BAB III KAJIAN PUSTAKA 3.1 Pengukuran Kinerja 3.1.1 Definisi

advertisement
28
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
3.1
Pengukuran Kinerja
3.1.1 Definisi Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan proses mengukur sampai sejauh mana
manajemen mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan atau seberapa baik
seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan (Harvey, l996). Pengukuran
kinerja sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan untuk mengetahui dan
mengevaluasi sampai dimana tingkat keberhasilan perusahaan berdasarkan
aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan sebelumnya. Penilaian pengukuran
kinerja dapat dilakukan dengan berbagai macam ukuran dan biasanya berdasarkan
data keuangan perusahaan.
Pengukuran kinerja menunjukkan suatu hubungan antara perencanaan
yang telah ditetapkan perusahaan dengan hasil aktivitas-aktivitas yang telah
dicapai perusahaan untuk menilai tingkat keberhasilan. Perencanaan perusahaan
yang berisi strategi-strategi yang bertujuan untuk kelangsungan hidup perusahaan
haruslah dapat diukur karena kita tidak dapat menghadapi apapun, jika yang
direncanakan tidak dapat diukur atau dinilai. Untuk menilai berhasil atau tidaknya
suatu strategi yang telah ditetapkan, maka diperlukan suatu pengukuran kinerja
yang merupakan alat bagi manajemen dalam mengevaluasi kerjanya.
Perubahan yang terjadi di lingkungan dunia usaha, terutama perubahan
persaingan yang lebih kompetitif mengharuskan para manajer untuk melakukan
28
29
evaluasi terhadap kerja mereka agar tetap kompetitif dan menguntungkan.
Langkah yang harus diambil adalah melakukan penilaian kembali atas sistem
pengukuran kinerja perusahaan. Dengan semakin ketatnya persaingan dalam dunia
bisnis, maka dibutuhkan tolak ukur lain sebagai pelengkap tolak ukur keuangan
yaitu non keuangan. Hal ini diperlukan karena dapat mengarahkan para manajer
kepada tujuan profitabilitas jangka panjang, mutu yang tinggi, pelayanan yang
loyal dan kepuasan pekerja yang maksimal.
Menurut Raymon (1996:13) yang diterjemahkan oleh Hendra Teguh
(1996:13) Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegasi dengan
maksud yang sama untuk mencapai tujuan.
Secara umum sistem adalah suatu kerangka kerja yang terdiri dari suatu
kerangka komponen yang saling berkaitan dan untuk melaksanakan fungsi utama
perusahaan.
3.1.1.1 Definisi Kinerja Perusahaan
Menurut Mulyadi (1993: 420) penilaian kinerja sebagai berikut Penilaian
kinerja yaitu penentuan secara efektifitas operasional suatu organisasi dan
karyanya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Menurut Anderson dan Clancy dalam buku Yowono (2002:21)
pengukuran kerja adalah Feed back from the accountant to management that
provide information about how well the action represent the plans. It also
30
identifies where managers may need to make corrections or adjustment in future
planning and controlling activities.
Menurut Vincent Gaspersz (2002:70) pengukuran kinerja merupakan
Suatu cara mengukur arah dan kecepatan perubahan serta merupakan alat
pembanding sepanjang waktu. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu metode atau mekanisme
pengukuran yang dilakukan untuk mengevaluasi terhadap berbagai aktivitas
dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan berdasarkan dan kriteria yang telah
ditetapkan.
Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik
yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana, dan
dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitasaktivitas perumusan, perencanaan dan pengendalian.
Gambar 3.1 Pengukuran Kinerja (Gapersz, 2002)
Keadaan
Sekarang
Baseline
Posisi
Sekarang
Baseline Target
Kinerja Keseluruhan
Pengukuran Kinerja
Keadaan
Akan
Datang
Sasaran
31
3.1.1.2 Tujuan Dan Manfaat Sistem Pengukuran Kinerja
Secara umum tujuan sistem pengukuran kinerja menurut Mulyadi dalam
bukunya "Akuntansi Manajemen" Konsep, Manfaat dan Rekayasa (1991:139)
adalah:
(a)
Untuk menentukan konstribusi suatu bagian dari perusahaan
terhadap organisasi secara keselurahan.
(b)
Memberikan dasar-dasar mengevaluasi kualitas kinerja masingmasing manajer.
(c)
Untuk memotivasi para manajer agar secara konsisten melakukan
tugasnya sesuai dengan tujuan pokok perusahaan.
"Tujuan pokok sistem penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang
akurat dan sah tentang perilaku dan kinerja anggota-anggota organisasi, jadi
tujuan sistem penilaian kinerja adalah untuk mendapatkan Informasi yang benar
tentang perilaku karyawan untuk mencapai sasaran informasi ". (Simamora,
1997).
Adapun manfaat dari pengukuran bagi pihak manajemen menurut
Akuntansi Keuangan yang disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (2002: 4)
dijelaskan tentang pentingnya informasi dari kinerja perusahaan, yaitu :"Informasi
keuangan perusahaan, terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan
potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan dimasa mendatang.
Informasi fluktuasi kinerja adalah penting hubungan ini. Informasi kinerja
bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus
kas dari sumber yang ada. Disamping itu Informasi tersebut berguna dalam
32
perumusan pertimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan
tambahan sumber daya ".
3.1.1.3 Kelemahan Dan Kelebihan Sistem Pengukuran Kinerja Tradisional
Dalam perspektif tradisioanal ini, tolak ukur yang digunakan dalam
mengevaluasi kinerja berdasarkan perspektif tradisioanl adalah laporan keuangan
merupakan sasaran per-tanggung jawaban atas sumber daya yang telah
direncanakan oleh para pemegang saham, karyawan, pemerintah dan masyarakat.
Selain itu laporan keuangan dapat memberikan laporan-laporan dan informasi
yang dibutuhkan oleh pihak manajemen dalam mengambil keputusan jangka
pendek dengan cara yang mungkin berbeda antara satu perusahaan dengan
perusahaan yang lainnya sesuai dengan tujuan perusahaannya masing-masing.
Melihat perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih,
pendekatan tersebut sudah tidak layak lagi digunakan, karena kinerja perusahaan
tidak mampu memberikan informasi yang banyak mengenai kemampuan
perusahaan dimasa lalu maupun dimasa yang akan datang dalam menuntut
perusahaan yang baik.
Dalam menggunakan perspektif tradisional terdapat kelemahan dan
kelebihan hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Kelemahan dari perspektif tradisional adalah :
(a) Perspektif tradisional lebih cenderung menekankan pada ukuran keuangan
sebagai indikator utama penilaian kinerja perusahaan.
33
(b) Hanya menggambarkan perusahaan dimasa lampau dan tidak mampu
merencanakan strategis jangka panjang yang harus dilakukan perusahaan
agar tetap bertahan dimasa yang akan datang.
(c) Hanya mengukur kinerja perusahaan berdasarkan angka-angka keuangan dan
tidak mampu mengukur harta tidak berwujud serta harta intelektual (sumber
daya manusia).
(d) Angka yang ada tidak mencerminkan nilai pasti, hanya mencerminkan nilai
buku.
Sedangkan kelebihannya adalah sebagai berikut :
(a) Handal, karena dihasilkan berdasarkan akuntansi yang berlaku.
(b) Pengukurannya jelas (kuantitatif).
(c) Data-data yang diperlukan mudah didapat.
3.1.2
Laporan Keuangan
3.1.2.1 Pengertian LaporanKeuangan
Pengertian laporan keuangan dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Revisi 2010 (2010:3) menggambarkan laporan keuangan sebagai
berikut "Laporan keuangan yang berisi baik laporan keuangan lengkap (seperti
dijelaskan di PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan ringkas untuk
suatu periode interim.
Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang
dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau
34
aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data
atau aktivitas perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan alat informasi
yang menghubungkan perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan,
dimana dapat digunakan untuk menunjukkan kondisi dan penilaian kinerja
perusahaan dalam satuan moneter.
3.1.2.2 Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan menurut Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (Revisi 2010) yang disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (2010: 3)
adalah sebagai berikut :
(a)
Menghindari pengulangan informasi yang telah dilaporkan sebelumnya,
entitas disyaratkan atau diperbolehkan memilih untuk menyediakan
informasi yang lebih sedikit pada tanggal interim dibandingkan dengan
laporan keuangan tahunan .
(b)
Laporan keuangan ini disusun untuk menyediakan pemuktahiran laporan
keuangan tahunan lengkap yang terakhir. Namun laporan keuangan ini tidak
menyediakan
semua
informasi
yang
dibutuhkan
pemakai
dalam
pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan
pengaruh-keuangan masa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan
informasi laporan non keuangan.
(c)
Laporan keuangan interim berfokus pada aktifitas, peristiwa, dan kondisi
baru serta tidak mengulangi informasi yang telah dilaporkan sebelumnya.
35
3.1.2.3 Jenis Dan Karakteristik Laporan Keuangan
Dalam laporan keuangan terdapat komponen-komponen utama yang
telah ditetapkan dalam SAK (2002:13) yaitu :
(a)
Neraca (Balance Sheet)
Adalah suatu laporan yang disusun secara sistematis yang menggambarkan
posisi aktiva, hutang, dan modal suatu perusahaan pada tanggal tertentu.
(b)
Laporan Laba Rugi (Income Statement)
Adalah suatu laporan yang disusun secara sistematis yang menggambarkan
tentang ikhtisar pendapatan-pendapatan yang diperoleh serta biaya yang
dikeluarkan suatu perusahaan dalam kurun waktu tertentu.
(c)
Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Owner's Equity)
Adalah suatu laporan yang disusun secara sistematis yang menggambarkan
penyebab terjadinya perubahan modal awal menjadi modal akhir suatu
perubahan pada suatu periode tertentu.
(d)
Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow)
Adalah laporan yang menggambarkan aliran kas selama periode tertentu dan
diklasifikasi menurut aktiva operasi, investasi dan pendanaan.
(e)
Catatan atas Laporan Keuangan
Adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis meliputi penjelasan
naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi.
Laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, serta informasi tambahan
seperti kewajiban kontijensi dan komitmen.
Karakteristik kualitatif laporan keuangan merupakan ciri khas yang
membuat informasi dalam laporan keuangan tersebut berguna bagi para pemakai
36
dalam pengambilan keputusan ekonomi. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia
terdapat 7 (tujuh) kualitatif pokok yaitu :
(a)
Relevan
Informasi memiliki kualitas relevan dapat mempengaruhi keputusan
ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi masa lalu, masa
kini, atau masa depan yang menegaskan atau mengkoreksi dari hasil
evaluasi mereka di masa lalu. Relevansi informasi ini dipengaruhi oleh
hakekat dan materialistisnya. Materialistisnya sendiri tergantung pada
besarnya pos atau kesalahan yang dimulai sesuai situasi khusus dari
penjelasan dalam mencantumkan (ommision) atau kesalahan dalam
mencatat, karenanya materialistis lebih merupakan suatu lambang batas atau
titik pemisah dari suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki
agar informasi dipandang berguna.
