28 BAB III KAJIAN PUSTAKA 3.1 Pengukuran Kinerja 3.1.1 Definisi Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan proses mengukur sampai sejauh mana manajemen mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan atau seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan (Harvey, l996). Pengukuran kinerja sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan untuk mengetahui dan mengevaluasi sampai dimana tingkat keberhasilan perusahaan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan sebelumnya. Penilaian pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan berbagai macam ukuran dan biasanya berdasarkan data keuangan perusahaan. Pengukuran kinerja menunjukkan suatu hubungan antara perencanaan yang telah ditetapkan perusahaan dengan hasil aktivitas-aktivitas yang telah dicapai perusahaan untuk menilai tingkat keberhasilan. Perencanaan perusahaan yang berisi strategi-strategi yang bertujuan untuk kelangsungan hidup perusahaan haruslah dapat diukur karena kita tidak dapat menghadapi apapun, jika yang direncanakan tidak dapat diukur atau dinilai. Untuk menilai berhasil atau tidaknya suatu strategi yang telah ditetapkan, maka diperlukan suatu pengukuran kinerja yang merupakan alat bagi manajemen dalam mengevaluasi kerjanya. Perubahan yang terjadi di lingkungan dunia usaha, terutama perubahan persaingan yang lebih kompetitif mengharuskan para manajer untuk melakukan 28 29 evaluasi terhadap kerja mereka agar tetap kompetitif dan menguntungkan. Langkah yang harus diambil adalah melakukan penilaian kembali atas sistem pengukuran kinerja perusahaan. Dengan semakin ketatnya persaingan dalam dunia bisnis, maka dibutuhkan tolak ukur lain sebagai pelengkap tolak ukur keuangan yaitu non keuangan. Hal ini diperlukan karena dapat mengarahkan para manajer kepada tujuan profitabilitas jangka panjang, mutu yang tinggi, pelayanan yang loyal dan kepuasan pekerja yang maksimal. Menurut Raymon (1996:13) yang diterjemahkan oleh Hendra Teguh (1996:13) Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegasi dengan maksud yang sama untuk mencapai tujuan. Secara umum sistem adalah suatu kerangka kerja yang terdiri dari suatu kerangka komponen yang saling berkaitan dan untuk melaksanakan fungsi utama perusahaan. 3.1.1.1 Definisi Kinerja Perusahaan Menurut Mulyadi (1993: 420) penilaian kinerja sebagai berikut Penilaian kinerja yaitu penentuan secara efektifitas operasional suatu organisasi dan karyanya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Anderson dan Clancy dalam buku Yowono (2002:21) pengukuran kerja adalah Feed back from the accountant to management that provide information about how well the action represent the plans. It also 30 identifies where managers may need to make corrections or adjustment in future planning and controlling activities. Menurut Vincent Gaspersz (2002:70) pengukuran kinerja merupakan Suatu cara mengukur arah dan kecepatan perubahan serta merupakan alat pembanding sepanjang waktu. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu metode atau mekanisme pengukuran yang dilakukan untuk mengevaluasi terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan berdasarkan dan kriteria yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana, dan dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitasaktivitas perumusan, perencanaan dan pengendalian. Gambar 3.1 Pengukuran Kinerja (Gapersz, 2002) Keadaan Sekarang Baseline Posisi Sekarang Baseline Target Kinerja Keseluruhan Pengukuran Kinerja Keadaan Akan Datang Sasaran 31 3.1.1.2 Tujuan Dan Manfaat Sistem Pengukuran Kinerja Secara umum tujuan sistem pengukuran kinerja menurut Mulyadi dalam bukunya "Akuntansi Manajemen" Konsep, Manfaat dan Rekayasa (1991:139) adalah: (a) Untuk menentukan konstribusi suatu bagian dari perusahaan terhadap organisasi secara keselurahan. (b) Memberikan dasar-dasar mengevaluasi kualitas kinerja masingmasing manajer. (c) Untuk memotivasi para manajer agar secara konsisten melakukan tugasnya sesuai dengan tujuan pokok perusahaan. "Tujuan pokok sistem penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan sah tentang perilaku dan kinerja anggota-anggota organisasi, jadi tujuan sistem penilaian kinerja adalah untuk mendapatkan Informasi yang benar tentang perilaku karyawan untuk mencapai sasaran informasi ". (Simamora, 1997). Adapun manfaat dari pengukuran bagi pihak manajemen menurut Akuntansi Keuangan yang disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (2002: 4) dijelaskan tentang pentingnya informasi dari kinerja perusahaan, yaitu :"Informasi keuangan perusahaan, terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan dimasa mendatang. Informasi fluktuasi kinerja adalah penting hubungan ini. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber yang ada. Disamping itu Informasi tersebut berguna dalam 32 perumusan pertimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya ". 3.1.1.3 Kelemahan Dan Kelebihan Sistem Pengukuran Kinerja Tradisional Dalam perspektif tradisioanal ini, tolak ukur yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja berdasarkan perspektif tradisioanl adalah laporan keuangan merupakan sasaran per-tanggung jawaban atas sumber daya yang telah direncanakan oleh para pemegang saham, karyawan, pemerintah dan masyarakat. Selain itu laporan keuangan dapat memberikan laporan-laporan dan informasi yang dibutuhkan oleh pihak manajemen dalam mengambil keputusan jangka pendek dengan cara yang mungkin berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya sesuai dengan tujuan perusahaannya masing-masing. Melihat perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, pendekatan tersebut sudah tidak layak lagi digunakan, karena kinerja perusahaan tidak mampu memberikan informasi yang banyak mengenai kemampuan perusahaan dimasa lalu maupun dimasa yang akan datang dalam menuntut perusahaan yang baik. Dalam menggunakan perspektif tradisional terdapat kelemahan dan kelebihan hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : Kelemahan dari perspektif tradisional adalah : (a) Perspektif tradisional lebih cenderung menekankan pada ukuran keuangan sebagai indikator utama penilaian kinerja perusahaan. 33 (b) Hanya menggambarkan perusahaan dimasa lampau dan tidak mampu merencanakan strategis jangka panjang yang harus dilakukan perusahaan agar tetap bertahan dimasa yang akan datang. (c) Hanya mengukur kinerja perusahaan berdasarkan angka-angka keuangan dan tidak mampu mengukur harta tidak berwujud serta harta intelektual (sumber daya manusia). (d) Angka yang ada tidak mencerminkan nilai pasti, hanya mencerminkan nilai buku. Sedangkan kelebihannya adalah sebagai berikut : (a) Handal, karena dihasilkan berdasarkan akuntansi yang berlaku. (b) Pengukurannya jelas (kuantitatif). (c) Data-data yang diperlukan mudah didapat. 3.1.2 Laporan Keuangan 3.1.2.1 Pengertian LaporanKeuangan Pengertian laporan keuangan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Revisi 2010 (2010:3) menggambarkan laporan keuangan sebagai berikut "Laporan keuangan yang berisi baik laporan keuangan lengkap (seperti dijelaskan di PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan ringkas untuk suatu periode interim. Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau 34 aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan alat informasi yang menghubungkan perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, dimana dapat digunakan untuk menunjukkan kondisi dan penilaian kinerja perusahaan dalam satuan moneter. 3.1.2.2 Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Revisi 2010) yang disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (2010: 3) adalah sebagai berikut : (a) Menghindari pengulangan informasi yang telah dilaporkan sebelumnya, entitas disyaratkan atau diperbolehkan memilih untuk menyediakan informasi yang lebih sedikit pada tanggal interim dibandingkan dengan laporan keuangan tahunan . (b) Laporan keuangan ini disusun untuk menyediakan pemuktahiran laporan keuangan tahunan lengkap yang terakhir. Namun laporan keuangan ini tidak menyediakan semua informasi yang dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh-keuangan masa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi laporan non keuangan. (c) Laporan keuangan interim berfokus pada aktifitas, peristiwa, dan kondisi baru serta tidak mengulangi informasi yang telah dilaporkan sebelumnya. 35 3.1.2.3 Jenis Dan Karakteristik Laporan Keuangan Dalam laporan keuangan terdapat komponen-komponen utama yang telah ditetapkan dalam SAK (2002:13) yaitu : (a) Neraca (Balance Sheet) Adalah suatu laporan yang disusun secara sistematis yang menggambarkan posisi aktiva, hutang, dan modal suatu perusahaan pada tanggal tertentu. (b) Laporan Laba Rugi (Income Statement) Adalah suatu laporan yang disusun secara sistematis yang menggambarkan tentang ikhtisar pendapatan-pendapatan yang diperoleh serta biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan dalam kurun waktu tertentu. (c) Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Owner's Equity) Adalah suatu laporan yang disusun secara sistematis yang menggambarkan penyebab terjadinya perubahan modal awal menjadi modal akhir suatu perubahan pada suatu periode tertentu. (d) Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow) Adalah laporan yang menggambarkan aliran kas selama periode tertentu dan diklasifikasi menurut aktiva operasi, investasi dan pendanaan. (e) Catatan atas Laporan Keuangan Adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi. Laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, serta informasi tambahan seperti kewajiban kontijensi dan komitmen. Karakteristik kualitatif laporan keuangan merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan tersebut berguna bagi para pemakai 36 dalam pengambilan keputusan ekonomi. