KONDISI, DINAMIKA DAN PROSPEK PEREKONOMIAN

advertisement
KONDISI, DINAMIKA DAN
PROSPEK PEREKONOMIAN INDONESIA, PERIODE 2003-2009
Oleh : Marsuki
Disampaikan Pada Acara Workshop WMM Bank Mandiri,
Clarion Hotel Makassar, 24/04/2008
1
Pokok-Pokok Pikiran Marsuki
Pada Acara Workshop WMM Bank Mandiri, Makassar, 24/04/2008
KONDISI, DINAMIKA DAN
PROSPEK PEREKONOMIAN INDONESIA, PERIODE 2003-2009
1. Kinerja perekonomian Indonesia selama periode 2003-2007 menunjukkan perbaikan yang signifikan,
seperti ditunjukkan oleh perkembangan beberapa indikator ekonomi makro utama, meliputi :
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, inflasi dan nilai tukar yang terkendali dan stabil, meningkatnya
kinerja hubungan ekonomi dengan luar negeri, membaiknya kinerja sektor keuangan, perbankan, non
perbankan dan pasar modal, serta meluasnya kesempatan kerja dan berkurangnya masyarakat miskin,
2. Tapi setelah memasuki semester awal periode tahun 2008, kondisi perekonomian nasional kembali
mengalami persoalan-persoalan yang tampaknya sangat mempengaruhi keberhasilan yang sudah dicapai
sebvelumnya, dengan adanya pengaruh ekternal negatif dari perekonomian Negara-negara maju yang
sedang mengalami krisis perekonomian, yang diawali oleh krisis perkreditan “suprime mortgage” di AS,
kemudian meluas ke pasar keuangan Negara-negara Eropa dan Jepang. Kondisi ini diperparah akibat
semakin tidak terkendalinya volatilitas harga-harga komoditas utama dunia, seperti minyak mentah dan
harga komoditas pertanian atau pangan.
3. Sehingga menghadapi situasi seperti itu, maka prospek perekonomian Indonesia dalam jangka pendek
dan menengah ke depan, tampaknya akan mengalami beberapa masalah serius jika seluruh pemangku
kepentingan pembangunan yang utama tidak melakukan sinergi kibijakan ekonomi secara strategis.
Terutama antara pemerintah dan bank sentral Indonesia (BI), serta para pelaku usaha. Diantaranya,
dengan cara menemukenali potensi-potensi ekonomi nasional dan daerah yang dapat diberdayakan agar
berperan optimal, menetapkan strategi-strategi tepat guna yang dapat diimplementasikan, termasuk
mempertahankan kepercayaan dan memberdayakan pelaku usaha utama, yakni sektor UMKM.
2
I. Beberapa Indikator Keberhasilan Kinerja Perekonomian Indonesia Periode 2003-2007.
a. Pertumbuhan ekonomi Indonesia (PDB) selama periode 2003-2007 menunjukan peningkatan yang stabil
dari tahun ke tahun secara signifikan dari hanya 4,10% tahun 2003, menjadi 6.3% tahun 2007. Sehingga
diperoleh suatu kondisi membaiknya PDB perkapita dari hanya Rp. 9,5 juta atau 1,2 ribu US$ pada tahun
2003, telah menjadi Rp. 17,6 juta, atau 1,9 ribu US$ pada tahun 2007. Dari sisi permintaan (demand side),
penentu pertumbuhan PDB memang tampaknya masih didominasi sektor konsumsi, diikuti sektor ekspor,
kemudian baru investasi. Sedangkan dari sisi penawaran (supply side), penentu pertumbuhan ekonomi
bersumber dari sektor industri pengolahan (28-an%), kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran
(16-an%), baru kemudian sektor pertanian 14-an%).
3
b. Dari sisi stabilitas harga tampaknya baik inflasi inti maupun inflasi IHK, telah dicapai posisi yang
diharapkan, yakni dalam kisaran 6% kecuali tahun 2005 akibat kenaikan BBM. Begitupun dengan posisi
nilai tukar Rp terhadap US$ bergerak dalam kisaran yang sesuai harapan, Rp 9 ribuan per US$. Kedua hal
tersebut tampaknya dimungkinkan karena stabilnya variasi suku bunga SBI dalam kisaran 8,5%, kecuali
tahun 2005 dan telah meningkatnya kegiatan ekonomi sektor riil.