(b)
Dapat Dimengerti
Informasi harus dapat dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan dalam
bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian para
pemakai. Dalam hal ini, dari pihak pemakai juga diharapkan adanya
pengertian
atau
pengetahuan
mengenai
aktivitas-aktivitas
ekonomi
perusahaan, proses akuntansi keuangan, serta istilah-istilah teknis yang
digunakan dalam laporan keuangan.
(c)
Daya Uji
Proses pengukuran dan penyajian informasi tidak berlandaskan pada realita
obyektif semata, tetapi untuk meningkatkan manfaatnya, informasi harus
37
dapat diuji kebenarannya oleh para pengukur yang independensi dengan
menggunakan metode pengukuran yang sama.
(d)
Netral
Informasi diarahkan pada kebutuhan umum pemakai dan tidak bergantung
pada kebutuhan dan keinginan pihak-pihak tertentu, sehingga tidak
digunakan untuk menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain.
(e)
Tepat Waktu
Informasi harus disampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan sebagai
dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi
dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut.
(f)
Daya Banding
Informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat
dibandingkan
dengan
laporan
keuangan
periode
sebelumnya
dari
perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaanperusahaan lainnya pada periode yang sama.
(g)
Lengkap
Informasi akuntansi yang lengkap meliputi semua data akuntansi keuangan
yang dapat memenuhi secukupnya enam karakteristik kualitatif diatas
beserta kualifikasinya, susunan serta latihan yang layak dalam laporan
keuangan. Demikian pula semua fakta atau informasi tambahan yang
mempengaruhi perilaku dalam mengambil keputusan harus diungkap
dengan jelas.
38
Menurut Dwi Prastowo, para pemakai laporan ini menggunakan laporan
keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang meliputi :
1.
Investor
Investor membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah
harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Selain itu, mereka
juga tertarik pada informasi yang memungkinkan melakukan penilaian
terhadap kemampuan perusahaan membayar deviden.
2.
Kreditor
Para kreditor tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan
mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar
pada saat jatuh tempo.
3.
Shareholder s (para pemegang saham)
Para pemegang saham berkepentingan dengan informasi mengenai
kemajuan perusahaan, pembagian keuntungan yang diperoleh, dan
penambahan modal untuk business plan berikutnya.
4.
Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan
hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka
panjang dengan atau bergantung pada perusahaan.
5.
Pemerintah
Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya
berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan oleh karenanya
berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Selain itu, mereka juga
39
membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan
kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan
nasional dan statistik lainnya.
6.
Karyawan
Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakilinya tertarik pada
informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga
tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka melakukan penilaian
atas kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun
dan kesempatan kerja.
7.
Masyarakat
Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara, seperti
pemberian kontribusi pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang
yang dipekerjakan dan perlindungan kepada para penanam modal domestik.
Laporan keuangan digunakan sebagai penyedia informasi kecenderungan
(trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian
aktivitasnya.
3.1.2.3 Analisa Laporan Keuangan
Pengertian analisa laporan keuangan menurut Dwi Prastowo "Analisa
Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi" (1995: 30) adalah :
"Analisis laporan keuangan tidak lain merupakan suatu proses untuk
membedah laporan keuangan ke dalam unsur-unsurnya, menelaah masing-masing
unsur tersebut dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang
baik dan tepat atas laporan keuangan itu sendiri”.
40
Menurut Dwi Prastowo Pengertian Analisis Keuangan yang dikutip dari
definisi yang dikemukakan oleh Loepold A. Berntein (1995:30)
"Financial statement analisys is the judgement process that trims to
evaluate the current and the past ftnancial position and result of an enterprise, with
prirnery objective of determining the best possible estimates and prediction about
future conditions and performance ".
Sedangkan menurut Lukman Syamsudin bahwa : “Analisa laporan
keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan perhitungan rasio-rasio untuk
menilai keadaan keuangan perusahaan dimasa lalu, saat ini dan kemungkinannya
dimasa mendatang”.
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa analisa laporan
keuangan
pada
dasarnya
merupakan
penelaah
tentang
hubungan
dan
kecenderungan (trend) untuk mengetahui apakah keadaan keuangan, hasil usaha
dan kemajuan keuangan perusahaan memuaskan atau tidak memuaskan.
Menurut Dwi Prastowo, tujuan analisa laporan keuangan adalah
menyangkut 4 (empat) hal yaitu :
(a) Sebagai alat screening adalah awal dalam memilih alternatif investasi atau
manajer.
(b) Sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan dimasa
datang.
(c) Sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen operasi atau
masalah lainnya.
(d) Sebagai alat evaluasi terhadap manajemen.
41
Pada dasarnya dalam menganalisa suatu laporan keuangan, teknik analisa
laporan keuangan yang sering digunakan adalah analisa rasio keuangan. Karena
rasio ini merupakan alat analisis yang dapat memberikan jalan keluar dan
menggambarkan simbol (gejala-gejala yang tampak) suatu keadaan.
S. Munawir dalam analisa laporan keuangan berpendapat bahwa : “Rasio
menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship)
antara suatu jumlah tertentu yang lain dan dengan menggunakan alat analisa
berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada
penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu
perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka
rasio pembanding yang digunakan sebagai standar.
3.1.2.4 Macam-Macam Rasio Keuangan
Menurut Bambang Riyanto (2001:331) dengan buku berjudul "Dasardasar Pembelanjaan Perusahaan" bahwa dalam menganalisa laporan keuangan
perusahaan, penganalisa memerlukan adanya ukuran atau yardstick tertentu.
Ukuran yang sering digunakan tersebut adalah rasio-rasio sebagai berikut :
(a) Rasio Likuiditas
Rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan.
(i) Rasio Lancar. Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban lancar dengan aktiva lancar.
Rasio Lancar =
Aktiva Lancar
Kewajiban Lancar
(ii) Rasio Cepat. Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menyediakan
kas dan aktiva lain yang dapat dilikuidasi dengan segera jika diperlukan
42
Rasio Cepat
=
Aktiva Lancar – Persediaan
Kewajiban Lancar
(b) Rasio Leverage
Rasio yang diniaksud untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan
dibiayai dengan utang.
(i) Rasio Hutang. Mengukur sejauh mana kewajiban perusahaan digunakan
untuk mendanai pembelian atau investasi atas aktiva perusahaan.
Rasio Hutang =
Total Kewajiban
Total Aktiva
(ii) Rasio Modal terhadap Kewajiban. Menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi semua total kewajibannya dengan modal sendiri.
Rasio Modal terhadap Kewajiban
= Total Kewajiban
Modal Sendiri
(c) Rasio Aktivitas
Rasio yang dimaksud untuk mengukur seberapa besar efektifitas perusahaan
dalam mengerjakan sumber-sumber dananya.Rasio Perputaran Persediaan.
Menunjukkan tingkat efisiensi dan efektifitas perusahaan untuk mengatur
investasinya dalam persediaan yang direflesikan dalam beberapa kali
persediaan itu diputar selama satu periode tertentu. Misalnya dalam satu
tahun.
Rasio Perputaran Persediaan =
Harga Pokok Penjualan
Persediaan
(i) Rasio Perputaran Aktiva Tetap. Berguna untuk mengukur efisiensi
perusahaan dalam penggunaan aktiva tetap guna menghasilkan penjualan.
Rasio Perputaran Aktiva Tetap
=
Penjualan
Aktiva Tetap
43
(ii) Rasio Perputaran Total Aktiva. Menunjukkan efisiensi perusahaan dalam
pemakaian total aktiva untuk menghasilkan penjualan.
Rasio Perputaran Total Aktiva
=
Penjualan
Total Aktiva
(iii)Rasio Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang. Menyatakan berapa cepat
perusahaan dapat menagih piutang dagang sehingga memperoleh kas.
Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang
= Piutang dagang
Penjualan /360
(iv)Rasio Perputaran Piutang. Menyatakan berapa kali piutang dagang
berputar dalam satu tahun.
Perputaran Piutang
=
Penjualan
Piutang Dagang
(d) Rasio Profitabilitas
Rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan
keputusan-keputusan.
a. Margin Laba Kotor. Mencerminkan mark-up terhadap harga pokok
penjualan dan kemampuan manajemen untuk meminimalisasi harga pokok
penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang ctilakukan
perusahaan.
Margin Laba Kotor
=
Laba Kotor
Penjualan Bersih
b. Margin Laba Usaha. Mencerminkan kemampuan manajemen untuk
menghasilkan laba setelah beban operasi dan harga pokok penjualan dalam
hubungannya dengan penjualan yang dilakukan.
Margin Laba Usaha
=
Laba Usaha
Penjualan Bersih
44
c. Margin Laba Bersih. Mencerminkan kemampuan manajemen untuk laba
setelah harga pokok penjualan, beban operasi, beban-beban lain, pajak
dalam hubungannya dengan penjualan.
Margin Laba Bersih =
Laba Bersih
Penjualan Bersih
d. Return on Investment (ROI). Mencerminkan kemampuan manajemen
dalam mengatur aktiva seoptimal mungkin sehingga mencapai laba bersih
yang diinginkan. Dengan menggunakan rumus berikut :
ROI
=
Laba-Bersih setelah Pajak
Kinerja Non Finansial
3.1.3 Balanced Scorecard
3.1.3.1 Definisi Dan Perkembangan Balanced Scorecard
Seperti halnya definisi penilaian kinerja, definisi Balanced Scorecard
juga telah banyak didefinisikan oleh banyak ahli, adapun beberapa diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Menurut Kaplan (2000) dalam penelitian Anthon S.Y.K (2003:78), Balanced
Scorecard is method for the organization to systematically consider what it
should do to develop an internally consistent and comprehensive system of
planning and control and a basis for understanding the difference between
successful and unsuccessful organizations.
2. Sedangkan menurut Mulyadi (2001) masih dalam penelitian Anthon S.Y.K
(2003:79), Balanced Scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja yang
45
cocok digunakan dalam manajemen kontemporer yang memanfaatkan secara
ekstensif dan intentif teknologi informasi dalam bisnis.
3. Menurut Atkinson dan Banker dalam penelitian Alexander R (2002),
Balanced Scorecard is a measurement and management system that views a
business units performance for four perspective which are Financial
perspective, Customer perspective, Internal Business Process perspective,
Learning and growth perspective.
4. Sedangkan menurut Young masih dalam penelitian Alexander R (2002),
Balanced Scorecard is a set of performance targets and result that reflect the
organization s partners, shareholders, and community.
