Napak Tilas

advertisement
Napak Tilas
oleh Agung Prasetya Susanto
disadur dari Dr. Th. van den End, “Harta dalam Bejana.” (BPK Gunung Mulia)
Contents
Napak Tilas: Abad pertama Gereja (I) ....................................................................................... 2
Napak Tilas: Abad pertama Gereja (II) ..................................................................................... 2
Napak Tilas: Abad pertama Gereja (III) .................................................................................... 3
Napak Tilas: Tantangan Gnostik (I) .......................................................................................... 4
Napak Tilas: Tantangan Gnostik (II) ......................................................................................... 5
Napak Tilas: Tantangan Gnostik (III) ........................................................................................ 5
Napak Tilas: Penganiayaan dan Penghinaan Abad 2-4 (I) ........................................................ 6
Napak Tilas: Penganiayaan dan Penghinaan Abad 2-4 (II) ....................................................... 7
Napak Tilas: Pertikaian Gereja Abad 4 (I) ................................................................................ 8
Napak Tilas: Pertikaian Gereja Abad 4 (II) ............................................................................... 9
Napak Tilas: Pertikaian Gereja Abad 4 (III) .............................................................................. 9
Napak Tilas: Timbulnya Gereja barat ...................................................................................... 10
Napak Tilas: Pengabaran Injil ke Asia (I)................................................................................ 11
Napak Tilas: Pengabaran Injil ke Asia (II) .............................................................................. 12
Napak Tilas: Pengabaran Injil ke Eropa (I) ............................................................................. 13
Napak Tilas: Pengabaran Injil ke Eropa (II) ............................................................................ 13
Napak Tilas: Gereja di Wilayah Islam, Perang Salib (I) ......................................................... 14
Napak Tilas: Gereja di Wilayah Islam, Perang Salib (II) ........................................................ 15
Napak Tilas: Gereja di Wilayah Islam, Perang Salib (III) ....................................................... 16
Napak Tilas: Sikap Gereja Barat Menghadapi Dunia (I) ......................................................... 17
Napak Tilas: Sikap Gereja Barat Menghadapi Dunia (II) ....................................................... 17
Napak Tilas: Theologi Abad Pertengahan (I) .......................................................................... 18
Napak Tilas: Theologi Abad Pertengahan (II) ......................................................................... 19
Napak Tilas: Akhir Abad Pertengahan (I) ............................................................................... 20
Napak Tilas: Akhir Abad Pertengahan (II) .............................................................................. 21
Napak Tilas: Permulaan Reformasi (I) .................................................................................... 21
Napak Tilas: Permulaan Reformasi (II) ................................................................................... 22
Napak Tilas: Aliran di luar Reformasi (I) ................................................................................ 23
Napak Tilas: Aliran di luar Reformasi (II) .............................................................................. 24
Napak Tilas: Calvin (I) ............................................................................................................ 24
Napak Tilas: Calvin (II) ........................................................................................................... 25
Napak Tilas: Kontra Reformasi ............................................................................................... 26
Napak Tilas: Gerakan Baru dalam gereja (I) ........................................................................... 27
Napak Tilas: Gerakan Baru dalam Gereja (II) ......................................................................... 28
Napak Tilas: Sejarah Gereja Indonesia (I) ............................................................................... 28
Napak Tilas: Sejarah Gereja Indonesia (II) ............................................................................. 29
Napak Tilas: Abad pertama Gereja (I)
Jemaat Kristen mula-mula adalah orang yahudi, yang mengunjungi Baik Allah dan sinagoge,
serta mentaati hukum Taurat. Seperti kaum yahudi lainnya, mereka menghindari pergaulan
dengan golongan „kafir‟, kaum yang najis karena tidak mengikuti taurat. Setelah kematian
Stefanus dan penganiayaan terhadap orang Kristen berkobar, jemaat terpencar ke Samaria,
dan daerah orang kafir. Dan justru karena itulah, Injil mulai di beritakan dan diterima oleh
kalangan non-yahudi.
Tetapi, kemajuan Injil ke dunia non-yahudi menimbulkan persoalan sulit. Jemaat yahudi
melakukan Hukum taurat, tidak hanya agar mereka bisa berhubungan dengan orang yahudi
lainnya, namun juga karena mereka belum memahami karya Kristus. Alkitab mencatat kisah
Petrus, yang mau masuk ke rumah Kornelius setelah diberikan penglihatan oleh Roh Kudus,
namun diwaktu lainnya, enggan untuk makan bersama jemaat Yunani yang tidak mengikuti
taurat. Barulah ketika Paulus memulai PI, dan terjadi sidang di Yerusalem (th 48)
diputuskan bahwa jemaat non-yahudi tidak dipaksa untuk mengikuti hukum Taurat.
Meskipun demikian, masih banyak orang kristen yang memperjuangkan taurat sebagai syarat
keselamatan, mereka disebut kaum Yudais (Yudaisme).
Perluasan agama Kristen, dimulai ke arah Barat Palestina dengan pusat Penginjilan waktu itu
ada di Anthiokia, tempat dimana pertama jemaat disebut Kristen. Utusannya yang terkenal
yaitu Paulus sendiri, mengabarkan Injil ke daerah Asia Kecil (Turki) dan Yunani. Rupanya,
jemaat Kristen banyak ditemukan terutama di daerah kota, karena pengabaran Injil (PI)
waktu itu mengikuti lalu lintas jalan utama kekaisaran Roma. Usaha PI juga dilakukan ke
arah Timur. Hal ini tidak semudah ke arah barat, karena adanya perbatasan Romawi dan
Persia yang sering berperang, dan karena bahasa Yunani (dan budaya Hellenisme) tidak
dipakai di daerah Timur. PI justru dilaksanakan oleh jemaat yang berasal dari Siria, yang
berbahasa Aram, bahasa bangsa Mesopotamia. Salah satu pusat PI di Siria Timur adalah
Edessa (Turki), Salah satu penginjil terkenalnya, adalah Addai. Dari Edessa, Injil tersebar ke
daerah Timur dan Tenggara. Agama Kristen juga tersebar di daerah Selatan. Meski tidak
banyak bukti tulisan tentang PI ke wilayah Selatan, bisa ditebak bahwa Injil diberitakan oleh
kaum yahudi yang tinggal di Mesir, dari pelabuhan Mesir dan melalui jalur dagang RomawiIndia. Menurut beberapa tradisi, rasul Bartolomeus melayani daerah ini dan rasul Thomas
malah sampai ke India.
Napak Tilas: Abad pertama Gereja (II)
Dalam hal tata gereja, ada beberapa perbedaan dalam gereja mula-mula. Di Yerusalem, tidak
banyak peranan bagi anggota jemaat. Sementara di Korintus, banyak kegiatan besar dari
anggota jemaat dan malah peranan para pelayan rupanya terbatas. Pada umumnya, di setiap
jemaat memilih sejumlah penatua (Presbuteroi), dan diantaranya dipilih menjadi penilik
(Episkopoi), yang dibantu oleh diaken (Diakonoi). Para penilik mengurus administrasikeuangan, serta memimpin kebaktian, sedangkan diaken mengurus bantuan bagi orang
miskin dan melayani perjamuan kudus. Ketiga jabatan ini diangkat melalui pemilihan, untuk
tugas yang tetap. Di beberapa jemaat, ada juga pengajar dan nabi yang disegani karena
karunia Roh mereka. Di Korintus, golongan berkharisma (=mendapatkan karunia roh) yang
paling berpengaruh. Baru mulai abad 2, golongan kharismatik mulai berkurang dan
dimulailah kepemimpinan oleh penilik dalam hal kerohanian dan kebaktian.
Dalam perkembangannya, terjadi perubahan dalam hubungan diantara pelayan. Jika dalam
gerja mula-mula tidak ada perbedaan pangkat di antara ketiga kategori diatas, sekitar tahun
100 para penilik mulai mengangap pelayan lain sebagai bawahan. Lahirlah suatu hierarki:
penilik-penatua-diaken. Muncul juga perubahan dimana satu jemaat hanya memiliki satu
penilik, dengan alasan praktis (Di Antiokhia th.110, dan di Roma sekitar th.150.) Dari suratsurat yang beredar dijaman itu, diberitakan bahwa para pelayan sering memandang
hubungannya dengan jemaat seperti imam dengan orang israel dalam perjanjian lama.
Mereka bukan lagi menjadi pelayan orang dewasa, melainkan pengasuh anak-anak. Muncul
istilah ‘Klerus’ yang berkuasa atas kaum awam. Disini tidak lagi disebutkan penilik,
melainkan uskup; tidak lagi penatua, melainkan imam. Juga, dalam masa ini, Gereja
mengalami pengaruh politik dan militer.
Jika ada persoalan yang menyangkut beberapa jemaat secara serentak, maka hal tersebut akan
diputuskan di dalam suatu rapat uskup-uskup (sinode). Tercatat, sinode wilayah pertama
diadakan sekitar tahun 180, dan sinode am pertama di Nicea pada tahun 325. Lahirlah istilah
episkopalisme, dimana uskup-uskup bersama-bersama berkuasa dalam gereja. Sistem ini
masih ditemukan dalam gereja ortodhoks timur (di Rusia dan Eropa tenggara) dan gereja
Anglikan. Tetapi uskup Roma, memakai sistem Paus yang mendapat kekuasaan dan
memimpin seluruh gereja Roma Katholik.
Napak Tilas: Abad pertama Gereja (III)
Jemaat awal pada umumnya belum mempunyai gedung gereja. Tercatat, gedung gereja untuk
pertama kali didirikan di kota Edessa, menjelang tahun 200. Anggota-anggota biasa
berkumpul dirumah salah seorang dari mereka atau ruang lain yang tersedia. Jadi, suasana
ibadah jaman itu lebih mirip dengan kebaktian rumah tangga daripada ibadah gereja modern.
Meski pada mulanya jalannya kebaktian bisa berbeda-beda di setiap jemaat, mulai abad 2
terjadi keseragaman, seiring dengan perubahan tata gereja. Sekitar tahun 150, muncul surat
penjelasan dari Yustinus Martir, seorang pemimpin gereja yang mati syahit tahun 165 di
Roma. “Kenang-kenangan para rasul (=kitab injil) atau tulisan para nabi dibacakan selama
waktu tersedia. Setelah pembaca selesai, maka ketua, dalam suatu kothbah menyerukan
kepada kami agar meneladani hal-hal yang yang baik itu. Lalu kami berdoa sambil berdiri”
Jadi, ada tiga unsur yang disebut: pembacaan Alkitab, Kothbah dan Doa. Dari sumber lain,
disebutkan pula adanya nyanyian.
Disamping ketiga unsur tadi, dilaksanakan Ekaristi (perjamuan) setiap minggu. Hanya
orang-orang percaya yang telah menerima babtis dan hidup sesuai dengan ajaran Kristen
sajalah yang berhak menerima perjamuan. Di akhir kebaktian, kolekte (persembahan)
diadakan untuk orang yang mau dan berada, dan hasilnya diserahkan kepada uskup untuk
melayani orang yang membutuhkan (anak yatim piatu, janda, orang sakit, mereka yang
dipenjara, dan orang-orang asing yang tinggal di daerah setempat (orang-orang Kristen yang
berasal dari tempat lain). Baptisan dilayankan diluar kebaktian umum. Calon penerima
baptisan wajib mempersiapkan diri (berpuasa) dan dia akan menyatakan imannya dengan
rumusan tertentu (cikal bakal “Pengakuan iman rasuli”). Selanjutnya, orang itu akan dibabtis,
secara umum di selamkan (baik sebagian atau seluruhnya), atau jika air tidak cukup, maka
dilakukan penyiraman. Setelah selesai, anggota yang baru itu dibawa kedalam kumpulan
jemaat. Pada abad 2, ada babtisan anak-anak, meski tidak sering, karena kebanyakan orang
Kristen merasa bahwa dengan itu sakramen babtisan dianggap enteng.
Juga, disiplin gereja dijalankan dengan ketat. Jika ada anggota yang kedapatan berbuat dosa,
dia akan kucilkan dari jemaat. Jika dosanya dianggap berat (murtad, membunuh, berzinah),
dia tidak akan diberikan kesempatan untuk menyesal dan diterima kembali oleh Gereja
Napak Tilas: Tantangan Gnostik (I)
Perkembangan gereja, tidak hanya didorong oleh perkembangan jemaat mula-mula, tetapi
juga adanya tantangan dari sekte-sekte yang muncul, secara khusus aliran Gnostik. Kata ini
berasal dari kata Yunani „Gnosis’ yang berarti pengetahuan. Kaum Gnostik menyatakan
bahwa mereka memiliki pengetahuan yang lebih lama dan lebih tinggi daripada iman Kristen.
Paham ini muncul karena adanya percampuran unsur-unsur dari berbagai agama
(sinkretisme), yang biasa terjadi di abad permulaan tahun Masehi. Beredarnya berbagai
kepercayaan, seperti takdir berdasar bintang-bintang dari Babilonia kuno, pertentangan antara
terang-gelap dari agama Persia, gagasan tentang firdaus dan asal usul manusia dari agama
Yahudi, konsepsi-konsepsi dari filsafat Yunani, dan munculnya agama Kristen mendorong
orang-orang di jaman itu untuk mencampur unsur-unsur agama yang ada dan mendirikan
agama baru.
Salah satu contoh aliran Gnostik adalah aliran Valentinus dan aliran Basilides pada abad 2.
