Gambaran Karakteristik Wilayah Endemis Demam Berdarah di

advertisement
Gambaran Karakteristik Wilayah Endemis Demam Berdarah di Provinsi
Bali
(Analisis Data Sekunder RDT Bali Periode Mei 2011 - April 2012)
Ali Abdul Aziz, Artha Prabawa
1. Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia,
Depok, 16424, Indonesia
2. Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia,
Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang sudah tersebar luas dan sering
menimbulkan KLB di daerah endemis. Di Indonesia Penyakit ini umumnya dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti
yang membawa virus Dengue. Pada infeksi sekunder, penyakit ini sering menimbulkan kematian. Penelitian ini
dibuat dengan tujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik wilayah endemis DBD di provinsi Bali.
Penelitian ini menggunakan data Laporan RDT provinsi Bali dengan analisis univariat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kejadian DBD di Provinsi Bali dapat tersebar secara merata di semua wilayah baik di tipe
wilayah perkotaan maupun pedesaan, padat penduduk ataupun tidak, pertanian ataupun wilayah selain pertanian
seperti daerah pemukiman penduduk.
Analysis of DHF Endemically Regional Characteristics in Bali
(Analysis of RDT Secondary Data Period of May 2011 - April 2012)
Abstract
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF or DBD in Indonesia) is a disease that is widely spread and often make
outbreak in endemic area. In Indonesia, this disease was carried by Aedes aegypti mosquito that carries the
Dengue virus. Secondary infection of this disease often causes death. This study was made in order to determine
the regional characteristics that related to DHF in Bali province. This study uses Rapid Diagnostic Test (RDT)
DHF Reports from May 2011 to April 2012 and other demographic data and analyzed with univariate and
bivariate analysis. The results showed that the distribution of DHF in Bali province can occur in all type of
region whether in urban or non-urban, densely populated area, agricultural or non-agricultural area such as
residential area.
Keywords: DHF, RDT, densely populated area, type of region, agricultural area.
Pendahuluan
DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit ini memiliki empat tipe
(serotipe), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala utama penyakit ini adalah
demam mendadak yang disertai perdarahan. Perawatan yang sesuai pada tahap awal penyakit
ini diyakini dapat mencegah kematian pada DBD.
Pada tahun 2012, DBD merupakan penyakit bersumber nyamuk yang terpenting di dunia.
Penyakit ini kerap menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di berbagai negara. KLB dari
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
DBD menyebabkan beban yang besar di populasi, sistem kesehatan, dan ekonomi di negara
tropis. Keempat serotipe virus DBD yang menyebar dari Asia ke Amerika, Afrika, dan
wilayah Timur Tengah menggambarkan ancaman pandemik global. Walaupun besaran beban
tersebut masih belum dapat dipastikan, pola ini menjadi alarm untuk kesehatan manusia dan
ekonominya. (WHO, 2012)
Sejak 50 tahun terakhir, insiden dari kasus DBD meningkat 30 kali lipat. Sekitar 50-100 juta
infeksi baru diperkirakan akan terjadi pada lebih dari 100 negara endemis DBD. Setiap tahun,
kasus DBD pada tingkat yang parah meningkat dan menimbulkan 20.000 kematian. (WHO,
2012)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarkat dan endemis di berbagai daerah di Indonesia. Penyakit ini pertama kali
ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya. Penyakit ini juga sering menimbulkan KLB di
daerah endemis tinggi. (Kemenkes, 2011)
Sejak tahun 2005, Case Fatality Rate (angka kematian) DBD cenderung menurun dari 1.36%
menjadi 0.87% di tahun 2010. Sayangnya kecendrungan menurun ini tidak tampak pada IR
(kasus baru) DBD. IR DBD sejak tahun 2006 hingga tahun 2010 cenderung fluktuatif. Pada
tahun 2010, jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 155.777 penderita dengan jumlah
kematian 1.358 jiwa. (Kemenkes, 2011)
Hingga saat ini, DBD masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Berdasarkan data
Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), terjadi peningkatan
kasus DBD dari 20,38 kasus/100.000 penduduk pada triwulan III 2011 menjadi 26.37
kasus/100.000 penduduk pada triwulan III 2012. Data ini pun sebenarnya belum
mencerminkan angka kasus DBD yang sebenarnya karena tidak terdapat data yang
membedakan kasus Demam Dengue (DD), DBD, dan Sindrom Syok Dengue (SSD). Salah
satu solusi untuk dapat membedakan kasus DBD dengan penyakit lain yang serupa adalah
dengan Rapid Diagnosis Test (RDT) DBD. Bali adalah salah satu wilayah yang mendapatkan
distribusi RDT karena termasuk dalam wilayah endemis DBD.
