pengaruh total reward terhadap kepuasan kerja dan komitmen

advertisement
PENGARUH TOTAL REWARD TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN
KOMITMEN ORGANISASIONAL
STUDI KASUS: KANTOR PUSAT DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Woro Rahmat Hidayat
Program Studi S1 Reguler
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Abstrak:
Penelitian ini membahas mengenai total reward yang ada di Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak (KPDJP) setelah diterapkan reformasi birokrasi yang telah dicanangkan sejak
tahun 2002. Total reward yang diterapkan tersebut dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan
komitmen organisasional yang pada akhirnya berdampak pada produktifitas kerja. Penelitian
ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain dekriptif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
menguji pengaruh total reward terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Hasil
penelitian menyatakan bahwa total reward terbukti mempengaruhi secara signifikan terhadap
kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Selain itu, penelitian ini menyarankan
organisasi harus memperhatikan total reward yang diterapkan agar karyawan memiliki
tingkat kepuasan kerja dan komitmen yang tinggi terhadap organisasi.
Kata kunci:
Reformasi Birokrasi, Total Reward, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi bangsa
dan negara. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/ PMK.01/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, disebutkan bahwa tugas Direktorat
Jenderal Pajak adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang perpajakan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersebut, DJP memiliki
beberapa fungsi antara lain: 1) perumusan kebijakan di bidang perpajakan, 2) pelaksanaan
kebijakan di bidang perpajakan, 3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang perpajakan, 4) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang perpajakan, dan 5)
pelaksanaan administrasi DJP.
Untuk menjalankan tugas dan fungsi tersebut, DJP membutuhkan manajemen yang baik agar
tujuan dari peran pengelolaan pajak bisa tercapai melalui program reformasi birokrasi.
Menurut Peraturan Menteri Reformasi Birokrasi nomor PER/15/ M.PAN/7/2008 tentang
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi dinyatakan bahwa Reformasi Birokrasi adalah upaya
untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan
(business process) dan sumber daya manusia aparatur negara. Secara khusus reformasi
birokrasi dimulai pada tahun 2004 dan sebagai pilot project-nya adalah Badan Pemeriksa
Keuangan, Mahkamah Agung, dan Kementerian Keuangan. Pada tahun 2008, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) menerbitkan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi
(“Reformasi Birokrasi”, 2011).
Meskipun pemerintah melalui Kementerian PAN menetapkan peraturan reformasi birokrasi
pada tahun 2008 dan disempurnakan dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia
No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 (“Reformasi
Birokrasi”, 2011), pada kenyataanya Kementerian Keuangan telah memulai reformasi
birokrasi sejak tahun 2002, dimana DJP menjadi role model atau pilot project reformasi
birokrasi melalui reformasi perpajakan yang dilakukan. Reformasi perpajakan dilakukan
selama dua tahap (Priyadi, 2012). Tahap pertama dilakukan antara tahun 2002-2009 dengan
melakukan dua buah perubahan mendasar, yaitu (1) reformasi administrasi yang meliputi
restrukturisasi organisasi, perbaikan proses bisnis, dan penyempurnaan sistem manajemen
sumber daya manusia; dan (2) reformasi kebijakan, yaitu dengan amandemen atas beberapa
undang-undang perpajakan dan juga pemberian stimulus fiskal. Sedangkan pada tahap kedua
reformasi perpajakan dilakukan antara tahun 2009-2012 dimana DJP lebih fokus kepada
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
pengembangan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi informasi dalam
administrasi perpajakan. Pengelolaan sumber daya manusia setelah reformasi birokrasi
dilakukan dengan lebih rapi dan terencana, mulai dari proses perencanaan SDM,
pengembangan dan pelatihan karyawan, kompensasi dan insentif sebagai salah satu bagian
dari sistem reward, dan evaluasi kinerja karyawan (Pranoto, 2012).
Dalam melaksanakan reformasi perpajakan, DJP berusaha menyempurnakan kebijakan yang
berorientasi kepada kepuasan kerja, kebutuhan keamanan (safety needs) dan manajemen
stress pegawainya (Pranoto, 2012). Kepuasan kerja penting diperhatikan oleh manajemen
karena memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku kerja lainnya (Robbins dan Judge,
2007). Menurut Robbins dan Judge (2007), organisasi yang mempunyai karyawan yang puas
cenderung lebih efektif jika dibandingkan dengan organisasi yang mempunyai karyawan
yang kurang puas terhadap pekerjaannya. Karyawan yang puas cenderung berbicara positif
tentang organisasinya, membantu individu lain dalam pekerjaan, lebih ramah, ceria, responsif
dan memiliki keinginan untuk berbuat lebih dalam pekerjaan. Selain itu, karyawan yang puas
akan menurunkan tingkat ketidakhadiran kerja, perputaran karyawan dan perilaku
menyimpang dalam pekerjaan (Robbins dan Judge, 2007).
Selain kepuasan kerja, komitmen organisasional juga merupakan salah satu bentuk sikap
kerja yang penting untuk dimiliki oleh karyawan DJP. Hal ini karena individu yang memiliki
komitmen organisasional tinggi cenderung bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan
organisasi dan memiliki keinginan yang besar untuk tetap bertahan dalam organisasi
(Kreitner dan Kinicki, 2011). Selain itu, komitmen organisasional juga dapat meningkatkan
kesetian dan kinerja karyawan (Nawab dan Batti, 2011).
Salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam proses pengelolaan sumber daya manusia
pada program reformasi birokrasi di DJP adalah sistem total reward (penghargaan) bagi
karyawan. Perbaikan sistem reward di DJP diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja
dan komitmen karyawan terhadap organisasinya. Nawab dan Batti (2011) menyebutkan
bahwa dengan mengetahui pengaruh total reward terhadap kepuasan kerja dan komitmen
organisasional maka organisasi akan lebih hati-hati dalam merancang sistem reward-nya
sehingga komitmen organisasional dan kepuasan kerja karyawan dapat ditingkatkan. Sistem
reward juga dapat membentuk lingkungan tempat kerja yang positif dan memiliki peranan
penting dalam mempertahankan karyawan yang berkualitas dan meningkatkan kinerja
karyawan (Islam et al., 2004).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
1. Bagaimanakah gambaran kepuasan kerja karyawan di Direktorat Jenderal Pajak?
2. Bagaimanakah gambaran komitmen organisasional karyawan di Direktorat Jenderal
Pajak?
3. Bagaimanakah
pengaruh
reward
terhadap
kepuasan
kerja
dan
komitmen
organisasional karyawan di Direktorat Jenderal Pajak?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan penelitian sebagai
berikut:
1. Mengetahui gambaran kepuasan kerja karyawan di Direktorat Jenderal Pajak
2. Mengetahui gambaran komitmen organisasional karyawan di Direktorat Jenderal Pajak
3. Mengetahui pengaruh reward terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional
karyawan di Direktorat Jenderal Pajak
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya menggambarkan tingkat dimana individu suka atau tidak suka
terhadap pekerjaannya (Kreitner dan Kinicki, 2011). Kepuasan kerja merupakan respon
emosional atau afektif terhadap berbagai bentuk dimensi sebuah pekerjaan. Robbins dan
Judge (2007) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan
seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Robbins (1996) menjelaskan
bahwa kepuasan kerja secara sederhana dapat diartikan sebagai perbedaan antara jumlah
reward yang diterima karyawan dengan jumlah yang mereka yakini untuk diterima.
Kepuasan kerja yang dimiliki oleh individu berbeda-beda, bergantung pada faktor-faktor
yang bisa menimbulkan kepuasan kerja. Menurut Kreitner dan Kinicki ( 2011), ada lima
faktor utama penyebab kepuasan kerja, yaitu: 1) need fulfillment: kepuasan kerja dipengaruhi
oleh tingkat dimana karakteristik pekerjaan memungkinkan individu untuk memenuhi
kebutuhannya; 2) discrepencis: kepuasan merupakan hasil dari met expectation, yaitu
perbedaan antara apa yang individu harapkan dengan apa yang diterima dari pekerjaan
(seperti reward yang layak dan kesempatan promosi) dan apa yang sebenarnya mereka
diterima; 3) value attaintment: kepuasan merupakan hasil dari persepsi dimana pekerjaan
dapat memberikan pemenuhan terhadap nilai pekerjaan individu yang penting; 4) equity:
kepuasan merupakan fungsi dari bagaimana seorang individu diperlakuakan secara adil dalam
bekerja; dan 5) dispositional/genetic component: kepuasan kerja merupakan fungsi dari
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
perlakuan individu dan faktor-faktor umum. Menurut Robbins (1996), faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu pekerjaan yang menantang, reward yang adil, kondisi
kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, dan kesesuaian antara kepribadian dan
pekerjaan.
2.2 Komitmen Organisasional
Salah satu sikap kerja yang perlu diperhatikan oleh organisasi yaitu komitmen. Komitmen
organisasional merupakan sikap kerja yang penting karena individu yang memiliki komitmen
bisa menunjukan keinginan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan organisasi dan
keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi (Kreitner dan Kinicki, 2011). Menurut
Robbins dan Judge (2007), komitmen organisasional merupakan tingkat dimana seorang
individu memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Individu yang memiliki komitmen
organisasional yang tinggi akan memihak organisasi yang merekrut mereka. Sedangkan
Meyer dan Allen (1991) menjelaskan bahwa komitmen organisasional merupakan kondisi
psikologis yang mencakup hubungan karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi
pada sebuah keputusan untuk melanjutkan atau berhenti dari keanggotaan organisasi.
Menurut Meyer dan Allen, ada tiga komponen komitmen organisasional, yaitu affective
commitment, continuance commitmen dan normative commitment (Eslami dan Gharakhani,
2012; Kreitner dan Kinicki, 2011; Nawab dan Batti, 2011; dan Meyer et al, 2002). Menurut
Meyer et al. (2002), pada awalnya Meyer dan Allen (1984) membagi komitmen menjadi dua,
yaitu affective commitment dan continuance commitment. Affective commitment diartikan
sebagai sebuah emosi untuk terikat, mengidentifikasi dan terlibat dalam sebuah organisasi,
sedangkan continuance commitment diartikan sebagai biaya yang diterima jika meninggalkan
organisasi. Kemudian Meyer dan Allen (1990) menambahkan komponen ketiga dari
komitmen, yaitu normative commitment, yang diartikan sebagai perasaan kewajiban untuk
bertahan dalam organisasi (Meyer et al, 2002). Meyer dan Allen (1991) berargumen bahwa
komitmen, sebagai kondisi psikologis, paling tidak mempunyai tiga komponen yang
menggambarkan 1) desire (affective commitment), 2) need (continuance commitment), dan 3)
obligation (normative commitment) untuk menjaga pekerjaan dalam organisasi.