Valentinus pernah mencalonkan diri untuk jabatan uskup Roma, tetapi ditolak. Pokok utama
dalam ajaran Gnostik ialah: asal dunia, tabiat manusia dan asal kejahatan. Secara ringkas,
aliran Valentinus percaya bahwa dunia yang penuh penderitaan tidak mungkin merupakan
penciptaan suatu Allah yang baik. Ada oknum pembuat dunia, yang menjadi Allah israel.
Barulah kehadiran Kristus memperkenalkan Allah sejati yang mahatinggi kepada manusia.
Bahkan Kristus sendiri tidak mengenakan tubuh manusia, melainkan tubuh maya sehingga
kematian di kayu salib adalah kepura-puraan saja. Penebusan dilakukan melalui ajaranNya,
bukan dengan kematian dan kebangkitan. Keselamatan diperoleh dengan mengingkari tubuh
kita (askese) dan memiliki pengetahuan rahasia tentang jalan terang. Penganut aliran Gnostik
menyusun beberapa kitab „Injil‟, antara lain „Injil Thomas‟ yang berisi campuran kata-kata
Yesus dan dongeng tentang Yesus yang mendukung paham mereka.
Adanya ancaman dari kaum Gnostik disadari oleh pemimpin-pemimpin gereja pada masa
itu. Salah seorang Theolog yang paling keras melawan Gnostik adalah uskup Ireneus dari
Lyon (perancis). Ia menulis buku yang berisi sanggahan dan pengungkapan kedok atas aliran
Gnostik (th 180). Theolog-theolog di Mesir, seperti Clemens (150-210) dan Origenes (185254) mengambil sikap yang lebih lunak, dengan menampung unsur-unsur Gnostik dalam
ajaran mereka.
Napak Tilas: Tantangan Gnostik (II)
Melanjutkan tantangan dari kaum Gnostik, ada 4 azas ajaran Gnostik yang berlawanan
dengan iman kristen: 1. Dipisahkannya Perjanjian Baru dan Perjanjian lama, sehingga
maknanya diputarbalikkan. 2. Allah pencipta tidak sama dengan Allah Bapa dalam Yesus
Kristus. Materi bukanlah ciptaan Allah yang baik, tetapi pada hakekatnya dianggap jahat. 3.
Daging tidak akan bangkit dan tidak akan ada dunia yang baru sebab seluruh materi akan
binasa kelak. 4. kehidupan sehari-hari ditekankan kepada perjuangan melawan kelakuan
duniawi, dan bukan usaha untuk menyejahterakan sesama.
Ada dua alasan mengapa keberadaan aliran Gnostik menjadi tantangan yang berat bagi gereja
mula-mula, dari segi organisasi dan kitab suci. Waktu itu, setiap jemaat masih berdiri sendiri.
Para rasul dan pengganti mereka telah meninggal dan tidak ada tokoh-tokoh yang berwibawa
seperti mereka. Belum ada lembaga pusat yang memberi bimbingan dan penerangan kepada
jemaat-jemaat. Hubungan antar jemaat hanya bersifat sukarela (Ignatius mengirim surat ke
jemaat di Asia; Uskup Clemens menegur jemaat Korintus ketika terjadi pertikaian th 96). Jika
ada jemaat yang terpengaruh oleh ajaran Gnostik, sangat mungkin jemaat yang agak jauh
tidak mengetahuinya. Dan jika tahu, protest terhadap ajaran itu susah dibawa kemana-mana.
Penolakan terhadap Gnostik hanya bisa terjadi melalui terbentukannya pendapat umum dalam
gereja, dan hal itu memakan waktu yang lama.
Kesulitan terbentuknya pendapat umum dalam perlawanan terhadap ajaran Gnostik juga
didorong oleh penggunaan Alkitab. Waktu itu, hanya PL saja yang telah menjadi kitab utama
bagi gereja mula-mula. Dengan bahasa Yunani dan Arami sebagai bahasa Alkitab, baik kaum
Gnostik maupun lawan Gnostik mampu mengajukan tafsiran masing-masing. Di dalam hal
PB, hal ini semakin sulit. Surat-surat dan injil/wahyu yang beredar dari para rasul dan muridmurid mereka biasanya hanya ditulis untuk jemaat yang mereka kenal. Dan karena kitabkitab tersebut itu beredar dalam lingkungan tertentu saja, sangat susah untuk menemukan
patokan yang jelas dalam menentukan mana yang patut berwibawa dan mana yang tidak.
Dengan demikian, kaum Gnostik juga mudah mengedarkan tulisan-tulisan mereka sendiri,
dengan memakai nama seorang rasul. (bersambung)
Napak Tilas: Tantangan Gnostik (III)
Atas munculnya tantangan yang kuat atas iman Kristen, muncullah ketiga azas yang menjadi
„bendungan‟ terhadap aliran Gnostik dan ajaran-ajaran lain, yaitu kanon, pengakuan iman,
dan uskup. Ajaran gereja yang berdasarkan ketiga azas itu disebut „ortodoksi‟ (pengajaran
yang tepat).
Kanon, merupakan kata Yunani yang berarti: ukuran, patokan, dan juga daftar. Waktu itu
gereja telah memiliki PL sebagai ukuran bagi kepercayaan dan kehidupan jemaat. Di samping
itu ada tulisan-tulisan dari murid Tuhan Yesus: Injil-injil, surat-surat dan lainnya. Meski
demikian, kaum Gnostik juga mengedarkan kitab-kitab yang katanya ditulis oleh murid
Tuhan. Sebab itulah, gereja perlu menentukan manakah yang boleh dianggap benar-benar
berasal dari murid Tuhan. Kempat Injil yang kita kenal itu agak mudah mendapat pengakuan
umum, demikian juga surat-surat Paulus dan Kisah rasul, karya Lukas. Beberapa kitab lain
baru memperoleh kesepakatan umum belakangan. Secara garis besar, PB sudah tersusun
tahun 200. Kitab-kitab yang bersifat gnostis ditolak, sehingga garis batas Gereja dan Gnostik
menjadi jelas. Gereja juga membutuhkan suatu ringkasan pokok-pokok kepercayaan yang
akan menjadi pegangan bagi jemaat. Pengakuan tertua hanyalah mengenai Kristus: Yesus
adalah Tuhan (1Kor 12:3), yang berkembang seperti tertulis dalam Roma 1:3, Filipi 2:5-11
dsb. Barulah pengakuan itu berkembang menjadi suatu rumusan iman yang lengkap:
„Pengakuan Iman Rasuli‟. Meskipun tidak disebutkan tentang gnostik didalamnya, isi
pengakuan iman rasuli jelas telah melawan aliran itu.
Disamping kanon dan pengakuan iman yang merupakan pertahan kuat terhadap aliran
gnostik, dibutuhkan seseorang yang mengartikan dan menerapkannya. Orang inilah adalah
uskup, yang dipandang sebagai pengganti rasul. Uskup-uskup jaman itu juga memilih dan
menahbiskan seseorang menjadi uskup dan meneruskan ajaran yang diterimanya dari Kristus
(pewaris jabatan rasuli, successio apostolica), sehingga tersusunlah rangkaian saksi-saksi
kebenaran yang dapat dipercaya ajarannya, karena ajaran itu telah diterima, secara tidak
langsung dari Kristus sendiri (misal: Kristus – Yohanes – Polikarpus – Ireneus). Uskup-uskup
di kota-kota besar (Roma, Antiokhia, Alexandria, dan di kemudian hari Konstantinopel dan
Yerusalem) memiliki kewibawaan yang besar, dan diberi gelar : patriarkh. (ap)
Napak Tilas: Penganiayaan dan Penghinaan Abad 2-4 (I)
Meskipun gereja tidak terdiri dari orang-orang suci, kelakuan jemaat Kristen cukup menonjol
dalam dunia sekitar, lain daripada yang lain, baik itu kaum Yahudi maupun Romawi. Orang
Kristen menghindari semua yang digemari oleh orang-orang di jaman itu, seperti pertarungan
berdarah antar binatang atau orang (gladiator), sandiwara, kuil dewa, dan bahkan upacara
penyembahan kaisar. Dan sebaliknya, orang-orang yang bukan Kristen tidak boleh ikut dalam
kebaktian mereka. Sebab itu, orang Kristen merupakan sasaran kebencian, baik dari pihak
rakyat atau pemerintah. Orang-orang suka memfitnah orang Kristen bahwa orang Kristen
sombong, dan upacara kebaktian ditandai dengan meminum darah serta memakan daging
manusia. Sementara itu, pemerintah mencurigai sikap politis orang Kristen. Harapan akan
munculnya suatu kerajaan lain (kerajaan surga) yang cepat merambat kemana-mana menjadi
ancaman bagi kekaisaran.
Dimulailah masa penganiayaan dan penghinaan orang kristen di jaman romawi. Secara
umum, ada 2 tahap penganiayaan orang kristen, yaitu sebelum tahun 250 dan sesudahnya.
Tahap pertama ini bersifat insidentil dan lokal, dan inisiatif diambil oleh rakyat, bukan
pemerintah. Dimulai di Roma, tahun 64, ketika kaisar Nero memfitnah orang Kristen yang
membakar kota Roma. Banyak orang martir disana, dan dikabarkan, Petrus ikut dibunuh
disana. Dalam abad selanjutnya, semakin banyak martir muncul, seperti Ignatius dari
Antiokhia dan Polikarpus (Smirna). Di masyarakat, jika ada bencana menimpa suatu kota,
maka orang kristen yang disalahkan dan akan dihakimi. Jika mereka menyangkal bahwa
mereka orang Kristen, mereka diminta mempersembahkan korban kepada Kaisar dan akan
dibebaskan. Tetapi jika tidak, maka nama kristen dan penolakan itu berarti hukuman mati
dengan cara yang keji: dibakar, disalib, atau harus berkelahi dengan binatang buas. Namun,
siksaan yang keji itu tidak menggentarkan. Orang kristen malah bergembira dan bersyukur,
karena mereka dipandang layak mendapat bagian dalam kematian Kristus. Tidak
mengherankan, tidak sedikit orang kafir yang tertarik, insyaf dan justru bertobat melihat
semangat iman kristiani.
Waktu itu, karena orang kristen tidak diberi kesempatan untuk membela diri di depan hakim,
maka beberpa orang kristen yang yerpelajar mengarang tulisan-tulisan pembelaan (apologet).
Karya yang terkenal diantaranya adalah dari Yustinus Martir yang mati di Roma (th 167) dan
Tertullianus (th200). (ap)
Napak Tilas: Penganiayaan dan Penghinaan Abad 2-4 (II)
Sekitar tahun 250, dimulailah tahap kedua penganiayaan terhadap orang kristen. Jumlah
orang kristen sudah agak besar, dan tersebar diseluruh kekaisaran dan diluar perbatasannya,
sampai Persia dan India. Tetapi sikap negara juga menjadi keras, dan karena musuh-musuh
menyerang perbatasan Romawi, Kaisar Decius (249-251) memperkuat pertahanan dengan
memakai agama selaku alat pemersatu seluruh rakyat dan pereda marah dewa. Semua orang
harus mempersembahkan korban kepada dewa. Kalau orang Kristen menolak, maka mereka
akan disebut sebagai pengkhianat. Negara memilih uskup-uskup sebagai sasaran, supaya
anggota-anggota jemaat kehilangan pemimpin dan menyerah. Uskup-uskup Roma,
Anthiokia, dan Yerusalem, dibunuh sebagai syahit. Dan berikutnya, uskup dari Kartago yang
terkenal, yaitu Cyprianus, juga mati martir. Tetapi ribuan orang kristen dan termasuk
beberapa uskup, mempersembahkan korban kepada dewa, atau mencari surat bukti tanda
mempersembahkan korban dengan menyogok pegawai-pegawai kekaisaran. Hambatan ini
berlangsung selama satu tahun, dan berhenti.
Beberapa puluh tahun kemudian, Gereja dapat berkembang tanpa gangguan. Jumlah orang
kristen bertambah dan makin banyak orang kristen yang berpangkat tinggi terdapat di istana
dan militer. Tetapi tiba-tiba, tahun 303, dibawah pemerintahan Kaisar Diocletianus , terjadi
penganiayaan yang jauh lebih hebat daripada sebelumnya. Semua orang Kristen dipecat dari
jabatan pemerintah atau militer. Gedung-gedung gereja dirusak, kitab-kitab suci dibakar, dan
sekali lagi para uskup menjadi sasaran utama. Semuanya berlangsung untuk melumpuhkan
Gereja, dan hambatan ini berlangsung selama 8 tahun. Tetapi penganiayaan itu tetap tidak
bisa memusnahkan gereja.
Meski terjadi 2 tahap hambatan itu, pemerintah gagal mempertahankan keutuhan negara
dengan jalan menghancurkan gereja kristen. Maka tinggal satu kemungkinan lagi, yaitu
mewujudkan keutuhan itu dengan mencari dukungan gereja. Hal ini dimulai oleh Kaisar
Konstatinus Agung (312-337). Konon, sebelum Konstantinus mulai pertempuran untuk
merebut tahta di Roma (312), ia melihat sinar terang dalam bentuk salib dilangit, disertai
perkataan bahwa dengan tanda itu ia akan menang. Maka sesudah berhasil merebut tahta,
pada tahun 313 ia mengumumkan edik Milano, bahwa gereja mendapatkan kebebasan penuh.
