UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK PRAKT K KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK JALAN RAYA CILANDAK KKO PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN PERIODE 8 SEPTEMBER - 17 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FRISCA SARASWATI, S. Farm. F 1306502466 ANGKATAN LXXIX PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2015 i Universitas Indonesia UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK PRAKT K KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK JALAN RAYA CILANDAK KKO PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN PERIODE 8 SEPTEMBER - 17 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK PRAKT K KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker FRISCA SARASWATI, S. Farm. F 1306502466 ANGKATAN LXXIX PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2015 ii Universitas Indonesia HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh: Nama : Frisca Saraswati NPM : 1306502466 Program Studi : Apoteker, Farmasi Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Marinir Cilandak Periode 8 September - 17 Oktober 2014 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Mayannaria Simarmata, S.Si.,M.Farm, Apt ( ........................... ) Pembimbing II : Nadia Farhanah Syafhan S.Farm., M.Si. ( ........................... ) Penguji I : ( ........................... ) Penguji II : ( ........................... ) Penguji III : ( ........................... ) Ditetapkan di Tanggal : Depok : ................... iii Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia iv Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia .......... 2014 v Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia vi Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya, penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIX Universitas Indonesia, yang diselenggarakan pada tanggal 8 September - 17 Oktober 2014 di Rumah Sakit Marinir Cilandak. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Kolonel Laut dr. Gigih Imanta, Sp.Pd, selaku Komandan Rumah Sakit Marinir Cilandak, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Marinir Cilandak. 2. Letnan Kolonel Laut (K) Drs. Agusman, MM., Apt., selaku Kepala Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak. 3. Mayor Laut Mayannaria Simarmata, M.Farm., Apt., selaku Pembimbing I di Rumah Sakit Marinir Cilandak, atas bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 4. Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 5. Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sejak 21 Desember 2013 sampai sekarang. 6. Nadia Farhanah Syafhan S.Farm., M.Si., selaku Pembimbing II di Rumah Sakit Marinir Cilandak, atas bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. vii Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 7. Seluruh staf Departemen Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak. 8. Seluruh staf Rumah Sakit Marinir Cilandak. 9. Seluruh staf pengajar khususnya Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.yang telah memberikan ilmu yang berharga dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis. 10. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat kepada penulis. 11. Semua teman-teman Apoteker Universitas Indonesia angkatan 79 dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2014 viii Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia ABSTRAK Nama NPM Program Studi Judul : Frisca Saraswati, S.Farm : 1306502466 : Profesi Apoteker : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Marinir Cilandak Jalan Raya Cilandak KKO Pasar Minggu Jakarta Selatan Periode 8 September - 17 Oktober 2014 Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Marinir Cilandak bertujuan untuk memahami peranan, fungsi serta tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi RS Marinir Cilandak, memahami kendala yang terjadi dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di RS Marinir Cilandak serta ikut mencari alternatif solusi yang tepat. Sedangkan tujuan dari tugas khusus ini adalah menganalisis interaksi obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak, memberikan rekomendasi terhadap interaksi obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak, mengetahui sesuai atau tidaknya dosis obat yang telah diberikan pada pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak. Kata Kunci : Rumah Sakit Marinir Cilandak, interaksi obat, dosis obat Tugas Umum : ix + 78 halaman, 13 lampiran Tugas Khusus : iv + 19 halaman, 1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 10 (1996 - 2014) Daftar Acuan Tugas Khusus : 20 (2002 - 2014) ix Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia ABSTRACT Name NPM Program Study Title : Frisca Saraswati, S. Farm. : 1306502466 : Apothecary profession : Report of Pharmacist Internship at Marinir Cilandak Hospital Jalan Raya Cilandak KKO Pasar Minggu Jakarta Selatan, 8th September - 17th October 2014 The aim of pharmacist internship program in Marinir Cilandak Hospitalis to understand the role, functions and responsibilities of the pharmacist in the pharmacy installation in Marinir Cilandak Hospital, understand the constraints that occur in running the hospital pharmacy services in Marinir Cilandak Hospital and join the right look for alternative solutions. While the aim of this specific task is to analyze the potential drug interactions that occur in ICU patients in Marinir Cilandak Hospital, give recommendations on the potential drug interactions that occur in ICU patients in Marinir Cilandak Hospital, determine whether or not appropriate drug doses given to patients ICU in Marinir Cilandak Hospital. Keywords : Marinir Cilandak Hospital, Drug Interactions, drug doses General Assignment : ix + 78 pages, 13 appendices Spesific Asignment : iv + 19 pages, 1 appendices Bibliography of General Assignment : 10 (1996 - 2014) Bibliography of Specific Assignment : 20 (2002 - 2014) x Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ................................................................................... HALAMAN JUDUL ...................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................... KATA PENGANTAR .................................................................................... ABSTRAK ...................................................................................................... ABSTRACT .................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. i ii iii iv v vi vii ix x xi xiv BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1.2 Tujuan ............................................................................................ 1 1 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Rumah Sakit................................................................................... 2.1.1 Definisi Rumah Sakit .......................................................... 2.1.2 Tugas dan Fungsi ................................................................ 2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit ...................................................... 2.1.4 Sarana dan Peralatan ........................................................... 2.1.5 Perhitungan Beban Kerja .................................................... 2.1.6 Penilaian Kinerja ................................................................. 2.1.7 Struktur Organisasi.............................................................. 2.1.7 Ketenagaan .......................................................................... 2.2 Tim Farmasi dan Terapi................................................................. 2.2.1 Definisi Panitia Farmasi dan Terapi .................................... 2.2.2 Tugas ................................................................................... 2.3 Formularium Rumah Sakit ............................................................ 2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ...................................................... 2.4.1 Definisi ................................................................................ 2.4.2 Tugas ................................................................................... 2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ................................................... 2.6 Pelayanan Farmasi Klinis .............................................................. 2.7 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD).................... 2.8 Instalasi Gas Medis ........................................................................ 2.8.1 Penyimpanan Gas Medis ..................................................... 2.8.2 Pendistribusian Gas Medis .................................................. 4 4 4 4 5 7 9 10 11 11 12 12 12 13 14 14 14 14 19 25 25 26 26 BAB 3 TINJAUAN UMUM RS. MARINIR CILANDAK ........................ 3.1 Sejarah Perkembangan RS Marinir Cilandak ................................ 3.2 Tujuan, Visi, Misi, Motto, dan Tugas Pokok RSMC .................... 3.2.1 Tujuan.................................................................................. 27 27 29 29 xi Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 3.2.2 Visi ...................................................................................... 3.2.3 Misi...................................................................................... 3.2.4 Motto ................................................................................... 3.2.5 Tugas Pokok ........................................................................ Struktur Organisasi RS Marinir Cilandak ..................................... Tenaga Profesional RS Marinir Cilandak ...................................... Instalasi Rawat Jalan...................................................................... Instalasi Rawat Inap....................................................................... Fasilitas Penunjang ........................................................................ Rekam Medis ................................................................................. Formularium .................................................................................. Sterilization Unit (Unit Sterilisasi) ................................................ Pengolahan Limbah RSMC ........................................................... 3.11.1 Pengolahan Limbah Cair ................................................... 3.11.2 Pengolahan Limbah Padat ................................................. 29 29 29 30 30 30 31 31 32 32 33 33 34 34 34 BAB 4 TINJAUAN KHUSUS BAGIAN FARMASI RSMC ..................... 4.1 Struktur Organisasi Bagian Farmasi RSMC .................................. 4.1.1 Kepala Bagian Farmasi ....................................................... 4.1.2 Kepala Sub Bagian Pengendali Farmasi ............................. 4.1.3 Kepala Sub Bagian Apotek ................................................. 4.2 Fungsi dan Tugas Pokok Bagian Farmasi ..................................... 4.2.1 Fungsi .................................................................................. 4.2.2 Tugas Pokok ........................................................................ 4.3 Uraian Tugas Bagian Farmasi ....................................................... 4.4 Gudang Farmasi ............................................................................. 4.4.1 Jam Kerja............................................................................. 4.4.2 Personalia ............................................................................ 4.4.3 Kegiatan Gudang Farmasi ................................................... 4.5 Apotek Yanmasum (Pelayanan Masyarakat Umum) .................... 4.5.1 Jam Kerja............................................................................. 4.5.2 Personalia ............................................................................ 4.5.3 Jenis Pelayanan ................................................................... 4.5.4 Pengadaan Obat ................................................................... 4.5.5 Penyimpanan ....................................................................... 4.5.6 Pelayanan Farmasi............................................................... 4.6 Apotek BPJS .................................................................................. 4.6.1 Jam Kerja............................................................................. 4.6.2 Personalia ............................................................................ 4.6.3 Jenis Pelayanan ................................................................... 4.6.4 Pengadaan Obat ................................................................... 4.6.5 Penyimpanan ....................................................................... 4.6.6 Pelayanan Farmasi............................................................... 4.6.7 Administrasi Penagihan....................................................... 4.7 Depo Kamar Operasi ..................................................................... 4.7.1 Jam Kerja............................................................................. 4.7.2 Personalia ............................................................................ 4.7.3 Pengadaan............................................................................ 36 36 36 37 38 40 40 40 40 42 42 42 43 46 46 46 46 47 47 48 48 48 48 48 48 49 49 50 51 52 52 52 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 xii Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 4.7.4 Penyimpanan ....................................................................... 4.7.5 Jenis Pelayanan ................................................................... 4.8 Depo UGD ..................................................................................... 4.8.1 Jam Kerja............................................................................. 4.8.2 Personalia ............................................................................ 4.8.3 Pengadaan............................................................................ 4.8.4 Jenis Pelayanan ................................................................... 52 52 53 53 53 53 53 BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................ 54 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 6.2 Saran ................................................................................................ 63 63 63 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 65 LAMPIRAN .................................................................................................... 66 xiii Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Struktur Organisasi RSMC .................................................... Surat Perintah Pengeluaran Barang........................................ Bukti Pengeluaran .................................................................. Kartu Persediaan .................................................................... Bukti Titipan .......................................................................... Daftar Matkes yang Diterima Baik di Gudang Matkes Diskesal .................................................................................. Surat Tanda Penerimaan/ Pemasukan .................................... Daftar Material yang Terdapat Baik ...................................... Surat Perintah ......................................................................... Daftar Material Kesehatan ..................................................... Surat Perintah Pemasukan Barang ......................................... Berita Acara Pengujian/ Penerimaan Barang ......................... Alur Proses Dukungan Matkes............................................... xiv Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal penting yang diperlukan dan merupakan hak asasi manusia serta salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Kepmenkes No.1197 tahun 2004, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan. Agar upaya kesehatan berlangsung dengan baik maka diperlukan fasilitas pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang paripurna antara lain adalah rumah sakit. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks (Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, 2008). Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam, berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu standar, membuat semakin kompleksnya permasalahan di rumah sakit. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan mesyarakat (Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, 2008). 1 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia Bagian yang berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan obat di rumah sakit adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Kegiatan yang dilakukan oleh IFRS meliputi pengelolaan perbekalan farmasi seperti pemilihan, perencanaan, pengadaan, memproduksi, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian, serta pelayanan kefarmasian terkait penggunaan obat dan alat kesehatan habis pakai. Untuk memaksimalkan pelayanan obat di rumah sakit, sangat diperlukan profesionalisme apoteker. Apoteker bertanggungjawab dalam menjamin penggunaan obat yang rasional, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien dengan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. (Siregar, 2004) Apoteker merupakan tenaga kefarmasian yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Seiring dengan perkembangan zaman, profesionalisme apoteker semakin diperlukan, mengingat bahwa pekerjaan kefarmasian tidak lagi berorientasi pada produk semata (Drug Oriented), tetapi juga berorientasi pada pasien (patient oriented). Apoteker secara aktif diminta ataupun tidak diminta memberikan solusi dari masalah obat yang diberikan kepada tim medis setelah dilakukan diagnosis yang tepat. Oleh karena itu, apoteker diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, baik berupa pengetahuan dan keterampilan di bidang manajemen, serta komunikasi disamping ilmu kefarmasian itu sendiri, sehingga berkompeten untuk bekerja secara efektif sebagai pendamping tim medis. Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, maka Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI bekerja sama dengan RS Marinir Cilandak menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) periode 8 September 17 Oktober 2014. Melalui kegiatan PKPA ini mahasiswa calon apoteker diharapkan memiliki bekal pengetahuan tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sehingga dapat mengabdikan diri sebagai apoteker yang profesional dan handal di masa yang akan datang. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 1.2 Tujuan Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Instalasi Farmasi RS Marinir Cilandak adalah: a. Memahami peranan, fungsi serta tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi RS Marinir Cilandak. b. Memahami kendala yang terjadi dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di RS Marinir Cilandak serta ikut mencari alternatif solusi yang tepat. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, definisi rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Sedangkan menurut WHO (World Health Organization), Rumah Sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah Sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. 2.1.2 Tugas dan Fungsi Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 3, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Sedangkan fungsi rumah sakit umum yaitu : a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 4 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, klasifikasi rumah sakit dapat dibagi berdasarkan beberapa kriteria yaitu : a. Jenis Pelayanan Rumah sakit berdasarkan jenis pelayanannya digolongkan menjadi beberapa kriteria, yaitu : 1) Rumah Sakit Umum Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. 2) Rumah sakit khusus Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit b. Fasilitas Pelayanan dan Kapasitas Tempat Tidur Rumah sakit berdasarkan fasilitas pelayanan dan kapasitas tempat tidur digolongkan menjadi beberapa kriteria, yaitu : 1) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas A Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain, dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis, serta memiliki jumlah tempat tidur minimal 400 buah. 2) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya, dan 2 Pelayanan Medik Sub Spesialis Dasar, serta memiliki jumlah tempat tidur minimal 200 buah. 3) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas C Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, serta memiliki jumlah tempat tidur minimal 100 buah. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas D Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, serta jumlah tempat tidur minimal 50 buah. c. Kepemilikan Rumah sakit berdasarkan kepemilikannya digolongkan menjadi beberapa kriteria, yaitu : 1) Rumah sakit pemerintah Rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dan diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang umumnya bersifat nonprofit disebut rumah sakit pemerintah. Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit pemerintah dibagi atas rumah sakit yang langsung dikelola oleh Kementerian Kesehatan, rumah sakit yang dikelola oleh Kementerian Pertahanan dan Keamanan, rumah sakit yang dikelola oleh BUMN, dan rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. Sebagai contoh: Rumah Sakit Umum Pemerintah, Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL), Rumah Sakit Angkatan Darat (RSAD), Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU), Rumah Sakit Polisi Republik Indonesia (RS POLRI). 