Selama ini sistem pengukuran kinerja bisnis lebih terfokus pada masalah
finansial akuntansi disebut sebagai “bahasa bisnis”. Berbagai catatan pembukuan
dari transaksi financial dapat ditelusuri ribuan tahun kebelakang, ketika orangorang Mesir, Tunisia, dan Sumeria menggunakannya untuk memfasilitasi
transaksi komersial. Beberapa abad kemudian, pada abad eksplorasi, kinerja
perusahaan dagang global diukur atau dipantau oleh sistem akuntansi doubleentry.
Revolusi industri, pada abad kesembilan belas, melahirkan berbagai perusahaan
raksasa yang bergerak dibidang usaha pertekstilan, perkeretaapian, baja, mesin
perkakas dan ritel. Berbagai inovasi pengukuran kinerja finansial yang
dilaksanakan perusahaan-perusahaan ini mempunyai peran penting dalam
memacu pertumbuhan perusahaan-perusahaan tersebut secara cepat. Berbagai
inovasi finansial, seperti pengembalian investasi (Return On Investment/ROI)
46
serta efisiensi anggaran operasi dan kas, berperan penting bagi keberhasilan
perusahaan diawal abad keduapuluh, seperti DuPont dan General Motors.
Dengan demikian aspek finansial kinerja unit bisnis sesungguhnya telah
berkembang dengan pesat diakhir abad keduapuluh ini. Tetapi banyak pengamat
mengkritik penggunaan yang ekstensif bahkan ekslusif dari berbagai ukuran
finansial dalam dunia usaha. Pada prinsipnya, penekanan yang berlebihan kepada
pencapaian berbagai hasil finansial jangka pendek dapat mengakibatkan
penanaman investasi jangka pendek yang berlebihan dan sedikitnya investasi yang
dilaksanakan untuk menciptakan nilai tambah jangka panjang, terutama dalam
aktiva tidak berwujud dan aktiva intelektual yang menghasilkan pertumbuhan
masa depan. Balanced scorecard merupakan contemporary management tool
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam
melipatgandakan kinerja keuangan. Oleh karena badan usaha pada dasarnya
adalah institusi pencipta kekayaan penggunaan ERP dalam pengelolaan
menjanjikan peningkatan yang signifikan atas kemampuan organisasi dalam
menciptakan kekayaan.
Seperti halnya definisi penilaian kinerja, definisi Balanced Scorecard juga
telah banyak didefinisikan oleh banyak ahli, adapun beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut :
(a) Menurut Kaplan (2000) dalam penelitian Anthon S.Y.K (2003:78), Balanced
Scorecard is method for the organization to systematically consider what it
should do to develop an internally consistent and comprehensive system of
47
planning and control and a basis for understanding the difference between
successful and unsuccessful organizations.
(b) Sedangkan menurut Mulyadi (2001) masih dalam penelitian Anthon S.Y.K
(2003:79), Balanced Scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja yang
cocok digunakan dalam manajemen kontemporer yang memanfaatkan secara
ekstensif dan intentif teknologi informasi dalam bisnis.
(c) Menurut Atkinson dan Banker dalam penelitian Alexander R (2002),
Balanced Scorecard is a measurement and management system that views a
business units performance for four perspective which are Financial
perspective, Customer perspective, Internal Business Process perspective,
Learning and growth perspective.
(d) Sedangkan menurut Young masih dalam penelitian Alexander R (2002),
Balanced Scorecard is a set of performance targets and result that reflect the
organization s partners, shareholders, and community.Selama ini sistem
pengukuran kinerja bisnis lebih terfokus pada masalah finasial akuntansi
disebut sebagai “bahasa bisnis”. Berbagai catatan pembukuan dari transaksi
financial dapat ditelusuri ribuan tahun kebelakang, ketika orangorang Mesir,
Tunisia, dan Sumeria menggunakannya untuk memfasilitasi transaksi
komersial. Beberapa abad kemudian, pada abad eksplorasi, kinerja perusahaan
dagang global diukur atau dipantau oleh sistem akuntansi doubleentry.
Revolusi industri, pada abad kesembilan belas, melahirkan berbagai
perusahaan raksasa yang bergerak dibidang usaha pertekstilan, perkeretaapian,
baja, mesin perkakas dan ritel. Berbagai inovasi pengukuran kinerja finansial
48
yang dilaksanakan perusahaan-perusahaan ini mempunyai peran penting
dalam memacu pertumbuhan perusahaan-perusahaan tersebut secara cepat.
Berbagai inovasi finansial, seperti pengembalian investasi (Return On
Investment/ROI) serta efisiensi anggaran operasi dan kas, berperan penting
bagi keberhasilan perusahaan diawal abad keduapuluh, seperti DuPont dan
General Motors.
Pada tahap awal perkembangannya, Balanced scorecard ditujukan untuk
memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an,
eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan. Sebagai
akibatnya, terdapat kecenderungan eksekutif untuk mengabaikan kinerja non
keuangan, seperti kepuasan pelanggan, produktivitas dan proses cost-effectiveness
yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan keberdayaan dan
komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan
pelanggan. Oleh karena ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang
dihasilkan dari sistem akuntansi yang berjangka pendek (umumnya mencakup
satu tahun), maka pengukuran kinerja yang berfokus keuangan mengakibatkan
eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerja jangka pendek.
Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian dari riset kantor akuntan
public KPMG di U.S.A. yang dipimpin oleh David P. Norton mensponsori studi
tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”. Balanced
scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke
kinerja keuangan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja
jangka panjang. Hasil tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul
49
“Balanced Scorecard measures that drive performance” pada Harvard Bussiness
Review (Januari-Februari 1992).
Dengan memperluas ukuran kinerja eksekutif ke kinerja non keuangan,
ukuran kinerja eksekutif menjadi komprehensif, meliputi masalah: keuangan,
pelayanan pelanggan, proses bisnis/intern, pembelajaran dan pertumbuhan.
Berdasarkan pendekatan balanced scorecard, kinerja keuangan yang
dihasilkan oleh eksekutif harus merupakan akibat diwujudkannya kinerja dalam
pemuasan kebutuhan pelanggan, pelaksanaan proses bisnis/intern yang produktif
dan cost-effective, serta pembangunan personel yang produktif dan berkomitmen.
Tabel 3.1 memperlihatkan perluasan ukuran kinerja eksekutif yang sebelumnya
hanya terpusat pada ukuran keuangan, kemudian diperluas ke perspektif non
keuangan dengan pendekatan balanced scorecard.
Dalam contoh pada tabel 3.1 tersebut, kinerja eksekutif di perspektif
keuangan diukur dengan menggunakan empat ukuran: (i) ROI, (ii) bauran
pendapatan (revenue mix), (iii) pemanfaatan aktiva (yang diukur dengan asset
turnover), dan (iv) berkurangnya biaya secara signifikan. Kinerja eksekutif di
perspektif pelanggan diukur dengan menggunakan tiga ukuran yaitu: (i) jumlah
pelanggan baru, (ii) jumlah pelanggan yang menjadi non pelanggan, dan (iii)
ketepatan waktu layanan pelangan. Di perspektif proses bisnis/intern, kinerja
eksekutif diukur dengan menggunakan tiga ukuran: (i) cycle time, (ii) on-time
delivery, (iii) dan cycle effectiveness. Dalam perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, kinerja eksekutif diukur dengan menggunakan dua ukuran: (i) skill
coverage, dan (ii) quality work of life.
50
Tabel 3.1 Contoh Ukuran Kinerja Eksekutif (Mulyadi, 2001)
PERSPEKTIVE
UKURAN KINERJA EKSEKUTIF
Keuangan
Return On Investment
(ROI)
Pelanggan
Bauran Pendapatan
(Revenue Mix)
Pemanfaatan aktiva
(Asset Tuenover)
Berkurangnya biaya
secara nignifikan
Jumlah pelanggan
baru
Jumlah pelanggan
yang menjadi nol
Kecepatan waktu
layanan pelanggan
Cycle Time
On-Time Delivery
Cycle Effectiveness
(CE)
Proses bisnis
intern
Pembelajaran
dan
pertumbuhan
Skill Coverage
Quality Work Life
Index
3.1.3.2 Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategic
memiliki karakteristik sebagai berikut:
(a) Komprehensif
Balanced scorecard dapat memperluas perspektif yang dicakup dalam
perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada
perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain, yaitu:
pelayanan pelanggan, proses bisnis/intern, serta pembelajaran dan
pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif non
keuangan tersebut menghasilkan manfaat antara lain meningkatkan
51
kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang, dan
meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memasuki lingkungan
bisnis yang lebih kompleks. Balanced scorecard dapat digunakan
untuk memotivasi personel ke sasaran-sasaran strategik yang menjadi
penyebab utama dihasilkannya kinerja keuangan yang lebih baik,
dimana personel harus mewujudkan sasaran dari perspektif pelanggan,
yaitu menghasilkan produk dan jasa yang menghasilkan nilai terbaik
bagi pelanggan, melalui proses yang produktif dan cost effective, yang
dilaksanakan oleh personel yang produktif dan berkomitmen. Kinerja
keuangan yang dihasilkan dari perspektif pelanggan, proses serta
pembelajaran dan pertumbuhan tersebut merupakan kinerja keuangan
yang sesungguhnya, yang berasal dari usaha nyata dalam bisnis,
sehingga kinerja keuangan yang demikian akan berlipat ganda dan
berjangka panjang. Setelah itu kinerja keuangan nyata tersebut
dibandingkan dengan kinerja keuangan semu (artificial) yang
diperoleh dari selisih kurs mata uang, atau dari bunga bank yang tinggi.
Oleh karena kinerja keuangan dapat dijelaskan dengan nyata
penyebabnya, personel dapat mengulangi sukses yang diperolehnya
pada kesempatan yang lain. Kekomprehensifan sasaran strategik
merupakan tanggapan yang tepat untuk memasuki lingkungan bisnis
yang kompleks dengan mengarahkan sasaran-sasaran strategik.
52
(b)
Koheren
Balanced
scorecard
mewajibkan
personel
untuk
membangun
hubungan sebab akibat (casual relationship) di antara berbagai sasaran
strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran
strategik yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus
mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, meningkatnya
kemampuan personel dan komitmen personel ditujukan untuk
mewujudkan dua sasaran strategik di perspektif proses bisnis/intern,
yaitu: meningkatnya
kualitas
layanan
kepada pelanggan
dan
terintegrasikannya proses layanan kepada pelanggan. Akhirnya semua
sasaran strategik di berbagai perspektif non keuangan harus bermuara
di sasaran stratgeik pada perspektif keuangan, karena pada hakikatnya
organisasi perusahaan adalah institusi pencipta kekayaan. Oleh karena
itu, semua kegiatannya harus dapat menghasilkan tambahan kekayaan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan demikian, kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan
dalam sistem perencanaan strategik memotivasi personel untuk
bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategik yang bermanfaat
untuk menghasilkan kinerja keuangan. Sistem perencanaan strategik
yang menghasilkan sasaran strategik yang koheren akan menjanjikan
pelipat gandaan kinerja keuangan dalam jangka panjang, karena
personel didorong untuk mencari inisiatif strategik yang mempunyai
53
manfaat bagi perwujudan sasaran strategik di perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan, proses bisnis/intern, pelanggan, atau keuangan.
