TINJAUAN PUSTAKA Cucurbitaceae Cucurbiteceae atau tanaman pertanian yang merambat termasuk dalam tanaman sayuran penting (Wehner & Maynard 2003). Cucurbitaceae adalah tanaman herba/terna setahun (Crase 2011), jarang sekali berupa semak atau perdu (Tjitrosoepomo 2002), sebagian besar merambat atau menjalar, biasanya dengan sulur yang berada pada node atau buku-buku (Crase 2011). Sulur atau alat-alat pembelit merupakan metamorfosis cabang, dahan atau kadang-kadang daun penumpu (Tjitrosoepomo 2002). Tanamannya memiliki satu ujung atau bercabang (Crase 2011). Tanaman Cucurbitaceae biasanya monoecious (bunga jantan dan bunga betina terpisah) (Wehner & Maynard 2003). Daunnya berseling, berdaun muda pada tangkai, biasanya berlekuk. Bunganya sebagian besar uniseksual/berkelamin tunggal, biasanya aktinomorf. Kelopak bunganya sebagian besar berjumlah 5 buah dan berlekuk, mahkota bunganya berjumlah 5 dan berlekuk atau bebas, mahkota bunga pada bunga jantan berbeda dengan mahkota bunga pada bunga betina. Benang sarinya berjumlah 5 dan berselang (Crase 2011). Benang sari jarang bebas, kebanyakan berlekatan satu sama lain. Bakal buahnya tenggelam, kebanyakan beruang tiga, masing-masing ruang terdapat dua tembuni yang membengkok keluar dengan sejumlah besar bakal biji (adakalanya hanya satu), masing-masing dengan dua selaput kulit biji. Buahnya pada umumnya berupa buah buni, jarang seperti buah kendaga (Tjitrosoepomo 2002). Biji yang dihasilkan berjumlah satu sampai banyak, biasanya berdekatan, kadang-kadang tepian biji melebar, permukaannya halus atau bermacam-macam, memiliki embrio yang besar, dan tidak memiliki endosperma (Crase 2011). Buahnya memiliki bentuk yang bermacam-macam dan buah khususnya disebut labu. Tanaman Cucurbitaceae membutuhkan serangga, terutama lebah untuk membantu penyerbukan (Wehner & Maynard 2003). Taksonomi Famili Cucurbitaceae adalah sebagai berikut: Kingdom Plantae, Filum Magnoliophyta, Klas Magnoliopsida, Ordo Cucurbitales, Famili Cucurbitaceae. Famili Cucurbitaceae terbagi menjadi dua subfamili yaitu 5 Zanonioideae dan Cucurbitoideae. Subfamili Cucurbitoideae terdiri dari tanamantanaman yang berguna sebagai bahan makanan (Deyo & O‟malley 2008). Famili Cucurbitaceae mencakup kurang lebih 120 genus dan lebih dari 900 spesies yang tersebar di daerah tropis dan subtropis di Afrika, Asia, Australia, dan Amerika (Crase 2011). Cucurbitaceae terbagi menjadi beberapa tribe antara lain Melothriae (mentimun dan melon), Joliffieae (melon pahit), Benincaseae (semangka, labu lilin), Cucurbiteae (labu), dan Sicyeae (labu siam) (Wehner & Maynard 2003). Beberapa spesies tanaman yang termasuk dalam famili Cucurbitaceae antara lain semangka (Citrullus lanatus), mentimun (Cucumis sativus), melon (Cucumis melo), squash, waluh, zucchini (Cucurbita pepo), labu besar (Cucurbita maxima), paria (Momordica charantia), dan labu siam (Sechium edule) (Rubatzky & Yamaguchi 1997), waluh (Cucurbita moschata), oyong (Luffa acutangula), labu air (Legenaria leucantha), beligo (Benincasa hispida), paria belut (Trichosanthes anguina) (Tjitrosoepomo 2002). Virus Mosaik Utama pada Cucurbitaceae Banyak virus yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae dan menyebabkan mosaik (Babadoost 1999). Virus penyebab mosaik utama yang menginfeksi Cucurbitaceae yaitu