PENGARUH TOTAL REWARD TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL STUDI KASUS: KANTOR PUSAT DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Woro Rahmat Hidayat Program Studi S1 Reguler Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstrak: Penelitian ini membahas mengenai total reward yang ada di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (KPDJP) setelah diterapkan reformasi birokrasi yang telah dicanangkan sejak tahun 2002. Total reward yang diterapkan tersebut dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasional yang pada akhirnya berdampak pada produktifitas kerja. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain dekriptif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji pengaruh total reward terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Hasil penelitian menyatakan bahwa total reward terbukti mempengaruhi secara signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Selain itu, penelitian ini menyarankan organisasi harus memperhatikan total reward yang diterapkan agar karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja dan komitmen yang tinggi terhadap organisasi. Kata kunci: Reformasi Birokrasi, Total Reward, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi bangsa dan negara. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/ PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, disebutkan bahwa tugas Direktorat Jenderal Pajak adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersebut, DJP memiliki beberapa fungsi antara lain: 1) perumusan kebijakan di bidang perpajakan, 2) pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan, 3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perpajakan, 4) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang perpajakan, dan 5) pelaksanaan administrasi DJP. Untuk menjalankan tugas dan fungsi tersebut, DJP membutuhkan manajemen yang baik agar tujuan dari peran pengelolaan pajak bisa tercapai melalui program reformasi birokrasi. Menurut Peraturan Menteri Reformasi Birokrasi nomor PER/15/ M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi dinyatakan bahwa Reformasi Birokrasi adalah upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process) dan sumber daya manusia aparatur negara. Secara khusus reformasi birokrasi dimulai pada tahun 2004 dan sebagai pilot project-nya adalah Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, dan Kementerian Keuangan. Pada tahun 2008, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) menerbitkan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi (“Reformasi Birokrasi”, 2011). Meskipun pemerintah melalui Kementerian PAN menetapkan peraturan reformasi birokrasi pada tahun 2008 dan disempurnakan dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 (“Reformasi Birokrasi”, 2011), pada kenyataanya Kementerian Keuangan telah memulai reformasi birokrasi sejak tahun 2002, dimana DJP menjadi role model atau pilot project reformasi birokrasi melalui reformasi perpajakan yang dilakukan. Reformasi perpajakan dilakukan selama dua tahap (Priyadi, 2012). Tahap pertama dilakukan antara tahun 2002-2009 dengan melakukan dua buah perubahan mendasar, yaitu (1) reformasi administrasi yang meliputi restrukturisasi organisasi, perbaikan proses bisnis, dan penyempurnaan sistem manajemen sumber daya manusia; dan (2) reformasi kebijakan, yaitu dengan amandemen atas beberapa undang-undang perpajakan dan juga pemberian stimulus fiskal. Sedangkan pada tahap kedua reformasi perpajakan dilakukan antara tahun 2009-2012 dimana DJP lebih fokus kepada Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 pengembangan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi informasi dalam administrasi perpajakan. Pengelolaan sumber daya manusia setelah reformasi birokrasi dilakukan dengan lebih rapi dan terencana, mulai dari proses perencanaan SDM, pengembangan dan pelatihan karyawan, kompensasi dan insentif sebagai salah satu bagian dari sistem reward, dan evaluasi kinerja karyawan (Pranoto, 2012). Dalam melaksanakan reformasi perpajakan, DJP berusaha menyempurnakan kebijakan yang berorientasi kepada kepuasan kerja, kebutuhan keamanan (safety needs) dan manajemen stress pegawainya (Pranoto, 2012). Kepuasan kerja penting diperhatikan oleh manajemen karena memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku kerja lainnya (Robbins dan Judge, 2007). Menurut Robbins dan Judge (2007), organisasi yang mempunyai karyawan yang puas cenderung lebih efektif jika dibandingkan dengan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas terhadap pekerjaannya. Karyawan yang puas cenderung berbicara positif tentang organisasinya, membantu individu lain dalam pekerjaan, lebih ramah, ceria, responsif dan memiliki keinginan untuk berbuat lebih dalam pekerjaan. Selain itu, karyawan yang puas akan menurunkan tingkat ketidakhadiran kerja, perputaran karyawan dan perilaku menyimpang dalam pekerjaan (Robbins dan Judge, 2007). Selain kepuasan kerja, komitmen organisasional juga merupakan salah satu bentuk sikap kerja yang penting untuk dimiliki oleh karyawan DJP. Hal ini karena individu yang memiliki komitmen organisasional tinggi cenderung bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan organisasi dan memiliki keinginan yang besar