iii. kerangka pemikiran

advertisement
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Definisi Konsumen
Konsumen adalah setiap orang yang telah menggunakan atau memakai
produk atau jasa yang dihasilkan oleh produsen. Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan (Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen)4. Menurut Sumarwan (2011) konsumen sering
diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen
organisasi. Konsumen individu diartikan sabagai konsumen yang membeli barang
dan jasa untuk digunakan sendiri, anggota keluarga lain atau seluruh anggota
keluarga atau sebagai hadiah. Konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis,
yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, lembaga pendidikan, rumah sakit dan
perkantoran. Konsumen organisasi dalam menggunakan barang dan jasa untuk
menjalankan kegiatan organisasinya.
Menurut Sumarwan (2002) konsumen individu dan konsumen organisasi
adalah sama pentingnya. Mereka memberikan sumbangan yang sangat penting
bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, tanpa konsumen individu, produk
dan jasa yang dihasilkan perusahaan tidak mungkin bisa laku terjual. Konsumen
individulah yang langsung mempengaruhi kemajuan dan kemunduran perusahaan.
Produk sebaik apapun tidak akan ada artinya bagi perusahaan jika ia tidak dibeli
oleh konsumen individu. Konsumen individu adalah tulang punggung
perekonomian nasional, sebagian besar pabrik dan perusahaan serta sektor
pertanian menghasilkan produk dan jasa untuk digunakan oleh konsumen akhir.
3.1.2
Karakteristik Konsumen
Menurut Sumarwan (2002), karakteristik konsumen meliputi pengetahuan
konsumen, demografi, ekonomi, dan sosial konsumen. Pengetahuan konsumen
akan
mempengaruhi
keputusan
pembelian.
Ketika
konsumen
memiliki
pengetahuan lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan,
4
http://www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-8-1999.pdf [Diakses 22 Juni 2012]
ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu
merecall informasi dengan lebih baik.
Karakteristik demografi berperan sangat penting untuk memahami
konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik demografi yaitu usia,
jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis
keluarga, status pernikahan, lokasi geografi dan kelas sosial. Memahami usia
konsumen sangat
penting karena
konsumen
yang berbeda
usia
akan
mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda dan juga akan mengakibatkan
perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pendapatan merupakan imbalan
yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk
mencari nafkah. Pendapatan adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi
konsumen. Karena dengan pendapatan konsumen bisa membiayai kegiatan
konsumsinya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli dari
seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa
yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota
keluarganya.
3.1.3
Karakteristik Produk
Menurut Umar (2005), produk adalah suatu yang dapat ditawarkan ke
pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dibeli, digunakan atau dikonsumsi
yang dapat memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan. Hal yang mendasar dalam
kebijakan produk yaitu mengenai kualitas produk. Kualitas suatu produk baik
berupa barang maupun jasa perlu ditentukan melalui dimensi-dimensinya.
Dimensi kualitas produk dapat dijelaskan sebagai berikut :
3.1.3.1 Dimensi Kualitas Produk Berupa Barang
Menurut Gasperz dalam Umar (2005) ada delapan dimensi kualitas
produk, yaitu sebagai berikut :
1. Performance, berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan
karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang
tersebut.
2. Features, aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, dan
berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
3. Reliability, berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang
berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu
tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4. Conformance, berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang
telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Konfirmasi
merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik desain produk dengan
karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.
5. Durability, suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa
pakai barang.
6. Serviceability, karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi,
kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.
7. Aesthetics, karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika
yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari prefensi
individual.
8. Fit and Finish, sifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan
mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.
3.1.3.2 Dimensi Produk Berupa Jasa atau Service
Menurut Zeithaml dalam Umar (2005) ada lima dimensi dalam
menentukan dimensi kualitas jasa, yaitu :
1. Reliability, kemampuan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan janji yang
ditawarkan.
2. Responsiveness, respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan
dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi kesigapan
karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani
transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan.
3. Assurance, kemampuan karyawan atas pengetahuan produk secara tepat,
kualitas keramah-tamahan, perhatian dan
kesopanan dalam memberi
pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam
memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan
kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.
Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:
a. Kompetensi (Competence), keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki
oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
b. Kesopanan (Courtesy), meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para
karyawan.
c. Kredibilitas (Credibility), yang berhubungan dengan kepercayaan kepada
perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
4. Emphaty, perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada
pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan
karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk
memahami keinginan dan kebutuhan pelangganya.
Dimensi Emphaty merupakan penggabungan dari dimensi :
a. Akses (Access), kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
perusahaan.
b. Komunikasi (Communication), kemampuan melakukan komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan
dari pelanggan.
c. Pemahaman pada Pelanggan (Understanding the Customer), usaha
perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan
pelanggan.
3.1.4
Perilaku Konsumen
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2002) perilaku
konsumen adalah perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka
harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen adalah semua
kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut
pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan
produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi
(Sumarwan 2002)
Menurut Kotler dan Amstrong (2008) perilaku konsumen adalah perilaku
pembelian konsumen akhir baik perorangan maupun rumah tangga yang membeli
barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Sedangkan menurut Engel et al (1994)
perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam
pemerolehan, pemakaian dan pengaturan produk dan jasa, termasuk proses
keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menjadi
determinan dalam proses keputusan pembelian yaitu pengaruh lingkungan,
perbedaan individu, dan proses psikologis. Berikut ini gambar model perilaku
pengambilan keputusan konsumen pada Gambar 2.