Cucumber mosaic virus (CMV), Papaya ringspot virus (PRSV), Squash mosaic virus (SqMV), Watermelon mosaic virus (WMV), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV) (Coutts dan Jones 2005; Jossey dan Babadoost 2008), dan Tobacco ringspot virus (TRSV) (Babadoost 1999; Jossey & Babadoost 2008). Virus penyebab mosaik utama pada Cucurbitaceae menyebabkan gejala belang pada daun yang disebut mosaik. Karakter mosaik adalah akibat adanya warna yang bercampur antara warna hijau normal dan hijau muda atau kekuningan pada tanaman yang terinfeksi virus. Gejala mosaik dapat berkisar dari ringan ke berat dan dapat dilihat pada daun dan buah. Tanaman yang lebih muda saat terinfeksi menunjukkan gejala yang lebih berat. Pada beberapa kejadian, tanaman yang terinfeksi pada masa persemaian dapat rebah dan mati. Tanaman yang terinfeksi pada masa pembungaan dapat tidak menghasilkan buah atau buah muda dapat gugur. Bila tanaman lebih tua saat terinfeksi, tanaman 6 tersebut tidak menunjukkan gejala yang berat dan dapat menghasilkan buah. Gejala pada buah dapat berkisar dari warna yang tidak kentara sampai perubahan bentuk yang hebat. Tanaman biasa terinfeksi oleh dua atau lebih virus dan menyebabkan gejala yang lebih berat daripada tanaman yang hanya terinfeksi oleh satu virus. Infeksi virus penyebab mosaik utama pada Cucurbitaceae sulit untuk dibedakan hanya berdasarkan gejala (Nameth 2002). Cucumber Mosaic Virus (CMV) CMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Bromoviridae, Genus Cucumovirus. CMV terdiri dari tiga partikel berbentuk bulat yang masing-masing memiliki diameter 28 nm. Asam nukleat CMV terdiri dari tiga RNA utas tunggal fungsional yang terenkapsidasi dalam tiga partikel (Zitter & Murphy 2009). Inang CMV sangat luas dan telah dilaporkan mencapai lebih dari 1200 spesies dan lebih dari 100 famili tanaman monokotil dan dikotil, termasuk sayuran, tanaman hias, tanaman berkayu dan herba (Zitter & Murphy 2009). CMV dapat ditransmisikan dengan mudah secara mekanis, terbawa benih pada 19 spesies tanaman, dan oleh lebih dari 80 spesies kutudaun (Hemiptera: Aphididae) sebagai vektor termasuk Myzus persicae dan Aphis gossypii yang mentransmisikan CMV secara nonpersisten (Provvidenti 1996; Zitter & Murphy 2009), serta dapat ditransmisikan melalui tali putri yaitu lebih dari 10 spesies Cuscuta sp. (Francki et al. 1979). CMV menyebabkan infeksi sistemik pada sebagian besar inang yang terinfeksi tetapi dapat tidak bergejala seperti pada alfalfa. Intensitas gejala CMV pada tanaman terinfeksi dapat sangat berbeda-beda tergantung tanaman, umur tanaman saat infeksi terjadi (Zitter & Murphy 2009), dan kondisi lingkungan (Provvidenti 1996). CMV dapat menginfeksi tanaman pada saat baru tumbuh sampai fase generatif dan jarang menginfeksi bibit, tetapi bila terjadi maka kotiledon akan menguning dan layu (Provvidenti 1996). CMV dapat menyebabkan mosaik pada tanaman monokotil dan dikotil, antara lain tanaman Cucurbitaceae, tanaman hias, rumput, tanaman berkayu dan semak-semak, serta menyebabkan kaku pada tomat (Provvidenti 1996). Pada Cucurbitaceae, CMV dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil (Francki et al. 7 1979; Provvidenti 1996; Babadoost 1999), mosaik kuning yang nyata pada daun, perubahan bentuk daun, pengurangan ukuran daun dan