Dalam pendekatan balanced scorecard, terdapat prinsip tidak ada
inisiatif strategik yang tidak bermanfaat untuk mewujudkan sasaran
strategik
tertentu.
Dalam
lingkungan bisnis
yang
kompetitif,
perusahaan dituntut untuk menjadi institusi pelipat ganda kekayaan
(wealth-multiplying institution), bukan sekedar sebagai institusi
pencipta kekayaan (wealth-creating institution).
(c)
Keseimbangan
Keseimbangan
sasaran
staretgik
yang
dihasilkan oleh sistem
perencanaan strategik diperlukan untuk menghasilkan kinerja keuangan
berjangka panjang. Gambar 3.2 memperlihatkan garis keseimbangan
yang perlu diusahakan dalam menetapkan sasaran-sasaran strategik di
ke empat perspektif.
54
Gambar 3.2
Keseimbangan Sasaran Strategic
Process – Centrik
Perspektif proses
Bisnis /intern
Perspektif
keuangan
Proses Yang
produktif dan cost
effective
Financial returns
yang melipat
ganda dan
berjangka pan
jang
External Focus
Internal Focus
Sumber daya
manusia yang
produktif dan
berkomitmen
Produk dan jasa
yang mampu
menghasilkan nilai
terbaik bagi
pelanggan
Perspektif
pembelanjaran
dan pertumbuhan
Perspektif
pelanggan
People - Centric
Dalam gambar tersebut terlihat empat sasaran strategik yang perlu
diwujudkan oleh perusahaan yaitu: (i) financial returns yang
berlipatganda dan berjangka panjang (perspektif keuangan), (ii)
produk dan jasa yang mampu menghasilkan nilai terbaik bagi
pelanggan (perspektif pelanggan), (iii) proses yang produktif dan
cost effective (perspektif proses bisnis/intern), dan (iv) sumber
55
daya manusia yang produktif dan berkomitmen (perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan).
Dalam
gambar
tersebut
juga terlihat
dua garis
pemisah
keseimbangan: garis vertical dan garis horizontal. Garis vertical
digunakan untuk mengukur keseimbangan antara pemusatan ke
dalam (internal focus) dan pemusatan keluar (external focus).
Sasaran strategik yang lebih difokuskan ke perspektif proses
bisnis/intern dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan disebut
terlalu berfokus ke intern, yang mengakibatkan perspektif
pelanggan dan keuangan menjadi terabaikan. Hal ini akan
mempengaruhi
kepuasan pelanggan dan pemegang
saham,
sehingga dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang.
Sementara itu sasaran strategik yang lebih difokuskan ke perspektif
keuangan dan perspektif pelanggan disebut terlalu berfokus ke
ekstern, yang mengakibatkan perspektif proses bisnis/intern dan
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menjadi terabaikan. Hal
ini akan mempengaruhi kepuasan personel perusahaan, sehingga
dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
kinerja keuangan dalam jangka panjang.
Garis horizontal digunakan untuk mengukur keseimbangan antara
pemusatan ke proses (process centric) dan pemusatan ke orang
(people centric). Sasaran strategik yang lebih difokuskan ke
56
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan perspektif pelanggan
disebut terlalu berfokus ke orang (people centric), yang
mengakibatkan perspektif proses bisnis dan perspektif keuangan
menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka
panjang. Sementara itu sasaran strategik yang lebih difokuskan ke
perspektif keuangan dan perspektif proses bisnis/intern disebut
terlalu berfokus ke proses (process cetric), yang mengakibatkan
perspektif pelanggan dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka
panjang. Jadi yang terbaik adalah perusahaan harus dapat fokus
pada ke empat perspektif.
(d)
Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem
perencanaan strategik menjadikan ketercapaian berbagai sasaran
strategik
yang
dihasilkan
oleh
sistem
tersebut
dapat
diperbandingkan. Dalam Gambar 3.2 terlihat bahwa semua sasaran
strategik ditentukan ukurannya, baik untuk sasaran di perspektif
keuangan maupun sasaran di perspektif non keuangan. Semangat
untuk menentukan ukuran dan untuk mengukur berbagai sasaran
strategik di keempat perspektif tersebut dilandasi oleh keyakinan.
57
Balanced scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit
untuk diukur. Sasaran-sasaran strategik di perspektif pelanggan,
proses
bisnis/intern,
serta
pembelajaran
dan
pertumbuhan
merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam
pendekatan balanced scorecard, ketiga sasaran perspektif non
keuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola
sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian, keterukuran
sasaran- sasaran strategik di ketiga perspektif tersebut menjanjikan
perwujudan dari berbagai sasaran strategik non keuangan, sehingga
kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.
3.1.3.3 Perspektif Balanced Scorecard
Kebanyakan perusahaan selama ini selalu mengukur kinerja berdasarkan
perspektif keuangan saja. Pengukuran semacam ini sering menghilangkan
perspektif-perspektif lainnya yang ternyata, merupakan indikator penting bagi
kelangsungan hidup perusahaan.
Namun sekarang pendekatan tradisional dianggap sudah tidak memadai
lagi untuk mengukur kinerja perusahaan. Hal ini dikarenakan ketidak marnpuan
untuk mengukur harta tidak berwujud (intangible asset) dan harta sumber daya
lainnya.
Melihat Keterbatasan tersebut Robert S. Kaplan dan Davis P. Norton
memperkenalkan sistem penilaian kinerja dengan menggunakan Balance
Scorecard. Balance scorecard memiliki keistimewaan dengan memasukkan tiga
58
perspektif yang komprehensif yaitu perspektif pelanggan, proses bisnis internal,
dan pembelajaran dan pertumbuhan.
Sistem ini tidak hanya memasukkan perspektif keuangan tetapi juga
memasukkan ketiga tolak ukur non keuangan sehingga meliputi empat perspektif
yang seimbang dan saling terkait.
Di dalam metode balanced scorecard, penggunaan perspektif keuangan
diselaraskan dengan tiga perspektif lainnya, yaitu perspektif pelanggan, perspektif
proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
(a)
Perspektif Keuangan
Balanced scorecard tetap menggunakan perspektif keuangan karena
ukuran financial sangat penting dan mudah diukur dalam membersihkan ringkasan
konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja finansial
memberikan
petunjuk
apakah
strategi
perusahaan,
implementasi
dan
pelaksanaannya dapat memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba
perusahaan. Tujuan finansial biasanya berhubungan dengan tingkat keuntungan,
yang diukur misalnya dengan laba operasi seperti return on capital employed
(ROCE), atau yang paling baru nilai tambah ekonomis (economic value added).
Tujuan finansial lainnya mungkin berupa pertumbuhan penjualan yang cepat atau
terciptanya arus kas. Pengukuran kinerja dalam perspektif keuangan menegaskan
tujuan bisnis unit dalam jangka panjang. Penilaian pada ROI (Return On
Investment), GOI (Gross Operating Income), atau EVA (Economic Value Added)
merupakan cara untuk mengukur keuntungan yang berhubungan dengan sasaransasaran khusus, yaitu: (1) Untuk mengamati kecenderungan (trend) yang sedang
59
terjadi pada rasio keuangan suatu perusahaan; dan (2) Untuk membandingkan
rasio keuangan suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang bergerak pada
industri yang relatif sama pada periode tertentu. Rasio Leverage mempunyai
variabel DER (Total Debt to Total Equity Ratio), ROE (Return on Equity) dan
EPS (Earning Per Share). DER menggambarkan perbandingan antara total hutang
dengan total ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai sumber pendanaan
usaha. Semakin tinggi DER maka struktur permodalan usaha lebih banyak
dibiayai dengan hutang. ROE mencerminkan laba bersih yang dihasilkan untuk
setiap ekuitas. Semakin besar ROE menunjukkan semakin besar kemampuan
perusahaan dalam mensejahterakan para pemegang saham. Sementara itu Earning
Per Share (EPS) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan bersih dari setiap lembar sahamnya. Sasaran keuangan dapat berbedabeda pada setiap siklus kehidupan bisnis. Ada tiga tahap dalam siklus bisnis
tersebut (Kaplan dan Norton, 1996), yaitu:
(a)
Tahap pertumbuhan (growth)
Pada tahap awal dari siklus bisnis, dimungkinkan untuk mempertimbangkan
gagasan investasi dan memperluas fasilitas produksi; membangun kemampuan
operasi; mengadakan investasi pada sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi
yang akan menyokong hubungan secara global; dan untuk memelihara dan
mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Perusahaan pada tahap ini
mungkin secara aktual beroperasi dengan arus kas yang negatif dan tingkat
pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang ditanamkan untuk
kepentingan masa yang akan datang mungkin memakan biaya yang lebih besar
60
dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari kegiatan operasi
yang ada pada saat sekarang, dengan produk, jasa dan pelanggan yang masih
terbatas. Sasaran keuangan pada tahap ini adalah memusatkan perhatian pada
pertumbuhan pendapatan dan penjualan menurut pasar yang ditargetkan atau
menurut kelompok pelanggan secara regional.
(b)
Tahap bertahan (sustain)
Unit bisnis utama perusahaan mungkin akan berada pada tahap bertahan,
dimana pada tahap ini perusahaan masih tertarik untuk melakukan investasi dan
reinvestasi, tetapi menuntut pengembalian yang baik dari investasi yang telah
dilakukan. Pada tahap ini perusahaan diharapkan dapat memelihara pangsa pasar
yang ada dan mengembangkannya dari tahun ke tahun. Hasil investasi akan
digunakan secara langsung untuk memperbaiki arus kas, memperluas kapasitas
dan meningkatkan perbaikan secara terus menerus, lebih dari sekedar
pengembalian jangka panjang dan pertumbuhan pilihan investasi yang dilakukan
selama tahap pertumbuhan, atau dengan kata lain manajemen perusahaan dituntut
untuk meningkatkan arus kas masuk dan menekankan pada profitabilitas.
(c)
Tahap panen (harvest)
Dalam tahap ini perusahaan telah mencapai fase kedewasaan atau
kematangan dimana perusahaan menikmati hasil atas investasi yang telah
dilaksanakan pada kedua siklus sebelumnya. Perusahaan tidak lagi melakukan
investasi lebih, kecuali hanya untuk pemeliharaan dan perbaikan kualitas, dan
tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan
utama dalam tahap ini adalah memaksimalkan penerimaan arus kas yang masuk
61
ke perusahaan. Kebijakan keuangan untuk ketiga tahap tersebut tentunya akan
berbeda. Sasaran keuangan dalam tahap pertumbuhan diarahkan pada peningkatan
penjualan di dalam pasar baru dari pelanggan baru dan atau dari jasa produk baru.
