan, mengingat sebagian besar fungsi jalan tersebut dipergunakan untuk aktivitas transportasi perusahaan. Berbagai peristiwa negatif yang menimpa sejumlah perusahaan, terutama setelah reformasi, seharusnya menjadi pelajaran yang berharga bagi para pemilik dan manajemen perusahaan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab yang lebih baik kepada masyarakat, khususnya di sekitar lokasi perusahaan. Hal ini sekarang populer dengan sebutan Corporate Social Responsibility (CSR), tanggung jawab sosial perusahaan). Menurut Ketua Corporate Forum for Community Development (CFCD) Thendri Supriatno, CSR sangat penting tidak hanya bagi masyarakat, melainkan juga perusahaan itu sendiri. ''CSR dapat mencegah dampak sosial lebih buruk, baik langsung atau tidak langsung, atas kelangsungan usaha, karena gesekan dengan komunitas sekitar,'' tutur Thendri (http://phaproscomdev.tripod.com). CSR perlu dilaksanakan secara sadar sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal yang perlu disadari, CSR juga merupakan bagian dari pembagunan citra perusahaan (Corporate Image Building), sudah seharusnya sebuah perusahaan turut bertanggung-jawab atas lingkungan sekitarnya, karena Kita ini hidup bermasyarakat. Maka sudah selayaknya dan bahkan kewajiban bagi sebuah perusahaan untuk memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya. Kendala yang dialami sebuah perusahaan dalam melaksanakan CSR terletak pada komitmen dari perusahaan itu sendiri, Apakah perusahaan bersangkutan mempunyai komitmen untuk turut bertanggung-jawab terhadap lingkungan sekitarnya atau tidak, karena jika perusahaan itu tidak memiliki komitmen terhadap lingkungan sekitarnya, maka tanggung jawab dan kepedulian sosial itu pun juga tidak ada. Hal itu juga berdampak pada dukungan perusahaan bersangkutan untuk mewujudkan kepedulian tersebut. Selain komitmen dan dukungan dari perusahaan, kendala yang juga dihadapi sebuah perusahaan dalam menjalankan kepedulian sosial tersebut adalah program yang akan dilaksanakan. Banyak perusahaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap masalah-masalah sosial, namun program yang dilaksanakan tidak berdasarkan pada ketulusan hati nurani. Artinya, bentuk kepedulian sosial hanya ditujukan pada popularitas semata. Komitmen perusahaan 109 terhadap masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk program CSR dapat mencegah munculnya gesekan sosial yang dapat merugikan perusahaan maupun masyarakat . G. Penilaian Lingkungan Keberhasilan suatu perusahaan industri dalam mengelola lingkungan dapat dilihat berdasarkan kemampuan perusahaan untuk mengolah limbah yang berbahaya, sehingga keluaran industri dapat dikembalikan kepada lingkungan dengan aman. Penilaian terhadap lingkungan dapat didasarkan kepada keluaran industri, yang berupa limbah cair, limbah padat, limbah gas, dan kebisingan (Silalahi 1995). Perusahaan perlu melakukan pemantauan dan pengukuran secara teratur untuk memastikan bahwa kualitas lingkungannya tidak melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku (Utomo et al. 2002). Pada industri asam stearat tidak dipilih kriteria limbah padat, karena limbah padat yang berupa katalis nikel tidak aktif langsung dijual ke fihak luar. Kriteria penilaian lingkungan, sama dengan kriteria penilaian lingkungan yang dilakukan untuk perusahaan industri lain, karena penilaian lingkungan biasanya dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Performansi Lingkungan perusahaan, secara umum sudah berada dalam batas kendali, hanya saja perusahaan harus melakukan perbaikan, khususnya dalam penanganan gangguan yaitu kebisingan. Hasil Penilaian kinerja lingkungan dapat dilihat pada Gambar 42. 110 Gambar 42. Keluaran Hasil Penilaian Lingkungan Kinerja lingkungan perusahaan didasarkan kepada penilaian subkriteria, antara lain : 1. Limbah Cair Kebersihan air sebagai sumber kehidupan manusia harus dipelihara dengan segenap daya upaya. Industri harus dilengkapi dengan fasilitas pengolahan limbah industri (waste water treatment plant) atau paling sedikit alat pengendap dan penyaringan limbah industri (settlement clarification tank),. Standar kualitas air ini wajib dimonitor terus-menerus agar tetap pada batas-batas toleransi yang ditetapkan pemerintah (Silalahi 1995). Berdasarkan analisa program, PT. X memiliki kualitas limbah cair yang berada dalam batas kendali (Gambar 43). Hal ini berbeda dengan RKL tahun 1994, dimana masih terdapat beberapa parameter yang berlebih, antara lain : BOD, COD, Minyak dan lemak, dengan demikian perlu dilakukan upaya pengelolaan lebih lanjut karena belum memenuhi syarat yang berlaku. 