untuk tetap bertahan dalam organisasi (Kreitner dan Kinicki, 2011). Selain itu, komitmen organisasional juga dapat meningkatkan kesetian dan kinerja karyawan (Nawab dan Batti, 2011). Salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam proses pengelolaan sumber daya manusia pada program reformasi birokrasi di DJP adalah sistem total reward (penghargaan) bagi karyawan. Perbaikan sistem reward di DJP diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen karyawan terhadap organisasinya. Nawab dan Batti (2011) menyebutkan bahwa dengan mengetahui pengaruh total reward terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional maka organisasi akan lebih hati-hati dalam merancang sistem reward-nya sehingga komitmen organisasional dan kepuasan kerja karyawan dapat ditingkatkan. Sistem reward juga dapat membentuk lingkungan tempat kerja yang positif dan memiliki peranan penting dalam mempertahankan karyawan yang berkualitas dan meningkatkan kinerja karyawan (Islam et al., 2004). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 1. Bagaimanakah gambaran kepuasan kerja karyawan di Direktorat Jenderal Pajak? 2. Bagaimanakah gambaran komitmen organisasional karyawan di Direktorat Jenderal Pajak? 3. Bagaimanakah pengaruh reward terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional karyawan di Direktorat Jenderal Pajak? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran kepuasan kerja karyawan di Direktorat Jenderal Pajak 2. Mengetahui gambaran komitmen organisasional karyawan di Direktorat Jenderal Pajak 3. Mengetahui pengaruh reward terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional karyawan di Direktorat Jenderal Pajak 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja pada dasarnya menggambarkan tingkat dimana individu suka atau tidak suka terhadap pekerjaannya (Kreitner dan Kinicki, 2011). Kepuasan kerja merupakan respon emosional atau afektif terhadap berbagai bentuk dimensi sebuah pekerjaan. Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Robbins (1996) menjelaskan bahwa kepuasan kerja secara sederhana dapat diartikan sebagai perbedaan antara jumlah reward yang diterima karyawan dengan jumlah yang mereka yakini untuk diterima. Kepuasan kerja yang dimiliki oleh individu berbeda-beda, bergantung pada faktor-faktor yang bisa menimbulkan kepuasan kerja. Menurut Kreitner dan Kinicki ( 2011), ada lima faktor utama penyebab kepuasan kerja, yaitu: 1) need fulfillment: kepuasan kerja dipengaruhi oleh tingkat dimana karakteristik pekerjaan memungkinkan individu untuk memenuhi kebutuhannya; 2) discrepencis: kepuasan merupakan hasil dari met expectation, yaitu perbedaan antara apa yang individu harapkan dengan apa yang diterima dari pekerjaan (seperti reward yang layak dan kesempatan promosi) dan apa yang sebenarnya mereka diterima; 3) value attaintment: kepuasan merupakan hasil dari persepsi dimana pekerjaan dapat memberikan pemenuhan terhadap nilai pekerjaan individu yang penting; 4) equity: kepuasan merupakan fungsi dari bagaimana seorang individu diperlakuakan secara adil dalam bekerja; dan 5) dispositional/genetic component: kepuasan kerja merupakan fungsi dari Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 perlakuan individu dan faktor-faktor umum. Menurut Robbins (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu pekerjaan yang menantang, reward yang adil, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, dan kesesuaian antara kepribadian dan pekerjaan. 2.2 Komitmen Organisasional Salah satu sikap kerja yang perlu diperhatikan oleh organisasi yaitu komitmen. Komitmen organisasional merupakan sikap kerja yang penting karena individu yang memiliki komitmen bisa menunjukan keinginan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan organisasi dan keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi (Kreitner dan Kinicki, 2011). Menurut Robbins dan Judge (2007), komitmen organisasional merupakan tingkat dimana seorang individu memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Individu yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan memihak organisasi yang merekrut mereka. Sedangkan Meyer dan Allen (1991) menjelaskan bahwa komitmen organisasional merupakan kondisi psikologis yang mencakup hubungan karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi pada sebuah keputusan untuk melanjutkan atau berhenti dari keanggotaan organisasi. Menurut Meyer dan Allen, ada tiga komponen komitmen organisasional, yaitu affective commitment, continuance commitmen dan normative commitment (Eslami dan Gharakhani, 2012; Kreitner dan Kinicki, 2011; Nawab dan Batti, 2011; dan Meyer et al, 2002). Menurut Meyer et al. (2002), pada awalnya Meyer dan Allen (1984) membagi komitmen menjadi dua, yaitu affective commitment dan continuance commitment. Affective commitment diartikan sebagai sebuah emosi untuk terikat, mengidentifikasi dan terlibat dalam sebuah organisasi, sedangkan continuance commitment diartikan sebagai biaya yang diterima jika meninggalkan organisasi. Kemudian Meyer dan Allen (1990) menambahkan komponen ketiga dari komitmen, yaitu normative commitment, yang diartikan sebagai perasaan kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (Meyer et al, 2002). Meyer dan Allen (1991) berargumen bahwa komitmen, sebagai