bab i pendahuluan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Angka kejadian dan kematian akibat diabetes melitus (DM) sedemikian besar,
diabetes melitus adalah penyakit kronis yang paling umum terjadi di hampir semua
negara dan dapat mempengaruhi kualitas hidup individu pasien. Diabetes menjadi
masalah kesehatan yang penting karena morbiditas dan mortalitas yang tinggi
(Mihardja dkk., 2014). DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh gangguan sekresi
insulin, dan resistensi insulin atau keduanya. Seseorang didiagnosa menderita DM
jika mempunyai kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL dan kadar glukosa darah
puasa >126 mg/dL. Kadar glukosa yang tidak terkendali dan tertangani dengan baik
dapat mengakibatkan berbagai komplikasi (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.,
2006).
Diperkirakan bahwa pada tahun 2010 prevalensi diabetes di dunia pada orang
dewasa pada usia 20-79 tahun sebesar 6,4% yang mempengaruhi 285 juta jiwa orang
dewasa, dan akan meningkat menjadi 7,7% yang mempengaruhi 439 juta jiwa orang
dewasa pada tahun 2030. Berdasarkan studi populasi di seluruh dunia, bahwa akan
ada peningkatan prevalensi DM di dunia antara tahun 2010-2030 berkisar 6,9% pada
1
2
orang dewasa yang menderita diabetes di negara-negara berkembang dan meningkat
20% di negara-negara maju (Shaw dkk., 2010). Di samping prevalensinya kian
bertambah, persoalan DM akan semakin sulit bila telah terjadi komplikasi. Diketahui
seiring waktu diabetes dapat merusak jantung, pembuluh darah, mata, ginjal dan
saraf. Dalam studi multinasional World Health Organization (WHO), 50% dari
penderita diabetes meninggal disebabkan oleh penyakit kardiovaskular (terutama
penyakit jantung dan stroke) (Morrish dkk., 2001).
Indonesia sendiri saat ini terdapat 9.000.000 juta kasus diabetes pada tahun
2014, total populasi penderita diabetes melitus pada usia 20-79 tahun sebanyak
156.789 juta jiwa, jumlah kematian akibat diabetes sebesar 175.936 juta jiwa, jumlah
kasus diabetes yang tidak terdiagnosis sebesar 4.854 juta jiwa dan prevalensi diabetes
pada orang dewasa sebesar 5,8%,
(International Diabetes Federation., 2014).
Berdasarkan dari data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) prevalensi diabetes yang
terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%),
Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%) (Kementrian Kesehatan RI.,
2013c).
Tingginya prevalensi DM menyebabkan beban besar bagi pasien yang
berkaitan dengan biaya pengobatan DM khususnya biaya perawatan kesehatan.
Pengambilan keputusan pada masalah perawatan kesehatan menjadi semakin sulit
karena kurangnya data rill, batas sumber daya kesehatan dan perdebatan efektivitas
pengobatan alternatif. Selama rentang waktu 6-8 tahun di Malta (India), biaya untuk
3
perawatan diabetes bisa meningkat dari USD 20 miliar per/tahun sampai USD 137
miliar per/tahun (Sam dkk., 2009).
Pembiayaan kesehatan pasien DM membutuhkan biaya mahal khususnya
apabila penyakit berkembang kronis dan terdapat komplikasi. International Diabetes
Federation (IDF) melaporkan pada tahun 2012 di negara-negara maju biaya berobat
mencapai USD 1.500-9.000 per/pasien DM/tahun. Di negara berkembang biayanya
sekitar USD 50-2.000 per/pasien DM/tahun dan di Indonesia USD 80,22 per/pasien
DM/tahun. Rendahnya biaya penanganan pasien DM di Indonesia berkaitan dengan
belum intensifnya pengelolaan pasien DM. Pada tahun 2010 PT.Askes melaporkan
bahwa pengelolaan DM menghabiskan biaya lebih dari USD 22,4 juta pada tahun
2010. Pengelolaan pasien DM tanpa komplikasi membutuhkan USD 40 per/pasien
tiap tahun dan pasien dengan komplikasi membutuhkan biaya lebih tinggi, yaitu USD
800 per/pasien tiap tahun. Data tersebut menunjukkan kebutuhan biaya medis yang
tinggi untuk mengobati pasien DM, terutama bila pasien DM mengalami komplikasi
dan penyakit komorbid (Soewondo, dkk., 2013).