111 Gambar 43. Hasil Penilaian Limbah Cair Nilai Ambang batas yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tk I Jawa Barat No. 660.71/SK/694-BKPMD/82 Golongan II. BOD dan COD akan tinggi, apabila banyak terdapat bahan organik pada limbah cair. Hal ini dapat terjadi jika proses pembersihan tangki yang belum terjaga dengan baik. Hal ini dapat diantisipasi melalui proses aerasi atau mikroba dengan menggunakan lumpur aktif. Air limbah yang berasal dari proses produksi terlebih dahulu dialirkan melalui bak-bak kecil untuk menyaring fat dan kapur yang masih terbawa air, dan untuk selanjutnya dialirkan ke bak limbah, kemudian diisap oleh pompa dan disemprotkan melalui pipa-pipa yang dilubangi (Aerasi), untuk mengisap oksigen, dan kemudian disalurkan ke bak-bak berikutnya sebelum dialirkan ke sungai. Kadar Minyak dan lemak dari limbah, apabila melewati nilai ambang batas. Limbah ini apabila menyebar dipermukaan air , maka akan mematikan ikan yang hidup didalamnya. 112 2. Limbah Gas Limbah gas yang dihasilkan PT. X berdasarkan analisa program adalah “Baik”, seperti terlihat pada Gambar 44. Gas biasanya berasal dari ruang genset dan proes produksi. Adapun cara penanggulangannya adalah dengan membuat cerobong asap. Pengambilan sampling dan analisa dilakukan oleh P4L DKI Jakrta. Nilai ambang batas ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tk I Jawa Barat No. 660.31/SK/694-BKPMD/82 dan berdasarkan Surat Edaran Menaker No. SE-02 tahun 1978. Dari hail analisa, ternyata kualitas udara perusahaan masih memenuhi nilai ambang batas yang ditentukan. Gambar 44. Hasil Penilaian Limbah Gas 3. Kebisingan Kebisingan merupakan kriteria yang juga penting dalam penilaian kinerja lingkungan suatu perusahaan industri. Kebisingan yang mencapai 80 dba akan mengakibatkan seseorang sulit untuk berbicara dengan yang lain, Jika mencapai 130 dba akan menimbulkan onset of pain, dimana telinga akan merasakan sakit bagi yang mendengarnya, dan bahkan jika sudah mencapai 140 dba, akan menimbulkan kerusakan telinga (Bridger 1995). Nilai ambang batas untuk kebisingan adalah 85 db (Utomo et al. 2002). Kebisingan akan mengurangi 113 kenyamanan dalam bekerja. Berdasarkan keluaran program, PT. X memiliki kebisingan yang berada pada parameter yang berlebih. Hal ini diakibatkan oleh usia mesin yang semakin bertambah. Sumber kebisingan pada industri asam stearat berasal dari mesin dan genset. Hasil penilaian kebisingan dapat dilihat pada Gambar 45. Gambar 45. Hasil Penilaian Kebisingan H. Penilaian Akhir Kinerja Perusahaan Apabila seluruh kriteria dapat diperoleh hasilnya, maka kinerja perusahaan dapat dinilai berada dalam keadaan Normal (Sedang), seperti terlihat pada Gambar 46. 114 Gambar 46 . Hasil Akhir Penilaian Kinerja Perusahaan Tahun 2004 merupakan tahun yang cukup sulit bagi perusahaan, karena pengaruh faktor eksternal. Pada bulan februari tahun 2004 terjadi perubahan manajemen perusahaan, sehingga perlu penyesuaian baru, akan tetapi sampai saat ini banyak terjadi perubahan, efisiensi di setiap bagian, memungkinkan perusahaan dapat berjalan dengan stabil. Faktor eksternal juga berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan, contohnya adalah bea masuk. Penilaian kinerja ini berbeda dengan metode penilaian kinerja lain, seperti penilaian kinerja Manajemen Tradisional. Dalam manajemen tradisional, pengukuran kinerja dilakukan dengan menetapkan secara tegas tindakan tertentu yang diharapkan akan dilakukan oleh personel dan melakukan pengukuran kinerja untuk memastikan bahwa personel akan melaksanakan tindakan sebagaimana yang diharapkan (Yuwono et al. 2004). Penilaian didasarkan kepada target yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan kepada nilai ideal yang bukan hanya dapat diterima oleh intern perusahaan. Penilaian kinerja pada penelitian ini didasarkan kepada nilai ideal yang dapat diterima oleh semua perusahaan yang ingin bersaing pada produk sejenis. 115 Sistem penilaian kinerja yang banyak dipakai oleh perusahaan adalah pengukuran kinerja berbasis informasi keuangan. Pada sistem ini terdapat kendala, dimana keuangan sudah tidak bisa lagi memuaskan semua pihak (Yuwono et al. 2004). Akhirnya yang menjadi kambing hitam adalah sistem akuntansi. Posisinya makin tersudut, manakala ia diharapkan sebagai penghasil laporan keuangan yang mampu menengahi berbagai kepentingan. Penilaian akan lebih objektif, jika tidak hanya menyajikan satu aspek penilaian saja. Banyak analisa keuangan yang diambil pada sistem ini, antara lain Return On Investment, Return On Capital Employed, Economic Value Added, Residual Income, dan Return On Equity. Pada penelitian ini, ada satu kriteria penilaian kinerja yang diambil dari sistem ini, yaitu Return On Investment, sehingga dapat mewakili aspek keuangan. Penilaian kinerja yang lain adalah Balanced Scorecard, yang muncul dalam era teknologi informasi, dimana dalam metode ini berupaya untuk memotivasi personel untuk mewujudkan visi dan strategi organisasi (Mulyadi et al. 1999). Pada Balanced Scorecard terdapat empat aspek yang diukur, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Tentu saja berbeda dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini yang menilai berdasarkan delapan aspek penilaian.