1 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu hingga hilir, dimana perkembangan usaha ini memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan pertanian. Industri perunggasan memiliki nilai strategis khususnya dalam penyediaan protein hewani untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan peluang ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa peran sub sektor peternakan terhadap pembangunan pertanian cukup signifikan, dimana industri perunggasan merupakan pemicu utama dalam perkembangan usaha tersebut. Peternakan ayam telah berkembang menjadi salah satu industri nasional yang sangat penting. Perkembangan suatu usaha peternakan, khususnya ayam pedaging mempunyai hubungan yang erat sekali dengan meningkatnya jumlah penduduk, karena permintaan ayam pedaging sebagai sumber protein hewani semakin meningkat pula. Saat ini ayam pedaging memberikan kontribusi 60.73% pemenuhan protein hewani nasional, kemudian disusul daging sapi sebesar 23.39% (Balitbang 2006). Industri perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk unggas luar negeri. Produk unggas, yakni daging ayam dapat menjadi lebih murah sehingga dapat menjangkau lebih luas masyarakat di Indonesia. Pembangunan industri perunggasan menghadapi tantangan yang cukup berat, baik secara global maupun lokal karena dinamika lingkungan strategis di dalam negeri. Tantangan global ini mencakup kesiapan daya saing produk perunggasan, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan, yang merupakan 60-70% dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat tergantung dari impor. Ayam pedaging merupakan ayam yang telah mengalami seleksi genetik sebagai penghasil daging dengan pertumbuhan yang cepat sehingga waktu pemeliharaan lebih singkat, pakan lebih efesien dan produksi daging tinggi, pertambahan bobot badan ayam yang tinggi ditunjang dengan pemberian ransum yang cukup kandungan gizinya. Komposisi ransum ayam pedaging masih 2 didominasi bahan pakan impor, sedangkan bahan pakan lokal seperti onggok masih jarang digunakan dalam ransum dikarenakan kandungan protein kasar masih rendah. Indonesia merupakan salah satu dari lima negara penghasil singkong terbesar di dunia yang memproduksi 67% singkong (Manihot esculenta) dunia. Indonesia menghasilkan singkong sebanyak 20 juta ton per tahun (Biro Pusat Stasistik 2008). Selain untuk pangan, singkong umumnya digunakan untuk industri tapioka yang menghasilkan limbah, berupa onggok sebanyak 10-15% dari singkong segar yang diolah (Sriroth et al. 2000). Berdasarkan Biro Pusat Satistik (2008) di Indonesia industri tapioka adalah industri besar dan berkembang dengan sekitar 10 juta ton singkong segar yang digunakan dan menghasilkan paling sedikit 1 juta ton onggok per tahun. Onggok sebagian kecil digunakan oleh perusahaan asam sitrat sebagai substrat dalam fermentasi asam sitrat, selebihnya dibuang tanpa perlakuan yang bisa menjadi pencemar lingkungan yang serius seperti udara (bau) dan pencemaran air. Onggok jarang digunakan sebagai pakan karena nilai nutrisinya cukup rendah terutama kandungan protein kasar (kurang dari 2%) dan serat kasarnya yang tinggi (Pandey et al. 2000; Lubis et al. 2007). Alternatif peningkatan mutu terutama untuk pengayaan protein onggok bisa dilakukan melalui teknologi fermentasi salah satunya dengan menggunakan starter Aspergillus niger. Optimasi pada pertumbuhan starter dilakukkan dengan penambahan urea dan amonium sulfat, untuk mengikat unsur N yang berlebih ditambahkan zeolit sehingga tidak meracuni kultur starter. Fermentasi onggok yang telah diolah tersebut (Cassabio) dapat diberikan sebagai salah satu bahan pakan ayam pedaging. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan ayam pedaging yang diberi ransum mengandung Cassabio dan efeknya pada kandungan NH3 dalam ekskreta. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan penampilan ayam pedaging yang baik dengan pemberian pakan berupa ransum mengandung Cassabio yang 3 merupakan alternatif produk pakan berkualitas, berbasis lokal, mudah diproduksi dan harganya murah. Pemberian pakan yang mengandung Cassabio diharapkan menghasilkan lokasi peternakan yang ramah lingkungan karena kandungan NH3 dalam ekskreta yang rendah.