(ap)
Napak Tilas: Pertikaian Gereja Abad 4 (I)
Masa penganiayaan berakhir, dan Gereja dapat hidup dengan tenteram. Namun, kemudian
terjadi pertikaian di dalam gereja yang menyangkut 2 hal, yaitu tentang hubungan KristusAllah Bapa (trinitas) dan karakter Kristus (kristologi). Akar masalah terjadi karena ajaran
Alkitab diterjemahkan kedalam lingkungan Yunani-Romawi, yang sangat menekankan
bentuk yang logis dan rasional. Tetapi dalam alkitab ada 3 pernyataan yang sangat sulit untuk
disejajarkan secara logis: 1. Allah adalah esa (Ul 6:4, Mrk 12:29) 2. Yesus Kristus tidak
boleh disamakan begitu saja dengan Allah bapa (Luk 23:46, I Kor 15:28) 3. Kristus adalah
Tuhan (Yoh 1:1, Yoh 20:28, I Kor 12:3). Dan ketiga hal itu, masing-masing diabaikan oleh
keempat theolog jaman gereja lama. Ireneus (dan Athanasius) mengabaikan yang kedua,
Origenes tidak cukup memperhatikan keesaan Allah, dan Arius meniadakan keallahan
Kristus.
Ireneus dan Origenes sebenarnya telah memikirkan persoalan Trinitas sejak abad 2. Dalam
ajaran Ireneus, tubuh dan jiwa akan binasa karena dosa. Yesus Kristus yang adalah Allah,
mengenakan tubuh dan jiwa manusia, dan karena sifat ilahi Kristus, tubuh dan jiwa itu
menjadi kekal. Sehingga sesudah mati, kemanusiaan Kristus juga bangkit dan naik ke surga.
Dan setiap ekaristi dilayankan, tubuh itu diterima oleh orang percaya dan akan mengubah
sifat tubuh dan jiwa menjadi kekal. Corak theologi Ireneus adalah sakramentalis, yakni
bahwa anugerah Allah disalurkan terutama melalui sakramen, bukan melalui pemberitaan
Firman. Corak ini masih ditemukan di theologi Gereja orthodoks timur dan dalam batas
tertentu juga dalam Gereja katholik Roma.
Origenes, seorang guru Kristen yang terkenal dan dihormati baik oleh orang kristen maupun
orang kafir, banyak menulis karya tentang iman kristen yang bisa dijelaskankan secara
ilmiah. Untuk itu, ia membiarkan theologinya diwarnai oleh Gnostik dan filsafat yunani.
Pandangannya tentang Kristus sesuai dengan corak umum, yaitu Kristus adalah logos, yang
meskipun satu hakekat dengan Allah, di pihak lain merupakan „Allah kedua‟, yang lebih
rendah dari Allah Bapa. Dan untuk menyelamatkan malaikat-malaikat yang telah jatuh,
Logos itu menggabungkan diri dengan malaikat satu-satunya yang tidak jatuh (jiwa) dan
turun kebumi, menerima tubuh. Dia mengorbankan diri demi keselamatan segala sesuatu lalu
naik lagi ke surga. Dan tubuhnya hilang kembali ketika Dia kembali ke surga. (ap)
Napak Tilas: Pertikaian Gereja Abad 4 (II)
Baik Ireneus maupun Origenes mengungkapkan iman Kristen dalam bentuk-bentuk yang
diambil dari lingkungan yang berbeda. Theologi Ireneus menekankan keesaan Allah dan
ketuhanan Kristus. Tidak ada perbedaan antara Kristus (serta Roh Kudus) dengan Allah
Bapa. Ia menolak filsafat yunani tentang adanya roh yang setengah ilahi yang menjadi
pengantara Allah dan manusia. Hal ini dipengaruhi oleh agama-agama misteri. Origenes
memakai bentuk Gnostik dan filsafat Yunani. Baginya, Allah itu esa, sehingga Kristus adalah
Allah kedua yang lebih rendah, dan baginya tubuh akan tidak akan diselamatkan, karena
tubuh bukan ciptaan Allah.
Pertikaian dilanjutkan oleh pengikut mereka, dimulai tahun 315, setelah berakhirnya
hambatan oleh kaisar Diocletianus. Pemikiran Origenes diwakili oleh Arius (dalam bentuk
yang lebih keras) dan prinsip Ireneus dipertahankan oleh Athanasius. Arius (...-341), seorang
theolog dari Aleksandria, mengajarkan bahwa selain Kristus itu dibawah Allah, ia bukan
bagian dari kekekalan, bukan ilahi, tetapi makhluk, yaitu salah seorang malaikat yang
tertinggi yang kemudian diangkat menjadi anak Allah. Maksud Arius adalah untuk
mempertahankan keesaan Allah. Pandangan ini dilawan keras oleh Athanasius, uskup
Aleksandria (328-373), yang memegang prinsip Ireneus, bahwa Kristus adalah Allah, dan
tidak boleh dibedakan dengan Allah Bapa. Kalau Kristus bukan Allah, bagaimana mungkin
kita (termasuk tubuh kita) memperoleh kekekalan kelak?
Kebanyakan uskup tidak menerima ajaran Arius, karena menyimpang dari Alkitab (Yoh 1:1),
dan mereka juga menilai ajaran Athanasius berat sebelah. Terjadilah pertikaian yang hebat
sehingga kaisar Konstantinus mengadakan suatu konsili di kota Nicea (325) dan membujuk
uskup-uskup untuk menerima rumusan bahwa Kristus sehakekat dengan Allah. Dan ajaran
Arius dikutuki. Tetapi karena rumusan ini belum jelas, pertikaian terus berlangsung. Arius
dan Athanasius, dibuang oleh kaisar-kaisar secara bergilir. Baru akhirnya, pada konsili
Konstatinopel (381) dicapai persetujuan Trinitas: Bapa, Anak, dan Roh kudus adalah esa
menurut hakekatnya, tetapi merupakan tiga pribadi. Rumusan Konstatinopel itu
memperhatikan semua unsur yang terkandung dalam Firman Alkitab: Allah esa (hal yang
diabaikan oleh Origenes), Kristus tidak boleh disamakan begitu saja dengan Allah Bapa
(diabaikan oleh Ireneus), dan Kristus adalah Allah (diabaikan oleh Arius). (ap)
Napak Tilas: Pertikaian Gereja Abad 4 (III)
Perseteruan tentang trinitas disusul dengan pertikaian tentang kedua sifat (kemanusiaan dan
ketuhanan) Kristus. Yang menjadi pokok masalah, adalah bagaimana eratnya hubungan itu di
dalam diri Kristus. Ada 2 belah pihak yang beradu pendapat akan hal ini, yaitu Nestorius
(seorang patriarkh Konstantinopel th 430) dan Cyrillus (uskup dari Aleksandria ,412-444).
Nestorius mengajarkan bahwa kedua sifat Kristus itu tidak berhubungan dengan erat, seperti
minyak dan air dalam satu gelas. Mereka tidak bercampur, tetapi masing-masing
mempertahankan sifatnya sendiri. Sedangkan Cyrillus percaya bahwa hubungan itu adalah
seperti antara susu dengan air, dimana sifat khusus air hilang ketika dicampur dengan susu.
Begitu juga sifat-sifat khusus dari kemanusiaan Kristus menjadi hilang ketika digabung
dengan keilahian Kristus. Tubuh Kristus mengambil alih sifat ilahi, seperti kekekalan
misalnya.
Dalam pertikaian antara Nestorius dan Cyrillus, sekali lagi bergumul jiwa Origenes dan jiwa
Ireneus. Pemikiran Nestorius bersumber pada prinsip Origenes, sedangkan Cyrillus adalah
seorang pengikut Ireneus dan Athanasius. Sama seperti mereka, ia menganut theologia
sakramentalis: kekekalan dianugerahkan kepada manusia melalui sakramen. Tubuh Kristus
mengambil alih kekekalan dari sifat ilahi, agar kekekalan itu bisa diteruskan kepada orang
kristen melalui sakramen. Pengikut-pengikut ajaran Cyrillus yang paling ekstrim malah
mempertahankan bahwa kedua sifat Kristus itu bergabung sedemikian hingga menjadi satu
sifat saja, dan golongan ini disebut kaum Monofisit (mono= satu; fisis=sifat)
Persoalan Kristologi itu akhirnya dipecahkan tahun 451, melalui konsili Chalcedon.
Keputusannya merupakan jalan tengah, dan apa yang salah dalam ajaran kedua belah pihak
ditolak. Kedua sifat Kristus, adalah „tidak terbagi, tidak terpisah‟ (melawan Nestorius),
tetapi juga „tidak bercampur, tak berubah‟ (melawan kaum Monofisit).
Keputusan konsili Chalcedon hanya memuaskan partai moderat dalam gereja. Pengikutpengikut radikal dari Nestorius maupun Cyrillus memisahkan diri dari gereja, dan
membentuk gereja-gereja baru. Kaum Nestorian melarikan diri ke Persia dan mendirikan
Gereja Nestorian, sedangkan Kaum Monofisit mendirikan gereja-gereja yang kuat di Mesir
(gereja Koptik) dan Siria. (ap)
Napak Tilas: Timbulnya Gereja barat
Memasuki Abad ke-4, mulai nyata perbedaan antara Gereja dibagian barat kekaisaran
Romawi dengan gereja dibagian timur. Ada 3 hal perbedaan yang menjadikan gereja barat
dan timur harus berpisah.
1. Gereja timur memelihara sistem episkopal dengan kepala gereja yaitu Patriarkh
Konstantinopel, sedangkan di gereja barat, uskup-uskup telah berada di bawah sri paus.
2. Gereja timur mengikuti theologi Ireneus, Athanasius, dan Cyrillus yang berfokus kepada
bagaimana manusia tidak fana kelak. Sementara itu, gereja barat mengikuti ajaran
Agustinus, tentang bagaimana manusia bisa benar dihadapan Allah. Tokoh yang disukai
di gereja timur adalah Yohanes, sedangkan barat ialah Paulus
3. Perbedaan juga terletak dalam pandangan bermasyarakat dan bernegara. Gereja timur
percaya bahwa dengan sikap kasih dan kerendahan hati, seseorang telah merenungkan
hidup yang tidak fana kelak. Tetapi gereja barat, seorang kristen patut bertindak di dalam
dunia. Gereja timur juga memandang pemerintah sebagai gambar dan wali Allah. Bagi
gereja barat, hidup kenegaraan bisa mengandung unsur jahat, sehingga harus diwaspadai.
Mula-mula gereja Timur dan barat masih merupakan gereja yang esa. Tetapi adanya
perbedaan corak pemikiran itu memicu ketegangan yang semakin hebat. Sesudah beberapa
kali terpecah untuk sementara (±500, ±850, 1054), maka sekitar tahun 1200 kesatuan gereja
sudah tidak bisa dipulihkan kembali. Gereja timur terdiri dari gereja Orthodoks-timur, gereja
Nestorian, Monofisit, gereja Rusia dan eropa tenggara. Mereka tetap setia kepada patriarkh
Konstantinopel. Gereja barat, terdiri dari gereja bagian eropa yang lain mengikuti Paus dan
tergabung dalam gereja Katholik Roma.
Ada 2 tokoh yang menonjol dalam hal pemikiran barat tentang hubungan gereja-negara, yaitu
Ambrosius (330-397) dan Agustinus (354-430). Bagi Ambrosius, kaisar dan pemerintah
pada umumnya adalah „prajurit Allah‟, yang harus bertindak sesuai dengan kehendak Allah.
Kalau mereka berdosa, walau dalam kebijaksanaan politisnya sekalipun, mereka akan dikenai
hukuman disiplin gereja. Sedangkan Agustinus, uskup Hippo (Afrika), menjadi pembaharu
theologi Gereja dan menjadi guru bagi pemuka gereja di daerah lain. Bukunya yang terkenal
adalah Confessions dan De Civitate Dei. (ap)
Napak Tilas: Pengabaran Injil ke Asia (I)
Gereja tertua yang masuk ke Asia adalah Gereja Nestorian, yang sering dijumpai di Irakiran. Meskipun jumlah anggotanya sekarang relatif sedikit, gereja inilah yang paling luas
wilayahnya dan berhasil dalam mengabarkan Injil ke seluruh Asia dari abad ke-4 sampai
dengan abad ke-13. Waktu itu, keadaan politis dan religius di Asia tidak begitu
menguntungkan bagi penyebaran agama Kristen, karena kekuasaan Romawi di Asia hanya
meliputi daerah pinggiran di sebelah barat: Palestina, Siria dan Turki. Sedangkan di sebelah
timur, terdapat kerajaan Partia (diganti menjadi Persia), India, China dan negara-negara di
Asia Tenggara. Dan negara-negara ini mempunyai agama negara masing, seperti agama
Zoroaster di Persia (yang kemudian hari diganti oleh Islam) dan Hindu, Buddha di India,
serta Kong Hu Cu di China.
Sekitar tahun 100, Injil telah tersebar di Partia. Menurut tradisi, rasul Thomaslah yang di utus
untuk mengabarkan injil ke Timur. Tahun 104, sudah ada seorang uskup di irak, dan tahun
225 ada 20 uskup di daerah Irak, Arab dan Persia barat. Bahkan, keputusan konsili Nicea juga
ditanda-tangani oleh wakil dari gereja “Persia dan India Raya”. Di Persia, kondisi orangorang kristen tidaklah begitu enak, karena agama Zoroaster adalah agama negara di sana.