DBD adalah penyakit yang sangat erat dengan lingkungan. Nyamuk Aedes aegypti sebagai
pembawa (vektor) DBD memiliki habitat perkembangbiakan Tempat Penampungan Air
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
(TPA). TPA yang biasa ditempati nyamuk ini ada yang berada pada pemukiman dan bukan
pemukiman. Pada pemukiman, tempat perkembangbiakan dapat ditemui pada dispenser,
tempayan, dll. Sedangkan pada tempat selain pemukiman, tempat perkembangbiakan vektor
DBD dapat ditemui pada lubang pohon, lubang batu, dll. Penelitian ini bermaksud untuk
menggunakan data pelaporan RDT DBD Bali dalam melihat kejadian DBD sebagai variabel
dependen. Analisis dilakukan untuk melihat gambaran kejadian DBD melalui variabel umur,
jenis kelamin, tipe wilayah, persentase penggunaan lahan, dan kepadatan penduduk.
Tinjauan Teoritis
Menurut Notoatmojo (2003), yang dimaksud dengan penyakit menular adalah penyakit yang
ditularkan (berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung maupun
melalui perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya (hadirnya) agen atau
penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.
Terdapat tiga pendekatan atau cara yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular:
1. Eliminasi reservoir
Eliminasi reservoir manusia sebagai sumber penyebaran penyakit dapat dilakukan
dengan mengisolasi pasien dengan menempatkannya di tempat khusus atau membatasi
ruang gerak penderita penyakit dan menempatkannya bersama-sama penderita lain
dengan penyakit yang sama (karantina).
2. Memutus mata rantai penularan
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memutus hubungan mata rantai penyakit
menular adalah dengan meningkatkan sanitasi linkungan dan higiene perorangan .
3. Melindungi orang-orang (kelompok) yang rentan
Bayi dan balita merupakan kelompok usia rentan terhadap penyakit menular.
Kelompok usia ini perlu lindungan khusus (specific protection) dengan imunisasi baik
imunisasi aktif maupun pasif. Obat-obatan prophylacsis tertentu juga dapat mencegah
penyakit malaria, meningitis, dan desentri baksilus. Pada anak usia muda gizi kurang
akan menyebabkan kerentanan pada anak tersebut. Oleh sebab itu, meningkatkan gizi
anak juga merupakan usaha pencegahan penyakit infeksi pada anak.
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk. Pada
fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutus rantai penularan
antara nyamuk yang terinfeksi pada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan
kegiatan 3M Plus:
1. Secara fisik dengan menguras, menutup, dan memanfaatkan barang bekas.
2. Secara kimiawi dengan larvasidasi.
3. Secara biologis dengan pemberian ikan.
4. Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat
kasa, dll.)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan demam yang berlangsung selama 2-7
hari disertai dengan manifestasi perdarahan, jumlah trombosit <100.000/ mm3, adanya tandatanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit ≥20% dari nilai normal, dan/atau efusi
pleura, dan/atau ascites, dan/atau hypoproteinemia/albuminemia) dan/atau hasil pemeriksaan
serologis pada penderita tersangka DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian
(positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis
laboratoris).
Diagnosis laboratorium untuk infeksi virus dengue berperan penting dalam pengelolaan dan
pemberantasan penyakit dengue. Sayangnya, diagnosis pasti dengan cara isolasi virus maupun
deteksi RNA virus dengan cara reverse transciptase – polymerase chain reaction (RT-PCR)
memerlukan teknologi yang rumit dan waktu yang lama. Pengembangan uji serologi untuk
deteksi IgM dan IgG anti-dengue sebagai penentu fase akut, baik primer maupun sekunder
merupakan salah satu alternatif dari masalah ini. Dengue rapid test, merupakan salah satu uji
serologi yang menggunakan prinsip imunokromatografi.