kondisi psikologis, paling tidak mempunyai tiga komponen yang menggambarkan 1) desire (affective commitment), 2) need (continuance commitment), dan 3) obligation (normative commitment) untuk menjaga pekerjaan dalam organisasi. Komitmen organisasional yang dimiliki oleh individu dalam organisasi dibangun oleh banyak faktor. Kreitner dan Kinicki (2011) menjelaskan faktor penyebab komitmen organisasional bahwa masing-masing komponen komitmen organisasional memiliki faktor yang berbeda, tergantung dari penyebab terjadinya komitmen tersebut. Affective commitment berkaitan dengan berbagai bentuk personal characteristic, seperti kepribadian, pengalaman kerja, dan Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 ruang-ruang nilai dalam organisasi. Karena continuance commitment menggambarkan perbandingan antara cos dan benefit ketika meninggalkan organisasi, faktor penentu komitmen ini yaitu segala sesuatu yang mempengaruhi cost dan benefit meninggalkan organisasi, misalnya terbatasnya alternatif pekerjaan atau karir dan jumlah investasi dalam organisasi. Continuance comitment akan tinggi jika tidak adanya alternatif pekerjaan lain, memiliki keterlibatan tinggi, memiliki banyak teman, memiliki company stock, dan mempunyai medical benefit bagi diri dan keluarganya. Normative commitment dipengaruhi oleh proses sosialisasi dan kontrak psikologi (psychological contract). Psychological contract merupakan persepsi individu terhadap situasi dan kondisi tentang hubungan dengan pihak lainnya. Menurut Steers (1977), faktor-faktor penyebab komitmen organisasional meliputi personal characteristic (karakteristik pribadi), job characteristic (karakteristik pekerjaan), dan work experience (pengalaman kerja). 2.3 Total Reward Dari sudut pandang organisasi, reward merupakan sarana yang penting dalam mencapai tujuan strategis organisasi karena dapat mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan, menarik karyawan serta sarana mempertemukan berbagai kepentingan dalam organisasi (Noe, et al., 2003). Reward pada dasarnya berupa imbalan yang diterima oleh karyawan, baik finansial maupun nonfinansial (Armstrong dan Murlis, 2001). Milkovich, Newman dan Gerhart (2011) menjelaskan bahwa ada beberapa macam imbalan yang diberikan kepada karyawan dalam pekerjaan, yaitu total compensation dan relational return. Kompensasi diartikan sebagai semua bentuk imbalan, baik berupa finansial, service maupun manfaat yang diterima karyawan sebagai bentuk employment relationship. Sedangkan relational return lebih bersifat psychological yang terdiri dari pengakuan, status, keamanan kerja, pekerjaan yang menantang, dan peluang untuk belajar (Milkovich, Newman, dan Gerhart, 2011). Christofferson dan King (2006) memberikan definisi reward sebagai sebuah balas jasa yang diterima oleh karyawan baik berupa finansial maupun nonfinansial sebagai imbalan atas waktu, talenta, usaha dan hasil yang diberikan. Dalam pendekatan tradisional, elemen total reward mencakup financial invenstment yang meliputi gaji, bonus, variabel pay, stock option dan employee benefit (Berger, 2004). Namun, organisasi dapat membuat program dan praktik reward lain yang bisa meningkatkan arti atau nilai bagi karyawan dan mengurangi biaya, misalnya pengembangan keterampilan, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyampaikan gagasan, mengembangkan diri, dan lain sebagainya. Kreitner dan Kinicki (2011) membagi tipe reward menjadi dua, yaitu 1) extrinsic reward , yang meliputi uang, materi, dan reward sosial dari lingkungan Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 pekerjaan dan 2) intrinsic reward, yaitu reward fisik yang berasal dari kondisi pekerjaan itu sendiri. Menurut Armstrong dan Murlis (2001), bentuk reward dibagi menjadi dua, yaitu reward finansial dan reward non-finansial. Reward finansial perlu dipertimbangkan dari tiga sudut pandang, yaitu 1) efektifitas uang sebagai motivator, 2) alasan mengapa orang bisa dipuaskan atau tidak dipuaskan dengan reward yang diterimanya, dan 3) kriteria yang harus digunakan untuk mengembangkan sistem reward finansial. Reward non-finansial fokus pada kebutuhan yang dimiliki oleh seorang karyawan, misalnya pencapaian (achievment), pengakuan (recognition), tanggung jawab (responsibility), pengaruh (influence) dan pertumbuhan diri (personal growth). 3. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hasil adaptasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nawab dan Batti (2011) dengan judul “Influence of Employee Compensation on Organizational Commitment and Job Satisfaction: A Case Study of Educational Sector of Pakistan”. Karyawan bekerja dalam sebuah organisasi mengharapkan reward sebagai balas jasa atas usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Sistem reward dalam organisasi dapat meningkatkan perasaan kepuasan kerja dan intensitas bertahan karyawan dalam organisasi. Kepuasan kerja pada dasarnya menggambarkan penilaian karyawan terhadap pekerjaannya. Penelitian yang dilakukan oleh Nawab dan Batti (2011) menunjukkan bahwa reward mempengaruhi secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Selanjutnya, reward memiliki peranan penting dalam menjaga komitmen karyawan dalam organisasi. Organisasi perlu memperhatikan kebijakan reward yang dijalankan. Nawab