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia terdapat 7 (tujuh) kualitatif pokok yaitu : (a) Relevan Informasi memiliki kualitas relevan dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi masa lalu, masa kini, atau masa depan yang menegaskan atau mengkoreksi dari hasil evaluasi mereka di masa lalu. Relevansi informasi ini dipengaruhi oleh hakekat dan materialistisnya. Materialistisnya sendiri tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dimulai sesuai situasi khusus dari penjelasan dalam mencantumkan (ommision) atau kesalahan dalam mencatat, karenanya materialistis lebih merupakan suatu lambang batas atau titik pemisah dari suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna. (b) Dapat Dimengerti Informasi harus dapat dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan dalam bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian para pemakai. Dalam hal ini, dari pihak pemakai juga diharapkan adanya pengertian atau pengetahuan mengenai aktivitas-aktivitas ekonomi perusahaan, proses akuntansi keuangan, serta istilah-istilah teknis yang digunakan dalam laporan keuangan. (c) Daya Uji Proses pengukuran dan penyajian informasi tidak berlandaskan pada realita obyektif semata, tetapi untuk meningkatkan manfaatnya, informasi harus 37 dapat diuji kebenarannya oleh para pengukur yang independensi dengan menggunakan metode pengukuran yang sama. (d) Netral Informasi diarahkan pada kebutuhan umum pemakai dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak-pihak tertentu, sehingga tidak digunakan untuk menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. (e) Tepat Waktu Informasi harus disampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut. (f) Daya Banding Informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaanperusahaan lainnya pada periode yang sama. (g) Lengkap Informasi akuntansi yang lengkap meliputi semua data akuntansi keuangan yang dapat memenuhi secukupnya enam karakteristik kualitatif diatas beserta kualifikasinya, susunan serta latihan yang layak dalam laporan keuangan. Demikian pula semua fakta atau informasi tambahan yang mempengaruhi perilaku dalam mengambil keputusan harus diungkap dengan jelas. 38 Menurut Dwi Prastowo, para pemakai laporan ini menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang meliputi : 1. Investor Investor membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Selain itu, mereka juga tertarik pada informasi yang memungkinkan melakukan penilaian terhadap kemampuan perusahaan membayar deviden. 2. Kreditor Para kreditor tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo. 3. Shareholder s (para pemegang saham) Para pemegang saham berkepentingan dengan informasi mengenai kemajuan perusahaan, pembagian keuntungan yang diperoleh, dan penambahan modal untuk business plan berikutnya. 4. Pelanggan Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan atau bergantung pada perusahaan. 5. Pemerintah Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan oleh karenanya berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Selain itu, mereka juga 39 membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. 6. Karyawan Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakilinya tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka melakukan penilaian atas kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja. 7. Masyarakat Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara, seperti pemberian kontribusi pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada para penanam modal domestik. Laporan keuangan digunakan sebagai penyedia informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya. 3.1.2.3 Analisa Laporan Keuangan Pengertian analisa laporan keuangan menurut Dwi Prastowo "Analisa Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi" (1995: 30) adalah : "Analisis laporan keuangan tidak lain merupakan suatu proses untuk membedah laporan keuangan ke dalam unsur-unsurnya, menelaah masing-masing unsur tersebut dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan itu sendiri”. 40 Menurut Dwi Prastowo Pengertian Analisis Keuangan yang dikutip dari definisi yang dikemukakan oleh Loepold A. Berntein (1995:30) "Financial statement analisys is the judgement process that trims to evaluate the current and the past ftnancial position and result of an enterprise, with prirnery objective of determining the best possible estimates and prediction about future conditions and performance ". Sedangkan menurut Lukman Syamsudin bahwa : “Analisa laporan keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan perhitungan rasio-rasio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan dimasa lalu, saat ini dan kemungkinannya dimasa mendatang”. Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa analisa laporan keuangan pada dasarnya merupakan penelaah tentang hubungan dan kecenderungan (trend) untuk mengetahui apakah keadaan keuangan, hasil usaha dan kemajuan keuangan perusahaan memuaskan atau tidak memuaskan. Menurut Dwi Prastowo, tujuan analisa laporan keuangan adalah menyangkut 4 (empat) hal yaitu : (a) Sebagai alat screening adalah awal dalam memilih alternatif investasi atau manajer. (b) Sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan dimasa datang. (c) Sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen operasi atau masalah lainnya. (d) Sebagai alat evaluasi terhadap manajemen. 41 Pada dasarnya dalam menganalisa suatu laporan keuangan, teknik analisa laporan keuangan yang sering digunakan adalah analisa rasio keuangan. Karena rasio ini merupakan alat analisis yang dapat memberikan jalan keluar dan menggambarkan simbol (gejala-gejala yang tampak) suatu keadaan. S. Munawir dalam analisa laporan keuangan berpendapat bahwa : “Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu yang lain dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar. 3.1.2.4 Macam-Macam Rasio Keuangan Menurut Bambang Riyanto (2001:331) dengan buku berjudul "Dasardasar Pembelanjaan Perusahaan" bahwa dalam menganalisa laporan keuangan perusahaan, penganalisa memerlukan adanya ukuran atau yardstick tertentu. Ukuran yang sering digunakan tersebut adalah rasio-rasio sebagai berikut : (a) Rasio Likuiditas Rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan. (i) Rasio Lancar. Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancar dengan aktiva lancar. Rasio Lancar = Aktiva Lancar Kewajiban Lancar (ii) Rasio Cepat. Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menyediakan kas dan aktiva lain yang dapat dilikuidasi dengan segera jika diperlukan 42 Rasio Cepat = Aktiva Lancar – Persediaan Kewajiban Lancar (b) Rasio Leverage Rasio yang diniaksud untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. (i) Rasio Hutang. Mengukur sejauh mana kewajiban perusahaan digunakan untuk mendanai pembelian atau investasi atas aktiva perusahaan. Rasio Hutang = Total Kewajiban Total Aktiva (ii) Rasio Modal terhadap Kewajiban. Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua total kewajibannya dengan modal sendiri. Rasio Modal terhadap Kewajiban = Total Kewajiban Modal Sendiri (c) Rasio Aktivitas Rasio yang dimaksud untuk mengukur seberapa besar efektifitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya.Rasio Perputaran Persediaan. Menunjukkan tingkat efisiensi dan efektifitas perusahaan untuk mengatur investasinya dalam persediaan yang direflesikan dalam beberapa kali persediaan itu diputar selama satu periode tertentu. Misalnya dalam satu tahun. Rasio Perputaran Persediaan = Harga Pokok Penjualan Persediaan (i) Rasio Perputaran Aktiva Tetap. Berguna untuk mengukur efisiensi perusahaan dalam penggunaan aktiva tetap guna menghasilkan penjualan. Rasio Perputaran Aktiva Tetap = Penjualan Aktiva Tetap 43 (ii) Rasio Perputaran Total Aktiva. Menunjukkan efisiensi perusahaan dalam pemakaian total aktiva untuk menghasilkan penjualan. Rasio Perputaran Total Aktiva = Penjualan Total Aktiva (iii)Rasio Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang. Menyatakan berapa cepat perusahaan dapat menagih piutang dagang sehingga memperoleh kas. Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang = Piutang dagang Penjualan /360 (iv)Rasio Perputaran Piutang. Menyatakan berapa kali piutang dagang berputar dalam satu tahun. Perputaran Piutang = Penjualan Piutang Dagang (d) Rasio Profitabilitas Rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan. a. Margin Laba Kotor. Mencerminkan mark-up terhadap harga pokok penjualan dan kemampuan manajemen untuk meminimalisasi harga pokok penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang ctilakukan perusahaan. Margin Laba Kotor = Laba Kotor Penjualan Bersih b. Margin Laba Usaha. Mencerminkan kemampuan manajemen untuk menghasilkan laba setelah beban operasi dan harga pokok penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang dilakukan. Margin Laba Usaha = Laba Usaha Penjualan Bersih 44 c. Margin Laba Bersih. Mencerminkan kemampuan manajemen untuk laba setelah harga pokok penjualan, beban operasi, beban-beban lain, pajak dalam hubungannya dengan penjualan. Margin Laba Bersih = Laba Bersih Penjualan Bersih d. Return on Investment (ROI). Mencerminkan kemampuan manajemen dalam mengatur aktiva seoptimal mungkin sehingga mencapai laba bersih yang diinginkan. Dengan menggunakan rumus berikut : ROI = Laba-Bersih setelah Pajak Kinerja Non Finansial 3.1.3 Balanced Scorecard 3.1.3.1 Definisi Dan Perkembangan Balanced Scorecard Seperti halnya definisi penilaian kinerja, definisi Balanced Scorecard juga telah banyak didefinisikan oleh banyak ahli, adapun beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Menurut Kaplan (2000) dalam penelitian Anthon S.Y.K (2003:78), Balanced Scorecard is method for the organization to systematically consider what it should do to develop an internally consistent and comprehensive system of planning and control and a basis for understanding the difference between successful and unsuccessful organizations. 2. Sedangkan menurut Mulyadi (2001) masih dalam penelitian Anthon S.Y.K (2003:79), Balanced Scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja yang 45 cocok digunakan dalam manajemen kontemporer yang memanfaatkan secara ekstensif dan intentif teknologi informasi dalam bisnis. 