laporan prakt di rumah sakit mar cilandak kko pasar periode laporan

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK
PRAKT K KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK JALAN RAYA
CILANDAK KKO PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN
PERIODE 8 SEPTEMBER - 17 OKTOBER 2014
LAPORAN PRAKTIK
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
FRISCA SARASWATI, S. Farm.
F
1306502466
ANGKATAN LXXIX
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JANUARI 2015
i
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK
PRAKT K KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK JALAN RAYA
CILANDAK KKO PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN
PERIODE 8 SEPTEMBER - 17 OKTOBER 2014
LAPORAN PRAKTIK
PRAKT K KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
FRISCA SARASWATI, S. Farm.
F
1306502466
ANGKATAN LXXIX
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JANUARI 2015
ii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh:
Nama
: Frisca Saraswati
NPM
: 1306502466
Program Studi
: Apoteker, Farmasi
Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Di Rumah Sakit Marinir Cilandak
Periode 8 September - 17 Oktober 2014
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada
Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Mayannaria Simarmata, S.Si.,M.Farm, Apt ( ........................... )
Pembimbing II
: Nadia Farhanah Syafhan S.Farm., M.Si.
( ........................... )
Penguji I
:
( ........................... )
Penguji II
:
( ........................... )
Penguji III
:
( ........................... )
Ditetapkan di
Tanggal
: Depok
: ...................
iii
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
iv
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
.......... 2014
v
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
vi
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan kasih sayang-Nya, penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIX Universitas Indonesia, yang diselenggarakan
pada tanggal 8 September - 17 Oktober 2014 di Rumah Sakit Marinir Cilandak.
Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari
kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah
mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat
pada saat memasuki dunia kerja.
Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Kolonel Laut dr. Gigih Imanta, Sp.Pd, selaku Komandan Rumah Sakit
Marinir Cilandak, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Marinir
Cilandak.
2. Letnan Kolonel Laut (K) Drs. Agusman, MM., Apt., selaku Kepala Bagian
Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak.
3. Mayor Laut Mayannaria Simarmata, M.Farm., Apt., selaku Pembimbing I di
Rumah Sakit Marinir Cilandak, atas bimbingan dan pengarahan selama
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4. Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
5. Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia sejak 21 Desember 2013 sampai sekarang.
6. Nadia Farhanah Syafhan S.Farm., M.Si., selaku Pembimbing II di Rumah
Sakit Marinir Cilandak, atas bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan
Praktek Kerja Profesi Apoteker.
vii
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
7. Seluruh staf Departemen Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak.
8. Seluruh staf Rumah Sakit Marinir Cilandak.
9. Seluruh staf pengajar khususnya Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.yang telah memberikan ilmu yang berharga dan
bantuan yang sangat berarti bagi penulis.
10. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat
kepada penulis.
11. Semua teman-teman Apoteker Universitas Indonesia angkatan 79 dan semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker, yang tidak dapat disebutkan satu
per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua
pihak yang membutuhkan.
Penulis
2014
viii
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
NPM
Program Studi
Judul
: Frisca Saraswati, S.Farm
: 1306502466
: Profesi Apoteker
: Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit
Marinir Cilandak Jalan Raya Cilandak KKO Pasar
Minggu Jakarta Selatan Periode 8 September - 17
Oktober 2014
Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Marinir Cilandak bertujuan untuk
memahami peranan, fungsi serta tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi RS
Marinir Cilandak, memahami kendala yang terjadi dalam menjalankan pelayanan
kefarmasian di RS Marinir Cilandak serta ikut mencari alternatif solusi yang tepat.
Sedangkan tujuan dari tugas khusus ini adalah menganalisis interaksi obat yang
berpotensi terjadi pada pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak, memberikan
rekomendasi terhadap interaksi obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU di
Rumah Sakit Marinir Cilandak, mengetahui sesuai atau tidaknya dosis obat yang
telah diberikan pada pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak.
Kata Kunci : Rumah Sakit Marinir Cilandak, interaksi obat, dosis obat
Tugas Umum : ix + 78 halaman, 13 lampiran
Tugas Khusus : iv + 19 halaman, 1 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum
: 10 (1996 - 2014)
Daftar Acuan Tugas Khusus
: 20 (2002 - 2014)
ix
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
NPM
Program Study
Title
: Frisca Saraswati, S. Farm.
: 1306502466
: Apothecary profession
: Report of Pharmacist Internship at Marinir Cilandak
Hospital Jalan Raya Cilandak KKO Pasar Minggu
Jakarta Selatan, 8th September - 17th October 2014
The aim of pharmacist internship program in Marinir Cilandak Hospitalis to
understand the role, functions and responsibilities of the pharmacist in the
pharmacy installation in Marinir Cilandak Hospital, understand the constraints
that occur in running the hospital pharmacy services in Marinir Cilandak Hospital
and join the right look for alternative solutions. While the aim of this specific task
is to analyze the potential drug interactions that occur in ICU patients in Marinir
Cilandak Hospital, give recommendations on the potential drug interactions that
occur in ICU patients in Marinir Cilandak Hospital, determine whether or not
appropriate drug doses given to patients ICU in Marinir Cilandak Hospital.
Keywords
: Marinir Cilandak Hospital, Drug Interactions, drug doses
General Assignment : ix + 78 pages, 13 appendices
Spesific Asignment : iv + 19 pages, 1 appendices
Bibliography of General Assignment : 10 (1996 - 2014)
Bibliography of Specific Assignment : 20 (2002 - 2014)
x
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .........................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ABSTRAK ......................................................................................................
ABSTRACT ....................................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
xi
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1.2 Tujuan ............................................................................................
1
1
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
2.1 Rumah Sakit...................................................................................
2.1.1 Definisi Rumah Sakit ..........................................................
2.1.2 Tugas dan Fungsi ................................................................
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit ......................................................
2.1.4 Sarana dan Peralatan ...........................................................
2.1.5 Perhitungan Beban Kerja ....................................................
2.1.6 Penilaian Kinerja .................................................................
2.1.7 Struktur Organisasi..............................................................
2.1.7 Ketenagaan ..........................................................................
2.2 Tim Farmasi dan Terapi.................................................................
2.2.1 Definisi Panitia Farmasi dan Terapi ....................................
2.2.2 Tugas ...................................................................................
2.3 Formularium Rumah Sakit ............................................................
2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ......................................................
2.4.1 Definisi ................................................................................
2.4.2 Tugas ...................................................................................
2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ...................................................
2.6 Pelayanan Farmasi Klinis ..............................................................
2.7 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD)....................
2.8 Instalasi Gas Medis ........................................................................
2.8.1 Penyimpanan Gas Medis .....................................................
2.8.2 Pendistribusian Gas Medis ..................................................
4
4
4
4
5
7
9
10
11
11
12
12
12
13
14
14
14
14
19
25
25
26
26
BAB 3 TINJAUAN UMUM RS. MARINIR CILANDAK ........................
3.1 Sejarah Perkembangan RS Marinir Cilandak ................................
3.2 Tujuan, Visi, Misi, Motto, dan Tugas Pokok RSMC ....................
3.2.1 Tujuan..................................................................................
27
27
29
29
xi
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
3.2.2 Visi ......................................................................................
3.2.3 Misi......................................................................................
3.2.4 Motto ...................................................................................
3.2.5 Tugas Pokok ........................................................................
Struktur Organisasi RS Marinir Cilandak .....................................
Tenaga Profesional RS Marinir Cilandak ......................................
Instalasi Rawat Jalan......................................................................
Instalasi Rawat Inap.......................................................................
Fasilitas Penunjang ........................................................................
Rekam Medis .................................................................................
Formularium ..................................................................................
Sterilization Unit (Unit Sterilisasi) ................................................
Pengolahan Limbah RSMC ...........................................................
3.11.1 Pengolahan Limbah Cair ...................................................
3.11.2 Pengolahan Limbah Padat .................................................
29
29
29
30
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
34
BAB 4 TINJAUAN KHUSUS BAGIAN FARMASI RSMC .....................
4.1 Struktur Organisasi Bagian Farmasi RSMC ..................................
4.1.1 Kepala Bagian Farmasi .......................................................
4.1.2 Kepala Sub Bagian Pengendali Farmasi .............................
4.1.3 Kepala Sub Bagian Apotek .................................................
4.2 Fungsi dan Tugas Pokok Bagian Farmasi .....................................
4.2.1 Fungsi ..................................................................................
4.2.2 Tugas Pokok ........................................................................
4.3 Uraian Tugas Bagian Farmasi .......................................................
4.4 Gudang Farmasi .............................................................................
4.4.1 Jam Kerja.............................................................................
4.4.2 Personalia ............................................................................
4.4.3 Kegiatan Gudang Farmasi ...................................................
4.5 Apotek Yanmasum (Pelayanan Masyarakat Umum) ....................
4.5.1 Jam Kerja.............................................................................
4.5.2 Personalia ............................................................................
4.5.3 Jenis Pelayanan ...................................................................
4.5.4 Pengadaan Obat ...................................................................
4.5.5 Penyimpanan .......................................................................
4.5.6 Pelayanan Farmasi...............................................................
4.6 Apotek BPJS ..................................................................................
4.6.1 Jam Kerja.............................................................................
4.6.2 Personalia ............................................................................
4.6.3 Jenis Pelayanan ...................................................................
4.6.4 Pengadaan Obat ...................................................................
4.6.5 Penyimpanan .......................................................................
4.6.6 Pelayanan Farmasi...............................................................
4.6.7 Administrasi Penagihan.......................................................
4.7 Depo Kamar Operasi .....................................................................
4.7.1 Jam Kerja.............................................................................
4.7.2 Personalia ............................................................................
4.7.3 Pengadaan............................................................................
36
36
36
37
38
40
40
40
40
42
42
42
43
46
46
46
46
47
47
48
48
48
48
48
48
49
49
50
51
52
52
52
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
3.11
xii
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
4.7.4 Penyimpanan .......................................................................
4.7.5 Jenis Pelayanan ...................................................................
4.8 Depo UGD .....................................................................................
4.8.1 Jam Kerja.............................................................................
4.8.2 Personalia ............................................................................
4.8.3 Pengadaan............................................................................
4.8.4 Jenis Pelayanan ...................................................................
52
52
53
53
53
53
53
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................
54
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
6.1 Kesimpulan ......................................................................................
6.2 Saran ................................................................................................
63
63
63
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
65
LAMPIRAN ....................................................................................................
66
xiii
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Struktur Organisasi RSMC ....................................................
Surat Perintah Pengeluaran Barang........................................
Bukti Pengeluaran ..................................................................
Kartu Persediaan ....................................................................
Bukti Titipan ..........................................................................
Daftar Matkes yang Diterima Baik di Gudang Matkes
Diskesal ..................................................................................
Surat Tanda Penerimaan/ Pemasukan ....................................
Daftar Material yang Terdapat Baik ......................................
Surat Perintah .........................................................................
Daftar Material Kesehatan .....................................................
Surat Perintah Pemasukan Barang .........................................
Berita Acara Pengujian/ Penerimaan Barang .........................
Alur Proses Dukungan Matkes...............................................
xiv
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal penting yang diperlukan dan merupakan hak
asasi manusia serta salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut
Kepmenkes No.1197 tahun 2004, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan.
Agar upaya kesehatan berlangsung dengan baik maka diperlukan fasilitas
pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang paripurna antara lain adalah rumah sakit. Rumah sakit sebagai
salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari
sumber
daya
kesehatan
yang
sangat
diperlukan
dalam
mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di
rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks
(Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, 2008).
Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang
beragam, berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
yang berkembang sangat pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam
rangka pemberian pelayanan yang bermutu standar, membuat semakin
kompleksnya permasalahan di rumah sakit. Pada hakekatnya rumah sakit
berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan
tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan mesyarakat
(Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, 2008).
1
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
Bagian yang berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan obat di
rumah sakit adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Kegiatan yang
dilakukan oleh IFRS meliputi pengelolaan perbekalan farmasi seperti pemilihan,
perencanaan,
pengadaan,
memproduksi,
penerimaan,
penyimpanan,
dan
pendistribusian, serta pelayanan kefarmasian terkait penggunaan obat dan alat
kesehatan habis pakai. Untuk memaksimalkan pelayanan obat di rumah sakit,
sangat diperlukan profesionalisme apoteker. Apoteker bertanggungjawab dalam
menjamin penggunaan obat yang rasional, efektif, aman, dan terjangkau oleh
pasien dengan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lainnya. (Siregar, 2004)
Apoteker merupakan tenaga kefarmasian yang memiliki kewenangan dan
tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Seiring dengan
perkembangan zaman, profesionalisme apoteker semakin diperlukan, mengingat
bahwa pekerjaan kefarmasian tidak lagi berorientasi pada produk semata (Drug
Oriented), tetapi juga berorientasi pada pasien (patient oriented). Apoteker secara
aktif diminta ataupun tidak diminta memberikan solusi dari masalah obat yang
diberikan kepada tim medis setelah dilakukan diagnosis yang tepat. Oleh karena
itu, apoteker diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian, baik berupa pengetahuan dan keterampilan
di bidang manajemen, serta komunikasi disamping ilmu kefarmasian itu sendiri,
sehingga berkompeten untuk bekerja secara efektif sebagai pendamping tim
medis.
Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, maka Program
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI bekerja sama dengan RS Marinir Cilandak
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) periode 8 September 17 Oktober 2014. Melalui kegiatan PKPA ini mahasiswa calon apoteker
diharapkan memiliki bekal pengetahuan tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) sehingga dapat mengabdikan diri sebagai apoteker yang profesional dan
handal di masa yang akan datang.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
1.2 Tujuan
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Instalasi Farmasi RS Marinir
Cilandak adalah:
a. Memahami peranan, fungsi serta tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi
RS Marinir Cilandak.
b. Memahami kendala yang terjadi dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di
RS Marinir Cilandak serta ikut mencari alternatif solusi yang tepat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, definisi rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Sedangkan
menurut WHO (World Health Organization), Rumah Sakit adalah bagian integral
dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan
paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan
penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah Sakit juga merupakan pusat
pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
2.1.2 Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit pada Pasal 3, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai
tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Sedangkan fungsi rumah sakit umum yaitu :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
4
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, klasifikasi rumah
sakit dapat dibagi berdasarkan beberapa kriteria yaitu :
a. Jenis Pelayanan
Rumah sakit berdasarkan jenis pelayanannya digolongkan menjadi
beberapa kriteria, yaitu :
1) Rumah Sakit Umum
Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit.
2) Rumah sakit khusus
Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau
jenis penyakit
b. Fasilitas Pelayanan dan Kapasitas Tempat Tidur
Rumah sakit berdasarkan fasilitas pelayanan dan kapasitas tempat tidur
digolongkan menjadi beberapa kriteria, yaitu :
1) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas A
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain, dan 13 Pelayanan Medik
Sub Spesialis, serta memiliki jumlah tempat tidur minimal 400 buah.
2) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya, dan 2 Pelayanan Medik
Sub Spesialis Dasar, serta memiliki jumlah tempat tidur minimal 200 buah.
3) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas C
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan
Spesialis Penunjang Medik, serta memiliki jumlah tempat tidur minimal 100
buah.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas D
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, serta jumlah tempat tidur
minimal 50 buah.
c. Kepemilikan
Rumah sakit berdasarkan kepemilikannya digolongkan menjadi beberapa
kriteria, yaitu :
1) Rumah sakit pemerintah
Rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dan
diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan dan
Keamanan, maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang umumnya bersifat
nonprofit disebut rumah sakit pemerintah. Berdasarkan pengelolaannya, rumah
sakit pemerintah dibagi atas rumah sakit yang langsung dikelola oleh Kementerian
Kesehatan, rumah sakit yang dikelola oleh Kementerian Pertahanan dan
Keamanan, rumah sakit yang dikelola oleh BUMN, dan rumah sakit yang dikelola
oleh Pemerintah Daerah. Sebagai contoh: Rumah Sakit Umum Pemerintah,
Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL), Rumah Sakit Angkatan Darat (RSAD),
Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU), Rumah Sakit Polisi Republik Indonesia
(RS POLRI).
2) Rumah sakit non pemerintah (swasta)
Rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh yayasan, organisasi
keagamaan atau oleh badan hukum lain dan dapat juga bekerjasama dengan
institusi pendidikan yang mana dapat bersifat profit maupun nonprofit disebut
rumah sakit swasta. Diantaranya rumah sakit swasta adalah Rumah Sakit Swasta
Pratama, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas D; Rumah Sakit Swasta
Madya, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C; dan Rumah Sakit Swasta
Utama, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B.
a) Rumah sakit swasta berdasarkan tujuan :
1) Rumah sakit profit yaitu, rumah sakit yang dimiliki dan dikelola oleh yayasan
atau badan yang bukan milik pemerintah, dengan tujuan mencari keuntungan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
2) Rumah sakit non profit yaitu, rumah sakit yang biasanya dimiliki oleh
organisasi atau yayasan keagamaan, kekeluargaan, dan tidak mencari
keuntungan.
b) Rumah sakit swasta berdasarkan pelayanan :
1) Rumah sakit swasta Pratama, yaitu rumah sakit umum swasta yang
memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit
pemerintah kelas D.
2) Rumah sakit swasta Madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan
pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 cabang, setara dengan
rumah sakit pemerintah kelas C.
3) Rumah sakit swasta Utama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan
pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan subspesialistik, setara dengan
rumah sakit pemerintah kelas B.
2.1.4 Sarana dan peralatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit maka penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh sarana dan peralatan
yang memenuhi ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku.
a.
Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di instalasi farmasi, terdiri dari
ruang kantor/administrasi meliputi ruang pimpinan, ruang staf, ruang
kerja/administrasi tata usaha dan ruang pertemuan.
b.
Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di instalasi farmasi, terdiri dari
ruang tunggu pasien, ruang penyimpanan dokumen/arsip resep dan
perbekalan farmasi, tempat penyimpanan obat di ruang perawatan serta
fasilitas toilet, kamar mandi untuk staf.
c.
Ruang penyimpanan perbekalan farmasi yang disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan, serta harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk
dan keamanan petugas, terdiri dari kondisi umum untuk ruang penyimpanan
meliputi obat jadi, obat produksi, bahan baku obat dan alat kesehatan.
Sedagkan kondisi khusus untuk ruang penyimpanan meliputi obat termolabil,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
bahan laboratorium dan reagensia, sediaan farmasi yang mudah terbakar dan
obat/bahan obat berbahaya (narkotik/psikotropik).
d.
Ruang distribusi terdiri dari distribusi perbekalan farmasi untuk rawat jalan di
mana ada ruang khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan peracikan dan
rawat inap dapat secara sentralisasi maupun desentralisasi di masing-masing
ruang rawat inap.
e.
Ruang konsultasi atau konseling obat harus jauh dari hiruk pikuk kebisingan
lingkungan rumah sakit dan nyaman sehingga pasien maupun konselor dapat
berinteraksi dengan baik. Ruang konsultasi/konseling dapat berada di
instalasi farmasi rawat jalan maupun rawat inap.
f.
Ruang pelayanan informasi obat dilakukan di ruang tersendiri dengan
dilengkapi sumber informasi dan teknologi komunikasi, berupa bahan
pustaka dan telepon.
g.
Ruang produksi dengan pembagian ruangan terdiri dari ruang terpisah antara
obat jadi dan bahan baku, ruang terpisah untuk setiap proses produksi, ruang
terpisah untuk produksi obat luar dan obat dalam, gudang terpisah untuk
produksi antibiotik, tersedia saringan udara, efisiensi minimal 98% dan
permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu harus kedap air, tidak
terdapat sambungan, tidak merupakan media pertumbuhan untuk mikroba dan
mudah dibersihkan dan tahan terhadap desinfektan.
h.
Ruang aseptic dispensing harus memenuhi persyaratan:
1) Ruang bersih : kelas 10.000 (dalam laminar air flow = kelas 100)
2) Ruang/tempat penyiapan : kelas 100.000
3) Ruang antara : kelas 100.000
4) Ruang ganti pakaian : kelas 100.000
5) Ruang/tempat penyimpanan untuk sediaan yang telah disiapkan
i.
Laboratorium
farmasi
untuk
melakukan
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan yang membutuhkan ruang laboratorium farmasi, maka harus
memenuhi syarat sebagai berikut lokasi terpisah dari ruang produksi,
konstruksi bangunan dan peralatan tahan asam, alkali, zat kimia dan pereaksi
lain (harus inert); aliran udara, suhu dan kelembaban sesuai persyaratan, tata
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
ruang disesuaikan dengan kegiatan dan alur kerja dan perlengkapan instalasi
(air, listrik) sesuai persyaratan
j.
Ruang produksi non steril
k.
Ruang penanganan sediaan sitostatik
l.
Ruang pencampuran/pelarutan/pengemasan sediaan yang tidak stabil
m. Ruang penyimpanan nutrisi parenteral
Fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk perlengkapan
peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk
obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran
dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap
tahun. Peralatan yang paling sedikit harus tersedia :
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik steril dan
nonsteril maupun aseptik/steril
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika
e. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat yang termolabil
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan pembuangan limbah yang baik
g. Alarm.
2.1.5 Perhitungan Beban Kerja
Penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada pelayanan
kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan
pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat
penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pemantauan terapi obat, pemberian informasi
obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan
rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.
Penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada pelayanan
kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan
pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penyerahan obat,
pencatatan penggunaan obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga
apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. Kebutuhan tenaga apoteker
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
juga diperlukan untuk pelayanan farmasi yang lain seperti di unit logistik medik,
unit produksi steril, unit pelayanan informasi obat dan lain-lain tergantung pada
jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan. Selain kebutuhan apoteker untuk
rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 orang apoteker
untuk kegiatan di Unit Gawat Darurat (UGD), Intensive Care Unit
(ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit
(NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dan pelayanan informasi obat.