Inflasi
Nilai Tukar
20
14000
12000
15
10000
8000
10
6000
4000
5
2000
0
yoy
mom
4
3/3/2008
9/3/2007
3/3/2007
9/3/2006
3/3/2006
9/3/2005
3/3/2005
9/3/2004
3/3/2004
9/3/2003
3/3/2003
9/3/2002
3/3/2002
9/3/2001
3/3/2001
-5
9/3/2000
Fe
b- 0
Ju 3
nOc 0 3
t- 0
Fe 3
bJ u 04
n-0
Oc 4
t- 0
Fe 4
b- 0
Ju 5
nOc 0 5
t- 0
Fe 5
bJ u 06
n-0
Oc 6
t- 0
Fe 6
b- 0
Ju 7
nOc 0 7
t- 0
Fe 7
b- 0
8
3/3/2000
0
c. Dari sisi hubungan ekonomi luar negeri, karena semakin meningkatnya kegiatan ekspor yang bertumbuh
paling tinggi diantara sektor pembentuk PDB lainnya (rata-rata 13%-an%), telah berdampak pada
meningkatnya cadangan devisa Negara atau aktiva luar negeri (IRFCL) dari hanya 32,1 juta US$ menjadi
56,9 juta US$. Sehingga posisi DSR (debt service ratio) juga membaik, dari 34,1 tahun 2003, menurun
stabil hingga hanya 6,5 tahun 2007. Meskipun demikian, jika dilakukan pengukuran indikator lain dalam
kaitannya dengan kemampuan cadangan devisa yag dimiliki, maka ada beberapa nilai yang menurun,
seperti rasio transakasi berjalan/PDB dari 4,5% tahun 2003, tahun 2007 hanya menjadi 2,5%, juga jika
memperhitungkan kemampuan untuk impor nonmigas dan pembayaran utang luar negri, pada tahun
2003 bisa menutupi pembiayaan 6,6 bulan, tahun 2007 sisa hanya 5,7 bulan.
5
d. Dari sisi perkembangan sektor moneter, perbankan dan keuangan, dapat dicatat beberapa indikator yang
membaik dan stabil perkembangannya selama periode 2003-2007. Seperti : Total Aset perbankan
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dari hanya sekitar Rp 1196 triliun di tahun 2003 hingga
mencapai Rp 1986 triliun di tahun 2007; Meningkatnya DPK perbankan sebesar Rp 1.528 triliun dari
levelnya Rp. 902,3 triliun di tahun 2003; Sehingga kredit perbankan telah meningkat 2 kali lipat, dari Rp
477,2 triliun di tahun 2003 menjadi Rp 1045,7 triliun tahun 2008. CAR perbankan rata-rata telah berkisar
pada angka 19,5%; Keseluruhan keadaan tersebut telah berdampak pada meningkatnya profitabilitas atau
ROA perbankan, dari 2,6% menjadi 2,8% sejalan dengan adanya perbaikan efisiensi dalam operasional
Perbankan.
2,500,000
4
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
3.5
2,000,000
3
1,500,000
2.5
2
1,000,000
1.5
500,000
1
Assets
Kredit
Dec-07
Nov-07
Oct-07
Sep-07
Aug-07
Jul-07
Jun-07
May-07
Apr-07
Mar-07
Feb-07
Jan-07
Dec-06
2005
2004
2003
2002
0
0.5
0
2002
2003
DPK
2004
2005
ROA
23
22.5
22
21.5
21
20.5
20
19.5
19
18.5
18
17.5
8
7
Dec-06
Dec-07
BOPO
60,000
50,000
6
5
4
3
40,000
30,000
20,000
2
1
0
2002
2003
2004
2005
CAR
Dec-06
NPL
Sep-07
Des-07
10,000
0
2002
6
2003
2004
Laba tahun berjalan
2005
Dec-06
Laba setelah pajak
Dec-07
e. Meskipun memang diakui ada kontroversi tentang jumlah pengangguran dan kemiskinan yang
berkembang akhir-akhir ini, namun secara faktual dalam dua tahun terakhir tampaknya ada
perkembangan indikator dari besaran kedua hal ini yang menunjukkan perbaikan. Meskipun
kesempatan kerja tumbuh, namun tingkat pengangguran terbuka telah menurun, dimana pada
tahun 2005 pengangguran terbuka mencapai 11,2, kemudian pada tahun 2007 hanya 9,1%. Sehingga
tingkat pengangguran telah menurun menjadi hanya 9,8%, dari 10,4% pada dua tahun sebelumnya.