3. Menurut Atkinson dan Banker dalam penelitian Alexander R (2002), Balanced Scorecard is a measurement and management system that views a business units performance for four perspective which are Financial perspective, Customer perspective, Internal Business Process perspective, Learning and growth perspective. 4. Sedangkan menurut Young masih dalam penelitian Alexander R (2002), Balanced Scorecard is a set of performance targets and result that reflect the organization s partners, shareholders, and community. Selama ini sistem pengukuran kinerja bisnis lebih terfokus pada masalah finansial akuntansi disebut sebagai “bahasa bisnis”. Berbagai catatan pembukuan dari transaksi financial dapat ditelusuri ribuan tahun kebelakang, ketika orangorang Mesir, Tunisia, dan Sumeria menggunakannya untuk memfasilitasi transaksi komersial. Beberapa abad kemudian, pada abad eksplorasi, kinerja perusahaan dagang global diukur atau dipantau oleh sistem akuntansi doubleentry. Revolusi industri, pada abad kesembilan belas, melahirkan berbagai perusahaan raksasa yang bergerak dibidang usaha pertekstilan, perkeretaapian, baja, mesin perkakas dan ritel. Berbagai inovasi pengukuran kinerja finansial yang dilaksanakan perusahaan-perusahaan ini mempunyai peran penting dalam memacu pertumbuhan perusahaan-perusahaan tersebut secara cepat. Berbagai inovasi finansial, seperti pengembalian investasi (Return On Investment/ROI) 46 serta efisiensi anggaran operasi dan kas, berperan penting bagi keberhasilan perusahaan diawal abad keduapuluh, seperti DuPont dan General Motors. Dengan demikian aspek finansial kinerja unit bisnis sesungguhnya telah berkembang dengan pesat diakhir abad keduapuluh ini. Tetapi banyak pengamat mengkritik penggunaan yang ekstensif bahkan ekslusif dari berbagai ukuran finansial dalam dunia usaha. Pada prinsipnya, penekanan yang berlebihan kepada pencapaian berbagai hasil finansial jangka pendek dapat mengakibatkan penanaman investasi jangka pendek yang berlebihan dan sedikitnya investasi yang dilaksanakan untuk menciptakan nilai tambah jangka panjang, terutama dalam aktiva tidak berwujud dan aktiva intelektual yang menghasilkan pertumbuhan masa depan. Balanced scorecard merupakan contemporary management tool yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam melipatgandakan kinerja keuangan. Oleh karena badan usaha pada dasarnya adalah institusi pencipta kekayaan penggunaan ERP dalam pengelolaan menjanjikan peningkatan yang signifikan atas kemampuan organisasi dalam menciptakan kekayaan. Seperti halnya definisi penilaian kinerja, definisi Balanced Scorecard juga telah banyak didefinisikan oleh banyak ahli, adapun beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : (a) Menurut Kaplan (2000) dalam penelitian Anthon S.Y.K (2003:78), Balanced Scorecard is method for the organization to systematically consider what it should do to develop an internally consistent and comprehensive system of 47 planning and control and a basis for understanding the difference between successful and unsuccessful organizations. (b) Sedangkan menurut Mulyadi (2001) masih dalam penelitian Anthon S.Y.K (2003:79), Balanced Scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja yang cocok digunakan dalam manajemen kontemporer yang memanfaatkan secara ekstensif dan intentif teknologi informasi dalam bisnis. (c) Menurut Atkinson dan Banker dalam penelitian Alexander R (2002), Balanced Scorecard is a measurement and management system that views a business units performance for four perspective which are Financial perspective, Customer perspective, Internal Business Process perspective, Learning and growth perspective. (d) Sedangkan menurut Young masih dalam penelitian Alexander R (2002), Balanced Scorecard is a set of performance targets and result that reflect the organization s partners, shareholders, and community.Selama ini sistem pengukuran kinerja bisnis lebih terfokus pada masalah finasial akuntansi disebut sebagai “bahasa bisnis”. Berbagai catatan pembukuan dari transaksi financial dapat ditelusuri ribuan tahun kebelakang, ketika orangorang Mesir, Tunisia, dan Sumeria menggunakannya untuk memfasilitasi transaksi komersial. Beberapa abad kemudian, pada abad eksplorasi, kinerja perusahaan dagang global diukur atau dipantau oleh sistem akuntansi doubleentry. Revolusi industri, pada abad kesembilan belas, melahirkan berbagai perusahaan raksasa yang bergerak dibidang usaha pertekstilan, perkeretaapian, baja, mesin perkakas dan ritel. Berbagai inovasi pengukuran kinerja finansial 48 yang dilaksanakan perusahaan-perusahaan ini mempunyai peran penting dalam memacu pertumbuhan perusahaan-perusahaan tersebut secara cepat. Berbagai inovasi finansial, seperti pengembalian investasi (Return On Investment/ROI) serta efisiensi anggaran operasi dan kas, berperan penting bagi keberhasilan perusahaan diawal abad keduapuluh, seperti DuPont dan General Motors. Pada tahap awal perkembangannya, Balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an, eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan. Sebagai akibatnya, terdapat kecenderungan eksekutif untuk mengabaikan kinerja non keuangan, seperti kepuasan pelanggan, produktivitas dan proses cost-effectiveness yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan pelanggan. Oleh karena ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi yang berjangka pendek (umumnya mencakup satu tahun), maka pengukuran kinerja yang berfokus keuangan mengakibatkan eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerja jangka pendek. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian dari riset kantor akuntan public KPMG di U.S.A. yang dipimpin oleh David P. Norton mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”. Balanced scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Hasil tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul 49 “Balanced Scorecard measures that drive performance” pada Harvard Bussiness Review (Januari-Februari 1992). Dengan memperluas ukuran kinerja eksekutif ke kinerja non keuangan, ukuran kinerja eksekutif menjadi komprehensif, meliputi masalah: keuangan, pelayanan pelanggan, proses bisnis/intern, pembelajaran dan pertumbuhan. Berdasarkan pendekatan balanced scorecard, kinerja keuangan yang dihasilkan oleh eksekutif harus merupakan akibat diwujudkannya kinerja dalam pemuasan kebutuhan pelanggan, pelaksanaan proses bisnis/intern yang produktif dan cost-effective, serta pembangunan personel yang produktif dan berkomitmen. Tabel 3.1 memperlihatkan perluasan ukuran kinerja eksekutif yang sebelumnya hanya terpusat pada ukuran keuangan, kemudian diperluas ke perspektif non keuangan dengan pendekatan balanced scorecard. Dalam contoh pada tabel 3.1 tersebut, kinerja eksekutif di perspektif keuangan diukur dengan menggunakan empat ukuran: (i) ROI, (ii) bauran pendapatan (revenue mix), (iii) pemanfaatan aktiva (yang diukur dengan asset turnover), dan (iv) berkurangnya biaya secara signifikan. Kinerja eksekutif di perspektif pelanggan diukur dengan menggunakan tiga ukuran yaitu: (i) jumlah pelanggan baru, (ii) jumlah pelanggan yang menjadi non pelanggan, dan (iii) ketepatan waktu layanan pelangan. Di perspektif proses bisnis/intern, kinerja eksekutif diukur dengan menggunakan tiga ukuran: (i) cycle time, (ii) on-time delivery, (iii) dan cycle effectiveness. Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, kinerja eksekutif diukur dengan menggunakan dua ukuran: (i) skill coverage, dan (ii) quality work of life. 50 Tabel 3.1 Contoh Ukuran Kinerja Eksekutif (Mulyadi, 2001) PERSPEKTIVE UKURAN KINERJA EKSEKUTIF Keuangan Return On Investment (ROI) Pelanggan Bauran Pendapatan (Revenue Mix) Pemanfaatan aktiva (Asset Tuenover) Berkurangnya biaya secara nignifikan Jumlah pelanggan baru Jumlah pelanggan yang menjadi nol Kecepatan waktu layanan pelanggan Cycle Time On-Time Delivery Cycle Effectiveness (CE) Proses bisnis intern Pembelajaran dan pertumbuhan Skill Coverage Quality Work Life Index 3.1.3.2 Keunggulan Balanced Scorecard Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategic memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) Komprehensif Balanced scorecard dapat memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain, yaitu: pelayanan pelanggan, proses bisnis/intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif non keuangan tersebut menghasilkan manfaat antara lain meningkatkan 51 kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang, dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang lebih kompleks. Balanced scorecard dapat digunakan untuk memotivasi personel ke sasaran-sasaran strategik yang menjadi penyebab utama dihasilkannya kinerja keuangan yang lebih baik, dimana personel harus mewujudkan sasaran dari perspektif pelanggan, yaitu menghasilkan produk dan jasa yang menghasilkan nilai terbaik bagi pelanggan, melalui proses yang produktif dan cost effective, yang dilaksanakan oleh personel yang produktif dan berkomitmen. Kinerja keuangan yang dihasilkan dari perspektif pelanggan, proses serta pembelajaran dan pertumbuhan tersebut merupakan kinerja keuangan yang sesungguhnya, yang berasal dari usaha nyata dalam bisnis, sehingga kinerja keuangan yang demikian akan berlipat ganda dan berjangka panjang. Setelah itu kinerja keuangan nyata tersebut dibandingkan dengan kinerja keuangan semu (artificial) yang diperoleh dari selisih kurs mata uang, atau dari bunga bank yang tinggi. Oleh karena kinerja keuangan dapat dijelaskan dengan nyata penyebabnya, personel dapat mengulangi sukses yang diperolehnya pada kesempatan yang lain. Kekomprehensifan sasaran strategik merupakan tanggapan yang tepat untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks dengan mengarahkan sasaran-sasaran strategik. 