Gejolak Harga Harus Diantisipasi

advertisement
Gejolak Harga Harus Diantisipasi
Adhie Massardi, Pengamat kebijakan publik.
Rabu, 30 Maret 2011
JAKARTA (Suara Karya): Keputusan pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS)
dan anggota TNI/Polri, mulai 1 April 2011, harus dibarengi dengan upaya untuk meredam
gejolak harga kebutuhan pokok masyarakat.
Kenaikan gaji birokrat di pemerintahan itu baru akan diberlakukan untuk golongan I
hingga IV. Belajar dari pengalaman, kenaikan gaji PNS selalu menjadi pemicu
gejolak harga pangan berbagai kebutuhan masyarakat di pasar dalam negeri.
Akibatnya, tekanan bagi masyarakat berpenghasilan rendah non-PNS makin berat
dengan adanya gejolak harga barang dan produk tersebut.
Kenaikan gaji PNS itu juga harus ditindaklanjuti dengan perbaikan kinerja birokrasi
dan pelayanan publik. Ini juga sekaligus menjadi "rem" terhadap tindakan aparat
nakal yang melakukan pungutan liar (pungli).
Demikian rangkuman pendapat dari pengamat kebijakan publik Adhie Massardi,
Koordinator Netral Institute Djoko Waluyo, serta pengamat ekonomi Hendrawan
Supratikno, yang dihubungi secara terpisah di Jakarta, Selasa (29/3).
"Pemerintah harus memastikan kebijakan menaikkan gaji PNS tidak berdampak
buruk bagi masyarakat secara keseluruhan. Jika itu tidak berhasil dilakukan, bukan
saja gejolak harga makin menyulitkan rakyat, tetapi kenaikan gaji itu sendiri tak
akan mampu meningkatkan kesejahteraan PNS dan TNI/Polri," kata Adhi.
Karena itu, kata Adhie Massardi, diharapkan stimulus maupun kebijakan yang
dilakukan pemerintah dapat mengurangi tekanan terhadap perekonomian
masyarakat luas. Bahkan lebih luas lagi, menurut dia, diharapkan tidak menimbulkan
gejolak sosial yang bermuara pada ketidakstabilan situasi politik dan perekonomian
bangsa.
Dia juga berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih memperhatikan pasar
domestik, terutama pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan cara
memperkecil masuknya produk impor sehingga mereka bisa bersaing secara merata
di negaranya sendiri.
Sebab, dengan skala kecil dan modal terbatas, dipastikan UMKM di Indonesia tidak
akan bisa bersaing dengan produk impor yang tentunya dipegang oleh pelaku usaha
dengan modal besar, sehingga mereka bisa menjual produknya dengan harga yang
relatif lebih murah dibandingkan dengan produk lokal.
Jika pemerintah bisa melakukan hal tersebut, menurut Adhie, kenaikan bahan
pangan yang terjadi akibat kenaikan gaji PNS tersebut tentunya bisa diatasi para
pelaku UMKM karena mereka juga bisa menjual barangnya dengan baik dan
memperoleh penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bahkan bisa
memperbesar usahanya.
"Pada pemerintahan saat ini, saya tidak melihat ada keberpihakan terhadap
masyarakat miskin dan pelaku UMKM. Jika hal ini bisa segera dilakukan pemerintah,
ini akan jauh lebih baik," ujarnya.
Sementara itu, Djoko Waluyo menegaskan, kenaikan gaji PNS dan TNI/Polri harus
diimbangi dengan kinerja yang lebih baik lagi.
Untuk itu, kenaikan gaji seharusnya juga menjadi "rem" tindakan nakal aparat yang
sering melakukan pungutan liar (pungli) dan korupsi, dengan alasan kebutuhan
keuangan mereka sudah terpenuhi dengan pemberian kenaikan gaji.
Menurut dia, sikap mental pejabat atau PNS yang seharusnya melayani masyarakat
sudah sejak lama bergeser menjadi minta dilayani masyarakat. "Itu harus diubah
dengan adanya kenaikan gaji ini," katanya.