2) Rumah sakit non pemerintah (swasta) Rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh yayasan, organisasi keagamaan atau oleh badan hukum lain dan dapat juga bekerjasama dengan institusi pendidikan yang mana dapat bersifat profit maupun nonprofit disebut rumah sakit swasta. Diantaranya rumah sakit swasta adalah Rumah Sakit Swasta Pratama, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas D; Rumah Sakit Swasta Madya, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C; dan Rumah Sakit Swasta Utama, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B. a) Rumah sakit swasta berdasarkan tujuan : 1) Rumah sakit profit yaitu, rumah sakit yang dimiliki dan dikelola oleh yayasan atau badan yang bukan milik pemerintah, dengan tujuan mencari keuntungan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 2) Rumah sakit non profit yaitu, rumah sakit yang biasanya dimiliki oleh organisasi atau yayasan keagamaan, kekeluargaan, dan tidak mencari keuntungan. b) Rumah sakit swasta berdasarkan pelayanan : 1) Rumah sakit swasta Pratama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas D. 2) Rumah sakit swasta Madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 cabang, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C. 3) Rumah sakit swasta Utama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan subspesialistik, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B. 2.1.4 Sarana dan peralatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit maka penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku. a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di instalasi farmasi, terdiri dari ruang kantor/administrasi meliputi ruang pimpinan, ruang staf, ruang kerja/administrasi tata usaha dan ruang pertemuan. b. Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di instalasi farmasi, terdiri dari ruang tunggu pasien, ruang penyimpanan dokumen/arsip resep dan perbekalan farmasi, tempat penyimpanan obat di ruang perawatan serta fasilitas toilet, kamar mandi untuk staf. c. Ruang penyimpanan perbekalan farmasi yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan, serta harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas, terdiri dari kondisi umum untuk ruang penyimpanan meliputi obat jadi, obat produksi, bahan baku obat dan alat kesehatan. Sedagkan kondisi khusus untuk ruang penyimpanan meliputi obat termolabil, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 bahan laboratorium dan reagensia, sediaan farmasi yang mudah terbakar dan obat/bahan obat berbahaya (narkotik/psikotropik). d. Ruang distribusi terdiri dari distribusi perbekalan farmasi untuk rawat jalan di mana ada ruang khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan peracikan dan rawat inap dapat secara sentralisasi maupun desentralisasi di masing-masing ruang rawat inap. e. Ruang konsultasi atau konseling obat harus jauh dari hiruk pikuk kebisingan lingkungan rumah sakit dan nyaman sehingga pasien maupun konselor dapat berinteraksi dengan baik. Ruang konsultasi/konseling dapat berada di instalasi farmasi rawat jalan maupun rawat inap. f. Ruang pelayanan informasi obat dilakukan di ruang tersendiri dengan dilengkapi sumber informasi dan teknologi komunikasi, berupa bahan pustaka dan telepon. g. Ruang produksi dengan pembagian ruangan terdiri dari ruang terpisah antara obat jadi dan bahan baku, ruang terpisah untuk setiap proses produksi, ruang terpisah untuk produksi obat luar dan obat dalam, gudang terpisah untuk produksi antibiotik, tersedia saringan udara, efisiensi minimal 98% dan permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu harus kedap air, tidak terdapat sambungan, tidak merupakan media pertumbuhan untuk mikroba dan mudah dibersihkan dan tahan terhadap desinfektan. h. Ruang aseptic dispensing harus memenuhi persyaratan: 1) Ruang bersih : kelas 10.000 (dalam laminar air flow = kelas 100) 2) Ruang/tempat penyiapan : kelas 100.000 3) Ruang antara : kelas 100.000 4) Ruang ganti pakaian : kelas 100.000 5) Ruang/tempat penyimpanan untuk sediaan yang telah disiapkan i. Laboratorium farmasi untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan yang membutuhkan ruang laboratorium farmasi, maka harus memenuhi syarat sebagai berikut lokasi terpisah dari ruang produksi, konstruksi bangunan dan peralatan tahan asam, alkali, zat kimia dan pereaksi lain (harus inert); aliran udara, suhu dan kelembaban sesuai persyaratan, tata Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 ruang disesuaikan dengan kegiatan dan alur kerja dan perlengkapan instalasi (air, listrik) sesuai persyaratan j. Ruang produksi non steril k. Ruang penanganan sediaan sitostatik l. Ruang pencampuran/pelarutan/pengemasan sediaan yang tidak stabil m. Ruang penyimpanan nutrisi parenteral Fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk perlengkapan peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun. Peralatan yang paling sedikit harus tersedia : a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik steril dan nonsteril maupun aseptik/steril b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika e. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat yang termolabil f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan pembuangan limbah yang baik g. Alarm. 2.1.5 Perhitungan Beban Kerja Penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada pelayanan kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pemantauan terapi obat, pemberian informasi obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien. Penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada pelayanan kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penyerahan obat, pencatatan penggunaan obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. Kebutuhan tenaga apoteker Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 juga diperlukan untuk pelayanan farmasi yang lain seperti di unit logistik medik, unit produksi steril, unit pelayanan informasi obat dan lain-lain tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan. Selain kebutuhan apoteker untuk rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 orang apoteker untuk kegiatan di Unit Gawat Darurat (UGD), Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dan pelayanan informasi obat. 2.1.6 Penilaian Kinerja Satu diantara indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja rumah sakit adalah melalui penilaian efisiensi pengelolaan rumah sakit yang menetapkan 4 (empat) parameter dasar dalam perhitungan, yaitu : a. Bed Occupancy Rate (BOR) Indikator ini digunakan untuk menghitung berapa banyak tempat tidur di Rumah Sakit yang digunakan pasien dalam satu periode. Nilai ideal BOR menurut Depkes (2001) adalah antara 70%-85%. Rumus : BOR = % b. Turn Over Interval (TOI) Indikator ini digunakan untuk menghitung waktu rata-rata suatu tempat tidur kosong. Idealnya adalah 2 sampai 3 hari. Rumus : TOI = ( ) c. Length of Stay (LOS) Indikator ini digunakan untuk menghitung lama hari perawatan bagi 1 (satu) pasien selama 1 (satu) tahun. Idealnya adalah 6 sampai 9 hari. Rumus : LOS = ( ( ) ) d. Bed Turn Over (BTO) Indikator ini digunakan untuk menghitung berapa kali satu tempat tidur ditempati pasien dalam satu tahun. Idealnya adalah 40 sampai 50 kali. Data-data Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 pengunjung yang harus dilengkapi dalam perhitungan tingkat efisiensi tersebut adalah : 1) Rata-rata jumlah tempat tidur per tahun 2) Jumlah hari perawatan pasien selama 1 (satu) tahun 3) Jumlah pasien keluar rawat inap dalam keadaan hidup dan meninggal selama 1 (satu) tahun. Rumus : BTO = ( ) 2.1.7 Struktur Organisasi Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit maka setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Struktur organisasi rumah sakit minimal terdiri atas kepala atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksa internal, serta administrasi umum dan keuangan 2.1.8 Ketenagaan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan yang terdapat di rumah sakit yaitu: a. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan c. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (sarjana farmasi, Ahli Madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker). d. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian. e. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien. f. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasi terapis dan terapis wicara Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 g. Tenaga keteknisian medis meliputi: radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis 2.2 Tim Farmasi dan Terapi 2.2.1 Definisi Tim Farmasi dan Terapi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Tim Farmasi dan Terapi (TFT) merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker instalasi farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain di dalam rumah sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan obat. Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah apoteker, namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. TFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat TFT dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan TFT, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi TFT. 2.2.2 Tugas Tim Farmasi dan Terapi memiliki tugas yaitu : a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit b. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam formularium rumah sakit c. Mengembangkan standar terapi d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional f. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 g. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error h. Menyebarluaskan informasi kebijakan penggunaan obat di rumah sakit. 2.3 Formularium Rumah Sakit Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, formularium adalah daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Formularium rumah sakit harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit. Evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit. Penyusunan dan revisi formularium dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan formularium rumah sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Kriteria pemilihan obat untuk masuk formularium rumah sakit : a. Mengutamakan penggunaan obat generik; b. Memiliki rasio manfaat-risiko yang paling menguntungkan penderita; c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas; d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan; e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan; f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien; g. Memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung; h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium rumah sakit, maka rumah sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan obat dalam formularium rumah sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2.4.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker melalui sistem satu pintu. Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian perbekalan farmasi yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Pengorganisasian IFRS harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu. 2.4.2 Tugas a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi b. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko d. Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien e. Berperan aktif dalam tim farmasi dan terapi f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan kefarmasian g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. 2.5 Pengelolaan perbekalan farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengelolaan perbekalan farmasi Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 merupakan suatu siklus kegiatan meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pemusnahan dan penarikan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. a. Pemilihan Pemilihan merupakan proses kegiatan untuk menetapkan jenis perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan perbekalan farmasi berdasarkan formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi, standar perbekalan farmasi yang ditetapkan, pola penyakit, efektifitas dan keamanan, pengobatan berbasis bukti, mutu, harga dan ketersediaan di pasaran b. Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan perbekalan farmasi sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, waktu tunggu pemesanan dan rencana pengembangan. c. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan perbekalan farmasi antara lain: 1) Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa 2) Bahan berbahaya harus menyertakan material safety data sheet (MSDS) 3) Perbekalan farmasi harus mempunyai nomor izin edar Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4) Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk perbekalan farmasi tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain). Pengadaan dapat dilakukan melalui: 1) Pembelian Rumah sakit melakukan pembelian perbekalan farmasi harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah kriteria perbekalan farmasi meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat, persyaratan pemasok, penentuan waktu pengadaan dan kedatangan perbekalan farmasi serta pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu. 2) Produksi Instalasi farmasi rumah sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila: a. Sediaan farmasi tidak ada di pasaran; b. Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri; c. Sediaan farmasi dengan formula khusus; d. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking; e. Sediaan farmasi untuk penelitian; f. Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit tersebut. 3) Sumbangan/dropping/hibah Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan perbekalan farmasi sumbangan/dropping/hibah. Seluruh kegiatan penerimaan perbekalan farmasi disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan perbekalan farmasi dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis perbekalan farmasi dengan kebutuhan pasien di rumah sakit. Instalasi farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit untuk menolak sumbangan/dropping/hibah perbekalan farmasi yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien rumah sakit. d. Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik. e. Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan untuk menjamin kualitas dan keamanan perbekalan farmasi sesuai persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis perbekalan farmasi. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan perbekalan farmasi yang penampilan dan penamaan mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat. f. Pendistribusian Pendistribusian merupakan kegiatan menyalurkan perbekalan farmasi dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah sakit menentukan sistem distribusi yang menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian perbekalan farmasi di unit pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara : 1) Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock) a) Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh instalasi farmasi. b) Perbekalan farmasi disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan. c) Kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan. d) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 e) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock. 2) Sistem resep perorangan Pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui instalasi farmasi. 3) Sistem unit dosis Pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap. 4) Sistem kombinasi Sistem pendistribusian perbekalan farmasi bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c. Sistem distribusi unit dose dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada dan metode sentralisasi atau desentralisasi. g. Pemusnahan dan Penarikan Pemusnahan dan penarikan perbekalan farmasi yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk perbekalan farmasi apabila produk tidak memenuhi persyaratan mutu, telah kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan dan dicabut izin edarnya. Tahapan pemusnahan obat terdiri dari : 1) Membuat daftar perbekalan farmasi yang akan dimusnahkan 2) Menyiapkan berita acara pemusnahan 3) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait 4) Menyiapkan tempat pemusnahan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku. Penarikan perbekalan farmasi dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh badan pengawas obat dan makanan (BPOM). Penarikan perbekalan farmasi dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan. h. Pengendalian Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan perbekalan farmasi. Pengendalian penggunaan perbekalan farmasi dapat dilakukan oleh instalasi farmasi bersama Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di rumah sakit. Tujuan pengendalian persediaan perbekalan farmasi adalah untuk: 1) Penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit 2) Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi 3) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan perbekalan farmasi. Cara untuk mengendalikan persediaan perbekalan farmasi adalah : 1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving) 2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock) 3) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala. 2.6 Pelayanan Farmasi Klinis Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. a. Pengkajian dan Pelayanan Resep Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error). Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi meliputi nama, umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan pasien; nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter; tanggal resep; dan ruangan/unit asal resep. Persyaratan farmasetik meliputi nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis, jumlah obat, stabilitas, aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi ketepatan indikasi, dosis, waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), kontraindikasi dan interaksi obat. b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat Penelusuran riwayat penggunaan merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Kegiatan yang dilakukan adalah penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya dan melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien. Informasi yang harus didapatkan meliputi nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan, reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi dan kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa). c. Rekonsiliasi Obat Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien, mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasi instruksi dokter dan mengidentifikasi Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter. Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu : 1) Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan pasien. Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua obat yang digunakan oleh pasien baik resep maupun obat bebas termasuk herbal harus dilakukan rekonsiliasi. 2) Komparasi Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy (ketidakcocokan) adalah ketika ditemukan perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep. 3) Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh apoteker adalah: a) Menentukan adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja b) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti c) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi obat. 4) Komunikasi Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan. d. Pelayanan lnformasi Obat (PIO) PIO merupakan suatu kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit. Tujuan PIO adalah menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit, membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat/perbekalan farmasi terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi, dan menunjang penggunaan obat yang rasional. Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi menjawab pertanyaan, menerbitkan buletin, leaflet dan poster, menyediakan informasi bagi komite/sub komite farmasi dan terapi sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit, bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) melakukan kegiatan penyuluhan pasien rawat jalan dan rawat inap, melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya, dan melakukan penelitian. e. Konseling Konseling adalah aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap dapat dilakukan atas inisitatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap apoteker. Tujuan konseling untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang akan meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety). Kegiatan yang dilakukan dalam konseling yaitu mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three prime questions, melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien dan dokumentasi. Kriteria pasien meliputi pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui), pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (diabetes dan epilepsi), pasien yang menggunakan obatobatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid), pasien dengan obat indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin), pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi) dan pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 f. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Tujuan MESO untuk menemukan efek samping obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang, menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan, mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO, meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki dan mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO yaitu mendeteksi kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki ESO, mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO, mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme naranjo, mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di tim/sub tim farmasi dan terapi dan melaporkan ke pusat MESO nasional. g. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) PKOD merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. PKOD bertujuan untuk mengetahui kadar obat dalam darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat. Kegiatan PKOD meliputi melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan PKOD, berdiskusi kepada dokter untuk persetujuan melakukan PKOD dan menganalisis hasil PKOD serta memberikan rekomendasi. h. Visite Pasien Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit atas permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain. i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Bertujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat, membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Kegiatan EPO meliputi mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif dan mengevaluasi pengggunaan obat secara kuantitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan indikator peresepan, indikator pelayanan dan indikator fasilitas. j. Pemantauan Terapi Obat (PTO) PTO merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD). Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian, respons terapi dan ROTD, pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat; dan pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat. Tahapan PTO yaitu pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat pemantauan dan tindak lanjut. Faktor yang harus diperhatikan yaitu kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan terpercaya (evidence best medicine), kerahasiaan informasi; dan kerjasama dengan tim kesehatan lain. k. Dispensing Sediaan Khusus Dispensing sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan sitotoksik. Tujuan dispensing sediaan steril yaitu menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, menjamin sterilitas dan stabilitas produk, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 melindungi petugas dari paparan zat berbahaya dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan. Penyiapan nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, dan proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. 2.7 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) Central sterile supply department (CSSD) atau instalasi pusat pelayanan sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang membutuhkan kondisi steril (Depkes RI, 2009). Tujuan adanya CSSD di rumah sakit adalah membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi, menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial, efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada pelayanan terhadap pasien, menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari ruang dekontaminasi, ruang pengemasan alat, ruang produksi dan prossesing, ruang sterilisasi, dan ruang penyimpanan barang steril. 2.8 Instalasi Gas Medis Definisi istilah mengenai gas medis dan instalasinya terdapat dalam pasal 1 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1439/Menkes/SK/XI/2002 menyatakan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 bahwa gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan. Jenis gas medis yang dapat digunakan pada sarana pelayanan meliputi oksigen (O2), dinitrogen monoksida (N2O), nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2), udara tekan (compressed air) dan mixture gas (Depkes RI, 2002). 2.8.1 Penyimpanan gas medis Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002, penyimpanan gas medis harus memenuhi syarat penyimpanan gas medis, yaitu : a. Tabung-tabung gas harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran dan dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh saat terjadi goncangan b. Lokasi penyimpanan harus khusus dan masing-masing gas medis dibedakan tempatnya c. Penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang kosong dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian d. Lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau sejenisnya e. Gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut. 2.8.2 Pendistribusian gas medis Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002, distribusi gas medis dalam pelayahanan kesehatan di rumah sakit sebagai berikut : a. Distribusi gas medis dilayani dengan menggunakan troli yang biasanya ditempatkan dekat dengan pasien b. Pemakaian gas diatur melalui flowmeter pada regulator, regulator harus dites dan dikalibrasi c. Penggunaan gas medis sistem tabung hanya bisa dilakukan 1 tabung untuk 1 orang d. Tabung gas beserta troly harus bersih dan memenuhi syarat sanitasi. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 BAB 3 TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK 3.1 Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Marinir Cilandak Sebelum menjadi rumah sakit tingkat II di lingkungan TNI seperti sekarang ini, Rumah Sakit Marinir Cilandak (RSMC) berawal dari sebuah poliklinik kecil yang menempati sebuah ruangan mess bintara KKO. Pada tahun 1961 poliklinik ini dikembangkan menjadi balai pengobatan yang dipimpin oleh Kapten Laut (k) dr. O.M. Sianipar. Selanjutnya sesuai dengan kebijaksanaan TNI pada saat itu, dengan pertimbangan diperlukannya sebuah rumah sakit untuk melayani prajurit-prajurit KKO maka kemudian balai pengobatan dikembangkan menjadi Rumah Sakit Korps Komando TNI AL (RSKO wilayah barat) berdasarkan S.Kep. Panglima KKO AL No. 5401/5/1968 pada tanggal 22 Maret 1968, yang berlokasi di tempat seperti sekarang ini yaitu Jl. Raya Cilandak KKO, Pasar minggu, Jakarta selatan. Tanggal 22 Maret ini diresmikan sebagai hari jadi Rumah Sakit Marinir Cilandak. Komandan Rumah Sakit yang pertama adalah Mayor Laut (k) dr. Foead Arief Tirtohusodo. Tanggal 25 Februari 1997, Menhankam/Pangab menetapkan S.Kep. No. 226/11/1977, yang berisikan Rumah Sakit AL Lanmar ditetapkan sebagai Rumah Sakit ABRI tingkat IV dan mengganti istilah Komandan Rumah Sakit menjadi Kepala Rumah Sakit (Ka Rumkit). Seiring berjalannya waktu, Rumah Sakit kian berkembang, pada periode sekitar tahun 1980, rumah sakit telah memiliki dua orang dokter umum dan dua orang dokter gigi. Status rumah sakit meningkat menjadi Rumah Sakit ABRI Tingkat III dengan 60 tempat tidur melalui penerbitan S.Kep. Menhankam/Pangab No. 226a/II/1980. Kedudukan Rumkit Al Cilandak di bawah Suriak Teklap Diskes daerah 3 yang ditetapkan melalui S.Kep. Kasal No. 609/II/1980. Pada tanggal 24 Maret 1990, jabatan Ka. Rumkital Cilandak diserah terimakan ke Mayor Laut drg. Moeryono Aladin. Peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit terus dilaksanakan. Berbagai perbaikan terus dilakukan, 27 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia baik dari segi sarana rumah sakit maupun kemampuan sumber daya manusia yang ada. Sejalan dengan uapaya untuk menciptakan lingkungan yang mendukung proses penyembuhan, Pada tanggal 24 Maret 1990, RSMC ditetapkan sebagai kawasan bebas rokok dan merupakan rumah sakit pelopor di Indonesia yang mencanagkan RS sebagai kawasan bebas rokok. Berdasarkan Surat Keputusan Kasal No. Kep/42/VII/1997 dan No. SKEP/22/III/1998, Rumah Sakit Marinir Cilandak secara bertahap mengalami penyempurnaan klasifikasi, standarisasi dan dislokasi fasilitas kesehatan di lingkungan TNI AL serta adanya perubahan organisasi sesuai persyaratan yang ada sebagai Rumah Sakit TNI AL tingkat II B. Pada tanggal 18 Juni 1998, Rumah Sakit Marinir Cilandak megalami alih bina dari Pangkalan Korps Marinir Jakarta menjadi angsung dibawah Komando Korps Marinir RI. Sebagai bentuk komitmen untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik pada tahun 1997, akreditasi rumah sakit tingkat dasar meliputi 5 bidang pelayanan dasar. Berdasarkan S.Kep. Depkes RI No. YM.00.03.3.5.400, Rumah Sakit TNI AL Marinir Cilandak telah mendapatkan status akreditasi penuh tingkat dasar pada tanggal 14 Februari 2000. Pada tanggal 21 Desember 2000, jabatan Ka. Rumkital diserahkan kepada Kolonel Laut (K) dr. Musana, Sp.KJ. Peningkatan kemampuan fasilitas dan pelayanan rumah sakit dilaksanakan dengan modernisasi peralatan yang ada serta melengkapi sarana dan prasarana kesehatan. Upaya peningkatan fasilitas rumah sakit memanfaatan hasil pelayanan masyarakat umum yang dikelola dengan baik oleh Rumkital Marinir Cilandak. Kegiatan renovasi diawali dengan melengkapi kendaraan operasional dan peralatan kesehatan yang canggih, kemudian dilanjutkan dengan perbaikan registrasi keuangan dan komputerisasi rekam medik pasien. Pada tahun 2003, pengembangan fasilitas penunjang dan pelayanan kesehatan lain dilakukan berupa pembangunan ruang serbaguna, ruang kebidanan dan kandungan, ruang bayi, ruang bersalin, ruang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), ruang tunggu rawat jalan, renovasi ruang radiologi, dan penyelesaian pembangunan gedung rawat inap kelas III dengan bantuan dari bagian Pertahanan. Untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik, Rumkital Cilandak memberikan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 bantuan keringanan perawatan atau subsidi non material kepada pasien miskin atau tidak mampu. Unsur pelayanan di Rumah Sakit Marinir Cilandak meliputi pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap dan pelayanan unit gawat darurat. Unsur pelayanan ini meliputi penunjang medis dan pelaksanaan pelayanan medis. 3.2 Tujuan, Visi, Misi, Motto, dan Tugas Pokok RS Marinir Cilandak 3.2.1 Tujuan Rumah Sakit Marinir Cilandak mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi personil militer. b. TNI AL khususnya marinir agar selalu siap operasional. c. Terpeliharanya kesiapan Rumah Sakit Marinir Cilandak agar selalu siap dalam memberikan dukungan kesehatan pada operasi Korps Marinir. d. Terlaksananya pelayanan kesehatan secara profesional bagi anggota dan keluarganya serta masyarakat umum, tanpa memandang agama, golongan, kedudukan, dan pangkat. 3.2.2 Visi Menjadi Rumah Sakit TNI AL yang berkualitas dan mampu melaksanakan dukungan kesehatan pada operasi militer dan pelayanan kesehatan yang profesional. 3.2.3 Misi Rumah Sakit Marinir Cilandak memiliki misi sebagai berikut : a. Menyiapkan sarana dan prasarana guna terlaksananya dukungan dan pelayanan kesehatan. b. Meningkatkan sumber daya manusia agar dapat mencapai sasaran program secara berhasil guna dan berdaya guna. 3.2.4 Motto “Kepuasan anda kebanggaan kami.” Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 3.2.5 Tugas Pokok Rumah Sakit Marinir Cilandak bertugas melaksanakan dukungan kesehatan dan pelayanan kesehatan spesialistik dan sub spesialistik terbatas bagi personil militer dan Pegawai Negeri Sipil TNI AL beserta keluarganya di wilayah barat. 3.3 Struktur Organisasi RS Marinir Cilandak Seorang Kepala Rumah Sakit yang disingkat dengan Ka Rumkit bertugas sebagai pemimpin dalam struktur organisasi RS Marinir Cilandak dan dibantu oleh Wakil Kepala Rumkit disingkat WaKaRumkit. Setelah itu Wakil Kepala Rumkit dibantu oleh Ketua Komite Medik, Kepala SPI, Kepala Komite Keperawatan untuk menjalankan semua kebijakan Rumah Sakit. Selanjutnya struktur organisasi RSMC dibagi menjadi 2 unit besar yaitu unit pelayanan dan unit pelaksana. Unsur pelaksana membawahi semua bidang medik yang ada meliputi : Kepala Bagian UGD, Kepala Bagian Gigi dan Mulut, Kepala Bagian Bedah, Kepala Bagian Kamar Operasi dan ICU, Kepala Bagian Kesehatan Ibu dan Anak, Kepala Bagian Penyakit Dalam, Kepala Bagian Kulit, Mata dan Telinga, Kepala Bagian Penunjang Klinik, Kepala Bagian Farmasi, dan Kepala Bagian Perawatan (Lampiran 1). 3.4 Tenaga Profesional RS Marinir Cilandak Sumber daya manusia merupakan aset terpenting bagi rumah sakit untuk dapat melaksanakan upaya pelayanan kesehatan. Tenaga profesional yang dimiliki oleh Rumah Sakit Marinir Cilandak saat ini terdiri dari : a. Dokter Umum b. Dokter Gigi Umum dan Spesialis c. Dokter Spesialis : Kesehatan Anak, Kebidanan dan Kandungan, Penyakit Dalam, Jantung, Paru, Bedah Umum, Bedah Plastik, Bedah Tulang, Bedah Urologi, Bedah Syaraf, THT, Mata, Kulit dan Kelamin, Saraf, Anestesi, Radiologi, Patologi Klinik dan Jiwa. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 3.5 Instalasi Rawat Jalan Pelayanan rawat jalan yang tersedia di RS Marinir Cilandak terdiri dari : a. Poliklinik Penyakit Dalam (internist) b. Poliklinik Penyakit Bedah : Umum, Tulang, Saraf, Plastik, Urologi c. Poliklinik Paru d. Poliklinik Jantung e. Poliklinik Kebidanan dan Kandungan f. Poliklinik Kesehatan Anak g. Poliklinik Mata h. Poliklinik Saraf i. Poliklinik THT j. Poliklinik Kulit & Kelamin k. Poliklinik Fisioterapi l. Poliklinik Umum m. Poliklinik Gigi Umum n. Poliklinik Gigi Spesialis o. Poliklinik Akupuntur 3.6 Instalasi Rawat Inap Pelayanan rawat inap adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan perawatan secara intensif di rumah sakit sehingga mengharuskan pasien untuk tinggal di rumah sakit sampai kesehatannya membaik. Instalasi rawat inap RSMC memiliki kemampuan dalam menyiapkan tempat rawat inap pasien sebanyak 188 tempat tidur terpasang meliputi : a. Rawat Inap Paviliun A (Anyelir) : khusus pasien kebidanan b. Rawat Inap Paviliun B (Bougenvile) : khusus pasien bedah c. Rawat Inap Paviliun C (Cempaka) : khusus pasien penyakit dalam d. Rawat Inap Paviliun D (Dahlia) : khusus pasien anak e. Rawat Inap Paviliun E (Edelweis) : khusus pasien VVIP, VIP, Kelas I f. Rawat Inap Paviliun F (Flamboyan) : pasien campuran Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 3.7 Fasilitas Penunjang Fasilitas penunjang yang terdapat pada Rumah Sakit Marinir Cilandak adalah : a. Laboratorium b. Radiologi c. Farmasi d. Gizi e. High Care Unit (HCU) f. Medical Check Up (MCU) g. Intensive Care Unit (ICU) h. Unit Gawat Darurat (UGD) i. Kamar Operasi (OK) 3.8 Rekam Medis (Medical Record) Rekam medis adalah kumpulan data medis dan sosial dari seorang pasien baik rawat inap maupun rawat jalan sejak pasien masuk rumah sakit hingga sembuh dan pulang.dokumen ini dijadikat alat komunikasi antara dokter, perawat, dan apoteker guna menentukan terapi yang tepat untuk pasien. Penulisan rekam medis di RS Marinir Cilandak dimulai pada saat pasien mendaftar di tempat pendaftaran, kemudian menuliskan identitas lengkap, seperti nama, umur, alamat, pendidikan, tempat tanggal lahir dan sebagainya. Kemudian data-data tersebut akan disimpan di dalam file berdasarkan nomor dan warna, dan tidak ada pembedaan antara pasien anggota dan pasien umum. Isi dari rekam medis ini adalah : a. Identitas pasien b. Ringkasan riwayat klinis c. Kartu pasien d. Pemeriksaan lab, terdiri dari analisa gas darah, darah rutin, kultur atau resistensi. e. Ringkasan masuk darurat yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis f. Pengukuran denyut nadi, suhu tubuh, dan tekanan darah (untuk rawat inap) Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 g. Catatan perkembangan pasien dan instruksi dokter h. Rencana tindakan perawatan i. Catatan terapi, terdiri dari : nama pasien, tanggal masuk, ruang rawat, nama obat (dosis, tanggal pemberian, waktu pemakaian) 3.9 Formularium Rumah Sakit Marinir Cilandak telah memiliki formularium rumah sakit yang berisi kelas terapi obat, nama obat, sediaan, nama dagang, dan nama produsen obat. Susunan daftar obat ini dievaluasi setiap setahun sekali oleh tim komite medik berdasarkan kualitas, potensi obat dan harga. 3.10 Sterilization Unit (Unit Sterilisasi) Pelaksanaan proses sterilisasi RSMC belum dilakukan di unit sterilisasi yang terpusat atau Central Sterile Supply Department (CSSD). Proses sterilisasi dilakukan di setiap ruangan, seperti rawat inap, kamar operasi, unit gawat darurat, dan lain-lain. Langkah pertama proses sterilisasi yaitu pencucian alat atau bahan menggunakan larutan desinfektan (lysol) ataupun direndam dalam larutan metrisida selama 15-30 menit. Setelah itu, dikeringkan dan dikemas menggunakan kain steril dan dimasukkan ke dalam wadah almunium yang telah ditempelkan indikator tip. Untuk proses sterilisasi ruangan, langkah awal yang dilakukan adalah ruangan harus dibersihkan, lalu disterilkan dengan cara disinari dengan menggunakan sinar UV. Setiap 6 bulan sekali dilakukan pengujian terhadap keberadaan bakteri, dan apabila bakteri melebihi ambang batas maka ruangan harus dibersihkan dengan desinfektan dan setelah itu di-fogging. Sterilisasi alat-alat kedokteran dilakukan berdasarkan jenis bahannya, yaitu menggunakan cara sebagai berikut: a. Sterilisasi dengan panas kering (oven) Untuk mensterilikan alat-alat logam seperti gunting bedah, tong spatel, pisau bedah, jarum bedah, dan alat-alat bedah lainnya maka dilakukan sterilisasi panas kering. Cara sterilisasi yang dilakukan yaitu memasukkan alat ke dalam oven dengan suhu 150 °C selama 2 jam. Setelah selesai proses sterilisasi, alat-alat Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 yang sudah steril disimpan di dalam lemari yang disusun berdasarkan jenis tindakan operasi (bedah umum, bedah ortopedi, bedah kandungan, dan bedah urologi). b. Sterilisasi dengan pemanasan basah (autoklaf) Sterilisasi dengan autoklaf digunakan untuk mensterilkan linen/katun, dressing, kassa, dan perban. Cara yang dilakukan adalah dengan memasukkan alat dan bahan ke dalam autoklaf dengan suhu 121 °C selama 15 menit. Setelah selesai proses sterilisasi, alat dan bahan disimpan di lemari dalam ruangan yang telah di sterilisasi dengan menggunakan formaldehid yang diencerkan. 3.11 Pengolahan Limbah RSMC Pengolahan limbah RSMC terdiri dari pengelohan limbah padat dan limbah cair. 3.11.1 Pengolahan Limbah Cair Limbah cair berasal dari berbagai macam unit, seperti ruang perawatan, laboratorium, dapur, dan laundry. Pemantauan pengolahan limbah RSMC dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan cara mengirim sampel ke BPLHD (Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah) untuk melihat aman tidaknya limbah tersebut dibuang ke sungai Krukut. Parameter pemeriksaan limbah cair adalah kadar klorin, kesadahan, senyawa aktif biru metilen, Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biological Oxygen Demand (BOD). Pada proses pengolahan, semua limbah cair dialirkan ke dalam bak penampungan yaitu bak pertama dan kedua untuk pemrosesan limbah dan proses aerasi dengan alat blower. Bak ketiga untuk sedimentasi yang bertujuan memisahkan antara lumpur dengan air yang bersih, bak keempat untuk proses penyaringan limbah. Bak kelima proses pertumbuhan bakteri aerob untuk menguraikan limbah serta pengobatan dengan kaporit dan untuk lalu air dialirkan ke Sungai Krukut. 3.11.2 Pengolahan Limbah Padat Limbah padat dibedakan menjadi limbah medis dan limbah non medis. Limbah medis merupakan limbah yang berasal dari ruangan perawatan, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 laboratorium, kamar operasi, UGD, dan urologi, misalnya kassa, jarum suntik, kapas, dan perban. Penanganan untuk alat-alat yang tajam dimasukkan dalam wadah khusus seperti jirigen. Limbah padat yang tidak bersifat infectious dimasukkan ke dalam plastik hitam, sedangkan untuk limbah yang infectious dimasukkan ke dalam plastik kuning. Semua limbah dibakar menggunakan incinerator dengan suhu 800 °C – 1200 °C. Limbah non medis merupakan limbah yang dapat berasal dari sampah dapur, kertas, botol plastik, botol infus, vial dan ampul. Penanganan limbah non medis dilakukan dengan pengumpulan oleh petugas kesehatan kemudian dua kali dalam seminggu diambil oleh petugas dari dinas kebersihan setempat. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 BAB 4 TINJAUAN KHUSUS BAGIAN FARMASI RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK 4.1 Struktur Organisasi Bagian Farmasi RS Marinir Cilandak Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak merupakan suatu unit fungsional yang mengelola semua perbekalan farmasi yang digunakan oleh RSMC. Bagian farmasi RS Marinis Cilandak dipimpin oleh seorang Kepala Bagian Farmasi (Kabag Far) yang secara struktural berada di bawah Komandan Rumah Sakit. Jumlah tenaga personalia departemen Farmasi RSMC terdiri dari 6 apoteker, 23 orang asisten apoteker, dan 13 orang non asisten apoteker. Struktur Organisasi Bagian Farmasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.1.1. Kepala Bagian Farmasi Tugas dari Kepala Bagian Farmasi adalah membantu Komandan Rumah Sakit (Dan umkit) yang berada di bawah koordinasi dan pengawasan Wakil Komandan Rumah Sakit (Wadan Rumkit) yang bertugas dalam menyelenggarakan pelayanan farmasi di RSMC. Dalam menjalankan tugasnya, Kabag Far bertanggung jawab langsung kepada Dan Rumkit atau melalui Wadan Rumkit. Dalam kegiatan administrasi Kabag Far dibantu oleh Urusan Tata Usaha (Ur TU) dengan uraian tugas dan pekerjaan sebagai berikut: a. Menyelenggarakan ketatausahaan di bagian Farmasi dan kegiatan surat menyurat sesuai dengan petunjuk administrasi yang berlaku b. Melaksanakan agenda/ekspedisi serta penyimpanan arsip c. Menyediakan bahan dan alat-alat kebutuhan surat-menyurat bagi keperluan Bagian Farmasi d. Melaksanakan pencatatan, pengawasan, pemeliharaan, dan pengamanan material/dokumen serta inventaris yang ada dalam Bagian Farmasi e. Mengadakan koordinasi dengan sekretariat RSMC tentang surat-menyurat yang berasal dari dan ditujukan untuk Bagian Farmasi 36 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 4.1.2. Kepala Sub Bagian Pengendalian Farmasi Kabag Far dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang Kepala Sub Bagian Pengendalian Farmasi. Kepala Sub Bagian Pengendalian Farmasi (Ka Subbag Dalfar) memiliki tugas sebagai berikut: a. Menyusun dan menyiapkan perkiraan kebutuhan material kesehatan b. Membantu melaksanakan pengadaan material kesehatan c. Melaksanakan pemeliharaan alat kesehatan d. Melaksanakan pengendalian dan pengawasan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran material kesehatan e. Merancang sistem penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran material kesehatan f. Melaksanakan administrasi, penyimpanan, dan penyaluran material g. Merancang bekal diagnostik kepada unit pelaksana diagnostik h. Menyusun laporan penerimaan dan penyaluran material kesehatan serta pengajuan material kesehatan secara periodik Kepala Sub Bagian Pengendalian Farmasi dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kabag Far dan dibantu oleh petugas: 4.1.2.1. Kepala Urusan Pengendalian Farmasi (Kaur Dalfar) Tugas Kepala urusan pengendalian farmasi sebagai berikut: a. Membuat perencanaan laporan tentang obat-obatan yang sudah habis b. Menyusun kebutuhan obat berdasarkan sisa stok barang c. Menyelenggarakan stock opname pada setiap akhir tahun anggaran d. Memberikan laporan pemakaian obat golongan narkotika dan psikotropika setiap bulan e. Membuat administrasi penghapusan f. Membuat evaluasi dan pelaporan dari perencanaan, pengadaan, dan pembayaran setiap bulan kepada Ka Subbag Dalfar Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4.1.3. Kepala Sub Bagian Apotek Kabag Far juga dibantu oleh seorang Kepala Sub Bagian Apotek (Ka Subbag Apotek) yang memiliki tugas sebagai berikut: a. Melaksanakan pelayanan bekal kesehatan kepada pasien rawat inap, rawat jalan, ruang bedah, gawat darurat, dan unit-unit perawatan b. Melaksanakan penyuluhan tentang khasiat dan efek samping obat kepada pasien dalam rangka pemberian informasi obat c. Menyelenggarakan administrasi penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran material kesehatan d. Membuat laporan pelaksanaan tugas Sub Bag Apotek secara periodik e. Dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kabag Farmasi Kepala Sub Bagian Apotek dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh: 1) Kepala Urusan Apotek (Kaur Apotek) Tugas-tugas dari Kepala urusan apotek adalah : a. Memimpin semua kegiatan pelayanan obat untuk pasien rawat jalan dan rawat inap b. Mengatur dan mengawasi persediaan obat, sarana, dan prasarana di pelayanan pasien rawat jalan dan rawat inap c. Melaksanakan tertib administrasi yang menyangkut seluruh kegiatan pelayanan pasien rawat jalan dan rawat inap d. Memberikan konseling kepada pasien tentang obat yang digunakannya e. Memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lainnya f. Membuat laporan-laporan yang berkaitan dengan kegiatan/ pelayanan pasien rawat jalan dan rawat inap secara periodik g. Melakukan analisa, evaluasi, dan tindak lanjut pelayanan pasien rawat jalan dan rawat inap h. Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup apotek rawat jalan dan rawat inap i. Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Ka Subbag Apotek Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Kepala Urusan Apotek dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh: 1) Kepala Urusan Apotek Rawat Jalan (Kaur Apotek Wat Jalan) Kepala urusan apotek rawat jalan yang memiliki tugas sebagai berikut: a. Memimpin semua kegiatan pelayanan obat untuk pasien rawat jalan b. Mengatur dan mengawasi persediaan obat, sarana, dan prasarana di pelayanan pasien rawat jalan c. Melaksanakan tertib administrasi yang menyangkut seluruh kegiatan pelayanan pasien rawat jalan d. Memberikan konseling kepada pasien tentang obat yang digunakannya e. Memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lainnya f. Membuat laporan-laporan yang berkaitan dengan kegiatan/ pelayanan pasien rawat jalan secara periodik g. Melakukan analisa, evaluasi, dan tindak lanjut pelayanan pasien rawat jalan h. Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Apotek Wat Jalan 2) Kepala Urusan Apotek Rawat Inap (Kaur Apotek Wat Inap) Kepala urusan apotek rawat inap memiliki tugas sebagai berikut: a. Memimpin semua kegiatan pelayanan obat dan suplai medis untuk pasien rawat inap b. Mengatur dan mengawasi persediaan obat dan suplai medis beserta sarana dan prasarana di unit-unit pelayanan pasien rawat inap c. Memantau dan mengawasi penggunaan obat dan suplai medis di ruang perawatan d. Membuat laporan yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan pasien rawat inap secara periodik e. Melakukan analisa, evaluasi, dan tindak lanjut pelayanan pasien rawat inap f. Melaksanakan, memeriksa, dan mengendalikan pelayanan obat dan suplai medis yang diadakan melalui sistem resitusi g. Membuat laporan pemasukan dan pengeluaran narkotika dan psikotropika setiap bulan h. Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup bagian Apotek Wat Inap Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4.2 Fungsi dan Tugas Pokok Bagian Farmasi 4.2.1 Fungsi Fungsi dari adanya bagian Farmasi RS Marinir Cilandak adalah sebagai berikut : a. Melaksanakan perencanaan kebutuhan barang farmasi b. Melaksanakan pengadaan barang farmasi sesuai ketentuan yang berlaku c. Mengatur sistem penyimpanan barang farmasi sesuai peraturan yang berlaku d. Mengatur sistem pendistribusian barang farmasi ke seluruh poli di RSMC yang membutuhkan e. Melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di lingkungan rumah sakit f. Melaksanakan kegiatan tata usaha untuk menunjang pelayanan farmasi 4.2.2 Tugas Pokok Sebagai salah satu unsur pelaksana utama Dan Rumkit, Kepala Bagian Farmasi bertugas membantu Dan Rumkit atau Wadan Rumkit untuk menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh kegiatan dan kebutuhan pelayanan farmasi yang meliputi obat, alat kesehatan, alat kedokteran dan alat perawatan, bekal kesehatan, gas medik, dan barang kimia lainnya di RSMC. 4.3 Uraian Tugas Bagian Farmasi Berikut merupakan uraian tugas yang harus dijalankan atau dikerjakan oleh bagian farmasi RS Marinir Cilandak : a. Menyiapkan semua data di Bagian Farmasi untuk disajikan kepada Dan Rumkit baik secara langsung maupun melalui Wadan Rumkit b. Memberikan saran mengenai bidang kefarmasian baik diminta maupun tidak diminta kepada Dan Rumkit baik secara langsung maupun melalui Wadan Rumkit c. Menyusun program kerja Bagian Farmasi sebagai bahan penyusunan program kerja RSMC d. Mengajukan kebutuhan personel, peralatan, dan anggaran biaya kepada Dan Rumkit dalam rangka kelancaran tugas dan pengembangan Bagian Farmasi Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 e. Merumuskan dan menyiapkan kebijakan dalam kegiatan farmasi rumah sakit f. Menyusun dan menyiapkan petunjuk – petunjuk dalam rangka pelaksanaan kegiatan di Bagian Farmasi g. Menyelenggarakan fungsi staf dalam bidang pembinaan kefarmasian di lingkungan RSMC atas dasar pengembangan ilmu dan teknologi masing – masing sub bagian h. Mengawasi dan bertanggung jawab terhadap tata tertib, disiplin, kebersihan, keamanan, dan kelancaran tugas di lingkungan Bagian Farmasi i. Mengatur dan mengawasi serta bertanggung jawab terhadap semua peralatan dan sarana yang ada di Bagian Farmasi, agar selalu dalam keadaan baik, lengkap, dan siap pakai j. Menyiapkan dan meneliti surat – surat yang berhubungan dengan Bagian Farmasi sebelum ditandatangani Dan Rumkit k. Melaksanakan koordinasi di lingkungan Bagian Farmasi dengan unit kerja lain di luar Bagisn Farmasi dalam rangka penyusunan prosedur kerja pelayanan farmasi di RSMC l. Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan Kepala Bagian dan unit kerja lain yang terkait dalam rangka merencanakan kebutuhan obat, alat kesehatan, alat kedokteran dan alat perawatan, pengembangan pelayanan farmasi di bagian atau unit kerja yang bersangkutan m. Melaksanakan koordinasi dengan unsur, badan, dan instansi baik di dalam maupun di luar RSMC untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya sesuai tingkat dan lingkup kewenangannya n. Mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi pelaksanaan penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian barang – barang farmasi guna menjamin pencapaian tujuan sasaran program kerjanya berhasil guna dan berdaya guna o. Membuat uraian tugas bagi para pelaksana yang bekerja di lingkungan Bagian Farmasi p. Mengawasi dan bertanggung jawab agar semua kegiatan di lingkungan Bagian Farmasi berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dapat mencapai sasaran sesuai dengan rencana yang telah Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 ditetapkan. Membuat laopran kepada Dan Rumkit atau Wadan Rumkit baik secara langsung maupun secara tertulis q. Membuat laporan berkala meliputi: pengadaan dan penggunaan obat, alat kesehatan, alat kedokteran dan bekal kesehatan setiap bulan, per triwulan, dan setiap akhir tahun anggaran, menyiapkan data penggunaan obat golongan narkotika, stok opname setiap akhir triwulan dan akhir tahun anggaran, menyelenggarakan usaha – usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan farmasi sesuai dengan tuntutan masyarakat pengguna jasa rumah sakit, dan kemampuan rumah sakit tugas pokok Bagian Farmasi dapat dilaksanakan secara optimal r. Selalu mengadakan koordinasi dan kerja sama serta memelihara hubungan baik dengan bagian lain untuk menunjang tercapainya tugas pokok dan fungsi Bagian Farmasi s. Mengadakan kegiatan lain sesuai dengan pengarahan Dan Rumkit atau Wadan Rumkit 4.4 Gudang Farmasi Bagian gudang farmasi memiliki tugas untuk menerima, menyimpan, dan mendistribusikan perbekalan kesehatan untuk pasien umum dan BPJS Kesehatan baik rawat jalan maupun rawat inap. Perbekalan kesehatan yang dimaksud meliputi material kesehatan yang berupa obat-obatan dan barang habis pakai serta alat kesehatan. 4.4.1 Jam Kerja Gudang farmasi buka setiap hari kerja yaitu Senin-Jumat pada jam 07.00 15.30 WIB dan istirahat pada pukul 12.00 - 13.00 WIB. 4.4.2 Personalia Tenaga personalia di bagian gudang farmasi RSMC berjumlah 6 orang yang terdiri dari 1 apoteker, 2 asisten apoteker, dan 3 non asisten apoteker. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4.4.3 Kegiatan Gudang Farmasi Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh bagian gudang farmasi adalah : a. Penerimaan Perbekalan Farmasi Setiap penerimaan obat harus didukung dengan bukti penerimaan. Penerima barang harus memeriksa kesesuaian antara fisik barang dengan dokumen pengantar kiriman barang. Dokumen bukti pemeriksaan tersebut harus ditandatangani oleh petugas penerima barang, yang menyerahkan barang, serta diketahui oleh Kepala Bagian Farmasi dan dibubuhi stempel. Untuk jenis barang yang diadakan melalui pembelian sendiri, bila terjadi ketidaksesuaian antara fisik barang dengan dokumen, maka dilakukan pengembalian barang (retur) dan dicatat di buku berita acara. b. Penyimpanan (Pergudangan) Penyimpanan barang dikelompokkan berdasarkan ruangan yang membutuhkan, seperti OK dan UGD. Setiap jenis barang yang terdapat di gudang dilengkapi dengan kartu stok yang menunjukkan jumlah dan tanggal pemasukan serta pengeluaran dari setiap barang. Sistem pengeluaran obat atau barang dilakukan menurut metode First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). c. Pendistribusian Sistem pendistribusian di gudang farmasi meliputi distribusi untuk ruang rawat inap, ruang ICU, Ruang OK, UGD, dan laboratorium berupa material kesehatan seperti kasa, perban, desinfektan, alkohol, reagen, cairan infus, obat gawat darurat, dan alat kesehatan yang dilakukan dengan sistem yang disebut “amprahan”. d. Pelayanan Rutin Setiap minggunya gudang farmasi melayani amprahan (pengambilan barang/stok) dari Apotek BPJS, poli rawat jalan, paviliun rawat inap, OK, UGD, ICU, dan laboratorium. Sebelumnya setiap ruangan mengajukan permintaan mengenai jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang diperlukan kepada gudang farmasi. Gudang farmasi kemudian membuat jadwal untuk amprahan secara rutin setiap minggunya. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Petugas dari ruangan mendatangi gudang sesuai jadwal yang telah ditentukan untuk mengambil amprahan. Jadwal pemberian amprahan di gudang farmasi selama seminggu adalah sebagai berikut: 1) Senin : Paviliun Flamboyan atas dan bawah, OK, serta poli kandungan. 2) Selasa : Paviliun Bougenville. 3) Rabu : Paviliun Cempaka 1 dan 2, serta UGD. 4) Kamis : Ruang bayi, paviliun Dahlia. 5) Jumat : Paviliun Edelweis, OK, dan ICU. Setiap barang yang diambil dari gudang farmasi kemudian dicatat jenis dan jumlahnya pada buku khusus amprahan tiap ruangan. Apabila perbekalan farmasi di ruangan telah habis, maka ruangan dapat mengambil amprahan di luar jadwal yang sudah ditentukan. Gudang juga melayani pengisian gas medik seperti NO2, O2 dan perbaikan alat kesehatan. e. Pelaporan Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak melakukan pelaporan mengenai sirkulasi/mutasi barang masuk maupun keluar dengan menggunakan aplikasi SIMAK BMN oleh staf Gudang Farmasi. Aplikasi ini digunakan untuk mencatat dan mengorganisir barang milik negara, mulai dari pembelian, transfer masuk-keluar antar instansi, sampai penghapusan dan pemusnahan barang milik Negara (Anonim, 2009). Aplikasi SIMAK BMN mulai digunakan sejak tahun 2009 di Bagian Farmasi yang kegiatan pelaporannya dilakukan berkala tiap semester kepada Kementerian Pertahanan, namun sejak tahun 2012 kegiatan pelaporan menggunakan SIMAK BMN dilakukan kepada Kementerian Keuangan dengan tembusan Kementerian Pertahanan. Penggunaan aplikasi SIMAK BMN bertujuan untuk menginventaris serta melihat sirkulasi/mutasi barang/kekayaan rumah sakit umumnya atau Bagian Farmasi khususnya. Barang-barang yang berada di bawah tanggung jawab Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak dikelompokkan menjadi dua, yaitu aset/harta tetap dan barang/persediaan habis pakai. Harta tetap dapat berupa alat kesehatan inventaris seperti mesin rontgen, tensimeter, dan lain-lain sedangkan persediaan habis pakai meliputi obat, alat kesehatan habis pakai, dan perlengkapan-perlengkapan administratif seperti alat tulis kantor dan lain-lain. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Pelaporan sirkulasi barang dilakukan setiap semester (6 bulan) dimana print out dari hasil input menggunakan SIMAK BMN dilaporkan kepada Kementerian Keuangan dengan tembusan Kementerian Pertahanan. Staf Gudang Farmasi melakukan penginputan tiap item barang menggunakan aplikasi SIMAK BMN meliputi jumlah barang yang masuk maupun barang keluar berdasarkan stok awal persediaan. Barang masuk bisa berasal dari pembelian langsung, hibah, maupun tender sedangkan barang keluar kemugkinan dari kegiatan penjualan, penghapusan, pemusnahan, dan lain-lain. Aplikasi akan mengumpulkan hasil input data terian Keuangan dengan tembusan Kementerian Pertahanan. Penggunaan aplikasi SIMAK BMN bertujuan untuk menginventaris serta melihat sirkulasi/mutasi barang/kekayaan rumah sakit umumnya atau Bagian Farmasi khususnya. Barang-barang yang berada di bawah tanggung jawab Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak dikelompokkan menjadi dua, yaitu aset/harta tetap dan barang/persediaan habis pakai. Harta tetap dapat berupa alat kesehatan inventaris seperti mesin rontgen, tensimeter, dan lain-lain sedangkan persediaan habis pakai meliputi obat, alat kesehatan habis pakai, dan perlengkapan-perlengkapan administratif seperti alat tulis kantor dan lain-lain. Pelaporan sirkulasi barang dilakukan setiap semester (6 bulan) dimana print out dari hasil input menggunakan SIMAK BMN dilaporkan kepada Kementerian Keuangan dengan tembusan Kementerian Pertahanan. Staf Gudang Farmasi melakukan penginputan tiap item barang menggunakan aplikasi SIMAK BMN meliputi jumlah barang yang masuk maupun barang keluar berdasarkan stok awal persediaan. Barang masuk bisa berasal dari pembelian langsung, hibah, maupun tender sedangkan barang keluar kemugkinan dari kegiatan penjualan, penghapusan, pemusnahan, dan lain-lain. Aplikasi akan mengumpulkan hasil input data tersebut menjadi daftar inventaris barang. Selain itu, aplikasi ini juga dapat membuat rekapitulasi dari tiap ruangan yang melaporkan kekayaan menjadi sebuah neraca yang memuat informasi seluruh kekayaan yang dimiliki rumah sakit. Neraca kekayaan tersebut pada umumnya dibuat satu tahun sekali saat tutup buku/akhir tahun. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4.5 Apotek Yanmasum ( Pelayanan Masyarakat Umum ) Satu diantara apotek yang berada di bawah struktur organisasi Bagian Farmasi RSMC adalah Apotek Yanmasum. Apotek ini dapat melayani seluruh obat untuk pasien umum maupun obat untuk pasien BPJS Kesehatan yang tidak ditanggung oleh Apotek BPJS RSMC, baik melalui mekanisme restitusi untuk pasien anggota TNI AL dan keluarga maupun pembelian sendiri oleh pasien BPJS Kesehatan. Apotek Yanmasum memberikan pelayanan obat untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. 4.5.1 Jam Kerja Apotek Yanmasum RS Marinir Cilandak memberi pelayanan selama 24 jam setiap harinya. Pelayanan dilaksanakan dengan pembagian shift kerja di Apotek Yanmasum yaitu dengan adanya shift jaga di luar shift normal setiap harinya. Shift normal apotek adalah pada pukul 07.00 – 15.00 WIB. Di luar jam tersebut, terdapat tiga orang petugas jaga yang bertugas pada shift jaga pukul 15.00– 21.00 WIB serta dua orang bertugas jaga mulai pukul 21.00 – 07.00 WIB. 4.5.2 Personalia Tenaga personalia di Apotek Yanmasum RSMC terdiri dari 1 apoteker, 9 asisten apoteker, dan 4 non asisten apoteker. 4.5.3 Jenis Pelayanan Apotek Yanmasum melayani pasien umum rawat jalan dan rawat inap, pasien yang terdaftar sebagai anggota asuransi tertentu (pasien jaminan), pasien gawat darurat dan juga pelayanan restitusi untuk pasien TNI AL dan keluarganya. Untuk pasien jaminan, apotek Yanmasum melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan asuransi. Resep pasien rawat inap dapat dibeli langsung oleh keluarga pasien atau melalui hospital pharmacy dimana pasien tidak membeli langsung ke apotek tetapi melalui perawat. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4.5.4 Pengadaan obat Pengadaan obat di RSMC dilakukan oleh bagian Dalfar (Pengendalian Farmasi) dan diadministrasikan secara terpisah untuk Apotek Yanmasum dan Apotek BPJS. Prosedur pemesanan obat dilakukan dengan memesan langsung ke distributor. Petugas apotek yang bertanggung jawab atas tugas defekta melihat stok barang yang perlu dipesan dan mencatatnya pada buku defekta. Kemudian daftar barang yang perlu dipesan diserahkan pada Kepala Sub Bagian Pengendalian Farmasi (Ka Sub Bag Dalfar). Setelah disetujui, barang dapat dipesan langsung ke distributor menggunakan surat pesanan. Surat pesanan khusus narkotika dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dengan menyertakan tanda tangan dari APA (Apoteker Pengelola Apotek). Barang yang dipesan kemudian diantarkan langsung oleh distributor ke Apotek Yanmasum. Faktur diserahkan ke apotek oleh distributor, namun mekanisme pembayaran obat dilakukan melalui bagian Pekas ( Pemegang Kas) Rumah Sakit menurut ketentuan Rumah Sakit Marinir Cilandak. 4.5.5 Penyimpanan Pengelompokan barang di Apotek Yanmasum dilakukan berdasarkan bentuk dan jenis sediaan. Sediaan padat dan cair serta alat kesehatan dipisahkan dalam penyimpanan. Untuk menyimpan obat injeksi terdapat lemari khusus sedangkan untuk menyimpan jenis-jenis obat yang termolabil seperti supositoria dan vaksin disediakan refrigerator. Obat jenis sirup antibiotik dilakukan penyimpanan yang terpisah dari sediaan cair lainnya. Setelah pengelompokan berdasarkan bentuk dan jenis sediaan, obat disusun secara alfabetis. Apotek Yanmasum tidak memiliki ruangan khusus untuk menyimpan persediaan obat dan alat kesehatan (gudang) sehingga persediaan disimpan pada lemari tersendiri yang terdapat di ruangan Apotek Yanmasum. Pencatatan stok obat dan alat kesehatan yang masuk dan keluar dicatat pada kartu stok. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4.5.5 Pelayanan farmasi Kegiatan pelayanan di Apotek Yanmasum meliputi pelayanan pemberian obat berdasarkan resep dan non resep kepada pasien umum serta pemberian obat restitusi kepada pasien TNI AL dan keluarga. 4.6 Apotek BPJS Apotek ini dibentuk atas dasar kerjasama antara Rumah Sakit Marinir Cilandak (RSMC) dengan BPJS Kesehatan. Apotek BPJS RSMC berfungsi untuk memberikan pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan sesuai dengan Formularium Nasional yang digunakan untuk pelayanan obat bagi peserta BPJS Kesehatan, baik untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap. 4.6.1 Jam Kerja Pelayanan di Apotek BPJS dilakukan setiap hari selama 24 jam. Dibagi menjadi dua shift yaitu pukul 07.00 – 15.00 WIB dan pukul 15.00 – 07.00 WIB. 4.6.2 Personalia Tenaga personalia di Apotek BPJS terdiri dari 1 apoteker, 11 asisten apoteker, 3 non asisten apoteker. 4.6.3 Jenis Pelayanan Apotek BPJS hanya melayani pasien yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. 4.6.4 Pengadaan Obat Perencanaan pengadaan obat dilakukan setiap minggu. Prosedur pengadaan obat di Apotek BPJS adalah dengan mencatat obat-obatan yang stoknya minimum dalam buku defekta. Buku defekta tersebut kemudian diserahkan kepada Ka Sub Bag Dalfar. Setelah diperiksa oleh Ka Sub Bag Dalfar, buku defekta diserahkan kepada Ka Bag Far dan jika disetujui selanjutnya Ka Sub Bag Dalfar akan membuat surat pemesanan atau Purchase Order (PO) dengan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 persetujuan BPJS Kesehatan. Purchase Order dikirim ke PBF (Pedagang Besar Farmasi) dan PBF akan mengirimkan barang berdasarkan PO yang telah dibuat. 