52 (b) Koheren Balanced scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat (casual relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, meningkatnya kemampuan personel dan komitmen personel ditujukan untuk mewujudkan dua sasaran strategik di perspektif proses bisnis/intern, yaitu: meningkatnya kualitas layanan kepada pelanggan dan terintegrasikannya proses layanan kepada pelanggan. Akhirnya semua sasaran strategik di berbagai perspektif non keuangan harus bermuara di sasaran stratgeik pada perspektif keuangan, karena pada hakikatnya organisasi perusahaan adalah institusi pencipta kekayaan. Oleh karena itu, semua kegiatannya harus dapat menghasilkan tambahan kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan. Sistem perencanaan strategik yang menghasilkan sasaran strategik yang koheren akan menjanjikan pelipat gandaan kinerja keuangan dalam jangka panjang, karena personel didorong untuk mencari inisiatif strategik yang mempunyai 53 manfaat bagi perwujudan sasaran strategik di perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, proses bisnis/intern, pelanggan, atau keuangan. Dalam pendekatan balanced scorecard, terdapat prinsip tidak ada inisiatif strategik yang tidak bermanfaat untuk mewujudkan sasaran strategik tertentu. Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan dituntut untuk menjadi institusi pelipat ganda kekayaan (wealth-multiplying institution), bukan sekedar sebagai institusi pencipta kekayaan (wealth-creating institution). (c) Keseimbangan Keseimbangan sasaran staretgik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik diperlukan untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang. Gambar 3.2 memperlihatkan garis keseimbangan yang perlu diusahakan dalam menetapkan sasaran-sasaran strategik di ke empat perspektif. 54 Gambar 3.2 Keseimbangan Sasaran Strategic Process – Centrik Perspektif proses Bisnis /intern Perspektif keuangan Proses Yang produktif dan cost effective Financial returns yang melipat ganda dan berjangka pan jang External Focus Internal Focus Sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen Produk dan jasa yang mampu menghasilkan nilai terbaik bagi pelanggan Perspektif pembelanjaran dan pertumbuhan Perspektif pelanggan People - Centric Dalam gambar tersebut terlihat empat sasaran strategik yang perlu diwujudkan oleh perusahaan yaitu: (i) financial returns yang berlipatganda dan berjangka panjang (perspektif keuangan), (ii) produk dan jasa yang mampu menghasilkan nilai terbaik bagi pelanggan (perspektif pelanggan), (iii) proses yang produktif dan cost effective (perspektif proses bisnis/intern), dan (iv) sumber 55 daya manusia yang produktif dan berkomitmen (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan). Dalam gambar tersebut juga terlihat dua garis pemisah keseimbangan: garis vertical dan garis horizontal. Garis vertical digunakan untuk mengukur keseimbangan antara pemusatan ke dalam (internal focus) dan pemusatan keluar (external focus). Sasaran strategik yang lebih difokuskan ke perspektif proses bisnis/intern dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan disebut terlalu berfokus ke intern, yang mengakibatkan perspektif pelanggan dan keuangan menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi kepuasan pelanggan dan pemegang saham, sehingga dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang. Sementara itu sasaran strategik yang lebih difokuskan ke perspektif keuangan dan perspektif pelanggan disebut terlalu berfokus ke ekstern, yang mengakibatkan perspektif proses bisnis/intern dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi kepuasan personel perusahaan, sehingga dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang. Garis horizontal digunakan untuk mengukur keseimbangan antara pemusatan ke proses (process centric) dan pemusatan ke orang (people centric). Sasaran strategik yang lebih difokuskan ke 56 perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan perspektif pelanggan disebut terlalu berfokus ke orang (people centric), yang mengakibatkan perspektif proses bisnis dan perspektif keuangan menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang. Sementara itu sasaran strategik yang lebih difokuskan ke perspektif keuangan dan perspektif proses bisnis/intern disebut terlalu berfokus ke proses (process cetric), yang mengakibatkan perspektif pelanggan dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang. Jadi yang terbaik adalah perusahaan harus dapat fokus pada ke empat perspektif. (d) Terukur Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjadikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut dapat diperbandingkan. Dalam Gambar 3.2 terlihat bahwa semua sasaran strategik ditentukan ukurannya, baik untuk sasaran di perspektif keuangan maupun sasaran di perspektif non keuangan. Semangat untuk menentukan ukuran dan untuk mengukur berbagai sasaran strategik di keempat perspektif tersebut dilandasi oleh keyakinan. 57 Balanced scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran-sasaran strategik di perspektif pelanggan, proses bisnis/intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan balanced scorecard, ketiga sasaran perspektif non keuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian, keterukuran sasaran- sasaran strategik di ketiga perspektif tersebut menjanjikan perwujudan dari berbagai sasaran strategik non keuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang. 3.1.3.3 Perspektif Balanced Scorecard Kebanyakan perusahaan selama ini selalu mengukur kinerja berdasarkan perspektif keuangan saja. Pengukuran semacam ini sering menghilangkan perspektif-perspektif lainnya yang ternyata, merupakan indikator penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Namun sekarang pendekatan tradisional dianggap sudah tidak memadai lagi untuk mengukur kinerja perusahaan. Hal ini dikarenakan ketidak marnpuan untuk mengukur harta tidak berwujud (intangible asset) dan harta sumber daya lainnya. Melihat Keterbatasan tersebut Robert S. Kaplan dan Davis P. Norton memperkenalkan sistem penilaian kinerja dengan menggunakan Balance Scorecard. Balance scorecard memiliki keistimewaan dengan memasukkan tiga 58 perspektif yang komprehensif yaitu perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Sistem ini tidak hanya memasukkan perspektif keuangan tetapi juga memasukkan ketiga tolak ukur non keuangan sehingga meliputi empat perspektif yang seimbang dan saling terkait. Di dalam metode balanced scorecard, penggunaan perspektif keuangan diselaraskan dengan tiga perspektif lainnya, yaitu perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. (a) Perspektif Keuangan Balanced scorecard tetap menggunakan perspektif keuangan karena ukuran financial sangat penting dan mudah diukur dalam membersihkan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja finansial memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya dapat memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan. Tujuan finansial biasanya berhubungan dengan tingkat keuntungan, yang diukur misalnya dengan laba operasi seperti return on capital employed (ROCE), atau yang paling baru nilai tambah ekonomis (economic value added). Tujuan finansial lainnya mungkin berupa pertumbuhan penjualan yang cepat atau terciptanya arus kas. Pengukuran kinerja dalam perspektif keuangan menegaskan tujuan bisnis unit dalam jangka panjang. Penilaian pada ROI (Return On Investment), GOI (Gross Operating Income), atau EVA (Economic Value Added) merupakan cara untuk mengukur keuntungan yang berhubungan dengan sasaransasaran khusus, yaitu: (1) Untuk mengamati kecenderungan (trend) yang sedang 59 terjadi pada rasio keuangan suatu perusahaan; dan (2) Untuk membandingkan rasio keuangan suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang bergerak pada industri yang relatif sama pada periode tertentu. Rasio Leverage mempunyai variabel DER (Total Debt to Total Equity Ratio), ROE (Return on Equity) dan EPS (Earning Per Share). DER menggambarkan perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai sumber pendanaan usaha. Semakin tinggi DER maka struktur permodalan usaha lebih banyak dibiayai dengan hutang. ROE mencerminkan laba bersih yang dihasilkan untuk setiap ekuitas. Semakin besar ROE menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam mensejahterakan para pemegang saham. Sementara itu Earning Per Share (EPS) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih dari setiap lembar sahamnya. Sasaran keuangan dapat berbedabeda pada setiap siklus kehidupan bisnis. Ada tiga tahap dalam siklus bisnis tersebut (Kaplan dan Norton, 1996), yaitu: (a) Tahap pertumbuhan (growth) Pada tahap awal dari siklus bisnis, dimungkinkan untuk mempertimbangkan gagasan investasi dan memperluas fasilitas produksi; membangun kemampuan operasi; mengadakan investasi pada sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan menyokong hubungan secara global; dan untuk memelihara dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Perusahaan pada tahap ini mungkin secara aktual beroperasi dengan arus kas yang negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang ditanamkan untuk kepentingan masa yang akan datang mungkin memakan biaya yang lebih besar 60 dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari kegiatan operasi yang ada pada saat sekarang, dengan produk, jasa dan pelanggan yang masih terbatas. Sasaran keuangan pada tahap ini adalah memusatkan perhatian pada pertumbuhan pendapatan dan penjualan menurut pasar yang ditargetkan atau menurut kelompok pelanggan secara regional. (b) Tahap bertahan (sustain) Unit bisnis utama perusahaan mungkin akan berada pada tahap bertahan, dimana pada tahap ini perusahaan masih tertarik untuk melakukan investasi dan reinvestasi, tetapi menuntut pengembalian yang baik dari investasi yang telah dilakukan. Pada tahap ini perusahaan diharapkan dapat memelihara pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya dari tahun ke tahun. Hasil investasi akan digunakan secara langsung untuk memperbaiki arus kas, memperluas kapasitas dan meningkatkan perbaikan secara terus menerus, lebih dari sekedar pengembalian jangka panjang dan pertumbuhan pilihan investasi yang dilakukan selama tahap pertumbuhan, atau dengan kata lain manajemen perusahaan dituntut untuk meningkatkan arus kas masuk dan menekankan pada profitabilitas. (c) Tahap panen (harvest) Dalam tahap ini perusahaan telah mencapai fase kedewasaan atau kematangan dimana perusahaan menikmati hasil atas investasi yang telah dilaksanakan pada kedua siklus sebelumnya. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih, kecuali hanya untuk pemeliharaan dan perbaikan kualitas, dan tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimalkan penerimaan arus kas yang masuk 61 ke perusahaan. Kebijakan keuangan untuk ketiga tahap tersebut tentunya akan berbeda. Sasaran keuangan dalam tahap pertumbuhan diarahkan pada peningkatan penjualan di dalam pasar baru dari pelanggan baru dan atau dari jasa produk baru. Sementara itu sasaran dalam tahap sustain lebih ditekankan pada pengukuran tradisional seperti ROI dan EVA. Semua ukuran ini menggambarkan sasaran keuangan, yaitu memperoleh tingkat pengembalian terbaik atas modal yang ditanamkan dalam usahanya. Sedangkan sasaran keuangan pada tahap panen adalah mengoptimalkan arus kas dari investasi yang telah dilakukan. Dalam mendorong penetapan strategi bisnis ada tiga tema financial yang dapat digunakan untuk setiap strategi pertumbuhan yaitu: (a) Bauran dan pertumbuhan pendapatan Merupakan suatu tema keuntungan stratejik dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas pendapatan dengan membuat produk baru, memperluas pangsa pasar, mengubah sales mix serta menawarkan produk harga yang kompetitif. Bauran dan pertumbuhan pendapatan mengacu kepada berbagai usaha untuk memperluas penawaran produk dan jasa, menjangkau pelanggan dan pasar baru, mengubah bauran produk dan jasa kea rah penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi, serta penetapan ulang harga produk dan jasa. Merupakan tema keuangan startegis untuk mengurangi biaya-biaya perusahaan dengan asumsi untuk mendapatkan keuntungan kompetitif, dalam ruang lingkup yang luas, dimensi waktu yang panjangdan berkesinambungan, bersifat pro aktif serta target seluruh rantai ini. 62 (b) Penghematan biaya dan peningkatan produktifitas Tujuan penghematan biaya dan peningkatan produktifitas mengacu kepada usaha untuk menurunkan biaya langsung produk dan jasa, mengurangi biaya-biaya perusahaan dengan asumsi untuk mendapatkan keuntungan kompetitif, tidak langsung, dan memanfaatkan berbagai sumber daya perusahaan dalam ruang lingkup yang luas, dimensi waktu yang panjang dan berkesinambungan, bersifat pro aktif serta target seluruh rantai nilai. (c) Pemanfaatan aktiva/strategi investasi Para manajer berusaha untuk mengurangi modal kerja yang dibutuhkan untuk mendukung volume dan bauran bisnis tertentu. Mereka juga berusaha untuk lebih memanfaatkan basis aktiva tetap, dengan mengarahkan berbagai bisnis baru kepada sumber daya perusahaan yang saat ini belum digunakan dengan kapasitas penuh, menggunakan secara lebih efisien sumber daya yang langka, dan melepas aktiva yang tidak memberikan pengembalian yang memadai sebesar nilai pasarnya. Dari tiga tema keuangan strategis tersebut dapat mendorong penetapan strategi bisnis yang mencakup tiga masa siklus strategi. Faktor pendorong tujuan finansial untuk ketiga strategi bisnis dan ketiga tema finansial ini dapat diikuti pada Tabel 3.2. 63 (b) Pertumbuh an Bertahan Tema Strategs Penghematan biaya / Peningkatan produktivitas Pendapatan / pekerja Bauran dan Pertumbuhan Pendapatan Tingkat pertumbuhan penjualan segmen persentase pendapatan produk, jasa, pelanggan baru Pangsa pelanggan dan sasaran penjualan silang (cross – selling) persentase pendapatan dari aplikasi baru profitabilitas lini pelanggan dan produk Biaya perusahaan sendiri vs competitor Tingkat penghematan biaya beban tak langsung (presentase penjualan) Profitabilitas lini pelanggan dan produk Biaya per unit (per unit output, per transaksi) Menuai Strategi Unit Bisnis Tabel 3.2 Strategi Pengukuran Laporan Keuangan Pemanfaatan Aktiva Investasi (persentase penjualan) riset dan pengembangan (persentase penjualan) Rasio moal kerja (siklus kas ke kas) ROCE berdasarkan kategori aktiva kunci tingkat pemanfaatan aktiva Pengembalian (payback) throughput Persentase pelanggan yang tidak menguntungkan Perspektif Pelanggan Dalam perspektif pelanggan balanced scorecard, para manajer mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana unit bisnis tersebut akan bersaing dengan besarnya ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasarannya. Perspektif ini biasanya terdiri atas beberapa ukuran utama atau ukuran generic keberhasilan perusahaan dari strategi yang dirumuskan dan dilaksanakannya dengan baik. Ukuran utama tersebut terdiri dari kepuasan, penolakan, dan akuisisi pelanggan baru serta profitabilitas dan pangsa pasar di segmen sasaran. Selain itu, perspektif pelanggan seharusnya juga mencakup berbagai ukuran tertentu yang menjelaskan tentang proposisi nilai yang akan diberikan perusahaan kepada pelanggan segmen pasar sasaran. Faktor pendorong keberhasilan pelanggan inti di segmen pasar tertentu merupakan faktor yang penting, yang dapat mempengaruhi 64 keputusan pelanggan untuk berpindah atau tetap setia kepada pemasoknya. Perspektif pelanggan memungkinkan para manajer unit bisnis untuk menyusun strategi yang berorientasi kepada pelanggan dan pasar yang akan memberikan keuntungan finansial masa depan yang lebih besar. Kesetiaan pelanggan adalah kunci keberhasilan perusahaan. Peran pelanggan yang demikian penting telah memaksa setiap perusahaan berupaya untuk menyusun kiat atau strategi untuk menarik mereka, sehingga mereka menjadi pembeli produknya yang setia. Pengertian pelanggan mencakup tiga hal: (d) Pelanggan dari luar (external customer), yaitu mereka yang mempunyai pengalaman terhadap pelayanan yang diberikan perusahaan; (e) Pelanggan saingan (competitor customer), yaitu pelanggan yang ingin direbut perusahaan dari perusahaan lain yang sejenis; dan (f) Pelanggan dari dalam (internal customer), yaitu mereka yang menggantungkan pada pelayanan internal untuk menciptakan suatu pelayanan. Ketiga jenis pelanggan tersebut memegang peranan yang sangat penting. Tanpa adanya suara dari ketiga kelompok pelanggan tersebut, perusahaan hanya dapat berharap untuk memperoleh keuntungan yang terbatas. Kualitas pelayanan sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam mendengarkan suara pelanggan. Artinya kemampuan serta kepekaan perusahaan dalam menangkap apa saja yang menjadi harapan (expectation) pelanggan sangat menentukan baik dan buruknya pelayanan yang diberikan. Suara-suara pelanggan itu kemudian ditindak lanjuti dengan suatu proses memperbaiki pelayanan yang berkelanjutan. Atribut 65 yang disajikan dapat dibedakan dalam tiga kategori (Kaplan & Norton, 1996), yaitu: (1) Produk atau atribut jasa (product/service attributes) Product atau service attributes meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas serta waktu penyampaiannya. Dalam hal ini referensi pelanggan bisa berbeda-beda, ada yang mengutamakan fungsi produk daripada harganya, ada yang mau membayar lebih mahal untuk cirri dan atribut dari produk dan jasa yang dibelinya, ada pula yang lebih mementingkan waktu penyampaian dan harga yang murah. Contoh dari tolok ukur atribut produk adalah tingkat harga eceran relatif, yaitu tingkat harga yang dibandingkan dengan tingkat harga produk pesaing, tingkat daya guna produk, yaitu seberapa jauh produk yang telah dibeli berdaya guna bagi pelanggan, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan akibat produk cacat, rusak, atau tidak lengkap pada saat proses produksi, mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia, serta tingkat efisiensi produksi, yaitu untuk menekan harga jual. (2) Hubungan dengan pelanggan (customer relationship) Customer relationship menyangkut perasaan pelanggan pada saat proses pembelian. Perasaan pelanggan ini dapat dipengaruhi oleh tingkat tanggung jawab dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan, seperti hubungan sistem informasi antar perusahaan dan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan misalnya, tingkat ketersediaan produk-produk yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pelanggan, fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan 66 kebutuhan pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan, serta penampilan fisik fasilitas penjualan, seperti kebersihan, kenyamanan dan keserasian. (3) Citra dan reputasi (image and reputation) Kategori ini menggambarkan faktor-faktor tidak berwujud yang menyebabkan pelanggan tertarik berhubungan dengan citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya, sehingga perusahaan itulah yang dipilih pelanggan. Membangun reputasi dan citra dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti apa yang dijanjikan kepada pelanggan. Customer core measurement mengukur pangsa pasar yang mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas pasar; mengukur kemampuan mempertahankan pelanggan (buyer) dengan melakukan hubungan baik dengan para pelanggannya; mengukur kemampuan memperoleh pelanggan baru yang mengusahakan menarik atau mendapatkan bisnis baru; mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi; dan yang terakhir kemampuan perusahaan mendapatkan laba bersih yang tinggi dari seseorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya khusus dalam mendukung pelanggan tersebut. 