pengurangan ruas batang yang nyata (Francki et al. 1979; Babadoost 1999). Pada tanaman Cucurbitaceae muda, gejala sistemik berupa pengeritingan daun, mosaik, dan perubahan ukuran daun (Provvidenti 1996; Babadoost 1999). Bunga tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi CMV dapat mengalami ketidaknormalan dan mahkotanya berwarna kehijauan (Provvidenti 1996), bahkan dapat mengalami gugur bunga (Francki et al. 1979). Gejala berat oleh CMV sebagian besar terjadi pada summer squash, labu, dan melon sedangkan gejala ringan terjadi pada mentimun, winter squash, dan semangka (Provvidenti 1996). Buah yang terinfeksi CMV dapat berubah bentuk, berukuran kecil (Provvidenti 1996), berwarna kuning, kasar di ujung atau pangkal dan berasa pahit (Babadoost 1999). Tobacco Ringspot Virus (TRSV) TRSV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Comoviridae, Genus Nepovirus (ICTVdB 2002b). Partikel TRSV berbentuk bulat dengan diameter 28 nm. Asam nukleat TRSV terdiri dari sebuah RNA utas tunggal dengan genom ganda (Provvidenti 1996). TRSV memiliki banyak strain dan dapat menginfeksi semua sayuran Cucurbitaceae. Virus ini memiliki inang yang luas yaitu lebih dari 260 spesies tanaman yang termasuk dalam 54 famili. TRSV dapat menginfeksi berbagai tanaman budidaya dan rumput-rumputan (Babadoost 1996). Transmisi TRSV terjadi melalui vektor nematoda Xiphinema americanum baik stadium larva maupun stadium dewasa (Babadoost 1996). Vektor lain yang dapat mentransmisikan TRSV tetapi kurang efisien adalah tungau (Tetranychus sp.), thrips (Thrips tabaci), belalang (Melanoplus sp.), kutu tembakau (Epitrix hirtipennis), dan kutudaun (Aphis gossypii dan Myzus persicae). TRSV juga dapat ditransmisikan melalui benih, biasanya terjadi pada kacang kedelai, petunia, Gomphrena globosa, dan Nicotiana glutinosa tetapi jarang terjadi pada tembakau, labu, mentimun, melon, dan selada (Smith & Vancouver 1970). Selain itu, transmisi TRSV di lapangan juga terjadi secara mekanis melalui pemotongan daun dan gesekan antara tanaman terinfeksi dan 8 tanaman sehat. Infeksi TRSV pada serbuk sari squash dapat menyebabkan tanaman sehat lain terinfeksi (Babadoost 1999). Gejala pada tanaman yang terinfeksi oleh TRSV adalah terjadi bercak cincin/ringspot pada tembakau, mentimun, lili, iris, dan blueberry. Gejala lain adalah hawar pucuk pada kacang kedelai dan klorosis atau bercak nekrosis pada berbagai tanaman setahun maupun tahunan (Smith & Vancouver 1970). Infeksi TRSV pada melon dapat menyebabkan kekerdilan dengan daun yang berwarna kuning kehijauan, belang dan berubah bentuk. Halo dapat terjadi pada daun muda yang terinfeksi. Selain itu, biasanya muncul bercak cincin pada daun dan terjadi pengurangan produksi dan ukuran buah melon. Tanaman semangka yang terinfeksi TRSV menjadi kerdil dan menguning, pucuk tanaman menjadi kaku, daun mengalami belang kasar dan bercak hitam tak beraturan seperti bercak antraknosa. Infeksi TRSV yang hebat pada tanaman semangka dapat menyebabkan daun sobek dan rapuh. Tanaman semangka yang terinfeksi virus ini dapat tidak berbuah, bila berbuah biasanya kecil dan seperti terdapat tetesan cairan pada permukannya. Pada buah labu biasanya berkembang bercak cincin konsentris. Squash yang terinfeksi TRSV terjadi kekerdilan tanaman yang hebat, perubahan bentuk daun