2.1.6 Penilaian Kinerja
Satu diantara indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja rumah
sakit adalah melalui penilaian efisiensi pengelolaan rumah sakit yang menetapkan
4 (empat) parameter dasar dalam perhitungan, yaitu :
a. Bed Occupancy Rate (BOR)
Indikator ini digunakan untuk menghitung berapa banyak tempat tidur di
Rumah Sakit yang digunakan pasien dalam satu periode. Nilai ideal BOR menurut
Depkes (2001) adalah antara 70%-85%.
Rumus : BOR =
%
b. Turn Over Interval (TOI)
Indikator ini digunakan untuk menghitung waktu rata-rata suatu tempat
tidur kosong. Idealnya adalah 2 sampai 3 hari.
Rumus : TOI =
(
)
c. Length of Stay (LOS)
Indikator ini digunakan untuk menghitung lama hari perawatan bagi 1
(satu) pasien selama 1 (satu) tahun. Idealnya adalah 6 sampai 9 hari.
Rumus : LOS =
(
(
)
)
d. Bed Turn Over (BTO)
Indikator ini digunakan untuk menghitung berapa kali satu tempat tidur
ditempati pasien dalam satu tahun. Idealnya adalah 40 sampai 50 kali. Data-data
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
pengunjung yang harus dilengkapi dalam perhitungan tingkat efisiensi tersebut
adalah :
1) Rata-rata jumlah tempat tidur per tahun
2) Jumlah hari perawatan pasien selama 1 (satu) tahun
3) Jumlah pasien keluar rawat inap dalam keadaan hidup dan meninggal selama 1
(satu) tahun.
Rumus : BTO =
(
)
2.1.7 Struktur Organisasi
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit maka setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang
efektif, efisien dan akuntabel. Struktur organisasi rumah sakit minimal terdiri atas
kepala atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan,
unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksa internal, serta
administrasi umum dan keuangan
2.1.8 Ketenagaan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan yang terdapat di rumah sakit yaitu:
a. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi
b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan
c. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (sarjana
farmasi, Ahli Madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah
farmasi/asisten apoteker).
d. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan,
mikrobiolog
kesehatan,
penyuluh
kesehatan,
administrator
kesehatan dan sanitarian.
e. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
f. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasi terapis dan terapis
wicara
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
g. Tenaga keteknisian medis meliputi: radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik,
teknisi transfusi dan perekam medis
2.2 Tim Farmasi dan Terapi
2.2.1
Definisi Tim Farmasi dan Terapi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Tim Farmasi dan Terapi
(TFT) merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan
rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit yang anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit,
apoteker instalasi farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. TFT
harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain di dalam rumah sakit
yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan obat.
Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang apoteker,
apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah apoteker, namun apabila
diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. TFT harus mengadakan
rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar
rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat TFT dapat mengundang pakar dari
dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi
pengelolaan TFT, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau pendapat
tertentu yang bermanfaat bagi TFT.
2.2.2
Tugas
Tim Farmasi dan Terapi memiliki tugas yaitu :
a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit
b. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam formularium
rumah sakit
c. Mengembangkan standar terapi
d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat
e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional
f. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
g. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error
h. Menyebarluaskan informasi kebijakan penggunaan obat di rumah sakit.
2.3 Formularium Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, formularium adalah daftar obat
yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Formularium rumah sakit harus tersedia
untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit.
Evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi
sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit. Penyusunan dan revisi formularium
dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan
obat agar dihasilkan formularium rumah sakit yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Kriteria pemilihan obat untuk masuk formularium rumah sakit :
a. Mengutamakan penggunaan obat generik;
b. Memiliki rasio manfaat-risiko yang paling menguntungkan penderita;
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
g. Memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan
tidak langsung;
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang
terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium rumah sakit,
maka rumah sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau
pengurangan obat dalam formularium rumah sakit dengan mempertimbangkan
indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.4.1 Definisi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah unit pelaksana fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit
yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker melalui sistem satu pintu.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian perbekalan farmasi yang bertujuan
untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Pengorganisasian IFRS harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan perbekalan
farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis
dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu.
2.4.2 Tugas
a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi
b. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan
keamanan serta meminimalkan risiko
d. Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien
e. Berperan aktif dalam tim farmasi dan terapi
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan
kefarmasian
g. Memfasilitasi
dan
mendorong
tersusunnya
standar
pengobatan
dan
formularium rumah sakit.
2.5 Pengelolaan perbekalan farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengelolaan perbekalan farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
merupakan suatu siklus kegiatan meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pemusnahan dan
penarikan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi
kegiatan pelayanan.
a. Pemilihan
Pemilihan merupakan proses kegiatan untuk menetapkan jenis perbekalan
farmasi sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan perbekalan farmasi berdasarkan
formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi, standar
perbekalan farmasi yang ditetapkan, pola penyakit, efektifitas dan keamanan,
pengobatan berbasis bukti, mutu, harga dan ketersediaan di pasaran
b. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan perbekalan farmasi sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk
menjamin kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan
dilakukan untuk menghindari kekosongan obat menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara
lain
konsumsi,
epidemiologi,
kombinasi
metode
konsumsi
dan
epidemiologi. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan anggaran yang
tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu,
waktu tunggu pemesanan dan rencana pengembangan.
c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan
waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,
penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengadaan perbekalan farmasi antara lain:
1) Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa
2) Bahan berbahaya harus menyertakan material safety data sheet (MSDS)
3) Perbekalan farmasi harus mempunyai nomor izin edar
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4) Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk perbekalan farmasi tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
1) Pembelian
Rumah sakit melakukan pembelian perbekalan farmasi harus sesuai
dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembelian adalah kriteria perbekalan farmasi meliputi kriteria
umum dan kriteria mutu obat, persyaratan pemasok, penentuan waktu pengadaan
dan kedatangan perbekalan farmasi serta pemantauan rencana pengadaan sesuai
jenis, jumlah dan waktu.
2) Produksi
Instalasi farmasi rumah sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
a.
Sediaan farmasi tidak ada di pasaran;
b.
Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
c.
Sediaan farmasi dengan formula khusus;
d.
Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
e.
Sediaan farmasi untuk penelitian;
f.
Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit tersebut.
3) Sumbangan/dropping/hibah
Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan perbekalan farmasi sumbangan/dropping/hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan perbekalan farmasi disertai dokumen administrasi
yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan perbekalan farmasi dapat membantu
pelayanan kesehatan, maka jenis perbekalan farmasi dengan kebutuhan pasien di
rumah sakit. Instalasi farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan
rumah sakit untuk menolak sumbangan/dropping/hibah perbekalan farmasi yang
tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien rumah sakit.
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
e. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan untuk menjamin kualitas dan keamanan
perbekalan farmasi sesuai persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang
dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,
kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis perbekalan farmasi.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan perbekalan farmasi yang penampilan dan penamaan mirip (LASA,
Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.
f. Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan menyalurkan perbekalan farmasi dari
tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin
mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah sakit menentukan
sistem distribusi yang menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian
perbekalan farmasi di unit pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat
dilakukan dengan cara :
1) Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
a) Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh instalasi farmasi.
b) Perbekalan farmasi disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang
sangat dibutuhkan.
c) Kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas
jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab
ruangan.
d) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada
petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
e) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi
obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
2) Sistem resep perorangan
Pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep perorangan/pasien
rawat jalan dan rawat inap melalui instalasi farmasi.
3) Sistem unit dosis
Pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep perorangan yang
disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali
dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
4) Sistem kombinasi
Sistem pendistribusian perbekalan farmasi bagi pasien rawat inap dengan
menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c. Sistem distribusi unit dose
dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan
sistem ini tingkat kesalahan pemberian obat dapat diminimalkan sampai kurang
dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau resep individu yang
mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan dijangkau oleh
pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
dan metode sentralisasi atau desentralisasi.
g. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dan penarikan perbekalan farmasi yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk perbekalan
farmasi apabila produk tidak memenuhi persyaratan mutu, telah kadaluwarsa,
tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan dan dicabut izin edarnya. Tahapan pemusnahan
obat terdiri dari :
1) Membuat daftar perbekalan farmasi yang akan dimusnahkan
2) Menyiapkan berita acara pemusnahan
3) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait
4) Menyiapkan tempat pemusnahan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.
Penarikan perbekalan farmasi dilakukan terhadap produk yang izin
edarnya dicabut oleh badan pengawas obat dan makanan (BPOM). Penarikan
perbekalan farmasi dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah sakit harus
mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan.
h. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan perbekalan farmasi. Pengendalian penggunaan perbekalan farmasi
dapat dilakukan oleh instalasi farmasi bersama Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di
rumah sakit. Tujuan pengendalian persediaan perbekalan farmasi adalah untuk:
1) Penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit
2) Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
3) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan perbekalan farmasi.
Cara untuk mengendalikan persediaan perbekalan farmasi adalah :
1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)
2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock)
3) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
2.6 Pelayanan Farmasi Klinis
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik
merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam
rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek
samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga
kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian
obat (medication error). Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait
obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter.
Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi
meliputi nama, umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan pasien; nama,
nomor izin, alamat dan paraf dokter; tanggal resep; dan ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis,
jumlah obat, stabilitas, aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi
ketepatan indikasi, dosis, waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi,
reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), kontraindikasi dan interaksi obat.
b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Kegiatan yang dilakukan adalah
penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya dan melakukan
penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien. Informasi yang harus
didapatkan meliputi nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan, reaksi obat yang tidak
dikehendaki termasuk riwayat alergi dan kepatuhan terhadap regimen penggunaan
obat (jumlah obat yang tersisa).
c. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan obat seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis
atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang
perawatan, serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan
primer dan sebaliknya. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah memastikan
informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien, mengidentifikasi
ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasi instruksi dokter dan mengidentifikasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter. Tahap proses rekonsiliasi
obat yaitu :
1) Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan
pasien. Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien,
daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart.
Data obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
Semua obat yang digunakan oleh pasien baik resep maupun obat bebas termasuk
herbal harus dilakukan rekonsiliasi.
2) Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan
akan digunakan. Discrepancy (ketidakcocokan) adalah ketika ditemukan
perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada
obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang
didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat
disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan resep maupun tidak
disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat
menuliskan resep.
3) Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam.
Hal lain yang harus dilakukan oleh apoteker adalah:
a) Menentukan adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja
b) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti
c) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi obat.
4) Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat
mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap
informasi obat yang diberikan.
d. Pelayanan lnformasi Obat (PIO)
PIO merupakan suatu kegiatan penyediaan dan pemberian informasi,
rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit. Tujuan PIO adalah
menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di
lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit, membuat kebijakan
yang berhubungan dengan obat/perbekalan farmasi terutama bagi komite/sub
komite farmasi dan terapi, dan menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi menjawab pertanyaan,
menerbitkan buletin, leaflet dan poster, menyediakan informasi bagi komite/sub
komite farmasi dan terapi sehubungan dengan penyusunan formularium rumah
sakit, bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit
(PKMRS) melakukan kegiatan penyuluhan pasien rawat jalan dan rawat inap,
melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya, dan melakukan penelitian.
e. Konseling
Konseling adalah aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat
dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk
pasien rawat jalan maupun rawat inap dapat dilakukan atas inisitatif apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang
efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap apoteker.
Tujuan konseling untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi
obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang
akan meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling yaitu mengidentifikasi tingkat
pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three prime questions,
melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien dan
dokumentasi. Kriteria pasien meliputi pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri,
gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui), pasien dengan terapi jangka
panjang/penyakit kronis (diabetes dan epilepsi), pasien yang menggunakan obatobatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid), pasien dengan obat
indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin), pasien yang menggunakan banyak obat
(polifarmasi) dan pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
f. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi
obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Tujuan
MESO untuk menemukan efek samping obat (ESO) sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang, menentukan frekuensi dan
insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan, mengenal semua
faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan
hebatnya ESO, meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
dan mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO yaitu mendeteksi kejadian reaksi
obat yang tidak dikehendaki ESO, mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang
mempunyai risiko tinggi mengalami ESO, mengevaluasi laporan ESO dengan
algoritme naranjo, mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di tim/sub tim
farmasi dan terapi dan melaporkan ke pusat MESO nasional.
g. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
PKOD merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas
permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas
usulan dari Apoteker kepada dokter. PKOD bertujuan untuk mengetahui kadar
obat dalam darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.
Kegiatan PKOD meliputi melakukan penilaian kebutuhan pasien yang
membutuhkan PKOD, berdiskusi kepada dokter untuk persetujuan melakukan
PKOD dan menganalisis hasil PKOD serta memberikan rekomendasi.
h. Visite Pasien
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit
atas permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di
rumah (home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien
dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Bertujuan untuk mendapatkan
gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat, membandingkan pola
penggunaan obat pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk
perbaikan penggunaan obat dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan
obat. Kegiatan EPO meliputi mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif
dan mengevaluasi pengggunaan obat secara kuantitatif. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan indikator peresepan, indikator pelayanan dan indikator fasilitas.
j.
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
PTO merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan
terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD). Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian pemilihan
obat, dosis, cara pemberian, respons terapi dan ROTD, pemberian rekomendasi
penyelesaian masalah terkait obat; dan pemantauan efektivitas dan efek samping
terapi obat. Tahapan PTO yaitu pengumpulan data pasien, identifikasi masalah
terkait obat, rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat pemantauan dan
tindak lanjut. Faktor yang harus diperhatikan yaitu kemampuan penelusuran
informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan terpercaya (evidence best
medicine), kerahasiaan informasi; dan kerjasama dengan tim kesehatan lain.
k.
Dispensing Sediaan Khusus
Dispensing sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik,
penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan sitotoksik. Tujuan
dispensing sediaan steril yaitu menjamin agar pasien menerima obat sesuai
dengan dosis yang dibutuhkan, menjamin sterilitas dan stabilitas produk,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya dan menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi pencampuran obat steril sesuai
kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun
wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan. Penyiapan nutrisi parenteral yang
dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan
menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang
menyertai. Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan obat kanker
secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga
farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan,
petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan
menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran,
distribusi, dan proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.
2.7 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD)
Central sterile supply department (CSSD) atau instalasi pusat pelayanan
sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang
membutuhkan kondisi steril (Depkes RI, 2009).
Tujuan adanya CSSD di rumah sakit adalah membantu unit lain di rumah
sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi,
menurunkan
angka
kejadian
infeksi
dan
membantu
mencegah
serta
menanggulangi infeksi nosokomial, efisiensi tenaga medis/paramedis untuk
kegiatan yang berorientasi pada pelayanan terhadap pasien, menyediakan dan
menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan.
Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari ruang dekontaminasi, ruang
pengemasan alat, ruang produksi dan prossesing, ruang sterilisasi, dan ruang
penyimpanan barang steril.
2.8 Instalasi Gas Medis
Definisi istilah mengenai gas medis dan instalasinya terdapat dalam pasal
1 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1439/Menkes/SK/XI/2002 menyatakan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
bahwa gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk
pelayanan medis pada sarana kesehatan. Jenis gas medis yang dapat digunakan
pada sarana pelayanan meliputi oksigen (O2), dinitrogen monoksida (N2O),
nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2), udara tekan (compressed air) dan mixture
gas (Depkes RI, 2002).
2.8.1 Penyimpanan gas medis
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002,
penyimpanan gas medis harus memenuhi syarat penyimpanan gas medis, yaitu :
a.
Tabung-tabung gas harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran dan
dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh saat terjadi goncangan
b.
Lokasi penyimpanan harus khusus dan masing-masing gas medis dibedakan
tempatnya
c.
Penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang
kosong dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian
d.
Lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau
sejenisnya
e.
Gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes
kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut.
2.8.2 Pendistribusian gas medis
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002,
distribusi gas medis dalam pelayahanan kesehatan di rumah sakit sebagai berikut :
a. Distribusi gas medis dilayani dengan menggunakan troli yang biasanya
ditempatkan dekat dengan pasien
b. Pemakaian gas diatur melalui flowmeter pada regulator, regulator harus dites
dan dikalibrasi
c. Penggunaan gas medis sistem tabung hanya bisa dilakukan 1 tabung untuk 1
orang
d. Tabung gas beserta troly harus bersih dan memenuhi syarat sanitasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
BAB 3
TINJAUAN UMUM
RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
3.1 Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Marinir Cilandak
Sebelum menjadi rumah sakit tingkat II di lingkungan TNI seperti
sekarang ini, Rumah Sakit Marinir Cilandak (RSMC) berawal dari sebuah
poliklinik kecil yang menempati sebuah ruangan mess bintara KKO. Pada tahun
1961 poliklinik ini dikembangkan menjadi balai pengobatan yang dipimpin oleh
Kapten Laut (k) dr. O.M. Sianipar.
Selanjutnya sesuai dengan kebijaksanaan TNI pada saat itu, dengan
pertimbangan diperlukannya sebuah rumah sakit untuk melayani prajurit-prajurit
KKO maka kemudian balai pengobatan dikembangkan menjadi Rumah Sakit
Korps Komando TNI AL (RSKO wilayah barat) berdasarkan S.Kep. Panglima
KKO AL No. 5401/5/1968 pada tanggal 22 Maret 1968, yang berlokasi di tempat
seperti sekarang ini yaitu Jl. Raya Cilandak KKO, Pasar minggu, Jakarta selatan.
Tanggal 22 Maret ini diresmikan sebagai hari jadi Rumah Sakit Marinir Cilandak.
Komandan Rumah Sakit yang pertama adalah Mayor Laut (k) dr. Foead Arief
Tirtohusodo.
Tanggal 25 Februari 1997, Menhankam/Pangab menetapkan S.Kep. No.
226/11/1977, yang berisikan Rumah Sakit AL Lanmar ditetapkan sebagai Rumah
Sakit ABRI tingkat IV dan mengganti istilah Komandan Rumah Sakit menjadi
Kepala Rumah Sakit (Ka Rumkit).
Seiring berjalannya waktu, Rumah Sakit kian berkembang, pada periode
sekitar tahun 1980, rumah sakit telah memiliki dua orang dokter umum dan dua
orang dokter gigi. Status rumah sakit meningkat menjadi Rumah Sakit ABRI
Tingkat III dengan 60 tempat tidur melalui penerbitan S.Kep. Menhankam/Pangab
No. 226a/II/1980. Kedudukan Rumkit Al Cilandak di bawah Suriak Teklap
Diskes daerah 3 yang ditetapkan melalui S.Kep. Kasal No. 609/II/1980.
Pada tanggal 24 Maret 1990, jabatan Ka. Rumkital Cilandak diserah
terimakan ke Mayor Laut drg. Moeryono Aladin. Peningkatan pelayanan
kesehatan di rumah sakit terus dilaksanakan. Berbagai perbaikan terus dilakukan,
27
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
baik dari segi sarana rumah sakit maupun kemampuan sumber daya manusia yang
ada. Sejalan dengan uapaya untuk menciptakan lingkungan yang mendukung
proses penyembuhan, Pada tanggal 24 Maret 1990, RSMC ditetapkan sebagai
kawasan bebas rokok dan merupakan rumah sakit pelopor di Indonesia yang
mencanagkan RS sebagai kawasan bebas rokok.
Berdasarkan Surat Keputusan Kasal No. Kep/42/VII/1997 dan No.
SKEP/22/III/1998, Rumah Sakit Marinir Cilandak secara bertahap mengalami
penyempurnaan klasifikasi, standarisasi dan dislokasi fasilitas kesehatan di
lingkungan TNI AL serta adanya perubahan organisasi sesuai persyaratan yang
ada sebagai Rumah Sakit TNI AL tingkat II B. Pada tanggal 18 Juni 1998, Rumah
Sakit Marinir Cilandak megalami alih bina dari Pangkalan Korps Marinir Jakarta
menjadi angsung dibawah Komando Korps Marinir RI.
Sebagai bentuk komitmen untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
terbaik pada tahun 1997, akreditasi rumah sakit tingkat dasar meliputi 5 bidang
pelayanan dasar. Berdasarkan S.Kep. Depkes RI No. YM.00.03.3.5.400, Rumah
Sakit TNI AL Marinir Cilandak telah mendapatkan status akreditasi penuh tingkat
dasar pada tanggal 14 Februari 2000.
Pada tanggal 21 Desember 2000, jabatan Ka. Rumkital diserahkan kepada
Kolonel Laut (K) dr. Musana, Sp.KJ. Peningkatan kemampuan fasilitas dan
pelayanan rumah sakit dilaksanakan dengan modernisasi peralatan yang ada serta
melengkapi sarana dan prasarana kesehatan. Upaya peningkatan fasilitas rumah
sakit memanfaatan hasil pelayanan masyarakat umum yang dikelola dengan baik
oleh Rumkital Marinir Cilandak. Kegiatan renovasi diawali dengan melengkapi
kendaraan operasional dan peralatan kesehatan yang canggih, kemudian
dilanjutkan dengan perbaikan registrasi keuangan dan komputerisasi rekam medik
pasien.
Pada tahun 2003, pengembangan fasilitas penunjang dan pelayanan
kesehatan lain dilakukan berupa pembangunan ruang serbaguna, ruang kebidanan
dan kandungan, ruang bayi, ruang bersalin, ruang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),
ruang tunggu rawat jalan, renovasi ruang radiologi, dan penyelesaian
pembangunan gedung rawat inap kelas III dengan bantuan dari bagian Pertahanan.
Untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik, Rumkital Cilandak memberikan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
bantuan keringanan perawatan atau subsidi non material kepada pasien miskin
atau tidak mampu.