Komitmen organisasional yang dimiliki oleh individu dalam organisasi dibangun oleh banyak
faktor. Kreitner dan Kinicki (2011) menjelaskan faktor penyebab komitmen organisasional
bahwa masing-masing komponen komitmen organisasional memiliki faktor yang berbeda,
tergantung dari penyebab terjadinya komitmen tersebut. Affective commitment berkaitan
dengan berbagai bentuk personal characteristic, seperti kepribadian, pengalaman kerja, dan
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
ruang-ruang nilai dalam organisasi. Karena continuance commitment menggambarkan
perbandingan antara cos dan benefit ketika meninggalkan organisasi, faktor penentu
komitmen ini yaitu segala sesuatu yang mempengaruhi cost dan benefit meninggalkan
organisasi, misalnya terbatasnya alternatif pekerjaan atau karir dan jumlah investasi dalam
organisasi. Continuance comitment akan tinggi jika tidak adanya alternatif pekerjaan lain,
memiliki keterlibatan tinggi, memiliki banyak teman, memiliki company stock, dan
mempunyai medical benefit bagi diri dan keluarganya. Normative commitment dipengaruhi
oleh proses sosialisasi dan kontrak psikologi (psychological contract). Psychological contract
merupakan persepsi individu terhadap situasi dan kondisi tentang hubungan dengan pihak
lainnya. Menurut Steers (1977), faktor-faktor penyebab komitmen organisasional meliputi
personal characteristic (karakteristik pribadi), job characteristic (karakteristik pekerjaan),
dan work experience (pengalaman kerja).
2.3 Total Reward
Dari sudut pandang organisasi, reward merupakan sarana yang penting dalam mencapai
tujuan strategis organisasi karena dapat mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan, menarik
karyawan serta sarana mempertemukan berbagai kepentingan dalam organisasi (Noe, et al.,
2003). Reward pada dasarnya berupa imbalan yang diterima oleh karyawan, baik finansial
maupun nonfinansial (Armstrong dan Murlis, 2001). Milkovich, Newman dan Gerhart (2011)
menjelaskan bahwa ada beberapa macam imbalan yang diberikan kepada karyawan dalam
pekerjaan, yaitu total compensation dan relational return. Kompensasi diartikan sebagai
semua bentuk imbalan, baik berupa finansial, service maupun manfaat yang diterima
karyawan sebagai bentuk employment relationship. Sedangkan relational return lebih bersifat
psychological yang terdiri dari pengakuan, status, keamanan kerja, pekerjaan yang
menantang, dan peluang untuk belajar (Milkovich, Newman, dan Gerhart, 2011).
Christofferson dan King (2006) memberikan definisi reward sebagai sebuah balas jasa yang
diterima oleh karyawan baik berupa finansial maupun nonfinansial sebagai imbalan atas
waktu, talenta, usaha dan hasil yang diberikan.
Dalam pendekatan tradisional, elemen total reward mencakup financial invenstment yang
meliputi gaji, bonus, variabel pay, stock option dan employee benefit (Berger, 2004). Namun,
organisasi dapat membuat program dan praktik reward lain yang bisa meningkatkan arti atau
nilai bagi karyawan dan mengurangi biaya, misalnya pengembangan keterampilan,
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyampaikan gagasan, mengembangkan
diri, dan lain sebagainya. Kreitner dan Kinicki (2011) membagi tipe reward menjadi dua,
yaitu 1) extrinsic reward , yang meliputi uang, materi, dan reward sosial dari lingkungan
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
pekerjaan dan 2) intrinsic reward, yaitu reward fisik yang berasal dari kondisi pekerjaan itu
sendiri. Menurut Armstrong dan Murlis (2001), bentuk reward dibagi menjadi dua, yaitu
reward finansial dan reward non-finansial. Reward finansial perlu dipertimbangkan dari tiga
sudut pandang, yaitu 1) efektifitas uang sebagai motivator, 2) alasan mengapa orang bisa
dipuaskan atau tidak dipuaskan dengan reward yang diterimanya, dan 3) kriteria yang harus
digunakan untuk mengembangkan sistem reward finansial. Reward non-finansial fokus pada
kebutuhan yang dimiliki oleh seorang karyawan, misalnya pencapaian (achievment),
pengakuan (recognition), tanggung jawab (responsibility), pengaruh (influence) dan
pertumbuhan diri (personal growth).
3. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hasil adaptasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Nawab dan Batti (2011) dengan judul “Influence of Employee Compensation on
Organizational Commitment and Job Satisfaction: A Case Study of Educational Sector of
Pakistan”. Karyawan bekerja dalam sebuah organisasi mengharapkan reward sebagai balas
jasa atas usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Sistem reward dalam organisasi
dapat meningkatkan perasaan kepuasan kerja dan intensitas bertahan karyawan dalam
organisasi. Kepuasan kerja pada dasarnya menggambarkan penilaian karyawan terhadap
pekerjaannya. Penelitian yang dilakukan oleh Nawab dan Batti (2011) menunjukkan bahwa
reward mempengaruhi secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Selanjutnya,
reward memiliki peranan penting dalam menjaga komitmen karyawan dalam organisasi.