dengan adanya pelepuhan dan penguningan tulang daun, serta adanya bercak cincin. Gejala dapat menjadi ringan dan dapat menjadi hilang pada tanaman squash tua. Gejala pada squash berlangsung lebih lama dibanding sayuran Cucurbitaceae lain. Pada tanaman mentimun muda yang terinfeksi TRSV, muncul bercak kuning kecil pada daun dan pada daun muda terjadi belang seperti infeksi akibat CMV. Buah pada mentimun tersebut terjadi belang bila terjadi peningkatan suhu dan pertumbuhan tanaman yang sangat cepat (Babadoost 1999). Watermelon Mosaic Virus (WMV) WMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Potyviridae, Genus Potyvirus (ICTVdB 2002c). Partikel WMV berbentuk batang memanjang, bersifat lentur dengan panjang 730 sampai 765 nm (ICTVdB 2002c). Asam nukleat WMV adalah RNA utas tunggal (Provvidenti 1996). WMV terdiri dari dua strain yaitu WMV-1 (sama dengan PRSV-W) dan WMV-2. WMV-1 9 menginfeksi 38 spesies Famili Cucurbitaceae sedangkan WMV-2 menginfeksi Cucurbitaceae dan beberapa tanaman lain seperti alfalfa, semanggi merah, kacang polong (Babadoost 1999) dan berbagai spesies Leguminosae (Provvidenti 1996). Strain virus tidak dapat dibedakan berdasarkan gejala yang muncul pada Cucurbitaceae (van Regenmortel 1971) tetapi dapat dibedakan berdasarkan uji serologi, kisaran inang dan tanaman indikator (Babadoost 1999). Transmisi WMV terjadi secara nonpersisten oleh lebih dari 20 spesies vektor kutudaun (Provvidenti 1996). Kutudaun yang dapat menjadi vektor antara lain Myzus persicae (van Regenmortel 1971; Provvidenti 1996; Wakman et al. 2002), Aphis gossypii, A. fabae (van Regenmortel 1971), A. craccivora, A. spiraecola, Aulacortum solani, Macrosiphum euphorbiae, dan Toxoptera citricida (Provvidenti 1996). Selain itu, transmisi WMV dapat terjadi secara mekanik (van Regenmortel 1971; Wakman et al. 2002). Infeksi WMV dapat menyebabkan gejala pada semua bagian tanaman (Babadoost 1999). Gejala yang terjadi tergantung pada umur tanaman saat infeksi terjadi (Babadoost 1999), spesies tanaman, kultivar tanaman, strain virus dan kondisi lingkungan (Provvidenti 1996). Gejala yang ditimbulkan oleh WMV pada tanaman terinfeksi adalah mosaik sistemik hijau-hijau kuning, akumulasi warna hijau sepanjang tulang daun (vein banding), perubahan bentuk daun, bunga menjadi tidak normal dengan mahkota yang tidak berkembang atau membuka secara tidak sempurna. Bunga yang tidak normal sebagian besar melipat dan tidak menghasilkan buah (Wakman et al. 2002). Semangka dan melon yang terinfeksi WMV menjadi kerdil dengan daun berwarna hijau muda-kuning, melepuh, terjadi perubahan bentuk daun, dan menguning. Pada melon yang terinfeksi saat masih muda, tanamannya menjadi kerdil dan menghasilkan sedikit buah. Buah semangka yang terinfeksi WMV dapat berukuran kecil, bentuk tidak teratur, dan terjadi belang-belang. Tanaman squash yang terinfeksi WMV dapat berubah bentuk dari ringan hingga berat. Daun squash sakit mengalami belang hijau muda-kuning, berubah bentuk, mengerut, atau melepuh. Tulang daun squash suatu waktu dapat berubah dari bentuk normal menjadi bergelombang atau berkerut. Tanaman mentimun yang terinfeksi WMV menunjukkan gejala mosaik 10 hijau-hijau tua pada daun, buah menjadi kecil, berlekuk-lekuk, dan benjol-benjol (Babadoost 1999). Zucchini Yellow Mosaic Virus (ZYMV) ZYMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Potyviridae, Genus Potyvirus (ICTVdB 2002d). Partikel ZYMV berbentuk batang memanjang bersifat lentur dengan panjang sekitar 750 nm. Asam nukleat ZYMV adalah RNA utas tunggal (Provvidenti 1996). ZYMV dapat menginfeksi beberapa spesies tanaman yang termasuk dalam Famili Aizoaceae, Amaranthaceae, Apiaceae, Chenopodiaceae, Fabaceae, Lamiaceae, Ranunculaceae, Scrophulariaceae, Solanaceae, dan Cucurbitaceae. Namun, sangat sedikit informasi tentang tanaman yang menjadi inang sepanjang musim dari virus ini (Provvidenti 1996). Transmisi ZYMV terjadi melalui vektor kutudaun Myzus persicae, Aphis gossyipii (Coutts 2006), A. citricola, dan Macrosiphum euphorbiae (Provvidenti 1996). Selain itu, ZYMV juga dapat ditransmisikan secara mekanis (Provvidenti 1996) dan melalui benih (Provvidenti 1996; Tobias et al. 2008). Infeksi ZYMV terutama terjadi pada squash, melon dan semangka. Gejala infeksi ZYMV pada tanaman tersebut adalah mosaik kuning yang hebat pada daun, perubahan bentuk daun, pelepuhan, perubahan ukuran daun menjadi kecil, dan tanaman menjadi kerdil. Pada buah labu dan squash, infeksi ZYMV menyebabkan perubahan warna dan benjol-benjol yang menyebabkan perubahan bentuk buah (Provvidenti 1996; Tobias et al. 2003; Coutts 2006). Buah melon dan semangka yang terinfeksi ZYMV mengalami perubahan bentuk dan retak secara memanjang dan melingkar. Selain itu, biji yang dihasilkan mengalami pengurangan jumlah dan perubahan bentuk. Gejala yang ditimbulkan infeksi ZYMV pada tanaman Cucurbitaceae dapat menyerupai gejala infeksi PRSV-W, tergantung strain yang menginfeksi. Di daerah tropis, ZYMV biasanya berhubungan erat dengan PRSV-W atau WMV-2. berhubungan erat dengan WMV-2 (Provvidenti 1996). Secara serologi, ZYMV 11 Squash Mosaic Virus (SqMV) SqMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Comoviridae, Genus Comovirus (Bruening 1978; ICTVdB 2002a). SqMV berbentuk bulat, memiliki dua protein selubung/polipeptida yaitu L (large) dan S (small) (Bruening 1978), dan memiliki diameter partikel sebesar 28 sampai 30 nm (Lastra & Munz 1969). Asam nukleat SqMV adalah dua molekul RNA utas tunggal (Bruening 1978). Menurut (Campbell 1971), partikel SqMV terdiri dari tiga tipe yaitu top (T), middle (M), dan bottom (B) dengan bobot molekul 45 kDa (T), 61 kDa (M), dan 69 kDa (B). SqMV terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok I dan kelompok II. Kelompok I menginfeksi semangka, menyebabkan gejala yang berat pada melon tetapi menyebabkan gejala ringan pada labu-labuan sedangkan kelompok II tidak menginfeksi semangka, hanya menyebabkan gejala ringan pada melon dan menyebabkan gejala berat pada labu-labuan (Babadoost 1999). SqMV dapat ditransmisikan melalui benih (Kemp et al. 1972; Nolan & Campbell 1984; Dikova & Hristova 2002). Alvarez & Campbell (1978) menyatakan bahwa keberadaan SqMV pada biji melon (Cucumis metuliferus) terdapat pada kulit biji, integumen, dan embrio. Transmisi SqMV dapat juga terjadi secara mekanis dan oleh serangga secara nonpersisten (Rosemeyer et al. 1986). Berdasarkan data ICTVdB (2002a), vektor yang dapat mentransmisikan SqMV adalah berbagai kumbang yang termasuk dalam Famili Chrysomellidae yakni Acalymma trivittata, A thiemei, Diabrotica undecimpunctata, dan D. bivittula serta