Manuskrip Hukum Laut dari Pustaka Tun Sri Lanang

advertisement
http://aceh.tribunnews.com/2015/04/12/manuskrip-hukum-laut-dari-pustaka-tun-sri-lanang













Home
News
Nanggroe
Politik
Bisnis
Sport
Budaya
Komunitas
Opini
Droe Keu Droe
Tafakur
Epaper
Lainnya







Travel
Akomodasi
Kuliner
Destinasi
Shopping
Ticketing
TribunTravel.com
Home »
Citizen Reporter
Manuskrip Hukum Laut dari Pustaka Tun
Sri Lanang
Minggu, 12 April 2015 14:27
OLEH SULAIMAN TRIPA, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh,
melaporkan dari Bangi, Kuala Lumpur
ALHAMDULILLAH, dalam minggu ini saya berkesempatan lagi mengunjungi Perpustakaan
Tun Sri Lanang di Universiti Kebangsaan Malaysia. Ibarat kata pepatah, sekali mendayung,
dua-tiga pulau terlampaui. Saya sedang menikmati pepatah itu di Bangi, Malaysia.
Pasalnya, ketika ingin berangkat ke Jawa Tengah, seorang teman yang sedang kuliah di
Bangi (Kuala Lumpur) menyarankan saya memilih jalur negeri tetangga. Jadi singkatnya,
perjalanan ke Jawa ini melewati negara Malaysia. Selain banyak yang bisa dilihat dan
didapat, ternyata harga tiketnya pun lebih murah. Seandainya mau berangkat dalam satu hari
pun, ada banyak pilihan pesawat yang bisa connect dari Aceh.
Kepentingan awalnya sederhana saja, ingin melancong. Karena sudah beberapa kali ke
pustaka ini dan setiap ke pustaka tersebut selalu menghasilkan tulisan, kunjungan kali ini juga
harapannya demikian. Maka saya menggunakan kesempatan tersebut untuk menulis.
Di sini saya mendapat banyak bantuan dari mahasiswa Aceh yang sedang kuliah, baik
sarjana, magister, maupun doktoral. Sejak hari pertama datang, beberapa mahasiswa yang
saya kenal bertemu di pustaka. Mungkin karena tahu saya membutuhkan beberapa data
tentang hukum di Aceh pada masa dulu, masing-masing mereka pun menawarkan bantuan.
Sebelumnya, dengan bantuan mereka juga, saya mendapatkan beberapa hasil kajian mengenai
Majlis-majlis Acheh. Kali ini, saya mendapatkan satu manuskrip tentang hukum laut. Isi
manuskrip ini belum saya alihbahasakan seluruhnya, karena dalam beberapa hal saya harus
meminta bantuan mereka yang menguasai maknanya.
Manuskrip ini sangat penting bagi saya yang sudah menulis beberapa artikel tentang
perikanan, pesisir, dan hukum adat laut. Isi manuskrip ini, antara lain, tentang bagaimana
otoritas hukum di Aceh dulu mengatur tentang laut. Kalau dari beberapa keterangan yang
saya tangkap, sebenarnya tidak sebatas pada apa yang kita kenal sekarang dengan kelautan
semata.
Konteks laut yang dimaksudkan, seandainya dilihat sekarang ini, termasuk di dalamnya
pesisir, perikanan, kemaritiman, kesyahbandaran, dan tentu saja kelautan itu sendiri.
Pemilahan ini terkait dengan perkembangan ilmu yang sekarang semakin superspesialis.
Mungkin kalau dahulu apa yang disebut dengan laut bisa ditafsirkan sebagai semua masalah
laut. Maka sekarang ini, sebutan laut justru masih sangat umum, dengan perkembangan ilmu
yang sangat cepat.
Dalam hukum sendiri, antara berbagai lingkup, misalnya pesisir, perikanan, kemaritiman,
kesyahbandaran, dan kelautan sendiri, memiliki perbedaan masing-masing. Termasuk di
dalamnya yang sekarang dikembangkan di kampus adalah Hukum Adat Laut
Sederhananya, ketika disebutkan aspek hukum kelautan, tidak otomatis menggambarkan atau
mewakili aspek hukum perikanan. Demikian juga yang lain.
Tapi menariknya di negara kita, masing-masing itu memiliki dasar peraturan perundangundangan tersendiri. Untuk menulis sesuatu yang menyangkut dengan ranah (domain) laut,
maka otomatis harus membuka banyak sekali peraturan perundang-undangan. Tidak jarang
akan ditemukan isi satu peraturan dengan peraturan lain saling bertentangan. Namun dalam
hukum, ini bisa dijawab dengan adanya berbagai asas hukum untuk memilih yang lebih
tinggi, lebih terkini, dan lebih khusus.
Begitulah. Mendapatkan manuskrip ketika sedang menulis terkait dengan bagaimana kearifan
lokal Aceh tentang laut, maka itu seperti rezeki yang besarnya tiada tara. Sulit untuk
mendapatkan manuskrip tanpa bantuan teman-teman saya itu.
Ada dua hal yang saya ingatkan kepada mereka. Pertama, saya berusaha untuk menulis
tentang manuskrip ini, walau itu tidak berarti jaminan tulisan tersebut akan selesai. Kedua,
rasa syukur dan terima kasih saya yang tiada tara untuk mereka. Di samping rasa terima kasih
tersebut, saya juga tidak boleh melupakan untuk--bila sudah selesai--membagikan tulisan
saya itu. Semoga.
TRIBUNnews.com Network © 2017
•
About Us
•
Help
Privacy Policy
•
Terms of Use
•
Redaksi
•
Info iklan
Contact Us
Download