Pengaruh
Lingkungan
Budaya, Kelas Sosial,
Pengaruh Pribadi,
Keluarga, dan Situasi
Perbedaan
Individu
Sumber Daya
Konsumen,
Motivasi dan
Keterlibatan,
Pengetahuan,
Sikap,
Kepribadian,
Gaya Hidup,
Demografi
Proses
Psikologis
Proses Keputusan
Pengenalan
Kebutuhan, Pencarian
Informasi, Evaluasi
Alternatif, Pembelian,
dan Hasil
Pengolahan
Informasi,
Pembelajaran
, Perubahan
Sikap, dan
Perilaku
Strategi Pemasaran
Gambar 2. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen
Sumber : Engel et al (1994)
Dalam model perilaku pengambilan keputusan konsumen yang telah
dijelaskan dalam gambar diatas bahwa perilaku pengambilan keputusan konsumen
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
a. Pengaruh lingkungan, dalam pengaruh lingkungan dipengaruhi oleh
budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Budaya
dalam perilaku konsumen lebih mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan
simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk
berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota
masyarakat. Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarkat yang
terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang
sama. Dalam perilaku mereka dibedakan oleh perbedaan status
sosioekonomi yang berjajar dari yang rendah hingga yang tinggi. Pengaruh
pribadi sangat berhubungan erat dengan tiap-tiap konsumen dan timbulnya
orang-orang disekitar kita sebagai konsumen. Keluarga adalah kelompok
yang terdiri dari atas dua orang atau lebih yang dihubungkan melalui
darah, perkawinan, atau adopsi dan yang tinggal bersama. Keluarga
merupakan unit pengambilan keputusan utama dengan pola peranan dan
fungsi yang kompleks dan bervariasi. Pengaruh situasi dapat dipandang
sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan
tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan
karakteristik objek. Situasi konsumen sebenarnya dapat dipisahkan ke
dalam tiga jenis utama yaitu situasi komunikasi, situasi pembelian, dan
situasi pemakaian. Karakteristik utama dalam situasi konsumen yaitu
lingkungan fisik dan sosial, waktu, tugas, dan keadaan anteseden.
b. Perbedaan individu, dalam perbedaan individu dibedakan menjadi lima
yaitu sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan,
sikap dan kepribadian, gaya hidup dan demografi. Konsumen memiliki
tiga sumber daya utama yang mereka gunakan dalam proses pertukaran
dan melalui proses ini pemasar memberikan barang dan jasa. Ketiga
sumber daya ini adalah ekonomi, temporal, dan kognitif. Persepsi
konsumen mengenai sumber daya yang tersedia mungkin mempengaruhi
waktu kesediaan untuk menggunakan uang atau waktu untuk produk.
Pembelian sangat dipengaruhi oleh pendapatan konsumen. Kekayaan
adalah variabel yang sangat menarik bagi pemasar. Sumber daya
konsumen yang besar kedua adalah waktu. Produk dan jasa yang
diklasifikasikan menurut sifat waktu disebut barang waktu. Barang yang
menggunakan waktu mensyaratkan pemakaian waktu dengan produknya
dan menyertakan produk. Produk yang menghemat waktu memungkinkan
konsumen meningkatkan waktu leluasa mereka melalui pembelian jasa
atau barang yang mengurangi waktu yang diperlukan dalam kegiatan lain.
Konseptualisasi kontemporer adalah anggaran waktu, yang mencakupi
waktu yang dibayar, waktu wajib, dan waktu leluasa. Jenis sumber daya
konsumen yang besar ketiga adalah kapasitas kognitif. Alokasi dari
kapasitas kognitif dikenal sebagai perhatian. Karena kapasitas ini terbatas,
orang harus selektif dalam apa yang mereka perhatikan dan berapa banyak
perhatian dialokasikan selama pengolahan informasi. Kebutuhan adalah
variabel utama dalam motivasi. Kebutuhan didefinisikan sebagai
perbedaan yang disadari antara keadaan ideal dan keadaan sebenarnya,
yang memadai untuk mengaktifkan perilaku. Bila kebutuhan diaktifkan,
hal ini menimbulkan dorongan (perilaku yang diberi tenaga), yang
disalurkan ke arah tujuan tertentu yang sudah dipelajari sebagai insentif.
Keterlibatan adalah faktor penting dalam mengerti motivasi. Keterlibatan
mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan pembelian
dan konsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperoleh
dan mengolah informasi dan kemungkinan yang jauh lebih besar dari
pemecahan masalah yang diperluas. Pengetahuan merupakan informasi
yang disimpan di dalam ingatan konsumen. Informasi yang dipegang oleh
konsumen mengenai produk akan sangat mempengaruhi pola pembelian.
Sikap didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh. Intensitas, dukungan,
dan kepercayaan adalah sifat penting dari sikap. Hubungan sikap-perilaku
seharusnya bertumbuh lebih kuat dari pengukuran sikap menetapkan
secara benar komponen tindakan, target, waktu, dan konteks, interval
waktu antara pengukuran sikap dan perilaku menjadi lebih singkat, sikap
didasarkan pada pengalaman langsung dan perilaku menjadi kurang
dipengaruhi oleh pengaruh sosial. Kepribadian, nilai dan gaya hidup
merupakan sistem yang penting untuk mengerti mengapa orang
memperlihatkan perbedaan dalam konsumsi produk dan preferensi merek.