Kemenkes (2011) menjelaskan bahwa vektor adalah arthropoda yang dapat menularkan,
memindahkan dan atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia. Vektor DBD
adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan atau menjadi sumber penularan
DBD. Di Indonesia ada tiga jenis nyamuk yang bisa menularkan virus dengue, yaitu: Aedes
aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris.
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat menampung air di
dalam, di luar, atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
• Tempat penampungan air (TPA) untuk keperlan sehari-hari, seperti drum, tangki
reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
• TPA bukan untuk untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga,
perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser,
barang-barang bekas (contoh
Setelah berkembang dan keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara
waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu
terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari
bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini
lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk
pematangan sel telur agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan bervariasi,
antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut siklus gonotropik.
Aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti biasanya mulai pagi dan petang hari, dengan 2
puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Aedes aegypti mempunyai
kebiasan mengisap darah berulang kali dalam satu situs gonotropik, untuk memenuhi
lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular
penyakit.
Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab di
dalam atau di luar rumah yang berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat
tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan
telurnya di atas permukaan air. Kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding
habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam
waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100
butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, namun jika tempattempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas
lebih cepat.
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
Menurut Notoatmojo (2003), beberapa faktor individu yang terkait kesehatan antara lain umur
dan jenis kelamin. Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikanpenyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua
keadaan menunjukkan hubungan dengan umur
Pada kejadian DBD, biasanya proporsi terbesar terlihat pada anak usia SD-SMP. Penelitian
DBD yang dilakukan di Yogyakarta menunjukkan bahwa 44% dari penderita DBD adalah
anak usia SD-SMP. Temuan ini memiliki kesesuaian dengan pendapat Jatasen yang
menyatakan bahwa lebih dari 90% kasus demam berdarah terjadi pada anak-anak di bawah
umur 15 tahun (Tri Krianto dalam Indah Sukmawanti Putri, 2007)
Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa kesakitan lebih tinggi di kalangan wanita
sedangkan angka kematian lebih tinggi di kalangan pria, juga pada sema golongan umur.
Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut. Perbedaan angka ini, dapat disebabkan
oleh faktor-faktor intrinsik.
Pada kejadian DBD, tidak terlihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Penelitian DBD
pada anak-anak di Semarang menunjukkan distribusi frekuensi penderita DBD anak berdasar
jenis kelamin yang terdata adalah : laki-laki sebesar 330 anak (55,09%) dan anak perempuan
sebesar 269 (44,91%). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin antara
penderita yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. (Afiana Rohmani dan Merry Tiyas
Anggraini, 2010).
Beberapa karakteristik pemukiman yang berpengaruh terhadap DBD adalah tipe wilayah,
kepadatan penduduk, dan penggunaan lahan. Nyamuk DBD dapat tersebar luas secara aktif
dan pasif. Pada penyebaran aktif, nyamuk terbang dari satu tempat ke tempat lainnya;
sedangkan pada penyebaran pasif, nyamuk dapat terbawa angin atau terbawa kendaraan.
Kemajuan sarana transportasi di perkotaan dapat mendukung penyebaran nyamuk secara pasif.
Pada penelitian ini, akan dibandingkan kejadian DBD di kota dan kejadian DBD di kabupaten.
Menurut World bank, kepadatan penduduk didefinisikan sebagai populasi penduduk pada
pertengahan tahun dibagi dengan luas lahan dalam km2. Penduduk yang termasuk dalam
populasi tersebut didasarkan pada definisi de facto dari populasi, dimana semua penduduk
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
dihitung tanpa memperdulikan status hukum dan kewarganegaraannya, kecuali para
pengungsi dianggap bagian populasi dari tempat pengungsi itu berasal.