Keadaan memburuk setelah tahun 313, ketika agama kristen menjadi agama negara Romawi.
Orang Kristen dianggap sebagai kaki tangan Romawi, dan muncullah penganiayaan yang
hebat selama 40 tahun (339-379). Puluhan ribu orang kristen mati dibunuh, termasuk
Syim’un Saba’i, kepala gereja Persia (341).
Akhirnya, untuk mengatasi tuduhan pengkhianatan, gereja Persia merasa lebih baik
memisahkan diri dari gereja di kekaisaran Romawi. Mereka menerima ajaran Nestorius yang
telah ditolak gereja Romawi di Konsili Chalcedon (451). Sejak jaman itu, gereja Persia
disebut dengan gereja Nestorian, dengan kepala gereja seorang Patriakh, yang bertempat
tinggal di Ktesifon (kemudian di Baghdad). Di bawah Patriakh, terdapat uskup-uskup agung
(metropolit-metropolit) dan di bawah mereka adalah uskup-uskup biasa. Kebanyakan
anggotanya sekarang masih terdapat di Irak Utara. Dan dari abad ke-6 sampai abad ke-13,
Gereja Nestorian memainkan peranan penting dalam lingkungan agama dan kebudayaan di
Asia. Pusat-pusat kegiatan Nestorian ini ialah sekolah Theologia di Nisibis. (ap)
Napak Tilas: Pengabaran Injil ke Asia (II)
Sekolah Theologi di Nisibis berdiri dari tahun 300 hingga 1400. Pada masa jayanya, jumlah
mahasiswa mencapai 800 orang. Mereka hidup di asrama dan dilarang untuk kawin.
Kurikulum sekolah meliputi tata bahasa Siria (menjadi dasar untuk penafsiran Alkitab),
Alkitab, liturgi, dan filsafat serta ilmu kesehatan. Selain sekolah Nisibis, biara juga
menduduki tempat penting dalam kehidupan gereja Nestorian. Para biarawan sangat
dihormati, bahkan oleh orang Islam. Dan dalam gereja Nestorian, tenaga pengabaran Injil
selalu siap untuk diutus kemana saja.
Pengabar Injil Nestorian mengikuti 2 jalur perdagangan. Mengikuti jalur perdagangan
Selatan, maka jemaat-jemaat Kristen ditemukan di daerah Qatar dan Oman (abad ke-5),
India (th. 300), Srilanka (abad ke-6), dan di Kanton, China selatan (abad ke-8). Di India
Selatan, datanglah pedagang bernama Thomas bersama 400 orang lain yang mengungsi dari
Persia ke kota Cranganore. Mereka disambut baik dan diberikan hak-hak khusus, serta
dijadikan menjadi suatu kasta yang terhormat. Sepanjang abad orang-orang Kristen ini
berhasil mempertahankan diri, dengan nama Gereja Mar Thoma.
Melalui jalan dagang Utara, yang terkenal dengan ’Jalan Sutera’, agama Kristen
ditanamkan kepada suku bangsa Hun, Turki dan Monggol. Tahun 635, seorang rahib
Nestorian tiba di Ch‟ang-an (kota Sian Fu), dan ajaran Kristen diterima oleh Kaisar dan
disebarkan di ibukota. Sekitar tahun 700, muncul rintangan bagi kemajuan agama Kristen
(yang bersifat asketis), khususnya dari agama Kong Hu Cu yang berfokus kepada kehidupan
berkeluarga. Jemaat kristen surut hingga abad ke-9. Setelah hambatan ini, agama Kristen
dibawa kembali ke China oleh suku bangsa Hun, Turki dan Monggol yang merebut China
tahun 1250-an. Pada jaman ini, di Asia, gereja Nestorian mempunyai 27 orang Metropolit dan
200 uskup. Dan pada tahun 1281, seorang rahib Monggol Peking dipilih menjadi Patriakh
gereja Nestorian.
Sesudah masa puncaknya, gereja Nestorian di China merosot dengan cepat. Anggota jemaat
kristen umumnya adalah prajurit Monggol yang di anggap unsur asing, dan ketika Dinasti
Ming mengusir para penjajah, jemaat Kristen mulai terhapus. Sejak tahun 1400, gereja
Nestorian terbatas pada daerah kelahirannya, Irak Utara. Dikemudian hari, gereja Baratlah
yang membawa Injil ke Asia. (ap)
Napak Tilas: Pengabaran Injil ke Eropa (I)
Antara tahun 400 dan tahun 1000, keadaan Eropa di bidang politik dan agama mengalami
perubahan yang besar sekali. Sesudah meninggalnya kaisar Theodosius Agung (sekitar th
400), kekaisaran Romawi dibagi menjadi 2: Romawi-Barat dan Romawi-Timur. RomawiBarat hanya bertahan setengah abad saja, karena dihancurkan oleh bangsa-bangsa German,
Frank , Slav dan Angelsaksis, yang selanjutnya mendirikan negara-negara baru: Perancis,
Inggris, Jerman, Skandinavia, dan juga Rusia Polandia di Eropa Timur. Bangsa-bangsa
German dan Slav umumnya menganut agama suku (Politeis). Wilayah Perancis dan Inggris,
yang sudah masuk kristen ketika menjadi propinsi Romawi, perlu di kristenkan kembali,
sedangkan di Rusia, di Eropa Utara dan Tengah, Injil belum diberitakan sama sekali.
Perancis dikristenkan kembali sekitar tahun 500. Raja Perancis, Clovis, yang meskipun
beristrikan seorang Kristen, masih suka dengan upacara agamanya sendiri. Pada suatu hari,
ketika ia harus bertempur dengan raja lain dan terdesak, ia berdoa kepada Allah istrinya, dan
berjanji jika ia menang, ia akan masuk Kristen. Ia menang, dibaptis, dan prajurit-prajuritnya
mengikuti tuannya.
Inggris, dikristenkan kembali sekitar tahun 600. Menurut tradisi, ketika Paus Gregorius
berjalan di pasar budak di Roma, ia melihat beberapa orang muda yang asing dan bertanya
darimana asal mereka. Ketika mereka menjawab: Angeli (=Angelisaksis), Paus terkesan
sebab dalam bahasa Latin, berarti malaikat. Paus membeli mereka, dan memberi katekisasi
dan membaptis mereka. Kemudian, ia mengirimkan mereka kembali ke tanah airnya dibawah
pimpinan seorang rahib (Augustinus). Di Inggris, rajanya dibaptiskan dan rakyat mengikuti
contohnya. Gregorius mengajak Augustinus agar tidak mengubah adat setempat dengan
drastis. Dia berharap agar agama Kristen meresap di lingkungan masyarakat secara perlahan.
Augustinus menjadi uskup pertama dari gereja Inggris dan tinggal di kota Canterbury.
Setelah Inggris dikristenkan, negeri itu menjadi pusat pengabaran Injil, dan yang terkenal
adalah Bonifatius (675-754), yang disebut „rasul Jerman‟ karena dialah yang mengabarkan
injil di sebagian besar negeri Jerman. Ia dibunuh oleh orang-orang kafir di Belanda Utara
ketika berumur kira-kira 80 tahun. (ap)
Napak Tilas: Pengabaran Injil ke Eropa (II)
Sampai sekitar tahun 750, Pengabaran Injil dilakukan dengan damai. Sesudah itu, perang
mulai dipakai untuk menarik orang ke kawanan domba Kristus. Raja bangsa Frank, Charles
Agung, menaklukkan Jerman Utara dan memaksa penduduknya menerima agama Kristen,
dan kemudian orang Jerman utara sendirilah yang memaksa tetangganya di Jerman Timur
dan Polandia Utara untuk masuk Kristen. Pada abad ke-7, Gereja Ortodoks Timur kehilangan
setengah daerahnya karena serangan orang Arab, dan mereka mendapatkan Eropa Tenggara
dan Rusia, yang diinjili oleh Cyrillus dari Tesalonika. Cyrillus juga memberikan abjad agar
Injil bisa ditulis dalam bahasa orang Slav. Tahun 989, Raja Rusia, Vladimir, dibabtis dan
semua rakyatnya diperintahkan untuk dibabtis juga.
Dalam perkembangannya, sistem masyarakat suku bangsa German dan Slav ikut menentukan
cara yang dipakai untuk mengkristenkan mereka. Dalam kekaisaran Romawi, ikatan
kesukuan sudah menjadi longgar terutama di kota-kota. Manusia hidup secara perorangan dan
mencari keselamatan secara perorangan juga. Berbeda dengan orang German yang bersifat
kolektif. Orang-orang masuk ke gereja karena mengikuti rajanya, dan biasanya babtisan
dilayankan secara massal. Dampaknya, mereka tidak sempat mendapat bimbingan ke dalam
tata kehidupan dan tata ibadah, yang dianggap penting dalam gereja lama.
Pengaruh lingkungan nampak juga dalam penghayatan iman jemaat baru. Bangsa German
mengagumi sifat kegagah-perkasaan, sehingga mereka menyegani Kristus sebagai seorang
pahlawan besar yang mengalahkan Iblis. Dan sebagai wujud kesetiaan, para pengikut akan
berjanji dengan melipat tangan. Hal ini nampak dalam doa orang Kristen Jerman. Dan atas
jasa kesetiaannya, seorang prajurit mengharapkan imbalan. Itu sebabnya, orang banyak yakin
bahwa anugerah keselamatan adalah pahala atas kebaikan. Barulah beberapa abad kemudian
corak kesalehan itu berubah, ditandai oleh tulisan-tulisan oleh Bernhard dari Clairvaux
(1090-1153), yang mengajar teladan Kristus yang menderita sengsara karena kita. Gereja
secara perlahan berhasil melunakkan adat kebiasaan bangsa German. Perang dicoba untuk
dibatasi, persembahan tawanan perang sebagai kurban dilarang, perbudakan didesak mundur
dan bunuh-membunuh dikekang dengan menjadikan gedung gereja sebagai tempat suaka.
(ap)
Napak Tilas: Gereja di Wilayah Islam, Perang Salib (I)
Sesudah tahun 600 timbullan agama Islam di Arabia. Dan segera sesudah meninggalnya
Muhammad, orang Arab mulai merebut kekuasaan Romawi Timur dan Persia (th 632). Siria,
Palestina, Mesir, dan daerah di Afrika utara, sampai wilayah Pakistan, menjadi wilayah
kalifat Arab. Kehadiran orang-orang Arab disambut baik oleh orang Kristen di wilayah itu,
karena orang kristen yang berada di wilayah Romawi adalah kaum monofisit yang tertindas
oleh Gereja Roma, sementara orang Kristen di Persia adalah kaum minoritas yang tidak
begitu disukai oleh pemerintah.
Kedudukan orang Kristen di bawah kekuasaan Arab adalah cukup baik. Mereka mendapatkan
kebebasan beragama, walaupun dengan syarat bahwa mereka tidak boleh berusaha membujuk
orang Muslim masuk kristen. Dan karena hukum negara adalah hukum Islam, Syaria, maka
setiap golongan kristen diberikan status tersendiri, yaitu dhimmi. Setiap gereja merupakan
dhimmi tersendiri, misalnya orang-orang Nestorian, yang paling dihormati oleh orang-orang
Arab, merupakan dhimmi Nestorian yang berada dibawah Patriakhnya di Baghdad. Selain
menjadi kepala kerohanian gereja, seorang patriakh juga harus mengurus soal-soal duniawi
juga, seperti pemungut pajak, hakim tertinggi, sebagai gubernur dan pemberi undang-undang.
Dalam hal kebudayaan, justru orang Nestorianlah yang menjadi perantara masuknya budaya
Yunani-Romawi kepada orang-orang Arab (Napak Tilas: Pengabaran Injil ke Asia). Oleh
orang Arab, kebudayaan itu di kembangkan lagi, bersama dengan budaya Persia dan India
(sejauh sesuai dengan prinsip Islam) sehingga khalifat Arab menjadi negara yang paling maju
pada jaman itu, setaraf dengan Romawi-Timur dan China.
Salah satu daerah dimana agama Kristen cepat merosot adalah semenanjung Arabia sendiri.
Orang-orang Kristen di Oman terus masuk agama Islam, dan di Arabia Utara serta Yaman,
semakin berkurang jumlahnya (th 1300). Di Afrika utara bagian barat, gereja cepat hilang
juga. Tetapi di beberapa bagian di Mesir, Palestina dan Siria gereja masih merupakan
mayoritas. Dan sekitar tahun 1100, dimulailah Perang Salib, yang justru membuat kedudukan
gereja disana menjadi lebih buruk. (ap)
Napak Tilas: Gereja di Wilayah Islam, Perang Salib (II)
Sekitar tahun 700, orang Arab maju berperang hingga Spanyol dan Asia kecil. Bangsa-bangsa
kristen mampu bertahan, dan tahun 950, ketika kekuasaan Arab mulai mundur, kekaisaran
Romawi timur dan penduduk Spanyol utara mulai melancarkan serangan balasan. Sekitar
tahun 1085, sebagian besar wilayah Spanyol sudah direbut kembali. Bagi orang Romawi
timur, perang ini bukan perang agama. Ketika Kaisar menganjurkan untuk menghormati
mereka yang gugur dalam perang melawan Arab sebagai pembela agama Kristen, patriakh
konstantinopel menolaknya. Gereja Ortodoks timur tidak bersedia mengakui perang sebagai
alat untuk menyebarkan agama, atau untuk melawan agama lain. Mereka juga tidak setuju
kalau anggotanya menjadi tentara apalagi berperang demi menyebarkan agama.