Kepribadian didefinisikan sebagai respon yang konsisten terhadap
stimulus lingkungan. Gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan
menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah hasil dari jajaran total
ekonomi budaya, dan kekuatan kehidupan sosial yang menyokong kualitas
manusia seseorang. Gaya hidup dan kepribadian yang mendasari atau nilai
yang dapat direfleksikan agar lebih tampak. Demografi adalah
karakteristik dimiliki oleh masyarakat dapat berupa umur, jenis kelamin,
pekerjaan dan pendapatan.
c. Proses psikologis, merupakan hal penting dalam mempengaruhi konsumen
dalam proses keputusan. Ada tiga proses psikologis utama yaitu
pemrosesan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap atau perilaku.
Pemrosesan informasi adalah proses dimana suatu stimulus diterima,
ditafsirkan, disimpan di dalam ingatan, dan belakangan diperoleh kembali.
Pembelajaran
didefinisikan
sebagai
proses
dimana
pengalaman
menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan atau perilaku.
Perubahan sikap dan perilaku menjadi sasaran pemasaran karena dapat
dipengaruhi oleh berbagai situasi.
3.1.5 Proses Keputusan Pembelian
Menurut Engel et al (1995) terdapat lima tahapan proses pengambilan
keputusan konsumen yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi
alternatif, keputusan pembelian, dan hasil atau perilaku pasca pembelian. Secara
umum proses pengambilan keputusan pembelian dapat dilihat pada Gambar 3.
Pengenalan
Pencarian
Evaluasi
Keputusan
Kebutuhan
Informasi
Alternatif
Pembelian
Perilaku
Pasca
Pembelian
Gambar 3. Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Sumber : Engel, Blackwell, dan Miniard (1994)
3.1.5.1 Pengenalan Kebutuhan
Menurut Engel et al (1995) pengenalan kebutuhan didefinisikan sebagai
persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang
memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Pengenalan
kebutuhan pada hakikatnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang
ada di antara keadaan aktual (yaitu situasi konsumen sekarang) dan keadaan yang
diinginkan (yaitu situasi yang konsumen inginkan). Ketika ketidaksesuaian ini
melebihi tingkat atau ambang tertentu, kebutuhan pun dikenali. Jika
ketidaksesuaian berada di bawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhan
pun tidak terjadi. Suatu kebutuhan harus lebih dahulu diaktifkan sebelum dapat
dikenali. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengaktifan kebutuhan yaitu
keadaan yang berubah, pemerolehan produk, konsumsi produk, pengaruh
pemasaran, dan perbedaan individu. Secara umum proses pengenalan kebutuhan
dapat dilihat pada Gambar 4.
Keadaan Yang Diinginkan
Dibawah Ambang
Keadaan Aktual
Tingkat
Ketidaksesuaian
Tidak Ada
Pengenalan
Kebutuhan
Diatas Ambang
Pengenalan
Kebutuhan
Gambar 4. Proses Pengenalan Kebutuhan Berpusat pada Tingkat
Ketidaksesuaian
Sumber: Engel, Blackwell dan Miniard (1994)
3.1.5.2 Pencarian Informasi
Menurut Engel et al (1995) pencarian informasi merupakan tahap kedua
dari proses pengambilan keputusan yang didefinisikan sebagai aktivasi
termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan
informasi dari lingkungan. Pencarian informasi dibedakan menjadi dua macam
yaitu pencarian internal dan pencarian eksternal.
a. Pencarian Internal
Pencarian internal adalah pencarian informasi melalui ingatan untuk
melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan yang tersimpan di dalam
ingatan jangka panjang. Jika pencarian informasi ini mengungkapkan informasi
yang memadai untuk memberikan arah tindakan yang memuaskan, maka
pencarian eksternal tidak diperlukan.
b. Pencarian Eksternal
Pencarian eksternal diperlukan jika pencarian internal terbukti tidak
mencukupi sehingga konsumen mungkin memutuskan untuk mengumpulkan
informasi tambahan dari lingkungan. Menurut Kottler (2004) sumber-sumber
informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber
terhadap keputusan pembelian selanjutnya yaitu digolongkan kedalam empat
kelompok :
1.
Sumber pribadi
: keluarga, teman, tetangga, kenalan
2.
Sumber komersial
: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan dan pajangan
3.
Sumber publik
: media massa, organisasi penentu peringkat
konsumen
4.
Sumber pengalaman : penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk
3.1.5.3 Evaluasi Alternatif
Menurut Engel et al (1995) evaluasi alternatif merupakan tahap ketiga dari
proses pengambilan keputusan dimana konsumen mengevaluasi alternatifalternatif dan diseleksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pada tahap ini
terdapat empat komponen dasar proses evaluasi alternatif yaitu (1) menentukan
kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif, (2) memutuskan
alternatif mana yang akan dipertimbangkan, (3) menilai kinerja dari alternatif
yang dipertimbangkan, dan (4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk
membuat pilihan akhir. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Menentukan Kriteria
Menentukan Alternatif
Menilai Kinerja Alternatif
Menerapkan Kaidah Keputusan
Gambar 5. Komponen Dasar Proses Evaluasi Alternatif
Sumber: Engel, Blackwell dan Miniard (1994)
Pada tahap ini, konsumen menggunakan kriteria evaluasi sebagai atribut
yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan sehingga dapat
memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan tersebut. Kriteria
evaluasi tidak lebih daripada dimensi atau atribut tertentu yang digunakan dalam
menilai alternatif-alternatif pilihan. Kriteria evaluasi yang sering digunakan
konsumen untuk mempertimbangkan evaluasi alternatif yaitu harga, nama merek,
negara asal, dan kriteria evaluasi yang bersifat hedonik (prestise, status). Kriteria
evaluasi tertentu yang digunakan oleh konsumen selama pengambilan keputusan
akan bergantung pada beberapa faktor yaitu pengaruh situasi, kesamaan alternatifalternatif pilihan, motivasi, keterlibatan, dan pengetahuan. Setelah kriteria
evaluasi, selanjutnya konsumen harus menentukan perangkat alternatif yang dari
suatu pilihan yang akan dibuat (perangkat pertimbangan) yang bergantung pada
kemampuan konsumen untuk mengingat informasi-informasi yang bertahan
dalam ingatan. Tahap terakhir setelah melakukan penilaian terhadap alternatifalternatif pilihan adalah menyeleksi kaidah keputusan. Kaidah keputusan
menggambarkan strategi atau prosedur yang digunakan untuk membuat pilihan
akhir. Kaidah ini disimpan di dalam ingatan dan diperoleh kembali jika
diperlukan.