Dalam modul DBD yang diterbitkan oleh Kemenkes, kepadatan penduduk merupakan salah
satu faktor resiko penularan DBD di Indonesia. Kepadatan penduduk ini mempermudah
penularan DBD karena jarak terbang nyamuk Aedes aegypti betina sebagai vektor utama
DBD yang relatif dekat (±40 m).
Lahan adalah suatu lingkungan fisik terdiri atas tanah, iklim, relief, hidrologi, vegetasi, dan
benda-benda yang ada di atasnya yang selanjutnya semua faktor faktor tersebut
mempengaruhi penggunaan lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia, baik
masa lampau maupun sekarang (FAO. 1975, dalam Arsyad, 1989).
Penelitian ini menggunakan data dari Bali. Bali merupakan salah satu propinsi di Indonesia.
Secara astronomis Bali terletak pada 8°3'40" - 8°50'48" Lintang Selatan dan 114°25'53" 115°42'40" Bujur Timur yang membuat bali beriklim tropis. Batas wilayah propinsi Bali
adalah sebagai berikut:
• Utara : Laut Bali
• Timur : Selat Lombok
• Selatan : Samudera Indonesia
• Barat :Selat Bali (Propinsi Jawa Timur)
Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu
Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng,
dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Selain Pulau Bali Provinsi Bali
juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan
Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar,
dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng. Luas total wilayah Provinsi Bali adalah
5.634,40 ha dengan panjang pantai mencapai 529 km2.
Bali memiliki kebudayaan yang unik mengenai padi. Berdasarkan legenda, pada awalnya
masyarakat Bali hanya memiliki jus tebu sebagai sumber makanan mereka. Dewa Wisnu yang
merasa kasihan terhadap masyarakat bali menyamar dan turun ke bumi untuk memberikan
masyarakat Bali makanan yang lebih baik. Dewa Wisnu lalu membuahi ibu dari bumi yang
melahirkan padi, dia dikenal dengan nama Sanghyang Ibu Pretiwi.
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
Masyarakat Bali memberikan penghormatan yang tinggi terhadap kebudayaan padi secara
menyeluruh yang akhirnya berkembang menjadi suatu kultus yang rumit. Terdapat ritual
magis yang tidak terbatas agar padi tumbuh menjadi besar dan kuat, tidak kekurangan air,
tidak terkena polusi dari sekitar, ataupun dicuri baik itu oleh manusia, burung, dan tikus. Padi
diawasi semenjak penanam hingga dapat dipanen layaknya orang tua mengawasi kehidupan
dari anaknya.
Sebelum pekerjaan di sawah dimulai, dilakukan ekspedisi oleh seorang pendeta dan empat
atau lima orang anggota subak ke sumber air suci seperti Danau Batur atau Danau Besakih di
Gunung Agung. Mereka membawa sesajen untuk mendapatkan restu dari dewa dari sumber
air suci tersebut. Sebagian air mereka bawa menggunakan wadah dari bambu (sudjang).
Selanjutnya, air tersebut akan disimpan di tempat pemujaan yang berada di pura pada subak.
Air ini dipercikan ke subak agar mendapat keberkahan dari dewa. (Miguel, 1947)
Air yang disimpan pada pura di subak dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti. Di Bali, budaya ini hanya dapat ditemukan pada daerah pertanian sawah. Pada
penelitian ini, akan dilihat gambaran kejadian DBD dengan persentase penggunaan lahan
pertanian sawah.
Metode Penelitian
Desain Penelitian ini cross sectional yaitu desain yang memotret suatu kejadian pada waktu
tertentu dan mengukur variabel yang diperlukan secara bersamaan. Data yang akan dianalisis
adalah data pelaporan rutin kasus DBD dengan metode RDT yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran karakteristik pemukiman yang berpengaruh terhadap kejadian DBD di
Bali. Data penggunaan lahan dan kepadatan penduduk diolah dari data yang dikumpulkan
BPS. Penelitian dilakukan di Depok selama bulan Juni-September 2013.