dan Batti (2011) dan Newman dan Sheikh (2012) dalam studinya menjelaskan adanya hubungan antara organizational reward dan organizational commitment 3.1 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemilikiran dan tinjauan literatur, penelitian ini akan menguji hipotesis sebagai berikut Hipotesis 1 : Reward memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja Hipotesis 2 : Reward memiliki pengaruh yang signifinkan terhadap komitmen organisasional Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 3.2 Model Penelitian Kepuasan Kerja Reward Komitmen Organisasional 3.3 Operasionalisasi Variabel Variabel Reward Reward pada dasarnya berupa imbalan yang diterima oleh karyawan, baik finansial maupun nonfinansial (Armstrong dan Murlis, 2001). Dalam penelitian ini, total reward yang digunakan mencakup reward instrinsik dan reward ekstrinsik. Variabel reward pada penelitian ini diukur dengan empat indikator atau variabel teramati yaitu pay, promotion, fringe benefit dan contingen reward. - Pay: upah/gaji dan remunerasi - Promotion: kesempatan promosi - Fringe Benefit: monetary and nonmonetary fringe benefit - Contingen reward: apresiasi, pengakuan dan penghargaan kerja Variabel Kepuasan Kerja Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Dalam penelitian ini, kepuasan kerja didefinisikan sebagai perasaan atau penilaian karyawan terhadap pekerjaannya. Varibel kepuasan kerja diukur dengan lima indikator, yaitu - supervision: hubungan dengan atasan - operating procedure: kebijakan dan prosedur teknis - co-worker: hubungan dengan rekan kerja - nature of work: tugas dan kewajiban dalam pekerjaan, dan communication: komunikasi dalam organisasi. Variabel Komitmen Organisasional Komitmen organisasional merupakan tingkat dimana seorang individu memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut (Robbin dan Judge, 2007). Menurut Meyer dan Allen (1991), ada tiga komponen dari komitmen organisasional, yaitu: Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 - Affective, yaitu ikatan emosi karyawan, identifikasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat akan tetap bertahan dalam organisasi karena keinginan yang dimiliki. - Continuance, yaitu kesadaran akan biaya yang muncul jika meninggalkan organisasi. Karyawan yang memiliki continuance yang kuat akan bertahan dalam organisai karena mereka membutuhkannya. - Normative, yaitu perasaan kewajiban untuk melanjutkan dan tetap bertahan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki normative commitment yang kuat akan bertahan dalam organisasi karena adanya kewajiban atau tanggung jawab melakukannya. 3.4 Subjek Penelitian Subjek penelitian ini yaitu pegawai Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (KPDJP) yang beralamat di Gedung Utama KPDJP Jalan Gatot Subroto Kav 40-42, Jakarta Selatan. 3.5 Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel yang akan peneliti gunakan adalah non-probability sampling. Dalam teknik non-probability sampling, elemen populasi tidak menggunakan proses random, melainkan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu sehingga anggota populasi tidak memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian. Jenis non-probability sampling yang digunakan adalah judgement sampling atau yang sering disebut juga sebagai purposive sampling. Dengan teknik pengambilan sampel ini, peneliti menggunakan pertimbangan atau kriteria tertentu dalam memilih anggota populasi sebagai sampel (Istijanto,2008). Kriteria yang digunakan adalah responden berstatus karyawan tetap dengan masa kerja lebih dari satu tahun. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa responden telah mengalami pelaksanaan reformasi birokrasi tahap kedua yang dilaksanakan antara tahun 2009-2012. Dalam analisis SEM, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah minimal 5 kali jumlah variabel teramati (Wijanto, 2008). Karena penelitian ini memiliki jumlah variabel teramati 12 dimensi, maka sampel yang dibutuhkan minimal 60 responden. 3.6 Metode Pengumpulan Data Data primer ini diperoleh dengan penelitian lapangan terhadap responden penelitian dengan mengisi kuesioner. Penelitian yang mengandalkan data primer relatif lebih membutuhkan waktu, sumber daya, dan biaya lebih besar. Namun, data primer memiliki kredibilitas yang tinggi karena peneliti mampu mengontrol data yang akan digunakan (Istijanto, 2008). Pada penelitian ini, data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada responden penelitian dan wawancara sebagai data pendukung penelitian. Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 3.7 Metode Analisis Data Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis persamaan struktural atau Structural Equation Modelling (SEM). Secara umum, sebuah model SEM dapat dibagi menjadi dua, yaitu Measurement Model dan Structural Model (Santoso, 2012; Wijanto, 2008). Measurement model adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikatornya. Sedangkan structural model menggambarkan hubungan antar variabel-variabel laten atau antar variabel laten dengan variabel eksogen. Analisis model pengukuran atau sering disebut dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dilakukan dengan uji kecocokan model dan uji validitas dan reliabilitas. Uji kecocokan model dilakukan dengan menganalisis statistik goodness of fit (GOF), yaitu Chi square, p-value, Goodness of Fit Index (GFI), Root Mean Square Residuan (RMR), Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA), Expected Cross-Validation Index (ECVI), Normed Fit Index (NFI), Adjusted Goodness of Fitness (AGFI), Relative Fit Index (RFI), Incremental Fit Index (IFI), Akaike Information Criterion (AIC), Consistent Akaike Information Criterion (CAIC) dan nilai crtical “N” (Wijanto,2008). Uji validitas dilakukan dengan melihat t-value dan standardize loading factor. menurut Igbaria et al. (1997) dalam Wijanto (2008), variabel dikatakan memiliki validitas yang baik jika nilai standardize loading factor ≥ 0,5. Sedangkan Untuk mengukur reliabilitas dalam SEM, digunakan composite reliability measure (CR), dan variance extracted measure (VE) Wijanto (2008). Setelah melakukan analisi CFA pada model pengukuran, selanjutnya dilakukan analisis terhadap model struktural secara keseluruhan melalui uji kecocokan model dan uji hubungan kausal. Uji kecocokan dilakukan dengan melihat statistik goodness of fit sedangkan uji hubungan kausal dengan melihat t-value (Wijanto, 2008). 4. Hasil Penelitian 4.1 Data Demografi Data demografi mencakup jabatan responden, jenis kelamin, status perkawinan, usia, pendidikan, unit kerja dan lama bekerja responden. Komposisi jabatan/golongan pekerjaan responden terdiri dari golongan 2a sejumlah 2%, golongan 2c sejumlah 27%, golongan 2d sejumlah 2%, golongan 3a sejumlah 47%, golongan 3b sejumlah 15%, golongan 3c sejumlah 4% dan golongan 3d sejumlah 3%. Komposisi gender responden sebagian besar terdiri dari responden perempuan 68%, sedangkan reponden laki-laki sejumlah 32%. Selanjutnya, responden dalam penelitian ini yang 61% sudah menikah dan 39% belum menikah. Usia Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 responden yang berkisar antara 20-31 tahun sejumlah 71%, usia yang berkisar antara 31-40 tahun sejumlah 26%, dan usia yang berkisar antara 41-50 tahun mendominasi komposisi reponden pada penelitian ini, yaitu 3%. Latar belakang pendidikan responden terdiri dari 1% responden berpendidikan SMA, 1% berpendidikan S3, 20% berpendidikan S2, 29% berpendidikan Diploma, sejumlah 42% responden berpendidikan sarjana S1 dan sejumlah 7% lainnya tidak menjawab. Komposisi unit kerja responden yaitu Direktorat Peraturan Perpajakan 1 (PP1) 11%, Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) 36%, Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan (PKP) sejumlah 11%, Direktorat Transformasi Proses Bisnis (TPB) 25%, dan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan (P2) 17%. Masa kerja responden pada penelitian ini telah bekerja selama 5-10 tahun, yaitu sejumlah 46%. Selanjutnya, 20% responden telah bekerja selama 2-5 tahun, 15% responden telah bekerja masing-masing 10-15 tahun dan 1-2 tahun, serta sejumlah 1% responden dalam masa jabatan lainnya 4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sebelum dilakukan pengolahn data dengan Lisrel 8.8, terlebih dahulu peneliti melakukan uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner dengan menggunakan program SPSS 17. Pada penelitian ini, nilai Cronbach’s Alpha untuk semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini berada di atas 0,7. Hal itu itu berarti semua pertanyaan yang digunakan untuk mengevaluasi ketiga variabel tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Sedangkan nilai KMO semua variabel memiliki nilai di atas 0,5 dan nilai signifikansi Bartlett ≤ 0,05 yang berarti bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini telah memiliki tingkat validitas yang baik. 4.3 Analisis Model Pengukuran Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 Gambar 1. Path Diagram Model Pengukuran (t-value) Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa besaran t-value setipa variabel teramati berada di atas 1,96 yang berarti bahwa variabel-variabel teramati pada penelitian ini adalah valid. Gambar 2. Path Diagram Model Pengukuran (standardize loading factor) Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa besaran standardize loading factor setiap variabel teramati berada di atas 0,5 yang berarti bahwa variabel-variabel teramati pada penelitian ini adalah valid. Selanjutnya, untuk menguji reliabilitas dengan melihat nilai Variance Extracted (VE) dan Construct Reliability (CR). Variabel reward memiliki nilai CR sebesear 0,81 dan nilai VE sebesar 0,51, variabel kepuasan kerja memiliki nilai CR 0,81 dan nilai VE 0,47 (dibulatkan menjadi 0,5) dan variabel komitmen organisasional memiliki nilai CR sebesar 0,76 dan nilai VE sebesar 0,52. Hal itu menunjukkan bahwa model adalah reliabel. Uji kecocokan model pengukuran dengan melihat ukuran goodness of fit (GOF), yaitu - Chi-square (df=47) adalah 79,29, dan p=0,0022 Hal itu menunjukkan bahwa kecocokan model kurang baik. Model memiliki kecocokan yang baik jika nilai ch-square kecil dan p>0,05 (Wijanto,2008). - RMSEA= 0,068 (<0,8). Hal itu menunjukkan bahwa model memiliki kecocokan yang baik (good fit) karena nilai RMSEA ≤ 0,8 (Wijanto,2008). - Nilai ECVI model= 0,94 , ECVI for Saturated= 1,04, dan ECVI for Independence= 5,91 Nilai ECVI model lebih dekat ke nilai ECVI for saturated dari pada nilai ECVI for independence. Hal