Organisasi perlu memperhatikan kebijakan reward yang dijalankan. Nawab dan Batti (2011)
dan Newman dan Sheikh (2012) dalam studinya menjelaskan adanya hubungan antara
organizational reward dan organizational commitment
3.1 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemilikiran dan tinjauan literatur, penelitian ini akan menguji hipotesis
sebagai berikut
Hipotesis 1
: Reward memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja
Hipotesis 2
:
Reward
memiliki pengaruh
yang
signifinkan terhadap komitmen
organisasional
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
3.2 Model Penelitian
Kepuasan Kerja
Reward
Komitmen
Organisasional
3.3 Operasionalisasi Variabel
Variabel Reward
Reward pada dasarnya berupa imbalan yang diterima oleh karyawan, baik finansial maupun
nonfinansial (Armstrong dan Murlis, 2001). Dalam penelitian ini, total reward yang
digunakan mencakup reward instrinsik dan reward ekstrinsik. Variabel reward pada
penelitian ini diukur dengan empat indikator atau variabel teramati yaitu pay, promotion,
fringe benefit dan contingen reward.
- Pay: upah/gaji dan remunerasi
- Promotion: kesempatan promosi
- Fringe Benefit: monetary and nonmonetary fringe benefit
- Contingen reward: apresiasi, pengakuan dan penghargaan kerja
Variabel Kepuasan Kerja
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang
pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Dalam penelitian
ini, kepuasan kerja didefinisikan sebagai perasaan atau penilaian karyawan terhadap
pekerjaannya. Varibel kepuasan kerja diukur dengan lima indikator, yaitu
- supervision: hubungan dengan atasan
- operating procedure: kebijakan dan prosedur teknis
- co-worker: hubungan dengan rekan kerja
- nature of work: tugas dan kewajiban dalam pekerjaan, dan communication:
komunikasi dalam organisasi.
Variabel Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional merupakan tingkat dimana seorang individu memihak sebuah
organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi tersebut (Robbin dan Judge, 2007). Menurut Meyer dan Allen (1991), ada tiga
komponen dari komitmen organisasional, yaitu:
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
- Affective, yaitu ikatan emosi karyawan, identifikasi dan keterlibatan karyawan dalam
organisasi. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat akan tetap bertahan dalam
organisasi karena keinginan yang dimiliki.
- Continuance, yaitu kesadaran akan biaya yang muncul jika meninggalkan organisasi.
Karyawan yang memiliki continuance yang kuat akan bertahan dalam organisai
karena mereka membutuhkannya.
- Normative, yaitu perasaan kewajiban untuk melanjutkan dan tetap bertahan dalam
organisasi. Karyawan yang memiliki normative commitment yang kuat akan bertahan
dalam organisasi karena adanya kewajiban atau tanggung jawab melakukannya.
3.4 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini yaitu pegawai Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (KPDJP) yang
beralamat di Gedung Utama KPDJP Jalan Gatot Subroto Kav 40-42, Jakarta Selatan.
3.5 Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang akan peneliti gunakan adalah non-probability
sampling. Dalam teknik non-probability sampling, elemen populasi tidak menggunakan
proses random, melainkan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu sehingga anggota
populasi tidak memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian.
Jenis non-probability sampling yang digunakan adalah judgement sampling atau yang sering
disebut juga sebagai purposive sampling. Dengan teknik pengambilan sampel ini, peneliti
menggunakan pertimbangan atau kriteria tertentu dalam memilih anggota populasi sebagai
sampel (Istijanto,2008). Kriteria yang digunakan adalah responden berstatus karyawan tetap
dengan masa kerja lebih dari satu tahun. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa
responden telah mengalami pelaksanaan reformasi birokrasi tahap kedua yang dilaksanakan
antara tahun 2009-2012. Dalam analisis SEM, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah
minimal 5 kali jumlah variabel teramati (Wijanto, 2008). Karena penelitian ini memiliki
jumlah variabel teramati 12 dimensi, maka sampel yang dibutuhkan minimal 60 responden.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Data primer ini diperoleh dengan penelitian lapangan terhadap responden penelitian dengan
mengisi kuesioner. Penelitian yang mengandalkan data primer relatif lebih membutuhkan
waktu, sumber daya, dan biaya lebih besar. Namun, data primer memiliki kredibilitas yang
tinggi karena peneliti mampu mengontrol data yang akan digunakan (Istijanto, 2008). Pada
penelitian ini, data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada responden
penelitian dan wawancara sebagai data pendukung penelitian.
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
3.7 Metode Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis persamaan struktural atau
Structural Equation Modelling (SEM). Secara umum, sebuah model SEM dapat dibagi
menjadi dua, yaitu Measurement Model dan Structural Model (Santoso, 2012; Wijanto,
2008). Measurement model adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan hubungan
antara
variabel
laten
dengan
indikator-indikatornya.
Sedangkan
structural
model
menggambarkan hubungan antar variabel-variabel laten atau antar variabel laten dengan
variabel eksogen.
Analisis model pengukuran atau sering disebut dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA)
dilakukan dengan uji kecocokan model dan uji validitas dan reliabilitas. Uji kecocokan model
dilakukan dengan menganalisis statistik goodness of fit (GOF), yaitu Chi square, p-value,
Goodness of Fit Index (GFI), Root Mean Square Residuan (RMR), Root Mean Square Error
of Approximation (RMSEA), Expected Cross-Validation Index (ECVI), Normed Fit Index
(NFI), Adjusted Goodness of Fitness (AGFI), Relative Fit Index (RFI), Incremental Fit Index
(IFI), Akaike Information Criterion (AIC), Consistent Akaike Information Criterion (CAIC)
dan nilai crtical “N” (Wijanto,2008). Uji validitas dilakukan dengan melihat t-value dan
standardize loading factor. menurut Igbaria et al. (1997) dalam Wijanto (2008), variabel
dikatakan memiliki validitas yang baik jika nilai standardize loading factor ≥ 0,5. Sedangkan
Untuk mengukur reliabilitas dalam SEM, digunakan composite reliability measure (CR), dan
variance extracted measure (VE) Wijanto (2008).