Populasi pada penelitian ini adalah pasien kasus DBD yang didiagnosis menggunakan RDT di
Bali dan dilaporkan ke Subdit Arbovirosis selama Januari-Desember 2012. Dalam penelitian
ini pengambilan sampel menggunakan metode total sampling yaitu seluruh populasi menjadi
anggota yang akan diamati sebagai sampel. Maka, sampel pada penelitian ini adalah data
pasien kasus DBD yang dilaporkan ke Subdit Arbovirosis selama Januari-Desember 2012.
Analisis data dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak statistik. Analisis pada
penelitian ini menggunakan analisis univariat. Analisis univariat dilakukan dengan membuat
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
distribusi frekuensi dari variabel yang berhubungan dengan kejadian DBD, seperti distribusi
umur, jenis kelamin, tipe wilayah, persentase penggunaan lahan pertanian sawah, dan
kepadatan penduduk.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Status DBD
Status Infeksi
Frekuensi
Presentase
Negatif
681
87.9
Positif
94
12.1
Total
775
100
Berdasarkan tabel 1, dapat disimpulkan bahwa terdapat 94 pasien (12,1%) yang dikonfirmasi
menderita DBD dan 681 (87,9%) tidak menderita DBD.
Tabel 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
Presentase
Perempuan
355
45.8
Laki-laki
420
54.2
Total
775
100
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa terdapat 420 pasien (54,2%) yang berjenis kelamin
laki-laki dan 355 pasien (45,8%) berjenis kelamin perempuan.
Tabel 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok Umur
Frekuensi
Presentase
7-15 tahun
132
17
Lainnya
643
83
Total
775
100
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan bahwa terdapat 132 pasien (17%) yang termasuk
kelompok umur 7-15 tahun dan 643 pasien (83%) yang tidak termasuk kelompok umur 7-15
tahun.
Tabel 4. Karakteristik Wilayah Demam Berdarah di Bali
Kepadatan
Kabupaten/Kota
IR
Tipe Wilayah
Penduduk
Persentase Penggunaan
(jiwa/km2)
Lahan Pertanian Sawah (%)
Badung
17 Kabupaten
743
41,29
Buleleng
1 Kabupaten
576
8,05
5329
19,71
Denpasar
52 Kota
Gianyar
3 Kabupaten
1174
39,85
Jembrana
1 Kabupaten
377
8,12
Karangasem
1 Kabupaten
625
6,82
Klungkung
0 Kabupaten
592
12,21
Tabanan
2 Kabupaten
500
26,72
Lainnya
2 Lainnya
702
17,11
Berdasarkan tabel 4, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah Bali merupakan
kabupaten. Denpasar merupakan ibu kota provinsi Bali dan satu-satunya wilayah yang
termasuk perkotaan. Denpasar memiliki IR DBD tertinggi yaitu 52 kasus DBD/100.000 ribu
penduduk. Sedangkan untuk kabupaten/kota dengan IR paling rendah adalah Klungkung,
yaitu 0 kasus DBD/100.000 penduduk. Kepadatan penduduk tertinggi juga dapat dilihat pada
kota Denpasar yaitu 5.329 penduduk/km2. Sedangkan untuk kabupaten/kota dengan kepadatan
penduduk paling rendah adalah Jembrana, yaitu 377 penduduk/km2.
Pembahasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah kualitas data. Kualitas data sangat
dipengaruhi oleh proses pengambilan, pengumpulan, serta proses meng-entry data. Pada data
pelaporan RDT, ditemukan penggunaan nama wilayah yang berbeda pada wilayah yang sama.
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
Ditemukan juga masalah pada proses pengumpulan data dimana terdapat data yang missing
pada variabel alamat, umur, dan jenis kelamin. Pengentrian data dilakukan sesuai dengan data
yang dilaporkan.
Berdasarkan hasil pengolahan data laporan RDT DBD Bali, didapatkan informasi
karakteristik responden sebagai berikut:
1. Hanya sebagian kecil pasien suspek DBD (12,1%) yang benar-benar menderita DBD.
Pada daerah endemis DBD, kriteria suspek pasien DBD lebih sedikit. Hal ini dapat
disebabkan karena sebelumnya tidak ada cara yang mudah untuk mengkonfirmasi
pasien antara pasien yang menderita penyakit demam dengan gejala mirip DBD
(dengue like illness) dengan yang benar-benar menderita DBD. Penerapan RDT di
Bali dapat membedakan antara pasien yang menderita gejala DBD dan pasien yang
benar-benar menderita DBD.