Sementara itu sasaran dalam tahap sustain lebih ditekankan pada pengukuran
tradisional seperti ROI dan EVA. Semua ukuran ini menggambarkan sasaran
keuangan, yaitu memperoleh tingkat pengembalian terbaik atas modal yang
ditanamkan dalam usahanya. Sedangkan sasaran keuangan pada tahap panen
adalah mengoptimalkan arus kas dari investasi yang telah dilakukan.
Dalam mendorong penetapan strategi bisnis ada tiga tema financial yang
dapat digunakan untuk setiap strategi pertumbuhan yaitu:
(a)
Bauran dan pertumbuhan pendapatan
Merupakan suatu tema keuntungan stratejik dengan tujuan untuk meningkatkan
stabilitas pendapatan dengan membuat produk baru, memperluas pangsa pasar,
mengubah sales mix serta menawarkan produk harga yang kompetitif. Bauran dan
pertumbuhan pendapatan mengacu kepada berbagai usaha untuk memperluas
penawaran produk dan jasa, menjangkau pelanggan dan pasar baru, mengubah
bauran produk dan jasa kea rah penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi, serta
penetapan ulang harga produk dan jasa. Merupakan tema keuangan startegis untuk
mengurangi biaya-biaya perusahaan dengan asumsi untuk mendapatkan
keuntungan kompetitif, dalam ruang lingkup yang luas, dimensi waktu yang
panjangdan berkesinambungan, bersifat pro aktif serta target seluruh rantai ini.
62
(b)
Penghematan biaya dan peningkatan produktifitas
Tujuan penghematan biaya dan peningkatan produktifitas mengacu kepada usaha
untuk menurunkan biaya langsung produk dan jasa, mengurangi biaya-biaya
perusahaan dengan asumsi untuk mendapatkan keuntungan kompetitif, tidak
langsung, dan memanfaatkan berbagai sumber daya perusahaan dalam ruang
lingkup yang luas, dimensi waktu yang panjang dan berkesinambungan, bersifat
pro aktif serta target seluruh rantai nilai.
(c)
Pemanfaatan aktiva/strategi investasi
Para manajer berusaha untuk mengurangi modal kerja yang dibutuhkan untuk
mendukung volume dan bauran bisnis tertentu. Mereka juga berusaha untuk lebih
memanfaatkan basis aktiva tetap, dengan mengarahkan berbagai bisnis baru
kepada sumber daya perusahaan yang saat ini belum digunakan dengan kapasitas
penuh, menggunakan secara lebih efisien sumber daya yang langka, dan melepas
aktiva yang tidak memberikan pengembalian yang memadai sebesar nilai
pasarnya.
Dari tiga tema keuangan strategis tersebut dapat mendorong penetapan strategi
bisnis yang mencakup tiga masa siklus strategi.
Faktor pendorong tujuan finansial untuk ketiga strategi bisnis dan ketiga tema
finansial ini dapat diikuti pada Tabel 3.2.
63
(b)
Pertumbuh
an
Bertahan
Tema Strategs
Penghematan biaya /
Peningkatan produktivitas
Pendapatan / pekerja
Bauran dan Pertumbuhan
Pendapatan
Tingkat pertumbuhan
penjualan segmen persentase
pendapatan produk, jasa,
pelanggan baru
Pangsa pelanggan dan sasaran
penjualan silang (cross –
selling) persentase pendapatan
dari aplikasi baru profitabilitas
lini pelanggan dan produk
Biaya perusahaan sendiri vs
competitor
Tingkat penghematan biaya
beban tak langsung
(presentase penjualan)
Profitabilitas lini pelanggan
dan produk
Biaya per unit (per unit
output, per transaksi)
Menuai
Strategi Unit Bisnis
Tabel 3.2 Strategi Pengukuran Laporan Keuangan
Pemanfaatan Aktiva
Investasi (persentase
penjualan) riset dan
pengembangan
(persentase penjualan)
Rasio moal kerja
(siklus kas ke kas)
ROCE berdasarkan
kategori aktiva kunci
tingkat pemanfaatan
aktiva
Pengembalian
(payback) throughput
Persentase pelanggan yang
tidak menguntungkan
Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan balanced
scorecard, para manajer
mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana unit bisnis tersebut akan
bersaing dengan besarnya ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasarannya.
Perspektif ini biasanya terdiri atas beberapa ukuran utama atau ukuran generic
keberhasilan perusahaan dari strategi yang dirumuskan dan dilaksanakannya
dengan baik.
Ukuran utama tersebut terdiri dari kepuasan, penolakan, dan akuisisi
pelanggan baru serta profitabilitas dan pangsa pasar di segmen sasaran. Selain itu,
perspektif pelanggan seharusnya juga mencakup berbagai ukuran tertentu yang
menjelaskan tentang proposisi nilai yang akan diberikan perusahaan kepada
pelanggan segmen pasar sasaran. Faktor pendorong keberhasilan pelanggan inti di
segmen pasar tertentu merupakan faktor yang penting, yang dapat mempengaruhi
64
keputusan pelanggan untuk berpindah atau tetap setia kepada pemasoknya.
Perspektif pelanggan memungkinkan para manajer unit bisnis untuk menyusun
strategi yang berorientasi kepada pelanggan dan pasar yang akan memberikan
keuntungan finansial masa depan yang lebih besar.
Kesetiaan pelanggan adalah kunci keberhasilan perusahaan. Peran
pelanggan yang demikian penting telah memaksa setiap perusahaan berupaya
untuk menyusun kiat atau strategi untuk menarik mereka, sehingga mereka
menjadi pembeli produknya yang setia. Pengertian pelanggan mencakup tiga hal:
(d) Pelanggan dari luar (external customer), yaitu mereka yang mempunyai
pengalaman terhadap pelayanan yang diberikan perusahaan;
(e) Pelanggan saingan (competitor customer), yaitu pelanggan yang ingin direbut
perusahaan dari perusahaan lain yang sejenis; dan
(f) Pelanggan
dari
dalam
(internal
customer),
yaitu
mereka
yang
menggantungkan pada pelayanan internal untuk menciptakan suatu pelayanan.
Ketiga jenis pelanggan tersebut memegang peranan yang sangat penting.
Tanpa adanya suara dari ketiga kelompok pelanggan tersebut, perusahaan hanya
dapat berharap untuk memperoleh keuntungan yang terbatas. Kualitas pelayanan
sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam mendengarkan suara
pelanggan. Artinya kemampuan serta kepekaan perusahaan dalam menangkap apa
saja yang menjadi harapan (expectation) pelanggan sangat menentukan baik dan
buruknya pelayanan yang diberikan. Suara-suara pelanggan itu kemudian ditindak
lanjuti dengan suatu proses memperbaiki pelayanan yang berkelanjutan. Atribut
65
yang disajikan dapat dibedakan dalam tiga kategori (Kaplan & Norton, 1996),
yaitu:
(1) Produk atau atribut jasa (product/service attributes)
Product atau service attributes meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga,
dan kualitas serta waktu penyampaiannya. Dalam hal ini referensi pelanggan
bisa berbeda-beda, ada yang mengutamakan fungsi produk daripada harganya,
ada yang mau membayar lebih mahal untuk cirri dan atribut dari produk dan
jasa yang dibelinya, ada pula yang lebih mementingkan waktu penyampaian
dan harga yang murah.
Contoh dari tolok ukur atribut produk adalah tingkat harga eceran relatif, yaitu
tingkat harga yang dibandingkan dengan tingkat harga produk pesaing, tingkat
daya guna produk, yaitu seberapa jauh produk yang telah dibeli berdaya guna
bagi pelanggan, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan akibat produk
cacat, rusak, atau tidak lengkap pada saat proses produksi, mutu peralatan dan
fasilitas produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia, serta
tingkat efisiensi produksi, yaitu untuk menekan harga jual.
(2) Hubungan dengan pelanggan (customer relationship)
Customer relationship menyangkut perasaan pelanggan pada saat proses
pembelian. Perasaan pelanggan ini dapat dipengaruhi oleh tingkat tanggung
jawab dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan, seperti hubungan sistem
informasi antar perusahaan dan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan
misalnya, tingkat ketersediaan produk-produk yang diinginkan dan dibutuhkan
oleh pelanggan, fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan
66
kebutuhan pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan,
serta penampilan fisik fasilitas penjualan, seperti kebersihan, kenyamanan dan
keserasian.
(3) Citra dan reputasi (image and reputation)
Kategori ini menggambarkan faktor-faktor tidak berwujud yang menyebabkan
pelanggan tertarik berhubungan dengan citra dan reputasi perusahaan beserta
produk-produknya, sehingga perusahaan itulah yang dipilih pelanggan.
Membangun reputasi dan citra dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga
kualitas seperti apa yang dijanjikan kepada pelanggan.
Customer
core
measurement
mengukur
pangsa
pasar
yang
mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas pasar; mengukur
kemampuan mempertahankan pelanggan (buyer) dengan melakukan hubungan
baik dengan para pelanggannya; mengukur kemampuan memperoleh pelanggan
baru yang mengusahakan menarik atau mendapatkan bisnis baru; mengukur
kemampuan perusahaan dalam memperoleh tingkat kepuasan pelanggan yang
tinggi; dan yang terakhir kemampuan perusahaan mendapatkan laba bersih yang
tinggi dari seseorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya khusus
dalam mendukung pelanggan tersebut.