Unsur pelayanan di Rumah Sakit Marinir Cilandak meliputi pelayanan
rawat jalan, pelayanan rawat inap dan pelayanan unit gawat darurat. Unsur
pelayanan ini meliputi penunjang medis dan pelaksanaan pelayanan medis.
3.2 Tujuan, Visi, Misi, Motto, dan Tugas Pokok RS Marinir Cilandak
3.2.1 Tujuan
Rumah Sakit Marinir Cilandak mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi personil militer.
b. TNI AL khususnya marinir agar selalu siap operasional.
c. Terpeliharanya kesiapan Rumah Sakit Marinir Cilandak agar selalu siap dalam
memberikan dukungan kesehatan pada operasi Korps Marinir.
d. Terlaksananya pelayanan kesehatan secara profesional bagi anggota dan
keluarganya serta masyarakat umum, tanpa memandang agama, golongan,
kedudukan, dan pangkat.
3.2.2 Visi
Menjadi Rumah Sakit TNI AL yang berkualitas dan mampu melaksanakan
dukungan kesehatan pada operasi militer dan pelayanan kesehatan yang
profesional.
3.2.3 Misi
Rumah Sakit Marinir Cilandak memiliki misi sebagai berikut :
a. Menyiapkan sarana dan prasarana guna terlaksananya dukungan dan pelayanan
kesehatan.
b. Meningkatkan sumber daya manusia agar dapat mencapai sasaran program
secara berhasil guna dan berdaya guna.
3.2.4 Motto
“Kepuasan anda kebanggaan kami.”
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
3.2.5
Tugas Pokok
Rumah Sakit Marinir Cilandak bertugas melaksanakan dukungan
kesehatan dan pelayanan kesehatan spesialistik dan sub spesialistik terbatas bagi
personil militer dan Pegawai Negeri Sipil TNI AL beserta keluarganya di wilayah
barat.
3.3 Struktur Organisasi RS Marinir Cilandak
Seorang Kepala Rumah Sakit yang disingkat dengan Ka Rumkit bertugas
sebagai pemimpin dalam struktur organisasi RS Marinir Cilandak dan dibantu
oleh Wakil Kepala Rumkit disingkat WaKaRumkit. Setelah itu Wakil Kepala
Rumkit dibantu oleh Ketua Komite Medik, Kepala SPI, Kepala Komite
Keperawatan untuk menjalankan semua kebijakan Rumah Sakit.
Selanjutnya struktur organisasi RSMC dibagi menjadi 2 unit besar yaitu
unit pelayanan dan unit pelaksana. Unsur pelaksana membawahi semua bidang
medik yang ada meliputi : Kepala Bagian UGD, Kepala Bagian Gigi dan Mulut,
Kepala Bagian Bedah, Kepala Bagian Kamar Operasi dan ICU, Kepala Bagian
Kesehatan Ibu dan Anak, Kepala Bagian Penyakit Dalam, Kepala Bagian Kulit,
Mata dan Telinga, Kepala Bagian Penunjang Klinik, Kepala Bagian Farmasi, dan
Kepala Bagian Perawatan (Lampiran 1).
3.4 Tenaga Profesional RS Marinir Cilandak
Sumber daya manusia merupakan aset terpenting bagi rumah sakit untuk
dapat melaksanakan upaya pelayanan kesehatan. Tenaga profesional yang dimiliki
oleh Rumah Sakit Marinir Cilandak saat ini terdiri dari :
a. Dokter Umum
b. Dokter Gigi Umum dan Spesialis
c. Dokter Spesialis : Kesehatan Anak, Kebidanan dan Kandungan, Penyakit
Dalam, Jantung, Paru, Bedah Umum, Bedah Plastik, Bedah Tulang, Bedah
Urologi, Bedah Syaraf, THT, Mata, Kulit dan Kelamin, Saraf, Anestesi,
Radiologi, Patologi Klinik dan Jiwa.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
3.5 Instalasi Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan yang tersedia di RS Marinir Cilandak terdiri dari :
a. Poliklinik Penyakit Dalam (internist)
b. Poliklinik Penyakit Bedah : Umum, Tulang, Saraf, Plastik, Urologi
c. Poliklinik Paru
d. Poliklinik Jantung
e. Poliklinik Kebidanan dan Kandungan
f. Poliklinik Kesehatan Anak
g. Poliklinik Mata
h. Poliklinik Saraf
i. Poliklinik THT
j. Poliklinik Kulit & Kelamin
k. Poliklinik Fisioterapi
l. Poliklinik Umum
m. Poliklinik Gigi Umum
n. Poliklinik Gigi Spesialis
o. Poliklinik Akupuntur
3.6 Instalasi Rawat Inap
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien
yang membutuhkan perawatan secara intensif di rumah sakit sehingga
mengharuskan pasien untuk tinggal di rumah sakit sampai kesehatannya
membaik. Instalasi rawat inap RSMC memiliki kemampuan dalam menyiapkan
tempat rawat inap pasien sebanyak 188 tempat tidur terpasang meliputi :
a. Rawat Inap Paviliun A (Anyelir)
: khusus pasien kebidanan
b. Rawat Inap Paviliun B (Bougenvile)
: khusus pasien bedah
c. Rawat Inap Paviliun C (Cempaka)
: khusus pasien penyakit dalam
d. Rawat Inap Paviliun D (Dahlia)
: khusus pasien anak
e. Rawat Inap Paviliun E (Edelweis)
: khusus pasien VVIP, VIP, Kelas I
f. Rawat Inap Paviliun F (Flamboyan)
: pasien campuran
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
3.7 Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang yang terdapat pada Rumah Sakit Marinir Cilandak
adalah :
a. Laboratorium
b. Radiologi
c. Farmasi
d. Gizi
e. High Care Unit (HCU)
f. Medical Check Up (MCU)
g. Intensive Care Unit (ICU)
h. Unit Gawat Darurat (UGD)
i. Kamar Operasi (OK)
3.8 Rekam Medis (Medical Record)
Rekam medis adalah kumpulan data medis dan sosial dari seorang pasien
baik rawat inap maupun rawat jalan sejak pasien masuk rumah sakit hingga
sembuh dan pulang.dokumen ini dijadikat alat komunikasi antara dokter, perawat,
dan apoteker guna menentukan terapi yang tepat untuk pasien.
Penulisan rekam medis di RS Marinir Cilandak dimulai pada saat pasien
mendaftar di tempat pendaftaran, kemudian menuliskan identitas lengkap, seperti
nama, umur, alamat, pendidikan, tempat tanggal lahir dan sebagainya. Kemudian
data-data tersebut akan disimpan di dalam file berdasarkan nomor dan warna, dan
tidak ada pembedaan antara pasien anggota dan pasien umum. Isi dari rekam
medis ini adalah :
a. Identitas pasien
b. Ringkasan riwayat klinis
c. Kartu pasien
d. Pemeriksaan lab, terdiri dari analisa gas darah, darah rutin, kultur atau
resistensi.
e. Ringkasan masuk darurat yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
diagnosis
f. Pengukuran denyut nadi, suhu tubuh, dan tekanan darah (untuk rawat inap)
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
g. Catatan perkembangan pasien dan instruksi dokter
h. Rencana tindakan perawatan
i. Catatan terapi, terdiri dari : nama pasien, tanggal masuk, ruang rawat, nama
obat (dosis, tanggal pemberian, waktu pemakaian)
3.9 Formularium
Rumah Sakit Marinir Cilandak telah memiliki formularium rumah sakit
yang berisi kelas terapi obat, nama obat, sediaan, nama dagang, dan nama
produsen obat. Susunan daftar obat ini dievaluasi setiap setahun sekali oleh tim
komite medik berdasarkan kualitas, potensi obat dan harga.
3.10 Sterilization Unit (Unit Sterilisasi)
Pelaksanaan proses sterilisasi RSMC belum dilakukan di unit sterilisasi
yang terpusat atau Central Sterile Supply Department (CSSD). Proses sterilisasi
dilakukan di setiap ruangan, seperti rawat inap, kamar operasi, unit gawat darurat,
dan lain-lain. Langkah pertama proses sterilisasi yaitu pencucian alat atau bahan
menggunakan larutan desinfektan (lysol) ataupun direndam dalam larutan
metrisida selama 15-30 menit. Setelah itu, dikeringkan dan dikemas menggunakan
kain steril dan dimasukkan ke dalam wadah almunium yang telah ditempelkan
indikator tip.
Untuk proses sterilisasi ruangan, langkah awal yang dilakukan adalah
ruangan harus dibersihkan, lalu disterilkan dengan cara disinari dengan
menggunakan sinar UV. Setiap 6 bulan sekali dilakukan pengujian terhadap
keberadaan bakteri, dan apabila bakteri melebihi ambang batas maka ruangan
harus dibersihkan dengan desinfektan dan setelah itu di-fogging.
Sterilisasi alat-alat kedokteran dilakukan berdasarkan jenis bahannya, yaitu
menggunakan cara sebagai berikut:
a. Sterilisasi dengan panas kering (oven)
Untuk mensterilikan alat-alat logam seperti gunting bedah, tong spatel,
pisau bedah, jarum bedah, dan alat-alat bedah lainnya maka dilakukan sterilisasi
panas kering. Cara sterilisasi yang dilakukan yaitu memasukkan alat ke dalam
oven dengan suhu 150 °C selama 2 jam. Setelah selesai proses sterilisasi, alat-alat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
yang sudah steril disimpan di dalam lemari yang disusun berdasarkan jenis
tindakan operasi (bedah umum, bedah ortopedi, bedah kandungan, dan bedah
urologi).
b. Sterilisasi dengan pemanasan basah (autoklaf)
Sterilisasi dengan autoklaf digunakan untuk mensterilkan linen/katun,
dressing, kassa, dan perban. Cara yang dilakukan adalah dengan memasukkan alat
dan bahan ke dalam autoklaf dengan suhu 121 °C selama 15 menit. Setelah selesai
proses sterilisasi, alat dan bahan disimpan di lemari dalam ruangan yang telah di
sterilisasi dengan menggunakan formaldehid yang diencerkan.
3.11 Pengolahan Limbah RSMC
Pengolahan limbah RSMC terdiri dari pengelohan limbah padat dan
limbah cair.
3.11.1 Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair berasal dari berbagai macam unit, seperti ruang perawatan,
laboratorium, dapur, dan laundry. Pemantauan pengolahan limbah RSMC
dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan cara mengirim sampel ke BPLHD (Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah) untuk melihat aman tidaknya limbah
tersebut dibuang ke sungai Krukut. Parameter pemeriksaan limbah cair adalah
kadar klorin, kesadahan, senyawa aktif biru metilen, Chemical Oxygen Demand
(COD), dan Biological Oxygen Demand (BOD). Pada proses pengolahan, semua
limbah cair dialirkan ke dalam bak penampungan yaitu bak pertama dan kedua
untuk pemrosesan limbah dan proses aerasi dengan alat blower. Bak ketiga untuk
sedimentasi yang bertujuan memisahkan antara lumpur dengan air yang bersih,
bak keempat untuk proses penyaringan limbah. Bak kelima proses pertumbuhan
bakteri aerob untuk menguraikan limbah serta pengobatan dengan kaporit dan
untuk lalu air dialirkan ke Sungai Krukut.
3.11.2 Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat dibedakan menjadi limbah medis dan limbah non medis.
Limbah medis merupakan limbah yang berasal dari ruangan perawatan,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
laboratorium, kamar operasi, UGD, dan urologi, misalnya kassa, jarum suntik,
kapas, dan perban. Penanganan untuk alat-alat yang tajam dimasukkan dalam
wadah khusus seperti jirigen. Limbah padat yang tidak bersifat infectious
dimasukkan ke dalam plastik hitam, sedangkan untuk limbah yang infectious
dimasukkan ke dalam plastik kuning. Semua limbah dibakar menggunakan
incinerator dengan suhu 800 °C – 1200 °C.
Limbah non medis merupakan limbah yang dapat berasal dari sampah
dapur, kertas, botol plastik, botol infus, vial dan ampul. Penanganan limbah non
medis dilakukan dengan pengumpulan oleh petugas kesehatan kemudian dua kali
dalam seminggu diambil oleh petugas dari dinas kebersihan setempat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
BAB 4
TINJAUAN KHUSUS BAGIAN FARMASI
RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
4.1 Struktur Organisasi Bagian Farmasi RS Marinir Cilandak
Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak merupakan suatu unit
fungsional yang mengelola semua perbekalan farmasi yang digunakan oleh
RSMC. Bagian farmasi RS Marinis Cilandak dipimpin oleh seorang Kepala
Bagian Farmasi (Kabag Far) yang secara struktural berada di bawah Komandan
Rumah Sakit. Jumlah tenaga personalia departemen Farmasi RSMC terdiri dari 6
apoteker, 23 orang asisten apoteker, dan 13 orang non asisten apoteker. Struktur
Organisasi Bagian Farmasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.1.1. Kepala Bagian Farmasi
Tugas dari Kepala Bagian Farmasi adalah membantu Komandan Rumah
Sakit (Dan umkit) yang berada di bawah koordinasi dan pengawasan Wakil
Komandan
Rumah
Sakit
(Wadan
Rumkit)
yang
bertugas
dalam
menyelenggarakan pelayanan farmasi di RSMC. Dalam menjalankan tugasnya,
Kabag Far bertanggung jawab langsung kepada Dan Rumkit atau melalui Wadan
Rumkit.
Dalam kegiatan administrasi Kabag Far dibantu oleh Urusan Tata Usaha
(Ur TU) dengan uraian tugas dan pekerjaan sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan ketatausahaan di bagian Farmasi dan kegiatan surat
menyurat sesuai dengan petunjuk administrasi yang berlaku
b. Melaksanakan agenda/ekspedisi serta penyimpanan arsip
c. Menyediakan bahan dan alat-alat kebutuhan surat-menyurat bagi keperluan
Bagian Farmasi
d. Melaksanakan pencatatan, pengawasan, pemeliharaan, dan pengamanan
material/dokumen serta inventaris yang ada dalam Bagian Farmasi
e. Mengadakan koordinasi dengan sekretariat RSMC tentang surat-menyurat
yang berasal dari dan ditujukan untuk Bagian Farmasi
36
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
4.1.2. Kepala Sub Bagian Pengendalian Farmasi
Kabag Far dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang Kepala
Sub Bagian Pengendalian Farmasi. Kepala Sub Bagian Pengendalian Farmasi (Ka
Subbag Dalfar) memiliki tugas sebagai berikut:
a. Menyusun dan menyiapkan perkiraan kebutuhan material kesehatan
b. Membantu melaksanakan pengadaan material kesehatan
c. Melaksanakan pemeliharaan alat kesehatan
d. Melaksanakan pengendalian dan pengawasan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran material kesehatan
e. Merancang sistem penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran material
kesehatan
f. Melaksanakan administrasi, penyimpanan, dan penyaluran material
g. Merancang bekal diagnostik kepada unit pelaksana diagnostik
h. Menyusun laporan penerimaan dan penyaluran material kesehatan serta
pengajuan material kesehatan secara periodik
Kepala Sub Bagian Pengendalian Farmasi dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada Kabag Far dan dibantu oleh petugas:
4.1.2.1. Kepala Urusan Pengendalian Farmasi (Kaur Dalfar)
Tugas Kepala urusan pengendalian farmasi sebagai berikut:
a. Membuat perencanaan laporan tentang obat-obatan yang sudah habis
b. Menyusun kebutuhan obat berdasarkan sisa stok barang
c. Menyelenggarakan stock opname pada setiap akhir tahun anggaran
d. Memberikan laporan pemakaian obat golongan narkotika dan psikotropika
setiap bulan
e. Membuat administrasi penghapusan
f. Membuat evaluasi dan pelaporan dari perencanaan, pengadaan, dan
pembayaran setiap bulan kepada Ka Subbag Dalfar
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4.1.3. Kepala Sub Bagian Apotek
Kabag Far juga dibantu oleh seorang Kepala Sub Bagian Apotek (Ka
Subbag Apotek) yang memiliki tugas sebagai berikut:
a. Melaksanakan pelayanan bekal kesehatan kepada pasien rawat inap, rawat
jalan, ruang bedah, gawat darurat, dan unit-unit perawatan
b. Melaksanakan penyuluhan tentang khasiat dan efek samping obat kepada
pasien dalam rangka pemberian informasi obat
c. Menyelenggarakan administrasi penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran
material kesehatan
d. Membuat laporan pelaksanaan tugas Sub Bag Apotek secara periodik
e. Dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kabag Farmasi
Kepala Sub Bagian Apotek dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:
1) Kepala Urusan Apotek (Kaur Apotek)
Tugas-tugas dari Kepala urusan apotek adalah :
a. Memimpin semua kegiatan pelayanan obat untuk pasien rawat jalan dan rawat
inap
b. Mengatur dan mengawasi persediaan obat, sarana, dan prasarana di pelayanan
pasien rawat jalan dan rawat inap
c. Melaksanakan tertib administrasi yang menyangkut seluruh kegiatan pelayanan
pasien rawat jalan dan rawat inap
d. Memberikan konseling kepada pasien tentang obat yang digunakannya
e. Memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
lainnya
f. Membuat laporan-laporan yang berkaitan dengan kegiatan/ pelayanan pasien
rawat jalan dan rawat inap secara periodik
g. Melakukan analisa, evaluasi, dan tindak lanjut pelayanan pasien rawat jalan
dan rawat inap
h. Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup apotek rawat jalan dan rawat
inap
i. Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Ka Subbag Apotek
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Kepala Urusan Apotek dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:
1) Kepala Urusan Apotek Rawat Jalan (Kaur Apotek Wat Jalan)
Kepala urusan apotek rawat jalan yang memiliki tugas sebagai berikut:
a. Memimpin semua kegiatan pelayanan obat untuk pasien rawat jalan
b. Mengatur dan mengawasi persediaan obat, sarana, dan prasarana di pelayanan
pasien rawat jalan
c. Melaksanakan tertib administrasi yang menyangkut seluruh kegiatan pelayanan
pasien rawat jalan
d. Memberikan konseling kepada pasien tentang obat yang digunakannya
e. Memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
lainnya
f. Membuat laporan-laporan yang berkaitan dengan kegiatan/ pelayanan pasien
rawat jalan secara periodik
g. Melakukan analisa, evaluasi, dan tindak lanjut pelayanan pasien rawat jalan
h. Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Apotek Wat Jalan
2) Kepala Urusan Apotek Rawat Inap (Kaur Apotek Wat Inap)
Kepala urusan apotek rawat inap memiliki tugas sebagai berikut:
a. Memimpin semua kegiatan pelayanan obat dan suplai medis untuk pasien
rawat inap
b. Mengatur dan mengawasi persediaan obat dan suplai medis beserta sarana dan
prasarana di unit-unit pelayanan pasien rawat inap
c. Memantau dan mengawasi penggunaan obat dan suplai medis di ruang
perawatan
d. Membuat laporan yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan pasien rawat inap
secara periodik
e. Melakukan analisa, evaluasi, dan tindak lanjut pelayanan pasien rawat inap
f. Melaksanakan, memeriksa, dan mengendalikan pelayanan obat dan suplai
medis yang diadakan melalui sistem resitusi
g. Membuat laporan pemasukan dan pengeluaran narkotika dan psikotropika
setiap bulan
h. Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup bagian Apotek Wat Inap
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4.2 Fungsi dan Tugas Pokok Bagian Farmasi
4.2.1 Fungsi
Fungsi dari adanya bagian Farmasi RS Marinir Cilandak adalah sebagai
berikut :
a. Melaksanakan perencanaan kebutuhan barang farmasi
b. Melaksanakan pengadaan barang farmasi sesuai ketentuan yang berlaku
c. Mengatur sistem penyimpanan barang farmasi sesuai peraturan yang berlaku
d. Mengatur sistem pendistribusian barang farmasi ke seluruh poli di RSMC yang
membutuhkan
e. Melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di lingkungan rumah sakit
f. Melaksanakan kegiatan tata usaha untuk menunjang pelayanan farmasi
4.2.2 Tugas Pokok
Sebagai salah satu unsur pelaksana utama Dan Rumkit, Kepala Bagian
Farmasi bertugas membantu Dan Rumkit atau Wadan Rumkit untuk
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh
kegiatan dan kebutuhan pelayanan farmasi yang meliputi obat, alat kesehatan, alat
kedokteran dan alat perawatan, bekal kesehatan, gas medik, dan barang kimia
lainnya di RSMC.
4.3 Uraian Tugas Bagian Farmasi
Berikut merupakan uraian tugas yang harus dijalankan atau dikerjakan
oleh bagian farmasi RS Marinir Cilandak :
a.
Menyiapkan semua data di Bagian Farmasi untuk disajikan kepada Dan
Rumkit baik secara langsung maupun melalui Wadan Rumkit
b.
Memberikan saran mengenai bidang kefarmasian baik diminta maupun tidak
diminta kepada Dan Rumkit baik secara langsung maupun melalui Wadan
Rumkit
c.
Menyusun program kerja Bagian Farmasi sebagai bahan penyusunan program
kerja RSMC
d.
Mengajukan kebutuhan personel, peralatan, dan anggaran biaya kepada Dan
Rumkit dalam rangka kelancaran tugas dan pengembangan Bagian Farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
e.
Merumuskan dan menyiapkan kebijakan dalam kegiatan farmasi rumah sakit
f.
Menyusun dan menyiapkan petunjuk – petunjuk dalam rangka pelaksanaan
kegiatan di Bagian Farmasi
g.
Menyelenggarakan fungsi staf dalam bidang pembinaan kefarmasian di
lingkungan RSMC atas dasar pengembangan ilmu dan teknologi masing –
masing sub bagian
h.
Mengawasi dan bertanggung jawab terhadap tata tertib, disiplin, kebersihan,
keamanan, dan kelancaran tugas di lingkungan Bagian Farmasi
i.
