BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kecamatan Kejajar merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Pegunungan Dieng Kabupaten Wonosobo dengan kemiringan lereng > 40 %.
Suhu udara Pegunungan Dieng termasuk sejuk sampai dingin dengan suhu udara
pada waktu siang berada pada kisaran 15 – 20oC, sedangkan pada malam hari
dapat mencapai 10oC. bahkan pada bulan Juli – Agustus suhu udaranya dapat
mencapai 0oC.
Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani
dengan tanaman kentang sebagai komoditas utamanya. Usaha pertanian ini diikuti
tanpa usaha konservasi lahan atau pengendalian erosi, karena bedengan-bedengan
yang dibuat untuk pertanian tanaman kentang searah dan sepanjang lereng.
Meskipun telah dilakukan upaya untuk memperpendek atau memotong panjang
lereng dengan cara terasering, namun pola tanamnya tetap searah lereng yang
dapat mengakibatkan aliran airnya akan langsung ke bawah tanpa ada penghalang
yang berarti. Selain itu, sangat sedikit sekali terlihat tanaman kayu yang berfungsi
sebagai penahan air. Dengan keadaan seperti saat ini yang apabila dilakukan tanpa
adanya usaha konservasi yang berarti, maka akan semakin memperparah kondisi
lahan di kawasan tersebut.
Kerusakan sumberdaya alam hutan yang terjadi saat ini telah
menyebabkan terganggunya keseimbangan Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti
sering terjadinya erosi, banjir, kekeringan, pendangkalan sungai, dan waduk serta
saluran irigasi. Perubahan penutupan lahan yang begitu cepat yang terjadi saat ini
merupakan indikasi adanya tekanan yang besar terhadap sumberdaya alam oleh
aktivitas manusia (Puay, 2014).
1
Gambar 1.1. Lahan di lokasi penelitian foto menghadap utara tanggal 19 Juni
2014
(Koordinat foto: x= 381296; y= 9202878)
Erosi akan mengikis lapisan tanah atas terutama pada horizon A atau
lapisan humus yang sangat subur. Dengan hilangnya lapisan tanah atas, maka
akan mengakibatkan hilang pula bagian tanah yang subur, sehingga kemampuan
tanah untuk menyerap dan menahan air akan semakin berkurang. Pengukuran
erosi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yang diantaranya adalah pengamatan
perubahan permukaan tanah, pengukuran langsung di lapangan, ataupun
penggunaan citra penginderaan jauh dan foto udara. Pengukuran secara langsung
di lapangan memiliki kendala antara lain berupa waktu yang dibutuhkan sangat
lama dan terkadang terdapat daerah yang sulit untuk dijangkau, serta biaya yang
tentunya tidak sedikit. Dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh serta
teknologi SIG, maka pengukuran besarnya erosi akan lebih efektif dan efisien,
sehingga menjadi salah satu cara yang banyak digunakan saat ini.
Salah satu pemanfaatan penginderaan jauh adalah dengan menggunakan
citra Quickbird. Quickbird-1, yang diluncurkan pada 1999, yang mampu
2
memberikan citra dari dua sensor dengan dua macam resolusi dari ketinggian
orbit 600 km, yaitu 4 m untuk citra multispektral dan 1 m untuk citra pankromatik
(Danoedoro, 2012). Resolusi 61 cm yang dimili citra ini sangat ideal untuk
melakukan observasi pada lahan. Pemanfaatan Quickbird pada estimasi erosi ini
dapat digunakan untuk pemantauan kondisi tanah, banyaknya tanah yang hilang,
laju penanaman, serta mengevaluasi laju kerusakan areal (Dwi, 2010).
Teknologi SIG sebenarnya telah dimulai pada akhir 1960-an, antara lain
oleh Tomlinson (Peuquet dan Marble, 1990 dalam Danoedoro, 2012). Kemudian
pada akhir dekade 1970-an beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah mulai
menerapkan SIG dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan perencanaan wilayah.
