1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Selama beberapa dasawarsa, anggaran negara Indonesia dibuat secara konvensional atau disebut pula metode tradisonal atau kinerja berbasis anggaran. Metoda penganggaran pendekatan/metoda tradisional mempunyai kelemahan yaitu tidak adanya muatan indikator (ukuran) kinerja dalam anggaran, untuk mencapai tujuan dan sasaran layanan publik. Metode ini, penetapan kinerjanya didasarkan pada ketersediaan anggaran. Kinerjalah yang diubah-ubah sesuai dengan jumlah anggaran tertentu. Artinya, anggaran bersifat tetap dan menjadi dasar dari penentuan target kinerja. Anggaran dengan pendekatan Tradisional ini digunakan untuk mengendalikan pengeluaran. Pengendalian pengeluaran dapat dilakukan apabila pos/akun/keuangan jika dilaporkan dalam bentuk lebih rinci. Dalam organisasi /instansi pemerintah, semakin rinci suatu akun anggaran, maka instansi pemerintah semakin tidak memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri anggarannya. Penyusunan anggaran dengan pendekatan Tradisional ini menggunakan orientasi input, bukan output. Pada perioda berikutnya, suatu unit kerja meminta kenaikan jumlah anggaran pendapatan karena inflasi, maka metoda penyusunan anggaran yang berorientasi input dan menentukan kenaikan anggaran berdasarkan inflasi atau perubahan harga seperti itu disebut incremental budgeting. 2 Anggaran dengan metode tradisional adalah sentralistis, berorientasi pada input, tidak terkait dengan perencanaan jangka panjang, line-item dan incrementalism, batasan departemen yang kaku (rigid department), menggunakan aturan klasik:Vote accounting, prinsip anggaran bruto, dan bersifat tahunan. Traditional budget didominasi oleh penyusunan anggaran yang bersifat lineitem dan incrementalism, yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar terhadap anggaran baru. Hal ini seringkali bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat. Performance budget pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientsi kepada kepentingan publik. Setelah terjadi krisis keuangan, administrator negara mulai memikirkan kembali proses penganggaran secara serius. Perubahan dalam pola pikir ini akhirnya menghasilkan penerbitan Undang-Undang 17/2003 mengenai Keuangan Negara, yang mengubah standar yaitu, belanja rutin dan pembangunan dan mengonsolidasikannya menjadi satu anggaran bersama. Undang-undang ini pun memperkenalkan perencanaan pengeluaran jangka menengah dan konsep pengganggaran berbasis kinerja. Disebutkan bahwa pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari 3 kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut. Konsep ini dikenal dengan istilah Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). ABK diartikan sebagai penyusunan anggaran yang didasarkan pada target kinerja tertentu. Anggaranlah yang disusun sesuai dengan beban target kinerja. Artinya, target kinerja bersifat tetap dan menjadi dasar dari penyusunan anggaran. Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistimatis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah. Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatankegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program, diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan, serta 4 memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kerja tahunan yang merupakan rencana operasional dari Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja. Dampak yang timbul dikarenakan perusahaan tidak memberlakukan struktur sistem pengendalian manajemen antara lain organisasi perusahaan akan kesulitan menghadapi berbagai perubahan tajam radikal, konstan, pesat, serentak sehingga roda organisasi tidak akan jalan dan tidak dapat membuat berbagai perencanaan, tidak dapat memprediksi target organisasi ke depannya. Untuk menghadapinya diperlukan struktur sistem pengendalian manajemen dimulai dari pengamatan dan pengindetifikasian memacu perubahan (change drivers) yang berdampak terhadap karakteristik lingkungan yang akan dimasuki perusahaan.) Struktur sistem merupakan komponen-komponen yang berkaitan erat satu dengan lainnya yang secara bersama-sama digunakan untuk mewujudkan tujuan sistem bahwa struktur pengendalian manajemen terdiri dari tiga komponen yaitu Struktur organisasi, Jejaring informasi dan Sistem penghargaan. Sistem pengendalian manajemen juga menyediakan berbagai sistem untuk melaksanakan proses perencanaan dan implementasi rencana. Melalaui sistem pengendalian manajemen, keseluruhan kegiatan utama untuk menjadikan perusahaan sebagai institusi pencipta kekayaan dapat dilaksanakan secara terstruktur, terkoordinasi, terjadwal dan terpadu sehingga menjanjikan tercapainya 5 tujuan perusahaan-perusahaan bertambahnya kekayaan dalam jumlah yang memadai. Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang merupakan instrumen pertanggung jawaban, perencanaan stratejik merupakan langkah awal untuk melakukan pengukuran kinerja instansi pemerintah. Perencanaan stratejik pemerintah merupakan integrasi antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya lain agar mampu menjawab tuntutan perkembangan lingkungan stratejik, nasional dan global serta tetap berada dalam tatanan sistem manajemen nasional. Setiap institusi pemerintah mulai dari unit Eselon II harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumber daya dengan disasarkan pada suatu perencanaan strategik yang ditetapkan oleh masing-masing instansi. Pertanggungjawaban tersebut berupa Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang disampaikan kepada atasan masing-masing, lembaga-lembaga pengawasan dari penilan akuntabilitas, dan akhirnya disampaikan kepada Presiden selaku kepala pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Penulis bermaksud untuk mengupas masalah akuntabilitas kinerja Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia yang dituangkan dalam skripsi ini dengan judul “Evaluasi Anggaran Biaya Kerja Sama Antar Negara Sebagai Alat Pengendalian Pada Departemen Hukum Dan Ham RI Tahun 2008 (Studi Kasus Pada Direktorat Jenderal Hukum dan HAM Tahun 2008)”. 6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dimana penulis ingin lebih mendalami mengenai kinerja Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah pada Direktorat Hukum dan HAM Republik Indonesia anggaran tahun 2008, maka penulis akan membahas mengenai masalah : 1. Apakah biaya yang dianggarankan sudah sesuai dengan standar sistem pengendalian manajemen pada Direktorat Hukum dan HAM Republik Indonesia? 2. Apakah Akuntabilitas kinerja sudah sesuai menurut standar sistem pengendalian manajemen pada Direktorat Hukum dan HAM Republik Indonesia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dimana penulis ingin lebih mendalami mengenai kinerja Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah pada Direktorat Hukum dan HAM Republik Indonesia anggaran tahun 2008, maka penulis akan membahas mengenai masalah : 1. Untuk mengetahui biaya yang dianggarankan apakah sudah sesuai dengan standar sistem pengendalian manajemen pada Direktorat Hukum dan HAM Republik Indonesia. 2. Untuk mengetahui akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) apakah sudah 7 sesuai menurut standar sistem pengendalian manajemen pada Direktorat Hukum dan HAM Republik Indonesia. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Memperluas dan memahami lebih dalam mengenai perencanaan strategik, perencanaan kinerja, dan pengukuran kinerja yang dilakukan oleh Direktorat Hukum dan HAM Republik Indonesia. 2. Memberikan kontribusi yang cukup baik bagi para pembaca khususnya mahasiswa dan para pengajar lainnya guna memperdalam pengetuhuan mengenai perencanaan strategik, perencanaan kinerja, dan pengukuran kinerja yang dilakukan oleh Direktorat Hukum dan HAM Republik Indonesia. 3. Memberikan informasi kepada para atasan mengenai pentingnya memahami dan mengevaluasi akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).