kumbang yang termasuk dalam Famili Coccinellidae yaitu Epilachna chrysomelina dan E. paenulata. Diperoleh informasi pula bahwa SqMV tidak dapat ditransmisikan oleh kutudaun Myzus persicae (Lockhart et al. 1982). Kumbang mentimun dapat menjadi infektif setelah menghisap tanaman terinfeksi hanya sekitar 5 menit dan dapat mentransmisikan virus antar tanaman kira-kira 4 sampai 20 hari tergantung spesies kumbang mentimun. Kumbang mentimun mentransmisikan virus dengan mengeluarkan cairan yang dihisap (Babadoost 1999). Kumbang mentimun tersebut memiliki periode laten kurang dari 10 jam. Waktu inokulasi virus kurang dari 24 jam. Multiplikasi virus pada vektor belum pernah dilaporkan (Campbell 1971). 12 Kisaran inang SqMV tergolong sempit, terbatas pada Famili Cucurbitaceae yang sebagian besar spesiesnya rentan (Campbell 1971). Menurut data ICTVdB (2002a) SqMV juga menginfeksi tanaman famili lain yaitu Chenopodiaceae dan Leguminosae. Gejala pada tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi oleh SqMV adalah pada daun muda mengalami pemucatan tulang daun dan bercak kuning. Daun yang terinfeksi cenderung menangkup ke atas berbentuk seperti mangkuk dan berwarna hijau tua-hijau muda. Daun dapat berubah bentuk, mengeriting, dan mengalami pemucatan tulang daun. Pada bagian bawah tanaman dapat mengalami pertumbuhan cabang vegetatif yang berlebihan. Daun pertama mentimun yang terinfaksi SqMV dapat mengalami bercak kuning yang diikuti penguningan dan pengerutan tulang daun serta daun muda dapat mengeriting dan menangkup ke atas. Pada melon yang terinfeksi SqMV, tulang daunnya mengalami pemucatan yang diikuti oleh belang, bercak kuning dan pengerutan tulang daun. Selain itu, daun tanaman melon dapat mengalami garis-garis kuning, bercak kuning atau secara umum terjadi penguningan tulang daun (Babadoost 1999). Pada persemaian tanaman Cucurbitaceae, SqMV dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan belang pada daun. Tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi setelah dewasa, tepi daunnya mengalami perubahan bentuk, pemucatan tulang daun dan terjadi mosaik ringan hingga berat (Coutts 2006). Buah pada tanaman yang terinfeksi SqMV dapat mengalami belang (Coutts 2006), perubahan bentuk dan bergelombang (Babadoost 1999; Campbell 1971). SqMV sebagai salah satu virus yang menginfeksi Cucurbitaceae telah menyebar di berbagai belahan dunia. SqMV dilaporkan pertama kali pada tahun 1916 oleh McClintock di Arizona (McClintock 1916 dalam Nelson et al. 1973). Di Amerika, penyebaran SqMV meliputi Argentina, Brazil, Kanada (Ontario), Honduras, Jamaika, Mexico, Montserrat, USA, dan Venezuela. Di Eropa, sebaran SqMV berada di Yunani, Italia, dan Belanda. Di Asia, SqMV sudah menyebar di Bangladesh, China, India, Iran, Israel, Jepang, Yordania, Kazakhstan, Libanon, Filipina, dan Yaman. Di Afrika, SqMV menyebar di Mesir dan Marocco (CABI 2007). Selain itu, SqMV juga sudah berada di Selandia Baru (CABI 2007), Australia Utara dan Australia Barat (Coutts & Jones 2005; Coutts 2006). 