Pada sekitar 1979, Jack Dangermond mengawali pengembangan paket perangkat
lunak SIG yang sangat terkenal, yaitu Arc/info untuk mengisi pasar komersial
(Longley et.al., 2005). Setelah itu, puluhan-bahkan ratusan macam paket
perangkat lunak SIG, yang sebagian besar diantaranya dioperasikan untuk PC,
yang membanjiri pasar dunia. Kebutuhan akan fasilitas pengolahan citra digital
yang sekaligus dilengkapi dengan fasilitas SIG telah membuka kemungkinankemungkinan baru dalam analisis data spasial. Sistem pengolahan citra satelit
dapat memberikan masukan pada SIG berupa peta-peta tematik hasil ekstraksi
informasi dari citra digital satelit. Di sisi lain, fasilitas analisis spasial dari SIG
mampu mempertajam kemampuan analisis pengolahan citra, terutama dalam hal
pemanfaatan
data
bantu
untuk
meningkatkan
akurasi
hasil
klasifikasi
multispektral (Jensen, 2004).
Pemodelan erosi yang banyak berkembang saat ini adalah pemodelan
yang diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan
suatu sistem (berbasis komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan
memproses informasi-informasi spasial (Prahasta, 2002). SIG dirancang untuk
mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan menyajikan objek-objek atau
fenomena yang terjadi, sehingga akan sangat mempermudah dalam pembuatan
model laju erosi untuk penentuan tingkat bahaya erosi. Pemanfaatan penginderaan
jauh ini terutama dalam penyediaan citra multitemporal yang dapat membantu
dalam mengidentifikasi suatu objek akibat dampak erosi yang terdapat pada
3
beberapa citra tersebut yang kemudian diintegrasikan dengan model RUSLE
(Revise Universal Soil Loss Equation).
1.2. Perumusan Masalah
Kawasan Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo merupakan wilayah
yang memiliki kelas lereng curam, dengan jenis tanah yang peka terhadap erosi,
serta curah hujan dengan intensitas yang sangat tinggi. Pada kawasan tersebut
juga terjadi run off yang cukup tingi, ditunjukkan dengan adanya bongkahanbongkahan batu besar yang dulunya tidak ada, karena bongkahan batu besar
tersebut sebagai bukti bahwa telah terjadi pengikisan lapisan tanah secara kuat.
Kejadian demikian yang berlangsung secara terus-menerus akan
mengakibatkan semakin bertambah luasnya lahan kritis yang ada. Bila keadaan
tersebut terus berlanjut tanpa adanya usaha konservasi yang berarti, maka
dikhawatirkan pada beberapa tahun yang akan datang tidak akan ada lagi tanaman
yang dapat ditanam di daerah tersebut, karena tidak ada lagi lapisan olah tanah
yang mengandung bahan organik yang mendukung sebagai tempat tumbuh
tanaman. Dengan demikian tidak hanya masalah lingkungan saja, namun masalah
ekonomi dan sosial akan semakin menambah permasalahan yang dihadapi.
Besarnya erosi pada daerah tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk
mengetahui langkah pengelolaan lahan yang perlu dilakukan untuk mengatasi
kerusakan lahan tersebut. Dalam mengetahui besarnya erosi, dapat dilakukan
dengan menggunakan penginderaan jauh dan SIG agar lebih efektif dan efisien.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, maka dapat diambil beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penggunaan citra penginderaan jauh dalam mengestimasi
besarnya erosi di daerah penelitian?
2. Bagaimana mengidentifikasi tingkat erosi yang terjadi di daerah penelitian
dengan bantuan SIG?
3. Bagaimana strategi manajemen lahan yang sesuai dalam upaya
menghindari proses erosi berdasarkan besarnya tingkat erosi yang dapat
diterapkan?
4
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan topik, rumusan masalah, dan lingkup penelitian serta
ditunjang dengan konsep teori yang ada, maka penelitian ini memiliki tujuan :
1. Mengkaji pemanfaatan citra penginderaan jauh dan SIG untuk
memperoleh parameter-parameter lahan yang digunakan untuk estimasi
besarnya erosi dengan metode RUSLE;
2. Mengestimasi besarnya tingkat erosi yang terjadi dengan menggunakan
SIG sebagai dasar untuk manajemen lahan;
3. Merumuskan arahan manajemen lahan mendasarkan besarnya tingkat
erosi.
1.4. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1. Keaslian penelitian
No
1.