4.6.5 Penyimpanan Obat di apotek BPJS dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaannya, kemudian disusun secara alfabetis. Setiap pemasukan dan pengeluaran obat dicatat dalam kartu stok obat. 4.6.6 Pelayanan farmasi Pemberian obat dan atau material kesehatan dilakukan berdasarkan resep dokter untuk pasien BPJS Kesehatan baik pasien rawat inap atau pasien rawat jalan sesuai dengan indikasi medis dan diagnosis pasien. Pasien rawat jalan yang mendapat resep dari dokter akan membawa resep tersebut beserta fotocopy surat rujukan, fotocopy KPK, ke apotek. Pasien Rawat Inap yang mendapat resep dari dokter akan membawa resep tersebut beserta fotocopy surat jaminan rawat inap, fotocopy KPK, ke apotek yang ditunjuk. Jika kelengkapan administrasi pasien belum lengkap, maka pelayanan pemberian obat belum bisa diberikan kecuali pada pasien gawat darurat. Berkas administrasi yang kurang lengkap, petugas akan mengembalikan berkas tersebut ke pasien untuk dilengkapi (dengan memberikan informasi berkas apa saja yang perlu dilengkapi). Jika proses adminitrasi sudah sesuai atau memenuhi syarat, resep yang diberikan ke apotek BPJS akan dilakukan verifikasi resep dan bukti pendukung lain. Apoteker dan petugas apotek akan melakukan pengkajian resep, menyiapkan, dan menyerahkan oabt kepada peserta disertai dengan pemberian informasi obat. Jika resep sesuai dengan standar obat JPK Jamsostek, petugas apotek akan langsung memberikan obat tersebut kepada peserta, dengan mengutamakan obat generik terlebih dahulu. Bila resep obat diluar standar, maka obat akan disetarakan dengan obat standar Program JPK Jamsostek yang mempunyai kandungan zat berkhasiat (nama generik) sama dengan obat yang diresepkan. Sedangkan untuk obat diluar daftar yang ditanggung oleh BPJS akan diberikan copy resepnya untuk bisa ditebus dan dibeli di apotek Yanmasum atau lainnya, karena apotek BPJS tidak. Apabila ada masalah dengan resep misalnya terkait dosis maupun ketidakterbacaan resep, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 maka apoteker atau asisten apoteker akan mengkonfirmasikan terlebih dahulu ke dokter, lalu dicatat ke buku komunikasi dengan dokter dan perawat. melayani pembayaran uang tunai. Apotek akan memberikan obat sesuai dengan resep untuk 3-5 hari, pengambilan obat untuk kasus penyakit kronis dapat diberikan untuk 10 hari kecuali penyakit tertentu yang memerlukan obat terus menerus dapat diberikan sampai 30 hari (dengan monitoring/persetujuan Kantor Cabang BPJS). Setelah pasien/peserta menerima obat, peserta menandatangani bukti penerimaan obat dan memperoleh informasi obat. Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan salah satu bentuk pelayanan farmasi klinis yang terdapat di apotek, baik informasi tersebut untuk pasien maupun dengan sejawat. PIO untuk pasien tidak ada atau tidak berjalan selama menjalani pkpa disan, karena sedang terjadi renovasi perpindahan gedung apotek. Namun, sekarang program tersebut sedang dijalankan kembali. Selain PIO, pelayanan farmasi klinis lainnya yang dilakukan adalah pemantauan terapi obat (PTO) yang mana lebih dikhususkan kepada pasien rawat inap. Pelayanan obat yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sesuai dengan Formularium Nasional. Kebutuhan obat-obatan di luar paket Indonesia Case Based Group's (INA-CBG's) tetap dapat diklaim oleh fasilitas kesehatan yang mengeluarkan obat untuk pasien. Khusus untuk pelayanan obat kronis, bila kondisi pasien dengan penyakit kronis belum stabil, maka fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dapat memberikan tambahan resep obat penyakit kronis (berdasrkan Formularium Nasional) diluar paket INA CBG’s sesuai indikasi medis sampai kontrol berikutnya apabila penyakit belum stabil. Selanjutnya, IFRS atau apotik dapat menagih biaya atau mengajukan klaim pembayaran kepada BPJS Kesehatan. 4.6.7 Administrasi Penagihan 4.6.7.1 Ketentuan Klaim BPJS Kesehatan Obat-obat non kronik diklaim menggunakan sistem paket INA CBG’s melalui rumah sakit sedangkan obat kronik diklaim setelah melalui mekanisme sebagai berikut: Dilakukan skrining terhadap resep setelah mendapatkan legalisasi Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 dari BPJS Kesehatan, obat untuk 7 hari pertama diklaim dengan sistem paket INA CBG’s seperti obat non kronik sedangkan sisanya diinput ke aplikasi BPJS Kesehatan. Setelah selesai melakukan penginputan selama periode 1 bulan, resep tersebut diverifikasi oleh verifikator BPJS Kesehatan. Klaim obat Bagian Farmasi RSMC ke BPJS Kesehatan dapat dilakukan dengan menyerahkan persyaratan administrasi : a. Kwitansi yang ditandatangani atas nama Kabag Farmasi RSMC b. Kwitansi KU-17 c. Surat Tagihan Obat Kronik 23 Hari Rawat Jalan d. Umpan balik dari BPJS Kesehatan yang ditandatangani Dan Rumkit Marinir Cilandak e. Lampiran resep kronik yang sudah dilegalisasi BPJS Kesehatan f. SEP asli pasien. Setelah klaim dilakukan, dana dikirim oleh BPJS Kesehatan melalui rekening RSMC. Obat-obat kronik yang dapat diklaim adalah obat-obat peserta BPJS rawat jalan yang masuk dalam 10 golongan obat kronik di bawah ini: a. DM (insulin dll) b. Hipertensi (Amlodipine, bisoprolol) c. Jantung d. Asma e. Paru f. Epilepsi g. Skizoprenia h. Sirosis Hepatik i. Stroke j. Sindrom Lupus 4.7 Depo Kamar Operasi Depo kamar operasi merupakan salah satu depo farmasi yang berada di bawah struktur organisasi Bagian Farmasi RSMC. Depo ini berfungsi menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk kepentingan operasi. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4.7.1 Jam Kerja Depo kamar operasi memberi pelayanan selama jam kerja dan juga setiap hari kerja oleh petugas farmasi yaitu pukul 07.00 – 15.30. Selanjutnya untuk hari libur dan di luar jam kerja tersebut, yang bertugas dan bertanggung jawab menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu perawat jaga kamar operasi. 4.7.2 Personalia Tenaga personalia farmasi di depo ini belum tersedia karena keterbatasan jumlah anggota farmasi, tetapi setiap harinya terdapat satu petugas farmasi yang bertugas memeriksa stok sediaan farmasi dan alat kesehatan di depo ini. 4.7.3 Pengadaan Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan setiap 1 minggu sekali atau jika stoknya sudah minimum di ruang operasi. Prosedur pengadaannya adalah dengan mencatat obat-obatan yang stoknya minimum dalam buku defekta, kemudian buku tersebut ditandatangani oleh kepala ruang operasi dan diserahkan ke bagian gudang farmasi. 4.7.4 Penyimpanan Penyimpanan obat di ruang operasi disimpan dalam ruangan berukuran sekitar 2x2 meter. Di dalam ruang operasi, terdapat tiga kamar operasi yang masing-masing kamar juga terdapat lemari untuk menyimpan sediaan farmasi dan alat kesehatan. 4.7.5 Jenis Pelayanan Depo ini berfungsi menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk kepentingan operasi. Setiap harinya petugas akan mengisi lemari di setiap kamar operasi untuk sediaan farmasi dan alat kesehatan yang stoknya sudah menipis. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4.8 Depo UGD Depo UGD merupakan salah satu depo farmasi yang berada di bawah struktur organisasi Bagian Farmasi RSMC. Depo ini berfungsi menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk kepentingan pasien UGD. 4.8.1 Jam Kerja Depo UGD memberi pelayanan selama 24 jam setiap hari. 4.8.2 Personalia Tenaga personalia farmasi di depo ini belum tersedia karena keterbatasan jumlah anggota farmasi, tetapi setiap harinya terdapat satu petugas farmasi yang bertugas memeriksa stok sediaan farmasi dan alat kesehatan di depo ini. 4.8.3 Pengadaan Pemeriksaan stok dilakukan setiap hari. Depo ini memiliki persediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam jumlah yang tetap. Pengadaan dilakukan jika terdapat sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan jumlah tetap. 4.8.4 Jenis Pelayanan Depo ini berfungsi menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk pasien UGD. Pasien akan menerima tindakan dan pengobatan dari sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tersedia di UGD terlebih dahulu. Keluarga pasien kemudian akan diberikan resep untuk ditebus ke apotek. Obat yang dari apotek tersebut, kemudian diberikan kembali ke UGD untuk mengganti sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tadi telah digunakan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 BAB 5 PEMBAHASAN Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit Marinir Cilandak (RSMC) merupakan rumah sakit angkatan laut yang digolongkan sebagai rumah sakit tipe B, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang medik, dan pelayanan medik subspesialis dasar. Fasilitas pelayanan yang tersedia di RSMC meliputi Instalasi Rawat Jalan (IRJ), Instralasi Rawat Darurat (IRD), Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU), Instalasi bedah Sentral, Instalasi Kebidanan dan Kandungan, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi Radio Terapi, serta fasilitas penunjang seperti Instalasi Farmasi, Laboratorium dan Pemulasaraan Jenazah. Terdapat pula subdepartement gizi dan pengelolaan limbah. Layanan spesialis yang terdapat di RSMC meliputi spesialis paru, jantung, penyakit saraf, kesehatan jiwa, kandungan dan kebidaan serta spesialis anak dan bedah umum. Departemen farmasi RSMC merupakan suatu unit fungsional yang mengelola semua perbekalan farmasi yang digunakan oleh rumah sakit dan dipimpin oleh Kepala Departemen Farmasi yang secara struktural berada di bawah Komandan Rumah Sakit. Kegiatan yang dilakukan dibawah departement farmasi RSMC terdiri dari dua golongan utama, yakni pelayanan klinis dan pelayanan non klinik. Kegiatan pelayanan farmasi klinik mencakup pelayanan resep dan informasi obat di Apotek BPJS dan Apotek Yanmasum. Pelayanan pemberian konseling kepada pasien dengan kriteria khusus dilakukan tapi belum maksimal karena adanya renovasi Apotek BPJS. Skrining instruksi pengobatan dilakukan untuk pasien-pasien tertentu seperti pasien yang menerima polifarmasi. Monitoring efek samping obat belum dilakukan. Pengkajian dan evaluasi penggunaan obat dan kunjungan ke ruang perawatan (ward) sudah dilakukan namun tidak terjadwal dan belum didokumentasikan. Therapeutic drug 54 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia monitoring (TDM) dan Total Parenteral Nutrition (TPN) belum dilakukan karena keterbatasan peralatan dan sumber daya manusia khususnya apoteker klinis. Pelayanan non klinik meliputi bidang logistik dan administratif. Pengelolaan logistik yang dilakukan meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pengawasan, produksi. Bagian administrasi melakukan fungsi admisitratif dan pelaporan. Fungsi pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh Bagian Farmasi RSMC masih sangat terbatas karena masih kurangnya kebijakan yang mendukung dan sumber daya manusia seperti tenaga profesi apoteker yang jumlahnya masih belum memadai. Fungsi pelayanan farmasi klinik tersebut diantaranya yaitu pelayanan informasi obat, konseling, proses pengawasan terhadap penggunaan obat, Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan pemantauan terhadap Drug Related Problems. Hal tersebut menyebabkan kegiatan kefarmasian lebih banyak terpusat pada kegiatan yang bersifat non klinik yang lebih berfungsi dalam kegiatan manajemen atau pengelolaan perbekalan farmasi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, idealnya 1 orang apoteker klinis berbanding 30 tempat tidur pasien. Rumah Sakit Marinir Cilandak memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 190 tempat tidur dan memiliki 6 orang tenaga apoteker yang mana tidak berfokus di bidang klinis. Kondisi tersebut menyebabkan belum terpenuhinya perbandingan antara Apoteker dengan tempat tidur pasien yang perbandingannya 1: 30. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. Apotek BPJS RSMC melayani rata-rata 500 resep per hari dengan jumlah apoteker yang bertugas 1 (satu) orang, sehingga belum mencukupi perbandingan yang diharuskan. Pada apotek Yanmasum jumlah resep per hari rata-rata 150 resep, dengan apoteker Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 yang bertugas sebanyak 1 (satu) orang, hal ini juga belum sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pada pelayanan obat pasien rawat jalan, terdapat 1 orang Apoteker di setiap apotek RSMC yaitu masing-masing di Apotek BPJS dan Apotek Yanmasum. Peran manajerial farmasi di RSMC dipegang oleh 2 Apoteker yang masing – masing bertugas sebagai Kepala Bagian Farmasi dan Kepala Sub Bagian Pengendalian Farmasi. Untuk memaksimalkan peranan apoteker dalam kegiatan farmasi klinik disarankan kepada pimpinan Rumah Sakit Marinir Cilandak untuk menambah jumlah tenaga profesi apoteker terutama apoteker yang berfokus pada kegiatan farmasi klinik. Selain karena faktor kuantitas yang kurang memadai, kualitas faktor sumber daya manusia juga perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan, sehingga perlu diselenggarakan pendidikan dan pelatihan secara rutin bagi seluruh staf Bagian Farmasi RSMC. Apotek BPJS melayani pasien peserta BPJS Kesehatan yang terdiri dari anggota Angkatan Laut/Pegawai Negeri Sipil TNI beserta keluarganya (suami, istri dan 3 orang anak berusia di bawah 21 tahun), pegawai Negeri Sipil, Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri dan Pegawai Swasta beserta keluarganya yang terdiri atas suami atau istri dan 3 orang anak berusia di bawah 21 tahun atau belum menikah dan tidak mempunyai penghasilan sendiri. Jika anak tersebut melanjutkan pendidikannya hingga Perguruan Tinggi, anak tersebut tetap akan mendapatkan jaminan kesehatan hingga usia 25 tahun dengan syarat harus disertai dengan surat keterangan aktif kuliah dari institusi terkait. Penyusunan obat pada rak obat di apotek BPJS dilakukan secara alfabetis sehingga memudahkan dalam penyiapan obat pasien, untuk lebih memaksimalkan pelayanan sebaiknya rak diperbesar supaya semua obat dapat disusun secara alfabetis di dalam rak. Terkait penyimpanan obat di Apotek BPJS, sebaiknya penyusunannya dilakukan secara FEFO (First Expired First Out) terutama ketika barang datang dari gudang untuk menghindari penyerahan obat kadaluarsa ke pasien. Untuk penyimpanan barang di Apotek BPJS sudah disusun secara alfabetis dan dipisahkan berdasarkan bentuk sediaan. Namun, untuk alat kesehatan dan obat‒obat injeksi yan berada di rak masih belum tersusun dengan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 rapi ataupun alfabetis meskipun sebelumnya sempat disusun berdasarkan alfabetis. Pelayanan obat di Apotek BPJS cukup baik, resep yang ditebus oleh pasien akan dicocokkan pangkat kesatuan, usia, serta nama lengkap pasien sesuai yang tertera pada resep serta tanda tangan dan nomor telepon sebagai bukti bahwa obat telah diserahkan kepada pasien. Penyiapan obat dilakukan dengan cepat kecuali obat racikan, namun proses pengecekan oleh Apoteker berlangsung lama karena banyaknya resep yang masuk dan pengecekan hanya dilakukan oleh seorang Apoteker. Pengecekan sudah cukup baik karena dilakukan secara berulang untuk tiap resep yang dilayani, mulai dari screening, pemberian harga, peracikan dan proses penyerahan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa obat yang diberikan sesuai dengan permintaan dalam resep, sehingga akan terwujud sistem tepat obat, tepat dosis, tepat indikasi dan tepat pasien. Apotek Yanmasum melayani pasien umum yang merupakan seluruh masyarakat umum yang berobat di RSMC atau pasien BPJS Kesehatan yang obatnya tidak didukung oleh Apotek BPJS, baik melalui mekanisme restitusi maupun pembelian sendiri oleh pasien. Apotek Yanmasum tidak memiliki gudang penyimpanan obat, sehingga obat-obat disimpan di rak-rak yang terdapat di apotek tersebut. Hal ini menyebabkan berkurangnya area di dalam apotek sehingga berkurang pula ruang gerak bagi para petugas apotek dalam melakukan pelayanan resep terutama saat peracikan dan atau pengemasan, namun hal ini tidak mengurangi pelayanan optimal yang dilakukan oleh Apotek Yanmasum. Untuk itu disarankan penataan perbekalan farmasi yang lebih teratur di Apotek Yanmasum. Sistem distribusi obat bagi pasien rawat inap di RSMC menggunakan sistem sentralisasi dimana seluruh perbekalan kefarmasian di ruangan rawat inap tertuju kepada Apotek BPJS dan Apotek PC serta tidak memiliki stok di ruangan. Persediaan di ruangan hanya terbatas untuk obat-obat emergency dan perbekalan farmasi dasar. Depo farmasi di ruangan untuk melayani obat dan perbekalan farmasi lainnya tidak tersedia sehingga menyulitkan pengawasan dan pengendalian obat-obat yang digunakan. Sedangkan untuk pasien rawat inap, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 sistem peresepan yang digunakan adalah sistem peresepan individual, akibatnya pasien sulit mengatur regimen terapi yang diterimanya. Gudang farmasi di RSMC berperan dalam perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, serta pendistribusian perbekalan farmasi ke Apotek BPJS dan semua unit RSMC. Perencanaan perbekalan farmasi di RSMC dilakukan berdasarkan permintaan atau kebutuhan dari setiap unit. Hal ini dilihat dari hasil konsumsi rata-rata setiap semester atau setiap tahun dari masingmasing unit. Pengadaan perbekalan farmasi di RSMC dilakukan dengan sistem satu pintu yaitu seluruh pemesanan perbekalan farmasi harus melalui bagian pengadaan dan administrasi di Bagian Farmasi. Seluruh perbekalan farmasi di seluruh unit rumah sakit dikendalikan dan diawasi oleh bagian gudang farmasi. Pengadaan perbekalan farmasi kedua apotek di RSMC memiliki sistem pengadaan yang berbeda. Sumber barang di Apotek BPJS berasal dari sisa dropping tahun 2013 dari Dinas Kesehatan Angkatan Laut (Diskesal), Pusat Kesehatan TNI (Puskes TNI) dan dari pembelian langsung yang dananya berasal dari hasil operasional Apotek Yanmasum (Pelayanan Masyarakat Umum) rumah sakit dan Dana Pemeliharaan Kesehatan (DPK) per triwulan melalui tender. Berbeda dengan apotek BPJS, pengadaan di Apotek Yanmasum dilakukan dengan pembelian langsung melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pengadaan di Apotek Yanmasum dilaksanakan berdasarkan formularium RSMC. Pada kegiatan penerimaan dibentuk tim khusus yang juga melibatkan apoteker, pengurus gudang berdasarkan Surat Perintah Komandan Rumah Sakit. Penerimaan, penyimpanan, pendataan defekta barang dan pengelolaan barang di Apotek BPJS dilakukan oleh bagian gudang farmasi, sedangkan untuk Apotek Yanmasum dilakukan oleh Apotek Yanmasum sendiri. Seluruh daftar defekta yang berasal dari kedua apotek kemudian diserahkan kepada Kepala Sub Bagian Pengendalian Farmasi yang memiliki kewenangan dalam hal pengendalian bidang perencanaan dan distribusi. Setiap kegiatan yang telah dilakukan dibuat pencatatan serta pelaporannya. Perbekalan farmasi yang diterima dicocokkan kembali dengan daftar permintaan serta dilihat waktu kadaluwarsanya. Setelah itu, perbekalan farmasi tersebut disimpan di dalam gudang. Perbekalan farmasi kemudian disusun berdasarkan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 bentuk sediaan, sumber penerimaan, dan tujuan distribusi. Selanjutnya, gudang farmasi akan melakukan kegiatan distribusi setiap minggu ke unit-unit yang berada di Rumah Sakit sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, termasuk ke Apotek BPJS. Berdasarkan Good Storage Practice, gudang farmasi RSMC telah memenuhi beberapa syarat gudang yang baik seperti dokumentasi barang masuk dan barang keluar sudah baik namun perlu dirapikan, memiliki generator listrik, terdiri dari satu lantai yang akan memberi kemudahan dalam lalu lintas dan pengawasan perbekalan farmasi, adanya penyimpanan obat berdasarkan suhu stabilnya obat, lemari penyimpanan obat golongan narkotika dan psikotropika belum sepenuhnya memenuhi standar yang ada karen kunci masih tergantung di lemari narkotik bukan dipegang oleh petugas yang bertugas di hari itu, rak untuk menyusun perbekalan farmasi yang sudah memisahkan antara obat‒obatan dengan perbekalan kesehatan farmasi lainnya, tabung pemadam kebakaran dan alarm yang masih berfungsi dengan baik, adanya aktivitas pengecekan kemasannya tidak rusak, jumlah yang diantar, label produk, nama dan alamat pemasok, nomer batch dan juga tanggal kadaluarsa saat barang datang, dilakukannya pemisahan untuk barang yang rusak, kadaluarsa, dan retur. Beberapa hal yang disarankan untuk dibenahi adalah tempat penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar seharusnya dipisah dari perbekalan kesehatan lainnya atau diberi tempat khusus tidak tercampur dengan perbekalan kesehatan lainnya. adanya peletakan thermometer didalam refrigerator untuk memonitoring suhunya serta sebaiknya ada petugas monitoring dilakukan secara rutin, berjadwal dan didokumentasikan, monitoring juga sebaiknya dilakukan dalam pengendalian serangga/hewan pengganggu, personil yang bekerja di area penyimpanan juga perlu menggunakan perlengkapan ataupun pakaian yang bisa melindungi atau tidak menyebabkan produk terkontaminasi. Dengan mengikuti panduan mengenai cara penyimpanan produk yang baik dan benar (Good Storage Practice (GSP)) maka secara langsung dapat memastikan produk yang akan diterima pasien dalam kualitas yang baik dan aman untuk digunakan. Dengan demikian konsumen dapat merasa nyaman dan aman ketika mereka mengetahui bahwa produk yang mereka beli sudah melalui rangkaian proses yang benar. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Standar gudang obat berdasarkan Pharmaceutical Society of Australia (PSA) Professional Practice Standards adalah: a. Ruang dengan sistem penguncian yang baik b. Memiliki layar pengaman pada setiap jendela c. Cahaya yang cukup (minimal pencahayaannya adalah 240 [I x] d. Suhu ruang dibawah 25°C, dipasang AC selama 24 jam dimana daya AC terkoneksi dengan emergency supply (generator dll). e. Terdapat lemari pendingin untuk penyimpanan vaksin f. Terdapat lemari pendingin untuk produk yang membutuhkan suhu dingin, selain vaksin g. Terdapat lemari khusus untuk obat dan bahan berbahaya h. Obat B3 tidak dapat diajdikan satu dengan obat lain, pisahkan ruanngannya atau telakkan pada lemari penyimpanan yang berbeda dimana terdapat kunci pengamana masing-masing. i. Terdapat rak yang cukup untuk meletakkan obat berdasarkan kategori tertentu j. Terdapat meja kerja yang tahan air dibagian atasnya k. Terdapat kursi putar yang dapat disesuaikan tingginya jika meja kerja rendah l. Terdapat wastafel yang terbuat dari stainless steel dan kedap air, sebaiknya menggunakan kran yang dapat dimatikan dengan siku. m. Terdapat tempat pembuangan untuk obat-obat yang tidak diinginkan (Rusak, ED dll) n. Terdapat sabun serta handuk kering o. Terdapat tangga pendek (biasanya terdiri dari 2 anak tangga saja) yang tidak licin atau pijakan untuk mengambil barang yang letaknya tinggi. Sistem Manajemen dan Akuntasi (SIMAK) di Rumah Sakit Marinir Cilandak terhubung langsung (online) ke Dinas Kesehatan Angkatan Laut (Diskesal). Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak wajib membuat laporan setiap triwulan, semester dan tahunan ke Dinas Kesehatan Angkatan Laut (Diskesal) mengenai penerimaan atau pemakaian material kesehatan. Laporan bukan hanya dalam bentuk penggunaan jumlah item perbekalan kesehatan saja namun juga dalam bentuk rupiah untuk mengetahui jumlah dana yang digunakan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Bagian Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak yang dilaksanakan selama lebih kurang 6 minggu dapat dirasakan manfaatnya untuk memberikan gambaran kepada calon apoteker tentang bagaimana mengelola kegiatan farmasi klinik dan non klinik secara komprehensif di suatu rumah sakit, serta mempelajari permasalahan-permasalahan dalam menjalankan kegiatan kefarmasian di rumah sakit dan berupaya mencari solusi dari setiap permasalahan yang mungkin timbul. Praktek Kerja Profesi ini diharapkan dapat menjadi bekal sebelum memasuki dunia kerja nantinya. Centralized Sterile Supply Department (CSSD) merupakan sebuah unit kerja di rumah sakit yang bertugas melakukan proses sterilisasi tersentral disebuah tempat tertentu dengan penanggung jawab khusus. Manfaat utama CSSD adalah jaminan mutu terhadap sterilitas peralatan medis yang akan digunakan karena sterilisasi dilakukan dengan prosedur standar serta personil yang terkualifikasi. Manfaat tambahan yang didapat adalah efisiensi sarana dan peralatan sterilisasi sehingga nilai investasi, biaya operasional dan perawatan dapat ditekan karena sterilisasi dilakukan secara tersentral. Selain efisiensi biaya didapat pula manfaat berupa efisiensi kerja, karena tenaga medis yang biasa melakukan sterilisasi seperti perawat dapat berfokus pada tugas utamanya. Sterilisasi merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah infeski nosokomial. Di RSMC tidak terdapat CSSD, setrilisasi dilakukan pada masing-masing bagian yang membutuhkan adanya peralatan steril seperti di ruang operasi, IGD maupun rawat inap. CSSD belum tersedia di RSMC karena keterbatasan sumber daya manusia dan investasi awal yang cukup besar. Bagian laundry melayani pencucian linen dari seluruh instalasi di RSMC, khususnya instalasi bedah dan rawat jalan. Setiap hari seluruh linen kotor dikumpulkan oleh bagian kebersihan (cleaning service) kemudian disalurkan ke bagian laundry. Linen yang diterima dipisahkan menjadi dua yakni linen dari kamar operasi dan linen dari bagian lain. Linen dari kamar operasi di cuci dengan mesin cuci khusus dan selanjutnya dilakukan pengeringan menggunakan mesin pengering khusus pula, linen ini tidak dijemur dibawah matahari. Sedangkan linen dari bagian lain dicuci menjadi satu mesin cuci dan tidak dilakukan pengeringan dengan mesin, pengeringan dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 matahari. Selanjutnya semua linen yang telah kering disetrika kemudian di salurkan ke bagiannya masing-masing. Untuk linen instalasi bedah terdapat proses sterilisasi lanjutan menggunakan autoclave, kegiatan ini dilakukan di dalam instalasi bedah sendiri tidak dilakukan di bagian laundry. Proses pencucian linen rumah sakit biasanya menggunakan Chlorin untuk melepaskan noda-noda organik, pada bagian laundry RSMC tidak diketahui komposisi detergen yang digunakan karena pada kemasan tidak ada keterangan komposisinya. Pengolahan limbah di RSMC dilakukan untuk limbah padat dan limbah cair, untuk pengolahan limbah gas belum tersedia. Pengolahan limbah padat dibagi menjadi dua yakni limbah medis dan limbah non medis. Limbah non medis dibuang pada pembungan umum, sedangkan limbah medis menggunakan incenerator. Incenerator yang dimiliki RSMC memiliki suhu maksimum pembakaran 1500° C dengan efisiensi penghancuran (degradasi) dan efisiensi pembakaran yang baik. Namun tinggi cerobong incenerator memiliki tinggi yang lebih rendah dibanding bagunan rumah sakit maupun bangunan disekitanya, idealnya cerobong incenerator memiliki tinggi diatas bangunan sekitar. RSMC juga melakukan pengolahan limbah cair menggunakan kolam pengolahan limbah. Hasil dari kolam pengolahan limbah ini dilakukan pengujian secara berkala untuk memastikan limbah cair sesuai standar yang telah ditetapkan. Parameter pemeriksaan limbah cair meliputi kadar klorin, ammonia, kesadahan, senyawa aktif biru metilen, Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD). Indikator akhir pengecekan limbah cair dilakukan dengan menggunakan indikator pencemaran ikan Mas yang sensitif terhadap adanya pencemaran. Air limbah sebelum di alirkan ke Sungai Krukut dialirkan terlebih dahulu ke kolam tempat ikan Mas untuk memastikan limbah yang dibuang bebas dari pencemaran. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan ke BPLHD (Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah) pengolahan hasil limbah cair RSMC sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan a. Pelayanan farmasi yang dilaksanakan di Rumah Sakit Marinir Cilandak (RSMC) yakni pelayanan klinik dan pelayanan non klinik. Kegiatan pelayanan farmasi klinik hanya mencakup pelayanan resep dan informasi obat di Apotek BPJS dan Apotek Yamasum. Pelayanan non klinik meliputi bidang logistik dan administratif. Dalam hal ini, Apoteker berperan dalam semua pelayanan farmasi baik itu pelayanan klinik maupun pelayanan non klinik. b. Kendala atau tantangan pada pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Marinir Cilandak meliputi sumber daya manusia apoteker belum memadai, pelayanan farmasi klinik belum sepenuhnya berjalan, sistem distribusi obat masih tersentralisasi sehingga banyak kerugian yang didapatkan bila dibandingkan dengan sistem distribusi yang desentralisasi khususnya dalam pengawasan distribusi obat, sistem computerized belum memadai, pembagian tugas dalam kegiatan pelayanan masih perlu diperbaiki. 6.2 Saran a. Lemari penyimpanan obat golongan narkotika sebaiknya disesuaikan dengan peraturan pemerintah yaitu kunci dipegang oleh petugas yang bertugas di saat itu, bukan digantung di lemari narkotik. b. Untuk bahan-bahan yang memerlukan perhatian khusus sebaiknya diberikan label dan disimpan sesuai dengan ketentuan yang dianjurkan. c. Untuk mengoptimalkan terapi pasien, sebaiknya sistem distribusi obat diubah dari sistem distribusi sentralisasi menjadi desentralisasi. d. Untuk meningkatkan kepuasan pasien maka pemberian informasi obat kepada seluruh pasien saat penyerahan obat perlu dioptimalkan. e. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi klinik dan non klinik, penammbahan jumlah personil diperlukan, khususnya apoteker. f. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan apoteker dan asisten apoteker, maka perlu diselenggarakan pendidikan dan pelatihan secara rutin. 63 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia g. Agar proses sterilisasi semua alat kesehatan dapat terkendali dengan baik maka perlu diterapkan CSSD (Centralized Sterile Supply Departement) yang tersentralisasi di suatu tempat dengan penanggung jawab khusus. h. Untuk mengoptimalkan penerapan dan evaluasi formularium oleh Panitia Farmasi dan Terapi maka perlu ditingkatkan komunikasi antara dokter, farmasi dan perawat di rumah sakit. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2010). Profil Rumah Sakit Marinir Cilandak. Jakarta : Rumah Sakit Marinir Cilandak Depkes RI. (2002). Keputusan Menkes RI No. 1439/MENKES/SK/XI/2002 tentang Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan. Depkes RI. (2007). Pelayanan Informasi Obat. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tentang Kesehatan. Depkes RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tentang Rumah Sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Peraturan Pemerintah. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan Siregar, C.J.P dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 7, 13-15 dan 17-19. tentang Rekam Medis. (2008). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik 65 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia Lampiran 1. Struktur Organisasi RSMC STRUKTUR JABATAN RUMAH SAKIT TNI AL MARINIR CILANDAK (RS TNI TINGKAT II) KARUMKIT UNSUR PIMPINAN UNSUR PEMBANTU PIMPINAN KA SPI KETUA KETUA KOMITE KEPERAWATAN KOMITE MEDIK UNSUR PELAYANAN KASET KABAG PEKAS PROGAR KABAG DAN MINPERS SATMA UNSUR PELAKSANA KABAG KABAG KABAG KABAG KABAG KABAG KABAG KESLA UGD GILUT BEDAH KAMAR OPS KIA KITLAM KABAG KABAG KABAG KABAG KABAG KABAG SAWARE KUTEMA JANGKLIN FARMASI WAT BANGDIKLAT POK JAB FUNG Dasar : Perpang TNI No. 8 Thn 2012 tgl 2 April 2012 ttg Peningkatan Status Rumkit Tkt III menjadi Rumkit Tkt II di Lingkungan TNI; Perkasal No.Perkasal/21/V/2012 tgl 1 Mei 2012 ttg Peningkatan Rumkital Mar Cld dari Rumkit Tkt III menjadi Rumkit Tkt II Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 2. Surat Perintah Pengeluaran Barang Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 3. Bukti Pengeluaran Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 4. Kartu Persediaan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 5. Bukti Titipan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 6. Daftar Matkes yang Diterima Baik di Gudang Matkes Diskesal Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 7. Surat Tanda Penerimaan/ Pemasukan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 8. Daftar Material yang Terdapat Baik Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 9. Surat Perintah Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 10. Daftar Material Kesehatan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 11. Surat Perintah Pemasukan Barang Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 12. Berita Acara Pengujian/ Penerimaan Barang Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Lampiran 13. Alur Proses Dukungan Matkes Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTIK PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK JALAN RAYA CILANDAK KKO PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN PERIODE 8 SEPTEMBER - 17 OKTOBER 2014 STUDI KASUS : ANALISA INTERAKSI OBAT DAN KESESUAIAN DOSIS PADA PASIEN DI RUANG ICU RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK FRISCA SARASWATI, S.Farm. 1306502466 ANGKATAN LXXIX PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2015 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTIK PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK JALAN RAYA CILANDAK KKO PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN PERIODE 8 SEPTEMBER - 17 OKTOBER 2014 STUDI KASUS : ANALISA INTERAKSI OBAT DAN KESESUAIAN DOSIS PADA PASIEN DI RUANG ICU RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker FRISCA SARASWATI, S.Farm. 1306502466 ANGKATAN LXXIX PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2015 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. i ii iii iv BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Tujuan .............................................................................................. 1 1 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Interaksi Obat .................................................................................... 2.1.1 Definisi Interaksi Obat........................................................... 2.1.2 Mekanisme Interaksi Obat ..................................................... 2.1.3 Tingkat Signifikansi Interaksi Obat ....................................... 2.2 Dosis Obat ........................................................................................ 2.2.1 Definisi Dosis Obat ............................................................... 2.2.2 Macam-macam Dosis ............................................................ 4 4 4 4 10 12 12 13 BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................ 3.2 Populasi dan Sampel ......................................................................... 3.3 Rancangan Penelitian ........................................................................ 14 14 14 14 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 4.1 Hasil .................................................................................................. 4.1.1 Data Pasien ............................................................................. 4.1.2 Regimen Pengobatan.............................................................. 4.1.3 Interaksi Obat ......................................................................... 4.1.4 Interaksi Farmasetika ............................................................. 4.1.5 Kesesuaian Dosis ................................................................... 4.2 Pembahasan ....................................................................................... 4.2.1 Tinjauan Pengobatan .............................................................. 4.2.2 Analisa Interaksi Obat ............................................................ 4.2.3 Interaksi Farmasetika ............................................................. 4.2.4 Dosis Obat .............................................................................. 15 15 15 15 19 20 20 22 22 25 28 29 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 5.2 Saran.................................................................................................. 31 31 31 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32 LAMPIRAN .................................................................................................... 34 ii Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Interaksi aditif atau sinergis .......................................................... Interaksi antagonis atau berlawanan ............................................. Regimen Pengobatan ICU ............................................................. Obat-obat yang berpotensi berinteraksi......................................... Interaksi Farmasetika pada Resep ................................................. Kesesuaian Dosis pada Resep dengan Literatur ............................ iii Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 9 10 15 18 19 19 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Laboratorium ..................................................................... iv Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 34 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi respons tubuh terhadap pengobatan terdapat faktor interaksi obat. Interaksi obat adalah perubahan efek yang terjadi pada obat yang disebabkan oleh adanya obat, makanan, minuman atau zat-zat kimia lain (Baxter, 2010). Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007). Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus (polifarmasi) telah menjadi kebiasaan para dokter, sehingga memudahkan terjadinya interaksi obat (Setiawati, 2007). Pada pengamatan di salah satu rumah sakit, ditemukan terjadi interaksi sekitar 7 % pada pasien yang menggunakan 6-10 obat, dan 40 % pada pasien yang menggunakan 16-20 obat. Dari pengamatan 2.422 pasien selama 25.005 hari diungkapkan bahwa 113 (4,7%) pasien yang menggunakan kombinasi obat, mungkin menimbulkan interaksi, namun interaksi obat hanya terjadi pada 7 pasien, sekitar 0,3 %. Dan dari pengamatan di rumah sakit lainnya diperoleh data, dari 44 pasien yang diamati selama 5 hari, pasien yang menggunakan 10-17 obat, potensi terjadinya interaksi obat diperkirakan sebesar 77 insiden, tapi kemungkinan hanya satu dari empat efek samping (6,4%) yang mungkin terjadi. Pasien dari unit perawatan intensif (ICU) memiliki risiko lebih tinggi terkena interaksi obat dibandingkan pasien dari unit perawatan lainnya. Selain risiko dikaitkan dengan beberapa obat, ada risiko yang dihasilkan dari tingkat keparahan penyakit dan kegagalan organ. Penelitian telah menunjukkan korelasi positif antara banyak obat yang berbeda dan interaksi obat. Interaksi obat berkontribusi terhadap kejadian efek samping di ICU dan sering merupakan komplikasi yang belum diakui dalam farmakoterapi. Interaksi obat mungkin 1 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 2 bermanfaat atau berbahaya, tergantung pada berbagai faktor yang berhubungan dengan obat-obatan, pasien atau kondisi di mana obat yang digunakan. Interaksi yang bermanfaat atau diinginkan adalah interaksi yang bertujuan untuk mengobati penyakit, mengurangi efek samping, dan meningkatkan efisiensi. Di sisi lain, interaksi yang berbahaya adalah interaksi yang dapat menyebabkan berkurangnya efek atau hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, atau meningkatnya efek samping dan biaya terapi, tanpa peningkatan manfaat terapeutik. Prevalensi interaksi obat yang potensial di ICU terdeteksi dalam studi observasional berkisar antara 44,3% sampai 86% (Rhanna, 2013). Kesesuaian dosis obat juga harus diperhatikan karena berkaitan erat dengan efektivitas serta toksisitas obat. Terutama untuk obat-obat dengan indeks terapi sempit, seperti digoxin, fenitoin, dan lain-lain, bila dosis obat meningkat sedikit saja maka akan mengakibatkan efek yang membahayakan bagi pasien, sehingga perlu perhatian khusus mengenai dosis obat. Tak hanya obat-obatan dengan indeks terapi sempit yang memerlukan perhatian, obat-obatan lainnya juga perlu mendapatkan perhatian, dosis yang terlalu rendah pada pasien akan menyebabkan obat tidak menimbulkan efek bagi tubuh, sedangkan dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan toksisitas bagi pasien, baik berupa efek samping hingga membahayakan kondisi pasien. Peran apoteker sangatlah besar dalam mengawasi penggunaan obat di Rumah Sakit serta pusat pelayanan kesehatan lainnya untuk mencegah terjadinya Drug Related Problem (DRP) khususnya interaksi obat dan dosis pada pasien ICU. Pasien di ICU rentan mengalami DRP, hal ini dikarenakan banyaknya obat yang digunakan pada pasien selama pasien dirawat di ruang ICU, serta kompleksnya masalah yang dihadapi pasien. Pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak lebih banyak menghadapi masalah mengenai DRP dibandingkan ruang perawatan lainnya, sehingga memerlukan perhatian khusus. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan analisis mengenai interaksi obat dan kesesuaian dosis pada pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 3 1.2 Tujuan a. Menganalisis interaksi obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak. b. Memberikan rekomendasi terhadap interaksi obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak. c. Mengetahui sesuai atau tidaknya dosis obat yang telah diberikan pada pasien ICU di Rumah Sakit Marinir Cilandak. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Interaksi Obat 2.1.1 Definisi Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi yang relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2010). Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi (Setiawati, 2007). Interaksi obat melibatkan dua jenis obat yaitu obat objek (object drug) dan obat presipitan (precipitant drug). Obat objek adalah obat yang aksi/efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain, sedangkan obat presipitan adalah obat yang mengubah aksi/efek obat lain. 2.1.2 Mekanisme Interaksi Obat Secara umum, mekanisme interaksi obat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik, dan interaksi farmasetika. 1. Interaksi farmakokinetik Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau eksresi obat kedua, sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut (Setiawati, 2007). 4 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 5 Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe (Stockley, 2010) : a. Interaksi pada absorbsi obat 1) Efek perubahan pH gastrointestinal Proses perpindahan obat melalui membran mukosa menggunakan mekanisme difusi pasif, sehingga tergantung pada apakah obat tersebut larut dalam lemak atau tidak dan terionkan atau tak terionkan. Absorbsi ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH usus, dan sejumlah parameter lain yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorbsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah dibandingan dengan pH tinggi. 