67
Gambar 3.3 Core Measurement Group (Kaplan, 1996)
Customer
Profitability
Customer
Acquisition
Customer
Profitability
Customer
Retention
Customer Statisfaction
Pengukuran kinerja dalam perspektif pelanggan adalah proporsi nilai
pelanggan (customer value proportion), yang menggambarkan pemicu kinerja
(performance driver), yang menyangkut pertanyaan apa yang harus disajikan
perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi dan akusisi
pelanggan yang tinggi. Customer value proportion merupakan pedoman untuk
memahami pemicu kinerja dari penilaian pangsa pasar, akusisi, kepuasan
pelanggan, yang tergabung dalam core measurement group. Yang diukur adalah
atribut produk atau jasa di mana pelanggan memiliki preferensi yang berbedabeda atas produk yang ditawarkanyang harus diidentifikasikan oleh perusahaan,
dan citra dan reputasi organisasi yang menjadi faktor-faktor intangiable organisasi
68
Gambar 3.4 Value Proposition
Value =
Product / Service Atribute
Functionality
Quality
Image
+
+
Price
Relationship
Time
Sumber: Application of Balanced Scorecard Concept to Develop a Conceptual
Framework to Measure Facilities Management Performance within NHS
Facilities, 2002
(c)
Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam
perspektif
proses
bisnis
internal,
para
eksekutif
mengidentifikasikan berbagai proses internal yang harus dikuasai dengan baik
oleh perusahaan. Proses bisnis internal yang penting di dalam organisasi
memungkinkan bisnis unit untuk: (i) Menyampaikan value proposition yang akan
menarik dan dapat mempertahankan pelanggan dalam pasar yang ditargetkan; (ii)
Memenuhi harapan shareholder (pemilik) untuk memperoleh pengembalian
finansial terbaik. Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses
internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian
tujuan finansial perusahaan. Perspektif proses bisnis internal mengungkapkan dua
perbedaan ukuran kinerja yang mendasar antara pendekatan tradisional dengan
pendekatan balanced scorecard: (i) Pendekatan tradisional berusaha memantau
dan meningkatkan proses bisnis yang ada saat ini. Pendekatan ini mungkin
69
melampaui ukuran kinerja finansial dalam hal pemanfaatan alat ukur yang
berdasar kepada mutu dan waktu, tetapi semua ukuran itu masih terfokus pada
peningkatan proses bisnis saat ini. Sedangkan pendekatan balanced scorecard
pada umumnya akan memisahkan berbagai proses baru yang harus dikuasai
dengan baik oleh sebuah perusahaan agar dapat memenuhi berbagai tujuan
pelanggan dan finansial. Tujuan proses bisnis internal balanced scorecard akan
menyoroti berbagai proses penting yang mendukung keberhasilan strategi
perusahaan tersebut, walaupun beberapa di antaranya mungkin merupakan proses
yang saat ini sama sekali belum dilaksanakan (ii) Pendekatan balanced scorecard
memadukan berbagai proses inovasi ke dalam perspektif proses bisnis internal
sebagaimana dapat diikuti pada Gambar 3.5. Sistem pengukuran kinerja
tradisional berfokus kepada proses penyampaian produk dan jasa perusahaan saat
ini. Sistem tradisional digunakan dalam upaya untuk mengendalikan dan
memperbaiki proses saat ini yang dapat diumpamakan sebagai “gelombang
pendek” penciptaan nilai. Gelombang pendek penciptaan nilai dimulai dengan
diterimanya pesanan produk atau jasa perusahaan dari pelanggan, dan berakhir
dengan penyerahan kepada pelanggan. Perusahaan menciptakan nilai dengan
memproduksi, menyerahkan, dan memberikan produk dan layanan kepada
pelanggan dengan biaya di bawah harga yang dibayarkan oleh pelanggan.
Faktor pendorong keberhasilan finansial jangka panjang mungkin
mensyaratkan perlunya perusahaan menciptakan produk dan jasa yang sama sekali
baru untuk memenuhi kebutuhan yang terus bertumbuh dari pelanggan perusahaan
saat ini dan yang akan datang. Proses inovasi, “gelombang panjang” penciptaan
70
nilai, bagi banyak perusahaan merupakan faktor pendorong kinerja finansial masa
depan yang lebih ampuh dibandingkan siklus operasi jangka pendek.
Proses
bisnis internal difokuskan untuk memberikan pengaruh pada tingkat kepuasan
pelanggan dan memperbesar tingkat pencapaian sasaran keuangan. Pelanggan
akan setia pada perusahaan apabila perusahaan tersebut sanggup memenuhi
permintaan pelanggan tepat pada waktunya. Pendekatan balanced scorecard
dalam pengukuran perspektif bisnis internal dibagi menjadi dalam tiga bagian
(Kaplan dan Norton, 1996), yaitu:
(1)
Proses inovasi
Menciptakan produk dan jasa baru yang disesuaikan dengan
kebutuhan pelanggan. Proses inovasi dibagi menjadi dua yaitu: (i)
Mengidentifikasi kebutuhan pasar; dan (ii) Menciptakan produk dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut. Kedua hal penting ini saling
terkait, dimana inovasi di perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian
research and development (R&D) atau Riset dan Pengembangan. Jika
bagian R&D perusahaan tidak dapat mengidentifikasikan pasar atau
terisolasi dari dunia luar, maka produk-produk canggih yang ditemukan
bagian R&D akan gagal untuk dikomersilkan karena tidak adanya
permintaan.
Pengukuran kinerja dalam proses inovasi selama ini kurang
mendapat perhatian dibandingkan dengan proses operasi. Hal ini disebabkan
karena pada masa lampau, pada saat kinerja perusahaan mulai berkembang,
pusat perhatian perusahaan ada pada proses manufaktur dan bukan pada
71
proses R&D. Akibatnya output yang dihasilkan menjadi kurang baik.
Pengukuran kinerja R&D dipusatkan pada tiga indikator, yaitu: (i) Hasil
teknis, yaitu berupa jumlah paten, publikasi teknik dan lain-lain.
Kelemahannya terdapat pada hubungan hasil teknis tersebut dengan profit
perusahaan. Namun demikian selama hasil tersebut masih dapat
dipertanggungjawabkan dan tidak ada pengukuran relatif lainnya, maka
pendekatan ini masih dapat digunakan; (ii) Keuntungan financial adalah
keuntungan yang dikontribusikan oleh divisi R&D.
Contohnya adalah persentase penjualan yang berasal dari produk
baru atau persentase penjualan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh
pesaing perusahaan bersangkutan; (iii) Tingkat keberhasilan diukur dengan
empat kunci variabel tingkat keberhasilan, yaitu kualitas, kuantitas, waktu
dan biaya. Kualitas proyek penelitian tersebut diukur oleh orang luar R&D
dalam bentuk skala, sedangkan ketiga variabel lainnya diukur dalam bentuk
rupiah dan waktu.
(2)
Proses Operasi
Proses operasi perusahaan mencerminkan aktifitas yang dilakukan
perusahaan dari saat menerima pesanan pelanggan sampai mengirimkan
contoh produk dan jasa tersebut kepada pelanggan. Ada dua bagian besar
dari aktivitas ini, yaitu:
(i) Proses pembuatan produk atau jasa
Secara umum pengukuran dalam proses produksi ini dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu: (i) Kualitas. Untuk mengetahui apakah
72
kualitas program tersebut berjalan dengan baik, maka dapat diukur
dengan pendekatan keuangan dan non keuangan. Dalam tolok ukur
non keuangan banyak sekali macamnya dan perusahaan harus
menyesuaikan dengan strategi yang dijalankan perusahaan tersebut.
Sedangkan dalam tolok ukur keuangan, biasanya perusahaan
menggunakan konsep biaya terkait dengan kualitas yang dapat
dibagi menjadi empat bagian, yaitu biaya pencegahan, biaya
penilaian, biaya kegagalan eksternal dan biaya kegagalan internal.
Perusahaan akan terlihat baik jika komponen terbesar dari biaya
kualitas perusahaan adalah biaya pencegahan; (ii) Biaya. Dalam
metode pengukuran tradisional, perusahaan biasanya mengukur
biaya masing-masing departemen atau fungsi dalam perusahaan itu
sendiri.
Namun,
pandangan
tersebut
mulai
ditinggalkan,
perusahaan kini dipandang terdiri dari serangkaian aktifitas. Saat
ini umumnya metode yang digunakan berdasarkan konsep Activity
Based Management (ABM), dimana perusahaan mengelompokkan
aktifitas menjadi aktifitas yang memiliki nilai tambah dan aktifitas
yang tidak memiliki nilai tambah,
yang keduanya akan
mengeluarkan biaya. Dengan konsep ini perusahaan akan
mengidentifikasikan aktifitas yang efisien dan efektif, yaitu dengan
menghilangkan aktifitas yang tidak memiliki nilai tambah dan
mengefisienkan aktifitas yang memiliki nilai tambah, sehingga
biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat diefisienkan; (iii) Waktu.
73
Konsumen biasanya menganggap waktu penyelesaian pesanan
yang cepat dan tepat waktu merupakan faktor penting bagi
kepuasan mereka. Salah satu pengukuran yang sering digunakan
adalah Manufacturing Cycle Effectiviness (MCE).
(ii) Proses Pengiriman Produk
Proses pengriman produk dan jasa kepada pelanggan sering disebut
dengan istilah aktivitas pemasaran. Aktivitas pemasaran ini
menurut konsep value chain dibagi atas tiga aktivitas, yaitu: (i)
Outbound logistic, persediaan barang yang akan dipasarkan, (ii)
Penjualan dan pemasaran pada konsumen dan (iii) Pelayanan
sebaik-baiknya pada konsumen.
(3) Pelayanan Purna Jual Proses ini merupakan jasa pelayanan yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan setelah penjualan produk atau jasa tersebut
dilaksanakan. Hal ini merupakan upaya perusahaan untuk memberikan
tambahan manfaat kepada pelanggan yang telah membeli produknya
dalam bentuk berbagai layanan, misalnya layanan pemeliharaan, layanan
perbaikan kerusakan dan layanan pembayaran cicilan. Tolok ukur yang
dapat digunakan adalah waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi
permintaan pemeliharaan produk, perbaikan kerusakan dan penggantian
suku cadang. Tolok ukur ini dapat dilakukan dengan kualitas dan harga
atau biaya purna jualnya, atau dengan ukuran waktu proses pengumpulan
dan penerimaan pembayaran.
74
Gambar 3.5 Proses inovasi ke dalam perspektif proses bisnis internal
(Kaplan & Norton, 1996)
Kebutuhan
pelanggan
diketahui
Meran
cang
Mengam
bangkan
Mem
buat
Waktu ke pasar
Proses Bisnis
Proses Inovasi
(4) Rancangan produk
(5) Pengembangan
(d)
Memasar
kan
Layanan
purna
jual
Kebutuhan
pelanggan
terpuaskan
Rantai pasokan
Proses Operasi
- Pembuatan produk
- Pemasaran produk
- Layanan purna Jual
Perspektif Pembelajaran dan Bertumbuh
Dalam perspektif pembelajaran dan bertumbuh ini yang diukur adalah
infrastruktur yang memungkinkan perusahaan dapat mencapai tiga perspektif
sebelumnya sebagaimana dapat diikuti pada perspektif balanced scorecard.
Balanced scorecard menekankan pentingnya investasi untuk kepentingan masa
depan. Dalam proses belajar dan bertumbuh, perusahaan melihat tiga prinsip,
yaitu: (i) Manusia, pengembangan kemampuannya dilakukan dengan pelatihan
dan pendidikan; (ii) Sistem, pengembangannya dilakukan agar lebih efisien dan
efektif; (iii) Prosedur organisasi, pengembangannya diwujudkan dalam bentuk
peraturan dan kebijaksanaan dalam organisasi.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini mengidentifikasikan segala
sesuatu yang harus dilakukan untuk mengembangkan kemampuan mereka pada
proses internal yang baik yang dapat memberikan nilai tambah kepada pelanggan
dan pemegang saham. Ada tiga faktor yang harus diperhatikan dalam membangun
perspektif karyawan, yaitu: Tingkat kepuasan pekerja, Retensi, dan Produktivitas.