Lain halnya dengan gereja di barat. Bangsa German yang mendiami Eropa barat sesudah
runtuhnya kekaisaran romawi barat, adalah bangsa yang suka berperang. Selama abad ke-10
dan ke-11, peperangan merajalela di eropa barat. Gereja berusaha menjinakan semangat yang
berapi-api itu, tetapi sia-sia. Maka Paus-paus mencari jalan keluar: jika penduduk Eropa barat
tidak bisa hidup tanpa perang, maka lebih baik mereka berperang di luar. Dipanggillah para
ksatria untuk pergi membantu orang Spanyol melawan orang Arab. Pada akhir abad ke-11,
baik Khalifat Arab maupun kekaisaran Romawi timur terancam oleh orang Turki dari Asia
tengah. Sama seperti bangsa Eropa barat pada jaman itu, orang Turki adalah bangsa yang
suka berperang. Kaisar Konstantinopel meminta bala bantuan dari Eropa barat. Mereka
datang (tahun 1096), tetapi tidak hanya untuk menyelamatkan negara Ortodoks-timur,
melainkan juga untuk merebut kembali tanah suci, Palestina.
Pada tahun 1099, tentara “Salib” memasuki kota Yerusalem. Kefanatikan mereka
menyebabkan mereka bertindak dengan amat kejam terhadap penduduk. Mereka berhasil
merebut seluruh Palestina dan pantai Siria, lalu mendirikan kerajaan Yerusalem serta
beberapa negara lain. Untunglah dengan cepat meninggalkan wataknya yang intoleran itu
sehingga orang-orang Islam dan anggota berbagai gereja dapat hidup dengan tenteram dalam
kerajaan itu. Baik di Spanyol maupun di Palestina, orang Muslim mendapat status yang sama
diperoleh orang Kristen dalam negara Islam. (ap)
Napak Tilas: Gereja di Wilayah Islam, Perang Salib (III)
Kerajaan Yerusalem hanya bertahan hingga tahun 1187, lalu ditaklukan oleh raja Mesir,
Saladin. Hanya beberapa kota pelabuhan saja yang tetap dipegang oleh orang Kristen. Dari
Eropa barat, datang beberapa kali raja-raja untuk menolong, tetapi sia-sia. Dan yang terkenal
adalah Richard the Lionheart dari Inggris, yang kemudian bersama dengan lawannya,
Saladin, diperingati dalam banyak dongeng. Ketika kuda Richard terluka dalam sebuah
pertempuran, Saladin mengirimkan seekor kuda lain kepada „musuhnya‟. Kesempatan lain,
ketika Richard sakit demam, Saladin mengirimkan buah-buahan dari wilayahnya. Sebaliknya,
mengirim kembali permaisuri Saladin yang ditangkap oleh tentaranya. Meskipun terjadi
kesopanan semacam itu, perang berlanjut terus sampai tahun 1300, dimana Asia barat
dikuasai lagi seluruhnya oleh raja-raja Muslim.
Jadi, perang salib itu memang mempunyai latar belakang agama. Tetapi, kekaisaran Romawi
timur dan Khalifat Arab telah belajar untuk saling menghormati dan memandang peperangan
mereka sebagai perkara yang tidak menyangkut agama. Justru kedua bangsa yang suka
berperang, Eropa barat dan Turki itulah yang menjadikan dan memulai perang agama. Hasil
perang Salib sebetulanya negatif saja. Puluhan kota dan ratusan desa rusak karena perang
yang berlangsung selama 200 tahun itu. Ratusan ribu orang mati, dan sikap penduduk
Muslim sesudah peang salib tidak begitu toleran lagi. Ibukota Romawi Timur, yaitu kota
Konstantinopel, malah dirampok oleh orang barat, yang membenci penduduk kekaisaran itu.
Alasannya, selain alasan ekonomis, gereja Ortodoks tidak mau mengakui kekuasaan sri Paus
atas seluruh gereja. Tahun 1204, pasukan barat menyerang dan merebut kota itu. Kebencian
antara Barat dan Timur menjadi begitu besar, sehingga kedua gereja saling mengutuk dan
persekutuanpun terputus.
Kekaisaran romawi timur dipulihkan setelah beberapa puluh tahun, tetapi telah menjadi
sangat lemah sehingga tidak mampu lagi menahan serangan orang Turki. Konstantinopel,
yang selama 7 abad menjadi benteng yang tak terkalahkan melindungi Eropa, jatuh tahun
1453. Kekuasaan orang Turki memuncak tahun 1550, dan kemudian merosot hingga akhirnya
hanya daerah Turki yang tersisa. Asia kecil menjadi daerah Islam, dan di Eropa tenggara ada
beberapa juta orang yang masuk Islam, terutama di Albania. (ap)
Napak Tilas: Sikap Gereja Barat Menghadapi Dunia (I)
Sesudah kekaisaran Romawi barat runtuh, timbul beberapa negara baru, antara lain
kekaisaran German, kerajaan Perancis dan Inggris. Raja-raja baru itu menganggap dirinya
sebagai kepala gereja daerahnya. Mereka mengangkat Uskup dan memanggil sinode untuk
berkumpul. Paus-paus pun di angkat oleh kaisar Jerman. Gereja dikuasai oleh negara, sama
seperti dalam kekaisaran Romawi dulu. Tetapi gereja barat belum lupa kepada Ambrosius
(Napak Tilas: Timbulnya Gereja barat). Sesudah tahun 1000, Paus-paus mulai melawan
kekuasaan raja dan kaisar atas gereja. Mereka menentukan bahwa paus selanjutnya akan
diangkat oleh majelis kardinal, dan uskup-uskup akan diangkat oleh paus. Terjadilah
pergumulan yang hebat selama 1 abad.
Tokoh utama di kedua belah pihak adalah paus Gregorius VII dan kaisar Hendrik IV.
Gregorius melarang orang awam termasuk kaisar, untuk mengangkat seorang rohaniwan.
Kaisar memecat sri paus, dan paus membalas mengucilkan Hendrik dari gereja dan mengajak
rakyat untuk memberontak. Akhirnya kaisar kehilangan hak untuk mengakap uskup di
wilayah kekuasaannya (1122). Sejak abad ke-13, uskup dipilih oleh imam yang melayani
gereja Kathedral.
Gereja belum puas kalau hanya bebas dari kekuasaan negara. Negara dan hidup
kemasyarakatan harus mengikuti bimbingan gereja. Paus Innocentius III berpendapat, “paus
kurang besar daripada Allah, tetapi lebih besar daripada manusia”. Semua raja di Eropa
terpaksa taat kepada titah Innocentius yang percaya bahwa pemerintahan negara hanya dapat
berkenan kepada Allah kalau melayani gereja. Raja harus mengikuti petunjuk sri paus. Di
beberapa pertikaian dimana takhta diperebutkan, Innocentius campur tangan. Dalam semua
itu, ia hanya memperhatikan kepentingan gereja dan agama Kristen. Tetapi diantara
penggantinya ada yang malah menggunakan kekuasaan untuk kepentingan sendiri, hidup
dalam kemewahan dan memeras anggota gereja. Muncullah perlawanan dari masyarakat
umum dan raja-raja. Akhirnya, paus Bonifacius VIII, ketika mau mengutuk raja Perancis,
ditangkap dan dipenjarakan oleh raja. Sementara Paus berusaha mengusai negara, muncul
kelompok-kelompok kristen yang menarik diri dari tengah dunia, meninggalkan kekuasaan
dan kekayaan duniawi. Diantaranya, kelompok Waldens, dan Ordo Fransiskan dan
Dominikan. (ap)
Napak Tilas: Sikap Gereja Barat Menghadapi Dunia (II)
Gerakan Waldens dipelopori oleh Peter Waldes, seorang saudagar kaya dari Perancis.
Setelah melihat seorang teman yang mati seketika tatkala Waldes berbicara dengannya, ia
memutuskan untuk membagikan kekayaannya kepada orang miskin dan untuk membiayai
penerjemahan Injil ke dalam bahasa daerah. Iapun mengabarkan Injil dimana-mana. Uskupuskup tidak suka melihat pengabaran injil dilakukan oleh orang awam, dan Waldespun
dikucilkan. Lahirlah bidat orang-orang Waldens. Mereka mengikuti secara literal hukum
yang ditemukan di Perjanjian Baru, khususnya Khotbah di bukit. Mereka menolak
kemewahan, dinas militer, sumpah, penyembahan orang suci, dan takhyul-takhyul yang
memasuki Gereja. Setelah kelompok Waldens, lahir kelompok (ordo) lain yang juga menarik
diri dari kekuasaan dan kekayaan duniawi, namun tidak keluar dari gereja. Uniknya, kedua
Ordo kebiaraan ini tidak memilih hidup terpencil, melainkan mencari orang-orang yang telah
jatuh ke dalam bidat-bidat dan membawa kembali mereka ke gereja.
Fransiscus dari Asisi mendirikan Ordo Fransiskan, yang hidup di kota-kota besar, dan
menjalani hidup yang sederhana dan berwatak ramah. Fransiscus Asisi terkenal karena dia
membawa kembali banyak orang ke gereja yang telah goyah karena protes bidat-bidat
terhadap sikap gereja yang duniawi. Dominikus dari Spanyol, yang sangat tersentuh oleh
kemiskinan rohani dari mereka yang terbujuk oleh bidat, mendirikan ordo Dominikan. Ordo
ini terdiri dari para pengkhotbah yang fasih dan teolog yang cerdas, dan mereka menentang
bidat-bidat dengan kefasihan dan karangan-karangan. Mereka juga diserahi tugas oleh Paus
untuk menjalankan peradilan gerejawi (Inkwisisi). Orang-orang yang dicurigai menjadi
anggota bidat disidang dan apabila ditemukan bersalah dalam hal ajaran dan tidak mau
bertobat, maka mereka akan dikutuk dan diserahkan kepada pemerintahan duniawi, yang
membantu gereja dengan membunuh lawan-lawan gereja.
Sikap gereja atas dunia pada abad pertengahan, yaitu menguasai dunia dan menarik diri dari
dunia, nampak bertentangan. Tetapi keduanya berdasarkan keyakinan yang sama, yaitu hal
duniawi kurang dihargai dibandingkan dengan hal rohani. Dalam hal ini, unsur-unsur Alkitab
bergabung dengan filsafat Platonis. Barulah Reformasi gereja yang membawa pengertian
baru tentang pembedaan antara jasmaniah dan rohaniah umumnya, dan hubungan gerejanegara pada khususnya. (ap)
Napak Tilas: Theologi Abad Pertengahan (I)
Sesudah jaman Agustinus, taraf ilmu theologi di Gereja Eropa Barat sangat menurun
seiringan dengan taraf budaya secara umum. Orang-orang mulai melihat kembali filsafat
Yunani, terutama Aristoteles, dan gereja menganggap hal ini sebagai ancaman yang lebih
hebat dari bidat-bidat. Dan karena semakin banyak kaum cendekiawan memandang ajaran
filsafat Yunani itu sebagai teladan, maka Gereja memberikan jawaban: menyelaraskan
filsafat Aristoteles dan ajaran Alkitab menjadi suatu sistem pemikiran (Theologi Scholastik).
Usaha ini dilakukan oleh guru-guru yang namanya menjadi terkenal, dan orang-orang muda
berdatangan ke tempat mereka mengajar. Dan karena jumlah mahasiswa begitu besar dan
tidak lagi bisa ditampung dalam biara-biara sebagai pusat pendidikan, maka guru-mahasiswa
bergabung menjadi badan sendiri, yang disebut Universitas.
Tokoh terkemuka dalam sejarah theologi Scholastik adalah Thomas Aquinas (1225-1274),
seorang rahib Dominikan. Karya utamanya, Summa Theologi menampung asas-asas filsafat
dalam suatu sistem theologi yang menyeluruh. Thomas memakai bagan kodrati-adikodrati
dalam menyeleraskan ajaran filsafat alkitab. Menurutnya, yang diajarkan para filsuf
merupakan kebenaran tingkat bawah (kodrati), sementara dari Alkitab, kita memperoleh
ajaran yang lebih tinggi (adikodrati). Theologi ini bersifat ilmiah dan dapat memuaskan
selera para cendekiawan jaman itu.
Metode theologi Thomas juga dapat terlihat dalam uraiannya mengenai anugerah Allah dan
kemampuan manusia berbuat baik. Alkitab mengajarkan bahwa manusia sudah rusak oleh
dosa dan tidak dapat berbuat apapun yang berkenan kepada Allah dan hanya dapat
diselamatkan oleh anugerah Allah. Sebaliknya, anggapan filsafat yunani tentang manusia
lebih optimistis. Dalam Theologi Scholastik, kedua pandangan itu digabungkan. Allah dan
manusia bekerjasama. Manusia, dengan kekuatan sendiri memang tidak dapat menghasilkan
perbuatan yang membenarkan dia di hadapan Allah. Misalnya, manusia bisa mengasihi
sahabatnya, tetapi kasih kodrati ini tidaklah cukup, karena Allah menuntut supaya kita
mengasihi musuh kita (kasih adikodrati). Jika kita memiliki kasih yang adikodrati itu, Allah
akan menganggap kita benar. Oleh karena itu, semata-mata karena rahmatNya, Allah
mencurahkan anugerah berupa kekuatan adikodrati keatas manusia melalui sakramen. (ap)
Napak Tilas: Theologi Abad Pertengahan (II)
Sakramen-sakramen dipercaya untuk menyalurkan anugerah Allah kepada orang Kristen
selama hidupnya. Ada tujuh sakramen, yaitu: Pembaptisan, Krisma (Penguatan), Rekonsiliasi
(Pengakuan Dosa), Misa/Ekaristi (Komuni), Pengurapan Orang Sakit (Minyak Suci),
Pernikahan dan Imamat (Pentahbisan). Ketujuh Sakramen itu diakui sejak abad ke-12, dan
dipertahankan oleh gereja Roma Katholik sampai sekarang. Anggapan bahwa sakramen
adalah saluran anugerah yang terutama menjadi nampak juga dalam tata kebaktian.