2) Adsorpsi, pembentukan kelat dan mekanisme komplek lain Obat-obat tertentu berinteraksi dengan obat lain dan membentuk kompleks yang tidak dapat diabsorbsi oleh saluran cerna. Arang aktif dimaksudkan untuk bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat lainnya yang digunakan secara bersamaan. Antasida juga dapat mempengaruhi absorbsi obat lain yang digunakan bersamaan. Sebagai contoh adalah tetrasiklin (antibakteri) dapat membentuk kelat dengan sejumlah ion logam divalen dan trivalen, seperti kalsium, alumunium, bismut, dan besi, sehingga membentuk kompleks yang dapat mengurangi absorbsi obat dan mengurangi efek antibakteri dari tetrasiklin. 3) Perubahan motilitas gastrointestinal Sebagian besar obat diabsorbsi di bagian atas usus kecil, sehingga obatobat yang dapat mengubah laju pengosongan lambung akan mempengaruhi proses absorbsi. Sebagai contoh adalah penggunaan propantelin bersamaan dengan paracetamol, propantelin menghambat pengosongan lambung dan menurunkan absorbsi dari paracetamol (acetaminophen). 4) Induksi atau inhibisi protein transporter obat Bioavailabilitas beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat. Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah P-glikoprotein. Digoxin merupakan substrat P-glikoprotein, dan obat-obat yang dapat menginduksi protein ini seperti rifampicin (Rifampin®) dapat mengurangi bioavailabilitas dari digoxin. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 6 5) Malabsorbsi dikarenakan obat Neomycin menyebabkan sindrom malabsorbsi dan dapat mengganggu penyerapan sejumlah obat-obatan lain seperti digoxin dan methotrexate. b. Interaksi pada distribusi obat 1) Interaksi ikatan protein Setelah diabsorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, tetapi banyak juga yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat pada protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat (bebas) yang aktif secara farmakologi (menimbulkan efek), sedangkan molekul yang terikat tidak menimbulkan efek. Molekul obat yang bebas akan dimetabolisme, molekul obat yang terikat akan menjadi molekul yang bebas dan menimbulkan efek, selanjutnya akan dimetabolisme dan dieksresikan. 2) Induksi atau inhibisi protein transporter obat Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS. c. Interaksi pada metabolisme obat Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah dalam urin, banyak diantaranya mengalami perubahan secara kimia menjadi senyawa lipid yang kurang larut, sehingga menjadi lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadangkadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum endoplasma pada sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan reaksi oksidasi, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 7 reduksi atau hidrolisis), yang menghasilkan obat menjadi senyawa yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan ikatan obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat senyawa yang tidak aktif. Reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450. Pada fase metabolisme interaksi dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu : 1) Induksi enzim Obat yang termasuk dalam induksi enzim dapat membuat obat lain menjadi lebih cepat dimetabolisme sehingga kadar obat di dalam darah menurun dan efektivitas obat juga menurun. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Sebagai contoh adalah ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama, alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim sitokrom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya. 2) Inhibisi enzim Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik, interaksi tidak penting secara klinis. d. Interaksi pada eksresi obat Sebagian besar obat diekskresi melalui ginjal. Darah masuk ke glomerulus ginjal, molekul yang berukuran kecil akan lolos melewati pori-pori pada membran glomerular seperti : air, garam, dan beberapa obat, serta akan dikeluarkan bersama urin, sedangkan molekul yang berukuran besar seperti : protein plasma, dan sel-sel darah akan tertahan di dalam darah. Aliran darah akan memasuki tulubus ginjal dimana akan terjadi fase sekresi atau reabsorbsi molekul. Interaksi yang terjadi Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 8 pada fase ekskresi dipengaruhi oleh pH tubulus, sistem transport aktif, dan aliran darah ginjal. 1) Perubahan pH urin Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5) sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak dapat berdifusi ke dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5. Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat. 2) Perubahan ekskresi aktif tubular renal Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus ginjal dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh, probenesid mengurangi ekskresi penisilin dan obat lainnya. Dengan meningkatnya pemahaman terhadap protein transporter obat pada ginjal, sekarang diketahui bahwa probenesid menghambat sekresi ginjal banyak obat anionik lain dengan transporter anion organik (OATs). 3) Perubahan aliran darah renal Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa obat dari ginjal dapat berkurang. 2. Interaksi farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma. Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi obat yang penting dalam klinik (Setiawati, 2007). a. Interaksi aditif atau sinergis Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel atau enzim yang sama dengan efek farmakologi yang sama (Fragley,2003) Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 9 Tabel 2.1. Interaksi aditif atau sinergis Obat Hasil Interaksi Antipsikotik + antimuskarinik Meningkatkan efek antimuskarinik, Antihipertensi + obat-obat yang dapat Meningkatkan efek antihipertensi, menyebabkan hipotensi ( contoh : orthostatis fenotiazin, sildenafil) CNS depresan + CNS depresan Gangguan kemampuan psikomotor, Alkohol + antihistamin menurunkan kewaspadaan, mengantuk, Benzodiazepin + anastetik pingsan, depresi pernafasan, koma, Opioid + benzodiazepin kematian Amiodarone + disopyramide Memperpanjang interval QT, meningkatkan resiko torsade de pointes Obat-obat nefrotoksik + obat-obat Meningkatkan nefotoksisitas nefrotoksik (contoh : aminoglikosida, siklosporin, cisplatin, vancomycin) Suplemen kalium + obat-obat hemat Hiperkalsemia kalium (contoh : ACEI, penghambat angiotensin II, diuretik hemat kalium) Sumber : Stockley, 2010, dengan perubahan b. Interaksi antagonis atau berlawanan Interaksi antagonis merupakan Interaksi yang terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan sehingga mengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari satu atau lebih obat (Fragley,2003). Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan antikoagulan (Stockley, 2010) Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 10 Tabel 2.2. Interaksi antagonis atau berlawanan Obat yang Obat yang mempengaruhi berinteraksi Hasil interaksi ACEI atau diuretik loop NSAID Efek antihipertensi dilawan Antikoagulan Vitamin K Efek antihipertensi dilawan Antidiabetik Glukokortikoid Efek penurunan glukosa darah dilawan Antineoplastik Megestrol Efek antineoplastik mungkin dilawan Levodopa Antipsikotik (dengan Efek antiparkinson dilawan efek antagonis dopamin) Sumber : Stockley, 2010, dengan perubahan 3. Interaksi Farmasetika Inkompatibilitas ini terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat (Setiawati, 2007). 2.1.3 Tingkat Signifikansi Interaksi Obat Dalam interaksi obat, terdapat 5 tingkatan yang menunjukkan seberapa besar bahaya dari suatu interaksi obat (Tatro,2013).: a. Signifikansi 1 : berat atau berbahaya dan data terdokumentasi dengan baik b. Signifikansi 2 : sedang sampai berat dan data terdokumentasi dengan baik c. Signifikansi 3 : tidak berbahaya (ringan) dengan data terdokumentasi dengan baik d. Signifikansi 4 : tidak berbahaya (ringan) dengan data sangat terbatas e. Signifikansi 5 : tidak berbahaya (ringan) dengan data sangat terbatas dan belum terbukti secara klinis Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 11 Tingkat signifikansi dapat dinilai dari onset, severity atau keparahan, serta dokumentasi (Tatro,2013). a. Onset Merupakan seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi dan menentukan seberapa penting tindakan yang harus dilakukan untuk menghindari akibat dari suatu reaksi (Tatro,2013). Onset dibagi 2 (Tatro,2013) : 1) Rapid : efek dari interaksi obat yang terlihat dalam 24 jam setelah pemberian obat, perlu tindakan penanganan segera. 2) Delayed : efek dari interaksi obat yang terlihat berhari-hari bahkan bermingguminggu setelah pemberian obat, tidak perlu tindakan penanganan dengan segera b. Severity / tingkat keparahan Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level : minor, moderate, atau major (Tatro,2013). 1) Keparahan minor Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian (Bailie, 2004). Efek interaksi yang timbul adalah ringan (Tatro, 2010). Contohnya adalah penurunan absorbsi siprofloksasin oleh antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya (Bailie, 2004). 2) Keparahan moderate Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi atau monitor sering diperlukan (Bailie, 2004). Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit (Tatro, 2010). Contohnya adalah dalam kombinasi vankomisin dan gentamisin perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas (Bailie, 2004). Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 12 3) Keparahan major Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas angka kejadian yang tinggi dan membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan kerusakan permanen (Bailie, 2004). Contohnya adalah perkembangan aritmia yang terjadi karena pemberian eritromisin dan terfenadin (Piscitelii, 2005). c. Dokumentasi Menentukan tingkat kepercayaan atau bukti bahwa suatu interaksi dapat menyebabkan perubahan respon klinis. Terdapat 5 tingkatan dalam dokumentasi, yaitu (Tatro,2013) : 1) Established : terbukti dalam penelitian terkontrol. 2) Probable : sering terjadi tetapi tidak terbukti dalam penelitian terkontrol 3) Suspected : dapat terjadi dengan data kejadian yang cukup dan diperlukan penelitian lebih lanjut 4) Possible : mungkin terjadi dengan data kejadian sangat terbatas 5) Unlikely : diragukan, tidak ada bukti yang cukup mengenai terjadinya perubahan efek klinis 2.2 Dosis Obat 2.2.1 Definisi Dosis Obat Dosis atau takaran obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita, baik untuk obat dalam maupun obat luar. Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dosis adalah dosis maksimum dewasa untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal Selain itu, dikenal juga istilah dosis lazim. Dalam FI edisi III tercantum dosis lazim untuk dewasa dan bayi atau anak yang merupakan takaran petunjuk yang tidak mengikat. Dosis obat yang harus diberikan kepada pasien untuk menghasilkan efek yang diharapkan tergantung banyak faktor, antara lain : umur, berat badan, luas permukaan tubuh, jenis kelamin, kondisi penyakit dan sistem imun penderita (Syamsuni,2006). Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 13 2.2.2 Macam-macam Dosis Dosis atau takaran obat terdiri dari (Syamsuni,2006) : a. Dosis lazim, yaitu dosis rata-rata yang biasanya memberikan efek yang diharapkan. b. Dosis terapi, yaitu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan penderita. c. Dosis minimum, yaitu takaran obat terkecil yang diberikan yang masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada penderita. d. Dosis maksimum, yaitu takaran obat terbesar yang diberikan yang masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan keracunan pada penderita. e. Dosis toksik, yaitu takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat menyebabkan keracunan pada penderita. f. Dosis letalis, yaitu takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat menyebabkan kematian pada penderita. Dosis letalis terdiri atas : 1) L.D 50 : takaran yang menyebabkan kematian pada 50% hewan coba 2) L.D 100 : takaran yang menyebabkan kematian pada 100% hewan coba Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 4 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan data dilaksanakan selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek SamMarie Basra tanggal 11 Agustus hingga 6 September 2014. 3.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh resep dan lembar ICU yang masuk ke apotek BPJS serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah resep dan lembar ICU yang masuk ke apotek BPJS pada bulan Agustus 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. a. Kriterian Inklusi 1) Pasien dengan penyakit yang kompleks 2) Pasien dengan lama perawatan di ruang ICU ≥ 7 hari b. Kriteria Eksklusi 1) Tidak polifarmasi 3.3 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat non eksperimental, pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dimana hasil penelitian akan disajikan secara deskriptif analitik. 14 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 15 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL 4.1.1 Data Pasien Nama : Tn. H Umur : 47 tahun Berat Badan : ± 70 kg Diagnosa : Post op craniotomy ec SH dengan hemiparese sinistra Tanggal masuk ICU : 16 Agustus 2014 Tangal keluar ICU : 25 Agustus 2014 4.1.2 Regimen Pengobatan Tabel 4.1. Regimen Pengobatan ICU Jam Nama Obat 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 √ √ √ √ √ √ √ Mannitol® (infus) √ √ √ √ √ √ √ KA-EN 3 B® (infus) √ √ √ √ √ √ √ RL (infus) 0:00 Tanggal √ Kidmin® (infus) Kabiven® (infus) √ Aminovel® (infus) √ √ √ √ √ √ Lar. 1/2 NS(infus) √ Lar D10 1/5 NS (infus) √ √ RL (infus) mannitol ® (infus) KA-EN 3 B® (infus) 1:00 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Kidmin® (infus) √ √ Kabiven® (infus) √ √ √ Aminovel® (infus) √ √ √ √ √ √ √ Lar. 1/2 NS(infus) 15 Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 16 √ Lar D10 1/5 NS (infus) √ RL (infus) √ KA-EN 3 B® (infus) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Kidmin® (infus) 2:00 √ √ ® √ √ √ Kabiven (infus) Aminovel® (infus) √ √ √ √ √ √ Lar. 1/2 NS(infus) √ Lar D10 1/5 NS (infus) √ 3:00 Sama dengan jam 2 4:00 Sama dengan jam 2 Sama dengan jam 2 5:00 Ranitidine (iv) √ Furosemide (iv) √ √ Amlodipine (PO) √ √ Sucralfat (PO) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Sama dengan jam 2 mannitol® (infus) √ √ √ √ √ √ Ketorolac (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ Transamin® (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ Vit K (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ Citicholin® (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Gentamicin (iv) 6:00 √ √ Ranitidine (iv) PCT (drip) Sama dengan jam 2 7:00 Mannitol® (infus) √ √ √ PCT (drip) Sama dengan jam 2 8:00 Ceftriaxone (iv) √ Furosemide (iv) √ Omeprazole (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 17 Sama dengan jam 2 Glaucon® (PO) 9:00 √ √ √ √ √ √ √ √ PCT (drip) Prorenal® (PO) √ Sucralfat (PO) 10:00 11:00 Sama dengan jam 2 Sucralfat (PO) √ √ √ √ √ √ Sama dengan jam 2 √ Sucralfat (PO) Sama dengan jam 2 12:00 Mannitol® (infus) √ √ √ √ √ √ Furosemide (iv) 13:00 √ Sama dengan jam 2 Mannitol® (infus) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Sama dengan jam 2 Ketorolac (iv) 14:00 Transamin (iv) Vit K (iv) PCT (drip) √ √ √ √ √ √ Sama dengan jam 2 15:00 Glaucon® (PO) √ √ √ √ Sucralfat (PO) √ √ √ √ √ √ √ √ Prorenal® (PO) 16:00 Sama dengan jam 2 Glaucon® (PO) √ Sama dengan jam 2 17:00 Ranitidine (iv) √ √ Sucralfat (PO) Sama dengan jam 2 18:00 Citicholin® (iv) Ranitidine (iv) √ √ √ √ √ √ √ Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 18 Mannitol® (infus) √ √ √ √ √ √ √ PCT (drip) Sama dengan jam 2 19:00 Mannitol® (infus) √ √ √ Levofloxacin (iv) Sama dengan jam 2 20:00 Ceftriaxone (iv) √ Omeprazole (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Sucralfat (iv) 21:00 Sama dengan jam 2 Sama dengan jam 2 22:00 Ketorolac (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ Transamin (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ Vit K (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ Glaucon (PO) √ √ √ √ Sucfralfat (PO) √ √ √ √ ® √ PCT (drip) Prorenal® (PO) √ Sama dengan jam 2 Glaucon® (PO) √ √ 23:00 Sucfralfat (PO) √ √ √ PCT (drip) Prorenal® (PO) √ √ Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 19 4.1.3 Interaksi Obat Tabel 4.2. Obat-obat yang Berpotensi Berinteraksi No Interaksi Jenis Signifikansi Onset Keparahan 1 Furosemide Farmako- 1 Cepat Major + dinamik Gentamicin Efek Meningkatkan Mekanisme Tidak diketahui Rekomendasi Gunakan obat secara terpisah resiko untuk meminimalkan efek ototoksisitas dan samping, lakukan tes nefrotoksisitas pendengaran dan monitoring secara berkala, serta monitor fungsi ginjal. 2 Ketorolac + Farmako- Gentamicin kinetik 2 Lambat Sedang Ketorolac Ketorolac Lakukan monitoring kadar meningkatkan menyebabkan gentamicin di dalam darah kadar dari terjadinya gentamicin peningkatan kadar gentamicin di dalam darah dengan menurunkan 3 Ceftriaxone Farmako- + dinamik Gentamicin 2 Lambat Sedang Meningkatkan Tidak diketahui Gunakan obat secara terpisah resiko untuk meminimalkan efek nefrotoksisitas samping , monitor kadar dan ototoksisitas gentamicin di dalam darah, dan monitor fungsi ginjal Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 19 Universitas Indonesia clearance ginjal/GFR 20 4.1.4 Interaksi Farmasetik Tabel 4.3. Interaksi Farmasetika pada Resep No Nama Obat Inkompatibilitas Keterangan 1 Ceftriaxone Inj Ringer Lactate Ceftriaxone - RL inkompatibel dan diadministrasikan bersamaan. Penggunaan bersamaan kedua obat ini dapat mengakibatkan pengendapan garam ceftriaxone-kalsium. Mengingat hal ini dilakukan secara berulang dan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan pada pasien maka kemungkinan besar telah dilakukan pembilasan obat sebelum obat yang selanjutnya diadministrasikan. 4.1.5 Kesesuaian Dosis Tabel 4.4. Kesesuaian Dosis pada Resep dengan Literatur No Nama Obat Rute Dosis Pasien 1 Ceftriaxon IV 2x1 gr 2 Gentamicin IV 1x80 mg Dosis Normal 500 mg-1 gr tiap 12 jam CrCl > 30-70 ml/min : 3-5 mg/kgBB/hari 3 4 Ketorolac Transamin IV IV 3x30 mg 3x500 mg CrCl >20-50 ml/min : max 60 mg sehari 500-1000 mg 3x/hr Rekomendasi √ - X X √ Dosis ditingkatkan menjadi 1 x 210 mg Dosis diturunkan 4 x 15 mg 20 Universitas Indonesia (210-350 mg/hari) Kesesuaian Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 21 5 Vit K IV 3x10 mg 2,5 - 25 mg sehari X Dosis diturunkan 2 x 10 mg 6 Furosemide IV 1x40 mg 10-40 mg 1x/hr √ - 7 Omeprazole IV 1x40 mg 40 mg 1x/hr √ - 8 Ranitidine IV 1x50 mg 50 mg setiap 18-24 jam √ - 9 Levofloxaci IV 1x500 ml CrCl 10-20 ml/min : awal : 250-500 mg √ - √ - √ - n 1x/hr, kemudian diturunkan 125 mg setiap 12-24 jam 10 Paracetamol 11 Mannitol® Drip 1x1 gr Max dose : 4 gr per hari Infus 4x500 ml 500 ml tiap 2-6 jam 20% Glaucon® PO 1x500 mg 500 mg sekali sehari √ - 13 Amlodipin PO 1x10 mg 5 mg 1x/hr, max 10 mg/hr √ - 14 Prorenal® PO 3x2tab 4-8 tab 3x/hr X Dosis ditingkatkan 3x4 tab 15 Sucralfat PO 3x1C (15ml) 10 ml 4x/hr X Dosis diturunkan 4 x 10 ml 21 Universitas Indonesia 12 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 22 4.2 PEMBAHASAN DRP (Drug Related Problem) merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat dan secara aktual maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan. Ada 8 Jenis Drug Related Problem yaitu indikasi yang tidak ditangani (untreated indication), pilihan obat yang kurang tepat (improper drug selection), penggunaan obat tanpa indikasi (drug use without indication), dosis terlalu kecil (subtherapeutic dosage), dosis terlalu besar (over dosage), reaksi obat yang tidak dikehendaki (adverse drug reactions), interaksi obat (drug interactions), gagal menerima obat (failure to receive medication). Pada tugas khusus ini hanya akan dibahas 2 jenis DRP yakni mengenai interaksi obat (drug interaction), dan kesesuaian dosis obat apakah termasuk ke dalam dosis terlalu kecil (subtherapeutic dosage atau under dose), dosis terlalu besar (over dose) atau dosis terapi (normal dose). 4.2.1 Tinjauan Pengobatan Analisis ini dilakukan pada pasien di ruang ICU. Pasien bernama Tn. H, berumur 47 tahun dengan berat badan ± 70 kg. Pasien masuk ruang ICU pada tanggal 16 agustus 2014 dan keluar ruang ICU pada tanggal 25 agustus 2014. Pasien masuk ruang ICU dengan diagnosa post operasi craniotomy extracranial subdural hematoma dengan hemiparese sinistra. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pasca bedah atau kraniotomi antara lain peningkatan tekanan intrakranial, perdarahan dan syok hipovolemik, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, infeksi dan kejang, serta edema serebral (Brunner & Suddarth, 2002). Infeksi luka pasca operasi sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi, dan organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah Staphylococcus aureus (bakteri gram positif). Berikut merupakan tinjauan alasan penggunaan obat-obat untuk pasien : a. Ceftriaxon : Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang mempunyai spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone bekerja sebagai bakterisid melalui penghambatan pada sintesis dinding sel bakteri Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 23 (Tatro, 2003). Pada kasus ini, ceftriaxone diindikasikan untuk mengobati infeksi yang diderita oleh pasien. b. Gentamicin : Gentamicin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida. Efektif terhadap mikroorganisme gram positif (Staphylococus) dan negatif (Pseudomonas, Proteus, Serratia). Gentamicin bekerja melalui penghambatan sintesis protein bakteri (Tatro, 2003). Pada kasus ini, gentamicin diindikasikan untuk mengobati infeksi yang diderita oleh pasien. c. Ketorolac : Ketorolac merupakan golongan antiinflamasi non steroid (AINS). Ketorolac bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin melalui penghambatan kerja enzim cyclooxygenase (COX) 1 dan 2 pada jalur arachidonat (Tatro, 2003). Pada kasus ini, ketorolac diindikasikan untuk menangani nyeri berat pasca operasi craniotomy yang telah dijalani oleh pasien. d. Transamin : Asam traneksamat merupakan golongan hemostatik. Asam traneksamat memiliki aktifitas hemostatis dengan cara mencegah degradasi fibrin, pemecahan trombosit, dan pemecahan faktor koagulasi. Efek ini terlihat secara klinis dengan berkurangnya waktu pendarahan dan lama pendarahan. Asam traneksamat diindikasikan untuk menangani perdarahan abnormal pasca operasi pasien e. Vitamin K : Vitamin K merupakan ko-faktor pembekuan darah. Pada kasus ini, vitamin K diindikasikan untuk menangani perdarahan pada pasien. f. Citicholin : Citicoline membantu proses penyembuhan dan pemulihan pasien pasca operasi. g. Furosemide : Furosemide diindikasikan sebagai terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral. Furosemide bekerja dengan membloking absorpsi garam (Na, Cl, K) dan cairan dalam tubulus ginjal, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah urin yang dieksresikan (Tatro, 2003). h. Mannitol : diindikasikan sebagai terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral. Mannitol meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak, yang kemudian cairan ini akan dieksresikan. i. Ranitidin : Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 (AH2). Perawatan intensif yang dijalanin oleh pasien dengan posisi tirah baring, menyebabkan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 24 kadar asam lambung meningkat sehingga dibutuhkan ranitidin untuk menurunkan asam lambung. j. Omeprazole : diindikasikan untuk menurunkan asam lambung. Omeprazole digunakan sebagai pengganti ranitidin. Hal ini dimungkinkan karena ranitidin kurang adekuat, dan menimbulkan banyak efek samping pada CNS. k. Aminovel : diindikasikan sebagai nutrisi parenteral, dan dapat digunakan pada pasien-pasien dengan infeksi parah, dimana pasien membutuhkan nutrisi eksogen. l. Paracetamol : Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP) (Tatro, 2003) . Paracetamol dapat berperan sebagai obat pereda rasa nyeri (analgesik) dan obat yang dapat menurunkan demam (antipiretik). Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui urine. Pada kasus ini, paracetamol diindikasikan untuk menangani demam dan nyeri. m. Kidmin : Kidmin merupakan pelengkap asam amino pada pasien dengan gagal ginjal akut atau kronik untuk pasien pra & pasca operasi. n. Levofloksasin : Levofloksasin memiliki spektrum antibakteri luas, aktif terhadap bakteri gram positif dan negatif. Levofloksasin bekerja melalui penghambatan DNA gyrase bakteri (DNA topoisomerase II) sehingga terjadi penghambatan replikasi dan transkripsi DNA. Pada kasus ini, levofloksasin diindikasikan sebagai antibakteri untuk mengobati infeksi yang diderita oleh pasien. o. Kabiven : diindikasikan sebagai nutrisi parenteral pada pasien. p. Glaucon : diindikasikan untuk mengurangi tekanan pada mata dan membantu mengobati permasalahan pada mata yang merupakan salah satu gejala dalam perdarahan sub dural yaitu kemunduran ketajaman penglihatan. q. Prorenal : diindikasikan untuk pasien dengan insufisiensi ginjal kronik. Prorenal merupakan vitamin ginjal. r. Amlodipin : Amlodipin merupakan antagonis kalsium golongan dihidropiridin yang menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui membran ke dalam otot polos vaskuler dan otot jantung (Tatro, 2003). Dalam Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 25 efek sebagai antihipertensi amlodipin bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular serta penurunan tekanan darah. Pada kasus ini, amlodipin diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah pada pasien. s. Sucralfat : diindikasikan sebagai lapisan pelindung sebagai barrier terhadap asam lambung, cairan empedu maupun enzim pada lambung dan usus. 4.2.2 Analisa Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Pasien menerima beberapa jenis obat baik secara oral, injeksi maupun infus. Dari beberapa jenis obat yang diterima pasien, ada 3 interaksi obat yang berpotensi terjadi. Dari tabel 4.2, dapat dilihat bahwa dari beberapa obat yang telah diberikan kepada pasien, terdapat 3 interaksi obat yang berpotensi berinteraksi, yakni interaksi antara furosemide dengan gentamicin, ketorolac dengan gentamicin, serta ceftriaxone dengan gentamicin. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, terdapat 3 jenis interaksi obat yakni interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik, dan interaksi farmasetika. Interaksi farmakokinetika berhubungan dengan interaksi yang terjadi jika salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau eksresi obat kedua, sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Sedangkan Interaksi farmakodinamik berhubungan dengan interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma (Setiawati, 2007). Dari ketiga interaksi ini, interaksi farmakokinetik terjadi pada interaksi antara ketorolac dengan gentamicin, sedangkan untuk interaksi farmakodinamik terjadi pada interaksi antara furosemide dengan gentamicin dan ceftriaxone Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 26 dengan gentamicin. Ketiga interaksi obat diatas memiliki nilai signifikansi yang berbeda-beda. Interaksi antara furosemide dengan gentamicin memiliki nilai signifikansi 1 artinya interaksi ini memiliki tingkat keparahan major, penggunaan bersama antara kedua obat ini dapat membahayakan pasien dan dapat menyebabkan kerusakan permanen bagi pasien, sehingga pengunaan bersama obat ini harus dihindari, namun jika penggunaan bersama obat ini tidak dapat dihindari maka berikan jeda waktu pemberian antara kedua obat ini serta lakukan monitoring kadar obat di dalam darah. Interaksi antara ketorolac dengan gentamicin serta interaksi antara ceftriaxon dengan gentamicin memiliki nilai signifikansi 2 artinya interaksi ini memiliki tingkat keparahan moderate, penggunaan bersama antara kedua obat ini dapat menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit, sehingga pengunaan bersama obat ini harus dihindari, namun jika penggunaan bersama obat ini tidak dapat dihindari maka berikan jeda waktu pemberian antara kedua obat ini serta lakukan monitoring kadar obat di dalam darah. Interaksi obat dengan nilai signifikansi 1 dan 2 bermakna secara klinis, interaksi obat sering ditemukan dan terdokumentasi dengan baik, sehingga memerlukan perhatian khusus dan penanganan khusus pada pasien jika penggunaan bersamaan obat-obat ini terjadi (Tatro, .2013). Dari ketiga interaksi obat yang telah dibahas diatas tidak semuanya terjadi pada pasien, hanya satu yang benar-benar berinteraksi dan dua lainnya tidak mengalami interaksi. Interaksi obat dapat terjadi bila penggunaan antara dua obat atau lebih digunakan bersamaan pada waktu yang sama. Penggunaan obat pada waktu bersamaan yakni penggunaan ketorolac dengan gentamicin yang secara positif menimbulkan interaksi. Penggunaan ketorolac dengan gentamicin secara bersama-sama terjadi setiap jam 6 pagi selama pasien di ICU, dari tanggal 16 hingga 23 agustus 2014, penggunaan bersamaan antara kedua obat ini tidak terjadi di jam lainnya dan sejak tanggal 24 dan 25 agustus 2014, berdasarkan nilai signifikansinya, sebaiknya dilakukan monitoring kadar gentamicin di dalam darah. Penggunaan obat pada waktu yang tidak bersamaan yakni penggunaan antara furosemide dengan gentamicin dan penggunaan antara ceftriaxon dengan gentamicin. Pemberian antara masing-masing obat telah diberikan jeda waktu Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 27 pemberian selama 1 sampai 2 jam, sehingga meminimalkan terjadinya interaksi obat. Pemberian obat-obat ini dinilai sudah cukup baik, karena bila dilihat dari nilai signifikansinya, interaksi yang terjadi bermakna klinis dan memerlukan penangganan khusus serta merugikan bagi pasien sehingga memang perlu dihindari penggunaan obat-obat tersebut secara bersamaan. a. Furosemide - Gentamicin Penggunaan gentamicin berpotensi menyebabkan nefrotoksisitas dan ototoksisitas pada pasien setelah lima hari penggunaan obat ini dengan dosis diatas 3-5 mg/kgBB/hari. Pemberian gentamicin bersamaan dengan furosemide dapat meningkatkan risiko ototoksisitas. Gentamicin berinteraksi dengan membran sel di telinga bagian dalam, dan meningkatkan permeabilitas membran. Hal ini memungkinkan furosemide untuk menembus membran sel, sehingga dapat menyebabkan meningkatnya kerusakan pada telinga. Gejala ototoksisitas dapat terjadi 3-5 hari setelah terapi, atau beberapa hari atau minggu setelah penggunaan kedua obat ini dihentikan (Duane, 2002). Nefrotoksisitas berhubungan dengan akumulasi kadar gentamicin di dalam korteks ginjal. Gejala nefrotoksisitas yang muncul pada pasien yang menggunakan obat ini adalah menurunnya kadar creatinin clearance dan GFR pasien (Carlos, 2007). Meskipun begitu, mekanisme toksisitas dalam penggunaan obat ini tidak diketahui secara pasti (Tatro,2013). Pada pasien dengan gangguan ginjal dengan CrCl > 30-70 ml/min, dosis gentamicin yang digunakan adalah 1x210 mg, sedangkan furosemide yaitu 1x40 mg. Rekomendasi untuk interaksi obat ini adalah Gunakan obat secara terpisah untuk meminimalkan efek samping, lakukan tes pendengaran dan monitoring secara berkala, serta monitor fungsi ginjal. b. Ketorolac - Gentamicin Penggunaan ketorolac bersama gentamicin menyebabkan peningkatan kadar gentamicin di dalam darah dengan menurunkan clearance ginjal/GFR. Ketorolac menurunkan clearance gentamicin dari ginjal sehingga terjadi akumulasi kadar gentamicin di dalam darah (Tatro, 2013). Penggunaan kedua obat ini secara bersamaan dapat meningkatkan resiko ototoksisitas dan nefrotoksisitas pada pasien. Pada pasien dengan gangguan ginjal dengan CrCl > 30-70 ml/min, dosis gentamicin yang digunakan adalah 1x210 mg, sedangkan ketorolac yaitu Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 28 4x15 mg. Rekomendasi untuk interaksi obat ini adalah lakukan monitoring kadar gentamicin di dalam darah. c. Ceftriaxone - Gentamicin Pemberian gentamicin dan ceftriaxone dinilai lebih aman diberikan dengan dosis satu kali sehari dibandingkan dengan multiple dose, dan efektif dalam membunuh bakteri penyebab infeksi. Pemberian gentamicin satu kali sehari kurang menginduksi terjadinya toksisitas, dalam hal ini ototoksisitas dan nefrotoksisitas (Gavalda, 2002). Penggunaan ceftriaxone bersama dengan gentamicin dapat meningkatkan toksisitas bagi pasien yakni ototoksisitas dan nefrotoksisitas. Namun, mekanisme interaksi yang terjadi sehingga menyebabkan toksisitas tersebut belum diketahui (Tatro, 2013). Pada pasien dengan gangguan ginjal dengan CrCl > 30-70 ml/min, dosis gentamicin yang digunakan adalah 1x210 mg, sedangkan ceftriaxone yaitu 2x1 g. Rekomendasi untuk interaksi obat ini adalah gunakan obat secara terpisah untuk meminimalkan efek samping, monitor kadar gentamicin di dalam darah, serta monitor fungsi ginjal. 4.2.3 Interaksi Farmasetika Interaksi Farmasetika atau Inkompatibilitas merupakan interaksi yang terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat (Setiawati,2007). Pada kasus pasien ini, terdapat 1 interaksi farmasetika, yakni interaksi antara ceftriaxone dengan Ringer Lactate (RL). Menurut Injectable Drugs Guide, Injeksi ceftriaxone inkompatibel dengan larutan yang mengandung kalsium, seperti Hartmann's dan Ringer's, interaksi ini dapat terjadi pada semua pasien. Pada bayi yang berusia < 28 hari, penggunaan bersamaan antara kedua obat ini harus dihindari karena akan terbentuk endapan pada paru-paru dan ginjal yang dapat mengakibatkan kematian pada bayi (Alistair, 2011). Faktor yang berperan dalam terjadinya endapan ini adalah penggunaan dosis ceftriaxone yang lebih tinggi dari yang telah disetujui oleh FDA, yaitu pada dosis 150 - 200 Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 29 mg/kgBB/hari pada bayi, dimana dosis yang seharusnya diberikan adalah 50 - 75 mg/kgBB/ hari, baik setiap 24 jam atau dibagi setiap 12 jam untuk infeksi selain meningitis, dan 100mg/kgBB/hati untuk infeksi meningitis (Bradley, 2009). Sehingga penggunaan ceftriaxone-RL pada bayi harus diberi jeda sekitar 48 jam dengan harapan konsentrasi obat di dalam tubuh menurun atau hilang (Diane,2011). Namun, interaksi ini tidak berlaku pada pasien dewasa. Pada bulan april 2009, FDA mencabut peringatan mengenai dilarangnya penggunaan obat ini secara bersamaan. Pasien yang berusia > 28 hari dapat menerima ceftriaxone dan ringer lactate secara bersamaan (Steadman, 2010). Dosis lazim ceftriaxone yang digunakan dalam pengobatan infeksi pada pasien dewasa adalah 1-2 gram setiap 12-24 jam (Charles, 2011). Dosis maximum ceftriaxone adalah 4 gram/hari Injeksi ceftriaxone diberikan kepada pasien pada jam 8 pagi dan jam 8 malam. Meskipun dinyatakan aman, untuk menghindari terjadinya interaksi antara keduanya, sebaiknya hindari pemberian obat pada jalur pemberian yang sama, atau bila menggunakan jalur yang sama pada pemberiannya, maka sebelum pemberian ceftriaxone, infus RL sebaiknya distop terlebih dahulu, kemudian injeksikan ceftriaxone pada selang, bilas selang dengan menggunakan larutan yang compatibel dengan ceftriaxone yaitu NaCl 0,9%, dan infus RL bisa dialirkan kembali (Baxter, 2014). 4.2.4 Dosis Obat Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit atau gejala sakit. Jika dosis terlalu rendah (underdose) maka efek terapi tidak tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebih (overdose) bisa menimbulkan efek toksik/keracunan bahkan sampai kematian. Sehingga harus berhati-hati dalam penggunaan dosis. Dari tabel 4.4, dapat diketahui bahwa pasien menggunakan 15 macam obat selama dirawat di ruang ICU. Dari 15 macam obat tersebut, 10 obat sesuai dengan dosis terapi yang terdapat di literatur, 2 obat yang underdose atau kurang dari dosis terapi, serta 3 obat yang overdose atau lebih dari dosis terapi. Dosis terapi yaitu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan penderita (Syamsuni,2006). Adapun 2 obat yang underdose yaitu dosis gentamicin dan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 30 Prorenal®. Pada kasus pasien dengan gangguan fungsi ginjal dengan nilai CrCl (creatinin clearance) > 30-70 ml/min, dosis gentamicin yang digunakan adalah 1x80 mg, yang seharusnya adalah 210-350 mg/hari, gentamicin ini digunakan untuk terapi infeksi yang diderita pasien. Penggunaan gentamicin dengan dosis 3 mg/kgBB/hari secara iv bersamaan dengan ceftriaxone dengan dosis 2 gr/hari pada pengobatan infeksi dinilai lebih efektif, dibandingkan dengan penggunaan ceftriaxone dengan dosis 2 gr/hari secara iv sebagai monoterapi (Sexton, 2014). Sehingga untuk kasus infeksi pasien dengan berat badan 70 kg, dosis gentamicin sebaiknya ditingkatkan menjadi 210 mg/hari. Prorenal® digunakan sebagai vitamin ginjal, sehingga Prorenal® baik digunakan pada pasien dengan keluhan insufisiensi ginjal. Dosis Prorenal® yang digunakan pada pasien adalah 3x2 tab, yang seharusnya adalah 4-8 tab 3x/hari, sehingga dosis Prorenal® sebaiknya ditingkatkan menjadi 3x4 tablet per hari. Tujuan dari peningkatan dosis ini sesuai dengan dosis terapi adalah agar obat-obat tersebut memberikan efek terapi yang diharapkan. Sedangkan 3 obat yang overdose yaitu dosis ketorolac, vitamin K dan sucralfat. Pada kasus pasien ini, ketorolac digunakan sebagai analgesik. Dosis ketorolac yang digunakan pasien adalah 3x30 mg, yang seharusnya penggunaan ketorolac pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dimana nilai creatinin clearance sebesar >20-50 ml/min adalah max 60 mg, sehingga dosis ketorolac sebaiknya diturunkan menjadi 4x15 mg (Charles, 2011). Vitamin K digunakan sebagai hemostatik dimana dosis yang digunakan adalah 3x10 mg, yang seharusya 2,5-25 mg/hari sehingga dosis sebaiknya diturunkan menjadi 2x10 mg. Sucralfat digunakan untuk melapisi lapisan mukosa lambung. Dosis sucralfat yang digunakan pasien adalah 3x1C (45 ml), yang seharusnya adalah 4x10 ml/hari (Charles, 2011), sehingga sebaiknya dosis diturunkan. Untuk obat-obat yang overdose atau lebih dari dosis terapi sebaiknya diturunkan sesuai dengan dosis terapi agar tidak menimbulkan toksik bagi pasien. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 31 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan data dan analisa yang didapatkan pada pasien, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi obat dan kesesuaian dosis sebagai berikut : a. Interaksi farmakokinetika yang berpotensi terjadi pada pasien ada 1 kasus yaitu interaksi ketorolac-gentamicin. Interaksi farmakodinamik yang berpotensi terjadi pada pasien ada 2 kasus yaitu interaksi furosemide-gentamicin dan ceftriaxone-gentamicin. Interaksi Farmasetika yang berpotensi terjadi pada pasien ada 1 kasus yaitu interaksi RL-Ceftriaxone b. Interaksi obat yang berpotensi terjadi, 1 interaksi memiliki nilai signifikansi 1 dengan tingkat keparahan major yaitu interaksi furosemide-gentamicin, dan 2 interaksi memiliki nilai signifikansi 2 dengan tingkat keparahan moderate yaitu interaksi ketorolac-gentamicin dan ceftriaxone-gentamicin. c. Penanganan yang dapat disarankan untuk mengatasi interaksi pada pasien adalah dengan mengatur penggunaan obat secara terpisah, serta lakukan monitoring kadar gentamicin dalam darah. d. Dari 15 obat yang digunakan oleh Tn.H, terdapat 10 obat yang normal dose, 3 obat yang overdose (ketorolac, vitamin K dan sucralfat), dan 2 obat yang underdose (gentamicin dan Prorenal®). 5.2 Saran Saran yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a. Sebaiknya pemeriksaan laboratorium pasien dilakukan setiap hari, khususnya untuk obat-obat yang memerlukan monitoring terhadap fungsi ginjal selama obat digunakan pada pasien, sehingga dapat memudahkan Apoteker dalam penggaturan regimen pengobatan pasien. 31 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 32 DAFTAR PUSTAKA Aschencrenner, Diane. (2008). A New Warning About The Administration of Ceftriaxone. AJN Vol 108, No.1. Bailie, G.R., Johnson, C.A., Mason, N.A., Peter, W.L.St. (2004). Medfacts Pocket Guide of Drug Interaction. Second Edition. Middleton: Bone Care International, Nephrology Pharmacy Associated, Inc. Bates, Duane E, and etc. (2002). Ototoxicity Induced by Gentamicin and Furosemide. Ann Pharmacother. Baxter, Karen. (2010). Stockley’s Drug Interactions. USA : Pharmaceutical Press. Baxter, Karen. (2014). Lactated Ringer's and 5% Dextrose Injection, USP In Vialflex Plastic Container. Canada : Baxter Corporation. Bradley, John S., and etc. (2009). Intravenous Ceftriaxone and Calcium in the Neonate : Assessing the Risk for Cardiopulmonary Adverse Events. USA : American Academy of Pediatrics. Charles F. L, Lora L. A dan Morton P. G. (2011). Drug Information Handbook. 20th ed. USA: Lexi Comp. Gavalda, Joan, and etc. (2002). Efficacy of Ceftriaxone and Gentamicin Given Once a Day by Using Human-Like Pharmacokinetics in Treatment of Experimental Staphylococcal Endocarditis. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. Gray, Alistair, and etc. (2011). Injectable Drugs Guide. USA : Pharmaceutical Press. Martinez-salgado, Carlos, and etc. (2007). Glomerular Nephrotoxicity of Aminoglycosides. Toxicology and Applied Pharmacology. Piscitelli, S. C., and Rodvold, K. A. (2005). Drug Interaction in Infection Disease. Second Edition. New Jersey : Humana Press. Rhanna, etc. (2013). Prevalence of drug interactions in intensive care units in Brazil. Brazil Setiawati, A. (2007). Interaksi obat, dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Gaya Baru. Sexton, Daniel J., and etc. (2014). Ceftriaxone Once Daily for Four Weeks Compared with Ceftriaxone Plus Gentamicin Once Daily for Two Weeks 32 Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 33 for Treatment of Endocarditis Due to Penicillin-Susceptible Streptococci. Division of Infectious Disease, Department of Medicine, Duke University Medical Center Durham, North Carolina. Steadman, Emily, and etc. (2010). Evaluation of Potential Clinical Interaction between Ceftriaxone and Calcium. American Society for Microbiology. Stockley, I.H. (2010). Stockley’s Drug Interaction. Ninth Edition. Great Britain: Pharmaceutical Press. Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : EGC Tatro D.S. (2003). A to Z Drug Facts. Mc Graw Hill Companies: New York. Tatro, D. S (2010): Drug Interaction Facts TM, editor : David S. Tatro, PharmD, Facts and comparisons, St. Louis, Missouri, Tatro, David S. (2013). Drug Interaction Fact. Wolters Kluwer Health., Inc : California Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Pemeriksaan Nilai 16/8/14 17/8/14 18/8/14 19/8/14 20/8/14 21/8/14 22/8/14 23/8/14 24/8/14 25/8/14 Lab Normal Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Lab Lab Lab Lab Lab Lab Lab Lab Lab Lab Hb 13-17 g/dL 12,9 9,8 10,1 Ht 37-54% 40 33 31 Leukosit 4,8-10,8 (103/µl) 15,1 14,0 16,5 Trombosit 150-450 (103/µl) 302 169 185 <10 mm/jam 25 LED Basofil 0-1,0 % 0 Eosinofil 2-4% 1 Limfosit 25-40% 24 Monosit 2-6% 5 Neutrofil Batang 3-5% 2 Neutrofil.segmen 50-70% 68 GDS <200 mg/dL 154 Ureum 15-40 mg/dl 17,4 21,5 34,9 0,5 - 1,5 mg/dl 2,17 3,18 5,49 L : 97 to 137 ml/min 41,67 28,43 16,47 ≥ 90 101,19 69,05 40 SGOT 3-45 u/L 30 SGPT 0-35 u/L 31 Creatinin CrCl Lampiran 1. Hasil Laboratorium Hasil (Tanggal) GFR 34 Universitas Indonesia P: 88 to 128 ml/min. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015 Universitas Indonesia Laporan praktik…, Frisca Saraswati, FF UI, 2015