Setelah melakukan analisi CFA pada model pengukuran, selanjutnya dilakukan analisis
terhadap model struktural secara keseluruhan melalui uji kecocokan model dan uji hubungan
kausal. Uji kecocokan dilakukan dengan melihat statistik goodness of fit sedangkan uji
hubungan kausal dengan melihat t-value (Wijanto, 2008).
4. Hasil Penelitian
4.1 Data Demografi
Data demografi mencakup jabatan responden, jenis kelamin, status perkawinan, usia,
pendidikan, unit kerja dan lama bekerja responden. Komposisi jabatan/golongan pekerjaan
responden terdiri dari golongan 2a sejumlah 2%, golongan 2c sejumlah 27%, golongan 2d
sejumlah 2%, golongan 3a sejumlah 47%, golongan 3b sejumlah 15%, golongan 3c sejumlah
4% dan golongan 3d sejumlah 3%. Komposisi gender responden sebagian besar terdiri dari
responden perempuan 68%, sedangkan reponden laki-laki sejumlah 32%. Selanjutnya,
responden dalam penelitian ini yang 61% sudah menikah dan 39% belum menikah. Usia
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
responden yang berkisar antara 20-31 tahun sejumlah 71%, usia yang berkisar antara 31-40
tahun sejumlah 26%, dan usia yang berkisar antara 41-50 tahun mendominasi komposisi
reponden pada penelitian ini, yaitu 3%. Latar belakang pendidikan responden terdiri dari 1%
responden berpendidikan SMA, 1% berpendidikan S3, 20% berpendidikan S2, 29%
berpendidikan Diploma, sejumlah 42% responden berpendidikan sarjana S1 dan sejumlah 7%
lainnya tidak menjawab. Komposisi unit kerja
responden yaitu Direktorat Peraturan
Perpajakan 1 (PP1) 11%, Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya
Aparatur (KITSDA) 36%, Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan (PKP) sejumlah
11%, Direktorat Transformasi Proses Bisnis (TPB) 25%, dan Direktorat Pemeriksaan dan
Penagihan (P2) 17%. Masa kerja responden pada penelitian ini telah bekerja selama 5-10
tahun, yaitu sejumlah 46%. Selanjutnya, 20% responden telah bekerja selama 2-5 tahun, 15%
responden telah bekerja masing-masing 10-15 tahun dan 1-2 tahun, serta sejumlah 1%
responden dalam masa jabatan lainnya
4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Sebelum dilakukan pengolahn data dengan Lisrel 8.8, terlebih dahulu peneliti melakukan uji
validitas dan uji reliabilitas kuesioner dengan menggunakan program SPSS 17. Pada
penelitian ini, nilai Cronbach’s Alpha untuk semua variabel yang digunakan dalam penelitian
ini berada di atas 0,7. Hal itu itu berarti semua pertanyaan yang digunakan untuk
mengevaluasi ketiga variabel tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Sedangkan nilai
KMO semua variabel memiliki nilai di atas 0,5 dan nilai signifikansi Bartlett ≤ 0,05 yang
berarti bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini telah memiliki tingkat validitas
yang baik.
4.3 Analisis Model Pengukuran
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
Gambar 1. Path Diagram Model Pengukuran (t-value)
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa besaran t-value setipa variabel teramati
berada di atas 1,96 yang berarti bahwa variabel-variabel teramati pada penelitian ini adalah
valid.
Gambar 2. Path Diagram Model Pengukuran (standardize loading factor)
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa besaran standardize loading factor setiap
variabel teramati berada di atas 0,5 yang berarti bahwa variabel-variabel teramati pada
penelitian ini adalah valid.
Selanjutnya, untuk menguji reliabilitas dengan melihat nilai Variance Extracted (VE) dan
Construct Reliability (CR). Variabel reward memiliki nilai CR sebesear 0,81 dan nilai VE
sebesar 0,51, variabel kepuasan kerja memiliki nilai CR 0,81 dan nilai VE 0,47 (dibulatkan
menjadi 0,5) dan variabel komitmen organisasional memiliki nilai CR sebesar 0,76 dan nilai
VE sebesar 0,52. Hal itu menunjukkan bahwa model adalah reliabel.
Uji kecocokan model pengukuran dengan melihat ukuran goodness of fit (GOF), yaitu
- Chi-square (df=47) adalah 79,29, dan p=0,0022
Hal itu menunjukkan bahwa kecocokan model kurang baik. Model memiliki kecocokan
yang baik jika nilai ch-square kecil dan p>0,05 (Wijanto,2008).
- RMSEA= 0,068 (<0,8).
Hal itu menunjukkan bahwa model memiliki kecocokan yang baik (good fit) karena nilai
RMSEA ≤ 0,8 (Wijanto,2008).
- Nilai ECVI model= 0,94 , ECVI for Saturated= 1,04, dan ECVI for Independence= 5,91
Nilai ECVI model lebih dekat ke nilai ECVI for saturated dari pada nilai ECVI for
independence. Hal itu menunjukkan bahwa model memiliki
kecocokan yang baik
(Wijanto,2008).
- AIC model= 141,29, saturated AIC = 156,00 dan independence AIC =887,20
Nilai AIC model lebih dekat ke nilai saturated AIC dibandingkan ke nilai independence
AIC yang berarti bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik (Wijanto, 2008).
