Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode 2007-2016) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Adelima Karnila 1113081000071 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2017 M Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode 2007-2016) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh : ADELIMA KARNILA NIM : 1113081000071 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Taridi Kasbi Ridho, MBA NIDN. 2004 1070 02 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF Hari ini Kamis, 13 April 2017 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa: Nama : Adelima Karnila NIM : 1113081000071 Jurusan : Manajemen Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode 2007-2016) Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 13 April 2017 1. Titi Dewi Warninda, SE., M.Si. (_________________________) NIP. 19731221 2005 01 2 002 Penguji I 2. Rahmat Gunawan, M.Si. (_________________________) NIP. - Penguji II ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hari ini, Selasa 26 September 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: Nama : Adelima Karnila NIM : 1113081000071 Jurusan : Manajemen Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode 2007-2016) Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 26 September 2017 1. Ela Patriana, Ir., MM. NIP. 19690528 200801 2 010 (_____________________) Ketua 2. Dr. Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA NIDN. 20041070 02 ( 3. Dr. Hj. Pudji Astuty, SE., MM NIDN. 0311 0658 05 ( 4. Dr. Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA NIDN. 20041070 02 ( ) Sekretaris ) Penguji Ahli ) Pembimbing I iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Adelima Karnila No. Induk Mahasiswa : 1113081000071 Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : Manajemen Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi, saya: 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan. 2. Tidak melakukan plagiasi terhaddap naskah karya orang lain. 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya. 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data. 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini. Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, 25 Agustus 2017 Yang Menyatakan (Adelima Karnila) iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI Nama : Adelima Karnila Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta, 17 September 1995 Agama : Islam Alamat : Jl. Asem IX No. 1 RT.011/005 Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan 12410 Telp/ Hp : 021-7695549/ 085945253238 E-mail : [email protected] PENDIDIKAN FORMAL 2013 – 2017 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 – 2013 : SMAN 74 Jakarta 2007 – 2010 : SMPN 68 Jakarta 2001 – 2007 : SDS Yapenka v ABSTRACT Capital markets have a very important role in moving the wheels of a country's economy. So that the capital market becomes one of the economic indicators of a country. Developments in capital markets can be monitored through changes in the stock price index of the traded stock. In addition to demand and supply factors, stock price index movement is also influenced by macroeconomic factors. External factors (macro) that can affect stock price changes such as government announcements such as the announcement of interest rate changes and economic policy packages, domestic political turmoil, the magnitude of inflation, changes in mining commodity prices such as oil and gold, economic policies of other countries, and Various other factors (Puspitarani, 2016). In addition to being influenced by macroeconomic factors, Indonesia's capital market is already integrated with world capital markets. This leads to the consequence that the movement of the Indonesian capital market will be affected by the movement of world capital markets either directly or indirectly (Samsul, 2008). The existence of gaps in previous research behind this research. The purpose of this research is to analyze the influence of SBI Interest Rate, Exchange Rate, World Gold Price, Dow Jones and Hang Seng Index on Jakarta Composite Index in 2007-2016 observation period. The analytical method used in this study is multiple regression analysis which is operated by using EViews 9 program. When using multiple regression analysis, the data used must meet the classical assumption test to make the regression equation produced is BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator). In addition, the test coefficient of determination, F test, and t test. The data used in this study is the monthly data of each research variable in the period 2007-2016. The result of this research indicates that the variable of SBI Interest Rate has a negative influence on IHSG. While the exchange rate variables, World Gold Price, Dow Jones Index, and Hang Seng Index have a positive effect on JCI. The adjusted R-square value is 96.6%, which means that the JCI movement can be explained by 96.6% of the five independent variables. Keyword: IHSG, macro economy, Capital market integration, Dow Jones Index, Hang Seng Index vi ABSTRAK Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam menggerakan roda perekonomian suatu negara. Sehingga pasar modal menjadi salah satu indikator perekonomian suatu negara. Perkembangan pada pasar modal dapat dipantau melalui perubahan indeks harga saham dari saham yang diperdagangkan. Selain faktor permintaan dan penawaran, pergerakan indeks harga saham juga dipengaruhi oleh faktor makroekonomi. Faktor eksternal (makro) yang dapat mempengaruhi perubahan harga saham antara lain seperti pengumuman pemerintah misalnya pengumuman perubahan suku bunga dan paket kebijakan ekonomi, gejolak politik dalam negeri, besarnya tingkat inflasi, perubahan harga komoditas tambang seperti minyak dan emas, kebijakan ekonomi negara lain, dan berbagai faktor lainnya (Puspitarani, 2016). Selain dipengaruhi oleh faktor makroekonomi, pasar modal Indonesia sudah terintegrasi dengan pasar modal dunia. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung maupun tidak langsung (Samsul, 2008). Adanya kesenjangan dalam penelitian terdahulu melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untukk menganalisis pengaruh variabel Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng terhadap IHSG dalam periode pengamatan 2007-2016. