BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penghantaran obat berbasis nanopartikel merupakan teknologi penghantaran obat yang relatif baru dengan potensi besar. Kemampuan nanopartikel dalam menghantarkan protein serta menjaga keutuhan dan fungsi protein yang dihantarkan (Hurkat et al., 2012; Sarmento et al., 2007) memberikan daya tarik tersendiri karena cepatnya protein terapeutik bermunculan di pasaran. Pada tahun 2011 lebih dari 100 protein terapeutik telah disetujui oleh Uni Eropa dan USA, dan dari segi pemasaran pada tahun 2010 memiliki nilai penjualan lebih dari 100 milyar US$ (Dimitrov, 2012). Data menunjukkan bahwa protein terapeutik memiliki tingkat kesuksesan yang lebih tinggi dibanding obat senyawa kecil. Pada tahun 1993 hingga 2004, 13% obat senyawa kecil yang diuji coba lolos uji klinis, sedangkan 32% protein terapeutik lolos uji klinis (DiMasi et al., 2010). Meski protein terapeutik relatif lebih sukses dibanding obat senyawa kecil masih banyak ruang perbaikan dan pengembangan untuk obat-obatan berbasis protein. Rintangan terbesar penyebab gagalnya protein terapeutik dalam uji klinis ialah rendahnya stabilitas protein akibat perubahan struktur protein yang dapat menurunkan efikasi protein dan waktu tinggal dalam tubuh serta dapat memicu terjadinya agregasi protein. Agregasi protein menjadi partikel besar dapat meningkatkan imunogenisitas protein yang dapat berujung pada masalah keamanan serius berupa efek samping yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh (Jiskoot et al., 2012; Schellekens & Jiskoot, 2013). 1 2 Selain stabilitas protein, permasalahan yang seringkali muncul ialah efek samping protein terapeutik akibat interaksi protein dengan targetnya namun bukan pada sel atau jaringan yang dituju (Dimitrov, 2012). Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan terapi tertarget, sehingga protein terapeutik dapat terkonsentrasi pada jaringan yang dituju dan menurunkan efek yang tidak diinginkan di jaringan yang lain. Terapi tertarget umumnya dilakukan dengan mengkonjugasi protein terapeutik dengan senyawa pentarget yang berupa senyawa kecil maupun makromolekul (Brannon-Peppas & Blanchette, 2012). Namun konjugasi juga dapat dilakukan dengan perantara nanopartikel yang menawarkan stabilitas protein yang lebih tinggi dan dapat membantu menghantarkan protein menembus membran sel menuju sitoplasma (Hurkat et al., 2012; Singh & Lillard, 2009). Pemilihan target dalam pengembangan model penghantaran protein tertarget didasarkan atas protein terapeutik yang ada saat ini. Sejauh ini, protein terapeutik yang telah disetujui oleh FDA digunakan untuk menangani berbagai penyakit meliputi kanker, autoimun, gangguan sistem endokrin, defisit enzim metabolisme & pencernaan, dll (Leader et al., 2008). Di antara penyakit-penyakit tersebut kanker merupakan masalah kesehatan yang paling serius. Dan kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling mematikan saat ini. Di seluruh dunia sepanjang tahun 2008, lebih dari 1,3 juta kasus baru ditemukan dan lebih dari 450 ribu orang meninggal akibat kanker payudara (Jemal dkk., 2010). Pada tahun yang sama, di Indonesia ditemukan hampir 40 ribu kasus baru dan lebih dari 20 ribu orang meninggal akibat kanker payudara (Jemal dkk., 2011). Selain itu, kanker payudara telah dipelajari karakteristik patofisiologis dan molekulernya 3 secara mendalam sehingga penyakit ini merupakan target yang sesuai dalam pengembangan model penghantaran protein tertarget. Pengembangan model penghantaran protein tertarget berbasis nanopartikel memerlukan material nanopartikel dan senyawa pentarget yang sesuai pula. Material yang digunakan harus bersifat biodegradabel, biokompatibel, dan dapat membentuk nanopartikel yang stabil dan mampu mengangkut protein. Baik alginat maupun kitosan memiliki karakteristik tersebut (Amidi et al., 2006; Sæther et al., 2008; Sarmento et al., 2007). Senyawa pentarget yang sesuai dapat berupa senyawa kecil maupun antibodi. Antibodi anti-EpCAM merupakan salah satu kandidat antibodi yang dapat digunakan untuk mengembangkan terapi tertarget kanker payudara (Armstrong & Eck, 2003). EpCAM merupakan protein membran yang terekspresi secara berlebih pada sekitar 50% kasus kanker payudara (Soysal et al., 2013). Ekspresi berlebih EpCAM pada kanker payudara umumnya memiliki korelasi positif dengan prognosis pasien yang buruk (Patriarca et al., 2012) dan menjadi penanda sel kanker payudara yang berpotensi menginisiasi metastasis (Baccelli et al., 2013). Hal ini menunjukkan bahwa antibodi anti-EpCAM memiliki potensi terapi yang besar dalam mengatasi tingginya angka kematian akibat kanker payudara. Penelitian ini difokuskan pada preparasi dan karakterisasi nanopartikel kitosan-alginat terkonjugasi antibodi anti-EpCAM sebagai model penghantaran protein terapeutik tertarget pada kanker payudara. Diikuti dengan uji cell uptake terhadap sel T47D untuk menguji selektivitas model penghantaran protein tertarget. 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Bagaimana formulasi nanopartikel kitosan-alginat yang sesuai untuk model penghantaran protein terapeutik tertarget? 2. Bagaimana karakteristik nanopartikel kitosan-alginat dan nanopartikel terkonjugasi antibodi? 3. Apakah nanopartikel kitosan-alginat mampu meningkatkan penghantaran protein ke dalam sel? 4. Apakah konjugasi antibodi anti-EpCAM mampu meningkatkan selektivitas penghantaran pada sel kanker payudara? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Melakukan optimasi formula nanopartikel kitosan-alginat untuk penghantaran protein tertarget. 2. Melakukan karakterisasi nanopartikel kitosan-alginat dan nanopartikel terkonjugasi antibodi. 3. Melakukan uji cell uptake untuk mengetahui pengaruh formulasi nanopartikel terhadap penghantaran protein ke dalam sel. 4. Melakukan uji cell uptake untuk mengetahui pengaruh konjugasi antibodi terhadap selektivitas penghantaran pada sel kanker payudara.