Menanggulangi Antraks melalui Pendekatan Sosial Ekonomi

advertisement
Menanggulangi Antraks melalui
Pendekatan Sosial Ekonomi
Penanggulangan penyakit antraks seyogianya dilakukan
secara simultan. Perhatian terhadap kondisi sosial petani/peternak
merupakan aspek yang tidak boleh diabaikan.
F
ungsi ternak sangat terkait erat
dengan status sosial dan ekonomi petani. Makin banyak ternak
yang dimiliki keluarga, makin tinggi
status sosial keluarga tersebut.
Memiliki ternak berarti mempunyai
tabungan yang sewaktu-waktu
dapat dimanfaatkan ketika keluarga
membutuhkan uang, misalnya untuk keperluan dapur, biaya pendidikan, hajatan, atau untuk modal
usaha tani. Ternak merupakan penyelamat ekonomi petani ketika hasil panen kurang memenuhi harapan atau bahkan gagal panen.
Ternak yang banyak dipelihara
petani adalah kambing dan domba
sehingga ternak ini dapat dijumpai
di berbagai pelosok Indonesia. Kambing/domba dipilih karena untuk
memeliharanya tidak memerlukan
modal besar, bahkan bisa diperoleh
dengan cara menggaduh. Selain itu,
ternak ini memiliki daya adaptasi
yang tinggi, dapat bertahan di lahan
marginal, pakan bisa memanfaatkan hasil samping usaha tani, dan
risiko usahanya kecil. Kelebihan
lainnya adalah kambing dan domba
relatif mudah dipasarkan dan harganya terus meningkat, apalagi saat Hari Raya Idul Adha.
Beberapa tahun terakhir, ternak
kambing/domba sempat membuat
risau banyak pihak seperti peternak,
konsumen daging kambing/domba,
dan beberapa lembaga terkait. Pasalnya ada manusia yang meninggal
setelah mengonsumsi daging kambing yang terserang antraks, padahal lokasi kejadian (kasus Babakan
Madang, Bogor) berdekatan dengan pusat informasi peternakan
dan penyakit hewan (Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor, Balai Besar Penelitian Veteriner, Dinas Peternakan, dan Direktorat Jenderal Peternakan). Memang masalah antraks dapat timbul
14
kapan saja dan di mana saja, tidak
semata-mata bergantung jauh dekatnya peternak dengan pusat informasi. Antraks dapat muncul karena peternak belum memahami
dengan benar tentang penyakit tersebut.
Pengetahuan Tentang Antraks
Antraks merupakan penyakit zoonosis atau dapat menular dari ternak ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh Bacillus anthracis dan
dapat menular melalui darah atau
kotoran yang keluar dari tubuh ternak penderita atau dari spora antraks
yang berada di dalam tanah. Kuman
masuk ke dalam tubuh melalui makanan/minuman yang tercemar kuman/spora atau bersentuhan langsung dengan darah atau kotoran penderita. Spora dapat hidup puluhan
tahun di dalam tanah sebelum
menemukan inang. Spora masuk ke
tubuh melalui luka pada kulit. Selanjutnya kuman masuk peredaran
darah dan menyerang organ vital
sehingga menyebabkan demam
tinggi, pembuluh darah pecah (pendarahan dari lubang hidung, mulut
atau anus) dan akhirnya menyebabkan kematian.
Gejala penyakit antraks pada
ternak timbul setelah 2-5 hari
terinfeksi, dan jika segera diobati
dengan suntikan penisilin dalam 34 hari ternak akan sembuh. Namun
karena gejala penyakit antraks relatif singkat, gejala ini sulit diketahui secara dini oleh petani, dan
bila dikenali biasanya sudah terlambat. Oleh karena itu, penyuluh berperan penting dalam meningkatkan
pemahaman peternak akan penyakit antraks serta upaya pencegahan
dan penanggulangannya.
Pada manusia, demam tinggi
akan terjadi setelah 12-24 jam terinfeksi, dan jika segera diberi pertolongan dengan suntikan penisilin
atau tetrasiklin selama 3-4 hari
akan sembuh. Namun jika lebih dari
48 jam tidak mendapat pertolongan akan menyebabkan kematian.
Agar kuman antraks tidak menular maka ternak yang mati karena antraks harus dikubur sedalam
3 m. Alas lubang diberi kapur kemudian bangkai ternak dibakar. Sebelum lubang ditutup, diberi kapur
Peningkatan pemahaman peternak kambing/domba akan penyakit antraks dalam
upaya menaggulangi penyakit tersebut.
lagi. Jadi sebetulnya penyakit
antraks dapat ditanggulangi melalui
pencegahan dan penanganan secara dini. Untuk itu peternak dan
siapa pun yang bersinggungan dengan ternak perlu memahami sifat
dan cara penanggulangan antraks
sehingga dampak negatif antraks
dapat diminimalkan.
Wabah Antraks dan Kondisi
Ekonomi
Wabah antraks dapat muncul karena peternak enggan untuk melakukan vaksinasi antraks pada ternaknya. Keengganan ini timbul bukan tanpa sebab. Pada beberapa
kasus dijumpai ada ternak yang
mati atau menjadi sakit setelah divaksin antraks. Jika ternak mati setelah divaksin antraks berarti ternak tersebut tidak sehat atau stres.