75
Tingkat kepuasan kerja dapat diketahui perusahaan dengan melakukan survey
secara regular. Beberapa elemen kepuasan pekerja diantaranya adalah: (i)
Keterlibatan dalam pengambilan keputusan; (ii) Pengakuan (Recognition); (iii)
Akses untuk memperoleh informasi; (iv) Dorongan aktif untuk melakukan
kreatifitas dan inisiatif; serta (v) Dukungan atasan. Retensi pekerja adalah
kemampuan perusahaan untuk mempertahankan keberadaan pekerja-pekerja
terbaiknya untuk tetap berada di dalam organisasinya. Sementara itu produktivitas
pekerja adalah hasil dari peningkatan keahlian dan moral, perbaikan bisnis
internal,
inovasi
dan
kepuasan
konsumen.
Tujuannya
adalah
untuk
menghubungkan output yang dihasilkan pekerja dengan jumlah keseluruhan
pekerja. Mengukur kemampuan mempertahankan pekerja perlu dilakukan karena
perusahaan melakukan investasi jangka panjang pada sumber daya manusia,
sehingga keluarnya pekerja dari perusahaan merupakan kerugian, karena pekerja
lama sudah lebih mengenal lingkungan internal perusahaan dan mengerti
kebutuhan
pelanggan.
Pada
dasarnya
peningkatan
motivasi
karyawan
dimaksudkan untuk menaikkan kinerja pekerja secara individu, kelompok,
maupun organisasi. Namun peningkatan kinerja tidak hanya tergantung pada
motivasi, tetapi juga kemampuan dan kondisi lingkungan. Hubungan antara
performance, kemampuan dan kondisi lingkungan dapat digambarkan sebagai
berikut:
76
(1)
Kemampuan sistem informasi
Agar target perusahaan tercapai dan efektif maka pekerja membutuhkan
informasi yang baik. Karyawan bagian produksi membutuhkan informasi
umpan balik yang cepat dan akurat mengenai produk dan jasa yang
dihasilkan. Pengukuran yang digunakan misalnya yang terkait dengan
kualitas, waktu siklus dan biaya yang bersifat akurat.
(2)
Motivasi, kekuasaan dan keselarasan
Motivasi karyawan dapat dinilai dalam beberapa penilaian, misalnya jumlah
saran per pegawai dan persentase saran yang diimplementasikan. Menilai
peningkatan motivasi karyawan tidak harus dalam bentuk kualitas, waktu,
atau kinerja, seperti berkurangnya tingkat kerusakan produk, peningkatan
jumlah produk yang berhasil dikirimkan tepat waktu, tetapi juga dapat
dilihat dari semangat kerja dari karyawan tersebut. Pegawai yang produktif
dengan informasi yang cukup mengalami kesulitan akan memberikan
kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak dimotivasi untuk
bertindak selaras dengan tujuan perusahaan, atau apabila mereka tidak
diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan atau bertindak.
Dari kesimpulan tersebut bisa digambarkan dan dapat dilihat pada gambar
3.6, dimana dari setiap unit dibutuhkan suatu semangat atau motivator untuk
dapat terus berkembang yang menghasilkan keuntungan perusahaan.
77
Gambar 3.6 Learning and Growth Measurement Framework
(Kaplan and Norton, 1996)
Result
Employee Retention
Employee Productivity
Employee Statisfaction
Staff Competencies
3.1.4
Staff Competencies
Staff Competencies
Penggunaan Balanced Scorecard Sebagai Sebuah Sistem Manajemen
Stratejik
Kaplan dan Norton (1996:30-31) mengungkapkan hal sebagai berikut
untuk menghubungkan balanced scorecard dengan strategi organisasi:
Strategy is a set
A
78
3.1.5 Strategi
3.1.5.1 Manajemen Strategik
Menurut Pearce dan Robinson (1997), manajemen strategik didefinisikan
sebagai kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan dan
pelaksanaan rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran
perusahaan, sementara itu menurut Glueck dan Jauch manajemen strategik adalah
arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada perkembangan suatu strategi
yang efektif untuk membantu mencapai sasaran-sasaran organisasi, sedangkan
Fred R. David (1993:79) mendefinisikan manajemen strategik sebagai : the art
and science of formulating, implementing, and ecaluating decision that enable the
organization to achive its objective
Apabila mengacu pada Fortune executive encyclopedia (1987:418),
manajemen strategik didefinisikan sebagai berikut :
1.
Management act of determining a firm s future environment and response to
organization challenges; crucial decision determining the direction of a
firm.
2.
In a businessfirm, deciding what principal product and service to procedure
for what a major market.
Dari berbagai definisi di atas pada prinsipnya hampir sama yaitu bahwa
Manajemen strategik adalah suatu proses yang digunakan oleh manajer dan
karyawan untuk merumuskan dan mengimplementasikan strtegi dalam penyediaan
costomer value terbaik untuk memwujudkan visi organisasi. Manajemen strategik
merupakan suatu proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan dengan menggunakan pola berpikir strategis dengan fungsi-fungsi
79
manajemen, dikaitkan dengan kondisi lingkungan yang bersifat dinamis, yang
selalu berubah seiring dengan berlalunya waktu. Manajemen strategik menitik
beratkan pada pengintegrasian antara manajemen, pemasaran dan keuangan,
akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan serta sistem informasi
untuk mencapai keberhasilan organisasi.
Pada dasarnya manajemen strategi merupakan upaya manajemen dan
karyawan untuk membangun masa depan suatu organisasi. Terdapat enam tahap
di dalam manajemen strategik, yaitu :
1.
Perumusan strategi, strategi dirumuskan melalui tujuh tahap yang meliputi :
a) Identifikasi lingkungan yang akan dimasuki perusahaan masa depan
b) Penetuan visi dan misi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan tujuan
c) Analisa SWOT ( Strength, weakness, oppurtunities, and threats)
d) Analisis portofolio
e) Perumusan peluang dan masalah utama
f) Identifikasi dan evaluasi strategi
g) Perumusan strategi
2.
Perencanaan strategi, dalam tahap ini setiap sasaran strategi kemudian
ditentukan ukuran pencapaian dan target yang akan diwujudkan dalam
jangka waktu tertentu di masa depan. Perencanaan strategi ini menghasilkan
tiga macam keluaran, yaitu :
a) Sasaran stragi
b) Target
c) Inisiatif strategi
80
3.
Penyusunan program, merupakan proses penjabaran inisiatifstrategik ke
dalam program strategik jangka panjang untuk mewujudkan sasaran
strategik tertentu beserta taksiran sumberdaya yang diperlukan untuk dan
diperoleh dari langkah-langkah tersebut.
4.
Penyusunan anggaran, pada hakikatnya merupakan proses penyusunan laba
jangka pendek. Dalam penyusunan anggaran dijabarkan program tertentu ke
dalam rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam satu tahun anggaran,
ditunjuk manajer dan karyawan yang bertanggung jawab dan dilokasikan
sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan tersebut.
5.
Implementasi, tahap ini manajemen dan perusahaan melaksanakan rencana
yang tercantum dalam anggaran ke dalam kegiatan nyata. Oleh karena
anggaran adalah bagian dari program, dan program merupakan penjabaran
inisiatif strategik, serta inisiatif strategic dipilih sebagai penerjemahan
strategi yang dirumuskan, maka dalam implementasi rencana, manajemen
dan karyawan harus senantiasa menyadari keterkaitan erat di antara
implementasi, anggaran, program, inisiatif strategik, sasaran strategidan
startegi.
6.
Pemantauan, hasil setiap langkah yang direncanakan perlu diukur untuk
memberikan umpan balik bagi pemantau pelaksana anggaran, program dan
inisiatif strategik. Hasil implementasi rencana juga digunakan untuk
memberikan informasi bagi pelaksana tentang seberapa jauh target telah
berhasil dicapai, sasaran strategik telah berhasil diwujudkan, tujuan dan visi
organisasi dapat dicapai.
81
Dalam enam tahap sistem manajemen strategik tersebut, tahap yang paling
krusial adalah tahap perencanaan srategi, karena pada tahap penyusunan program.
Perencanaan strategi merupakan proses manajemen yang sistematis yang
didefinisikan sebagai proses dari pengambilan keputusan atas program-program
yang akan dilaksanakan organisasi dan perkiraan sumberdaya yang akan
dialokasikan dalam setiap program kerja selama beberapa tahun mendatang
(Anthony and Govindarajan, 1998 : 306). Selain itu perencanaan strategi dengan
rencana laba jangka panjang yang akan dihasilkan dalam tahap penyusunan
program.
3.1.5.2 Strategi
Strategi berasal dari bahasa yunani yang berati: kepemimpinan dalam
ketentaraan. Konotasi ini berlaku selama perang yang kemudian menjadi
manajemen ketentaraan dalam mengelola para tentara. Menurut Mitzberg-Quinn
(1999:5), strategi adalah suatu pola rencana terintegrasi seluruh organisasi untuk
mencapai tujuan, memiliki kebijakan-kebijakan dan tindakan yang akan
dilakukan. Strategi yang baik akan membantu manajer dalam mengalokasikan
sumber daya dalam badan usaha sebagai kekuatan internal dalam mengantisipasi
situasi yang berubah-ubah sangat dibutuhkan suatu proses yang selalu dapat
dievaluasi secara berkesinambungan dan diperbaharui sesuai dengan situasi yang
dihadapi, yang disebut strategic planning process. Menurut Goodstein, et.al.
(1993 : 3), strategy planning process merupakan suatu proses yang memberikan
prosedur-prosedur dan tindakan-tindakan yang perlu untuk mencapai masa depan
yang diinginkan.
82
Dari definisi sebelumnya dapat ditarik pernyataan bahwa strategi adalah
pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi.
Strategi membentuk suatu pola pengambilan keputusan dalam mewujudkan visi
organisasi. Dengan tindakan berpola perusahaan dapat mengerahkan dan
mengarah seluruh sumber daya organisasi secara efektif keperwujudan visi
organisasi.
Suatu visi organisasi haruslah melaksanakan berbagai macam aktifitas
dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja keuangan maupun kinerja non keuagan
misalnya, memberikan layanan jasa yang berkualitas dengan harga yang
kompetitif, meningkatkan loyalitas pelanggan, meningkatkan produktifitas
karyawan. Aktivitas-aktivitas tersebut dilaksanakan secara terpadudan tidak boleh
dipisah-pisah. Jika aktivitas-aktivitas tersebut dilaksanakan secara terpisah maka
akan berdampak pada peningkatan kinerja hanya akan terjadi pada satu bidang
saja, dimana ada kemungkinan terjadinya penurunan pada bidang lain. Oleh sebab
itu untuk memadukan setiap aktivitas yang ada di dalam sebuah organisasi
diperlukan suatu strategi perusahaan.
Dalam hal ini untuk menterjemahkan visi dan strategi ke dalam tindakan
digunakan suatu pengukuran yang dinamakan balanced scorecard. Tujuan dan
pengukuran balanced scorecard adalah sebagai berikut :
(a)
Dimulai dari tim eksekutif senior yang harus menterjemahkan dan
menjabarkan strategi entitas usaha ke dalam specific objective.