3.1.5.4 Keputusan Pembelian
Menurut Engel et al (1995) tindakan pembelian adalah tahap besar terakhir
di dalam model perilaku konsumen. Sekarang konsumen harus mengambil tiga
keputusan yaitu (1) kapan membeli, (2) dimana membeli, dan (3) bagaimana
membayar. Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan yaitu (1) niat dan
(2) pengaruh lingkungan dan atau perbedaan individu.
Niat pembelian konsumen dimasukkan ke dalam dua kategori yaitu (1)
baik produk maupun merek dan (2) kelas produk saja. Niat kategori pertama
umumnya disebut pembelian yang terencana sepenuhnya. Hal ini merupakan hasil
dari keterlibatan tinggi dan pemecahan masalah yang diperluas. Konsumen akan
lebih bersedia menginvestasikan waktu dan energi dalam berbelanja dan membeli.
Pada niat kategori kedua disebut sebagai pembelian terencana walaupun pilihan
merek dibuat di tempat penjualan.
Menurut Kotler (2004) terdapat dua faktor yang berada diantara niat
pembelian dan keputusan pembelian yaitu sikap orang lain dan faktor situasi yang
tidak terantisipasi. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang
disukai seseorang akan bergantung pada dua hal, yaitu (1) intensitas sikap negatif
orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen
untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan
semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, semakin besar konsumen akan
mengubah niat pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku jika preferensi
seorang pembeli terhadap suatu merek akan meningkat jika seseorang yang ia
sukai juga sangat menyukai merek yang sama. Faktor kedua yaitu faktor situasi
yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembeli.
3.1.5.5 Hasil atau Perilaku Pasca Pembelian
Menurut Engel et al (1995) perilaku pasca pembelian yang hasilnya adalah
kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas
pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan
yang negatif, dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum
Menurut Sumarwan (2004) didalam suatu proses keputusan, konsumen
tidak akan berhenti hanya sampai proses konsumsi. Konsumen akan melakukan
proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses
evaluasi pasca konsumsi adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap produk
atau merek yang telah dilakukannya. Setelah mengkonsumsi suatu produk atau
jasa, konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap produk atau
jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan
mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan
menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan
konsumsi produk tersebut.
3.1.6
Jenis-Jenis Perilaku Keputusan Pembelian
Menurut Kotler dan Amstrong (2008) proses perilaku keputusan
pembelian suatu produk dapat dibedakan menjadi empat perilaku keputusan
pembelian. Keputusan yang lebih kompleks biasanya melibatkan peserta
pembelian dan pertimbangan pembeli yang lebih banyak. Tipe perilaku pembelian
konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di
antara merek yaitu sebagai berikut :
1. Perilaku Pembelian Kompleks
Perilaku pembelian kompleks adalah perilaku pembelian konsumen dalam
situasi yang ditentukan oleh keterlibatan konsumen yang tinggi dalam pembelian
dan perbedaan yang dianggap signifikan antarmerek. Pembeli akan melewati
proses pembelajaran, mula-mula mengembangkan keyakinan tentang produk, lalu
sikap, dan kemudian membuat pilihan pembelian yang dipikirkan masak-masak.
Pemasar produk yang memerlukan keterlibatan tinggi harus memahami
pengumpulan informasi dan perilaku evaluasi yang dilakukan konsumen dengan
keterlibatan tinggi. Para pemasar perlu membantu konsumen untuk mempelajari
atribut produk dan kepentingan relatif atribut tersebut. Pemasar harus
membedakan fitur mereknya, mungkin dengan menggambarkan kelebihan merek
lewat media cetak dengan teks yang panjang. Mereka harus memotivasi wiraniaga
toko dan orang yang memberi penjelasan kepada pembeli untuk mempengaruhi
pilihan merek akhir.
2. Perilaku Pembelian Pengurangan Disonansi
Perilaku pembelian pengurangan disonasi adalah perilaku pembelian
konsumen dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan tinggi tetapi hanya
ada sedikit anggapan perbedaan antarmerek. Perilaku pembelian pengurangan
disonansi terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal,
jarang dilakukan, atau berisiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan
antarmerek. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami disonansi
pascapembelian (ketidaknyamanan pascapenjualan) ketika mereka mengetahui
kerugian tertentu dari merek yang dibeli atau mendengar hal-hal yang
menyenangkan tentang merek yang tidak dibeli. Untuk menghadapi disonansi
semacam ini, komunikasi pascapenjualan yang dilakukan pemasar harus
memberikan bukti dan dukungan untuk membantu konsumen merasa nyaman
dengan pilihan merek mereka.