Mengatur dan mengawasi serta bertanggung jawab terhadap semua peralatan
dan sarana yang ada di Bagian Farmasi, agar selalu dalam keadaan baik,
lengkap, dan siap pakai
j.
Menyiapkan dan meneliti surat – surat yang berhubungan dengan Bagian
Farmasi sebelum ditandatangani Dan Rumkit
k.
Melaksanakan koordinasi di lingkungan Bagian Farmasi dengan unit kerja
lain di luar Bagisn Farmasi dalam rangka penyusunan prosedur kerja
pelayanan farmasi di RSMC
l.
Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan Kepala Bagian dan unit
kerja lain yang terkait dalam rangka merencanakan kebutuhan obat, alat
kesehatan, alat kedokteran dan alat perawatan, pengembangan pelayanan
farmasi di bagian atau unit kerja yang bersangkutan
m. Melaksanakan koordinasi dengan unsur, badan, dan instansi baik di dalam
maupun di luar RSMC untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya sesuai
tingkat dan lingkup kewenangannya
n.
Mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi pelaksanaan penerimaan,
penyimpanan, dan pendistribusian barang – barang farmasi guna menjamin
pencapaian tujuan sasaran program kerjanya berhasil guna dan berdaya guna
o.
Membuat uraian tugas bagi para pelaksana yang bekerja di lingkungan
Bagian Farmasi
p.
Mengawasi dan bertanggung jawab agar semua kegiatan di lingkungan
Bagian Farmasi berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan peraturan
yang berlaku dan dapat mencapai sasaran sesuai dengan rencana yang telah
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
ditetapkan. Membuat laopran kepada Dan Rumkit atau Wadan Rumkit baik
secara langsung maupun secara tertulis
q.
Membuat laporan berkala meliputi: pengadaan dan penggunaan obat, alat
kesehatan, alat kedokteran dan bekal kesehatan setiap bulan, per triwulan, dan
setiap akhir tahun anggaran, menyiapkan data penggunaan obat golongan
narkotika, stok opname setiap akhir triwulan dan akhir tahun anggaran,
menyelenggarakan usaha – usaha yang bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan farmasi sesuai dengan tuntutan masyarakat pengguna jasa rumah
sakit, dan kemampuan rumah sakit tugas pokok Bagian Farmasi dapat
dilaksanakan secara optimal
r.
Selalu mengadakan koordinasi dan kerja sama serta memelihara hubungan
baik dengan bagian lain untuk menunjang tercapainya tugas pokok dan fungsi
Bagian Farmasi
s.
Mengadakan kegiatan lain sesuai dengan pengarahan Dan Rumkit atau
Wadan Rumkit
4.4 Gudang Farmasi
Bagian gudang farmasi memiliki tugas untuk menerima, menyimpan, dan
mendistribusikan
perbekalan
kesehatan
untuk pasien umum dan BPJS
Kesehatan baik rawat jalan maupun rawat inap. Perbekalan kesehatan yang
dimaksud meliputi material kesehatan yang berupa obat-obatan dan barang habis
pakai serta alat kesehatan.
4.4.1 Jam Kerja
Gudang farmasi buka setiap hari kerja yaitu Senin-Jumat pada jam 07.00 15.30 WIB dan istirahat pada pukul 12.00 - 13.00 WIB.
4.4.2 Personalia
Tenaga personalia di bagian gudang farmasi RSMC berjumlah 6 orang
yang terdiri dari 1 apoteker, 2 asisten apoteker, dan 3 non asisten apoteker.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4.4.3 Kegiatan Gudang Farmasi
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh bagian gudang farmasi adalah :
a. Penerimaan Perbekalan Farmasi
Setiap penerimaan obat harus didukung dengan bukti penerimaan.
Penerima barang harus memeriksa kesesuaian antara fisik barang dengan
dokumen pengantar kiriman barang. Dokumen bukti pemeriksaan tersebut harus
ditandatangani oleh petugas penerima barang, yang menyerahkan barang, serta
diketahui oleh Kepala Bagian Farmasi dan dibubuhi stempel. Untuk jenis barang
yang diadakan melalui pembelian sendiri, bila terjadi ketidaksesuaian antara fisik
barang dengan dokumen, maka dilakukan pengembalian barang (retur) dan dicatat
di buku berita acara.
b. Penyimpanan (Pergudangan)
Penyimpanan
barang
dikelompokkan
berdasarkan
ruangan
yang
membutuhkan, seperti OK dan UGD. Setiap jenis barang yang terdapat di gudang
dilengkapi dengan kartu stok yang menunjukkan jumlah dan tanggal pemasukan
serta pengeluaran dari setiap barang. Sistem pengeluaran obat atau barang
dilakukan menurut metode First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out
(FEFO).
c. Pendistribusian
Sistem pendistribusian di gudang farmasi meliputi distribusi untuk ruang
rawat inap, ruang ICU, Ruang OK, UGD, dan laboratorium berupa material
kesehatan seperti kasa, perban, desinfektan, alkohol, reagen, cairan infus, obat
gawat darurat, dan alat kesehatan yang dilakukan dengan sistem yang disebut
“amprahan”.
d. Pelayanan Rutin
Setiap minggunya gudang farmasi melayani amprahan (pengambilan
barang/stok) dari Apotek BPJS, poli rawat jalan, paviliun rawat inap, OK, UGD,
ICU, dan laboratorium. Sebelumnya setiap ruangan mengajukan permintaan
mengenai jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang diperlukan kepada gudang
farmasi. Gudang farmasi kemudian membuat jadwal untuk amprahan secara rutin
setiap minggunya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Petugas dari ruangan mendatangi gudang sesuai jadwal yang
telah
ditentukan untuk mengambil amprahan. Jadwal pemberian amprahan di gudang
farmasi selama seminggu adalah sebagai berikut:
1) Senin : Paviliun Flamboyan atas dan bawah, OK, serta poli kandungan.
2) Selasa
: Paviliun Bougenville.
3) Rabu : Paviliun Cempaka 1 dan 2, serta UGD.
4) Kamis
: Ruang bayi, paviliun Dahlia.
5) Jumat
: Paviliun Edelweis, OK, dan ICU.
Setiap barang yang diambil dari gudang farmasi kemudian dicatat jenis
dan jumlahnya pada buku khusus amprahan tiap ruangan. Apabila perbekalan
farmasi di ruangan telah habis, maka ruangan dapat mengambil amprahan di luar
jadwal yang sudah ditentukan. Gudang juga melayani pengisian gas medik seperti
NO2, O2 dan perbaikan alat kesehatan.
e. Pelaporan
Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak melakukan pelaporan
mengenai sirkulasi/mutasi barang masuk maupun keluar dengan menggunakan
aplikasi SIMAK BMN oleh staf Gudang Farmasi. Aplikasi ini digunakan untuk
mencatat dan mengorganisir barang milik negara, mulai dari pembelian, transfer
masuk-keluar antar instansi, sampai penghapusan dan pemusnahan barang milik
Negara (Anonim, 2009). Aplikasi SIMAK BMN mulai digunakan sejak tahun
2009 di Bagian Farmasi yang kegiatan pelaporannya dilakukan berkala tiap
semester kepada Kementerian Pertahanan, namun sejak tahun 2012 kegiatan
pelaporan menggunakan SIMAK BMN dilakukan kepada Kementerian Keuangan
dengan tembusan Kementerian Pertahanan.
Penggunaan aplikasi SIMAK BMN bertujuan untuk menginventaris serta
melihat sirkulasi/mutasi barang/kekayaan rumah sakit umumnya atau Bagian
Farmasi khususnya. Barang-barang yang berada di bawah tanggung jawab Bagian
Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak dikelompokkan menjadi dua, yaitu
aset/harta tetap dan barang/persediaan habis pakai. Harta tetap dapat berupa alat
kesehatan inventaris seperti mesin rontgen, tensimeter, dan lain-lain sedangkan
persediaan habis pakai meliputi obat, alat kesehatan habis pakai, dan
perlengkapan-perlengkapan administratif seperti alat tulis kantor dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Pelaporan sirkulasi barang dilakukan setiap semester (6 bulan) dimana
print out dari hasil input menggunakan SIMAK BMN dilaporkan kepada
Kementerian Keuangan dengan tembusan Kementerian Pertahanan. Staf Gudang
Farmasi melakukan penginputan tiap item barang menggunakan aplikasi SIMAK
BMN meliputi jumlah barang yang masuk maupun barang keluar berdasarkan
stok awal persediaan. Barang masuk bisa berasal dari pembelian langsung, hibah,
maupun tender sedangkan barang keluar kemugkinan dari kegiatan penjualan,
penghapusan, pemusnahan, dan lain-lain. Aplikasi akan mengumpulkan hasil
input data terian Keuangan dengan tembusan Kementerian Pertahanan.
Penggunaan aplikasi SIMAK BMN bertujuan untuk menginventaris serta
melihat sirkulasi/mutasi barang/kekayaan rumah sakit umumnya atau Bagian
Farmasi khususnya. Barang-barang yang berada di bawah tanggung jawab Bagian
Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak dikelompokkan menjadi dua, yaitu
aset/harta tetap dan barang/persediaan habis pakai. Harta tetap dapat berupa alat
kesehatan inventaris seperti mesin rontgen, tensimeter, dan lain-lain sedangkan
persediaan habis pakai meliputi obat, alat kesehatan habis pakai, dan
perlengkapan-perlengkapan administratif seperti alat tulis kantor dan lain-lain.
Pelaporan sirkulasi barang dilakukan setiap semester (6 bulan) dimana
print out dari hasil input menggunakan SIMAK BMN dilaporkan kepada
Kementerian Keuangan dengan tembusan Kementerian Pertahanan. Staf Gudang
Farmasi melakukan penginputan tiap item barang menggunakan aplikasi SIMAK
BMN meliputi jumlah barang yang masuk maupun barang keluar berdasarkan
stok awal persediaan. Barang masuk bisa berasal dari pembelian langsung, hibah,
maupun tender sedangkan barang keluar kemugkinan dari kegiatan penjualan,
penghapusan, pemusnahan, dan lain-lain. Aplikasi akan mengumpulkan hasil
input data tersebut menjadi daftar inventaris barang. Selain itu, aplikasi ini juga
dapat membuat rekapitulasi dari tiap ruangan yang melaporkan kekayaan menjadi
sebuah neraca yang memuat informasi seluruh kekayaan yang dimiliki rumah
sakit. Neraca kekayaan tersebut pada umumnya dibuat satu tahun sekali saat tutup
buku/akhir tahun.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4.5 Apotek Yanmasum ( Pelayanan Masyarakat Umum )
Satu diantara apotek yang berada di bawah struktur organisasi Bagian
Farmasi RSMC adalah Apotek Yanmasum. Apotek ini dapat melayani seluruh
obat untuk pasien umum maupun obat untuk pasien BPJS Kesehatan yang tidak
ditanggung oleh Apotek BPJS RSMC, baik melalui mekanisme restitusi untuk
pasien anggota TNI AL dan keluarga maupun pembelian sendiri oleh pasien BPJS
Kesehatan. Apotek Yanmasum memberikan pelayanan obat untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan.
4.5.1 Jam Kerja
Apotek Yanmasum RS Marinir Cilandak memberi pelayanan selama 24
jam setiap harinya. Pelayanan dilaksanakan dengan pembagian shift kerja di
Apotek Yanmasum yaitu dengan adanya shift jaga di luar shift normal setiap
harinya. Shift normal apotek adalah pada pukul 07.00 – 15.00 WIB. Di luar jam
tersebut, terdapat tiga orang petugas jaga yang bertugas pada shift jaga pukul
15.00– 21.00 WIB serta dua orang bertugas jaga mulai pukul 21.00 – 07.00 WIB.
4.5.2 Personalia
Tenaga personalia di Apotek Yanmasum RSMC terdiri dari 1 apoteker, 9
asisten apoteker, dan 4 non asisten apoteker.
4.5.3 Jenis Pelayanan
Apotek Yanmasum melayani pasien umum rawat jalan dan rawat inap,
pasien yang terdaftar sebagai anggota asuransi tertentu (pasien jaminan), pasien
gawat darurat dan juga pelayanan restitusi untuk pasien TNI AL dan keluarganya.
Untuk pasien jaminan, apotek Yanmasum melakukan kerjasama dengan beberapa
perusahaan asuransi. Resep pasien rawat inap dapat dibeli langsung oleh keluarga
pasien atau melalui hospital pharmacy dimana pasien tidak membeli langsung ke
apotek tetapi melalui perawat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4.5.4 Pengadaan obat
Pengadaan obat di RSMC dilakukan oleh bagian Dalfar (Pengendalian
Farmasi) dan diadministrasikan secara terpisah untuk Apotek Yanmasum dan
Apotek BPJS. Prosedur pemesanan obat dilakukan dengan memesan langsung ke
distributor. Petugas apotek yang bertanggung jawab atas tugas defekta melihat
stok barang yang perlu dipesan dan mencatatnya pada buku defekta. Kemudian
daftar barang yang perlu dipesan diserahkan pada Kepala Sub Bagian
Pengendalian Farmasi (Ka Sub Bag Dalfar). Setelah disetujui, barang dapat
dipesan langsung
ke distributor menggunakan surat pesanan. Surat pesanan
khusus narkotika dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dengan menyertakan
tanda tangan dari APA (Apoteker Pengelola Apotek). Barang yang dipesan
kemudian diantarkan langsung oleh distributor ke Apotek Yanmasum. Faktur
diserahkan ke apotek oleh distributor, namun mekanisme pembayaran obat
dilakukan melalui bagian Pekas ( Pemegang Kas) Rumah Sakit menurut ketentuan
Rumah Sakit Marinir Cilandak.
4.5.5 Penyimpanan
Pengelompokan barang di Apotek Yanmasum dilakukan berdasarkan
bentuk dan jenis sediaan. Sediaan padat dan cair serta alat kesehatan dipisahkan
dalam penyimpanan. Untuk menyimpan obat injeksi terdapat lemari khusus
sedangkan untuk menyimpan jenis-jenis obat yang termolabil seperti supositoria
dan vaksin disediakan refrigerator. Obat jenis sirup antibiotik dilakukan
penyimpanan yang terpisah dari sediaan cair lainnya. Setelah pengelompokan
berdasarkan bentuk dan jenis sediaan, obat disusun secara alfabetis. Apotek
Yanmasum tidak memiliki ruangan khusus untuk menyimpan persediaan obat dan
alat kesehatan (gudang) sehingga persediaan disimpan pada lemari tersendiri yang
terdapat di ruangan Apotek Yanmasum. Pencatatan stok obat dan alat kesehatan
yang masuk dan keluar dicatat pada kartu stok.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4.5.5 Pelayanan farmasi
Kegiatan pelayanan di Apotek Yanmasum meliputi pelayanan pemberian
obat berdasarkan resep dan non resep kepada pasien umum serta pemberian obat
restitusi kepada pasien TNI AL dan keluarga.
4.6
Apotek BPJS
Apotek ini dibentuk atas dasar kerjasama antara Rumah Sakit Marinir
Cilandak (RSMC) dengan BPJS Kesehatan. Apotek BPJS RSMC berfungsi untuk
memberikan pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan sesuai dengan
Formularium Nasional yang digunakan untuk pelayanan obat bagi peserta BPJS
Kesehatan, baik untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap.
4.6.1 Jam Kerja
Pelayanan di Apotek BPJS dilakukan setiap hari selama 24 jam. Dibagi
menjadi dua shift yaitu pukul 07.00 – 15.00 WIB dan pukul 15.00 – 07.00 WIB.
4.6.2 Personalia
Tenaga personalia di Apotek BPJS terdiri dari 1 apoteker, 11 asisten
apoteker, 3 non asisten apoteker.
4.6.3 Jenis Pelayanan
Apotek BPJS hanya melayani pasien yang terdaftar sebagai peserta BPJS
Kesehatan.
4.6.4 Pengadaan Obat
Perencanaan
pengadaan
obat
dilakukan
setiap
minggu. Prosedur
pengadaan obat di Apotek BPJS adalah dengan mencatat obat-obatan yang
stoknya
minimum dalam buku defekta. Buku defekta tersebut kemudian
diserahkan kepada Ka Sub Bag Dalfar. Setelah diperiksa oleh Ka Sub Bag Dalfar,
buku defekta diserahkan kepada Ka Bag Far dan jika disetujui selanjutnya Ka Sub
Bag Dalfar akan membuat surat pemesanan atau Purchase Order (PO) dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
persetujuan BPJS Kesehatan. Purchase Order dikirim ke PBF (Pedagang Besar
Farmasi) dan PBF akan mengirimkan barang berdasarkan PO yang telah dibuat.
4.6.5 Penyimpanan
Obat di apotek BPJS dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaannya,
kemudian disusun secara alfabetis. Setiap pemasukan dan pengeluaran obat
dicatat dalam kartu stok obat.
4.6.6
Pelayanan farmasi
Pemberian obat dan atau material kesehatan dilakukan berdasarkan resep
dokter untuk pasien BPJS Kesehatan baik pasien rawat inap atau pasien rawat
jalan sesuai dengan indikasi medis dan diagnosis pasien. Pasien rawat jalan yang
mendapat resep dari dokter akan membawa resep tersebut beserta fotocopy surat
rujukan, fotocopy KPK, ke apotek. Pasien Rawat Inap yang mendapat resep dari
dokter akan membawa resep tersebut beserta fotocopy surat jaminan rawat inap,
fotocopy KPK, ke apotek yang ditunjuk. Jika kelengkapan administrasi pasien
belum lengkap, maka pelayanan pemberian obat belum bisa diberikan kecuali
pada pasien gawat darurat. Berkas administrasi yang kurang lengkap, petugas
akan mengembalikan berkas tersebut ke pasien untuk dilengkapi (dengan
memberikan informasi berkas apa saja yang perlu dilengkapi). Jika proses
adminitrasi sudah sesuai atau memenuhi syarat, resep yang diberikan ke apotek
BPJS akan dilakukan verifikasi resep dan bukti pendukung lain. Apoteker dan
petugas apotek akan melakukan pengkajian resep, menyiapkan, dan menyerahkan
oabt kepada peserta disertai dengan pemberian informasi obat. Jika resep sesuai
dengan standar obat JPK Jamsostek, petugas apotek akan langsung memberikan
obat tersebut kepada peserta, dengan mengutamakan obat generik terlebih dahulu.
Bila resep obat diluar standar, maka obat akan disetarakan dengan obat standar
Program JPK Jamsostek yang mempunyai kandungan zat berkhasiat (nama
generik) sama dengan obat yang diresepkan. Sedangkan untuk obat diluar daftar
yang ditanggung oleh BPJS akan diberikan copy resepnya untuk bisa ditebus dan
dibeli di apotek Yanmasum atau lainnya, karena apotek BPJS tidak. Apabila ada
masalah dengan resep misalnya terkait dosis maupun ketidakterbacaan resep,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
maka apoteker atau asisten apoteker akan mengkonfirmasikan terlebih dahulu ke
dokter, lalu dicatat ke buku komunikasi dengan dokter dan perawat. melayani
pembayaran uang tunai.
Apotek akan memberikan obat sesuai dengan resep untuk 3-5 hari,
pengambilan obat untuk kasus penyakit kronis dapat diberikan untuk 10 hari
kecuali penyakit tertentu yang memerlukan obat terus menerus dapat diberikan
sampai 30 hari (dengan monitoring/persetujuan Kantor Cabang BPJS). Setelah
pasien/peserta menerima obat, peserta menandatangani bukti penerimaan obat dan
memperoleh informasi obat. Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan salah
satu bentuk pelayanan farmasi klinis yang terdapat di apotek, baik informasi
tersebut untuk pasien maupun dengan sejawat. PIO untuk pasien tidak ada atau
tidak berjalan selama menjalani pkpa disan, karena sedang terjadi renovasi
perpindahan gedung apotek. Namun, sekarang program tersebut sedang dijalankan
kembali. Selain PIO, pelayanan farmasi klinis lainnya yang dilakukan adalah
pemantauan terapi obat (PTO) yang mana lebih dikhususkan kepada pasien rawat
inap.
Pelayanan obat yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sesuai
dengan Formularium Nasional. Kebutuhan obat-obatan di luar paket Indonesia
Case Based Group's (INA-CBG's) tetap dapat diklaim oleh fasilitas kesehatan
yang mengeluarkan obat untuk pasien. Khusus untuk pelayanan obat kronis, bila
kondisi pasien dengan penyakit kronis belum stabil, maka fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan dapat memberikan
tambahan resep obat penyakit kronis
(berdasrkan Formularium Nasional) diluar paket INA CBG’s sesuai indikasi
medis sampai kontrol berikutnya apabila penyakit belum stabil. Selanjutnya, IFRS
atau apotik dapat menagih biaya atau mengajukan klaim pembayaran kepada
BPJS Kesehatan.
4.6.7 Administrasi Penagihan
4.6.7.1 Ketentuan Klaim BPJS Kesehatan
Obat-obat non kronik diklaim menggunakan sistem paket INA CBG’s
melalui rumah sakit sedangkan obat kronik diklaim setelah melalui mekanisme
sebagai berikut: Dilakukan skrining terhadap resep setelah mendapatkan legalisasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
dari BPJS Kesehatan, obat untuk 7 hari pertama diklaim dengan sistem paket INA
CBG’s seperti obat non kronik sedangkan sisanya diinput ke aplikasi BPJS
Kesehatan. Setelah selesai melakukan penginputan selama periode 1 bulan, resep
tersebut diverifikasi oleh verifikator BPJS Kesehatan. Klaim obat Bagian Farmasi
RSMC ke BPJS Kesehatan dapat dilakukan dengan menyerahkan persyaratan
administrasi :
a. Kwitansi yang ditandatangani atas nama Kabag Farmasi RSMC
b. Kwitansi KU-17
c. Surat Tagihan Obat Kronik 23 Hari Rawat Jalan
d. Umpan balik dari BPJS Kesehatan yang ditandatangani Dan Rumkit Marinir
Cilandak
e. Lampiran resep kronik yang sudah dilegalisasi BPJS Kesehatan
f. SEP asli pasien.