Dibandingkan dengan sakramen, Khotbah/pemberitaan Firman Tuhan menjadi kurang
penting, karena hanya merupakan persiapan untuk orang yang akan menerima sakramen.
Alkitab sendiri kurang disebarkan dan dipelajari. Pejabat gereja tidak suka melihat Alkitab
dalam kaum awam, karena seringkali pembacaan itu membuat orang menyerang gereja.
Dalam kepercayaan rakyat, Allah dipandang sebagai hakim yang keras, yang mengganjar
manusia sesuai dengan perbuatannya. Kristus juga ditakuti sebagai Dia yang „akan datang
kembali untuk menghakimi segala orang‟. Akibatnya, orang mencari perlindungan melalui
cara-cara yang ajarkan oleh gereja: berdoa, berpuasa, memberi sedekah, ziarah, dan
sebagainya. Yang paling ditakuti banyak orang adalah siksaan dalam api penyucian, yang
akan membersihkan orang yang tidak cukup jahat untuk dibuang ke neraka, tetapi juga belum
cukup suci untuk masuk surga. Orang-orang melaksanakan latihan yang diperintahkan oleh
imam: berpuasa, menaikan doa „Bapa kami‟ atau „Ave Maria‟ sekian kali, guna menghindari
api penyucian.
Kalau usaha-usaha itu dianggap belum cukup, maka diharapkan pengantaraan orang-orang
suci (santo), terutama Maria. Berkenaan dengan kepercayaan jemaat kepada orang-orang
suci itu, maka beragam benda peninggalannya (Relik) dipuja pula, misalnya tulang, rambut,
pakaian, dan lain lain. Lebih jauh, Gereja berhak untuk menentukan siapa yang akan
mendapat keuntungan jasa orang-orang suci, dan sejak abad ke-11, gereja menawarkan
keuntungan itu kepada orang-orang, yang harus memberi balas dengan berziarah ke tempat
suci atau memberi sumbangan untuk pembangunan gereja. Prakteknya ialah orang bisa
membeli surat penghapusan dosa. Rahmat Allah dijadikan barang dagangan. Kemudian hari
hal itulah yang diprotes oleh Luther, dan menjadi alasan untuk timbulnya Reformasi Gereja.
(ap)
Napak Tilas: Akhir Abad Pertengahan (I)
Cara percaya yang dianjurkan oleh Gereja Katholik–Roma pada abad pertengahan berpusat
pada lembaga Gereja dan sakramen-sakramen yang dilayankan oleh Gereja itu. Tetapi ada
pula orang-orang dan kelompok-kelompok yang mengemukakan cara percaya yang lain. Dari
banyak kelompok/tokoh, ada 3 pihak yang cukup menonjol: kelompok mistik, kelompok
perintis reformasi, dan kelompok humanis.
Kelompok pertama mencari tuhan dengan jalan mistik dan bertujuan agar jiwa mengalami
dan merasai allah secara langsung (bergabung dengan allah dan menjadi allah). Tokoh-tokoh
mistik yang utama dalam gereja abad pertengahan ialah Bernhard dari Klervo dan Eckhart.
Berbeda dengan penganut mistik pada umumnya, tokoh mistik kristen tetap mempertahankan
perbedaan antara Khalik dengan makhlukNya. Ketika kembali kepada Allah sekalipun, jiwa
itu tetap tidak menjadi Allah sendiri. Tetapi, yang selaras dengan semua penganut mistik
adalah jiwa harus menjauhi segala hal yang jasmaniah, karena hal materi tidak berharga
dibanding dengan jiwa dan akan menghalangi jiwa untuk kembali kepada Allah. Jadi, mistik
bersifat dualistis dan asketis. Ajaran Bernhard sangat menonjol dalam kemanusiaan dan
penderitaan Kristus. Ia mengajarkan bahwa jiwa harus mengarahkan seluruh perhatian
kepada Kristus yang menderita dan barulah jiwa itu mencapai kesatuan dengan Kristus.
Sebenarnya, mistik bertentangan dengan iman Kristen. Tetapi tokoh-tokoh seperti Bernhard
dapat saja dianggap sebagai anggota gereja yang setia, karena mereka menyesuaikan mistik
dengan ajaran gereja, dan juga karena gereja telah menyesuaikan ajarannya dengan mistik.
Kelompok kedua mencari Tuhan dengan mendengarkan FirmanNya dan mengecam
kepercayaan yang resmi. Tokoh-tokoh yang terkenal adalah Wyclif dan Hus. Wyclif
menolak kekuasaan kaum klerus atas kaum awam, kekayaan yang ditumpuk oleh gereja, dan
ajaran transsubstansiasi, karena tidak terdapat dalam Alkitab. Alkitablah yang harus menjadi
pusat perhatian gereja dan sebab itulah, Wyclif menterjemahkan alkitab ke dalam bahasa
Inggris. Paus, yang keuangan dan kekuasaannya terancam oleh ajaran Wyclif, mengutuk dia.
Tetapi rakyat Inggris tidak membiarkan dia dibunuh, mereka karena sudah bosan dengan
kaum rohaniwan yang hanya memperhatikan kepentingan sendiri. Sebaliknya muridnya,
Yohanes Hus, yang hidup di Prag, dihukum dan dibakar (1415) (ap)
Napak Tilas: Akhir Abad Pertengahan (II)
Selain kelompok Mistik dan Perintis reformasi, ada kelompok ketiga, yaitu kelompok
humanis yang ingin kembali kepada ajaran gereja lama. Tokohnya yang utama adalah
Erasmus. Penganut-penganut aliran ini ingin supaya orang kristen mencari kebaikan, bukan
dengan bermacam-macam upacara dan latihan lahiriah, melainkan dengan mempelajari
alkitab dan mengikuti teladan Kristus dalam kerendah hatian dan pelayanan kepada sesama
manusia. Mereka juga bercita-cita supaya gereja kembali kepada suasana gereja lama, karena
bagi mereka, abad pertengahan adalah abad kegelapan. Dalam gereja lama, Injil masih
bercahaya lebih terang, dan anggota-anggotanya belum terikat oleh berbagai takhyul dan
upacara-upacara yang oleh gereja abad pertengahan, dianggap mampu mendatangkan
anugerah. Untuk mendukung ajarannya, Erasmus menerbitkan karya-karya Ireneus, Origenes,
Ambrosius dan lain lain. Tetapi usahanya yang utama adalah menerbitkan Perjanjian Baru
dalam bahasa asli, yaitu Yunani. Tokoh-tokoh humanisme yang lain menghidupkan kembali
studi bahasa asli Perjanjian Lama, yaitu bahasa Ibrani. Sebelumnya, selama abad
pertengahan, alkitab hanya memakai terjemahan bahasa Latin.
Meskipun timbul gerakan-gerakan pembaharuan itu, gejala-gejala yang buruk makin
menonjol dalam kehidupan gerejani pada akhir abad pertengahan. Klerus bawahan (pastorpastor biasa) miskin dan berpendidikan kurang, sedangkan klerus atasan (uskup-uskup)
malah menumpuk kekayaan. Keadaan itu mengakibatkan pemeliharaan jiwa jemaat
terabaikan. Bahkan dalam istana Paus, korupsi merajalela. Gereja terancam bukan hanya dari
dalam, tetapi juga dari luar. Orang Turki merebut Konstatinopel (1453), sehingga kekaisaran
romawi timur terhapus, dan gereja ortodoks timur tunduk dibawah kekuasaan Islam (sampai
abad ke-19). Di asia tengah, peperangan abad ke-14 merusakkan gereja Nestorian. Dan di
China, sisa agama Kristen dari jaman Monggol mulai hilang.
Barulah sekitar tahun 1500, dua peristiwa besar memicu jaman baru dalam sejarah gereja.
Luther dan kawan-kawan memulai gerakan Reformasi gereja di Eropa, dan orang Eropa
menemukan jalan laut ke Amerika dan Asia. Penemuan itu membuka jalan yang luar biasa
bagi pengabaran Injil. Agama Kristen, yang pada akhir abad pertengahan semakin sempit
wilayahnya, menjadi tersebar di seluruh dunia. (ap)
Napak Tilas: Permulaan Reformasi (I)
Yang menyebabkan timbulnya Reformasi Gereja ialah perbedaan antara teologi serta tradisi
gereja dengan ajaran Alkitab, sedangkan peristiwa yang memicu dimulainya Reformasi ialah
penjualan suratsurat penghapusan siksa. Penjualan surat ini adalah bentuk pengumpulan dana
untuk pembangunan gereja raksasa, yaitu Gereja Santo Petrus di Roma. Di Jerman, surat
penghapusan siksa itu di jual oleh Tetsel. Rupanya, Tetsel tidak begitu mengindahkan
rumusan teologi yang halus. Ajaran resmi mengenai penghapusan siksa itu menentukan
bahwa penghapusan itu hanya berlaku kalau orang sungguhsungguh menyesali dosanya dan
kalau dosa itu diampuni melalui sakramen pengampunan dosa. Tetapi Tetsel berusaha
meningkatkan penjualan barangnya dengan mengatakan bahwa surat-surat yang
ditawarkannya itu menghapuskan dosa juga dan memperdamaikan orang dengan Allah. Itu
sebabnya muncul kesan bahwa pengampunan dosa dan pendamaian dengan Allah bisa di
peroleh dengan uang, di luar penyesalan hati dan di luar sakramen juga.
Luther, sebagai seorang imam yang juga menerima pengakuan dosa dari jemaat, kaget tatkala
melihat jemaat memperlihatkan kepadanya surat penghapusan siksa sambil berkata bahwa
dosa mereka telah diampuni. Akhirnya, Luther mengambil keputusan untuk menjadikan hal
ini sebagai pokok pembicaraan antara sarjana-sarjana teologi. Ia menyusun 95 dalil dalam
bahasa Latin, berisi tentang penghapusan siksa dan pada tanggal 31 Oktober 1517, ia
menempelkannya di pintu gereja Wittenberg. Maksud dari 95 dalil itu bukanlah untuk
menentang gereja Roma, melainkan hanyalah untuk melawan pemahaman bahwa suratsurat
penghapusan siksa itu dapat memberi keselamatan. Dalam waktu 4 minggu, 95 dalil itu
diterjemahkan dalam bahsa jerman dan tersiar ke seluruh Jerman.
Pemimpin-pemimpin gereja tidak begitu senang. Dalam waktu yang singkat saja hasil
penjualan surat penghapusan siksa menjadi sangat berkurang. Di hadapan Paus, Luther
dituduh sebagai seorang penyesat dan Leo X menuntut supaya ia menarik kembali ajaran
yang salah itu. Luther menjelaskan maksud dalil-dalilnya kepada Paus dalam sepucuk surat
yang penuh pernghormatan, tetapi Paus memerintahkan dia untuk menghadap hakimhakimnya di Roma dalam waktu 60 hari. Itu berarti, Luther akan di bunuh. Untunglah sistem
politik di jerman menolong Luther.(ap)
Napak Tilas: Permulaan Reformasi (II)
Raja kerajaan Saksen, tempat di mana Luther tinggal, yaitu Friedrich tidak mau
menyerahkan Luther kepada Paus. Lalu Luther diperiksa di Jerman, tetapi di luar wilayah
Saksen, oleh Kardinal Cajetanus. Namun pemeriksaan itupun (1518) tidak membuahkan
apa-apa, karena Luther tidak mau mengingkari kebenaran yang berlandaskan Alkitab.
Kardinal marah, dan Luther terpaksa diselundupkan ke luar kota, supaya lolos dari bahaya
maut. Dua tahun kemudian, barulah Luther dihukum secara resmi.
Semakin lama, banyak kota dan daerah memihak Luther, dan namanya mulai terkenal di luar
negeri. Kalangan humanis bergelora semangatnya karena pembaharuan-pembaharuan yang
dianjurkannya. Melanchton, seorang humanis dan guru besar dalam bahasa Yunani di
Universitas Wittenberg, membantu Luther dalam penterjemahan Alkitab dan ia juga menulis
buku dogmatika protestan yang pertama, berjudul: “Pokok-pokok Theologia” (1521).