13 Deteksi Virus Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Sejak tahun 1971, enzim digunakan untuk meningkatkan kemampuan deteksi reaksi antara antigen-antibodi (Dijkstra & de Jager 1998). Pada tahun 1977, Clark & Adams (Clark 1990) telah memperkenalkan ELISA untuk ilmu penyakit tanaman. Sejak saat itu, ELISA sering digunakan untuk pengujian virus tanaman dan patogen tanaman lainnya (Sutula et al. 1986). Pada ELISA, antigen atau antibodi melekat pada sumuran pelat mikrotiter (Dijkstra & de Jager 1998). Pelat mikrotiter polistiren selain sebagai wadah sekaligus juga sebagai substrat pengikat antigen atau antibodi karena permukaanya mempunyai molekul-molekul yang bermuatan positif (Wahyuni 2005). Teknik ELISA memerlukan sejumlah reagen yang berfungsi untuk mendukung terjadinya reaksi antigen dan antibodi. Jenis antibodi yang digunakan untuk mendeteksi sampel dapat berupa antibodi monoklonal atau antibodi poliklonal (Wahyuni 2005). Keuntungan ELISA pada pengujian virus tanaman antara lain dapat mendeteksi konsentrasi virus yang sangat rendah (1-10 ng/ml), hanya sedikit antibodi yang dibutuhkan, pengujian dapat dilakukan terhadap sap tanaman maupun virus yang telah dimurnikan. Selain itu, pengujian dapat dilakukan untuk jumlah sampel dalam skala besar, dapat distandardisasi menggunakan kit bahan pengujian, dan dapat digunakan untuk mengukur analisis kuantitatif (nilai absorbansi) disamping hasil kualitatif (Dijkstra & de Jager 1998). Prosedur ELISA dibagi menjadi dua metode yaitu direct-ELISA dan indirect-ELISA. Pengujian (direct) double antibody sandwich (DAS)-ELISA dalam virologi tumbuhan biasanya memiliki dua atau tiga tahap penggunaan antibodi. Antibodi dimasukkan secara langsung pada pelat mikrotiter untuk pengikatan antibodi dengan tujuan untuk mengikat antigen secara spesifik ke pelat mikrotiter. Antibodi kedua (biasanya dari sumber yang sama dengan antibodi pertama) dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai pendeteksi antibodi (Martin 1998). 14 Kerugian direct-ELISA adalah harus disiapkan konjugat secara terpisah untuk masing-masing virus yang diuji. Pada metode indirect-ELISA, keberadaan antigen-antibodi pertama terdeteksi oleh antibodi yang diproduksi pada spesies hewan yang berbeda dengan hewan sumber antibodi pertama. Antibodi tersebut biasanya disebut antibodi kedua yang telah dilabel enzim. Antibodi kedua dapat digunakan untuk mendeteksi virus-virus yang berbeda. Antibodi tersebut merupakan konjugat “universal”. Kespesifikan reaksi indirect-ELISA biasanya lebih rendah daripada metode DAS-ELISA (Dijkstra & de Jager 1998). Reaksi positif antara antigen dan antibodi ditandai dengan perubahan warna cairan kompleks antigen dan antibodi yang terkonjugasi dengan enzim menjadi kuning atau biru toska, tergantung pada macam substrat yang digunakan. Misalnya reaksi menggunakan p-nitrophenil phosphate akan menjadi menjadi berwarna kuning. Intensitas warna yang bervariasi mencerminkan konsentrasi virus yang terkandung dalam cairan tersebut. Intensitas warna yang terjadi dikonversikan menjadi angka oleh spektrum cahaya pada A405nm dan alat untuk membacanya disebut ELISA-reader. Inkubasi dengan enzim substrat berkisar 20 sampai 40 menit, dan tidak boleh lebih dari dua jam karena kontrol negatif akan ikut berubah warnanya (Wahyuni 2005). Western Blotting Western blotting adalah teknik yang didasarkan pada elektroforesis dan serologi. Jumlah protein yang sangat kecil dapat dideteksi dengan cara ini. Western blot banyak digunakan dalam aplikasi deteksi kapsid dan protein virus nonstruktural dalam