Pengeluaran biaya kesehatan terkait dengan usia pasien yang didiagnosis
diabetes memberikan estimasi biaya yang besar ditiap tahunnya. Menurut Maskari
dkk., (2010) terdapat pengaruh yang signifikan antara usia dengan biaya medis
langsung diabetes melitus. Penelitian ini menjelaskan bahwa biaya meningkat dengan
bertambahnya usia, durasi diabetes dan lebih tinggi pada pasien yang diobati dengan
insulin dibandingkan dengan pasien yang dirawat dengan hipoglikemik oral atau
dengan kontrol diet. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal
4
dkk., (2007) terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian DM.
Faktor risiko terjadinya DM pada usia <45 tahun dan 45 tahun adalah lebih kurang
1:6 dengan asumsi sekitar 84% kasus DM, diabetes melitus dapat dicegah dengan
memperhatikan faktor risiko umur, karena DM merupakan penyakit yang terjadi
akibat penurunan fungsi organ tubuh (degeneratif) terutama gangguan organ pankreas
dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga DM akan meningkat kasusnya sejalan
dengan bertambahnya umur serta komplikasinya mengakibatkan meningkatnya
jumlah biaya perawatan untuk pasien DM.
Kejadian komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler pada pasien diabetes
melitus juga mempengaruhi biaya perawatan kesehatan yang dialami pada pasien
diabetes. Menurut Javanbakht dkk., (2011) komponen terbesar dari pengeluaran
medis dikaitkan dengan komplikasi diabetes adalah penyakit kardiovaskular (42,3%
dari total biaya komplikasi), nefropati (23%) dan komplikasi mata (14%). Hal ini
sejalan dengan pendapat dari Ernawati dan Nasution.,
(2012) yang mengatakan
terjadinya komplikasi akut dan kronik, juga dapat mempengaruhi biaya dalam
pengobatan dan perawatannya dalam waktu tidak singkat pada pasien DM. Selain
terkait komplikasi, biaya perawatan yang dialami pasien dengan DM Tipe 1 dan
pasien dengan DM Tipe 2 memiliki perbedaan biaya pengeluaran tahunan terkait
jenis tipe DM pada pasien diabetes, penelitian yang di lakukan Colagiuri dkk.,
(2003)
menyatakan adanya perbedaan biaya tahunan total untuk orang dengan
diabetes tipe 2 di Australia yaitu sekitar AUD 6.000.000.000 dan diperkirakan biaya
tahunan total untuk orang dengan diabetes tipe 1 sekitar AUD 570.000.000.
5
Lama rawat inap dan kelas perawatan pasien diabetes melitus merupakan
salah satu faktor yang dapat meningkatkan biaya perawatan pasien di rumah sakit.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitri., (2015) menyatakan adanya pengaruh yang
signifikan antara lama rawat inap dan kelas rawat inap terhadap biaya riil pasien
diabetes melitus rawat inap di RSUP Dr. Sardjito. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Keller., (2011) di Amerika serikat menjelaskan bahwa lama rawat
inap berpengaruh pada biaya rumah sakit, terutama apabila pasien yang memiliki
komplikasi yang cukup parah.
Mengingat besarnya pembiayaan kesehatan dan prevalensi penyakit DM,
sehingga berdampak negatif pada ekonomi dan produktifitas suatu bangsa.
Pemerintah
akan
menyediakan
sarana
pelayanan
kesehatan,
asuransi
dan
mengeluarkan biaya yang besar untuk penanggulangan penyakit DM. Pemerintah
Indonesia melalui Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI)
mengembangkan beberapa program untuk penanggulangan penyakit DM, salah
satunya adalah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN menjadi suatu bukti
yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen
yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya.