3. Perilaku Pembelian Kebiasaan
Perilaku pembelian kebiasaan terjadi jika perilaku pembelian konsumen
dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen rendah dan
anggapan perbedaan merek sedikit. Perilaku ini dilakukan oleh konsumen
dikarenakan konsumen tidak mempunyai komitmen yang tinggi terhadap merek
apapun, pemasar produk keterlibatan rendah dengan sedikit perbedaan merek
sering menggunakan promosi harga dan penjualan untuk merangsang percobaan
produk.
4. Perilaku Pembelian Mencari Keragaman
Perilaku pembelian mencari keragaman terjadi ketika konsumen yang
mempunyai karakter keterlibatan konsumen yang rendah tetapi dengan anggapan
perbedaan merek yang signifikan. Pemasar memiliki strategi pemasaran yang
berbeda-beda.
3.1.7
Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Menurut Kotler dan Amstrong (2008) bauran pemasaran (marketing mix)
adalah sekumpulan alat pemasaran taktis terkendali dari produk, harga, tempat,
dan promosi yang dibaurkan perusahaan untuk menghasilkan respon yang
diinginkan di pasar sasaran. Menurut Tjiptono (2007) bauran pemasaran adalah
seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik
jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Bauran pemasaran pada produk barang
mencakup 4P yaitu product, price, promotion dan place. Namun untuk bauran
pemasaran pada produk jasa terdapat tiga indikator tambahan yaitu people,
process, dan physical evidence. Adapun karakteristik-karakteristik bauran
pemasaran jasa dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Product (Produk)
Produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk
diperhatikan, diakuisisi, digunakan, atau dikonsumsi dan dapat memuaskan
kebutuhan atau keinginan (Kotler dan Amstrong 2008). Menurut Tjiptono
(2007) produk adalah bentuk penawaran organisasi jasa yang ditujukan untuk
mencapai tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Keputusan bauran produk yang dihadapi pemasar jasa bisa sangat
berbeda dengan yang dihadapi pemasar barang. Produk pada jasa bersifat
tidak nyata atau tidak dapat diamati secara langsung sehingga dapat diamati
pada prosesnya bukan pada hasilnya.
2.
Price (Harga)
Harga adalah jumlah uang yang dikenakan kepada suatu produk atau jasa,
atau jumlah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk mendapatkan manfaat
memiliki atau menggunakan produk atau jasa (Kotler dan Amstrong 2008).
Menurut Tjiptono (2007) harga adalah keputusan bauran harga berkenaan
dengan kebijakan strategis dan taktis, seperti tingkat harga, struktur diskon,
syarat pembayaran, dan tingkat diskriminasi harga di antara berbagai
kelompok pelanggan. Penetapan harga yang terlalu murah dan jauh dibawah
harga bersaing akan mengesankan jasa tersebut berkualitas rendah, begitu
pula sebaliknya. Penetapan harga harus benar melalui proses pertimbangan
yang cukup matang dan rasional serta diikuti dengan komunikasi yang cukup.
3.
Promotion (Promosi)
Promosi adalah aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk
pelanggan membelinya (Kotler dan Amstrong 2008). Menurut Tjiptono
(2007) promosi adalah metode untuk mengomunikasikan manfaat jasa kepada
pelanggan potensial dan aktual. Promosi merupakan elemen penting dalam
perusahaan jasa yang berguna untuk mengkomunikasikan manfaat jasa
kepada konsumen. Dalam industri jasa komunikasi word of mouth merupakan
promosi yang paling efektif dalam mempengaruhi konsumen terhadap produk
jasa yang ditawarkan. Promosi melalui word of mouth memiliki kelemahan
yaitu pada kebenaran dari informasi promosi yang diberikan, seperti apabila
tidak sesuai dengan kebenarannya akan membuat konsumen benar-benar
pergi dan tidak kembali lagi. Lain halnya apabila promosi yang diberikan
sesuai dengan informasi yang diberikan, maka konsumen akan senang dan
kembali lagi karena tidak merasa dibohongi.
4.
Place (Tempat)
Tempat adalah kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi
pelanggan sasaran (Kotler dan Amstrong 2008). Menurut Tjiptono (2007)
tempat adalah keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap
jasa bagi para pelanggan potensial. Pada perusahaan jasa yang berbasis
personil dimana penyedia jasa dapat mendatangi konsumen yang fokusnya
untuk mempermudah konsumen menghubungi perusahaan, misalnya dengan
menambah jalur telepon, memperbanyak operator telepon dan lain-lain.
5.
People (Orang)
Sebagian perusahaan jasa, karyawan merupakan unsur vital dalam bauran
pemasaran (Tjiptono 2007). Jika perusahaan barang manufaktur, pelanggan
tidak akan berpengaruh, misalnya oleh pakaian yang dipakai karyawan,
bahasa yang digunakan maupun sifat buruk lainnya yang mungkin tidak akan
mempengaruhi barang yang dihasilkan.
6.
Process (Proses)
Dalam perusahaan jasa, proses produksi lebih penting daripada hasilnya. Hal
ini terjadi karena interaksi langsung antara produsen yang melakukan proses
produksi dengan konsumen yang mengkonsumsi jasa pada saat bersamaan.
Dalam perusahaan jasa, manajemen pemasaran dan manajemen operasi
terkait erat dan sulit dibedakan dengan tegas.
7.
Physical Evidence (Bukti Fisik)
Karakterisitik yang bersifat intangible, pada jasa menyebabkan pelanggan
potensial tidak bisa menilai suatu jasa sebelum mengkonsumsinya. Ini
menyebabkan risiko yang dipersepsikan konsumen dalam keputusan
pembelian semakin besar (Tjiptono 2007). Tantangan kritis dalam pemasaran
jasa membuat jasa lebih nyata dengan cara menawarkan bukti fisik dari
karakteristik jasa. Konsumen tidak dapat melihat jasa yang ditawarkan.