Selain hal tersebut, penentuan suspek DBD pada daerah endemis DBD menggunakan
kriteria yang lebih sedikit. Pada daerah non-endemis, pasien menjadi suspek DBD jika
memenuhi kriteria pemeriksaan serologi Hemaglutination Inhibiton (HI) test sampel
serum tunggal; titer ≥ 1280 atau tes antibodi IgM dan IgG positif, atau antigen NS1
positif tidak diharuskan. Oleh karena itu setiap pasien yang menderita demam dan
gejala DBD dapat menjadi suspek DBD.
2. Laki-laki lebih banyak menjadi pasien suspek DBD (54,2%). Proporsi ini memiliki
kemiripan dengan penelitian DBD pada anak di Semarang dimana tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin yang jauh antara penderita berjenis kelamin perempuan dan
laki-laki. Pada penelitian tersebut diperoleh distribusi proporsi penderita DBD lakilaki sebesar 55,09% (330 orang) dan perempuan sebesar 44,91% (269 orang).
Banyaknya pasien yang berjenis kelamin laki-laki dapat terkait dengan kegiatan
pekerjaannya. Sebagian besar laki-laki (36,8%) memliki jenis pekerjaan untuk tenaga
produksi, operator alat-alat angkutan, dan pekerja kasar. Penulis menduga, kegiatan
pekerjaan ini mempengaruhi banyaknya kejadian DBD pada laki-laki.
3. Dari hasil pada bab 5, hanya sebagian kecil pasien yang termasuk ke dalam kelompok
umur 7-15 tahun (17%). Frekuensi distribusi pasien DBD menurut kelompok umur ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Yogyakarta dimana proporsi umur pasien
yang termasuk ke dalam kelompok umur SD-SMP sebesar 43%. Penelitian ini
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
menunjukkan bahwa sekolah merupakan salah satu tempat yang beresiko untuk
terjadinya penularan DBD. Ketidaksesuaian hasil dengan penelitian yang dilakukan di
Yogyakarta ini diduga karena perbedaan proporsi penduduk berusia diatas 5 tahun
yang masih sekolah dimana 24,6% penduduk diatas 5 tahun di Yogyakarta masih
sekolah, sedangkan di Bali hanya 22,5%.
Terdapat tiga karakteristik wilayah yang dilihat pada penelitian ini, yaitu tipe wilayah,
kepadatan penduduk, dan persentase penggunaan lahan.
Dari hasil pada bab 5, terlihat bahwa pada tipe wilayah perkotaan DBD lebih tinggi. Namun
jika dilihat dari rasio kepadatan penduduk dan IR, sebenarnya angka ini cukup baik. Terdapat
beberapa hal yang diduga menjadi alasan kenapa hal tersebut bisa terjadi:
1. Pelayanan kesehatan di kota lebih baik.
Untuk membangun suatu sistem pelayanan kesehatan yang baik, diperlukan sarana dan
prasarana yang memadai. Beberapa diantaranya adalah listrik, akses jalan, dll.
Tersedianya sarana dan prasarana tersebut memungkinkan pendistribusian dan penerapan
teknologi serta penggunaan laboratorium penunjang dalam upaya pelayanan kesehatan. Di
perkotaan sarana dan prasarana ini cenderung lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya rumah sakit yang terdapat di kota Denpasar. Berdasarkan data profil kesehatan
Bali tahun 2010, terdapat 41 rumah sakit di propinsi Bali. 19 dari 41 rumah sakit tersebut
terdapat di provinsi Bali.
Ukuran pelayanan kesehatan juga dapat dilihat dari ratio dokter umum dengan penduduk.
Berdasarkan profil kesehatan Bali tahun 2010, di kota Denpasar ratio dokter paling tinggi
jika dibandingkan daerah lainnya, yaitu 72,03 per 100.000 penduduk. Dibandingkan
dengan daerah lainnya, terdapat ketimpangan yang cukup tinggi untuk ukuran ratio dokter
umum dengan penduduk. Daerah yang memiliki ratio dokter tertinggi ke dua adalah
Bangli dengan ratio 38,08 dokter per 100.000 penduduk.