67 Gambar 3.3 Core Measurement Group (Kaplan, 1996) Customer Profitability Customer Acquisition Customer Profitability Customer Retention Customer Statisfaction Pengukuran kinerja dalam perspektif pelanggan adalah proporsi nilai pelanggan (customer value proportion), yang menggambarkan pemicu kinerja (performance driver), yang menyangkut pertanyaan apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi dan akusisi pelanggan yang tinggi. Customer value proportion merupakan pedoman untuk memahami pemicu kinerja dari penilaian pangsa pasar, akusisi, kepuasan pelanggan, yang tergabung dalam core measurement group. Yang diukur adalah atribut produk atau jasa di mana pelanggan memiliki preferensi yang berbedabeda atas produk yang ditawarkanyang harus diidentifikasikan oleh perusahaan, dan citra dan reputasi organisasi yang menjadi faktor-faktor intangiable organisasi 68 Gambar 3.4 Value Proposition Value = Product / Service Atribute Functionality Quality Image + + Price Relationship Time Sumber: Application of Balanced Scorecard Concept to Develop a Conceptual Framework to Measure Facilities Management Performance within NHS Facilities, 2002 (c) Perspektif Proses Bisnis Internal Dalam perspektif proses bisnis internal, para eksekutif mengidentifikasikan berbagai proses internal yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses bisnis internal yang penting di dalam organisasi memungkinkan bisnis unit untuk: (i) Menyampaikan value proposition yang akan menarik dan dapat mempertahankan pelanggan dalam pasar yang ditargetkan; (ii) Memenuhi harapan shareholder (pemilik) untuk memperoleh pengembalian finansial terbaik. Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial perusahaan. Perspektif proses bisnis internal mengungkapkan dua perbedaan ukuran kinerja yang mendasar antara pendekatan tradisional dengan pendekatan balanced scorecard: (i) Pendekatan tradisional berusaha memantau dan meningkatkan proses bisnis yang ada saat ini. Pendekatan ini mungkin 69 melampaui ukuran kinerja finansial dalam hal pemanfaatan alat ukur yang berdasar kepada mutu dan waktu, tetapi semua ukuran itu masih terfokus pada peningkatan proses bisnis saat ini. Sedangkan pendekatan balanced scorecard pada umumnya akan memisahkan berbagai proses baru yang harus dikuasai dengan baik oleh sebuah perusahaan agar dapat memenuhi berbagai tujuan pelanggan dan finansial. Tujuan proses bisnis internal balanced scorecard akan menyoroti berbagai proses penting yang mendukung keberhasilan strategi perusahaan tersebut, walaupun beberapa di antaranya mungkin merupakan proses yang saat ini sama sekali belum dilaksanakan (ii) Pendekatan balanced scorecard memadukan berbagai proses inovasi ke dalam perspektif proses bisnis internal sebagaimana dapat diikuti pada Gambar 3.5. Sistem pengukuran kinerja tradisional berfokus kepada proses penyampaian produk dan jasa perusahaan saat ini. Sistem tradisional digunakan dalam upaya untuk mengendalikan dan memperbaiki proses saat ini yang dapat diumpamakan sebagai “gelombang pendek” penciptaan nilai. Gelombang pendek penciptaan nilai dimulai dengan diterimanya pesanan produk atau jasa perusahaan dari pelanggan, dan berakhir dengan penyerahan kepada pelanggan. Perusahaan menciptakan nilai dengan memproduksi, menyerahkan, dan memberikan produk dan layanan kepada pelanggan dengan biaya di bawah harga yang dibayarkan oleh pelanggan. Faktor pendorong keberhasilan finansial jangka panjang mungkin mensyaratkan perlunya perusahaan menciptakan produk dan jasa yang sama sekali baru untuk memenuhi kebutuhan yang terus bertumbuh dari pelanggan perusahaan saat ini dan yang akan datang. Proses inovasi, “gelombang panjang” penciptaan 70 nilai, bagi banyak perusahaan merupakan faktor pendorong kinerja finansial masa depan yang lebih ampuh dibandingkan siklus operasi jangka pendek. Proses bisnis internal difokuskan untuk memberikan pengaruh pada tingkat kepuasan pelanggan dan memperbesar tingkat pencapaian sasaran keuangan. Pelanggan akan setia pada perusahaan apabila perusahaan tersebut sanggup memenuhi permintaan pelanggan tepat pada waktunya. Pendekatan balanced scorecard dalam pengukuran perspektif bisnis internal dibagi menjadi dalam tiga bagian (Kaplan dan Norton, 1996), yaitu: (1) Proses inovasi Menciptakan produk dan jasa baru yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Proses inovasi dibagi menjadi dua yaitu: (i) Mengidentifikasi kebutuhan pasar; dan (ii) Menciptakan produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut. Kedua hal penting ini saling terkait, dimana inovasi di perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian research and development (R&D) atau Riset dan Pengembangan. Jika bagian R&D perusahaan tidak dapat mengidentifikasikan pasar atau terisolasi dari dunia luar, maka produk-produk canggih yang ditemukan bagian R&D akan gagal untuk dikomersilkan karena tidak adanya permintaan. Pengukuran kinerja dalam proses inovasi selama ini kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan proses operasi. Hal ini disebabkan karena pada masa lampau, pada saat kinerja perusahaan mulai berkembang, pusat perhatian perusahaan ada pada proses manufaktur dan bukan pada 71 proses R&D. Akibatnya output yang dihasilkan menjadi kurang baik. Pengukuran kinerja R&D dipusatkan pada tiga indikator, yaitu: (i) Hasil teknis, yaitu berupa jumlah paten, publikasi teknik dan lain-lain. Kelemahannya terdapat pada hubungan hasil teknis tersebut dengan profit perusahaan. Namun demikian selama hasil tersebut masih dapat dipertanggungjawabkan dan tidak ada pengukuran relatif lainnya, maka pendekatan ini masih dapat digunakan; (ii) Keuntungan financial adalah keuntungan yang dikontribusikan oleh divisi R&D. Contohnya adalah persentase penjualan yang berasal dari produk baru atau persentase penjualan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh pesaing perusahaan bersangkutan; (iii) Tingkat keberhasilan diukur dengan empat kunci variabel tingkat keberhasilan, yaitu kualitas, kuantitas, waktu dan biaya. Kualitas proyek penelitian tersebut diukur oleh orang luar R&D dalam bentuk skala, sedangkan ketiga variabel lainnya diukur dalam bentuk rupiah dan waktu. (2) Proses Operasi Proses operasi perusahaan mencerminkan aktifitas yang dilakukan perusahaan dari saat menerima pesanan pelanggan sampai mengirimkan contoh produk dan jasa tersebut kepada pelanggan. Ada dua bagian besar dari aktivitas ini, yaitu: (i) Proses pembuatan produk atau jasa Secara umum pengukuran dalam proses produksi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (i) Kualitas. Untuk mengetahui apakah 72 kualitas program tersebut berjalan dengan baik, maka dapat diukur dengan pendekatan keuangan dan non keuangan. Dalam tolok ukur non keuangan banyak sekali macamnya dan perusahaan harus menyesuaikan dengan strategi yang dijalankan perusahaan tersebut. Sedangkan dalam tolok ukur keuangan, biasanya perusahaan menggunakan konsep biaya terkait dengan kualitas yang dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan eksternal dan biaya kegagalan internal. Perusahaan akan terlihat baik jika komponen terbesar dari biaya kualitas perusahaan adalah biaya pencegahan; (ii) Biaya. Dalam metode pengukuran tradisional, perusahaan biasanya mengukur biaya masing-masing departemen atau fungsi dalam perusahaan itu sendiri. Namun, pandangan tersebut mulai ditinggalkan, perusahaan kini dipandang terdiri dari serangkaian aktifitas. Saat ini umumnya metode yang digunakan berdasarkan konsep Activity Based Management (ABM), dimana perusahaan mengelompokkan aktifitas menjadi aktifitas yang memiliki nilai tambah dan aktifitas yang tidak memiliki nilai tambah, yang keduanya akan mengeluarkan biaya. Dengan konsep ini perusahaan akan mengidentifikasikan aktifitas yang efisien dan efektif, yaitu dengan menghilangkan aktifitas yang tidak memiliki nilai tambah dan mengefisienkan aktifitas yang memiliki nilai tambah, sehingga biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat diefisienkan; (iii) Waktu. 73 Konsumen biasanya menganggap waktu penyelesaian pesanan yang cepat dan tepat waktu merupakan faktor penting bagi kepuasan mereka. Salah satu pengukuran yang sering digunakan adalah Manufacturing Cycle Effectiviness (MCE). (ii) Proses Pengiriman Produk Proses pengriman produk dan jasa kepada pelanggan sering disebut dengan istilah aktivitas pemasaran. Aktivitas pemasaran ini menurut konsep value chain dibagi atas tiga aktivitas, yaitu: (i) Outbound logistic, persediaan barang yang akan dipasarkan, (ii) Penjualan dan pemasaran pada konsumen dan (iii) Pelayanan sebaik-baiknya pada konsumen. (3) Pelayanan Purna Jual Proses ini merupakan jasa pelayanan yang diberikan perusahaan kepada pelanggan setelah penjualan produk atau jasa tersebut dilaksanakan. Hal ini merupakan upaya perusahaan untuk memberikan tambahan manfaat kepada pelanggan yang telah membeli produknya dalam bentuk berbagai layanan, misalnya layanan pemeliharaan, layanan perbaikan kerusakan dan layanan pembayaran cicilan. Tolok ukur yang dapat digunakan adalah waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pemeliharaan produk, perbaikan kerusakan dan penggantian suku cadang. Tolok ukur ini dapat dilakukan dengan kualitas dan harga atau biaya purna jualnya, atau dengan ukuran waktu proses pengumpulan dan penerimaan pembayaran. 74 Gambar 3.5 Proses inovasi ke dalam perspektif proses bisnis internal (Kaplan & Norton, 1996) Kebutuhan pelanggan diketahui Meran cang Mengam bangkan Mem buat Waktu ke pasar Proses Bisnis Proses Inovasi (4) Rancangan produk (5) Pengembangan (d) Memasar kan Layanan purna jual Kebutuhan pelanggan terpuaskan Rantai pasokan Proses Operasi - Pembuatan produk - Pemasaran produk - Layanan purna Jual Perspektif Pembelajaran dan Bertumbuh Dalam perspektif pembelajaran dan bertumbuh ini yang diukur adalah infrastruktur yang memungkinkan perusahaan dapat mencapai tiga perspektif sebelumnya sebagaimana dapat diikuti pada perspektif balanced scorecard. Balanced scorecard menekankan pentingnya investasi untuk kepentingan masa depan. Dalam proses belajar dan bertumbuh, perusahaan melihat tiga prinsip, yaitu: (i) Manusia, pengembangan kemampuannya dilakukan dengan pelatihan dan pendidikan; (ii) Sistem, pengembangannya dilakukan agar lebih efisien dan efektif; (iii) Prosedur organisasi, pengembangannya diwujudkan dalam bentuk peraturan dan kebijaksanaan dalam organisasi. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini mengidentifikasikan segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mengembangkan kemampuan mereka pada proses internal yang baik yang dapat memberikan nilai tambah kepada pelanggan dan pemegang saham. Ada tiga faktor yang harus diperhatikan dalam membangun perspektif karyawan, yaitu: Tingkat kepuasan pekerja, Retensi, dan Produktivitas. 