Pandangan baru Luther tidak berkembang cepat, karena ia berwatak konservatif, dan tidak
suka melepas apa yang pernah dianutnya. Baru tahun 1519, Luther menginsyafi bahwa Paus
bisa keliru juga, dan konsili gereja bisa sesat juga. Dengan demikian, seluruh tradisi gereja
kehilangan kekuasaannya di samping Alkitab. Tradisi itu hanya masih berlaku di bawah
Alkitab. Apa yang berlawanan dengan ajaran Alkitab harus dihapuskan
Tahun 1520, Luther menerbitkan tiga tulisan tentang pandangannya yang baru. Yang pertama
ialah “Kepada para pemimpin Kristen Jerman, mengenai perbaikan masyarakat”. Di
sini Luther menyatakan bahwa Paus dan kaum rohaniwan tidak boleh berkuasa atas “kaum
awam”. Setiap orang Kristen adalah imam dan bertanggung jawab dalam gereja. Karangan
kedua berjudul “Pembuangan Babel untuk gereja”, berisi uraian tentang sakramensakramen. Hanya babtisan dan perjamuan kudus yang bisa ditemukan dasarnya dalam
Alkitab. Tentang pengakuan dosa, Luther masih ragu-ragu; keempat sakramen lainnya
ditolak. Juga, menurut Luther, Sakramen bukan saluran anugerah kedalam diri kita,
melainkan tanda dari apa yang dinyatakan oleh Firman itu, yakni Firman dalam rupa tanda,
dan jawaban kita atas penerimaan sakramen itu hanyalah iman. Tulisan yang ketiga,
“Kebebasan seorang Kristen”, merupakan buku etika protestan yang pertama dan yang
paling terkenal dari ketiganya. (ap)
Napak Tilas: Aliran di luar Reformasi (I)
Reformasi gereja juga menjadi pemicu lahirnya gerakan baru. Pada abad pertengahan, Gereja
dan negara mampu menghancurkan kelompok yang dianggap menyimpang dari ajaran resmi
Gereja. Namun setelah reformasi, kekuasaan Paus melemah dan muncul gerakan yang berada
di luar lingkungan reformasi protestan. Beberapa dari golongan itu berpengaruh besar dan
bersifat radikal. Dua kelompok diantaranya adalah gerakan Thomas Muenzer dan
Anababtis.
Thomas Muenzer mulanya adalah pengagum Luther dan menjadi pengkhotbah di kota
industri Zwickau. Tetapi, wataknya yang berkobar-kobar itu menjadi nyata dan ia malah
menghasut orang melawan imam-imam yang lain. Muncul huru-hara di antara kaum buruh di
kota itu dan Muenzer harus lari ke luar negeri. Sekembalinya, Muenzer membawa
theologinya sendiri, yang bertolak dari pemikiran mistik Eckhart (NT: Akhir Abad
Pertengahan); setiap orang yang mau menerima pernyataan langsung Allah kepada jiwa,
haruslah menjadi miskin. Berlainan dengan Eckhart yang menafsirkan sebagai kemiskinan
rohani, Muenzer menegaskan itu sebagai kemiskinan akan harta-benda dan kemelaratan.
Kesimpulannya, hanya orang miskin yang dapat menerima Roh dan orang kaya adalah orang
fasik. Lebih jauh, orang miskin yang saleh hendaknya melawan orang kaya yang durhaka.
Sekitar tahun 1524, petani Jerman merasa terdesak oleh golongan atasan. Dimulailah
persekongkolan petani menuntut perubahan dalam susunan masyarakat. Lebih jauh, para
petani itu mengadakan revolusi, membakar, merampok, dan membunuh di mana-mana.
Barulah pada musim panas 1525, gerakan itu berhasil ditumpas. Penguasa-penguasa
membalas dendam dengan bengis. Muenzer yang telah bertindak sebagai salah seorang
pemimpin para petani ditangkap dan dibunuh, bersama dengan ribuan orang lain.
Peristiwa pemberontakan petani yang melandaskan gerakan itu atas kebebasan seorang
kristen, sangat berpengaruh terhadap Luther, dan juga gereja-gereja Lutheran. Luther
menolak ide-ide Muenzer maupun petani, yang menuntut dan memperjuangkan hak-hak
tertentu dengan jalan kekerasan. Luther sebenarnya bercita-cita agar gereja menjadi
organisasi yang berasal dari bawah: jemaat setempat sendiri yang memanggil pendetanya dan
masing-masing jemaat mengutus pendeta dan seorang anggota sebagai wakil dalam rapat
sinode (ap)
Napak Tilas: Aliran di luar Reformasi (II)
Akibat peristiwa di tahun 1525, Luther tidak percaya lagi bahwa rakyat sendiri bisa
menjalankan pemerintahan teratur dalam gereja. Ia setuju dengan sistem yang digunakan oleh
raja Saksen: pemerintah membagi daerah atas distrik, dan mengangkat seorang pengawas
pendeta di distrik itu. Jadi pemerintahan gereja belangsung dari atas kebawah dan peranan
pemerintah cukup besar.
Kelompok kedua yang agak lain dengan kelompok mistik, namun sangat berpengaruh besar
adalah kelompok Anababtis. Tahun 1523, pendeta-pendeta Protestan di kota Zurich mau
mengganti perayaan ekaristi dengan perjamuan kudus. Tetapi pemerintah kota yang
sebenarnya sudah masuk protestan, melarangnya dan pendeta-pendeta itu menyerah.
Beberapa anggota jemaat menjadi marah, karena campur tangan pemerintah atas kehidupan
rohani. Mereka mulai memikirkan ulang hakekat gereja: apakah sewajarnya bahwa warga
kota dengan sendirinya adalah warga gereja? Hal ini lumrah semenjak jaman kaisar
Konstantinus Agung. Tetapi banyak orang yang kelakuannya tidak layak menjadi anggota
gereja. Dan dalam pemikiran jemaat itu, keadaan buruk gereja disebabkan oleh pembabtisan
anak yang dilayankan begitu saja kepada setiap orang.
Pada bulan Januari 1525, beberapa anggota jemaat menarik kesimpulan bahwa mereka perlu
dibabtis ulang, karena babtisan yang pertama tidak berlaku. Jemaat baru ini kemudian
memisahkan diri dari Gereja kota Zurich dan mendirikan gereja yang hanya terdiri dari orang
percaya saja. Jemaat ini menjauhi dunia, dan tidak mau berurusan dengan negara. Mereka
meneruskan cita-cita hidup biara, tetapi dalam bentuk baru yang tidak bersifat asketis.
Gerakan ini cepat tersebar ke mana-mana. Di Belanda penganut anababtis dipimpin oleh
Menno Simmons, dan oleh sebab itu, mereka di beri nama Mennonit .
Penganut Reformasi menolak Anababtisme dengan keras, dan di beberapa daerah Protestan,
banyak orang Anababtis dibunuh. Namun demikian, Calvin terkesan cara Anababtis
menekankan penyucian dalam hidup Kristen. Dan di Jenewa ia berusaha memakai patokan
hidup yang sama. Tidak hanya dalam jemaat yang kecil, melainkan seluruh Gereja dan dunia.
(ap)
Napak Tilas: Calvin (I)
Salah seorang tokoh yang paling mempengaruhi gerakan Reformasi selain Luther ialah John
Calvin (1509-1564). Calvin berasal dari Perancis, dan ketika ia memutuskan untuk mengikuti
gerakan Reformasi, ia harus keluar dari Perancis dan tinggal di Swiss. Pada tahun 1536, ia
menulis buku berjudul Institutio yang berupa buku katekisasi bagi anggota jemaat yang
berminat. Dalam terbitan-terbitan selanjutnya, Calvin memperluasnya, sehingga menjadi
buku dogmatika Protestan yang paling masyhur. Sebenarnya, Calvin ingin hidup sebagai
seorang sarjana yang mempelajari Theologi dan menulis buku, namun pada suatu saat, kala ia
singgah di Jenewa dan bertemu dengan Farel, ia diminta untuk membantu Farel mengatur
kehidupan jemaat di Jenewa, yang baru saja memilih pihak Reformasi. Pada mulanya Calvin
tidak mau, karena ia tahu bahwa orang-orang Jenewa terkenal suka mabuk, berjudi, dan
seterusnya. Namun, setelah Farel mengeluarkan kutuk, Calvin bersedia untuk tinggal di
Jenewa.
Calvin mulai mengatur seluruh kehidupan warga Jenewa menurut cita-cita Theokrasi. Di
samping percaya kepada pembenaran oleh iman, Calvin juga menekankan penyucian. Ia
menegaskan bahwa anggota jemaat yang berkumpul untuk mendengarkan Firman Allan dan
untuk ikut ambil bagian dalam perjamuan Kudus, haruslah suci. Bila ada yang tidak sesuai
dengan kehendak Allah dan yang tidak mengindahkan teguran penatua, maka ia akan kena
disiplin gereja. Negara, yaitu pemerintah kota Jenewa, haruslah mengawasi tingkah laku
warganya juga, dalam kerjasamanya dengan gereja. Dalam hal ini, Calvin percaya bahwa
gereja dan negara haruslah berdampingan, bertugas melaksanakan kehendak Allah dan
mempertahankan kehormatanNya.
Rupanya, masyarakat Jenewa belum matang untuk disiplin yang keras. Dalam waktu 2 tahun,
terjadi bentrokan. Pemerintah melarang Farel dan Calvin untuk naik mimbar. Namun, mereka
tidak mengacuhkan larangan itu, dan akibatnya, mereka dipecat dan dibuang (1538). Selama
3 tahun, Calvin melayani jemaat di Strasburg. Jemaat di sana adalah jemaat pengungsi dari
Perancis yang terpaksa melarikan diri karena penghambatan. Dengan demikian, semangat
mereka berbeda dengan semangat jemaat Jenewa, sehingga dapat diwujudkan suatu
kehidupan jemaat yang suci dan disiplin. Di Strasburg Calvin menciptakan tata ibadah yang
baru. (ap)
Napak Tilas: Calvin (II)
Ketika Calvin berada di Strasburg, orang-orang Jenewa mulai menyesali diri bahwa mereka
mengusir Calvin. Reformasi di kota menjadi macet, orang Katholik-Roma berusaha
membujuk mereka dan kekacauan gerejani semakin besar. Tahun 1541, mereka memanggil
Calvin kembali. Calvin segan untuk kembali, namun dia tidak berani menolak. Tahun 1541
juga, Calvin menyusun karangan Undang-undang Gerejani. Dan di samping itu, Calvin
juga mendirikan kembali jabatan penatua dan diaken. Penatua-penatua merupakan wujud
pemerintah jemaat dan pelaksana disiplin gerejani; Diaken-diaken bertugas untuk memelihara
orang miskin dan orang sakit. Dengan demikian hapuslah batas antara Klerus dan Awam.
Penatua yang dipilih dari dan oleh jemaat untuk waktu tertentu, adalah jemaat yang dewasa,
bukan lagi „awam‟, dan pemerintahan gereja tidak lagi terjadi dari „atas‟, melainkan dari
„bawah‟: secara rutin, berkumpulah wakil-wakil dari setiap jemaat dalam suatu Sinode untuk
membahas kehidupan Gereja. Sinode inilah yang mengawasi pelayan-pelayan perorangan;
tidak ada lagi tempat bagi pejabat yang berkuasa atas pelayan-pelayan lain. Sistem
pemerintahan gereja ini disebut sistem Presbiterial.
Pelaksanaan disiplin di Jenewa tidaklah mudah, baik sebelum 1538 maupun sesudah 1541.
Banyak keluarga-keluarga terkemuka yang berkelakuan buruk, dan tersinggung kalau ditegur.
Tetapi Calvin tidak pandang bulu, termasuk disiplin atas keluarganya yang melakukan dosa
berat. Bagi Calvin, melaksanakan hukum disiplin itu berarti memper-tahankan kemuliaan
Allah. Namun sama seperti Agustinus, Calvin memandang disiplin gerejani sebagai tindakan
penggembalaan, bukan hukuman.
Tahun 1559, didirikan Universitas Jenewa yang menjadi tempat latihan untuk ratusan
pendeta dari berbagai negeri. Sesudah tamat, mereka pulang untuk bekerja di tanah-airnya,
meskipun dengan bahaya besar karena penghambatan. Tetapi mereka tetap menjaga
hubungan dengan Calvin. Institutio dan Undang-undang Gereja menjadi pedoman mereka.
Dengan demikian lahirlah Gereja-gereja Calvinis di luar Swiss: di Perancis, Belanda,
Skotlandia, Jerman barat, Polandia, dan Hungaria. Gereja Inggris juga sangat dipengaruhi
oleh Calvin dan dari sana Calvinisme dibawa ke Amerika Utara. Dalam bahasa Inggris,
gereja Calvinis disebut Presbyterian (atau Reformed) Church. (ap)
Napak Tilas: Kontra Reformasi
Ketika makin banyak daerah yang melepaskan diri Roma, maka pimpinan Gereja Roma
meresponi tantangan itu secara besar-besaran pula. Dimulailah era Kontra Reformasi yang
bertujuan untuk melawan pembaharuan Gereja yang dipimpin oleh Luther, dan untuk
memperbaharui Gereja Katholik Roma sendiri. Ada 3 bentuk pembaharuan yang muncul dari
Kontra Reformasi ini:
1. 1540, Serikat Jesuit (Ordo Jesuit) diresmikan oleh Paus. Ordo ini didirikan oleh
Ignatius dari Loyola dan bertujuan untuk mengumpulkan seluruh dunia di dalam gereja
Katholik (misioner). Anggotanya mengabarkan Injil kepada orang yang bukan Kristen dan
berusaha menanggulangi bidat (termasuk gerakan Reformasi). Selain Ignatius, tokoh yang
terkenal dari Ordo Jesuit adalah Fransiscus Xaverius. Anggota Ordo ini juga mengikrarkan
3 janji kerahiban: akan hidup miskin, akan taat kepada atasan dan suci (membujang).