(b)
Untuk menetapkan sasaran finansial (growth, profitability, atau cash flow)
harus diperhatikan strategi yang cocok untuk entitas badan usaha.
83
(c)
Dalam
perspektif
pelanggan,
segmen
pasar
dan
pelanggan
dan
ukurannyaharus ditetapkan secara eksplisit sesuai consensus.
(d)
Kemudian diidentifikasi objective dan measures untuk mencapai kualitas
biaya siklus waktu proses bisnis internal yang paling kritikal untuk
mencapai breakthough yang diinginkan stakeholders.
(e)
Akhirnya untuk mencapai semua target tersebut dalam perspektif dan
pembelajaran dan pertumbuhan, ditampung alasan-alasan yang masuk akal
untuk mendukung jumlah investasi untuk reskilling, infotech, dan perbaikan
prosedur organisasi.
3.1.5.3 Strategi Map
Jika Board of Director ingin menjelaskan strategi perusahaan, tetapi
tidak memiliki sarana untuk itu, maka yang terjadi adalah strategi tersebut
hanyalah semacam wawasan, pandangan, opini, dan sebagainya untuk
memandang sesuatu yang berbeda. Jika strategi hendak diimplementasikan,
hal pertama yang harus dilakukan adalah menjelaskannya. Yang terpenting
dalam hal ini adalah bagaimana agar setiap strategi dipahami, dimengerti,dan
dipandang dengan kesepakatandan keselarahan tingkat tinggi. Strategi
menjelaskan bagaimana perusahaan berusaha untuk mencapai nilai bagi
sharehoulders. Telah disebutkan sebelumnya bahwa perusahaan tidak lagi
dapat mencapai keunggulan bersaing. Menciptakan nilai dari intangible assets
dalam beberapa hal, antara lain (Kaplan dan Noron, 2004:29-30):
84
(a)
Value creation is indirect. Intangible assets jarang yang memiliki pengaruh
langsung terhadap keluaran finansial melalui hubungan sebab akibat
(b)
Value is contextual. Nilai dari intangible assets tidak secara jelas
menunjukan nilainya terhadap organisasi.
(c)
Assets are bundled. Nilai dari intangible assets muncul bila dikombinasikan
secara efektif dengan asset lainnya, meliputi tangible dan intangible assets.
Strategy Map dan balanced scorecard menyediakan kerangka kerja yang
dapat menggambarkan bagaimana strategi menghubungkan intangible assets
dengan proses penciptaan nilai. Perspektif finansial dan pelanggan menjelaskan
hasil yang diinginkan dari strategi. Kedua perspektif tersebut mengandung banyak
lag indicator. Bagaimana organisasi dapat mencapai hasil tersebut? Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasi intangible assets yang memiliki
pengaruh menunjukan pekerjaan mana, sistem mana, dan iklim perusahaan yang
bagaimana yang dibutuhkan untuk mendukung proses penciptaan nilai.
Menyatukan tujuan dari keempat perspektif ini adalah kunci penciptaan nilai
strategi yang konsisten.
Strategy map menunjukan hubungan sebab akibat diantara critical
success factors perusahaan. Strategy map juga dapat digunakan untuk
menggambarkan kontribusi dari aktifitas pegawai untuk mencapai tujuan
perusahaan (Kaplan dan Norton, 2004: 15). Selain itu strategy map juga dapat
digunakan untuk mengembangkan system pengukuran kinerja perusahaan (Neely
and Bourne, 2000:5).
85
Strategy map adalah gambaran yang menggambarkan critical success
factors perusahaan dan hubungan sebab akibat diantara faktor-faktor tersebut.
Selain itu strategy map menunjukan cara yang konsisten untuk menggambarkan
strategi, tujuan dan pengukuran yang telah ditentukan dan dikelola (Kaplan and
Norton, 2004,176). Keunggulan dari strategy map antara lain :
(a)
Strategy map menjelaskan hubungan non-finansial success factors sehingga
menghasilkan ukuran financial serta memudahkan implementasi system
pengukuran kinerja (Antola, et.al, 2004:2);
(b)
Strategy map digunakan untuk menjelaskan strategi perusahaan kepada para
pegawai dengan menunjukan bagaimana tugas-tugas mereka berhubungan
dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan (Antola, et.al, 2004: 2);
(c)
Strategy map dapat digunakan untuk menyelesaikan unit basis dan berfokus
pada proses manajemen (Kaplan and Norton, 2004: 15);
(d)
Strategy map melengkapi mata rantai yang hilang diantara strategy
formulation dan strategy execution (Kaplan dan Norton, 2004: 55) dan;
(e)
Strategy map
adalah alat untuk membantu pengukuran kinerja dalam
organisasi dengan cara menyoroti persoalan penting dalam perusahaan
dalam arti bagaimana persoalan tersebut diukur (Kaplan dan Norton, 2004:
55)
Kaplan dan Norton menghubungkan strategy map secara erat dengan
kerangka balanced scorecard. Mereka mengangap strategy map sebagai suatu
ilustrasi satu halaman yang menyajikan tujuan perusahaan secara keseluruhan
yang digabungkan dengan 4 perspektif dari balanced scorecard (Kaplan dan
86
Norton, 2003 :55). Kaplan dan Norton memiliki perancangan strategy map.
Model tersebut dipusatkan pada suatu strategy map, masing-masing pola tersebut
berdasarkan strategy map, masing-masing pola tersebut berdasarkan pada strategi
yang berbeda-beda dan berdasarkan hubungan sebab akibat dalam strategi.
Perusahaan dapat memilih salah satu strategy map-nya.
Menurut Kaplan dan Norton (2000, 170-76) perancangan strategy map
dimulai dengan menetapkan tujuan organisasi dan selanjutnya proses untuk
mencapai tujuan tersebut. Penetapan tujuan dimulai dengan pengidentifikasian
alas an perusahaan untuk tetap eksis, selanjutnya manajemen menetapkan visi
perusahaan yang diteruskan dengan menetapkan strategi yang berhubungan
dengan visi yang telah diterapkan tersebut. Tahap selanjutnya adalah menjabarkan
critical objectives perusahaan dan hubungan diantara tujuan-tujuan tersebut dalam
satu garis atau satu kesatuan dalam empat perspektif dari balanced scorecard.
Adapun keempat perspektif tersebut adalah sebagai berikut :
(a)
Perspektif keuangan (financial perspective), tujuan dari perspektif keuangan
adalah menghubungkan strategi pertumbuhan pendapatan dan strategi
produktifitas.
(b)
Perspektif konsumen (customer perspective), inti dari strategi ini adalah
customer value proposition, di mana strategi ini dipilih dari tiga (3) strategi
differensiasi, yaitu : operasional excellent, product leadership, customer
intimacy;
(c)
Perspektif proses bisnis internal (internal Business Process perspective),
setelah perusahaan dapat menggambarkan konsumennya secara jelas,
87
langkah selanjutnya adalah menetapkan strategi untuk mencapai value
proposition konsumen dan tujuan finansial;
(d)
Perspektif
pertumbuhan
dan
pembelajaran
(learning
and
growth
perspective), perusahaan harus memutus bagaimana cara mereka dalam
mencapai tujuannya.
3.2
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan serta
tinjauan pustaka, maka dapat digambarkan suatu kerangka pemikiran untuk
menyederhanakan alur pikir penelitian. Penelitian ini dimulai dengan melakukan
telaah terhadap kondisi terkini dari Ithaca Resources untuk mendapatkan infomasi
tentang visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi yang diterapkan Ithaca Resources
untuk mencapai tujuan serta sasaran yang telah diterapkan. Identifikasi atau
pelusuran masalah dimulai dengan melakukan evaluasi terhadap strategi yang
telah diformulasikan Ithaca Resources tersebut dan telah dieksekusi dengan
seluruh anggota organisasi. Banyak hal yang dapat menghalangi proses
pencapaian visi dan misi tersebut, yang mungkin disebabkan oleh adanya
kelemahan dalam menerjemahkan visi dan misi ke dalam strategi jangka panjang,
tanpa memperhatikan strategi jangka pendek yang berpijak pada visi dan misi
perusahaan. Kemungkinan kelemahan ini disebabkan oleh faktor eksternal, seperti
perilaku pelanggan yang berubah-ubah, tidak terpenuhinya kepuasan pelanggan
terhadap produk yang dihasilkan perusahaan dan beralihnya pelanggan ke pesaing
lain yang memiliki produk lebih inovatif. Atau karena faktor internal, dimana
88
karyawan sudah tidak mempunyai lagi motivasi karena kepuasan mereka tidak
terpenuhi yang menyebabkan menurunnya kualitas kerja.
Jika strategi hendak diimplementasikan, hal pertama yang harus
dilakukan adalah menjelaskan. Sebelum strategi dieksekusi oleh organisasi maka
strategi tersebut harus dipahami dengan baik mulai dari manajemen puncak
sampai dengan pegawai paling rendah. Agar strategi yang diformulasikan dapat
dikomunikasikan kepada seluruh organisasi maka dibutuhkan suatu alat untuk
mengkomunikasikannya sehingga strategi tersebut dapat berjalan seperti yang
diharapkan. Salah satu alat yang dipakai untuk menjelaskan, mengkomunikasikan
dan mengimplementasikan strategi adalah strategy map, yaitu logika dan
arsitektur yang komprehensif untuk menjelaskan strategi.
Manajemen Strategi sebagai suatu alat manajemen diharapkan mampu
merumuskan kembali strategi dan menerjemahkan visi, misi suatu organisasi yang
sudah ditetapkan terlebih dahulu untuk dapat diaktualisasikan. Dengan sistem
tersebut, eksekutif perusahaan lebih mudah memantau situasi sekarang dengan
beberapa target yang akan dicapai dimana target tersebut sangat terintegrasi
dengan tercapainya tujuan visi dan misi perusahaan. Menentukan ukuran dan
memantau ukuran tersebut dari target yang sudah ditentukan sangat penting bagi
pihak manajemen. Balanced scorecard Berfungsi sebagai kerangka kerja bagi
perusahaan yang akan mengarahkan mereka untuk mencapai tujuannya. Dalam
penelitian ini penulis ingin membandingkan kinerja Ithaca Resources sebelum dan
setelah penerapan balanced scorecard dengan metode balanced scorecard.
89
Dari latar belakang, landasan teori dan kerangka berpikir penelitian maka
proporsi yang hendak diuji dalam penelitian adalah
3.2.1 Proporsi Pertama : Strategy map digunakan untuk menjelaskan strategi,
sehingga isu-isu strategik menjadi lebih jelas, komunikasi dan monitoring
strategy menjadi lebih mudah
3.2.2 Balanced scorecard digunakan agar strategi dapat terukur, sehingga strategi
akan menjadi mudah dikelola.
Download