Setelah klaim dilakukan, dana dikirim oleh BPJS Kesehatan melalui
rekening RSMC. Obat-obat kronik yang dapat diklaim adalah obat-obat peserta
BPJS rawat jalan yang masuk dalam 10 golongan obat kronik di bawah ini:
a. DM (insulin dll)
b. Hipertensi (Amlodipine, bisoprolol)
c. Jantung
d. Asma
e. Paru
f. Epilepsi
g. Skizoprenia
h. Sirosis Hepatik
i. Stroke
j. Sindrom Lupus
4.7 Depo Kamar Operasi
Depo kamar operasi merupakan salah satu depo farmasi yang berada di
bawah struktur organisasi Bagian Farmasi RSMC. Depo ini berfungsi
menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk kepentingan operasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4.7.1 Jam Kerja
Depo kamar operasi memberi pelayanan selama jam kerja dan juga setiap
hari kerja oleh petugas farmasi yaitu pukul 07.00 – 15.30. Selanjutnya untuk hari
libur dan di luar jam kerja tersebut, yang bertugas dan bertanggung jawab
menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu perawat jaga kamar
operasi.
4.7.2 Personalia
Tenaga personalia farmasi di depo ini belum tersedia karena keterbatasan
jumlah anggota farmasi, tetapi setiap harinya terdapat satu petugas farmasi yang
bertugas memeriksa stok sediaan farmasi dan alat kesehatan di depo ini.
4.7.3 Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan setiap 1 minggu
sekali atau jika stoknya sudah minimum di ruang operasi. Prosedur pengadaannya
adalah dengan mencatat obat-obatan yang stoknya minimum dalam buku defekta,
kemudian buku tersebut ditandatangani oleh kepala ruang operasi dan diserahkan
ke bagian gudang farmasi.
4.7.4 Penyimpanan
Penyimpanan obat di ruang operasi disimpan dalam ruangan berukuran
sekitar 2x2 meter. Di dalam ruang operasi, terdapat tiga kamar operasi yang
masing-masing kamar juga terdapat lemari untuk menyimpan sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
4.7.5 Jenis Pelayanan
Depo ini berfungsi menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk
kepentingan operasi. Setiap harinya petugas akan mengisi lemari di setiap kamar
operasi untuk sediaan farmasi dan alat kesehatan yang stoknya sudah menipis.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4.8 Depo UGD
Depo UGD merupakan salah satu depo farmasi yang berada di bawah
struktur organisasi Bagian Farmasi RSMC. Depo ini berfungsi menyediakan
sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk kepentingan pasien UGD.
4.8.1 Jam Kerja
Depo UGD memberi pelayanan selama 24 jam setiap hari.
4.8.2 Personalia
Tenaga personalia farmasi di depo ini belum tersedia karena keterbatasan
jumlah anggota farmasi, tetapi setiap harinya terdapat satu petugas farmasi yang
bertugas memeriksa stok sediaan farmasi dan alat kesehatan di depo ini.
4.8.3 Pengadaan
Pemeriksaan stok dilakukan setiap hari. Depo ini memiliki persediaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam jumlah yang tetap. Pengadaan dilakukan
jika terdapat sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan jumlah
tetap.
4.8.4 Jenis Pelayanan
Depo ini berfungsi menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk
pasien UGD. Pasien akan menerima tindakan dan pengobatan dari sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang tersedia di UGD terlebih dahulu. Keluarga pasien
kemudian akan diberikan resep untuk ditebus ke apotek. Obat yang dari apotek
tersebut, kemudian diberikan kembali ke UGD untuk mengganti sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang tadi telah digunakan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
BAB 5
PEMBAHASAN
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
rumah
sakit
didefinisikan
sebagai
institusi
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit
Marinir Cilandak (RSMC) merupakan rumah sakit angkatan laut yang
digolongkan sebagai rumah sakit tipe B, yaitu rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis
penunjang medik, dan pelayanan medik subspesialis dasar. Fasilitas pelayanan
yang tersedia di RSMC meliputi Instalasi Rawat Jalan (IRJ), Instralasi Rawat
Darurat (IRD), Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU),
Instalasi bedah Sentral, Instalasi Kebidanan dan Kandungan, Instalasi Rehabilitasi
Medik (IRM), Instalasi Radio Terapi, serta fasilitas penunjang seperti Instalasi
Farmasi, Laboratorium dan Pemulasaraan Jenazah. Terdapat pula subdepartement
gizi dan pengelolaan limbah. Layanan spesialis yang terdapat di RSMC meliputi
spesialis paru, jantung, penyakit saraf, kesehatan jiwa, kandungan dan kebidaan
serta spesialis anak dan bedah umum.
Departemen farmasi RSMC merupakan suatu unit fungsional yang
mengelola semua perbekalan farmasi yang digunakan oleh rumah sakit dan
dipimpin oleh Kepala Departemen Farmasi yang secara struktural berada di
bawah Komandan Rumah Sakit. Kegiatan yang dilakukan dibawah departement
farmasi RSMC terdiri dari dua golongan utama, yakni pelayanan klinis dan
pelayanan non klinik. Kegiatan pelayanan farmasi klinik mencakup pelayanan
resep dan informasi obat di Apotek BPJS dan Apotek Yanmasum. Pelayanan
pemberian konseling kepada pasien dengan kriteria khusus dilakukan tapi belum
maksimal karena adanya renovasi Apotek BPJS. Skrining instruksi pengobatan
dilakukan untuk pasien-pasien tertentu seperti pasien yang menerima polifarmasi.
Monitoring efek samping obat belum dilakukan. Pengkajian dan evaluasi
penggunaan obat dan kunjungan ke ruang perawatan (ward) sudah dilakukan
namun tidak terjadwal dan belum didokumentasikan. Therapeutic drug
54
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
monitoring (TDM) dan Total Parenteral Nutrition (TPN) belum dilakukan karena
keterbatasan peralatan dan sumber daya manusia khususnya apoteker klinis.
Pelayanan non klinik meliputi bidang logistik dan administratif. Pengelolaan
logistik
yang
dilakukan
meliputi
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan, distribusi, pengawasan, produksi. Bagian administrasi melakukan
fungsi admisitratif dan pelaporan.
Fungsi pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh Bagian Farmasi
RSMC masih sangat terbatas karena masih kurangnya kebijakan yang mendukung
dan sumber daya manusia seperti tenaga profesi apoteker yang jumlahnya masih
belum memadai. Fungsi pelayanan farmasi klinik tersebut diantaranya yaitu
pelayanan informasi obat, konseling, proses pengawasan terhadap penggunaan
obat, Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan pemantauan terhadap Drug
Related Problems. Hal tersebut menyebabkan kegiatan kefarmasian lebih banyak
terpusat pada kegiatan yang bersifat non klinik yang lebih berfungsi dalam
kegiatan manajemen atau pengelolaan perbekalan farmasi.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, idealnya 1 orang apoteker klinis berbanding
30 tempat tidur pasien. Rumah Sakit Marinir Cilandak memiliki kapasitas tempat
tidur sebanyak 190 tempat tidur dan memiliki 6 orang tenaga apoteker yang mana
tidak berfokus di bidang klinis. Kondisi tersebut menyebabkan belum
terpenuhinya perbandingan antara Apoteker dengan tempat tidur pasien yang
perbandingannya 1: 30.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan
Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan
pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat,
Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga
Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. Apotek BPJS RSMC
melayani rata-rata 500 resep per hari dengan jumlah apoteker yang bertugas 1
(satu) orang, sehingga belum mencukupi perbandingan yang diharuskan. Pada
apotek Yanmasum jumlah resep per hari rata-rata 150 resep, dengan apoteker
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
yang bertugas sebanyak 1 (satu) orang, hal ini juga belum sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
Pada pelayanan obat pasien rawat jalan, terdapat 1 orang Apoteker di
setiap apotek RSMC yaitu masing-masing di Apotek BPJS dan Apotek
Yanmasum. Peran manajerial farmasi di RSMC dipegang oleh 2 Apoteker yang
masing – masing bertugas sebagai Kepala Bagian Farmasi dan Kepala Sub Bagian
Pengendalian Farmasi. Untuk memaksimalkan peranan apoteker dalam kegiatan
farmasi klinik disarankan kepada pimpinan Rumah Sakit Marinir Cilandak untuk
menambah jumlah tenaga profesi apoteker terutama apoteker yang berfokus pada
kegiatan farmasi klinik. Selain karena faktor kuantitas yang kurang memadai,
kualitas faktor sumber daya manusia juga perlu diperhatikan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan yang diberikan, sehingga perlu diselenggarakan pendidikan
dan pelatihan secara rutin bagi seluruh staf Bagian Farmasi RSMC.
Apotek BPJS melayani pasien peserta BPJS Kesehatan yang terdiri dari
anggota Angkatan Laut/Pegawai Negeri Sipil TNI beserta keluarganya (suami,
istri dan 3 orang anak berusia di bawah 21 tahun), pegawai Negeri Sipil, Polri,
Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri dan Pegawai Swasta
beserta keluarganya yang terdiri atas suami atau istri dan 3 orang anak berusia di
bawah 21 tahun atau belum menikah dan tidak mempunyai penghasilan sendiri.
Jika anak tersebut melanjutkan pendidikannya hingga Perguruan Tinggi, anak
tersebut tetap akan mendapatkan jaminan kesehatan hingga usia 25 tahun dengan
syarat harus disertai dengan surat keterangan aktif kuliah dari institusi terkait.
Penyusunan obat pada rak obat di apotek BPJS dilakukan secara alfabetis
sehingga memudahkan dalam penyiapan obat pasien, untuk lebih memaksimalkan
pelayanan sebaiknya rak diperbesar supaya semua obat dapat disusun secara
alfabetis di dalam rak. Terkait penyimpanan obat di Apotek BPJS, sebaiknya
penyusunannya dilakukan secara FEFO (First Expired First Out) terutama ketika
barang datang dari gudang untuk menghindari penyerahan obat kadaluarsa ke
pasien. Untuk penyimpanan barang di Apotek BPJS sudah disusun secara
alfabetis dan dipisahkan berdasarkan bentuk sediaan. Namun, untuk alat
kesehatan dan obat‒obat injeksi yan berada di rak masih belum tersusun dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
rapi ataupun alfabetis meskipun sebelumnya sempat disusun berdasarkan
alfabetis.
Pelayanan obat di Apotek BPJS cukup baik, resep yang ditebus oleh
pasien akan dicocokkan pangkat kesatuan, usia, serta nama lengkap pasien sesuai
yang tertera pada resep serta tanda tangan dan nomor telepon sebagai bukti bahwa
obat telah diserahkan kepada pasien. Penyiapan obat dilakukan dengan cepat
kecuali obat racikan, namun proses pengecekan oleh Apoteker berlangsung lama
karena banyaknya resep yang masuk dan pengecekan hanya dilakukan oleh
seorang Apoteker. Pengecekan sudah cukup baik karena dilakukan secara
berulang untuk tiap resep yang dilayani, mulai dari screening, pemberian harga,
peracikan dan proses penyerahan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa
obat yang diberikan sesuai dengan permintaan dalam resep, sehingga akan
terwujud sistem tepat obat, tepat dosis, tepat indikasi dan tepat pasien.
Apotek Yanmasum melayani pasien umum yang merupakan seluruh
masyarakat umum yang berobat di RSMC atau pasien BPJS Kesehatan yang
obatnya tidak didukung oleh Apotek BPJS, baik melalui mekanisme restitusi
maupun pembelian sendiri oleh pasien. Apotek Yanmasum tidak memiliki gudang
penyimpanan obat, sehingga obat-obat disimpan di rak-rak yang terdapat di
apotek tersebut. Hal ini menyebabkan berkurangnya area di dalam apotek
sehingga berkurang pula ruang gerak bagi para petugas apotek dalam melakukan
pelayanan resep terutama saat peracikan dan atau pengemasan, namun hal ini
tidak mengurangi pelayanan optimal yang dilakukan oleh Apotek Yanmasum.
Untuk itu disarankan penataan perbekalan farmasi yang lebih teratur di Apotek
Yanmasum.
Sistem distribusi obat bagi pasien rawat inap di RSMC menggunakan
sistem sentralisasi dimana seluruh perbekalan kefarmasian di ruangan rawat inap
tertuju kepada Apotek BPJS dan Apotek PC serta tidak memiliki stok di ruangan.
Persediaan di ruangan hanya terbatas untuk obat-obat emergency dan perbekalan
farmasi dasar. Depo farmasi di ruangan untuk melayani obat dan perbekalan
farmasi
lainnya
tidak
tersedia
sehingga
menyulitkan
pengawasan
dan
pengendalian obat-obat yang digunakan. Sedangkan untuk pasien rawat inap,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
sistem peresepan yang digunakan adalah sistem peresepan individual, akibatnya
pasien sulit mengatur regimen terapi yang diterimanya.
Gudang farmasi di RSMC berperan dalam perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, serta pendistribusian perbekalan farmasi
ke Apotek BPJS dan semua unit RSMC. Perencanaan perbekalan farmasi di
RSMC dilakukan berdasarkan permintaan atau kebutuhan dari setiap unit. Hal ini
dilihat dari hasil konsumsi rata-rata setiap semester atau setiap tahun dari masingmasing unit. Pengadaan perbekalan farmasi di RSMC dilakukan dengan sistem
satu pintu yaitu seluruh pemesanan perbekalan farmasi harus melalui bagian
pengadaan dan administrasi di Bagian Farmasi. Seluruh perbekalan farmasi di
seluruh unit rumah sakit dikendalikan dan diawasi oleh bagian gudang farmasi.
Pengadaan perbekalan farmasi kedua apotek di RSMC memiliki sistem pengadaan
yang berbeda. Sumber barang di Apotek BPJS berasal dari sisa dropping tahun
2013 dari Dinas Kesehatan Angkatan Laut (Diskesal), Pusat Kesehatan TNI
(Puskes TNI) dan dari pembelian langsung yang dananya berasal dari hasil
operasional Apotek Yanmasum (Pelayanan Masyarakat Umum) rumah sakit dan
Dana Pemeliharaan Kesehatan (DPK) per triwulan melalui tender. Berbeda
dengan apotek BPJS, pengadaan di Apotek Yanmasum dilakukan dengan
pembelian langsung melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pengadaan di
Apotek Yanmasum dilaksanakan berdasarkan formularium RSMC.
Pada kegiatan penerimaan dibentuk tim khusus yang juga melibatkan
apoteker, pengurus gudang berdasarkan Surat Perintah Komandan Rumah Sakit.
Penerimaan, penyimpanan, pendataan defekta barang dan pengelolaan barang di
Apotek BPJS dilakukan oleh bagian gudang farmasi, sedangkan untuk Apotek
Yanmasum dilakukan oleh Apotek Yanmasum sendiri. Seluruh daftar defekta
yang berasal dari kedua apotek kemudian diserahkan kepada Kepala Sub Bagian
Pengendalian Farmasi yang memiliki kewenangan dalam hal pengendalian bidang
perencanaan dan distribusi.
Setiap kegiatan yang telah dilakukan dibuat pencatatan serta pelaporannya.
Perbekalan farmasi yang diterima dicocokkan kembali dengan daftar permintaan
serta dilihat waktu kadaluwarsanya. Setelah itu, perbekalan farmasi tersebut
disimpan di dalam gudang. Perbekalan farmasi kemudian disusun berdasarkan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
bentuk sediaan, sumber penerimaan, dan tujuan distribusi. Selanjutnya, gudang
farmasi akan melakukan kegiatan distribusi setiap minggu ke unit-unit yang
berada di Rumah Sakit sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, termasuk ke
Apotek BPJS.
Berdasarkan Good Storage Practice, gudang farmasi RSMC telah
memenuhi beberapa syarat gudang yang baik seperti dokumentasi barang masuk
dan barang keluar sudah baik namun perlu dirapikan, memiliki generator listrik,
terdiri dari satu lantai yang akan memberi kemudahan dalam lalu lintas dan
pengawasan perbekalan farmasi, adanya penyimpanan obat berdasarkan suhu
stabilnya obat, lemari penyimpanan obat golongan narkotika dan psikotropika
belum sepenuhnya memenuhi standar yang ada karen kunci masih tergantung di
lemari narkotik bukan dipegang oleh petugas yang bertugas di hari itu, rak untuk
menyusun perbekalan farmasi yang sudah memisahkan antara obat‒obatan dengan
perbekalan kesehatan farmasi lainnya, tabung pemadam kebakaran dan alarm
yang masih berfungsi dengan baik, adanya aktivitas pengecekan kemasannya
tidak rusak, jumlah yang diantar, label produk, nama dan alamat pemasok, nomer
batch dan juga tanggal kadaluarsa saat barang datang, dilakukannya pemisahan
untuk barang yang rusak, kadaluarsa, dan retur.
Beberapa hal yang disarankan untuk dibenahi adalah tempat penyimpanan
bahan-bahan yang mudah terbakar seharusnya dipisah dari perbekalan kesehatan
lainnya atau diberi tempat khusus tidak tercampur dengan perbekalan kesehatan
lainnya. adanya peletakan thermometer didalam refrigerator untuk memonitoring
suhunya serta sebaiknya ada petugas monitoring dilakukan secara rutin, berjadwal
dan didokumentasikan, monitoring juga sebaiknya dilakukan dalam pengendalian
serangga/hewan pengganggu, personil yang bekerja di area penyimpanan juga
perlu menggunakan perlengkapan ataupun pakaian yang bisa melindungi atau
tidak menyebabkan produk terkontaminasi. Dengan mengikuti panduan mengenai
cara penyimpanan produk yang baik dan benar (Good Storage Practice (GSP))
maka secara langsung dapat memastikan produk yang akan diterima pasien dalam
kualitas yang baik dan aman untuk digunakan. Dengan demikian konsumen dapat
merasa nyaman dan aman ketika mereka mengetahui bahwa produk yang mereka
beli sudah melalui rangkaian proses yang benar.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Standar gudang obat berdasarkan Pharmaceutical Society of Australia
(PSA) Professional Practice Standards adalah:
a.
Ruang dengan sistem penguncian yang baik
b.
Memiliki layar pengaman pada setiap jendela
c.
Cahaya yang cukup (minimal pencahayaannya adalah 240 [I x]
d.
Suhu ruang dibawah 25°C, dipasang AC selama 24 jam dimana daya AC
terkoneksi dengan emergency supply (generator dll).
e.
Terdapat lemari pendingin untuk penyimpanan vaksin
f.
Terdapat lemari pendingin untuk produk yang membutuhkan suhu dingin,
selain vaksin
g.
Terdapat lemari khusus untuk obat dan bahan berbahaya
h.
Obat B3 tidak dapat diajdikan satu dengan obat lain, pisahkan ruanngannya
atau telakkan pada lemari penyimpanan yang berbeda dimana terdapat kunci
pengamana masing-masing.
i.
Terdapat rak yang cukup untuk meletakkan obat berdasarkan kategori tertentu
j.
Terdapat meja kerja yang tahan air dibagian atasnya
k.
Terdapat kursi putar yang dapat disesuaikan tingginya jika meja kerja rendah
l.
Terdapat wastafel yang terbuat dari stainless steel dan kedap air, sebaiknya
menggunakan kran yang dapat dimatikan dengan siku.
m. Terdapat tempat pembuangan untuk obat-obat yang tidak diinginkan (Rusak,
ED dll)
n.
Terdapat sabun serta handuk kering
o.
Terdapat tangga pendek (biasanya terdiri dari 2 anak tangga saja) yang tidak
licin atau pijakan untuk mengambil barang yang letaknya tinggi.
Sistem Manajemen dan Akuntasi (SIMAK) di Rumah Sakit Marinir
Cilandak terhubung langsung (online) ke Dinas Kesehatan Angkatan Laut
(Diskesal). Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak wajib membuat
laporan setiap triwulan, semester dan tahunan ke Dinas Kesehatan Angkatan Laut
(Diskesal) mengenai penerimaan atau pemakaian material kesehatan. Laporan
bukan hanya dalam bentuk penggunaan jumlah item perbekalan kesehatan saja
namun juga dalam bentuk rupiah untuk mengetahui jumlah dana yang digunakan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir
Cilandak yang dilaksanakan selama lebih kurang 6 minggu dapat dirasakan
manfaatnya untuk memberikan gambaran kepada calon apoteker tentang
bagaimana mengelola kegiatan farmasi klinik dan non klinik secara komprehensif
di suatu rumah sakit, serta mempelajari permasalahan-permasalahan dalam
menjalankan kegiatan kefarmasian di rumah sakit dan berupaya mencari solusi
dari setiap permasalahan yang mungkin timbul. Praktek Kerja Profesi ini
diharapkan dapat menjadi bekal sebelum memasuki dunia kerja nantinya.
Centralized Sterile Supply Department (CSSD) merupakan sebuah unit
kerja di rumah sakit yang bertugas melakukan proses sterilisasi tersentral disebuah
tempat tertentu dengan penanggung jawab khusus. Manfaat utama CSSD adalah
jaminan mutu terhadap sterilitas peralatan medis yang akan digunakan karena
sterilisasi dilakukan dengan prosedur standar serta personil yang terkualifikasi.
Manfaat tambahan yang didapat adalah efisiensi sarana dan peralatan sterilisasi
sehingga nilai investasi, biaya operasional dan perawatan dapat ditekan karena
sterilisasi dilakukan secara tersentral. Selain efisiensi biaya didapat pula manfaat
berupa efisiensi kerja, karena tenaga medis yang biasa melakukan sterilisasi
seperti perawat dapat berfokus pada tugas utamanya. Sterilisasi merupakan hal
yang sangat penting untuk mencegah infeski nosokomial. Di RSMC tidak terdapat
CSSD, setrilisasi dilakukan pada masing-masing bagian yang membutuhkan
adanya peralatan steril seperti di ruang operasi, IGD maupun rawat inap. CSSD
belum tersedia di RSMC karena keterbatasan sumber daya manusia dan investasi
awal yang cukup besar.