(Peraturan Menteri Kesehatan RI., 2014b).
Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program negara yang bertujuan
memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat agar
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sebagaimana amanat resolusi
World Health Organization (WHO) ke-58 tahun 2005 yang menginginkan setiap
6
negara mengembangan Universal Health Coverage (UHC) bagi seluruh penduduk,
maka pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat
melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Peraturan Menteri Kesehatan
RI., 2014a). Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur
pola pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dengan sistem INACBG’s, untuk tarif yang berlaku pada 1 Januari 2014 yang telah
dilakukan
penyesuaian dari tarif INA-CBG’s Jaminan kesahatan masyarakat (JAMKESMAS)
dan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.69 Tahun 2013 tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
(Peraturan Menteri Kesehatan RI., 2014b).
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan gawat darurat (Undang-Undang RI No.44., 2009). RSUD Kota
Yogyakarta adalah rumah sakit tipe B yang mampu memberikan pelayanan medik
luas dan subspesialis terbatas (Peraturan Menteri Kesehatan RI., 2009). RSUD Kota
Yogyakarta juga merupakan rumah sakit rujukan kota Yogyakarta. Selain itu, RSUD
Kota Yogyakarta merupakan salah satu rumah sakit yang telah menerapkan konsep
INA-CBG’s sebagai model untuk menentukan sistem pembayaran pelayanan
kesehatan. Sebagai rumah sakit yang melayani masyarakat serta memiliki kelompok
penderita diabetes melitus (kelompok Persadia) yang dikelola oleh RSUD Kota
7
Yogyakarta, maka RSUD Kota Yogyakarta cukup representatif untuk dijadikan
obyek penelitian (Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta., 2012).
Sistem INA-CBG’s merupakan suatu pengklasifikasian dari episode
perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif
homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan
karakteristik klinik yang sejenis. Case Base Groups (CBG’s) yaitu cara pembayaran
perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama
dan pengelompokkan dilakukan dengan menggunakan grouper. Rumah Sakit akan
mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh suatu
kelompok diagnosis. Pola pembayaran menggunakan sistem INA-CBG’s membantu
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, mendorong layanan berorientasi pasien,
mendorong efisiensi tidak memberikan reward terhadap provider yang melakukan
over treatment, under treatment maupun melakukan adverse event dan mendorong
pelayanan tim (Peraturan Menteri Kesehatan RI., 2014b). Menurut Fitri., (2015) ada
perbedaan atau selisih biaya antara total biaya riil dengan total tarif paket INA-CBG’s
pada pasien DM tipe 1 rawat jalan, pasien DM tipe 1 rawat inap, DM tipe 2 rawat
inap
masing-masing
sebesar
Rp46.511.644,00,
Rp100.647.901,00,
Rp186.542.144,00 dengan total biaya riil lebih kecil dibandingkan total tarif paket
INA-CBG’s 2014. Pada pasien DM tipe 2 rawat jalan didapatkan perbedaan atau
selisih biaya sebesar Rp-196.698.235,00 dengan total biaya riil lebih besar
dibandingkan total tarif paket INA-CBG’s 2014.
8
Estimasi biaya penyakit Cost Of Illnes (COI) merupakan elemen penting
dalam proses pengambilan keputusan penyakit kronis seperti DM, karena dapat
mengevaluasi besarnya biaya dari suatu penyakit dan dapat menggambarkan penyakit
yang membutuhkan peningkatan alokasi sumber daya untuk pencegahan penyakit
atau terapi (Andayani., 2013), maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui besarnya biaya dari penyakit DM, sehingga dapat digunakan sebagai
pertimbangan perencanaan pembiayaan kesehatan yang terkait dengan efektivitas
pengobatan dan efisiensi biaya bagi pasien.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Berapakah total biaya penyakit diabetes melitus berdasarkan perspektif RSUD
Kota Yogyakarta?
2. Apakah ada perbedaan biaya medik langsung pasien diabetes melitus rawat
jalan di RSUD Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor usia, jumlah komplikasi,
dan tipe DM?