tanaman terinfeksi, dalam menentukan massa molekul masing-masing virus, dalam menunjukkan keberadaan kontaminasi protein tanaman inang dalam suspensi pemurnian virus dan antibodinya. Western blot banyak digunakan karena kepekaannya yang tinggi (Dijkstra & de Jager 1998). Pada teknik western blot, sampel protein dielektroforesis pada gel SDS-polyacrilamide (Dijkstra & de Jager 1998). Pemisahan fragmen protein terjadi oleh gaya listrik yang mengalir dalam bufer transfer menjadi fragmenfragmen protein berdasarkan pada besar bobot molekulnya. Makin besar molekul, mobilitasnya makin lambat dan posisinya dalam gel terletak makin lebih dekat ke 15 sumuran (well) sampel. Hasil elektroforesis kemudian ditransblot ke membran nitroselulosa dan diperlakukan dengan antibodi yang spesifik. Bila reaksinya bersifat positif maka fragmen yang berupa pita-pita dari sampel protein yang terdeteksi atau terikat oleh antibodi spesifik tersebut tampak berwarna merahkecoklatan pada membran nitroselulosa (Wahyuni 2005). Gel yang telah ditransblot masih dapat diwarnai, karena tidak semua protein dipindahkan ke membran. Gel berwarna kuning-kecoklatan dengan pita-pita protein berwarna coklat gelap bila gel diwarnai dengan AgNO3, atau gel berwarna kebiruan dengan pita-pita protein berwarna biru bila gel diwarnai dengan Commasie blue (Wahyuni 2005). Pemurnian Virus Isolasi dan pemurnian virus dilakukan untuk memisahkan partikel virus dari bagian-bagian tanaman lainnya. Pemurnian virus adalah syarat untuk mempelajari partikel virus, misalnya bagian dari partikel virus itu sendiri, untuk meningkatkan reaksi antiserum terhadap virus, dan untuk melakukan pengujian untuk mengetahui dosis virus (Dijkstra & de Jager 1998). Tingkat pemurnian yang diperlukan tergantung pada tujuan pengujian: tingkat virus murni yang tinggi diperlukan untuk analisis kimia dan fisik virus, tingkat virus murni yang rendah cukup untuk mengamati morfologi virus pada mikroskop elektron (Dijkstra & de Jager 1998), dan virus murni yang jumlahnya lebih sedikit akan cukup untuk menghasilkan antiserum (Noordam 1973). Alasan penggunaan kandungan virus murni yang sedikit adalah pemurnian virus yang berlanjut dapat mengurangi jumlah virus murni yang didapatkan (Noordam 1973). Penggunaan sedikit kandungan virus dalam suspensi virus tidak akan menghambat dalam mempelajari morfologi dari partikel virus pada mikroskop elektron (Dijkstra & de Jager 1998). Banyak sekali metode yang diuraikan untuk pemurnian virus. Namun, sangat sedikit virus yang dapat dimurnikan. Kesulitan dalam pemurnian bisanya adalah menguji kegunaan dari masing-masing tahap pada metode pemurnian (Noordam 1973). Seperti diketahui bahwa tidak ada dua virus yang sama, tidak ada cara pasti yang dapat dipakai untuk pemurnian virus. Hal ini juga sebagai pembuktian perbedaan strain virus yang sama. Oleh karena itu, virus yang 16 termasuk dalam satu klasifikasi menunjukkan bagian fisiokimia yang dapat membantu dalam pemilihan cara pemurnian yang digunakan. Bila virus yang belum teridentifikasi harus dimurnikan, hal pertama yang sebaiknya dilakukan adalah melihat karakter sap tanaman, seperti kepastian kestabilan virus dari nilai titik panas inaktivasi, lamanya in vitro, dan morfologi partikel berdasarkan pada mikroskop elektron (Dijkstra & de Jager 1998).