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda yang dioperasikan dengan menggunakan program EViews 9. Saat menggunakan analisis regresi berganda, data yang digunakan harus memenuhi uji asumsi klasik agar persamaan regresi yang dihasilkan bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator). Selain itu, dilakukan uji koefisien determinasi, Uji F, dan Uji t. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data bulanan dari setiap variabel penelitian pada periode 2007-2016. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Tingkat Suku Bunga SBI memiliki pengaruh negatif terhadap IHSG. Sementara variabel Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng berpengaruh positif terhadap IHSG. Nilai adjusted R-square adalah sebesar 96,6%, yang berarti bahwa pergerakan IHSG dapat dijelaskan sebesar 96,6% dari kelima variabel independen tersebut. Keyword: IHSG, makro ekonomi, Integrasi pasar modal, Indeks Dow Jones, Indeks Hang Seng vii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nya dalam kemudahan proses penyusunan dan penulisan skripsi bagi penulis. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Atas izin dari Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi guna memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana dalam skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode 2007-2016)”. Kemudahan dan kelancaran pada proses penulisan skripsi juga dilatarbelakangi oleh berbagai bentuk dukungan, baik material maupun moral kepada penulis dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dengan dukungan, bimbingan, bantuan, serta doa dari pihak-pihak tersebut. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan secara materil maupun moril kepada penulis, serta doa-doa yang diberikan untuk menunjang kelancaran penulisan skripsi, 2. Keluarga besar Asem IX, semua tante dan om yang telah memberikan dukungan dalam segala bentuk, 3. Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc., MA selaku Dekan FEB, Bapak Dr. Amilin, SE.Ak., M.Si selaku Wadek I FEB, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, MH selaku Wadek II FEB, dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA selaku Wadek III FEB, 4. Bapak Taridi Kasbi Ridho, MBA. selaku dosen pembimbing skripsi, karena waktu yang diberikan, kesabaran dalam pengarahan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama proses bimbingan skripsi, viii 5. Ibu Titi Dewi Warnida, SE, M.Si sebagai Ketua Jurusan Manajemen FEB dan Ibu Ela Patriana, Ir., MM. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Ade Suherlan, SE, MBA, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah mengarahkan dan memotivasi selama penulis menuntut ilmu di kampus ini, 7. Seluruh dosen dan tenaga pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas ilmu dan pelajaran bermanfaat yang telah diberikan, 8. Seluruh staff Tata Usaha Fakultas ekonomi dan bisnis, yang memudahkan penulis dalam kegiatan administrasi, 9. Irfan Setiyadi Yahya, yang telah memberikan waktu, tenaga, kesabaran dalam membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi, 10. Keluarga besar Warsep, terutama Alaya, Javier, Devanno, Punto, Done, Wahyu, Adhy Dharma, Khalis, dan Ori, 11. Sahabat- sahabat Allian.she, yaitu Cindy, Shaumi, dan Riska yang selalu membantu dan menyemangati penulis, Sahabat-sahabat Anti-Mainstream, yaitu Tiara, Alvika, dan Umi yang tanpa bosan selalu menemani dan mendukung penulis dari semester awal, 12. Sahabat-sahabat Manajemen Keuangan 2013, terutama Irfan, Sri, Rio, Deby, Laras, Tika, Melani, Acong, dan Indi. 13. Seluruh teman-teman Manajemen angkatan 2013, yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi 14. seluruh anggota KKN Lokal Daya. 15. Seluruh teman dan kerabat yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. ix Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar makalah ini menjadi lebih baik. Selain itu, penulis juga mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat dan berkontribusi baik untk kepentingan akademik maupun bisnis. Jakarta, 4 September 2017 Adelima Karnila NIM 1113081000071 x DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .................................. ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI.................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .......................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... v ABSTRACT ...................................................................................................... vi ABSTRAK........................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................................ 16 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 18 A. Landasan Teori ........................................................................................ 18 1. Ekonomi Makro .................................................................................... 18 2. Tingkat Suku Bunga SBI ...................................................................... 21 3. Nilai Kurs .............................................................................................. 24 4. Harga Emas Dunia ................................................................................ 26 5. Indeks Dow Jones.................................................................................. 28 6. Indeks Hang Seng ................................................................................. 29 8. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ............................................. 36 9. Teori Portofolio ..................................................................................... 37 10. Multi-Factor Model (MFM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) .. 38 B. Keterkaitan Antar Variabel .................................................................... 44 C. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 49 xi D. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 67 E. Hipotesis ................................................................................................... 