- CAIC model=265,83, saturated CAIC= 469,35 dan independence CAIC= 935,40
Nilai CAIC model lebih mendekati nilai CAIC saturated dibandingkan ke nilai CAIC
independence yang berarti bahwa model memiliki kecocokan yang baik (Wijanto,2008)
- NFI=0,91
Nilai NFI ≥ 0,9 yang berarti bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik
(Wijanto,2008)
- NNFI=0,94
Hal itu berarti bahwa model adalah good fit. Model memiliki kecocokan yang baik jika
nilai NNFI ≥ 0,9 (Wijanto,2008).
- CFI=0,96
Hal itu berarti bahwa model adalah good fit. Model memiliki kecocokan yang baik jika
nilai CFI ≥ 0,9 (Wijanto,2008)
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
- IFI=0,96
Nilai IFI 0,90 ≥0,9 menunjukkan bahwa kecocokan kesleuruhan model adalah baik
(Wijanto,2008).
- RFI=0,87
Hal itu menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah marginal fit. Menurut
Wijanto (2008), model dikatakan marginal fit jika 0,8≤RFI<0,9
- Critical N (CN) = 135,12
Nilai CN 135,12 < 200 menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik.
Model memiliki kecocokan yang baik jika nilai CN≥ 200 (Wijanto,2008).
- Standardize RMR = 0,003
Nilai standardize RMR 0,003 < 0,5 yang berarti kecocokan kesleuruhan model adalah
baik.
- GFI = 0,92
Nilai GFI 0,92 berada di atas 0,9 yang berarti model adalah good fit. Menurut Wijanto
(2008), model dikatakan good fit jika GFI > 0,9.
- AGFI = 0,87
Nilai AGFI 0,87 berarti bahwa kecocokan model adalah marginal fit. Menurut Wijanto
(2008), model dikatakan marginal fit jika 0,8≤RFI<0,9
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai analisis uji kecocokan keseluruhan model, dapat
disimpulkan bahwa model pengukuran pada penelitian ini memiliki kecocokan baik.
4.4 Analisis Model Struktural
Tabel 4.9 Uji Kecocokan Model Struktural
No.
Ukuran Goodness of Fit
1.
Chi-square
2.
P-value
4.
5.
6.
Root
Nilai
87,54
0,00043
Mean
Square
Error
of
Approximation (RMSEA)
Expected
Cross-Validation
(ECVI)
Index
0,074
Poor fit
Good fit
0,98
ECVI for Saturated Model
1,04
ECVI for Independence Model
5,91
Independence AIC
Keterangan
887,20
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
Good fit
Good fit
7.
Model AIC
147,54
Saturated AIC
156,00
Independence CAIC
935,40
Model CAIC
268,06
Saturated CAIC
469,35
Good fit
8.
Normed Fit Index (NFI)
0,90
Good fit
9.
Non-Normed Fit Index (NNFI)
0,93
Good fit
10.
Comparative Fit Index (CFI)
0,95
Good fit
11.
Incremental Fit Index (IFI)
0,95
Good fit
12.
Relative Fit Index (RFI)
0,86
Marginal fit
13.
Critical ‘N’
124,22
Poor fit
0,034
Good fit
0,91
Good fit
0,86
Marginal fit
Standardized Root Mean Square
14
Residual (RMR)
Goodness of Fit Index (GFI)
15.
Adjusted Goodness of Fit Index
16.
(AGFI)
Berdasarkan analisis Goodnes of fit (GOF) pada tabel di atas, sebagian besar ukuran GOF
menunjukkan kecocokan yang baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kecocokan
model struktural pada penelitiaan ini adalah baik.
Pengaruh suatu variabel laten kepada variabel laten lain dapat dilihat dari t-value tersebut.
Ketika besar t-value ≥ 1,96 maka variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel laten lain yang dituju (Wijanto,2008). Begitu juga sebaliknya jika besar tvalue kurang dari 1,96 maka variabel itu tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel laten lainnya. Hasil output Lisrel 8.8 dapat dijelaskan dengan tabel berikut:
Tabel 2. Uji Signifikansi t-value
Hipotesis
Path
t-value
Kesimpulan
1
Reward-Kepuasan kerja
8,09
Signifikan
2
Reward-Komitmen
6,39
Signifikan
organisasional
Analisis hubungan kausal berikutnya yaitu analisis koefisien determinasi yang bisa dilihat
dari R2. Dalam persamaan struktural, nilai R2 diambil dari reduce from equation (Wijanto,
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
2008). Pada persamaan pertama dapat dilihat bahwa nilai R2=0,88 menunjukkan bahwa
variasi dari reward menjelaskan 88% variasi dari kepuasan kerja. Sedangkan pada persamaan
kedua R2=0,46 menunjukkan bahwa variasi reward menjelaskan 46% variasi dari komitmen
organisasional.
5. Pembahasan
Berdasarkan analisis di atas dapat dijelaskan bahwa reward memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan kerja. Reward memiliki pengaruh signifikan yang positif
terhadap kepuasan kerja dimana hal itu bisa dilihat dari besaran nilai t-value yang positif dan
berada di atas batas minimal 1,96, yaitu t-value sebesar 8,09. Ini berarti bahwa tingkat
kepuasan karyawan akan sangat dipengaruhi oleh reward yang diberikan oleh organisasi.
Semakin baik reward yang diberikan oleh organisasi kepada karyawan maka akan
meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Nawab dan Batti (2011) yang membuktikan bahwa ada pengaruh yang kuat
dari reward terhadap kepuasan kerja karyawan. Menurut Nawab dan Batti (2011), semakin
tinggi tingkat reward yang diberikan akan mendorong kepuasan kerja dan intensitas bertahan
karyawan yang semakin tinggi.