75 Tingkat kepuasan kerja dapat diketahui perusahaan dengan melakukan survey secara regular. Beberapa elemen kepuasan pekerja diantaranya adalah: (i) Keterlibatan dalam pengambilan keputusan; (ii) Pengakuan (Recognition); (iii) Akses untuk memperoleh informasi; (iv) Dorongan aktif untuk melakukan kreatifitas dan inisiatif; serta (v) Dukungan atasan. Retensi pekerja adalah kemampuan perusahaan untuk mempertahankan keberadaan pekerja-pekerja terbaiknya untuk tetap berada di dalam organisasinya. Sementara itu produktivitas pekerja adalah hasil dari peningkatan keahlian dan moral, perbaikan bisnis internal, inovasi dan kepuasan konsumen. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan pekerja dengan jumlah keseluruhan pekerja. Mengukur kemampuan mempertahankan pekerja perlu dilakukan karena perusahaan melakukan investasi jangka panjang pada sumber daya manusia, sehingga keluarnya pekerja dari perusahaan merupakan kerugian, karena pekerja lama sudah lebih mengenal lingkungan internal perusahaan dan mengerti kebutuhan pelanggan. Pada dasarnya peningkatan motivasi karyawan dimaksudkan untuk menaikkan kinerja pekerja secara individu, kelompok, maupun organisasi. Namun peningkatan kinerja tidak hanya tergantung pada motivasi, tetapi juga kemampuan dan kondisi lingkungan. Hubungan antara performance, kemampuan dan kondisi lingkungan dapat digambarkan sebagai berikut: 76 (1) Kemampuan sistem informasi Agar target perusahaan tercapai dan efektif maka pekerja membutuhkan informasi yang baik. Karyawan bagian produksi membutuhkan informasi umpan balik yang cepat dan akurat mengenai produk dan jasa yang dihasilkan. Pengukuran yang digunakan misalnya yang terkait dengan kualitas, waktu siklus dan biaya yang bersifat akurat. (2) Motivasi, kekuasaan dan keselarasan Motivasi karyawan dapat dinilai dalam beberapa penilaian, misalnya jumlah saran per pegawai dan persentase saran yang diimplementasikan. Menilai peningkatan motivasi karyawan tidak harus dalam bentuk kualitas, waktu, atau kinerja, seperti berkurangnya tingkat kerusakan produk, peningkatan jumlah produk yang berhasil dikirimkan tepat waktu, tetapi juga dapat dilihat dari semangat kerja dari karyawan tersebut. Pegawai yang produktif dengan informasi yang cukup mengalami kesulitan akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak dimotivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan perusahaan, atau apabila mereka tidak diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan atau bertindak. Dari kesimpulan tersebut bisa digambarkan dan dapat dilihat pada gambar 3.6, dimana dari setiap unit dibutuhkan suatu semangat atau motivator untuk dapat terus berkembang yang menghasilkan keuntungan perusahaan. 77 Gambar 3.6 Learning and Growth Measurement Framework (Kaplan and Norton, 1996) Result Employee Retention Employee Productivity Employee Statisfaction Staff Competencies 3.1.4 Staff Competencies Staff Competencies Penggunaan Balanced Scorecard Sebagai Sebuah Sistem Manajemen Stratejik Kaplan dan Norton (1996:30-31) mengungkapkan hal sebagai berikut untuk menghubungkan balanced scorecard dengan strategi organisasi: Strategy is a set A 78 3.1.5 Strategi 3.1.5.1 Manajemen Strategik Menurut Pearce dan Robinson (1997), manajemen strategik didefinisikan sebagai kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan dan pelaksanaan rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan, sementara itu menurut Glueck dan Jauch manajemen strategik adalah arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada perkembangan suatu strategi yang efektif untuk membantu mencapai sasaran-sasaran organisasi, sedangkan Fred R. David (1993:79) mendefinisikan manajemen strategik sebagai : the art and science of formulating, implementing, and ecaluating decision that enable the organization to achive its objective Apabila mengacu pada Fortune executive encyclopedia (1987:418), manajemen strategik didefinisikan sebagai berikut : 1. Management act of determining a firm s future environment and response to organization challenges; crucial decision determining the direction of a firm. 2. In a businessfirm, deciding what principal product and service to procedure for what a major market. Dari berbagai definisi di atas pada prinsipnya hampir sama yaitu bahwa Manajemen strategik adalah suatu proses yang digunakan oleh manajer dan karyawan untuk merumuskan dan mengimplementasikan strtegi dalam penyediaan costomer value terbaik untuk memwujudkan visi organisasi. Manajemen strategik merupakan suatu proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan pola berpikir strategis dengan fungsi-fungsi 79 manajemen, dikaitkan dengan kondisi lingkungan yang bersifat dinamis, yang selalu berubah seiring dengan berlalunya waktu. Manajemen strategik menitik beratkan pada pengintegrasian antara manajemen, pemasaran dan keuangan, akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan serta sistem informasi untuk mencapai keberhasilan organisasi. Pada dasarnya manajemen strategi merupakan upaya manajemen dan karyawan untuk membangun masa depan suatu organisasi. Terdapat enam tahap di dalam manajemen strategik, yaitu : 1. Perumusan strategi, strategi dirumuskan melalui tujuh tahap yang meliputi : a) Identifikasi lingkungan yang akan dimasuki perusahaan masa depan b) Penetuan visi dan misi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan tujuan c) Analisa SWOT ( Strength, weakness, oppurtunities, and threats) d) Analisis portofolio e) Perumusan peluang dan masalah utama f) Identifikasi dan evaluasi strategi g) Perumusan strategi 2. Perencanaan strategi, dalam tahap ini setiap sasaran strategi kemudian ditentukan ukuran pencapaian dan target yang akan diwujudkan dalam jangka waktu tertentu di masa depan. Perencanaan strategi ini menghasilkan tiga macam keluaran, yaitu : a) Sasaran stragi b) Target c) Inisiatif strategi 80 3. Penyusunan program, merupakan proses penjabaran inisiatifstrategik ke dalam program strategik jangka panjang untuk mewujudkan sasaran strategik tertentu beserta taksiran sumberdaya yang diperlukan untuk dan diperoleh dari langkah-langkah tersebut. 4. Penyusunan anggaran, pada hakikatnya merupakan proses penyusunan laba jangka pendek. Dalam penyusunan anggaran dijabarkan program tertentu ke dalam rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam satu tahun anggaran, ditunjuk manajer dan karyawan yang bertanggung jawab dan dilokasikan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. 5. Implementasi, tahap ini manajemen dan perusahaan melaksanakan rencana yang tercantum dalam anggaran ke dalam kegiatan nyata. Oleh karena anggaran adalah bagian dari program, dan program merupakan penjabaran inisiatif strategik, serta inisiatif strategic dipilih sebagai penerjemahan strategi yang dirumuskan, maka dalam implementasi rencana, manajemen dan karyawan harus senantiasa menyadari keterkaitan erat di antara implementasi, anggaran, program, inisiatif strategik, sasaran strategidan startegi. 6. Pemantauan, hasil setiap langkah yang direncanakan perlu diukur untuk memberikan umpan balik bagi pemantau pelaksana anggaran, program dan inisiatif strategik. Hasil implementasi rencana juga digunakan untuk memberikan informasi bagi pelaksana tentang seberapa jauh target telah berhasil dicapai, sasaran strategik telah berhasil diwujudkan, tujuan dan visi organisasi dapat dicapai. 81 Dalam enam tahap sistem manajemen strategik tersebut, tahap yang paling krusial adalah tahap perencanaan srategi, karena pada tahap penyusunan program. Perencanaan strategi merupakan proses manajemen yang sistematis yang didefinisikan sebagai proses dari pengambilan keputusan atas program-program yang akan dilaksanakan organisasi dan perkiraan sumberdaya yang akan dialokasikan dalam setiap program kerja selama beberapa tahun mendatang (Anthony and Govindarajan, 1998 : 306). Selain itu perencanaan strategi dengan rencana laba jangka panjang yang akan dihasilkan dalam tahap penyusunan program. 3.1.5.2 Strategi Strategi berasal dari bahasa yunani yang berati: kepemimpinan dalam ketentaraan. Konotasi ini berlaku selama perang yang kemudian menjadi manajemen ketentaraan dalam mengelola para tentara. Menurut Mitzberg-Quinn (1999:5), strategi adalah suatu pola rencana terintegrasi seluruh organisasi untuk mencapai tujuan, memiliki kebijakan-kebijakan dan tindakan yang akan dilakukan. Strategi yang baik akan membantu manajer dalam mengalokasikan sumber daya dalam badan usaha sebagai kekuatan internal dalam mengantisipasi situasi yang berubah-ubah sangat dibutuhkan suatu proses yang selalu dapat dievaluasi secara berkesinambungan dan diperbaharui sesuai dengan situasi yang dihadapi, yang disebut strategic planning process. Menurut Goodstein, et.al. (1993 : 3), strategy planning process merupakan suatu proses yang memberikan prosedur-prosedur dan tindakan-tindakan yang perlu untuk mencapai masa depan yang diinginkan. 82 Dari definisi sebelumnya dapat ditarik pernyataan bahwa strategi adalah pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi. Strategi membentuk suatu pola pengambilan keputusan dalam mewujudkan visi organisasi. Dengan tindakan berpola perusahaan dapat mengerahkan dan mengarah seluruh sumber daya organisasi secara efektif keperwujudan visi organisasi. Suatu visi organisasi haruslah melaksanakan berbagai macam aktifitas dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja keuangan maupun kinerja non keuagan misalnya, memberikan layanan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif, meningkatkan loyalitas pelanggan, meningkatkan produktifitas karyawan. Aktivitas-aktivitas tersebut dilaksanakan secara terpadudan tidak boleh dipisah-pisah. Jika aktivitas-aktivitas tersebut dilaksanakan secara terpisah maka akan berdampak pada peningkatan kinerja hanya akan terjadi pada satu bidang saja, dimana ada kemungkinan terjadinya penurunan pada bidang lain. Oleh sebab itu untuk memadukan setiap aktivitas yang ada di dalam sebuah organisasi diperlukan suatu strategi perusahaan. Dalam hal ini untuk menterjemahkan visi dan strategi ke dalam tindakan digunakan suatu pengukuran yang dinamakan balanced scorecard. Tujuan dan pengukuran balanced scorecard adalah sebagai berikut : (a) Dimulai dari tim eksekutif senior yang harus menterjemahkan dan menjabarkan strategi entitas usaha ke dalam specific objective. (b) Untuk menetapkan sasaran finansial (growth, profitability, atau cash flow) harus diperhatikan strategi yang cocok untuk entitas badan usaha. 