2.
3.
4.
Peneliti, Tahun, Judul
La Ode Restele, 2004
(Tesis),
Tingkat Bahaya Erosi
Daerah Aliran Sungai
Tinalah
Kabupaten
Kulonprogo
Daerah
Istimewa Yogyakarta
Sri Widarsih, 2012 (Tesis),
Pendugaan
Erosi,
Kemampuan Lahan, dan
KekritisanLahan
untuk
Rehabilitasi Sub DAS
Tinalah, DAS Progo
Metode
 Metode
deskriptif,
pengambilan data sampel
dengan metode purposive
random sampling
 Pendekatan satuan lahan
menggunakan
metode
USLE
 Penelitian
bersifat
kualitatif dan deskriptif
 Pengambilan
sampel
secara pusposive random
sampling
 Satuan analisis melalui
pendekatan satuan lahan
Joko Susilo, 2012 (Tesis),
Arahan Penggunaan Lahan
Berdasarkan Aspek Erosi
Tanah,
Kemampuan
Lahan,
dan
Tekanan
Penduduk di Sub DAS
Cipeles
Hulu
DAS
Cimanuk
Arif Rahman Salam, 2012
(Tesis)
Analisis
Erosi
dan
Kemampuan Lahan untuk
Arahan Penggunaan Lahan
Wilayah
Sub
DAS
Cicajur-Cipeujeuh
DAS
Cimanuk,
Kabupaten
 Metode penelitian bersifat
deskriptif
 Satuan analisis berupa
satuan lahan
 Penelitian
bersifat
kualitatif dan deskriptif
 Pengambilan
sampel
secara stratified random
sampling
 Satuan analisis berupa
satuan lahan
Hasil
 Peta tingkat bahaya erosi
dan evaluasi bahaya erosi
 Klasifikasi tingkat bahaya
erosi dan kemampuan
lahan
 Informasi
kesesuaian
penggunaan lahan dan
kemampuan lahan
 Arahan rehabilitasi Sub
DAS Tinalah
 Klasifikasi tingkat bahaya
erosi
 Informasi
mengenai
kesesuaian
penggunaan
lahan
terhadap
kelas
kemampuan lahannya
 Rumusan
arahan
penggunaan lahan
 Diperoleh
informasi
mengenai laju erosi aktual
dan
erosi
yang
diperbolehkan
 Klasifikasi
kesesuaian
kelas kemampuan lahan
dan penggunaan lahan
 Arahan penggunaan lahan
5
5.
6.
Garut, Jawa Barat
Yofris Puay, 2014 (Tesis),
Analisis
Erosi
dan
Kemampuan Lahan untuk
Arahan Penggunaan Lahan
dengan
Metode
Penginderaan Jauh dan
Sistem
Informasi
Geografis
di
DAS
Nunkurus,
Kabupaten
Kupang, Nusa Tenggara
Timur
Mohamad Rais, 2014
(Tesis),
Pemanfaatan
Citra
Penginderaan Jauh untuk
Estimasi Erosi sebagai
Dasar dalam Pengelolaan
Lahan
yang optimal
 Penelitian
bersifat  Diperoleh tingkat erosi di
kualitatif dan deskriptif
DAS Nunkurus
 Pengambilan
sampel  Pengelompokan
kelas
secara purposive random
kemampuan lahan
sampling
 Rekomendasi penggunaan
 Pendekatan satuan lahan
lahan untuk tiap kelas
menggunakan
metode
kemampuan lahan
USLE dan LCLP
 Penelitian
bersifat  Diperoleh tingkat erosi di
kualitatif dan deskriptif
Sub DAS Serayu
 Pengambilan
sampel  Informasi
pengaruh
secara purposive random
konservasi di Sub DAS
sampling
Serayu terhadap besarnya
erosi
 Satuan analisis berupa
satuan
lahan
dengan  Rekomendasi
arahan
menggunakan
metode
penggunaan lahan sesuai
RUSLE
peruntukannya
1.5. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan gambaran spasial mengenai tingkat erosi tanah di Sub
DAS Serayu
2. Dapat dijadikan penentuan arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan
peruntukannya dengan juga memperhatikan pertanian berkelanjutan
6
Download