Ketersediaan rumah sakit dan ratio dokter yang tinggi dapat menjadi alasan kenapa resiko
penularan di kota sama saja jika dibandingkan dengan pedesaan. Walaupun sebagian besar
penderita DBD terdapat di kota Denpasar, ketersediaan pelayanan kesehatan di kota
Denpasar cukup baik.
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
2. Kemajuan teknologi dan informasi
Wilayah lahan kota Denpasar, lebih kecil jika dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten
yang ada di Bali. Hal ini mempermudah dalam pembangunan sarana telekomunikasi dan
transportasi. Kota Denpasar juga merupakan ibu kota dari propinsi Bali. Hal tersebut
mengharuskan adanya komunikasi antar propinsi dan kabupaten/kota di Bali. Karena hal
tersebut, kemajun teknologi dan informasi serta sarana penunjang kehidupan seperti listrik,
transportasi, dan internet di daerah perkotaan cenderung lebih baik daripada daerah
kabupaten.
Pada kegiatan penanggulangan DBD, diperlukan sistem informasi yang baik dan cepat
sehingga didapatkan informasi yang akurat terkait besaran kejadian DBD. Di perkotaan,
terdapat banyak cara untuk pelaporan kasus DBD. Pelaporan dapat dilakukan melalui email, faks, telepon, surat, dll. Di kabupaten, pelaporan lebih sulit dilakukan karena
keterbatasan sarana dan prasarana. Kelengkapan data pelaporan ini dapat menjadikan
kegiatan penanggulangan DBD di kota lebih tepat dibandingkan kegiatan penanggulangan
DBD di kabupaten.
Kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor resiko dari penyebaran DBD. Manusia
yang terjangkit DBD dapat menularkan penyakit melalui nyamuk yang menggigitnya.
Nyamuk Aedes aegypti betina sebagai vektor utama DBD memiliki jarak terbang yang relatif
dekat, yaitu sekitar 40 meter. Oleh karena itu, semakin dekat atau padat penduduk
kemungkinan nyamuk untuk menularkan DBD semakin tinggi.
Kepadatan penduduk juga menjadi salah satu faktor resiko penyebaran DBD karena terkait
aktivitas mengigit nyamuk. Aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti biasanya mulai pagi
dan petang hari, dengan 2 puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Aedes
aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali dalam satu situs gonotropik, untuk
memenuhi lambungnya dengan darah. Pada daerah padat, nyamuk dapat lebih mudah
melakukan aktivitas menggigit. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular
penyakit.
Berdasarkan penelitian, kita dapat melihat bahwa sebagian besar kejadian berada pada
kepadatan penduduk yang lebih tinggi. Denpasar memiliki kepadatan penduduk yang lebih
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini mempermudah penyebaran DBD karena
jarak terbang nyamuk yang cenderung dekat.
Di Bali, masyarakat memberikan penghormatan yang tinggi terhadap kebudayaan padi secara
menyeluruh yang akhirnya berkembang menjadi suatu kultus yang rumit. Terdapat ritual
magis yang tidak terbatas agar padi tumbuh menjadi besar dan kuat, tidak kekurangan air,
tidak terkena polusi dari sekitar, ataupun dicuri baik itu oleh manusia, burung, dan tikus. Padi
diawasi semenjak penanam hingga dapat dipanen layaknya orang tua mengawasi kehidupan
dari anaknya.
Sebelum pekerjaan di sawah dimulai, dilakukan ekspedisi oleh seorang pendeta dan empat
atau lima orang anggota subak ke sumber air suci seperti Danau Batur atau Danau Besakih di
Gunung Agung. Mereka membawa sesajen untuk mendapatkan restu dari dewa dari sumber
air suci tersebut. Sebagian air mereka bawa menggunakan wadah dari bambu (sudjang).
Selanjutnya, air tersebut akan disimpan di tempat pemujaan yang berada di pura pada subak.