Apabila berbagai bukti fisik ini dikelola dengan baik akan memudahkan
konsumen dalam menilai jasa dan mengurangi risiko dalam pengambilan
keputusan.
3.1.8
Konsep Kepuasan Konsumen
Di dalam suatu proses keputusan pembelian, konsumen tidak akan
berhenti hanya sampai proses konsumsi tetapi konsumen juga akan melakukan
proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya yaitu konsumen puas
atau tidak puas terhadap konsumsi produk yang telah dilakukannya. Menurut
Sumarwan (2004) kepuasan merupakan proses evaluasi terhadap suatu produk
yang dilakukan oleh konsumen pasca pembelian suatu produk. Kepuasan akan
memberikan dampak yang baik bagi produsen karena konsumen telah mencapai
tujuan yang diinginkan dalam mengkonsumsi suatu produk.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008) kepuasan adalah tingkatan dimana
kinerja anggapan produk sesuai dengan ekspektasi pembeli yang dimana kinerja
produk tidak memenuhi ekspektasi, pelanggan akan merasa kecewa. Jika kinerja
produk sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan merasa puas. Jika kinerja
melebihi ekspektasi, pelanggan akan merasa sangat puas. Menurut Engel et al
(1995) kepuasan adalah evaluasi pascakonsumsi bahwa suatu alternatif yang
dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan.
Dalam membeli produk atau jasa, jika konsumen dapat memenuhi
keinginannya yaitu mencapai kepuasan dalam membeli suatu produk atau jasa
maka konsumen akan terdorong untuk membeli dan mengkonsumsi secara
berulang dan akan menjadi pelanggan terhadap suatu produk. Menurut Sumarwan
(2011) teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan dan ketidakpuasan konsumen
terbentuk adalah The Expectancy Disconfirmation Model. Teori ini menyatakan
bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari
perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang
sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut.
Konsumen akan membeli suatu produk jika memiliki harapan tentang bagaimana
produk tersebut berfungsi. Konsumen akan memiliki harapan mengenai
bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi, jika harapan tersebut adalah
standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang
sesungguhnya dirasakan konsumen. Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan
konsumen sebenarnya adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk
tersebut.
3.1.8.1 Pengukuran Kepuasan Konsumen
Menurut Kotler et al (2004) dalam Tjiptono dan Chandra (2007)
mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan. Keempat
metode diantaranya sebagai berikut :
1.
Sistem Keluhan dan Saran
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan
kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya guna
menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan. Media yang digunakan
bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, kartu
komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dan lain-lain.
Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan
ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga
memungkinkannya bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul.
2.
Belanja Siluman (Ghost Shopping)
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah
dengan memperkerjakan beberapa orang untuk berpura-pura sebagai
pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Pembelanja siluman
biasanya mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan dan
pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan
pelanggan dan menangani setiap keluhan.
3.
Analisis Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis)
Analisis pelanggan yang hilang penting untuk dilakukan untuk mempelajari
alasan konsumen berhenti membeli atau berganti pemasok. Perusahaan juga
memantau seberapa besar tingkat kehilangan pelanggan tersebut. Jika tingkat
kehilangan pelanggan meningkat menunjukkan kegagalan perusahaan dalam
memuaskan pelanggan.
4.
Survei Kepuasan Pelanggan
Perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara
langsung melalui survei berkala dengan bertanya langsung atau mengirim
daftar pertanyaan konsumen yang ditetapkan sebagai responden. Survei ini
berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan mengenai keinginan
konsumen untuk membeli ulang dan mengukur kesediaan konsumen untuk
merekomendasikan produk suatu perusahaan kepada orang lain. Survei ini
bertujuan agar perusahaan memperoleh tanggapan dan balikan secara
langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan positif bahwa
perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
Menurut Rangkuti (2006), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan cara berikut:
1. Traditional Approach
Berdasarkan pendekatan ini konsumen diminta memberikan penilaian atas
masing–masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati. Pada
umumnya, pendekatan ini menggunakan skala Likert, yaitu dengan cara
memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas sekali).
Kemudian, konsumen diminta untuk memberikan penilaian atas produk atau
jasa tersebut secara keseluruhan. Pengukuran kepuasan dalam penelitian ini
menggunakan skala Likert. Skala Likert merupakan skala yang dapat
menunjukkan tanggapan konsumen terhadap dua produk.
2. Analisis deskriptif
Analisis kepuasan pelanggan sering kali hanya mengetahui pelanggan tersebut
puas atau tidak dengan menggunakan analisis statistik secara deskriptif, seperti
perhitungan rata-rata, nilai distribusi serta standar deviasi. Analisis kepuasan
pelanggan sebaiknya dilanjutkan dengan cara membandingkan hasil kepuasan
tahun lalu dengan hasil tahun ini sehingga kecenderungan perkembangannya
dapat ditentukan. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk
menunjukkan karakteristik dan informasi mengenai perilaku konsumen.
3. Pendekatan secara terstruktur
Pendekatan ini sering kali digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan.
Salah satu teknik yang paling terkenal adalah sematic differential dengan
menggunakan prosedur scalling. Caranya adalah responden diminta untuk
memberikan penilaiannya terhadap suatu produk atau fasilitas. Penilaian ini
juga dapat dilakukan dengan membandingkan suatu produk atau fasilitas
lainnya dengan syarat variabel yang diukur sama. Salah satu bentuk
pendekatan secara terstruktur adalah analisis Importance Performance Matrix.