itu menunjukkan bahwa model memiliki kecocokan yang baik (Wijanto,2008). - AIC model= 141,29, saturated AIC = 156,00 dan independence AIC =887,20 Nilai AIC model lebih dekat ke nilai saturated AIC dibandingkan ke nilai independence AIC yang berarti bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik (Wijanto, 2008). - CAIC model=265,83, saturated CAIC= 469,35 dan independence CAIC= 935,40 Nilai CAIC model lebih mendekati nilai CAIC saturated dibandingkan ke nilai CAIC independence yang berarti bahwa model memiliki kecocokan yang baik (Wijanto,2008) - NFI=0,91 Nilai NFI ≥ 0,9 yang berarti bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik (Wijanto,2008) - NNFI=0,94 Hal itu berarti bahwa model adalah good fit. Model memiliki kecocokan yang baik jika nilai NNFI ≥ 0,9 (Wijanto,2008). - CFI=0,96 Hal itu berarti bahwa model adalah good fit. Model memiliki kecocokan yang baik jika nilai CFI ≥ 0,9 (Wijanto,2008) Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 - IFI=0,96 Nilai IFI 0,90 ≥0,9 menunjukkan bahwa kecocokan kesleuruhan model adalah baik (Wijanto,2008). - RFI=0,87 Hal itu menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah marginal fit. Menurut Wijanto (2008), model dikatakan marginal fit jika 0,8≤RFI<0,9 - Critical N (CN) = 135,12 Nilai CN 135,12 < 200 menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik. Model memiliki kecocokan yang baik jika nilai CN≥ 200 (Wijanto,2008). - Standardize RMR = 0,003 Nilai standardize RMR 0,003 < 0,5 yang berarti kecocokan kesleuruhan model adalah baik. - GFI = 0,92 Nilai GFI 0,92 berada di atas 0,9 yang berarti model adalah good fit. Menurut Wijanto (2008), model dikatakan good fit jika GFI > 0,9. - AGFI = 0,87 Nilai AGFI 0,87 berarti bahwa kecocokan model adalah marginal fit. Menurut Wijanto (2008), model dikatakan marginal fit jika 0,8≤RFI<0,9 Berdasarkan pemaparan di atas mengenai analisis uji kecocokan keseluruhan model, dapat disimpulkan bahwa model pengukuran pada penelitian ini memiliki kecocokan baik. 4.4 Analisis Model Struktural Tabel 4.9 Uji Kecocokan Model Struktural No. Ukuran Goodness of Fit 1. Chi-square 2. P-value 4. 5. 6. Root Nilai 87,54 0,00043 Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Expected Cross-Validation (ECVI) Index 0,074 Poor fit Good fit 0,98 ECVI for Saturated Model 1,04 ECVI for Independence Model 5,91 Independence AIC Keterangan 887,20 Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 Good fit Good fit 7. Model AIC 147,54 Saturated AIC 156,00 Independence CAIC 935,40 Model CAIC 268,06 Saturated CAIC 469,35 Good fit 8. Normed Fit Index (NFI) 0,90 Good fit 9. Non-Normed Fit Index (NNFI) 0,93 Good fit 10. Comparative Fit Index (CFI) 0,95 Good fit 11. Incremental Fit Index (IFI) 0,95 Good fit 12. Relative Fit Index (RFI) 0,86 Marginal fit 13. Critical ‘N’ 124,22 Poor fit 0,034 Good fit 0,91 Good fit 0,86 Marginal fit Standardized Root Mean Square 14 Residual (RMR) Goodness of Fit Index (GFI) 15. Adjusted Goodness of Fit Index 16. (AGFI) Berdasarkan analisis Goodnes of fit (GOF) pada tabel di atas, sebagian besar ukuran GOF menunjukkan kecocokan yang baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kecocokan model struktural pada penelitiaan ini adalah baik. Pengaruh suatu variabel laten kepada variabel laten lain dapat dilihat dari t-value tersebut. Ketika besar t-value ≥ 1,96 maka variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel laten lain yang dituju (Wijanto,2008). Begitu juga sebaliknya jika besar tvalue kurang dari 1,96 maka variabel itu tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel laten lainnya. Hasil output Lisrel 8.8 dapat dijelaskan dengan tabel berikut: Tabel 2. Uji Signifikansi t-value Hipotesis Path t-value Kesimpulan 1 Reward-Kepuasan kerja 8,09 Signifikan 2 Reward-Komitmen 6,39 Signifikan organisasional Analisis hubungan kausal berikutnya yaitu analisis koefisien determinasi yang bisa dilihat dari R2. Dalam persamaan struktural, nilai R2 diambil dari reduce from equation (Wijanto, Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 2008). Pada persamaan pertama dapat dilihat bahwa nilai R2=0,88 menunjukkan bahwa variasi dari reward menjelaskan 88% variasi dari kepuasan kerja. Sedangkan pada persamaan kedua R2=0,46 menunjukkan bahwa variasi reward menjelaskan 46% variasi dari komitmen organisasional. 5. Pembahasan Berdasarkan analisis di atas dapat dijelaskan bahwa reward memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Reward memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan kerja dimana hal itu bisa dilihat dari besaran nilai t-value yang positif dan berada di atas batas minimal 1,96, yaitu t-value sebesar 8,09. Ini berarti bahwa tingkat kepuasan karyawan akan sangat dipengaruhi oleh reward yang diberikan oleh organisasi. Semakin baik reward yang diberikan oleh organisasi kepada karyawan maka akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nawab dan Batti (2011) yang membuktikan bahwa ada pengaruh yang kuat dari reward terhadap kepuasan kerja karyawan. Menurut Nawab dan Batti (2011), semakin tinggi tingkat reward yang diberikan akan mendorong kepuasan kerja dan intensitas bertahan karyawan yang semakin tinggi. Hasil analisis di atas memberikan konfirmasi dan bukti bahwa reward memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasional, baik affecctive commitment, continuance commitment maupun normatif commitment sebagimana penelitian yang dilakukan oleh Nawab dan Batti (2011). Reward memberikan pengaruh yang positif secara signifikan terhadap komitmen organisasional. Hal itu bisa dilihat dari besaran t-value yang positif, yaitu 6,39 (di atas batas minimal 1,96). Ini berarti bahwa reward yang diberikan oleh organisasi akan meningkatkan komitmen karyawan kepada organisasi tersebut. Organisasi dapat meningkatkan komitmen karyawan dengan memberikan reward yang tepat dan menarik kepada karyawan (Newman and Sheikh, 2012). Total reward baik berupa reward intrinsik maupun reward ekstrinsik memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional baik affective, continuance dan normative commitment. Hal ini mengindikasikan kepuasan kerja dan komitmen organisasional akan meningkat jika organisasi memberikan total reward yang baik. Dari hasil analisis output SEM, variabel teramati dari variabel reward memiliki nilai signifikansi yang berbeda, yaitu upah/gaji memiliki t-value sebesar 7,91, promotion sebesar 11,66, fringe benefit sebesar 8,22 dan contingen reward sebesar 10,68. Nilai tersebut Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 menunjukkan bahwa reward yang berupa kesempatan promosi dan contingen reward (status, penghargaan dan pengakuan kerja) memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kepuasan kerja dan komitmen dari pada reward yang berupa upah dan benefit. Selanjutnya, komponen komitmen organisasional yang berupa affective commitment, continuance commitment dan normative commitment memiliki nilai signifikansi yang berbeda. Nilai tertinggi ditunjukkan oleh normative commitment dengan t-value 10,51, kemudian affective commitment dengan t-value 9,19 dan continuance commitment dengan tvalue 7,76. Hal ini dapat dikatakan bahwa normative commitment menjadi aspek yang paing dominan dari komitmen organisasional. Normative commitment menggambarkan perasaan kewajiban atau tanggung jawab untuk bertahan dalam organisasi (Meyer, et al, 2002; Robbins dan Judge, 2007; Kreitner dan Kinicki, 2011). Jadi, individu akan bertahan dalam organisasi karena mereka merasa memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap organisasinya. 6. Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Total Reward memiliki pengaruh positif dan sigifikan terhadap kepuasan kerja. Hal ini bisa dilihat dari besaran nilai t-value yang postif dan lebih besar dari batas minimal. Ini berarti pemberian total reward oleh instansi akan mempengaruhi kepuasan kerja para pegawai Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak 2. Total Reward memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasional. Hal ini bisa dilihat dari besaran nilai t-value yang positif dan lebih besar dari batas minimal. Ini berarti bahwa pemberian total reward oleh instansi akan meningkatkan komitmen pegawai Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. 6.2 Implikasi Manajerial Dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia, Direktorat Jenderal Pajak disarankan memberikan total reward kepada pegawai sebagai tools untuk meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Kepuasan kerja menjadi sikap kerja yang penting diperhatikan oleh organisasi karena dapat meningkatkan produktifitas dan kinerja pegawai. Pegawai yang merasa puas dengan pekerjaannya cenderung berbicara positif tentang organisasinya dan memiliki usaha lebih untuk menyelesasikan pekerjaan. Selain itu, kepuasan kerja dapat menurunkan tingkat turn over pegawai, tingkat kemangkiran kerja dan secara psikologis dapat menurunkan tingkat stress pegawai. Organisasi diharapkan juga perlu memperhatikan Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 komitmen organisasional, baik komitmen afektif, komitmen continuance maupun komitmen normatif. Pegawai yang memiliki komitmen terhadap organisasinya cenderung memiliki kinerja yang tinggi, loyal, turn over pegawai rendah, dan menghindari tindakan yang akan merugikan organisasi. Kepuasan kerja dan komitmen organisasional dapat dicapai dengan memberikan total reward, baik berupa reward intrinsik maupun reward ekstrinsik. Reward intrinsik mencakup pekerjaan yang menyenangkan, hubungan atasan dan bawahan, pola komunikasi yang efektif, iklim kerja yang kondusif, dan fasilitas kerja. Sedangkan reward ekstrinsik yang diberikan organisasi dapat berupa upah/gaji pokok, insentif keuangan, tunjangan kerja, penghargaan dan pengakuan kerja, status dan pelatihan kerja kepada pegawai. Berdasarkan hasil penelitian, total reward mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional sehingga peningkatan kualitas total reward akan meningkatkan tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasional. 6.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain: 1. Keterbatasan waktu dan sumber daya dalam mengumpulkan data primer melalui kuesioner karena adanya proses birokrasi yang harus ditempuh pada objek penelitian yang dituju. 2. Meskipun sudah memenuhi batas minimal sampel yang diperlukan, jumlah sampel yang digunakan masih kurang mencukupi untuk merepresentasikan jumlah populasi pada objek penelitian. 