Kondisi ini tampaknya berdampak pada menurunnya pula jumlah penduduk miskin dari 39,3 juta
(17,8%) tahun 2006, telah berkurang hanya berjumlah 37,2 juta jiwa (16,6%)
Berusaha Sendiri
Berusaha dibantu
buruh tidak tetap
Berusaha dibantu
buruh tetap
Buruh / Karyawan
Pekerja Bebas di
Pertanian
Pekerja Bebas di Non
Pertanian
Pekerja Tak Dibayar
TOTAL
17,48
18,30
19,50
18,67
21,24
20,63
19,95
20,85
2,91
25,74
2,81
25,97
2,85
26,82
2,85
26,87
4,95
5,89
5,54
6,28
4,09
18,54
94,95
4,24
17,33
95,18
4,62
16,17
95,46
4,27
17,80
97,58
7
12.00%
Pertumbuhan,
Pengangguran
Kondisi Pekerja
Februari Februari Agustus Februari
2005
2006
2006
2007
19.00%
18.50%
18.00%
17.50%
17.00%
16.50%
16.00%
15.50%
15.00%
14.50%
10.00%
8.00%
6.00%
4.00%
2.00%
0.00%
2001 2002 2003 2004 2005 2006 Mar-07
Pertumbuhan
Pengangguran
Kemiskinan
Kemiskinan
Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia
2. Dinamika, Prospek Perekonomian Dan Strategi Kebijakan Ekonomi-Keuangan Indonesia
Periode 2008-2009
a. Memasuki periode pertama tahun 2008, perekonomian Indonesia mau tidak mau harus berhadapan
dengan beberapa masalah eksternal secara signifikan yang telah mempengaruhi dinamika keberhasilan
ekonomi yang dicapai pada periode-periode sebelumnya. Kejadian tersebut, meliputi peristiwa adanya
masalah efek kontinjen dari krisis kredit akibat kredit macet di sektor perumahan (subprime mortgage)
yang dialami lembaga keuangan Bears Stearn di AS di penghujung akhir tahun 2007. Kondisi ini
kemudian telah menggoyahkan pula lembaga-lembaga keuangan di Eropa, Barclays di Inggris dan SocGen di Perancis, serta lembaga keuangan di Jepang. Karena adanya krisis likuiditas tersebut,maka
lembaga-lembaga keuanga besar tersebut melakukan penyesuaian atau konsolidasi internal, antara lain
dengan cara menarik investasi-investasinya di negara lain. Indonesiapun kena imbasnya, tercermin dari
turunnya secara tajam Indeks Harga Saham Gabungan, dan adanya penarikan investasi di pasar
keuangan nasional. Sehingga pemerintah terpaksa menempuh kebijakan pengendalian dengan cara
membeli kembali (buy back) SUN yang akan jatuh tempo antara tahun 2009-2013, senilai Rp. 2,007 triliun.
8
b.
Dalam kondisi seperti itu, perekonomian dunia dikagetkan lagi 0leh meningkatnya secara tajam harga
komoditas minyak mentah dan hasil-hasil pertanian, yang tampaknya sulit diprediksi pergerakannya.
Kejadian ini telah mengakibatkan pemerintah mengalami kesulitan dalam merencanakan dan
melaksanakan program-program pembangunan ekonominya sesuai dengan rencana yang telah disusun
sebelumnya. Tercermin dari selalu berubahnya target-target APBN tahun 2008 ini, sebagai akibat adanya
perubahan-prerubahan rencana pembiayaan subsidi terhadap harga bahan bakar yang harus dirubah dan
meningkat, mengikti pergerakan harga minyak mentah dunia yang sulit diperkirakan. Tentu menjadi ironi,
jika pembiayaan defisit akibat harga minyak ini terus menerus ingin dipertahankan, karena faktanya
bahwa yang banyak menikmati subsidi tersebut adalah kelompok masyarakat berpendapatan besar, bukan
masyarakat kecil.
APBN -P 2008 (Triliun)
Keterangan
Pendapatan Negara
Belanja Pemerintah
Belanja Pusat
Subsisi BBM
Subsidi Listrik
Pangan PSH
Belanja k/l
Transfer ke Daerah
Defisit
Persentase Defisit
9
APBN
APBN-P
Selisih
781.3
854.6
573.4
45.8
29.8
7.2
311.9
281.2
73.3
1.7
823.3
910.6
626
102.1
42.6
19.8
274.8
284.6
87.3
2
42
56
52.6
56.3
12.8
12.6
37.1
3.4
14
0.3
Bagi Indonesia, sebenarnya kejadian krisis akibat tidak stabilnya perilaku harga komoditas primer
tersebut seharusnya tidak perlu terjadi jika pemerintah sejak dahulu telah menempuh kebijakankebijakan ekonominya yang dikaitkan dengan potensi sumber daya alam (natural resources based-SDA).