Matriks ini terdiri dari empat kuadran yaitu kuadran pertama terletak di sebelah
kiri atas, kuadran kedua di sebelah kanan atas, kuadran ketiga di sebelah kiri
bawah, dan kuadran keempat di sebelah kanan bawah.
3.1.8.2 Pengukuran Loyalitas Konsumen
Menurut Aaker (1997), loyalitas konsumen dapat diukur berdasarkan
tingkatan sebagai berikut:
1.
Switch Buyer
Pembeli yang termasuk dalam tingkatan ini memiliki tingkat loyalitas
yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari satu
merk ke merk lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal atau tidak tertarik
pada merk tersebut, karena semua merk dianggap memadai dan memegang
peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling terlihat pada
kategori ini adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya yang
murah.
2.
Habitual Buyer
Pembeli yang termasuk pada tingkatan ini berarti mengalami kepuasan
dalam mengkonsumsi merk suatu produk. Mereka mengkonsumsi suatu merk
hanya berdasarkan kebiasaan selama ini, sehingga tidak ada alasan yang kuat
baginya untuk membeli merk produk lain atau berganti merk, terlebih jika
peralihan tersebut membutuhkan usaha, biaya dan pengorbanan lain.
3.
Satisfied Buyer
Pembeli pada tingkatan ini termasuk dalam kategori konsumen yang puas
dengan merk yang mereka konsumsi. Namun, pembeli pada kategori ini dapat
menanggung switching cost atau biaya peralihan merk atau perubahan yang
dilakukan merk tersebut sehingga membutuhkan biaya peralihan untuk
mendapatkannya. Konsumen kategori ini rela menanggung biaya peralihan
untuk mendapatkan merek yang akan dikonsumsinya tersebut.
4.
Liking the Brand
Pada kategori ini pembeli yang sungguh–sungguh menyukai merek
tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional terhadap merek. Rasa
suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman
menggunakan merek tersebut sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi.
5.
Commited Buyer
Pada tahap kategori ini pembeli merupakan pelanggan yang setia.
Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Bahkan
merek menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi
siapa pengguna sebenarnya. Ciri yang terlihat adalah kesediaan untuk
merekomendasikan dan mempromosikan merek yang digunakan kepada orang
lain.
Bagi merek yang mempunyai brand equity yang kuat, tingkatan dalam
brand loyality-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik. Segitiga terbalik
memiliki arti bahwa semakin ke atas semakin melebar sehingga diperoleh jumlah
commited buyer yang lebih besar daripada switcher buyer seperti tampak pada
Gambar 6.
Commited Buyer
Linking The Brand
Satisfied Buyer
Habitual Buyer
Switcher Buyer
Gambar 6. Piramida Loyalitas Merek
Sumber : Engel et al (1994)
3.1.9
Konsep Loyalitas Konsumen
Menurut Oliver (1996) yang diterjemahkan oleh Hurriyati (2008) loyalitas
adalah komitmen konsumen bertahan secara mendalam untuk berlangganan
kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten di
masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran
mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan-perubahan perilaku.
Menurut Griffin (2005) konsumen dalam melakukan pembelian suatu
produk yang secara berulang hal ini menimbulkan kepuasan konsumen terhadap
suatu produk. Kepuasan konsumen yang dilakukan berulang ketika konsumen
membeli suatu produk dengan merek yang sama akan menunjukkan loyalitas
konsumen terhadap suatu produk. Loyalitas konsumen adalah komitmen yang
kuat dari konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap
produk barang atau jasa yang disukai secara konsisten dalam jangka panjang.
Konsumen yang loyal memiliki peranan yang cukup penting bagi
perusahaan menjadi aset bagi perusahaan. Menurut Griffin (2005) karakteristik
dari konsumen yang loyal adalah :
1. Melakukan pembelian secara teratur pada merek produk yang sama.
2. Membeli di luar lini produk dan atau jasa.
3. Mereferensikan produk atau jasa ke orang lain.
4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.
Loyalitas konsumen dapat mengurangi biaya perusahaan karena konsumen
yang loyal tidak hanya sebagai pelanggan terhadap suatu produk, melainkan
loyalitas konsumen merupakan kesetiaan konsumen terhadap suatu produk.
Loyalitas sangat berkaitan erat dengan kepuasan, karena jika seorang konsumen
merasa puas maka konsumen tersebut maka secara tidak sengaja konsumen akan
timbul rasa loyal terhadap suatu produk.
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional
Kota Bogor merupakan kota dari salah satu Propinsi di Jawa Barat. Letak
kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan letaknya
sangat dekat dengan ibukota negara, serta merupakan potensi yang strategis bagi
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa bagi masyarakat Kota Bogor.
Kota Bogor juga mengalami perubahan gaya hidup dari gaya hidup tradisional
menuju gaya hidup modernisasi yang mengarahkan pola konsumsi makanan untuk
beraktivitas diluar rumah. Perubahan gaya hidup menyebabkan masyarakat Kota
Bogor semakin menginginkan nilai lebih dari sekedar makan dan gaya hidup telah
merubah mengkonsumsi makanan memiliki pencitraan sendiri yang ditawarkan
oleh restoran, seperti sarana sebagai berkumpul dan bertemu dengan keluarga
maupun kolega dan menemukan suasana berbeda yang jarang ditemukan bila
makanan ini dinikmati dirumah.