Hasil analisis di atas memberikan konfirmasi dan bukti bahwa reward memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap komitmen organisasional, baik affecctive commitment, continuance
commitment maupun normatif commitment sebagimana penelitian yang dilakukan oleh
Nawab dan Batti (2011). Reward memberikan pengaruh yang positif secara signifikan
terhadap komitmen organisasional. Hal itu bisa dilihat dari besaran t-value yang positif, yaitu
6,39 (di atas batas minimal 1,96). Ini berarti bahwa reward yang diberikan oleh organisasi
akan meningkatkan komitmen karyawan kepada organisasi tersebut. Organisasi dapat
meningkatkan komitmen karyawan dengan memberikan reward yang tepat dan menarik
kepada karyawan (Newman and Sheikh, 2012).
Total reward baik berupa reward intrinsik maupun reward ekstrinsik memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional baik
affective, continuance dan normative commitment. Hal ini mengindikasikan kepuasan kerja
dan komitmen organisasional akan meningkat jika organisasi memberikan total reward yang
baik.
Dari hasil analisis output SEM, variabel teramati dari variabel reward memiliki nilai
signifikansi yang berbeda, yaitu upah/gaji memiliki t-value sebesar 7,91, promotion sebesar
11,66, fringe benefit sebesar 8,22 dan contingen reward sebesar 10,68. Nilai tersebut
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
menunjukkan bahwa reward yang berupa kesempatan promosi dan contingen reward (status,
penghargaan dan pengakuan kerja) memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kepuasan
kerja dan komitmen dari pada reward yang berupa upah dan benefit.
Selanjutnya, komponen komitmen organisasional yang berupa affective commitment,
continuance commitment dan normative commitment memiliki nilai signifikansi yang
berbeda. Nilai tertinggi ditunjukkan oleh normative commitment dengan t-value 10,51,
kemudian affective commitment dengan t-value 9,19 dan continuance commitment dengan tvalue 7,76. Hal ini dapat dikatakan bahwa normative commitment menjadi aspek yang paing
dominan dari komitmen organisasional. Normative commitment menggambarkan perasaan
kewajiban atau tanggung jawab untuk bertahan dalam organisasi (Meyer, et al, 2002; Robbins
dan Judge, 2007; Kreitner dan Kinicki, 2011). Jadi, individu akan bertahan dalam organisasi
karena mereka merasa memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap organisasinya.
6. Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, penelitian ini dapat
diambil kesimpulan bahwa:
1. Total Reward memiliki pengaruh positif dan sigifikan terhadap kepuasan kerja. Hal ini
bisa dilihat dari besaran nilai t-value yang postif dan lebih besar dari batas minimal. Ini
berarti pemberian total reward oleh instansi akan mempengaruhi kepuasan kerja para
pegawai Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
2. Total Reward memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasional. Hal ini bisa dilihat
dari besaran nilai t-value yang positif dan lebih besar dari batas minimal. Ini berarti
bahwa pemberian total reward oleh instansi akan meningkatkan komitmen pegawai
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
6.2 Implikasi Manajerial
Dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia, Direktorat Jenderal Pajak disarankan
memberikan total reward kepada pegawai sebagai tools untuk meningkatkan kepuasan kerja
dan komitmen organisasional. Kepuasan kerja menjadi sikap kerja yang penting diperhatikan
oleh organisasi karena dapat meningkatkan produktifitas dan kinerja pegawai. Pegawai yang
merasa puas dengan pekerjaannya cenderung berbicara positif tentang organisasinya dan
memiliki usaha lebih untuk menyelesasikan pekerjaan. Selain itu, kepuasan kerja dapat
menurunkan tingkat turn over pegawai, tingkat kemangkiran kerja dan secara psikologis
dapat menurunkan tingkat stress pegawai. Organisasi diharapkan juga perlu memperhatikan
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
komitmen organisasional, baik komitmen afektif, komitmen continuance maupun komitmen
normatif. Pegawai yang memiliki komitmen terhadap organisasinya cenderung memiliki
kinerja yang tinggi, loyal, turn over pegawai rendah, dan menghindari tindakan yang akan
merugikan organisasi.
Kepuasan kerja dan komitmen organisasional dapat dicapai dengan memberikan total
reward, baik berupa reward intrinsik maupun reward ekstrinsik. Reward intrinsik mencakup
pekerjaan yang menyenangkan, hubungan atasan dan bawahan, pola komunikasi yang efektif,
iklim kerja yang kondusif, dan fasilitas kerja. Sedangkan reward ekstrinsik yang diberikan
organisasi dapat berupa upah/gaji pokok, insentif keuangan, tunjangan kerja, penghargaan
dan pengakuan kerja, status dan pelatihan kerja kepada pegawai. Berdasarkan hasil
penelitian, total reward mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja
dan komitmen organisasional sehingga peningkatan kualitas total reward akan meningkatkan
tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasional.
6.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain:
1. Keterbatasan waktu dan sumber daya dalam
mengumpulkan data primer melalui
kuesioner karena adanya proses birokrasi yang harus ditempuh pada objek penelitian
yang dituju.
2. Meskipun sudah memenuhi batas minimal sampel yang diperlukan, jumlah sampel yang
digunakan masih kurang mencukupi untuk merepresentasikan jumlah populasi pada
objek penelitian.
3. Peneliti tidak dapat mengawasi secara langsung pengisian kuesioner sehingga ada
beberapa bagian kuesioner yang tidak diisi oleh responden.