83 (c) Dalam perspektif pelanggan, segmen pasar dan pelanggan dan ukurannyaharus ditetapkan secara eksplisit sesuai consensus. (d) Kemudian diidentifikasi objective dan measures untuk mencapai kualitas biaya siklus waktu proses bisnis internal yang paling kritikal untuk mencapai breakthough yang diinginkan stakeholders. (e) Akhirnya untuk mencapai semua target tersebut dalam perspektif dan pembelajaran dan pertumbuhan, ditampung alasan-alasan yang masuk akal untuk mendukung jumlah investasi untuk reskilling, infotech, dan perbaikan prosedur organisasi. 3.1.5.3 Strategi Map Jika Board of Director ingin menjelaskan strategi perusahaan, tetapi tidak memiliki sarana untuk itu, maka yang terjadi adalah strategi tersebut hanyalah semacam wawasan, pandangan, opini, dan sebagainya untuk memandang sesuatu yang berbeda. Jika strategi hendak diimplementasikan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjelaskannya. Yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana agar setiap strategi dipahami, dimengerti,dan dipandang dengan kesepakatandan keselarahan tingkat tinggi. Strategi menjelaskan bagaimana perusahaan berusaha untuk mencapai nilai bagi sharehoulders. Telah disebutkan sebelumnya bahwa perusahaan tidak lagi dapat mencapai keunggulan bersaing. Menciptakan nilai dari intangible assets dalam beberapa hal, antara lain (Kaplan dan Noron, 2004:29-30): 84 (a) Value creation is indirect. Intangible assets jarang yang memiliki pengaruh langsung terhadap keluaran finansial melalui hubungan sebab akibat (b) Value is contextual. Nilai dari intangible assets tidak secara jelas menunjukan nilainya terhadap organisasi. (c) Assets are bundled. Nilai dari intangible assets muncul bila dikombinasikan secara efektif dengan asset lainnya, meliputi tangible dan intangible assets. Strategy Map dan balanced scorecard menyediakan kerangka kerja yang dapat menggambarkan bagaimana strategi menghubungkan intangible assets dengan proses penciptaan nilai. Perspektif finansial dan pelanggan menjelaskan hasil yang diinginkan dari strategi. Kedua perspektif tersebut mengandung banyak lag indicator. Bagaimana organisasi dapat mencapai hasil tersebut? Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasi intangible assets yang memiliki pengaruh menunjukan pekerjaan mana, sistem mana, dan iklim perusahaan yang bagaimana yang dibutuhkan untuk mendukung proses penciptaan nilai. Menyatukan tujuan dari keempat perspektif ini adalah kunci penciptaan nilai strategi yang konsisten. Strategy map menunjukan hubungan sebab akibat diantara critical success factors perusahaan. Strategy map juga dapat digunakan untuk menggambarkan kontribusi dari aktifitas pegawai untuk mencapai tujuan perusahaan (Kaplan dan Norton, 2004: 15). Selain itu strategy map juga dapat digunakan untuk mengembangkan system pengukuran kinerja perusahaan (Neely and Bourne, 2000:5). 85 Strategy map adalah gambaran yang menggambarkan critical success factors perusahaan dan hubungan sebab akibat diantara faktor-faktor tersebut. Selain itu strategy map menunjukan cara yang konsisten untuk menggambarkan strategi, tujuan dan pengukuran yang telah ditentukan dan dikelola (Kaplan and Norton, 2004,176). Keunggulan dari strategy map antara lain : (a) Strategy map menjelaskan hubungan non-finansial success factors sehingga menghasilkan ukuran financial serta memudahkan implementasi system pengukuran kinerja (Antola, et.al, 2004:2); (b) Strategy map digunakan untuk menjelaskan strategi perusahaan kepada para pegawai dengan menunjukan bagaimana tugas-tugas mereka berhubungan dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan (Antola, et.al, 2004: 2); (c) Strategy map dapat digunakan untuk menyelesaikan unit basis dan berfokus pada proses manajemen (Kaplan and Norton, 2004: 15); (d) Strategy map melengkapi mata rantai yang hilang diantara strategy formulation dan strategy execution (Kaplan dan Norton, 2004: 55) dan; (e) Strategy map adalah alat untuk membantu pengukuran kinerja dalam organisasi dengan cara menyoroti persoalan penting dalam perusahaan dalam arti bagaimana persoalan tersebut diukur (Kaplan dan Norton, 2004: 55) Kaplan dan Norton menghubungkan strategy map secara erat dengan kerangka balanced scorecard. Mereka mengangap strategy map sebagai suatu ilustrasi satu halaman yang menyajikan tujuan perusahaan secara keseluruhan yang digabungkan dengan 4 perspektif dari balanced scorecard (Kaplan dan 86 Norton, 2003 :55). Kaplan dan Norton memiliki perancangan strategy map. Model tersebut dipusatkan pada suatu strategy map, masing-masing pola tersebut berdasarkan strategy map, masing-masing pola tersebut berdasarkan pada strategi yang berbeda-beda dan berdasarkan hubungan sebab akibat dalam strategi. Perusahaan dapat memilih salah satu strategy map-nya. Menurut Kaplan dan Norton (2000, 170-76) perancangan strategy map dimulai dengan menetapkan tujuan organisasi dan selanjutnya proses untuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan tujuan dimulai dengan pengidentifikasian alas an perusahaan untuk tetap eksis, selanjutnya manajemen menetapkan visi perusahaan yang diteruskan dengan menetapkan strategi yang berhubungan dengan visi yang telah diterapkan tersebut. Tahap selanjutnya adalah menjabarkan critical objectives perusahaan dan hubungan diantara tujuan-tujuan tersebut dalam satu garis atau satu kesatuan dalam empat perspektif dari balanced scorecard. Adapun keempat perspektif tersebut adalah sebagai berikut : (a) Perspektif keuangan (financial perspective), tujuan dari perspektif keuangan adalah menghubungkan strategi pertumbuhan pendapatan dan strategi produktifitas. (b) Perspektif konsumen (customer perspective), inti dari strategi ini adalah customer value proposition, di mana strategi ini dipilih dari tiga (3) strategi differensiasi, yaitu : operasional excellent, product leadership, customer intimacy; (c) Perspektif proses bisnis internal (internal Business Process perspective), setelah perusahaan dapat menggambarkan konsumennya secara jelas, 87 langkah selanjutnya adalah menetapkan strategi untuk mencapai value proposition konsumen dan tujuan finansial; (d) Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran (learning and growth perspective), perusahaan harus memutus bagaimana cara mereka dalam mencapai tujuannya. 3.2 Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan serta tinjauan pustaka, maka dapat digambarkan suatu kerangka pemikiran untuk menyederhanakan alur pikir penelitian. Penelitian ini dimulai dengan melakukan telaah terhadap kondisi terkini dari Ithaca Resources untuk mendapatkan infomasi tentang visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi yang diterapkan Ithaca Resources untuk mencapai tujuan serta sasaran yang telah diterapkan. Identifikasi atau pelusuran masalah dimulai dengan melakukan evaluasi terhadap strategi yang telah diformulasikan Ithaca Resources tersebut dan telah dieksekusi dengan seluruh anggota organisasi. Banyak hal yang dapat menghalangi proses pencapaian visi dan misi tersebut, yang mungkin disebabkan oleh adanya kelemahan dalam menerjemahkan visi dan misi ke dalam strategi jangka panjang, tanpa memperhatikan strategi jangka pendek yang berpijak pada visi dan misi perusahaan. Kemungkinan kelemahan ini disebabkan oleh faktor eksternal, seperti perilaku pelanggan yang berubah-ubah, tidak terpenuhinya kepuasan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan perusahaan dan beralihnya pelanggan ke pesaing lain yang memiliki produk lebih inovatif. Atau karena faktor internal, dimana 88 karyawan sudah tidak mempunyai lagi motivasi karena kepuasan mereka tidak terpenuhi yang menyebabkan menurunnya kualitas kerja. Jika strategi hendak diimplementasikan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjelaskan. Sebelum strategi dieksekusi oleh organisasi maka strategi tersebut harus dipahami dengan baik mulai dari manajemen puncak sampai dengan pegawai paling rendah. Agar strategi yang diformulasikan dapat dikomunikasikan kepada seluruh organisasi maka dibutuhkan suatu alat untuk mengkomunikasikannya sehingga strategi tersebut dapat berjalan seperti yang diharapkan. Salah satu alat yang dipakai untuk menjelaskan, mengkomunikasikan dan mengimplementasikan strategi adalah strategy map, yaitu logika dan arsitektur yang komprehensif untuk menjelaskan strategi. Manajemen Strategi sebagai suatu alat manajemen diharapkan mampu merumuskan kembali strategi dan menerjemahkan visi, misi suatu organisasi yang sudah ditetapkan terlebih dahulu untuk dapat diaktualisasikan. Dengan sistem tersebut, eksekutif perusahaan lebih mudah memantau situasi sekarang dengan beberapa target yang akan dicapai dimana target tersebut sangat terintegrasi dengan tercapainya tujuan visi dan misi perusahaan. Menentukan ukuran dan memantau ukuran tersebut dari target yang sudah ditentukan sangat penting bagi pihak manajemen. Balanced scorecard Berfungsi sebagai kerangka kerja bagi perusahaan yang akan mengarahkan mereka untuk mencapai tujuannya. Dalam penelitian ini penulis ingin membandingkan kinerja Ithaca Resources sebelum dan setelah penerapan balanced scorecard dengan metode balanced scorecard. 89 Dari latar belakang, landasan teori dan kerangka berpikir penelitian maka proporsi yang hendak diuji dalam penelitian adalah 3.2.1 Proporsi Pertama : Strategy map digunakan untuk menjelaskan strategi, sehingga isu-isu strategik menjadi lebih jelas, komunikasi dan monitoring strategy menjadi lebih mudah 3.2.2 Balanced scorecard digunakan agar strategi dapat terukur, sehingga strategi akan menjadi mudah dikelola.