Umumnya kambing/domba yang
dipelihara petani sering terserang
penyakit cacingan dengan tingkatan yang bervariasi. Serangan berat
menyebabkan ternak sakit dan jika
masih ringan hanya menyebabkan
stres. Ternak yang sakit akibat infeksi cacing tersebut kemungkinan
besar akan mati jika divaksin. Sementara itu yang disebut sakit oleh
peternak sebenarnya adalah reaksi
setelah ternak divaksinasi, seperti
timbul gatal-gatal atau ternak gelisah dan tidak mau makan. Petani
yang tidak mau menanggung risiko
kehilangan pendapatan jika ternak-
nya mati, umumnya segera memotong ternak tersebut.
Keadaan akan menjadi lebih
parah jika peternak yang ternaknya
mati atau sakit, dengan cepat menceritakan pengalamannya kepada
peternak lain. Inilah tantangan yang
dihadapi oleh lembaga terkait.
Ternak yang sakit akibat cacingan
seharusnya disembuhkan dulu,
misalnya dengan pemberian obat
cacing sekitar satu minggu sebelum
vaksinasi. Vaksin yang digunakan
hendaknya juga tidak menimbulkan
alergi pada ternak. Proses vaksinasi
juga perlu diperhatikan, karena bila
salah melakukannya justru dapat
menularkan penyakit. Kualitas
vaksin harus terjaga serta menghindari penggunaan jarum suntik
secara bergantian.
Vaksinasi antraks dilakukan setiap 6 bulan sekali karena kemungkinan ternak akan kontak dengan
spora antraks dua kali dalam setahun, yaitu pada musim hujan dan
kemarau. Pada musim hujan, spora
yang ada di dalam tanah akan terbawa oleh air ke permukaan dan
tersangkut pada rumput, kemudian
termakan ternak. Pada musim kemarau, ketersediaan rumput di permukaan terbatas sehingga ternak
dapat mengonsumsi bagian akar
yang mengandung spora antraks.
Vaksinasi antraks telah intensif
dilakukan oleh pemerintah, karena
harga vaksin relatif murah dan proses vaksinasinya pun mudah. Namun demikian pelaksanaannya
sering menghadapi berbagai ham-
batan, terutama dari pemilik ternak
akibat pengetahuan mereka yang
terbatas. Kesulitan juga timbul karena alasan ekonomi, yaitu uang
penggantian sebagai kompensasi
ternak mati dinilai belum memadai.
Mencermati kondisi yang demikian, untuk menanggulangi penyakit antraks perlu dilakukan usaha
peningkatan pengetahuan dan pendapatan peternak. Alternatif yang
diajukan adalah melalui pemberdayaan secara partisipatif, di mana
peternak diajarkan mengenali potensi yang dimiliki oleh keluarga dan
lingkungannya, kemudian merencanakan usaha pemanfaatannya
secara optimal melalui kegiatan
nyata dan terus dievaluasi untuk
mencapai keberhasilan dan kemandirian. Pemberdayaan memerlukan
fasilitator untuk meningkatkan
kemampuan petani/peternak terutama dalam menjalin hubungan
dengan lembaga terkait. Pemberdayaan memang sulit dilakukan,
tetapi merupakan alternatif solusi
untuk memperkokoh aspek sosial
dan ekonomi (Sri Wahyuni).
Untuk informasi lebih lanjut
hubungi:
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian
Jalan A. Yani No. 70
Bogor 16161
Telepon : (0251) 333964
Faksimile : (0251) 314496
E-mail
: [email protected]
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No. 4, 2006
Alat-Mesin Pencacah Jerami
untuk Pakan Ternak Ruminansia
Jerami padi dapat diberikan kepada ternak ruminansia dalam bentuk
jerami segar maupun olahan. Untuk meningkatkan kapasitas kerja
peternak dan mempercepat penyediaan pakan, telah tersedia
alat-mesin pencacah jerami padi.
P
engembangan ternak ruminansia tidak terlepas dari penyediaan pakan hijauan yang memadai,
baik kuantitas maupun kualitasnya,
mengingat hijauan merupakan
bahan pakan utama bagi ternak ruminansia. Namun, ketersediaan pakan hijauan tidak kontinu sepanjang
tahun akibat terbatasnya lahan untuk menanam hijauan serta karena
faktor iklim. Pada musim kemarau,
ketersediaan hijauan pakan ternak
sangat kritis. Untuk memenuhi kebutuhan pakan, peternak umumnya
memanfaatkan limbah pertanian
yang ada di sekitarnya, seperti jerami padi, batang jagung, brangkasan kacang tanah, ubi jalar, dan ubi
kayu, serta pucuk tebu.
Jerami padi tersedia cukup melimpah di pedesaan terutama pada
musim panen. Setiap hektar tanaman padi dapat menghasilkan jerami
12-15 ton, bergantung pada lokasi
dan varietas padi. Jerami padi mempunyai potensi cukup besar untuk
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No. 4, 2006
15
Download