Disamping itu, mereka memberikan bimbingan kepada rakyat Katholik, untuk sering
melakukan pengakuan dosa dan ikut perayaan misa. Di bidang Theologi, mereka
memperjuangkan dogma mengenai kedudukan Paus dan Bunda Maria.
2. Tahun 1542 Paus mengatur kembali Inkuisisi, yaitu pengadilan gerejani, yang bertugas
mengusut dan menghukum penyesat.
3. Tahun 1545 – 1563 diadakan konsili Trente, yang bertujuan menetapkan ajaran yang
diakui oleh Roma dan menolak ajaran sesat. Di konsili ini, gereja Roma menetapkan bahwa
Tradisi Gereja mempunyai kuasa ilahi sama seperti Alkitab dan Alkitab haruslah ditafsirkan
sesuai dengan ajaran gereja. Dan dalam gereja, yang menetapkan sah-tidaknya suatu tafsiran
ialah Paus. Orang Katholik Roma dilarang membaca buku Theologi yang tidak disahkan
olehnya. Dengan demikian lembaga gereja Roma-Katholik diberi sifat ilahi, yaitu tidak bisa
keliru. Ajaran Luther tentang rahmat dan pembenaran ditolak pula di Konsili Trente.
Diterimalah ajaran abad pertengahan dimana manusia dibenarkan atas dasar perbuatanperbuatannya yang dilakukan dengan bantuan anugerah Allah. Tetapi tidak hanya untuk
melawan Reformasi, konsili Trente juga memperbaiki dan mengatur kembali surat
peghapusan siksa; pendidikan iman-imam dan katekisasi kaum awam juga diperhatikan.
Kontra Reformasi (1550 – 1700) berhasil membatasi Reformasi, tetapi tidak mampu
memusnahkan pengaruhnya di Eropa. (ap)
Napak Tilas: Gerakan Baru dalam gereja (I)
Reformasi abad ke-16 merupakan suatu riam dalam arus sejarah gereja. Tetapi sejarah tidak
berhenti, karena setelah itu, muncullah orang-orang yang melancarkan gerakan-gerakan baru,
baik di Eropa maupun Amerika. Ada 2 gerakan yang sangat menonjol: Pencerahan dan
Revival. Pencerahan adalah suatu gerakan yang menyatakan bahwa dalam manusia tidak
perlu tunduk kepada kepercayaan yang dianjurkan oleh kekuasaan di luar dirinya, termasuk
adat-istiadat, alkitab dan gereja. Selama abad ke-16 dan ke-17, ilmu pengetahuan maju
dengan pesat. Newton menemukan gravitasi sebagai hukum yang memerintah alam semesta.
Copernicus dan Kepler membuktikan bahwa bumi berputar di sekitar matahari, dan bukan
sebaliknya. Para ahli lain membuka dunia mikro-organisme. Dengan demikian, teori yang
sudah dianut selama ribuan tahun menjadi usang. Manusia belajar untuk hanya percaya
kepada akal budinya sendiri dan menjadi kritis terhadap segala sesuatu (rasionalisme).
Pencerahan dimulai di Inggris, dan disiarkan oleh pengarang-pengarang misalnya Voltaire
dan Paine. Gerakan ini sangat berpengaruh di segala bidang dalam kemasyrakatan barat. Di
bidang politik, kekuasaan raja-raja yang waktu itu dipandang berasal dari Allah, dirongrong
oleh kritik rasionalisme, sehingga akhirnya pecah revolusi Perancis (1789). Di bidang hukum,
proses penganiayaan terhadap terdakwa untuk menarik pengakuan menjadi dihapuskan.
Rasionalisme juga masuk di agama Kristen. Penganut-penganut pencerahan meninjau Alkitab
secara kritis oleh akal budi, dan menolak hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan rasio dan
ilmu pengetahuan. Mujizat-mujizat dalam Alkitab, kematian dan kebangkitan Yesus
dipertanyakan. Kristus hanya dihormati sebagai guru yang memberi teladan yang baik kepada
manusia.
Banyak orang Kristen yang menerima ajaran baru ini. Akibatnya ada yang keluar dari gereja.
Ada juga yang tetap menjadi anggota gereja, dan menjadi perintis theology liberal. Tetapi,
banyak orang Kristen yang tetap berpegang pada ajaran Alkitab. Orang-orang itu disebut
Ortodoks. Mereka menolak ajaran bahwa akal budi sanggup memahami segala sesuatu
mengenai Allah di luar pernyataanNya dalam Alkitab. Dalam beberapa hal, pengaruh
pencerahan menguntungkan gereja. Orang Kristen mulai menghargai Toleransi, dan muncul
negara yang netral, dimana Gereja belajar untuk tidak lagi bersandar pada negara. (ap)
Napak Tilas: Gerakan Baru dalam Gereja (II)
Gereja dan theologia yang resmi pada abad ke-17 sebenarnya tidak begitu sanggup menjawab
kritik dari ajaran pencerahan. Dalam melawan Pencerahan, mereka mengajukan alasan-alasan
yang berdasarkan akal budi juga, dan tidak memperlihatkan wujud iman. Juga, keadaan
gereja semakin membeku, karena anggota gereja merasa cukup dengan hafal katekismus dan
setia mengikuti kebaktian. Pelayanan, pekerjaan gerejani dan penghayatan iman Kristen tidak
diajarkan kepada anggota gereja. Banyak orang yang tidak senang dengan keadaan itu.
Mereka ingin supaya gereja dihidupkan kembali (revive). Di Inggris dan Amerika, gerakan
ini disebut dengan Revival, dan di Belanda-Jerman, dikenal dengan Pietisme (kesalehan)
Gerakan Pietisme dimulai sekitar tahun 1675, dan salah seorang tokohnya adalah Francke.
Dalam kiprahnya untuk menyebarkan gerakan pietisme, selain menjadi mahaguru di
universitas dari Halle, Francke juga mendirikan panti asuhan dan sekolah untuk anak yatim
piatu dan miskin. Mereka ini dipersiapkan untuk menjadi pelayan-pelayan dalam kerajaan
Allah. Selama abad ke-18, sebanyak 60 murid Francke menjadi pekabar injil di Asia dan
Amerika. Pelopor Revival di Inggris adalah John Wesley. Wesley adalah pendeta yang
mengajarkan latihan-latihan rohani secara metodis. Selama 50 tahun, ia mengabarkan injil
kemana-mana. Mulanya, ia berkhotbah di gedung gereja. Tetapi banyak pendeta yang tidak
suka dengan perkataannya, karena dianggap kuno dan kasar. Lalu Wesley terpaksa harus
berkhotbah di alam terbuka.
Berkat usaha tokoh-tokoh Pietis dan Metodis maka gereja Protestan mengalami suatu revival
di bidang pengabaran Injil. Usaha pengabaran injil juga menjadi titik tolak gerakan
oikumene, dimana tokoh-tokoh dari berbagai gereja duduk di dalam kepengurusan lembaga
misi. Mereka bertemu dan belajar menghargai kehidupan rohani yang berbeda dari orang lain.
Dalam bidang sosial, gereja Metodis melarang anggotanya untuk memiliki budak, dan
penganut revival menjadi pemimpin pertama partai buruh di Inggris, yang mendukung anti
perbudakan dan mengeluarkan undang-undang sosial lainnya.
Kebangkitan gereja tidak berhenti dengan gerakan revival. Tahun 1740, muncul gerakan „The
Great Awakening‟ di Amerika. Tahun 1825, muncul gerakan „Reveil‟ di Eropa barat, dan
1905 lahir gerakan Pentakosta di Amerika. (ap)
Napak Tilas: Sejarah Gereja Indonesia (I)
Rahib-rahib Katholik pertama yang ke Indonesia memulai mengabarkan Injil di kepulauan
Maluku, Ternate (1522) dan Halmahera (1534). Usaha misi baru berkembang setelah
Fransiscus Xaverius berkunjung ke Maluku (1546). Tetapi, tahun 1570, ketika Sultan
Hairun dari Ternate dikhianati dan dibunuh oleh tentara Portugis, rakyat Islam menyerang
balik dan banyak kampung Kristen dibakar. Pekerjaan misi pun runtuh. Memasuki abad ke17, Belanda datang ke Indonesia dalam rangka peperangan melawan Spanyol-Portugal. Di
setiap daerah Portugis yang direbut oleh Belanda, orang Kristen di sana dijadikan Protestan.
Pada tahun 1602, dibentuklah VOC (Kongsi perdangangan Belanda) yang mendapat hak
pemerintahan atas jajahan Belanda di Asia. VOC inilah yang menjadi „Negara‟ dengan siapa
gereja berurusan dan kepalanya adalah seorang Gubernur Jenderal yang menetap di Batavia.
Beberapa pendeta yang datang ke Indonesia antara lain: Sebastian Danckaerts yang pandai
berkhotbah dalam bahasa Melayu dan juga memperhatikan pendidikan. Selain itu, Heurnius
adalah pendeta yang berusaha bekerja di antara orang-orang Tionghoa. Ia menyusun kamus
Tionghoa-Latin-Belanda dan menterjemahkan pengakuan Iman Rasuli kedalam bahasa
Tionghoa.
Meskipun terdapat semangat yang demikian, keadaan gereja adalah kurang baik, karena
Gereja terlalu erat hubungannya dengan negara. VOC telah menentukan bahwa pendeta
hanya boleh diangkat oleh pemerintah. Pendeta bekerja, digaji dan dipecat seturut keinginan
pemerintah. Hukum gereja sulit dipertahankan, karena pegawai kompeni yang datang dari
Eropa biasanya sampah masyarakat yang korup, memeras rakyat, mabuk, dan hidup kurang
senonoh. Pendeta yang menegur pegawai kompeni, apalagi pembesar karena dosanya, malah
dipenjarakan, disiksa dan dipecat.
Kebijakan VOC terhadap gereja mengakibatkan berkurangnya tenaga pendeta/pengabar injil,
dan hampir tidak ada usaha untuk mendidik orang Indonesia menjadi pemimpin rohani.
Kekurangan akan pendeta ini juga berakibat fatal bagi pembinaan jemaat. Pemberitaan
Firman kurang terpelihara, dan pelayanan sakramen begitu jarang terjadi, sehingga muncul
alasan-alasan tahyul yang berhubungan dengan sakramen. Pada akhir abad ke-18, gereja di
Indonesia seperti tanaman yang hampir mati. Barulah munculnya gerakan Revival di Eropa
yang akan membawa hidup baru bagi gereja Kristus, termasuk gereja di Indonesia. (ap)
Napak Tilas: Sejarah Gereja Indonesia (II)
Memasuki Abad ke-19, pemerintah Hindia-Belanda telah mengambil alih kekuasaan VOC,
dan gereja mulai diperhatikan. Jumlah pendeta bertambah dan kehidupan jemaat mulai
dipelihara. Namun demikian, kegiatan Gereja keluar untuk pengabaran Injil tetap lumpuh
karena pelayan Gereja harus patuh kepada pemerintah, dan seringkali pemerintah
memandang usaha pengabaran Injil itu merugikan. Usaha pengabaran Injil justru muncul dari
kalangan orang yang dijiwai semangat Revival/Pietisme. Mereka mendirikan lembaga PI
yang sejak tahun 1814 melaksanakan pekerjaan misioner di Indonesia. Beberapa contoh
lembaga itu adalah NZG (Lembaga PI Belanda) atau NGZV (perserikatan PI Calvinis
Belanda). Selain itu, ada juga lembaga PI dari negara lain yang ikut bekerja di Indonesia,
seperti RMG (dari Rhein-Jerman), BM (Basel-Swiss), Methodist dan CMA (USA).
Karena gereja negara kekurangan tenaga pendeta, mereka bekerjasama dengan lembaga
Zending (PI) untuk mengutus pekabar Injil menjadi pendeta. Salah satu diantara mereka
adalah Joseph Kam, yang selama 18 tahun memulihkan dan memperbarui gereja di Maluku
dan Indonesia Timur. Karena jasanya, ia dijuluki “Rasul Maluku”. Kerjasama pemerintah
dengan lembaga Zending berhenti tahun 1840-an, namun semangat pengabaran injil tetap
diteruskan oleh orang Ambon, yang dari tahun 1850, mulai mengabarkan Injil ke seluruh
Indonesia timur. Usaha pengabaran Injil oleh kalangan Zending, selain di Maluku, juga terasa
di Jawa (GKJW) dan Sumatera (HKBP).
Memasuki abad ke-20, gereja kristen mulai mempersiapkan untuk berdiri sendiri.
Dirasakannya kepentingan pendidikan tenaga pimpinan, mendorong lahirnya STT di Bogor
(1934), yang kemudian pindah ke Jakarta. Perang dunia II dan kemerdekaan Indonesia
menjadi pemicu percepatan usaha gereja untuk mandiri. Dan dalam negara Pancasila, agama
Kristen mendapat tempat di samping agama-agama yang lain dan gereja dapat berkembang
dengan baik. Hubungan dengan pengabar Injil dari Belanda-Jerman juga berubah, dari
sebelumnya adalah pemimpin atau pembimbing, menjadi ahli/penasehat di bidang-bidang
tertentu, dan kedatangan mereka ke Indonesia adalah atas undangan gereja-gereja Indonesia.
Sampai sekarang pun, gereja Kristus di muka bumi akan terus bertumbuh, dengan pergolakan
dan pergumulan yang senantiasa berubah mengikuti arus jaman. (ap)
Download