4. Peneliti tidak dapat menentukan responden penelitian secara langsung sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan dalam penelitian karena adanya proses birokrasi yang harus
dilaksanakan.
6.4 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis sebelumnya, penelitian ini memiliki beberapa
saran, yaitu
1. Sebagai upaya mensukseskan program reformasi birokrasi yang salah satunya perbaikan
kualitas sumber daya manusia, instansi disarankan memberikan total reward yang
menarik, baik berupa reward intrinsik maupun reward ekstrinsik.
2. Intansi diharapkan memberikan perhatian lebih terhadap kepuasan kerja dan komitmen
organisasional karena dapat mempengaruhi produktifias dan kinerja pegawai.
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
3. Instansi dapat meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasional dengan lebih
fokus pada pengelolaan reward intrinsik dan reward nonfinansial, seperti penghargaan
dan pengakuan kinerja, pola promosi berdasarkan kinerja dan kompetensi, pelatihan dan
pengembangan pegawai, pola komunikasi yang efektif, hubungan atasan dan bawahan
yang nyaman, fasilitas kantor yang memadai, dan standar&prosedur kerja yang kondusif.
4. Manajemen total reward perlu dikembangkan dan terintegrasi dengan program dan
praktik manajemen yang memiliki pengaruh terhadap tindakan dan kinerja pegawai.
5. Instansi merancang manajemen total reward yang mendukung budaya kerja yang baik.
6. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar
agar benar-benar menggambarkan objek penelitian
7. Peneliti disarankan mempersiapkan waktu dan sumber daya yang cukup jika melakukan
penelitian pada lembaga pemerintah
7. Daftar Pustaka
Armstrong, M., & Murlis, H. (2001). The Art of HRD: Reward Management (Vols. 9).
London: Kogan Page.
Berger, L A. and Beger, D.R. (2004). The Talent Manageent Handbook: Creating
Organizational Excellence By Identifying Developing, and Promoting Your Best
People. New York: McGraw Hill.
Eslami, J.,& Gharakhani, D. (2012). Organizational Commitment and Job Satisfaction. ARPN
Journal of Science and Technology, 2.
Islam, R.,& Ismail, A. Z. (2004). Ranking of Employee’s Reward and Recognition
Approaces: A Malaysian Perspective. Journal of International Business and
Enterpreneurship Development, 2, 113-124.
Istijanto. (2008). Riset Sumber Daya Manusia: Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-dimensi
Kerja Karyawan. Jakarta: PT Gramedia.
Kreitner, R., & Kinicki, A. (2011). Organizational Behavior (9th ed.). New York: McGraw
Hill.
Meyer, J. P., & Allen, N. J,. (1991). A Three-Component Conceptualization of
Organizational Commitment. Human Resource Management Review, 1, 61-89.
Meyer, J. P., Stanley, D. J., Herscovitch, L., & Topolnytsky, L. (2002). Affective,
Contonuance, and Normative Commitment to the Organization: A Meta-analysis of
Antecedents, Correlates, and Consequences. Journal of Vocational Behavior, 61, 20-52.
Milkovich, G. T., Newman, J.M., & Gerhart, B. (2011). Compensation (10th ed.). New
York: McGraw Hill
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
Nawab, S., & Bhatti, K. K. (2011). Influence of Employee Compensation on Organizational
Commitment and Job Satisfaction: A Case Study of Educational Sector of Pakistan.
International Journal of Business and Social Science, 2.
Newman, A., & Sheikh, A. Z. (2012). Organizational Rewards and Employee Commitment:
A Chinese Study. Journal of Managerial of Mangement Psychology, 27, 71-89.
Noe, R.A., Hollenbeck, J.R., & Wright, P.M. (2003). Human Resource Management:
Gaining A Competitive Advantage. New York: McGraw-Hill
Robbins, S., & Judge, T. A. (2007). Organizational Behavior, (12th ed.). New Jersey:
Pearson Education
Robbins, Stephen P. 1996. Organizational Behavior: Concept, Controversies and
Applications. US: Prentice Hall.
Santoso, S. (2012). Analisis SEM Menggunakan AMOS. Jakarta: PT Gramedia
Steers, R.M. (1977). Antecedents and Outcome of Organizational Commitment.
Administrative Science Quarterly, 22, 46-56
Wijanto, S.H. (2008). Structural Equation Modelling Dengan Lisrel 8.8 (1st ed.).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Christofferson, J., & King, B. (2006, Mei). New Total Rewards Model. Workspan, 1-8.
Pranoto (2012). Reformasi Birokrasi: Upaya Membentuk SDM Profesional.
(http://www.pajak.go.id/content/article/reformasi-birokrasi-upaya-membentuk-sdmprofesional)
Priyadi (2012). Reformasi Perpajakan dan Strategi Pencitraan.
(http://www.pajak.go.id/content/article/reformasi-perpajakan-dan-strategi-pencitraan)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/ PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian
Keuangan
(http://www.itjen.depkeu.go.id/files/pdf/PMK%20184%20PMK.01%202010.pdf)
Peraturan Menteri Reformasi Birokrasi nomor PER/15/ M.PAN/7/2008 tentang Pedoman
Umum
Reformasi
Birokrasi
(http://ibau.bappenas.go.id/data/peraturan/Peraturan%20Menteri/PER
MENPAN%20No.%2015%20Tahun%202008%20Pedoman%20Umum%20Reformasi
%20Birokrasi.pdf)
Reformasi Birokrasi Tidak Secepat Membalik Telapak Tangan. (2011, September). Jurnal
Dialog Kebijakan Publik, p. vii.
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013
Download