Sebab Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai SDA melimpah dan belum terolah secara
optimal. Tampaknya, bagi negara yang mempunyai strategi pembangunan ekonomi yang
memprioritaskan SDA tidak mengalami krisis yang parah. Seperti Rusia dengan minyak dan gas buminya,
Australia dengan peternakan dan pertambangannya, serta Brasil dengan perkebunannya. Berdasarkan
dengan pengalaman itu, maka sudah selayaknya pemerintah Indonesia dapat menyusun, mengarahkan
dan melaksanakan kebijakan ekonominya berdasarkan pada optimalisasi pemanfaatan kekayaan SDA
tersebut, melalui beberapa strategi yang sejak kini sudah perlu dirancang dan dapat diimplementasi.
c. Proyeksi perkembangan perekonomian Indonesia dan strategi kebijakan yang dibutuhkan
Indicators
GDP growth (%)
SBI rate (%)
Inflation
Exchange rate
ICP (USD/barrel)
Kemiskinan
Pengangguran
2008
6,3
7,5
6,0
9000
95
16,0
8,5
10
2009
6,5
6,0
5,5
9200
85
15,0
8,0
2010
6,5
6,0
5,0
9200
80
13,0
7,0
Range
0,2
0,5
1,0
500
10
0,5
0,5
Proyeksi perkembangan perekonomian Indonesia seperti tersebut di atas, khususnya dalam periode 20082009 sangat ditentukan oleh beberapa kebijakan ekonomi yang perlu ditempuh, diantaranya :
1. Kejelasan arah kebijakan ekonomi pemerintah yang seharusnya memprioritaskan kebijakan dengan
strategi pemberdayaan SDA (natural resource base)
2. Membenahi beberapa faktor penghambat berkembangnya lingkungan bisnis atau investasi secara baik.
Posisi Country Risk Indonesia
Country
2003 2004 2005
2006
Argentina
50
50
49
47
Brazil
44
44
42
44
China
27
22
29
18
Hong Kong
10
6
2
2
India
42
30
33
27
Indonesia
49
49
50
52
Korea
32
31
27
32
Malaysia
21
16
26
22
Philippines
41
43
40
42
Singapore
4
2
3
3
Taiwan
17
12
11
17
Thailand
28
26
25
29
Venezuela
51
51
51
53
2007
51
49
15
3
27
54
29
23
45
2
18
33
55
11
Problematic Factors
Crime and Theft 0.5
Poor work ethic in National Labor Force 1.8
Tax Rates
2
Government Instability/Coups
2.2
Foreign Currency Regulations
3.7
Corruption
4.2
Inflation
5.5
Inadequately Educated Work Force
5.6
Tax Regulations
8
Restrictive Labor Regulations
8.5
Policy Instability
10.7
Access to Financing
10.8
Inefficient Government Bureaucracy
Inadequate Supply of Infrastructure
16.1
20.5
3. Membenahi kebijakan fiskal, utamanya meningkatkan sumber pendapatan dalam negeri dari pajak
yang belum optimal atau melakukan strategi perpajakan spesifik terhadap sektor-sektor yang perlu
ditingkatkan kapasitas produksinya (tax rebid), seperti sektor manufaktur.
12
4. Bank Indonesia diharapkan tetap konsekuen dengan kebijakan inflation targetingnya, namun
melakukan beberapa penyesuaian strategi dengan memperhitungkan berbagai faktor penyebab inflasi.
Dalam kaitan itu, Bank Indonesia perlu tetap berusaha mempertahankan posisi suku bunga BI (BI
rate) dan merumuskan pendekatan atau strataegi untuk menggantikan instrumen SBI, karena sudah
mengkhawatirkan perkembangannya bagi BI sendiri dan terutama pemerintah.
SBI
300
Rp Triliun
250
200
150
100
50
D
e
c0
1
Ju
n0
2
D
e
c0
2
Ju
n0
3
D
e
c0
3
Ju
n0
4
D
e
c0
4
Ju
n0
5
D
e
c0
5
Ju
n0
6
D
e
c0
6
Ju
n0
7
D
e
c0
7
0
6. Pemerintah daerah harus mampu menjadi stimulator untuk mendorong berkembangnya kegiatankegiatan sektor ekonomi unggulan daerah melalui pemberdayaan sektor UMKM, dengan meyertakan
pemangku kepentingan strategis, perbankan.
3. Penutup
Meskipun perkembangan perekonomian global cukup mengkhawatirkan, selayaknya kita sebagai bangsa
yang mempunyai beberapa keunggulan ekonomi, seperti kaya SDA, SDM, pasar, besarnya peran sektorsektor ekonomi rakyat, maka seharusnya semua itu dapat dijadikan sebagai spirit untuk selalu optimis,
terutama bagi generasi muda bangsa ini.
13
Download