Meski demikian, Djoko tidak menafikan kenaikan gaji memang menjadi sebuah
kebutuhan bagi jajaran PNS karena harga kebutuhan pokok setiap tahunnya selalu
meningkat. Ini semua karena pemerintah tidak mampu menekan harga dan
cenderung membiarkan harga bergerak sesuai pasar.
"Di sinilah peran dan kedewasaan PNS dituntut. Karena tuntutan kenaikan gaji
mereka sudah dipenuhi pemerintah, kini saatnya masyarakat yang menuntut kinerja
PNS lebih baik lagi," kata Djoko.
Hal senada disampaikan ekonom Hendrawan Supratikno. Menurut dia, kenaikan gaji
PNS sebaiknya diimbangi dengan sanksi tegas bagi PNS yang melakukan
penyalahgunaan wewenang yang sering dilakukan para pejabat yang ada
dilingkungan kementerian/lembaga (K/L). Dengan demikian, diharapkan penghasilan
besar yang diterima PNS bisa disertai tanggung jawab yang besar untuk
menjalankan kegiatan di kantor dan instansi pemerintahan.
"Saya malah mengusulkan kenaikan gaji PNS sebesar 500 persen, asalkan itu
diimbangi dengan tanggung jawab yang besar pula, sehingga penyimpangan
anggaran yang berdampak pada kerugian negara bisa dihilangkan," kata ekonom
Hendrawan Supratikno.
Menurut dia, jika dibandingkan dengan pegawai pemerintahan di luar negeri, gaji
PNS di Indonesia masih sangat kecil. Untuk itu, sebagai uang tambahan, banyak PNS
yang melakukan perjalanan dinas luar kota, bahkan luar negeri untuk menambah
penghasilan dan itu memang dilegalkan, dan ada pula anggaran yang disediakan
oleh APBN.
Namun, lagi-lagi anggaran perjalanan dinas yang dianggap belum mencukupi sering
menjadikan PNS berbuat nakal dengan melakukan gratifikasi, yang dampaknya
merugikan keuangan negara. "Jika kenaikan gaji PNS sudah optimal, maka kasuskasus seperti itu tentunya tidak boleh ada lagi. Harus ada aturan dan sanksi yang
tegas bagi para pelanggarnya," ujar Hendrawan.
Sedangkan dampaknya terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN),
Hendrawan mengatakan, beban keuangan negara akan makin bertambah. Selama
ini, diakuinya, hal tersebut menjadi kritikan terhadap politik anggaran nasional, yaitu
sebagaian besar dipergunakan untuk kegiatan yang sifatnya rutin, seperti gaji,
perlengkapan kantor, pemeliharaan gedung, dan sebagainya.
Bahkan jika dilihat di APBD, banyak sekali kabupaten/kota yang 70-80 persen
anggarannya terpakai hanya untuk membiayai gaji PNS saja, dan 20 persen sisanya
dihabiskan untuk perjalanan dinas kegiatan lainnya. "Memang kenaikan gaji PNS
yang diberikan pemerintah adalah dilema, karena di samping membebani APBN,
dampak lainnya standar gaji PNS jauh di bawah standar rata-rata gaji pegawai
pemerintahan di negara lain," katanya.
Terkait pengaruh kenaikan gaji PNS terhadap inflasi, Hendrawan mengatakan, hal ini
sangat kecil pengaruhnya. Sebab, kenaikan gaji yang diberikan juga tidak signifikan,
yakni hanya 10-15 persen saja dari gaji yang diterima saat ini. "Penurunan mata
uang, kenaikan harga pangan, dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) inilah
yang akan memicu melejitnya sumbangan inflasi. Tetapi, kenaikan gaji sangat kecil
pengaruhnya, karena itu sumbangan inflasi diperkirakan 0,1 persen," katanya.
(Bayu/Joko S/Rully)
Download