3. Peneliti tidak dapat mengawasi secara langsung pengisian kuesioner sehingga ada beberapa bagian kuesioner yang tidak diisi oleh responden. 4. Peneliti tidak dapat menentukan responden penelitian secara langsung sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam penelitian karena adanya proses birokrasi yang harus dilaksanakan. 6.4 Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis sebelumnya, penelitian ini memiliki beberapa saran, yaitu 1. Sebagai upaya mensukseskan program reformasi birokrasi yang salah satunya perbaikan kualitas sumber daya manusia, instansi disarankan memberikan total reward yang menarik, baik berupa reward intrinsik maupun reward ekstrinsik. 2. Intansi diharapkan memberikan perhatian lebih terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional karena dapat mempengaruhi produktifias dan kinerja pegawai. Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 3. Instansi dapat meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasional dengan lebih fokus pada pengelolaan reward intrinsik dan reward nonfinansial, seperti penghargaan dan pengakuan kinerja, pola promosi berdasarkan kinerja dan kompetensi, pelatihan dan pengembangan pegawai, pola komunikasi yang efektif, hubungan atasan dan bawahan yang nyaman, fasilitas kantor yang memadai, dan standar&prosedur kerja yang kondusif. 4. Manajemen total reward perlu dikembangkan dan terintegrasi dengan program dan praktik manajemen yang memiliki pengaruh terhadap tindakan dan kinerja pegawai. 5. Instansi merancang manajemen total reward yang mendukung budaya kerja yang baik. 6. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar benar-benar menggambarkan objek penelitian 7. Peneliti disarankan mempersiapkan waktu dan sumber daya yang cukup jika melakukan penelitian pada lembaga pemerintah 7. Daftar Pustaka Armstrong, M., & Murlis, H. (2001). The Art of HRD: Reward Management (Vols. 9). London: Kogan Page. Berger, L A. and Beger, D.R. (2004). The Talent Manageent Handbook: Creating Organizational Excellence By Identifying Developing, and Promoting Your Best People. New York: McGraw Hill. Eslami, J.,& Gharakhani, D. (2012). Organizational Commitment and Job Satisfaction. ARPN Journal of Science and Technology, 2. Islam, R.,& Ismail, A. Z. (2004). Ranking of Employee’s Reward and Recognition Approaces: A Malaysian Perspective. Journal of International Business and Enterpreneurship Development, 2, 113-124. Istijanto. (2008). Riset Sumber Daya Manusia: Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-dimensi Kerja Karyawan. Jakarta: PT Gramedia. Kreitner, R., & Kinicki, A. (2011). Organizational Behavior (9th ed.). New York: McGraw Hill. Meyer, J. P., & Allen, N. J,. (1991). A Three-Component Conceptualization of Organizational Commitment. Human Resource Management Review, 1, 61-89. Meyer, J. P., Stanley, D. J., Herscovitch, L., & Topolnytsky, L. (2002). Affective, Contonuance, and Normative Commitment to the Organization: A Meta-analysis of Antecedents, Correlates, and Consequences. Journal of Vocational Behavior, 61, 20-52. Milkovich, G. T., Newman, J.M., & Gerhart, B. (2011). Compensation (10th ed.). New York: McGraw Hill Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 Nawab, S., & Bhatti, K. K. (2011). Influence of Employee Compensation on Organizational Commitment and Job Satisfaction: A Case Study of Educational Sector of Pakistan. International Journal of Business and Social Science, 2. Newman, A., & Sheikh, A. Z. (2012). Organizational Rewards and Employee Commitment: A Chinese Study. Journal of Managerial of Mangement Psychology, 27, 71-89. Noe, R.A., Hollenbeck, J.R., & Wright, P.M. (2003). Human Resource Management: Gaining A Competitive Advantage. New York: McGraw-Hill Robbins, S., & Judge, T. A. (2007). Organizational Behavior, (12th ed.). New Jersey: Pearson Education Robbins, Stephen P. 1996. Organizational Behavior: Concept, Controversies and Applications. US: Prentice Hall. Santoso, S. (2012). Analisis SEM Menggunakan AMOS. Jakarta: PT Gramedia Steers, R.M. (1977). Antecedents and Outcome of Organizational Commitment. Administrative Science Quarterly, 22, 46-56 Wijanto, S.H. (2008). Structural Equation Modelling Dengan Lisrel 8.8 (1st ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu. Christofferson, J., & King, B. (2006, Mei). New Total Rewards Model. Workspan, 1-8. Pranoto (2012). Reformasi Birokrasi: Upaya Membentuk SDM Profesional. (http://www.pajak.go.id/content/article/reformasi-birokrasi-upaya-membentuk-sdmprofesional) Priyadi (2012). Reformasi Perpajakan dan Strategi Pencitraan. (http://www.pajak.go.id/content/article/reformasi-perpajakan-dan-strategi-pencitraan) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/ PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (http://www.itjen.depkeu.go.id/files/pdf/PMK%20184%20PMK.01%202010.pdf) Peraturan Menteri Reformasi Birokrasi nomor PER/15/ M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi (http://ibau.bappenas.go.id/data/peraturan/Peraturan%20Menteri/PER MENPAN%20No.%2015%20Tahun%202008%20Pedoman%20Umum%20Reformasi %20Birokrasi.pdf) Reformasi Birokrasi Tidak Secepat Membalik Telapak Tangan. (2011, September). Jurnal Dialog Kebijakan Publik, p. vii. Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013 Pengaruh total ..., Woro Rahmat Hidayat, FE UI, 2013