Bagian laundry melayani pencucian linen dari seluruh instalasi di RSMC,
khususnya instalasi bedah dan rawat jalan. Setiap hari seluruh linen kotor
dikumpulkan oleh bagian kebersihan (cleaning service) kemudian disalurkan ke
bagian laundry. Linen yang diterima dipisahkan menjadi dua yakni linen dari
kamar operasi dan linen dari bagian lain. Linen dari kamar operasi di cuci dengan
mesin cuci khusus dan selanjutnya dilakukan pengeringan menggunakan mesin
pengering khusus pula, linen ini tidak dijemur dibawah matahari. Sedangkan linen
dari bagian lain dicuci menjadi satu mesin cuci dan tidak dilakukan pengeringan
dengan mesin, pengeringan dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
matahari. Selanjutnya semua linen yang telah kering disetrika kemudian di
salurkan ke bagiannya masing-masing. Untuk linen instalasi bedah terdapat proses
sterilisasi lanjutan menggunakan autoclave, kegiatan ini dilakukan di dalam
instalasi bedah sendiri tidak dilakukan di bagian laundry. Proses pencucian linen
rumah sakit biasanya menggunakan Chlorin untuk melepaskan noda-noda
organik, pada bagian laundry RSMC tidak diketahui komposisi detergen yang
digunakan karena pada kemasan tidak ada keterangan komposisinya.
Pengolahan limbah di RSMC dilakukan untuk limbah padat dan limbah
cair, untuk pengolahan limbah gas belum tersedia. Pengolahan limbah padat
dibagi menjadi dua yakni limbah medis dan limbah non medis. Limbah non medis
dibuang pada pembungan umum, sedangkan limbah medis menggunakan
incenerator. Incenerator yang dimiliki RSMC memiliki suhu maksimum
pembakaran 1500° C dengan efisiensi penghancuran (degradasi) dan efisiensi
pembakaran yang baik. Namun tinggi cerobong incenerator memiliki tinggi yang
lebih rendah dibanding bagunan rumah sakit maupun bangunan disekitanya,
idealnya cerobong incenerator memiliki tinggi diatas bangunan sekitar.
RSMC juga melakukan pengolahan limbah cair menggunakan kolam
pengolahan limbah. Hasil dari kolam pengolahan limbah ini dilakukan pengujian
secara berkala untuk memastikan limbah cair sesuai standar yang telah ditetapkan.
Parameter pemeriksaan limbah cair meliputi kadar klorin, ammonia, kesadahan,
senyawa aktif biru metilen, Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological
Oxygen Demand (BOD). Indikator akhir pengecekan limbah cair dilakukan
dengan menggunakan indikator pencemaran ikan Mas yang sensitif terhadap
adanya pencemaran. Air limbah sebelum di alirkan ke Sungai Krukut dialirkan
terlebih dahulu ke kolam tempat ikan Mas untuk memastikan limbah yang
dibuang bebas dari pencemaran. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan ke
BPLHD (Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah) pengolahan hasil limbah
cair RSMC sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
a.
Pelayanan farmasi yang dilaksanakan di Rumah Sakit Marinir Cilandak
(RSMC) yakni pelayanan klinik dan pelayanan non klinik. Kegiatan
pelayanan farmasi klinik hanya mencakup pelayanan resep dan informasi obat
di Apotek BPJS dan Apotek Yamasum. Pelayanan non klinik meliputi bidang
logistik dan administratif. Dalam hal ini, Apoteker berperan dalam semua
pelayanan farmasi baik itu pelayanan klinik maupun pelayanan non klinik.
b.
Kendala atau tantangan pada pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Marinir
Cilandak meliputi sumber daya manusia apoteker belum memadai, pelayanan
farmasi klinik belum sepenuhnya berjalan, sistem distribusi obat masih
tersentralisasi sehingga banyak kerugian yang didapatkan bila dibandingkan
dengan sistem distribusi yang desentralisasi khususnya dalam pengawasan
distribusi obat, sistem computerized belum memadai, pembagian tugas dalam
kegiatan pelayanan masih perlu diperbaiki.
6.2 Saran
a.
Lemari penyimpanan obat golongan narkotika sebaiknya disesuaikan dengan
peraturan pemerintah yaitu kunci dipegang oleh petugas yang bertugas di saat
itu, bukan digantung di lemari narkotik.
b.
Untuk bahan-bahan yang memerlukan perhatian khusus sebaiknya diberikan
label dan disimpan sesuai dengan ketentuan yang dianjurkan.
c.
Untuk mengoptimalkan terapi pasien, sebaiknya sistem distribusi obat diubah
dari sistem distribusi sentralisasi menjadi desentralisasi.
d.
Untuk meningkatkan kepuasan pasien maka pemberian informasi obat kepada
seluruh pasien saat penyerahan obat perlu dioptimalkan.
e.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi klinik dan non klinik,
penammbahan jumlah personil diperlukan, khususnya apoteker.
f.
Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan apoteker dan asisten apoteker, maka
perlu diselenggarakan pendidikan dan pelatihan secara rutin.
63
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
g.
Agar proses sterilisasi semua alat kesehatan dapat terkendali dengan baik
maka perlu diterapkan CSSD (Centralized Sterile Supply Departement) yang
tersentralisasi di suatu tempat dengan penanggung jawab khusus.
h.
Untuk mengoptimalkan penerapan dan evaluasi formularium oleh Panitia
Farmasi dan Terapi maka perlu ditingkatkan komunikasi antara dokter,
farmasi dan perawat di rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2010). Profil Rumah Sakit Marinir Cilandak. Jakarta : Rumah Sakit
Marinir Cilandak
Depkes RI. (2002). Keputusan Menkes RI No. 1439/MENKES/SK/XI/2002
tentang Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan.
Depkes RI. (2007). Pelayanan Informasi Obat. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tentang
Kesehatan.
Depkes RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tentang Rumah
Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah
Sakit
Peraturan Pemerintah. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Siregar, C.J.P dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 7, 13-15 dan 17-19.
tentang Rekam Medis. (2008). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
65
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSMC
STRUKTUR JABATAN
RUMAH SAKIT TNI AL MARINIR CILANDAK
(RS TNI TINGKAT II)
KARUMKIT
UNSUR PIMPINAN
UNSUR PEMBANTU PIMPINAN
KA SPI
KETUA
KETUA KOMITE
KEPERAWATAN
KOMITE MEDIK
UNSUR PELAYANAN
KASET
KABAG
PEKAS
PROGAR
KABAG
DAN
MINPERS
SATMA
UNSUR PELAKSANA
KABAG
KABAG
KABAG
KABAG
KABAG
KABAG
KABAG
KESLA
UGD
GILUT
BEDAH
KAMAR OPS
KIA
KITLAM
KABAG
KABAG
KABAG
KABAG
KABAG
KABAG
SAWARE
KUTEMA
JANGKLIN
FARMASI
WAT
BANGDIKLAT
POK
JAB FUNG
Dasar :
Perpang TNI No. 8 Thn 2012 tgl 2 April 2012 ttg Peningkatan Status Rumkit Tkt III menjadi Rumkit Tkt II di Lingkungan TNI;
Perkasal No.Perkasal/21/V/2012 tgl 1 Mei 2012 ttg Peningkatan Rumkital Mar Cld dari Rumkit Tkt III menjadi Rumkit Tkt II
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 2. Surat Perintah Pengeluaran Barang
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 3. Bukti Pengeluaran
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 4. Kartu Persediaan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 5. Bukti Titipan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 6. Daftar Matkes yang Diterima Baik di Gudang Matkes Diskesal
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 7. Surat Tanda Penerimaan/ Pemasukan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 8. Daftar Material yang Terdapat Baik
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 9. Surat Perintah
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 10. Daftar Material Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 11. Surat Perintah Pemasukan Barang
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 12. Berita Acara Pengujian/ Penerimaan Barang
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Lampiran 13. Alur Proses Dukungan Matkes
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTIK
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK JALAN RAYA
CILANDAK KKO PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN
PERIODE 8 SEPTEMBER - 17 OKTOBER 2014
STUDI KASUS : ANALISA INTERAKSI OBAT DAN
KESESUAIAN DOSIS PADA PASIEN DI RUANG ICU RUMAH
SAKIT MARINIR CILANDAK
FRISCA SARASWATI, S.Farm.
1306502466
ANGKATAN LXXIX
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JANUARI 2015
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTIK
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI
RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK JALAN RAYA
CILANDAK KKO PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN
PERIODE 8 SEPTEMBER - 17 OKTOBER 2014
STUDI KASUS : ANALISA INTERAKSI OBAT DAN
KESESUAIAN DOSIS PADA PASIEN DI RUANG ICU RUMAH
SAKIT MARINIR CILANDAK
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
FRISCA SARASWATI, S.Farm.
1306502466
ANGKATAN LXXIX
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JANUARI 2015
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
i
ii
iii
iv
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1.2 Tujuan ..............................................................................................
1
1
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
2.1 Interaksi Obat ....................................................................................
2.1.1 Definisi Interaksi Obat...........................................................
2.1.2 Mekanisme Interaksi Obat .....................................................
2.1.3 Tingkat Signifikansi Interaksi Obat .......................................
2.2 Dosis Obat ........................................................................................
2.2.1 Definisi Dosis Obat ...............................................................
2.2.2 Macam-macam Dosis ............................................................
4
4
4
4
10
12
12
13
BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................
3.2 Populasi dan Sampel .........................................................................
3.3 Rancangan Penelitian ........................................................................
14
14
14
14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
4.1 Hasil ..................................................................................................
4.1.1 Data Pasien .............................................................................
4.1.2 Regimen Pengobatan..............................................................
4.1.3 Interaksi Obat .........................................................................
4.1.4 Interaksi Farmasetika .............................................................
4.1.5 Kesesuaian Dosis ...................................................................
4.2 Pembahasan .......................................................................................
4.2.1 Tinjauan Pengobatan ..............................................................
4.2.2 Analisa Interaksi Obat ............................................................
4.2.3 Interaksi Farmasetika .............................................................
4.2.4 Dosis Obat ..............................................................................
15
15
15
15
19
20
20
22
22
25
28
29
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
5.1 Kesimpulan .......................................................................................
5.2 Saran..................................................................................................
31
31
31
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
32
LAMPIRAN ....................................................................................................
34
ii
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Interaksi aditif atau sinergis ..........................................................
Interaksi antagonis atau berlawanan .............................................
Regimen Pengobatan ICU .............................................................
Obat-obat yang berpotensi berinteraksi.........................................
Interaksi Farmasetika pada Resep .................................................
Kesesuaian Dosis pada Resep dengan Literatur ............................
iii
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
9
10
15
18
19
19
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Laboratorium .....................................................................
iv
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
34
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi respons tubuh terhadap
pengobatan terdapat faktor interaksi obat. Interaksi obat adalah perubahan efek
yang terjadi pada obat yang disebabkan oleh adanya obat, makanan, minuman
atau zat-zat kimia lain (Baxter, 2010). Sebuah interaksi obat terjadi ketika
farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran
satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Interaksi obat dianggap
penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi
efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas
keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007).
Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus (polifarmasi) telah menjadi
kebiasaan para dokter, sehingga memudahkan terjadinya interaksi obat (Setiawati,
2007). Pada pengamatan di salah satu rumah sakit, ditemukan terjadi interaksi
sekitar 7 % pada pasien yang menggunakan 6-10 obat, dan 40 % pada pasien
yang menggunakan 16-20 obat. Dari pengamatan 2.422 pasien selama 25.005
hari diungkapkan bahwa 113 (4,7%) pasien yang menggunakan kombinasi obat,
mungkin menimbulkan interaksi, namun interaksi obat hanya terjadi pada 7
pasien, sekitar 0,3 %. Dan dari pengamatan di rumah sakit lainnya diperoleh data,
dari 44 pasien yang diamati selama 5 hari, pasien yang menggunakan 10-17 obat,
potensi terjadinya interaksi obat diperkirakan sebesar 77 insiden, tapi
kemungkinan hanya satu dari empat efek samping (6,4%) yang mungkin terjadi.
Pasien dari unit perawatan intensif (ICU) memiliki risiko lebih tinggi
terkena interaksi obat dibandingkan pasien dari unit perawatan lainnya. Selain
risiko dikaitkan dengan beberapa obat, ada risiko yang dihasilkan dari tingkat
keparahan penyakit dan kegagalan organ. Penelitian telah menunjukkan korelasi
positif antara banyak obat yang berbeda dan interaksi obat. Interaksi obat
berkontribusi terhadap kejadian efek samping di ICU dan sering merupakan
komplikasi yang belum diakui dalam farmakoterapi. Interaksi obat mungkin
1
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
2
bermanfaat atau berbahaya, tergantung pada berbagai faktor yang berhubungan
dengan obat-obatan, pasien atau kondisi di mana obat yang digunakan. Interaksi
yang bermanfaat atau diinginkan adalah interaksi yang
bertujuan untuk
mengobati penyakit, mengurangi efek samping, dan meningkatkan efisiensi. Di
sisi lain, interaksi yang berbahaya adalah interaksi yang dapat menyebabkan
berkurangnya efek atau hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, atau
meningkatnya efek samping dan biaya terapi, tanpa peningkatan manfaat
terapeutik. Prevalensi interaksi obat yang potensial di ICU terdeteksi dalam studi
observasional berkisar antara 44,3% sampai 86% (Rhanna, 2013).
Kesesuaian dosis obat juga harus diperhatikan karena berkaitan erat
dengan efektivitas serta toksisitas obat. Terutama untuk obat-obat dengan indeks
terapi sempit, seperti digoxin, fenitoin, dan lain-lain, bila dosis obat meningkat
sedikit saja maka akan mengakibatkan efek yang membahayakan bagi pasien,
sehingga perlu perhatian khusus mengenai dosis obat. Tak hanya obat-obatan
dengan indeks terapi sempit yang memerlukan perhatian, obat-obatan lainnya juga
perlu mendapatkan perhatian, dosis yang terlalu rendah pada pasien akan
menyebabkan obat tidak menimbulkan efek bagi tubuh, sedangkan dosis yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan toksisitas bagi pasien, baik berupa efek samping
hingga membahayakan kondisi pasien.
Peran apoteker sangatlah besar dalam mengawasi penggunaan obat di
Rumah Sakit serta pusat pelayanan kesehatan lainnya untuk mencegah terjadinya
Drug Related Problem (DRP) khususnya interaksi obat dan dosis pada pasien
ICU. Pasien di ICU rentan mengalami DRP, hal ini dikarenakan banyaknya obat
yang digunakan pada pasien selama pasien dirawat di ruang ICU, serta
kompleksnya masalah yang dihadapi pasien. Pasien ICU di Rumah Sakit Marinir
Cilandak lebih banyak menghadapi masalah mengenai DRP dibandingkan ruang
perawatan lainnya, sehingga memerlukan perhatian khusus. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk melakukan analisis mengenai interaksi obat dan kesesuaian
dosis pada pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
3
1.2 Tujuan
a. Menganalisis interaksi obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU di Rumah
Sakit Marinir Cilandak.
b. Memberikan rekomendasi terhadap interaksi obat yang berpotensi terjadi pada
pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak.
c. Mengetahui sesuai atau tidaknya dosis obat yang telah diberikan pada pasien
ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Interaksi Obat
2.1.1 Definisi Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat
(drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi
obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat
terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah
oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Suatu
interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat
herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya.
Definisi yang relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang
lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya
(Stockley, 2010). Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau
merugikan. Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat
meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi
(Setiawati, 2007). Interaksi obat melibatkan dua jenis obat yaitu obat objek (object
drug) dan obat presipitan (precipitant drug). Obat objek adalah obat yang
aksi/efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain, sedangkan obat presipitan
adalah obat yang mengubah aksi/efek obat lain.
2.1.2 Mekanisme Interaksi Obat
Secara umum, mekanisme interaksi obat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik, dan interaksi farmasetika.
1. Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi
absorpsi, distribusi, metabolisme atau eksresi obat kedua, sehingga kadar plasma
obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas
atau penurunan efektivitas obat tersebut (Setiawati, 2007).
4
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
5
Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe (Stockley, 2010) :
a. Interaksi pada absorbsi obat
1) Efek perubahan pH gastrointestinal
Proses perpindahan obat melalui membran mukosa menggunakan
mekanisme difusi pasif, sehingga tergantung pada apakah obat tersebut larut
dalam lemak atau tidak dan terionkan atau tak terionkan. Absorbsi ditentukan oleh
nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH usus, dan sejumlah parameter lain
yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorbsi asam salisilat
oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah dibandingan dengan pH tinggi.
2) Adsorpsi, pembentukan kelat dan mekanisme komplek lain
Obat-obat tertentu berinteraksi dengan obat lain dan membentuk kompleks
yang tidak dapat diabsorbsi oleh saluran cerna. Arang aktif dimaksudkan untuk
bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk pengobatan overdosis obat
atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi
penyerapan obat lainnya yang digunakan secara bersamaan. Antasida juga dapat
mempengaruhi absorbsi obat lain yang digunakan bersamaan. Sebagai contoh
adalah tetrasiklin (antibakteri) dapat membentuk kelat dengan sejumlah ion logam
divalen dan trivalen, seperti kalsium, alumunium, bismut, dan besi, sehingga
membentuk kompleks yang dapat mengurangi absorbsi obat dan mengurangi efek
antibakteri dari tetrasiklin.
3) Perubahan motilitas gastrointestinal
Sebagian besar obat diabsorbsi di bagian atas usus kecil, sehingga obatobat yang dapat mengubah laju pengosongan lambung akan mempengaruhi proses
absorbsi. Sebagai contoh adalah penggunaan propantelin bersamaan dengan
paracetamol, propantelin menghambat pengosongan lambung dan menurunkan
absorbsi dari paracetamol (acetaminophen).
4) Induksi atau inhibisi protein transporter obat
Bioavailabilitas beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat.
Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah P-glikoprotein.
Digoxin merupakan substrat P-glikoprotein, dan obat-obat yang dapat
menginduksi protein ini seperti rifampicin (Rifampin®) dapat mengurangi
bioavailabilitas dari digoxin.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
6
5) Malabsorbsi dikarenakan obat
Neomycin menyebabkan sindrom malabsorbsi dan dapat mengganggu
penyerapan sejumlah obat-obatan lain seperti digoxin dan methotrexate.
b. Interaksi pada distribusi obat
1) Interaksi ikatan protein
Setelah diabsorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh
melalui sistem sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma,
tetapi banyak juga yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam
larutan dan sisanya terikat pada protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat
dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara
molekul-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat (bebas)
yang aktif secara farmakologi (menimbulkan efek), sedangkan molekul yang
terikat tidak menimbulkan efek. Molekul obat yang bebas akan dimetabolisme,
molekul obat yang terikat akan menjadi molekul yang bebas dan menimbulkan
efek, selanjutnya akan dimetabolisme dan dieksresikan.
2) Induksi atau inhibisi protein transporter obat
Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh
aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif
membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang
termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke
dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS.
c. Interaksi pada metabolisme obat
Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak
berubah dalam urin, banyak diantaranya mengalami perubahan secara kimia
menjadi senyawa lipid yang kurang larut, sehingga menjadi lebih mudah
diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang akan bertahan
dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan
kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadangkadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal,
kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di
membran retikulum endoplasma pada sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama
metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan reaksi oksidasi,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
7
reduksi atau hidrolisis), yang menghasilkan obat menjadi senyawa yang lebih
polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan ikatan obat dengan zat lain (misalnya
asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat senyawa
yang tidak aktif. Reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450.
Pada fase metabolisme interaksi dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu :
1) Induksi enzim
Obat yang termasuk dalam induksi enzim dapat membuat obat lain
menjadi lebih cepat dimetabolisme sehingga kadar obat di dalam darah menurun
dan efektivitas obat juga menurun. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat
adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Sebagai contoh adalah ketika
barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan
peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama,
alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim sitokrom sehingga
meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya.
2) Inhibisi enzim
Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga
obat terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin
memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang
sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga
terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolisme yang paling sering
dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis
dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat
kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik, interaksi
tidak penting secara klinis.
d. Interaksi pada eksresi obat
Sebagian besar obat diekskresi melalui ginjal. Darah masuk ke glomerulus
ginjal, molekul yang berukuran kecil akan lolos melewati pori-pori pada membran
glomerular seperti : air, garam, dan beberapa obat, serta akan dikeluarkan bersama
urin, sedangkan molekul yang berukuran besar seperti : protein plasma, dan sel-sel
darah akan tertahan di dalam darah. Aliran darah akan memasuki tulubus ginjal
dimana akan terjadi fase sekresi atau reabsorbsi molekul. Interaksi yang terjadi
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
8
pada fase ekskresi dipengaruhi oleh pH tubulus, sistem transport aktif, dan aliran
darah ginjal.
1) Perubahan pH urin
Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5)
sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak dapat
berdifusi ke dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin dan
dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5.
Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk
terionisasi, meningkatkan hilangnya obat.
2) Perubahan ekskresi aktif tubular renal
Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus
ginjal dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh,
probenesid mengurangi ekskresi penisilin dan obat lainnya. Dengan meningkatnya
pemahaman terhadap protein transporter obat pada ginjal, sekarang diketahui
bahwa probenesid menghambat sekresi ginjal banyak obat anionik lain dengan
transporter anion organik (OATs).
3) Perubahan aliran darah renal
Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator
prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa
obat dari ginjal dapat berkurang.
2. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada
sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi
efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan kadar obat
dalam plasma. Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi
obat yang penting dalam klinik (Setiawati, 2007).
a. Interaksi aditif atau sinergis
Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme
antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel atau enzim yang sama dengan
efek farmakologi yang sama (Fragley,2003)
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
9
Tabel 2.1. Interaksi aditif atau sinergis
Obat
Hasil Interaksi
Antipsikotik + antimuskarinik
Meningkatkan efek antimuskarinik,
Antihipertensi + obat-obat yang dapat
Meningkatkan efek antihipertensi,
menyebabkan hipotensi ( contoh :
orthostatis
fenotiazin, sildenafil)
CNS depresan + CNS depresan
Gangguan kemampuan psikomotor,
Alkohol + antihistamin
menurunkan kewaspadaan, mengantuk,
Benzodiazepin + anastetik
pingsan, depresi pernafasan, koma,
Opioid + benzodiazepin
kematian
Amiodarone + disopyramide
Memperpanjang interval QT,
meningkatkan resiko torsade de pointes
Obat-obat nefrotoksik + obat-obat
Meningkatkan nefotoksisitas
nefrotoksik (contoh : aminoglikosida,
siklosporin, cisplatin, vancomycin)
Suplemen kalium + obat-obat hemat
Hiperkalsemia
kalium (contoh : ACEI, penghambat
angiotensin II, diuretik hemat kalium)
Sumber : Stockley, 2010, dengan perubahan
b. Interaksi antagonis atau berlawanan
Interaksi antagonis merupakan Interaksi yang terjadi bila obat yang
berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan sehingga mengakibatkan
pengurangan hasil yang diinginkan dari satu atau lebih obat (Fragley,2003).
Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah yang secara
kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah, efek
dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin dapat kembali normal,
sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan antikoagulan (Stockley, 2010)
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
10
Tabel 2.2. Interaksi antagonis atau berlawanan
Obat yang
Obat yang
mempengaruhi
berinteraksi
Hasil interaksi
ACEI atau diuretik loop
NSAID
Efek antihipertensi dilawan
Antikoagulan
Vitamin K
Efek antihipertensi dilawan
Antidiabetik
Glukokortikoid
Efek penurunan glukosa
darah dilawan
Antineoplastik
Megestrol
Efek antineoplastik mungkin
dilawan
Levodopa
Antipsikotik (dengan
Efek antiparkinson dilawan
efek antagonis
dopamin)
Sumber : Stockley, 2010, dengan perubahan
3. Interaksi Farmasetika
Inkompatibilitas ini terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara
obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian
menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang
hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan
lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat
inaktivasi obat (Setiawati, 2007).
2.1.3 Tingkat Signifikansi Interaksi Obat
Dalam interaksi obat, terdapat 5 tingkatan yang menunjukkan seberapa
besar bahaya dari suatu interaksi obat (Tatro,2013).:
a. Signifikansi 1 : berat atau berbahaya dan data terdokumentasi dengan baik
b. Signifikansi 2 : sedang sampai berat dan data terdokumentasi dengan baik
c. Signifikansi 3 : tidak berbahaya (ringan) dengan data terdokumentasi dengan
baik
d. Signifikansi 4 : tidak berbahaya (ringan) dengan data sangat terbatas
e. Signifikansi 5 : tidak berbahaya (ringan) dengan data sangat terbatas dan belum
terbukti secara klinis
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
11
Tingkat signifikansi dapat dinilai dari onset, severity atau keparahan, serta
dokumentasi (Tatro,2013).
a. Onset
Merupakan seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi dan
menentukan seberapa penting tindakan yang harus dilakukan untuk menghindari
akibat dari suatu reaksi (Tatro,2013).
Onset dibagi 2 (Tatro,2013) :
1) Rapid : efek dari interaksi obat yang terlihat dalam 24 jam setelah pemberian
obat, perlu tindakan penanganan segera.
2) Delayed : efek dari interaksi obat yang terlihat berhari-hari bahkan bermingguminggu setelah pemberian obat, tidak perlu tindakan penanganan dengan
segera
b. Severity / tingkat keparahan
Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga level : minor, moderate, atau major (Tatro,2013).
1) Keparahan minor
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika interaksi
mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap
pasien jika terjadi kelalaian (Bailie, 2004). Efek interaksi yang timbul adalah
ringan (Tatro, 2010). Contohnya adalah penurunan absorbsi siprofloksasin oleh
antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya (Bailie, 2004).
2) Keparahan moderate
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari
bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi atau
monitor sering diperlukan (Bailie, 2004). Efek interaksi moderate mungkin
menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan,
perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit
(Tatro, 2010). Contohnya adalah dalam kombinasi vankomisin dan gentamisin
perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas (Bailie, 2004).
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
12
3) Keparahan major
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat
probabilitas angka kejadian yang tinggi dan membahayakan pasien termasuk
kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan kerusakan permanen (Bailie, 2004).
Contohnya adalah perkembangan aritmia yang terjadi karena pemberian
eritromisin dan terfenadin (Piscitelii, 2005).
c. Dokumentasi
Menentukan tingkat kepercayaan atau bukti bahwa suatu interaksi dapat
menyebabkan perubahan respon klinis. Terdapat 5 tingkatan dalam dokumentasi,
yaitu (Tatro,2013) :
1) Established : terbukti dalam penelitian terkontrol.
2) Probable : sering terjadi tetapi tidak terbukti dalam penelitian terkontrol
3) Suspected : dapat terjadi dengan data kejadian yang cukup dan diperlukan
penelitian lebih lanjut
4) Possible : mungkin terjadi dengan data kejadian sangat terbatas
5) Unlikely : diragukan, tidak ada bukti yang cukup mengenai terjadinya
perubahan efek klinis
2.2 Dosis Obat
2.2.1 Definisi Dosis Obat
Dosis atau takaran obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat
dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita, baik untuk obat dalam
maupun obat luar. Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dosis adalah dosis
maksimum dewasa untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal
Selain itu, dikenal juga istilah dosis lazim. Dalam FI edisi III tercantum dosis
lazim untuk dewasa dan bayi atau anak yang merupakan takaran petunjuk yang
tidak mengikat. Dosis obat yang harus diberikan kepada pasien untuk
menghasilkan efek yang diharapkan tergantung banyak faktor, antara lain : umur,
berat badan, luas permukaan tubuh, jenis kelamin, kondisi penyakit dan sistem
imun penderita (Syamsuni,2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
13
2.2.2 Macam-macam Dosis
Dosis atau takaran obat terdiri dari (Syamsuni,2006) :
a. Dosis lazim, yaitu dosis rata-rata yang biasanya memberikan efek yang
diharapkan.
b. Dosis terapi, yaitu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan penderita.
c. Dosis minimum, yaitu takaran obat terkecil yang diberikan yang masih dapat
menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada penderita.
d. Dosis maksimum, yaitu takaran obat terbesar yang diberikan yang masih dapat
menyembuhkan dan tidak menimbulkan keracunan pada penderita.
e. Dosis toksik, yaitu takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat menyebabkan
keracunan pada penderita.
f. Dosis letalis, yaitu takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat menyebabkan
kematian pada penderita. Dosis letalis terdiri atas :
1) L.D 50 : takaran yang menyebabkan kematian pada 50% hewan coba
2) L.D 100 : takaran yang menyebabkan kematian pada 100% hewan coba
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
4
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pengambilan data dilaksanakan selama menjalani Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Apotek SamMarie Basra tanggal 11 Agustus hingga 6
September 2014.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh resep dan lembar ICU yang
masuk ke apotek BPJS serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sedangkan
sampel dalam penelitian ini adalah resep dan lembar ICU yang masuk ke apotek
BPJS pada bulan Agustus 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
a. Kriterian Inklusi
1) Pasien dengan penyakit yang kompleks
2) Pasien dengan lama perawatan di ruang ICU ≥ 7 hari
b. Kriteria Eksklusi
1) Tidak polifarmasi
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat non eksperimental, pengumpulan data dilakukan
secara retrospektif dimana hasil penelitian akan disajikan secara deskriptif
analitik.
14
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
15
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.1.1 Data Pasien
Nama
: Tn. H
Umur
: 47 tahun
Berat Badan
: ± 70 kg
Diagnosa
: Post op craniotomy ec SH dengan hemiparese sinistra
Tanggal masuk ICU : 16 Agustus 2014
Tangal keluar ICU
: 25 Agustus 2014
4.1.2 Regimen Pengobatan
Tabel 4.1. Regimen Pengobatan ICU
Jam
Nama Obat
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
√
√
√
√
√
√
√
Mannitol® (infus)
√
√
√
√
√
√
√
KA-EN 3 B® (infus)
√
√
√
√
√
√
√
RL (infus)
0:00
Tanggal
√
Kidmin® (infus)
Kabiven® (infus)
√
Aminovel® (infus)
√
√
√
√
√
√
Lar. 1/2 NS(infus)
√
Lar D10 1/5 NS (infus)
√
√
RL (infus)
mannitol ® (infus)
KA-EN 3 B® (infus)
1:00
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Kidmin® (infus)
√
√
Kabiven® (infus)
√
√
√
Aminovel® (infus)
√
√
√
√
√
√
√
Lar. 1/2 NS(infus)
15
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
16
√
Lar D10 1/5 NS (infus)
√
RL (infus)
√
KA-EN 3 B® (infus)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Kidmin® (infus)
2:00
√
√
®
√
√
√
Kabiven (infus)
Aminovel® (infus)
√
√
√
√
√
√
Lar. 1/2 NS(infus)
√
Lar D10 1/5 NS (infus)
√
3:00
Sama dengan jam 2
4:00
Sama dengan jam 2
Sama dengan jam 2
5:00
Ranitidine (iv)
√
Furosemide (iv)
√
√
Amlodipine (PO)
√
√
Sucralfat (PO)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sama dengan jam 2
mannitol® (infus)
√
√
√
√
√
√
Ketorolac (iv)
√
√
√
√
√
√
√
√
Transamin® (iv)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Vit K (iv)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Citicholin® (iv)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Gentamicin (iv)
6:00
√
√
Ranitidine (iv)
PCT (drip)
Sama dengan jam 2
7:00
Mannitol® (infus)
√
√
√
PCT (drip)
Sama dengan jam 2
8:00
Ceftriaxone (iv)
√
Furosemide (iv)
√
Omeprazole (iv)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
17
Sama dengan jam 2
Glaucon® (PO)
9:00
√
√
√
√
√
√
√
√
PCT (drip)
Prorenal® (PO)
√
Sucralfat (PO)
10:00
11:00
Sama dengan jam 2
Sucralfat (PO)
√
√
√
√
√
√
Sama dengan jam 2
√
Sucralfat (PO)
Sama dengan jam 2
12:00 Mannitol® (infus)
√
√
√
√
√
√
Furosemide (iv)
13:00
√
Sama dengan jam 2
Mannitol® (infus)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sama dengan jam 2
Ketorolac (iv)
14:00 Transamin (iv)
Vit K (iv)
PCT (drip)
√
√
√
√
√
√
Sama dengan jam 2
15:00
Glaucon® (PO)
√
√
√
√
Sucralfat (PO)
√
√
√
√
√
√
√
√
Prorenal® (PO)
16:00 Sama dengan jam 2
Glaucon® (PO)
√
Sama dengan jam 2
17:00 Ranitidine (iv)
√
√
Sucralfat (PO)
Sama dengan jam 2
18:00 Citicholin® (iv)
Ranitidine (iv)
√
√
√
√
√
√
√
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
18
Mannitol® (infus)
√
√
√
√
√
√
√
PCT (drip)
Sama dengan jam 2
19:00 Mannitol® (infus)
√
√
√
Levofloxacin (iv)
Sama dengan jam 2
20:00
Ceftriaxone (iv)
√
Omeprazole (iv)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sucralfat (iv)
21:00 Sama dengan jam 2
Sama dengan jam 2
22:00
Ketorolac (iv)
√
√
√
√
√
√
√
√
Transamin (iv)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Vit K (iv)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Glaucon (PO)
√
√
√
√
Sucfralfat (PO)
√
√
√
√
®
√
PCT (drip)
Prorenal® (PO)
√
Sama dengan jam 2
Glaucon® (PO)
√
√
23:00 Sucfralfat (PO)
√
√
√
PCT (drip)
Prorenal® (PO)
√
√
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
19
4.1.3 Interaksi Obat
Tabel 4.2. Obat-obat yang Berpotensi Berinteraksi
No
Interaksi
Jenis
Signifikansi
Onset
Keparahan
1
Furosemide
Farmako-
1
Cepat
Major
+
dinamik
Gentamicin
Efek
Meningkatkan
Mekanisme
Tidak diketahui
Rekomendasi
Gunakan obat secara terpisah
resiko
untuk meminimalkan efek
ototoksisitas dan
samping, lakukan tes
nefrotoksisitas
pendengaran dan monitoring
secara berkala, serta monitor
fungsi ginjal.
2
Ketorolac +
Farmako-
Gentamicin
kinetik
2
Lambat
Sedang
Ketorolac
Ketorolac
Lakukan monitoring kadar
meningkatkan
menyebabkan
gentamicin di dalam darah
kadar dari
terjadinya
gentamicin
peningkatan kadar
gentamicin di dalam
darah dengan
menurunkan
3
Ceftriaxone
Farmako-
+
dinamik
Gentamicin
2
Lambat
Sedang
Meningkatkan
Tidak diketahui
Gunakan obat secara terpisah
resiko
untuk meminimalkan efek
nefrotoksisitas
samping , monitor kadar
dan ototoksisitas
gentamicin di dalam darah,
dan monitor fungsi ginjal
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
19
Universitas Indonesia
clearance ginjal/GFR
20
4.1.4 Interaksi Farmasetik
Tabel 4.3. Interaksi Farmasetika pada Resep
No
Nama Obat
Inkompatibilitas
Keterangan
1
Ceftriaxone Inj
Ringer Lactate
Ceftriaxone - RL inkompatibel dan diadministrasikan bersamaan. Penggunaan bersamaan
kedua obat ini dapat mengakibatkan pengendapan garam ceftriaxone-kalsium. Mengingat hal
ini dilakukan secara berulang dan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan pada pasien maka
kemungkinan besar telah dilakukan pembilasan obat sebelum obat yang selanjutnya
diadministrasikan.
4.1.5 Kesesuaian Dosis
Tabel 4.4. Kesesuaian Dosis pada Resep dengan Literatur
No
Nama Obat
Rute
Dosis Pasien
1
Ceftriaxon
IV
2x1 gr
2
Gentamicin
IV
1x80 mg
Dosis Normal
500 mg-1 gr tiap 12 jam
CrCl > 30-70 ml/min : 3-5 mg/kgBB/hari
3
4
Ketorolac
Transamin
IV
IV
3x30 mg
3x500 mg
CrCl >20-50 ml/min : max 60 mg sehari
500-1000 mg 3x/hr
Rekomendasi
√
-
X
X
√
Dosis ditingkatkan menjadi
1 x 210 mg
Dosis diturunkan 4 x 15
mg
20
Universitas Indonesia
(210-350 mg/hari)
Kesesuaian
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
21
5
Vit K
IV
3x10 mg
2,5 - 25 mg sehari
X
Dosis diturunkan 2 x 10
mg
6
Furosemide
IV
1x40 mg
10-40 mg 1x/hr
√
-
7
Omeprazole
IV
1x40 mg
40 mg 1x/hr
√
-
8
Ranitidine
IV
1x50 mg
50 mg setiap 18-24 jam
√
-
9
Levofloxaci
IV
1x500 ml
CrCl 10-20 ml/min : awal : 250-500 mg
√
-
√
-
√
-
n
1x/hr, kemudian diturunkan 125 mg setiap
12-24 jam
10
Paracetamol
11
Mannitol®
Drip
1x1 gr
Max dose : 4 gr per hari
Infus
4x500 ml
500 ml tiap 2-6 jam
20%
Glaucon®
PO
1x500 mg
500 mg sekali sehari
√
-
13
Amlodipin
PO
1x10 mg
5 mg 1x/hr, max 10 mg/hr
√
-
14
Prorenal®
PO
3x2tab
4-8 tab 3x/hr
X
Dosis ditingkatkan 3x4 tab
15
Sucralfat
PO
3x1C (15ml)
10 ml 4x/hr
X
Dosis diturunkan 4 x 10 ml
21
Universitas Indonesia
12
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
22
4.2 PEMBAHASAN
DRP (Drug Related Problem) merupakan kejadian yang tidak diinginkan
yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat dan secara aktual
maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan.
Ada 8 Jenis Drug Related Problem yaitu indikasi yang tidak ditangani (untreated
indication), pilihan obat yang kurang tepat (improper drug selection), penggunaan
obat tanpa indikasi (drug use without indication), dosis terlalu kecil (subtherapeutic dosage), dosis terlalu besar (over dosage), reaksi obat yang tidak
dikehendaki (adverse drug reactions), interaksi obat (drug interactions), gagal
menerima obat (failure to receive medication). Pada tugas khusus ini hanya akan
dibahas 2 jenis DRP yakni mengenai interaksi obat (drug interaction), dan
kesesuaian dosis obat apakah termasuk ke dalam dosis terlalu kecil (subtherapeutic dosage atau under dose), dosis terlalu besar (over dose) atau dosis
terapi (normal dose).
4.2.1 Tinjauan Pengobatan
Analisis ini dilakukan pada pasien di ruang ICU. Pasien bernama Tn. H,
berumur 47 tahun dengan berat badan ± 70 kg. Pasien masuk ruang ICU pada
tanggal 16 agustus 2014 dan keluar ruang ICU pada tanggal 25 agustus 2014.
Pasien masuk ruang ICU dengan diagnosa post operasi craniotomy extracranial
subdural hematoma dengan hemiparese sinistra. Beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien pasca bedah atau kraniotomi antara lain peningkatan tekanan
intrakranial, perdarahan dan syok hipovolemik, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, infeksi dan kejang, serta edema serebral (Brunner & Suddarth, 2002).
Infeksi luka pasca operasi sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi, dan
organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah Staphylococcus aureus
(bakteri gram positif). Berikut merupakan tinjauan alasan penggunaan obat-obat
untuk pasien :
a.
Ceftriaxon : Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang
mempunyai spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif
terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone bekerja
sebagai bakterisid melalui penghambatan pada sintesis dinding sel bakteri
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
23
(Tatro, 2003). Pada kasus ini, ceftriaxone diindikasikan untuk mengobati
infeksi yang diderita oleh pasien.
b. Gentamicin : Gentamicin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida.
Efektif terhadap mikroorganisme gram positif (Staphylococus) dan negatif
(Pseudomonas,
Proteus,
Serratia).
Gentamicin
bekerja
melalui
penghambatan sintesis protein bakteri (Tatro, 2003). Pada kasus ini,
gentamicin diindikasikan untuk mengobati infeksi yang diderita oleh pasien.
c.
Ketorolac : Ketorolac merupakan golongan antiinflamasi non steroid
(AINS). Ketorolac bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin melalui
penghambatan kerja enzim cyclooxygenase (COX) 1 dan 2 pada jalur
arachidonat (Tatro, 2003). Pada kasus ini, ketorolac diindikasikan untuk
menangani nyeri berat pasca operasi craniotomy yang telah dijalani oleh
pasien.
d. Transamin : Asam traneksamat merupakan golongan hemostatik. Asam
traneksamat memiliki aktifitas hemostatis dengan cara mencegah degradasi
fibrin, pemecahan trombosit, dan pemecahan faktor koagulasi. Efek ini
terlihat secara klinis dengan berkurangnya waktu pendarahan dan lama
pendarahan. Asam traneksamat diindikasikan untuk menangani perdarahan
abnormal pasca operasi pasien
e.
Vitamin K : Vitamin K merupakan ko-faktor pembekuan darah. Pada kasus
ini, vitamin K diindikasikan untuk menangani perdarahan pada pasien.
f.
Citicholin : Citicoline membantu proses penyembuhan dan pemulihan pasien
pasca operasi.
g.
Furosemide : Furosemide diindikasikan sebagai terapi medikasi untuk
mengurangi edema serebral. Furosemide bekerja dengan membloking
absorpsi garam (Na, Cl, K) dan cairan dalam tubulus ginjal, sehingga
menyebabkan peningkatan jumlah urin yang dieksresikan (Tatro, 2003).
h. Mannitol : diindikasikan sebagai terapi medikasi untuk mengurangi edema
serebral. Mannitol meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas
dari area otak, yang kemudian cairan ini akan dieksresikan.
i.
Ranitidin : Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 (AH2). Perawatan
intensif yang dijalanin oleh pasien dengan posisi tirah baring, menyebabkan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
24
kadar asam lambung meningkat sehingga dibutuhkan ranitidin untuk
menurunkan asam lambung.
j.
Omeprazole : diindikasikan untuk menurunkan asam lambung. Omeprazole
digunakan sebagai pengganti ranitidin. Hal ini dimungkinkan karena ranitidin
kurang adekuat, dan menimbulkan banyak efek samping pada CNS.
k. Aminovel : diindikasikan sebagai nutrisi parenteral, dan dapat digunakan
pada pasien-pasien dengan infeksi parah, dimana pasien membutuhkan nutrisi
eksogen.
l.
Paracetamol : Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non
narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di
Sistem Syaraf Pusat (SSP) (Tatro, 2003) . Paracetamol dapat berperan sebagai
obat pereda rasa nyeri (analgesik) dan obat yang dapat menurunkan demam
(antipiretik). Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui urine.