3. Apakah ada perbedaan biaya medik langsung pasien diabetes melitus rawat
inap di RSUD Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor usia, jumlah komplikasi,
tipe DM, kelas rawatinap dan lama rawat inap?
4. Berapakah selisih antara total tarif paket INA-CBG’s dengan biaya riil pasien
diabetes melitus di RSUD Kota Yogyakarta?
9
2. Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Perbedaan
Peneliti
Tempat
Penelitian
Unit analisis
Subjek Penelitian
(Ghaffari dkk.,
2012)
The national financial
burden of
hospitalization of
diabetes in Iran
Biaya medik dan non
medik
langsung
pasien rawat inap
berdasarkan
International
Classification
of
Diseases (ICD)
Sembilan Rumah
Sakit di tujuh
Provinsi, Iran
(Solli dkk., 2010)
Diabetes : Cost Of
Illnes In Norwegia
Biaya
langsung
maupun
tidak
langsung pada pasien
rawat inap DM tipe 1
dan Tipe 2
Rumah Sakit di
Norwegia
(Fitri., 2015)
Analisis Biaya
Penyakit Diabetes
Melitus
Biaya
medik
langsung
pasien
dengan menggunakan
pendekatan
bottom
up serta melihat
perbedaan
antara
total biaya rill dan
total tarif paket INACBG’s
RSUP
Dr.Sardjito
Yogyakarta
Penelitian yang
dilakukan
Analisis Biaya
Penyakit Diabetes
Melitus Sebagai
Pertimbangan
Pembiayaan Kesehatan
Biaya
medik
langsung
dengan
melihat
komponen
biaya
pengobatan
serta melihat selisih
antara total biaya rill
pasien dan total tarif
paket
INA-CBG’s
pasien rawat inap dan
rawat jalan
RSUD Kota
Yogyakarta
10
3. Manfaat Penelitian
a. Bagi Rumah Sakit
Data-data hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan
informasi mengenai biaya yang dikeluarkan pasien diabetes melitus sehingga
nantinya dapat dijadikan masukan untuk pihak RSUD Kota Yogyakarta
dalam rangka pertimbangan perencanaan pembiayaan penyakit diabetes
melitus.
b. Bagi Peneliti lain
Dengan diketahuinya total biaya penyakit diabetes melitus maka dapat
digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
lifetime direct medical cost pada penyakit diabetes melitus.
c. Bagi Masyarakat
Data-data hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
besarnya biaya yang diperlukan dalam menjalani pengobatan diabetes melitus,
sehingga masyarakat dapat mengambil langkah-langkah preventif dengan
menjuhi faktor risiko diabetes melitus.
d. Bagi Pemerintah
Dengan diketahuinya biaya penyakit diabetes melitus maka dapat dilakukan
evaluasi regulasi terkait pelaksanaan pelayanan BPJS Kesehatan sebagai
penyelenggara Sistem JKN, terutama regulasi pada tingkat daerah untuk
mendukung dan melengkapi pelaksanaan sistem JKN.
11
e. Bagi BPJS Kesehatan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan BPJS Kesehatan dapat mengetahui
total biaya penyakit diabetes melitus dan kesesuaian tarif paket INA-CBG’s
dengan biaya rill pasien diabetes, sehingga dapat menjadi bahan evaluasi
dalam melakukan perbaikan-perbaikan terhadap program yang dilaksanakan.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui total biaya penyakit diabetes melitus berdasarkan perspektif
RSUD Kota Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui perbedaan biaya medik langsung pasien diabetes melitus rawat
jalan di RSUD Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor usia, jumlah komplikasi, dan
tipe DM.
3. Untuk mengetahui perbedaan biaya medik langsung pasien diabetes melitus rawat
inap di RSUD Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor usia, jumlah komplikasi, tipe
DM, kelas rawatinap dan lama rawat inap?
4. Untuk mengetahui selisih antara total tarif paket INA-CBG’s dengan biaya riil
pasien diabetes melitus di RSUD Kota Yogyakarta.
Download