Perubahan pola konsumsi yang terjadi pada sebagian besar masyarakat
Kota Bogor saat ini disebabkan oleh kesibukan terhadap pekerjaan yang banyak
menyita waktu sehingga mereka tidak lagi sempat untuk menyiapkan makanan di
rumah. Kesibukan terhadap pekerjaan itu yang dapat menimbulkan masyarakat
terbiasa untuk makan di luar rumah yang dinilai oleh konsumen lebih praktis,
berkualitas, dan cepat saji. Selain dinilai lebih praktis, konsumen juga
mengkonsumsi makanan yang menyehatkan dan bergizi. Konsumen tidak hanya
mengkonsumsi suatu produk melainkan juga membutuhkan kenyamanan dalam
mengkonsumsi suatu produk tersebut sehingga konsumen mendapatkan kepuasan
yang maksimal. Selain membutuhkan kenyamanan dalam mengkonsumsi suatu
produk, permintaan yang selalu dicari oleh konsumen yaitu inovasi terhadap
produk atau produk lama yang telah dimodifikasi yang dapat memberikan peluang
bagi perusahaan untuk dapat memenuhi keinginan masyarakat Kota Bogor dalam
memenuhi kebutuhannya. Salah satunya yaitu Restoran Karimata yang terletak di
daerah Bogor tepatnya di daerah The Grand Sentul City yang menyajikan
makanan beraneka ragam dari ikan patin, ikan gurame, ayam, udang, cumi dan
menu-menu lainnya yang terdapat di Restoran Karimata dan para pengunjung juga
dimanjakan dengan pemandangan yang indah dalam menyantap makanannya.
Restoran Karimata memiliki jumlah pengunjung yang cenderung
mengalami kenaikan tetapi pada bulan Juni 2011, November 2011, dan Februari
2012 mengalami penurunan. Dampak dari penurunan pengunjung pihak restoran
mengalami penurunan pendapatan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh
pihak Restoran. Selain itu juga karena adanya keluhan konsumen seperti, area
parkir yang kurang luas. Beragam restoran yang berada di sekitar Restoran
Karimata mengakibatkan konsumen memiliki kebebasan untuk memilih restoran
sehingga menciptakan situasi persaingan yang sangat ketat. Akibat dari penurunan
jumlah pendapatan yang diterima oleh Restoran Karimata dan banyaknya pesaing
disekitar restoran. Restoran Karimata belum dapat memenuhi keinginan dan
kebutuhan yang konsumen inginkan sehingga dibutuhkan analisis kepuasan dan
loyalitas melalui perilaku konsumen.
Kepuasan konsumen menjadi hal utama yang harus diperhatikan dalam
menghadapi persaingan. Perusahaan juga harus mengetahui sejauh mana atributatribut perusahaan memiliki kinerja yang dapat membuat konsumen puas dan
konsumen loyal terhadap produk yang diciptakan perusahaan. Loyalitas
konsumen terbentuk dari pengunjung yang sering melakukan pembelian dan dapat
meningkatkan keuntungan pada perusahaan dalam jangka panjang. Restoran
Karimata perlu mengetahui tingkat kepuasan dan loyalitas yang dimiliki
konsumennya. Analisis perilaku konsumen dimulai dari mengidentifikasi
karakteristik konsumen, tahapan proses perilaku pembelian dan mengukur
kepuasan konsumen.
Identifikasi karakteristik demografi konsumen yang terdiri dari usia, jenis
kelamin, pendidikan, pernikahan, pekerjaan, dan pendapatan kemudian dilakukan
dengan analisis statistik deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk
mengetahui proses pengambilan keputusan dan analisis tingkat loyalitas.
Pengukuran untuk kepuasan konsumen digunakan dengan alat analisis Customer
Satisfaction Index (CSI) dengan melakukan pembobotan terhadap tingkat
kepentingan dan tingkat kinerja atribut produk, sehingga diperoleh indeks
kepuasan konsumen secara keseluruhan. Tahapan berikutnya yaitu menggunakan
analisis Importance Performance Analysis (IPA) yang digunakan untuk
melakukan perbaikan atribut dan pemetaan persepsi konsumen terhadap tingkat
kepentingan dan kinerja atribut sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan
atirbut yang diperlukan. Setelah mengukur tingkat kepuasan konsumen, kemudian
dilakukan pengukuran loyalitas konsumen dengan menggunakan analisis tingkat
loyalitas atau piramida loyalitas. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tingkat kepuasan, informasi tingkat loyalitas dan rekomendasi
perbaikan atribut yang perlu dilakukan agar pendapatan yang diperoleh Restoran
Karimata dapat meningkat.




Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor.
Perubahan gaya hidup masyarakat
Pola konsumsi masyarakat yang berubah
Peningkatan jumlah restoran Kota Bogor menyebabkan persaingan
Restoran Karimata dengan jumlah pengunjung yang mengalami penurunan
pada bulan tertentu dan banyaknya pesaing di sekitar restoran serta adanya
keluhan konsumen
Kebutuhan akan pengetahuan mengenai penilaian atribut-atribut dengan
menggunakan pendekatan analisis perilaku konsumen.
Analisis Karakteristik Konsumen dan
Proses Keputusan Pembelian
Bauran Pemasaran 7P :
Price, Product, Promotion, Place,
People, Process, Physical Evidence
Analisis Kepuasan
Konsumen
Analisis Loyalitas
Konsumen
Informasi Tingkat Kepuasan dan Loyalitas Konsumen dan rekomendasi perbaikan
atribut yang diperlukan Restoran Karimata
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional
Download