Air ini dipercikan ke subak agar mendapat keberkahan dari dewa. Air yang disimpan pada
pura di subak dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Di Bali,
budaya ini hanya dapat ditemukan pada daerah pertanian sawah.
Penyebaran kejadian DBD di Bali memiliki kecenderungan yang merata untuk setiap
distribusi penggunaan lahan pertanian sawah. Penulis menduga tidak adanya perbedaan ini
terjadi karena luasnya lahan pertanian di Bali tidak diimbangi dengan penduduk yang bekerja
di bidang tersebut. Hanya sebagian penduduk (24,8%) yang bekerja di bidang pertanian.
Kesimpulan
Hanya sebagian kecil pasien suspek DBD yang dikonfirmasi benar-benar menderita DBD
(12,1%). Pasien suspek DBD di Bali sebagian besar berjenis kelamin laki (54,2%). Jika dilihat
berdasarkan umur, sebagian besar pasien tidak termasuk dalam kelompok umur 7-15 tahun
(83%).
Karakteristik wilayah Bali didapatkan sebagian besar wilayahnya merupakan kabupaten. Kota
Denpasar merupakan wilayah terpadat dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Persentase
penggunaan lahan pertanian sawah terbesar adalah kabupaten Badung.
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
Saran
Tipe wilayah, penggunaan lahan, dan kepadatan penduduk di Provinsi Bali tidak menjadikan
perbedaan gambaran kejadian DBD di propinsi Bali. Kejadian DBD terlihat memusat di
Denpasar dan Badung. Pada kedua daerah ini sebaiknya dilakukan kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk dengan kegiatan 3M Plus:
1. Secara fisik dengan menguras, menutup, dan memanfaatkan barang bekas.
2. Secara kimiawi dengan larvasidasi.
3. Secara biologis dengan pemberian ikan.
4. Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat
kasa, dll.)
Daftar Referensi
Aryati. Nilai Diagnostik Dengue Rapid Test untuk Diagnosis Demam Berdarah Dengue.
Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 55, Nomor: 2. Pebruari 2005.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bangli. Bangli Dalam Angka. Terdapat dalam
http://www.banglikab.go.id/ diakses pada pada Rabu 12 Juni 2013
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar. Denpasar Dalam Angka. Terdapat dalam
www.denpasarkota.go.id/ diakses pada pada Rabu 12 Juni 2013
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali. Bali Dalam Angka 2010. Bali: Badan Pusat
Statistik Provinsi Bali.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Klungkung Dalam Angka. 2012. Klungkung: Badan
Pusat Statistik Kabupaten Klungkung.
Covarrubias, Miguel. 1947. Island of Bali. New York: A.A. Knopf.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Modul Pengendalian Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta:
Rhineka Cipta.
Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Data/Informasi
Kesehatan Provinsi Bali.
Putri, Indah Sukmawanti Manti. (2008). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Pencegahan DBD Pada Murid SD di Kota Depok Tahun 2008. Depok: Universitas Indonesia.
Rohmani, Afiana dan Merry Tiyas Anggraini. (2010). Pemakaian Antibiotik Pada Kasus
Demam Berdarah Dengue Anak di Rumah Sakit Roemani Semarang. Terdapat dalam
http:/jurnal.unimus.ac.id diakses tanggal 18 September 2013.
Saribun Daud S. (2007). Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan Lereng
Terhadap Bobot Isi, Porositas Total, dan Kadar Air Tanah Pada Sub-DAS Cikapundung Hulu.
Bandung: Universitas Padjajaran.
Subargus, Amin. (2007). Analisis Terhadap Kebijakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Dalam Upaya Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Terdapat dalam http://www.skripsistikes.wordpress.com diakses tanggal
16 September 2013.
World Health Organization. (2012). Global strategy for dengue prevention and control 20122020. Terdapat dalam
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75303/1/9789241504034eng.pdf diakses tanggal 31
Mei 2013. World Health Organization. (2010). Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of
Dengue Haemorraghic Fever Revised and expanded edition. New Delhi: WHO Regional
Office for South-East Asia. Gambaran karakteristik..., Ali Abdul Aziz, FKM UI, 2013
Download