Pada kasus ini, paracetamol diindikasikan untuk menangani demam dan
nyeri.
m. Kidmin : Kidmin merupakan pelengkap asam amino pada pasien dengan
gagal ginjal akut atau kronik untuk pasien pra & pasca operasi.
n. Levofloksasin : Levofloksasin memiliki spektrum antibakteri luas, aktif
terhadap bakteri gram positif dan negatif. Levofloksasin bekerja melalui
penghambatan DNA gyrase bakteri (DNA topoisomerase II) sehingga terjadi
penghambatan replikasi dan transkripsi DNA. Pada kasus ini, levofloksasin
diindikasikan sebagai antibakteri untuk mengobati infeksi yang diderita oleh
pasien.
o.
Kabiven : diindikasikan sebagai nutrisi parenteral pada pasien.
p. Glaucon : diindikasikan untuk mengurangi tekanan pada mata dan membantu
mengobati permasalahan pada mata yang merupakan salah satu gejala dalam
perdarahan sub dural yaitu kemunduran ketajaman penglihatan.
q. Prorenal : diindikasikan untuk pasien dengan insufisiensi ginjal kronik.
Prorenal merupakan vitamin ginjal.
r.
Amlodipin
:
Amlodipin
merupakan
antagonis
kalsium
golongan
dihidropiridin yang menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui
membran ke dalam otot polos vaskuler dan otot jantung (Tatro, 2003). Dalam
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
25
efek sebagai antihipertensi amlodipin bekerja langsung sebagai vasodilator
arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular serta
penurunan tekanan darah. Pada kasus ini, amlodipin diindikasikan untuk
menurunkan tekanan darah pada pasien.
s.
Sucralfat : diindikasikan sebagai lapisan pelindung sebagai barrier terhadap
asam lambung, cairan empedu maupun enzim pada lambung dan usus.
4.2.2 Analisa Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat
(drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi
obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat
terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah
oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Pasien
menerima beberapa jenis obat baik secara oral, injeksi maupun infus. Dari
beberapa jenis obat yang diterima pasien, ada 3 interaksi obat yang berpotensi
terjadi.
Dari tabel 4.2, dapat dilihat bahwa dari beberapa obat yang telah diberikan
kepada pasien, terdapat 3 interaksi obat yang berpotensi berinteraksi, yakni
interaksi antara furosemide dengan gentamicin, ketorolac dengan gentamicin,
serta ceftriaxone dengan gentamicin. Seperti yang telah dibahas sebelumnya,
terdapat 3 jenis interaksi obat yakni interaksi farmakokinetik, interaksi
farmakodinamik,
dan
interaksi
farmasetika.
Interaksi
farmakokinetika
berhubungan dengan interaksi yang terjadi jika salah satu obat mempengaruhi
absorpsi, distribusi, metabolisme atau eksresi obat kedua, sehingga kadar plasma
obat kedua meningkat atau menurun. Sedangkan Interaksi farmakodinamik
berhubungan dengan interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor,
tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif,
sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma
(Setiawati, 2007).
Dari ketiga interaksi ini, interaksi farmakokinetik terjadi pada interaksi
antara ketorolac dengan gentamicin, sedangkan untuk interaksi farmakodinamik
terjadi pada interaksi antara furosemide dengan gentamicin dan ceftriaxone
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
26
dengan gentamicin. Ketiga interaksi obat diatas memiliki nilai signifikansi yang
berbeda-beda. Interaksi antara furosemide dengan gentamicin memiliki nilai
signifikansi 1 artinya interaksi ini memiliki tingkat keparahan major, penggunaan
bersama antara kedua obat ini dapat membahayakan pasien dan dapat
menyebabkan kerusakan permanen bagi pasien, sehingga pengunaan bersama obat
ini harus dihindari, namun jika penggunaan bersama obat ini tidak dapat dihindari
maka berikan jeda waktu pemberian antara kedua obat ini serta lakukan
monitoring kadar obat di dalam darah. Interaksi antara ketorolac dengan
gentamicin serta interaksi antara ceftriaxon dengan gentamicin memiliki nilai
signifikansi 2 artinya interaksi ini memiliki tingkat keparahan moderate,
penggunaan bersama antara kedua obat ini dapat menyebabkan perubahan status
klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan
atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit, sehingga pengunaan bersama obat
ini harus dihindari, namun jika penggunaan bersama obat ini tidak dapat dihindari
maka berikan jeda waktu pemberian antara kedua obat ini serta lakukan
monitoring kadar obat di dalam darah. Interaksi obat dengan nilai signifikansi 1
dan 2 bermakna secara klinis, interaksi obat sering ditemukan dan terdokumentasi
dengan baik, sehingga memerlukan perhatian khusus dan penanganan khusus pada
pasien jika penggunaan bersamaan obat-obat ini terjadi (Tatro, .2013).
Dari ketiga interaksi obat yang telah dibahas diatas tidak semuanya terjadi
pada pasien, hanya satu yang benar-benar berinteraksi dan dua lainnya tidak
mengalami interaksi. Interaksi obat dapat terjadi bila penggunaan antara dua obat
atau lebih digunakan bersamaan pada waktu yang sama. Penggunaan obat pada
waktu bersamaan yakni penggunaan ketorolac dengan gentamicin yang secara
positif menimbulkan interaksi. Penggunaan ketorolac dengan gentamicin secara
bersama-sama terjadi setiap jam 6 pagi selama pasien di ICU, dari tanggal 16
hingga 23 agustus 2014, penggunaan bersamaan antara kedua obat ini tidak terjadi
di jam lainnya dan sejak tanggal 24 dan 25 agustus 2014, berdasarkan nilai
signifikansinya, sebaiknya dilakukan monitoring kadar gentamicin di dalam
darah. Penggunaan obat pada waktu yang tidak bersamaan yakni penggunaan
antara furosemide dengan gentamicin dan penggunaan antara ceftriaxon dengan
gentamicin. Pemberian antara masing-masing obat telah diberikan jeda waktu
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
27
pemberian selama 1 sampai 2 jam, sehingga meminimalkan terjadinya interaksi
obat. Pemberian obat-obat ini dinilai sudah cukup baik, karena bila dilihat dari
nilai signifikansinya, interaksi yang terjadi bermakna klinis dan memerlukan
penangganan khusus serta merugikan bagi pasien sehingga memang perlu
dihindari penggunaan obat-obat tersebut secara bersamaan.
a. Furosemide - Gentamicin
Penggunaan gentamicin berpotensi menyebabkan nefrotoksisitas dan
ototoksisitas pada pasien setelah lima hari penggunaan obat ini dengan dosis
diatas 3-5 mg/kgBB/hari. Pemberian gentamicin bersamaan dengan furosemide
dapat meningkatkan risiko ototoksisitas. Gentamicin berinteraksi dengan
membran sel di telinga bagian dalam, dan meningkatkan permeabilitas membran.
Hal ini memungkinkan furosemide untuk menembus membran sel, sehingga dapat
menyebabkan meningkatnya kerusakan pada telinga. Gejala ototoksisitas dapat
terjadi 3-5 hari setelah terapi, atau beberapa hari atau minggu setelah penggunaan
kedua obat ini dihentikan (Duane, 2002). Nefrotoksisitas berhubungan dengan
akumulasi kadar gentamicin di dalam korteks ginjal. Gejala nefrotoksisitas yang
muncul pada pasien yang menggunakan obat ini adalah menurunnya kadar
creatinin clearance dan GFR pasien (Carlos, 2007). Meskipun begitu, mekanisme
toksisitas dalam penggunaan obat ini tidak diketahui secara pasti (Tatro,2013).
Pada pasien dengan gangguan ginjal dengan CrCl > 30-70 ml/min, dosis
gentamicin yang digunakan adalah 1x210 mg, sedangkan furosemide yaitu 1x40
mg. Rekomendasi untuk interaksi obat ini adalah Gunakan obat secara terpisah
untuk meminimalkan efek samping, lakukan tes pendengaran dan monitoring
secara berkala, serta monitor fungsi ginjal.
b. Ketorolac - Gentamicin
Penggunaan ketorolac bersama gentamicin menyebabkan peningkatan
kadar gentamicin di dalam darah dengan menurunkan clearance ginjal/GFR.
Ketorolac menurunkan clearance gentamicin dari ginjal sehingga terjadi
akumulasi kadar gentamicin di dalam darah (Tatro, 2013). Penggunaan kedua obat
ini secara bersamaan dapat meningkatkan resiko ototoksisitas dan nefrotoksisitas
pada pasien. Pada pasien dengan gangguan ginjal dengan CrCl > 30-70 ml/min,
dosis gentamicin yang digunakan adalah 1x210 mg, sedangkan ketorolac yaitu
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
28
4x15 mg. Rekomendasi untuk interaksi obat ini adalah lakukan monitoring kadar
gentamicin di dalam darah.
c. Ceftriaxone - Gentamicin
Pemberian gentamicin dan ceftriaxone dinilai lebih aman diberikan dengan
dosis satu kali sehari dibandingkan dengan multiple dose, dan efektif dalam
membunuh bakteri penyebab infeksi. Pemberian gentamicin satu kali sehari
kurang menginduksi terjadinya toksisitas, dalam hal ini ototoksisitas dan
nefrotoksisitas (Gavalda, 2002). Penggunaan ceftriaxone bersama dengan
gentamicin dapat meningkatkan toksisitas bagi pasien yakni ototoksisitas dan
nefrotoksisitas. Namun, mekanisme interaksi yang terjadi sehingga menyebabkan
toksisitas tersebut belum diketahui (Tatro, 2013). Pada pasien dengan gangguan
ginjal dengan CrCl > 30-70 ml/min, dosis gentamicin yang digunakan adalah
1x210 mg, sedangkan ceftriaxone yaitu 2x1 g. Rekomendasi untuk interaksi obat
ini adalah gunakan obat secara terpisah untuk meminimalkan efek samping,
monitor kadar gentamicin di dalam darah, serta monitor fungsi ginjal.
4.2.3 Interaksi Farmasetika
Interaksi Farmasetika atau Inkompatibilitas merupakan interaksi yang
terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak dapat
dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya
interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat
sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin juga
tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat (Setiawati,2007).
Pada kasus pasien ini, terdapat 1 interaksi farmasetika, yakni interaksi
antara ceftriaxone dengan Ringer Lactate (RL). Menurut Injectable Drugs Guide,
Injeksi ceftriaxone inkompatibel dengan larutan yang mengandung kalsium,
seperti Hartmann's dan Ringer's, interaksi ini dapat terjadi pada semua pasien.
Pada bayi yang berusia < 28 hari, penggunaan bersamaan antara kedua obat ini
harus dihindari karena akan terbentuk endapan pada paru-paru dan ginjal yang
dapat mengakibatkan kematian pada bayi (Alistair, 2011). Faktor yang berperan
dalam terjadinya endapan ini adalah penggunaan dosis ceftriaxone yang lebih
tinggi dari yang telah disetujui oleh FDA, yaitu pada dosis 150 - 200
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
29
mg/kgBB/hari pada bayi, dimana dosis yang seharusnya diberikan adalah 50 - 75
mg/kgBB/ hari, baik setiap 24 jam atau dibagi setiap 12 jam untuk infeksi selain
meningitis, dan 100mg/kgBB/hati untuk infeksi meningitis (Bradley, 2009).
Sehingga penggunaan ceftriaxone-RL pada bayi harus diberi jeda sekitar 48 jam
dengan harapan konsentrasi obat di dalam tubuh menurun atau hilang
(Diane,2011). Namun, interaksi ini tidak berlaku pada pasien dewasa. Pada bulan
april 2009, FDA mencabut peringatan mengenai dilarangnya penggunaan obat ini
secara bersamaan. Pasien yang berusia > 28 hari dapat menerima ceftriaxone dan
ringer lactate secara bersamaan (Steadman, 2010). Dosis lazim ceftriaxone yang
digunakan dalam pengobatan infeksi pada pasien dewasa adalah 1-2 gram setiap
12-24 jam (Charles, 2011). Dosis maximum ceftriaxone adalah 4 gram/hari
Injeksi ceftriaxone diberikan kepada pasien pada jam 8 pagi dan jam 8
malam. Meskipun dinyatakan aman, untuk menghindari terjadinya interaksi antara
keduanya, sebaiknya hindari pemberian obat pada jalur pemberian yang sama,
atau bila menggunakan jalur yang sama pada pemberiannya, maka sebelum
pemberian ceftriaxone, infus RL sebaiknya distop terlebih dahulu, kemudian
injeksikan ceftriaxone pada selang, bilas selang dengan menggunakan larutan
yang compatibel dengan ceftriaxone yaitu NaCl 0,9%, dan infus RL bisa dialirkan
kembali (Baxter, 2014).
4.2.4 Dosis Obat
Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang
memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit atau gejala sakit. Jika dosis
terlalu rendah (underdose) maka efek terapi tidak tercapai. Sebaliknya jika dosis
berlebih (overdose) bisa menimbulkan efek toksik/keracunan bahkan sampai
kematian. Sehingga harus berhati-hati dalam penggunaan dosis. Dari tabel 4.4,
dapat diketahui bahwa pasien menggunakan 15 macam obat selama dirawat di
ruang ICU. Dari 15 macam obat tersebut, 10 obat sesuai dengan dosis terapi yang
terdapat di literatur, 2 obat yang underdose atau kurang dari dosis terapi, serta 3
obat yang overdose atau lebih dari dosis terapi. Dosis terapi yaitu takaran obat
yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan penderita
(Syamsuni,2006). Adapun 2 obat yang underdose yaitu dosis gentamicin dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
30
Prorenal®. Pada kasus pasien dengan gangguan fungsi ginjal dengan nilai CrCl
(creatinin clearance) > 30-70 ml/min, dosis gentamicin yang digunakan adalah
1x80 mg, yang seharusnya adalah 210-350 mg/hari, gentamicin ini digunakan
untuk terapi infeksi yang diderita pasien. Penggunaan gentamicin dengan dosis 3
mg/kgBB/hari secara iv bersamaan dengan ceftriaxone dengan dosis 2 gr/hari
pada pengobatan infeksi dinilai lebih efektif, dibandingkan dengan penggunaan
ceftriaxone dengan dosis 2 gr/hari secara iv sebagai monoterapi (Sexton, 2014).
Sehingga untuk kasus infeksi pasien dengan berat badan 70 kg, dosis gentamicin
sebaiknya ditingkatkan menjadi 210 mg/hari. Prorenal® digunakan sebagai
vitamin ginjal, sehingga Prorenal® baik digunakan pada pasien dengan keluhan
insufisiensi ginjal. Dosis Prorenal® yang digunakan pada pasien adalah 3x2 tab,
yang seharusnya adalah 4-8 tab 3x/hari, sehingga dosis Prorenal® sebaiknya
ditingkatkan menjadi 3x4 tablet per hari. Tujuan dari peningkatan dosis ini sesuai
dengan dosis terapi adalah agar obat-obat tersebut memberikan efek terapi yang
diharapkan. Sedangkan 3 obat yang overdose yaitu dosis ketorolac, vitamin K dan
sucralfat. Pada kasus pasien ini, ketorolac digunakan sebagai analgesik. Dosis
ketorolac yang digunakan pasien adalah 3x30 mg, yang seharusnya penggunaan
ketorolac pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dimana nilai creatinin
clearance sebesar >20-50 ml/min adalah max 60 mg, sehingga dosis ketorolac
sebaiknya diturunkan menjadi 4x15 mg (Charles, 2011). Vitamin K digunakan
sebagai hemostatik dimana dosis yang digunakan adalah 3x10 mg, yang seharusya
2,5-25 mg/hari sehingga dosis sebaiknya diturunkan menjadi 2x10 mg. Sucralfat
digunakan untuk melapisi lapisan mukosa lambung. Dosis sucralfat yang
digunakan pasien adalah 3x1C (45 ml), yang seharusnya adalah 4x10 ml/hari
(Charles, 2011), sehingga sebaiknya dosis diturunkan. Untuk obat-obat yang
overdose atau lebih dari dosis terapi sebaiknya diturunkan sesuai dengan dosis
terapi agar tidak menimbulkan toksik bagi pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
31
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisa yang didapatkan pada pasien, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat interaksi obat dan kesesuaian dosis sebagai berikut :
a. Interaksi farmakokinetika yang berpotensi terjadi pada pasien ada 1 kasus yaitu
interaksi ketorolac-gentamicin. Interaksi farmakodinamik yang berpotensi
terjadi pada pasien ada 2 kasus yaitu interaksi furosemide-gentamicin dan
ceftriaxone-gentamicin. Interaksi Farmasetika yang berpotensi terjadi pada
pasien ada 1 kasus yaitu interaksi RL-Ceftriaxone
b. Interaksi obat yang berpotensi terjadi, 1 interaksi memiliki nilai signifikansi 1
dengan tingkat keparahan major yaitu interaksi furosemide-gentamicin, dan 2
interaksi memiliki nilai signifikansi 2 dengan tingkat keparahan moderate yaitu
interaksi ketorolac-gentamicin dan ceftriaxone-gentamicin.
c. Penanganan yang dapat disarankan untuk mengatasi interaksi pada pasien
adalah dengan mengatur penggunaan obat secara terpisah, serta lakukan
monitoring kadar gentamicin dalam darah.
d. Dari 15 obat yang digunakan oleh Tn.H, terdapat 10 obat yang normal dose, 3
obat yang overdose (ketorolac, vitamin K dan sucralfat), dan 2 obat yang
underdose (gentamicin dan Prorenal®).
5.2 Saran
Saran yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Sebaiknya pemeriksaan laboratorium pasien dilakukan setiap hari, khususnya
untuk obat-obat yang memerlukan monitoring terhadap fungsi ginjal selama
obat digunakan pada pasien, sehingga dapat memudahkan Apoteker dalam
penggaturan regimen pengobatan pasien.
31
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
32
DAFTAR PUSTAKA
Aschencrenner, Diane. (2008). A New Warning About The Administration of
Ceftriaxone. AJN Vol 108, No.1.
Bailie, G.R., Johnson, C.A., Mason, N.A., Peter, W.L.St. (2004). Medfacts Pocket
Guide of Drug Interaction. Second Edition. Middleton: Bone Care
International, Nephrology Pharmacy Associated, Inc.
Bates, Duane E, and etc. (2002). Ototoxicity Induced by Gentamicin and
Furosemide. Ann Pharmacother.
Baxter, Karen. (2010). Stockley’s Drug Interactions. USA : Pharmaceutical Press.
Baxter, Karen. (2014). Lactated Ringer's and 5% Dextrose Injection, USP In
Vialflex Plastic Container. Canada : Baxter Corporation.
Bradley, John S., and etc. (2009). Intravenous Ceftriaxone and Calcium in the
Neonate : Assessing the Risk for Cardiopulmonary Adverse Events. USA :
American Academy of Pediatrics.
Charles F. L, Lora L. A dan Morton P. G. (2011). Drug Information Handbook.
20th ed. USA: Lexi Comp.
Gavalda, Joan, and etc. (2002). Efficacy of Ceftriaxone and Gentamicin Given
Once a Day by Using Human-Like Pharmacokinetics in Treatment of
Experimental Staphylococcal Endocarditis. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy.
Gray, Alistair, and etc. (2011). Injectable Drugs Guide. USA : Pharmaceutical
Press.
Martinez-salgado, Carlos, and etc. (2007). Glomerular Nephrotoxicity of
Aminoglycosides. Toxicology and Applied Pharmacology.
Piscitelli, S. C., and Rodvold, K. A. (2005). Drug Interaction in Infection Disease.
Second Edition. New Jersey : Humana Press.
Rhanna, etc. (2013). Prevalence of drug interactions in intensive care units in
Brazil. Brazil
Setiawati, A. (2007). Interaksi obat, dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Gaya Baru.
Sexton, Daniel J., and etc. (2014). Ceftriaxone Once Daily for Four Weeks
Compared with Ceftriaxone Plus Gentamicin Once Daily for Two Weeks
32
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
33
for Treatment of Endocarditis Due to Penicillin-Susceptible Streptococci.
Division of Infectious Disease, Department of Medicine, Duke University
Medical Center Durham, North Carolina.
Steadman, Emily, and etc. (2010). Evaluation of Potential Clinical Interaction
between Ceftriaxone and Calcium. American Society for Microbiology.
Stockley, I.H. (2010). Stockley’s Drug Interaction. Ninth Edition. Great Britain:
Pharmaceutical Press.
Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : EGC
Tatro D.S. (2003). A to Z Drug Facts. Mc Graw Hill Companies: New York.
Tatro, D. S (2010): Drug Interaction Facts TM, editor : David S. Tatro, PharmD,
Facts and comparisons, St. Louis, Missouri,
Tatro, David S. (2013). Drug Interaction Fact. Wolters Kluwer Health., Inc :
California
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Pemeriksaan
Nilai
16/8/14
17/8/14
18/8/14
19/8/14
20/8/14
21/8/14
22/8/14
23/8/14
24/8/14
25/8/14
Lab
Normal
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Lab
Lab
Lab
Lab
Lab
Lab
Lab
Lab
Lab
Lab
Hb
13-17 g/dL
12,9
9,8
10,1
Ht
37-54%
40
33
31
Leukosit
4,8-10,8 (103/µl)
15,1
14,0
16,5
Trombosit
150-450 (103/µl)
302
169
185
<10 mm/jam
25
LED
Basofil
0-1,0 %
0
Eosinofil
2-4%
1
Limfosit
25-40%
24
Monosit
2-6%
5
Neutrofil Batang
3-5%
2
Neutrofil.segmen
50-70%
68
GDS
<200 mg/dL
154
Ureum
15-40 mg/dl
17,4
21,5
34,9
0,5 - 1,5 mg/dl
2,17
3,18
5,49
L : 97 to 137 ml/min
41,67
28,43
16,47
≥ 90
101,19
69,05
40
SGOT
3-45 u/L
30
SGPT
0-35 u/L
31
Creatinin
CrCl
Lampiran 1. Hasil Laboratorium
Hasil (Tanggal)
GFR
34
Universitas Indonesia
P: 88 to 128 ml/min.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015
Download