70 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 72 A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 72 B. Metode Penentuan Sampel ...................................................................... 72 C. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 74 D. Metode Analisis Data ............................................................................... 76 1. Uji Asumsi Klasik ................................................................................. 76 2. Analisis Regresi Linier Berganda ......................................................... 88 3. Pengujian Hipotesis .............................................................................. 89 E. Operasional Variabel Penelitian ............................................................. 92 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................... 97 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................................... 97 1. Perkembangan Bursa Efek Indonesia dan IHSG ................................ 97 B. Analisis dan Pembahasan ........................................................................ 98 1. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ................................................ 98 2. Uji Asumsi Klasik ............................................................................... 108 3. Uji Hipotesis ........................................................................................ 115 a. Uji t (Parsial) .................................................................................. 115 b. Uji F (Simultan) .............................................................................. 119 c. Koefisien Determinasi (𝐑𝟐) ............................................................ 120 4. Analisis Persamaan Regresi Linier Berganda ................................... 122 C. Interpretasi Data .................................................................................. 123 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 134 A. Kesimpulan ............................................................................................ 134 B. Saran ...................................................................................................... 137 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 138 LAMPIRAN ................................................................................................... 142 xii DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ..........................................................................55 Tabel 3.1 Durbin Watson d test: Pengambilan Keputusan .................................83 Tabel 4.1 Output Uji Multikolinieritas ........................................................... 109 Tabel 4.2 Output Uji Heteroskedastisitas......................................................... 110 Tabel 4.3 Output Uji Autokorelasi .................................................................. 112 Tabel 4.4 Output Uji Autokorelasi Setelah Cochrane-Orcutt .......................... 113 Tabel 4.5 Output Uji Statistik Parametrik secara Parsial .................................. 115 Tabel 4.6 Output Uji Statistik secara Simultan (Uji F) ..................................... 119 Tabel 4.7 Koefisien Determinasi (R2 ) ............................................................. 120 xiii DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016 .. 2 Gambar 1.2 Perbandingan Produk Domestik Bruto di Dunia ............................... 9 Gambar 1.3 Volume Perdagangan IHSG 2007-2008 ..........................................11 Gambar 2.1 Mekanisme Perdagangan di Bursa ..................................................33 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh antara Variabel Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng terhadap IHSG ..................................................................................................67 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran ......................................................................68 Gambar 4.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016 98 Gambar 4.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI 2007-2016 ......................99 Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah 2007-2016 ..... 100 Gambar 4.4 Perkembangan Harga Emas Dunia 2007-2016 ............................ 101 Gambar 4.5 Perkembangan Indeks Dow Jones 2007-2016 .............................. 105 Gambar 4.6 Perkembangan Indeks Hang Seng 2007-2016 .............................. 106 Gambar 4.7 Output Uji Jarque-Bera ............................................................... 108 Gambar 4.8 Ilustrasi Posisi Angka Durbin-Watson ......................................... 114 xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasar modal merupakan salah satu subsektor yang memainkan peran yang sangat penting dalam menggerakan roda perekonomian suatu negara. Sehingga pasar modal menjadi salah satu indikator perekonomian suatu negara. Ada dua fungsi utama yang dijalankan oleh pasar modal, yaitu pertama, sebagai sumber pembiayaan bagi entitas bisnis. Dimana perusahaan yang membutuhkan dana dapat memperoleh dana dari pasar modal yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha maupun tambahan modal perusahaan dan sebagainya. Kedua, sebagai sarana berinvestasi bagi masyarakat, seperti saham, obligasi dan instrumen keuangan lainnya. Masyarakat dapat menggunakan pasar modal untuk berinvestasi pada instrumen keuangan tersebut sesuai dengan pilihan keuntungan dan risikonya (Raraga, et. al, 2012). Perkembangan pada pasar modal dapat dipantau melalui perubahan indeks harga saham dari saham yang diperdagangkan. Indeks harga saham merupakan indikator yang menunjukkan trend dari harga saham dalam bursa. Indeks harga saham berubah mengikuti perubahan pada harga saham yang diperdagangkan. Pembentukan harga saham dipengaruhi oleh permintaan (demand) dan penawaran (supply) para investor atas saham tersebut. Pemantauan indeks harga saham dapat memudahkan investor memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk memprediksi seberapa besar pendapatan (return) yang akan diperoleh pada masa 1 yang akan datang. Hal ini disebabkan karena investor membeli sejumlah saham pada saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham di masa yang akan datang (Tandelilin, 2001). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu harga saham, yaitu faktor internal perusahaan penerbit saham maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi harga saham berasal dari kondisi perusahaan penerbit saham itu sendiri, seperti posisi laba dan hutang perusahaan atau struktur manajemen perusahaan tersebut. Faktor internal yang mempengaruhi terbentuknya harga saham berbeda-beda pada setiap emiten, maka dari itu resiko yang timbul dari faktor internal merupakan resiko tidak sistematis. Risiko yang dapat dieliminasi dengan diversifikasi disebut dengan risiko tidak sistematis (unsystematic risk) (Sudiyatno, et. al, 2009). Gambar 1.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016 IHSG 12/1/2016 5/1/2016 10/1/2015 3/1/2015 8/1/2014 1/1/2014 6/1/2013 11/1/2012 4/1/2012 9/1/2011 2/1/2011 7/1/2010 12/1/2009 5/1/2009 10/1/2008 3/1/2008 8/1/2007 1/1/2007 6000.00 5000.00 4000.00 3000.00 2000.00 1000.00 0.00 IHSG Sumber: yahoo.finance.com (data diolah) 2 Dari grafik diatas dapat dilihat perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bahwa pada periode 2008-2009 IHSG mengalami penurunan. Di pasar saham, volume perdagangan saham dan IHSG mengalami tekanan kuat. Hingga memaksa otoritas BEI menghentikan perdagangan (blackout) pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis, dari sebesar 2.830 pada awal tahun menurun menjadi 1.355 pada akhir 2008 (www.bi.go.id). Indeks harga saham adalah indikator atau cerminan pergerakan harga saham. Indeks merupakan salah satu pedoman bagi investor untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham. IHSG Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen perhitungan Indeks. Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar yang wajar, Bursa Efek Indonesia berwenang mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa Perusahaan Tercatat dari perhitungan IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain, jika jumlah saham Perusahaan Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free float) relatif kecil sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga perubahan harga saham Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi kewajaran pergerakan IHSG (www.idx.co.id). Berdasarkan data dari www.idx.co.id bahwa saat ini kapitalisasi pasar IHSG adalah sebesar Rp 6.346 Triliun. Yang berarti bahwa pasar IHSG berperan penting dalam perekonomian Indonesia, dengan menguatnya kapitalisasi IHSG ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan (emiten) memiliki peluang yang baik untuk mendapatkan modal untuk operasional perusahaannya, sedangkan para 3 investor dapat memiliki kesempatan untuk mendapatkan return. Dengan hubungan tersebut maka dapat menggerakan aktivitas dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Selain dipengaruhi oleh permintaan (demand) dan penawaran (supply), harga saham juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal (makro) yang berasal dari luar perusahaan (lingkungan makro). Faktor eksternal (makro) yang dapat mempengaruhi perubahan harga saham antara lain seperti pengumuman pemerintah misalnya pengumuman perubahan suku bunga dan paket kebijakan ekonomi, gejolak politik dalam negeri, besarnya tingkat inflasi, perubahan harga komoditas tambang seperti minyak dan emas, kebijakan ekonomi negara lain, dan berbagai faktor lainnya (Puspitarani, 2016). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi Indeks Saham, antara lain perubahan tingkat suku bunga bank sentral, keadaan ekonomi global, tingkat harga energi dunia, kestabilan politik suatu negara dan lain-lain (Blanchard, 2006). Sudjono dalam Syarofi (2014) memperoleh bukti empiris dalam penelitiannya bahwa variabel-variabel makro seperti bunga deposito, SBI, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dan inflasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham. Sedangkan menurut Samsul dalam Raraga, et. al. (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi pasar modal, antara lain: kurs valuta asing, kondisi perekonomian internasional dan siklus ekonomi suatu negara. Faktor lain yang mempengaruhi pasar modal adalah perilaku investor. Menurut Rusbariand 4 et. al (2012) variabel-variabel indikator ekonomi makro seperti harga minyak dunia, harga emas dunia, laju inflasi sampai pada tingkat kurs rupiah terhadap mata uang asing terus senantiasa berfluktuasi di setiap periodenya sehingga terindikasi berpengaruh terhadap kegiatan investasi di pasar modal yang menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara. Investasi dalam bentuk emas dipercaya sebagai salah satu komoditi yang menguntungkan disebabkan selain harganya yang cenderung mengalami peningkatan, emas juga merupakan bentuk investasi yang sangat liquid, karena dapat diterima di wilayah atau di negara mana pun. Ketika potensi imbalan (return) berinvestasi dalam saham atau obligasi tidak lagi menarik dan dianggap tidak mampu mengompensasi risiko yang ada, maka investor akan mengalihkan dananya ke dalam aset riil seperti logam mulia atau properti yang dianggap lebih layak dan aman. Bila dibandingkan dengan investasi lain di pasar keuangan, emas hanya memegang porsi yang sangat minim (Rusbariand et. al, 2012). Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi investor seperti tingkat inflasi, fluktuasi pasar saham dan komoditas termasuk harga minyak. Investor akan memikirkan untuk memilih investasi yang memiliki tingkat risiko yang lebih kecil. Salah satu bentuk investasi tersebut adalah investasi pada produk emas yang dianggap dapat mempertahankan nilainya dengan baik dan juga dapat digunakan untuk melakukan lindung nilai (hedging) terhadap inflasi (Wang et al 2010). Fakta sejarah menunjukkan bahwa di 5 negara-negara selama periode kemerosotan pasar saham, emas selalu menunjukkan tren lebih baik (Raraga, et. al, 2012). Secara umum, perubahan harga emas berkorelasi mendekati nol dengan imbal hasil saham, sehingga emas menjadi diversifikasi aktiva yang efektif ekuitas investor. Hal ini konsisten dengan peran tradisional emas sebagai hedging atas inflasi, karena inflasi yang lebih tinggi biasanya menyebabkan harga emas juga lebih tinggi. Investor yang tertarik dengan emas tidak perlu membatasi diri hanya ke bentuk emas batangan. Kemungkinan lain bisa dari saham perusahaan tambang, futures emas atau logam berharga jenis lain seperti perak (Sharpe, 2006). Sementara itu, nilai kurs rupiah terhadap dollar AS menjadi salah satu faktor yang turut mempengaruhi pergerakan indeks saham di pasar modal Indonesia. Kestabilan pergerakan nilai kurs menjadi sangat penting, terlebih bagi perusahaan yang aktif dalam kegiatan ekspor impor yang tidak dapat terlepas dari penggunaan mata uang asing yaitu dollar Amerika Serikat sebagai alat transaksi atau mata uang yang sering digunakan dalam perdagangan. Fluktuasi nilai kurs yang tidak terkendali dapat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal (Witjaksono, 2010). Suku bunga acuan adalah suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral yang mencerminkan langkah dan arah kebijakan ekonomi mendatang. Suku bunga acuan di Indonesia disebut dengan BI rate. Suku bunga ini akan menjadi acuan bagi perbankan dalam menentukan besaran 6 suku bunga tabungan, giro, dan deposito yang akan diberikan kepada nasabah. Tingkat suku bunga yang meningkat dapat mempengaruhi keputusan investor untuk menarik investasinya pada saham dan memilih untuk memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito (Tandelilin, 2001). Avonti dan Prawoto dalam Syarofi (2014) mengatakan bahwa kenaikan suku bunga SBI akan mendorong investor untuk mengalihkan dananya dari saham ke instrumen ini maupun ke tabungan dan deposito, karena bisa memberikan tingkat pengembalian yang lebih baik. Kondisi seperti ini akan memicu penurunan IHSG, begitu juga sebaliknya. Jika suku bunga SBI turun atau memberikan keuntungan yang lebih rendah dari saham, maka investor akan berbondong-bondong masuk ke pasar modal kembali, sehingga posisi IHSG bisa terangkat. Mata uang yang suku bunganya turun selanjutnya akan mengalami depresiasi (pelemahan nilai tukar). Turunnya harga saham dalam negeri juga akan menyebabkan investor asing mengurangi permintaan mata uang domestik. Selain itu, ketika terjadi perubahan permintaan dan pasokan valuta asing akan menyebabkan arus keluar modal dan depresiasi mata uang domestik. Sebaliknya, ketika harga saham naik, investor asing menjadi bersedia untuk berinvestasi pada efek ekuitas suatu negara. Dengan demikian, mereka akan mendapatkan manfaat dari diversifikasi internasional. Situasi ini akan menyebabkan masuknya arus modal dan apresiasi mata uang domestik (Raraga, et. al, 2012). 7 Karim, et al dalam Syarofi (2014) mengemukakan bahwa pasar modal Indonesia sudah terintegrasi dengan pasar modal dunia. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung maupun tidak langsung (Samsul, 2008). Berdasarkan data yang bersumber dari World Bank, 3 negara yang menempati kedudukan dengan Produk Domestik Bruto tertinggi di dunia adalah Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, dan Jepang. Per tahun 2016, Amerika Serikat tercatat memilik GDP sebesar US$ 18,036,648,000, sedangkan Tiongkok tercatat memiliki GDP sebesar US$ 11,064,665,000, dan Jepang sebesar US$ 4,383,076,000. Sedangkan Indonesia berada pada posisi ke 16 dengan GDP sebesar US$ 861,934,000. Jumlah total GDP di dunia adalah US$ 74,188,701,000 (http://data.worldbank.org/data-catalog/gdp-ranking-table). 8 Gambar 1.2 Perbandingan Produk Domestik Bruto di Dunia GDP DUNIA 17% Amerika Serikat Tiongkok 10% Jepang 4% 68% Indonesia 1% lainnya (sumber: World Bank, data diolah) Perubahan keadaan ekonomi di kedua negara tersebut dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia, baik melalui kegiatan ekspor impor barang dan jasa, aliran dana dari investor kedua negara tersebut, atau perubahan tingkat risiko bisnis di kedua negara tersebut. Salah satu variable ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian suatu negara adalah indeks saham di negara tersebut. Hal ini dimungkinkan karena ketika negara tersebut memiliki prospek perekonomian yang cerah, otomatis investor akan tertarik untuk menanamkan dananya di pasar modal negara yang bersangkutan. Hal ini akan mendorong terjadinya masa-masa bullish yang akan mendorong pergerakan indeks saham. Demikian pula sebaliknya, ketika dirasakan suasana perekonomian suram, akan tercermin pula dalam indeks sahamnya 9 yang akan turun (Witjaksono, 2010). Samsul dalam Firdaus (2015) mengemukakan bahwa itulah sebabnya investor selalu memperhatikan indeks saham global setiap hari sebelum dan sepanjang perdagangan berlangsung. IHSG sedikit banyak akan terpengaruh oleh indeks global/regional tersebut disamping kondisi makro ekonomi dalam negeri sendiri. Seperti yang ditunjukkan pada grafik di atas bahwa Amerika serikat memiliki total Gross Domestic Product urutan pertama di dunia, maka pergerakan ekonomi Amerika Serikat akan mempengaruhi pergerakan ekonomi di negara-negara lainnya, tanpa terkecuali di Indonesia. Contohnya ketika terjadi krisis ekonomi global pada tahun 2008 yang berdampak sistematis terhadap kondisi keuangan global menunjukkan peran Amerika Serikat dalam pergerakan ekonomi di dunia. Meskipun subprime mortgage inilah yang menjadi awal terciptanya krisis, namun sebenarnya jumlahnya relatif kecil dibandingkan keseluruhan kerugian yang pada akhirnya dialami oleh perekonomian secara keseluruhan. Kerugian besar yang terjadi sebenarnya bersumber dari praktik pengemasan subprime mortgage tersebut ke dalam berbagai bentuk sekuritas lain, yang kemudian diperdagangkan di pasar finansial global. Di pasar saham, volume perdagangan saham dan IHSG mengalami tekanan kuat. Hingga memaksa otoritas BEI menghentikan perdagangan (blackout) pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis, dari sebesar 2.830 pada awal 10 tahun menurun menjadi 1.355 pada akhir 2008 (Grafik 1.2). Kecepatan imbas krisis finansial global ini ke pasar keuangan domestik salah satunya didukung oleh struktur pasar keuangan domestik yang telah terintegrasi dengan pasar keuangan global. Selain itu, gejolak di pasar saham tidak terlepas dari cukup tingginya proporsi asing dalam perdagangan saham selama ini. (http://www.bi.go.id/id/publikasi/kebijakan-moneter/outlook ekonomi/Documents). Gambar 1.3 Volume Perdagangan IHSG 2007-2008 (sumber: bi.go.id) Dari penjelasan diatas diketahui bahwa pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dipengaruhi oleh pergerakan ekonomi di Amerika Serikat. Dalam beberapa penelitian, pergerakan ekonomi tersebut diukur dengan melihat Indeks saham yang terdapat di Amerika, salah 11 satunya adalah Indeks Dow Jones. Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa Indeks Dow Jones mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil Penelitian Witjaksono (2010), Firdaus (2015), dan Ernayani & Mursalin (2015) menunjukkan bahwa Indeks Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar saham tertua di Amerika Serikat dan merupakan representasi dari kinerja industri terpenting di Amerika Serikat. Perusahaan yang tercatat di Indeks Dow Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Kegiatan operasi mereka tersebar di seluruh dunia. Perusahaan seperti Coca-Cola, Exxon Mobil, Citigroup, Procter & Gamble adalah salah satu contoh perusahaan yang tercatat di Dow Jones dan beroperasi di Indonesia. Indeks Dow Jones yang bergerak naik, menandakan kinerja perekonomian Amerika Serikat secara umum berada pada posisi yang baik. Dengan kondisi perekonomian yang baik, akan menggerakkan perekonomian Indonesia melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik investasi langsung maupun melalui pasar modal (Sunariyah,2006). Aliran modal yang masuk melalui pasar modal tentu akan memiliki pengaruh terhadap perubahan IHSG (Witjaksono, 2010). Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa Tingkok menempati kedudukan kedua dalam urutan PDB terbesar di dunia. Belakangan ini perekonomian Indonesia diutunjang dengan adanya kerja sama antara Tiongkok dengan Indonesia. Dikutip dari economy.okezone.com yang 12 mengabarkan bahwa kerja sama BCSA (Bilateral Currency Swap Agreement) yang diperpanjang pada 2013 ini akan berakhir pada Oktober 2016. Perpanjangan kerja sama BCSA tersebut mencakup kenaikan nilai kerja sama yang telah disepakati oleh Kepala Negara RI dan China dari 100 miliar Renminbi (Yuan) menjadi 130 miliar yuan atau setara Rp266,09 triliun (Rp2047 per Yuan). Pinjaman dari PBC (People’s Bank of China) ini akan dipakai untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa aliran dana dari investor Tiongkok mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia dalam periode penelitian. Sehingga adanya perubahan keadaan ekonomi di Tiongkok dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia, perubahan yang dimaksud adalah seperti perubahan tingkat risiko bisnis di ketiga negara tersebut. Salah satu variabel ekonomi yang dapat dijadikan pengukuran kinerja perekonomian suatu negara adalah indeks saham di negara tersebut. Untuk itu penelitian ini mencoba meneliti pengaruh indeks Hang Seng terhadap IHSG. Indeks Hang Seng digunakan untuk mendata dan memonitor perubahan harian dari perusahaan-perusahaan terbesar di pasar saham Hong Kong dan sebagai indikator utama dari performa pasar saham di Hong Kong. Ke-42 perusahaan tersebut mewakili 65% dari nilai kapitalisasi seluruh nilai saham yang tercatat pada The Stock Exchange of Hong Kong Ltd. (SEHK). Oleh karena itu naik atau turunnya index HSI merupakan refleksi performance dari keseluruhan saham-saham yang 13 diperdagangkan (https://hangsengindex.wordpress.com/apa-itu-hang sengindex). Peneltian tentang pengaruh indeks Hang Seng terhadap IHSG telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Sari (2012) dan Syarofi (2014) menunjukkan bahwa Indeks Saham Hang Seng berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ada kontradiksi atas apa yang diungkapkan oleh Sunariyah (2006) dan M. Samsul (2007) bahwa penurunan tingkat suku bunga, harga energi serta meningkatnya indeks bursa dunia akan ikut meningkatkan indeks harga saham dinegara yang bersangkutan. Hal ini tentu menarik untuk diteliti mengapa terjadi fenomena tersebut (Witjaksono, 2010). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan pengaruh tingkat suku bunga terhadap Indeks saham. Ardian Agung Witjaksono (2010) dan Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG. Sedangkan untuk variabel nilai tukar (kurs) pada penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang beragam. Ardian Agung Witjaksono (2010), Rusbariand et al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap indeks saham. Namun berbeda dengan hasil penelitian Ginanjar Firdaus (2015) dan Robert D. Gay, Jr. (2016) yang menunjukkan bahwa nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap indeks saham. Sedangkan Rihfenti 14 Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh terhadap IHSG. Sama halnya dengan hasil penelitian mengenai harga emas dunia, penemuannya beragam. Ardian Agung Witjaksono (2010) dan Ginanjar Firdaus (2015) menemukan bahwa harga emas dunia berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Sedangkan Rusbariand et al (2012), Raraga et, al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) menemukan tidak ada pengaruh signifikan antara harga emas dunia dengan indeks saham. Berdasarkan latar belakang dan adanya research gap seperti yang telah diuraikan diatas mengenai pengaruh tingkat suku bunga SBI, Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), maka dilakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode 2007-2016)”. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya. Adapun dalam penelitian ini variabel-variabel independen yang digunakan adalah Tingkat suku bunga SBI, Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng. Serta variabel dependen adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Periode pengamatan dalam penelitian ini dilakukan selama 10 tahun yaitu dari tahun 2007 sampai dengan 2016. 15 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh antara Tingkat Suku Bunga SBI dengan IHSG? 2. Apakah terdapat pengaruh antara Kurs dengan IHSG? 3. Apakah terdapat pengaruh antara Harga Emas Dunia dengan IHSG? 4. Apakah terdapat pengaruh antara Indeks Dow Jones dengan IHSG? 5. Apakah terdapat pengaruh antara Indeks Hang Seng dengan IHSG? 6. Apakah terdapat pengaruh secara simultan antara Tingkat Suku Bunga SBI, nilai Kurs, Harga emas dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng terhadap IHSG? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu: 1. Untuk menganalisis pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG. 2. Untuk menganalisis pengaruh Kurs terhadap IHSG. 3. Untuk menganalisis pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG. 4. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG. 5. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG. 16 6. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan antara Tingkat Suku Bunga SBI, nilai Kurs, Harga emas dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng terhadap IHSG. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi pelaku bisnis dan praktisi keuangan Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dalam menjalankan praktik pasar modal. b. Bagi pemerintah, Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk mengatasi kondisi ekonomi makro di Indonesia. c. Bagi pihak akademisi, Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan seputar pasar modal dan ekonomi makro. d. Bagi peneliti, Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi serta bahan tambahan informasi dan membantu perkembangan penelitian selanjutnya. 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ekonomi Makro Dalam tahun 1929-1932 terjadi kemunduran ekonomi di seluruh dunia, yang bermula dari kemerosotan ekonomi di Amerika Serikat. Periode itu dinamakan The Great Depression. Pada puncak kemerosotan ekonomi itu, pendapatan nasionalnya (ukuran dari tingkat ekonomi yang dicapai sesuatu negara) mengalami kemerosotan yang sangat tajam. Kemunduran ekonomi yang serius itu meluas ke seluruh dunia- ke negaranegara industri lain maupun ke negara-negara miskin. Kemunduran ekonomi tersebut menimbulkan kesadaran kepada ahli-ahli ekonomi bahwa mekanisme pasar tidak dapat secara otomatis menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang teguh dan tingkat pengangguran tenaga kerja penuh. Dan teori-teori ekonomi sebelumnya juga tidak dapat menerangkan mengapa peristiwa kemunduran ekonomi yang serius tersebut dapat terjadi. Ketidakmampuan tersebut mendorong seorang ahli ekonomi Inggris yang terkemuka pada masa tersebut, yaitu John Maynard Keynes, mengemukakan pandangan dan menulis buku yang pada akhirnya menjadi landasan kepada teori makroekonomi modern. Keynes berpendapat pengeluaran agregat, yaitu perbelanjaan 18 masyarakat ke atas barang dan jasa, adalah faktor utama yang menentukan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai suatu negara. Seterusnya Keynes berpendapat bahwa dalam sistem pasar bebas penggunaan tenaga kerja penuh tidak selalu tercipta dan diperlukan usaha dan kebijakan pemerintah untuk menciptakan tingkat penggunaaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi yang teguh (Sukirno, 2012: 7). Analisis mengenai penentuan tingkat kegiatan yang dicapai sesuatu perekonomian merupakan bagian terpenting dari analisis makroekonomi. Analisis tersebut menunjukkan bagaimana pengeluaran agregat (permintaan agregat) dan penawaran agregat akan menentukan tingkat kegiatan suatu perekonomian dalam suatu periode tertentu dan pendapatan nasional/produksi nasional yang tercipta. Masalah makaroekonomi utama yang akan selalu dihadapi suatu negara menurut Sukirno (2012: 9) adalah: a. Masalah pertumbuhan ekonomi b. Masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi c. Masalah pengangguran d. Masalah kenaikan harga-harga (inflasi) e. Masalah neraca perdagangan dan neraca pembayaran McConnel, et al (2004) menyatakan bahwa ekonomi makro atau makro ekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan (agregat) yang mencakup unsur-unsur rumah tangga (household), perusahaan dan pasar, dimana makro ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang 19 mempengaruhi rumah tangga (household), perusahaan dan pasar. Pasar yang dimaksud terdiri dari tiga komponen pasar utama, yaitu pasar komoditas, pasar uang dan pasar modal. Kondisi makro perekonomian suatu negara merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang ada di negara tersebut (Samsul, 2008). Faktor-faktor makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja perusahaan antara lain: a. Tingkat bunga umum domestik b. Tingkat inflasi c. Peraturan perpajakan d. Kebijakan khusus pemerintah yang terkait dengan perusahaan tertentu e. Kurs valuta asing f. Tingkat bunga pinjaman luar negeri g. Kondisi perekonomian internasional h. Siklus ekonomi i. Faham ekonomi j. Peredaran uang Perubahan faktor makro ekonomi di atas tidak akan dengan seketika mempengaruhi kinerja perusahaan, tetapi secara perlahan dalam jangka panjang. Sebaliknya, harga saham akan terpengaruh dengan 20 seketika oleh perubahan faktor makro ekonomi itu karena investor lebih cepat bereaksi (Samsul, 2006). 2. Tingkat Suku Bunga SBI Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang jangka pendek yang dijual secara diskonto melalui lelang. Jangka waktu jatuh tempo SBI mulai dari 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan (Siamat, 2005:92). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/4/DPM tanggal 16 Februari 2004 tentang penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI merupakan instrumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka sebagai pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (Siamat, 2005:262). Menurut Siamat (2005:263), sertifikat Bank Indonesia sebagai instrumen pasar uang memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Satuan unit sebesar Rp 1.000.000,00. 21 b. Jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 1 bulan dan paling lama 12 bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo. c. Diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto (discounted basis). d. Diterbitkan tanpa warkat (scriptless). e. dapat diperdagangkan di pasar sekunder. f. Nilai diskonto dihitung sebagai berikut: Nilai diskonto = Nilai nominal – nilai tunai g. Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount)dengan menggunakan formula berikut: Nilai Tukar = Nilai nominal x 360 360 + (Tingkat diskonto x jangka waktu) Definisi BI rate sendiri menurut Bank Indonesia adalah suku bunga instrument sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada Rapat Dewan Gubernur triwulanan untuk berlaku selama 22 triwulan berjalan, kecuali ditetapkan berbeda oleh Rapat Dewan Gubernur bulanan dalam triwulan yang sama. BI rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI 1 bulan hasil lelang operasi pasar terbuka berada di sekitar BI rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga pasar uang antar bank dan suku bunga jangka yang lebih panjang. Perubahan BI rate (SBI tenor 1 bulan) ditetapkan secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps) (www.bi.go.id). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yaitu dikeluarkan oleh pengakuan utang berjangka waktu Bank pendek Indonesia (1-3 bulan) sebagai dengan sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga SBI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian 23 yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.(https://id.wikipedia.org/wiki/Sertifikat_Bank_Indo nesia). 3. Nilai Kurs Valuta asing atau foreign exchange (forex) atau foreign currency diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan yang mempuyai catatan kurs resmi pada bank sentral. Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai dibandingkan dengan mata uang lainnya. Mata uang hard currency ini umumnya berasal dari negara-negara industri maju seperti Dollar-Amerika Serikat (USD), Yen-Jepang (JPY) , Euro (EUR), Poundsterling-Inggris (GBP), DollarAustralia (AUD), Franc-Swiss (SFR), dan lain-lain (Hady, 2012: 65). Menurut Sukirno (2012: 21) kurs valuta asing adalah salah satu alat pengukur lain yang selalu digunakan untuk menilai keteguhan sesuatu ekonomi adalah perbandingan nilai sesuatu mata uang asing (misalnya Dollar US) dengan nilai mata uang domestic (misalnya Rupiah). Kurs 24 valuta asing dapatlah dipandang sebagai “harga” dari sesuatu mata uang asing. Nilai tukar menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus diperuntukkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain. Istilah lain dari rasio perukaran tersebut adalah nilai tukar (exchange rate) atau disebut juga kurs valuta asing (Murni, 2013:230). Salah satu ciri era globalisasi yang menonjol saat ini yaitu adanya arus uang dan modal dalam bentuk valas atau foreign currency antara berbagai pusat keuangan di berbagai negara yang semakin besar dan cepat, seakan-akan mengalir tanpa mengenal kewarganegaraan pemiliknya dan tanpa batas wilayah (borderless). Aliran valas yang besar dan cepat untuk memenuhi tuntutan perdagangan, investasi, dan spekulasi dari suatu tempat yang surplus ke tempat yang defisit dapat terjadi karena adanya beberapa faktor atau kondisi yang berbeda sehingga berpengaaruh menimbulkan perbedaan kurs valas atau forex rate di masing-masing tempat (Hady, 2012:109). a. Jenis Nilai Tukar Murni (2013:234) mengemukakan bahwa terdapat dua macam sistem dalam penetapan kurs valuta asing berdasarkan sistem moneter internasional sebagai berikut: 25 1) Fix exchange rate system, merupakan sistem kurs tetap atau disebut juga kurs berdasarkan Bretton Woods System. 2) Floating exchange rate system, merupakan sistem kurs mengambang yang ditetapkan melalui mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valuta asing. b. Faktor-faktor yang mempengaruihi Nilai tukar Beberapa faktor atau kondisi yang berbeda dan mempengaruhi kurs valas di masing-masing tempat tersebut antara lain sebagai berikut (Hady, 2012:109): 1) Supply dan demand foreign currency, 2) Posisi Balance of Payment (BOP), 3) Tingkat inflasi, 4) Tingkat bunga, 5) Tingkat income, 6) Pengawasan pemerintah, 7) Ekspektasi, spekulasi, dan rumor. 4. Harga Emas Dunia Proses penentuan harga emas dunia mengacu pada permintaan dan penawaran, seperti halnya komoditas dan aset lainnya. Khusus untuk emas, ada beberapa perbedaan. Harga emas internasional yang 26 paling sering digunakan di pasar emas yaitu harga emas tetap (gold fix) dan harga emas spot (spot price). a. Harga Gold Fix Harga emas tetap, atau disebut juga dengan London Fix, ditetapkan setiap hari pada pukul 10.30 GMT (ini untuk London Gold AM Fix) dan pada pukul 15.00 GMT (untuk London Gold PM Fix). Gold fix didasarkan pada patokan harga emas di pasar emas London, tempat sebagian besar transaksi perdagangan emas dunia terjadi. Harga Gold Fix ditentukan oleh sebuah lembaga bernama London Buillion Market Association (LBMA) yang merupakan asosiasi perdagangan yang meliputi lebih dari 100 bank terbesar di dunia, lembaga keuangan, dan stakeholder logam mulia. Lembaga ini bertugas mendefinisikan standar emas dan perak, menentukan bagaimana praktik perdagangan yang baik, dan menentukan standar dokumentasi, yang semuanya berperan penting dalam penentuan harga emas. LBMA terdiri dari lima perusahaan yang berfungsi sebagai penentu pasar. Mereka juga memiliki dua sambungan konferensi setiap hari untuk menyepakati harga. Lima perusahaan ini tidak hanya mewakili dirinya sendiri, namun juga anggota yang lain. Lima perusahaan ini memberikan respon terhadap harga awal yang disarankan. Respon ini didasarkan pada order yang mereka miliki. 27 Mereka berkonsultasi dengan klien sebelum menerima harga emas yang diusulkan dan tentunya juga didasarkan pada kepentingan mereka sendiri. Setelah negosiasi, harga gold fix ditetapkan dalam satuan US Dollar, Euro, dan Poundsterling Inggris. Harga ini yang disepakati hampir di seluruh dunia. Pasar New York, Dubai, Hongkong, dan yang lain memiliki perhitungan sendiri, namun jarang digunakan di luar pasar lokal. b. Harga Spot Harga spot adalah harga emas yang paling banyak digunakan. Harga spot merupakan harga emas real time yang diperbarui setiap saat. Harga spot inilah yang dipublikasikan di situs-situs web penjual emas dan menjadi dasar untuk menentukan harga di toko emas lokal. Gold fix berperan sebagai dasar untuk menentukan harga spot, namun harga spot sifatnya fluktuatif sepanjang hari, tergantung perkembangan dan reaksi pasar terhadap harga gold fix yang diumumkan pada 10.30 GMT dan 15.00 GMT (http://odnv.co.id/beginilah-harga-emas-internasionaldibentuk-dan-ditentukan). 5. Indeks Dow Jones Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks pasar saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri Dow Jones & Company Charles Dow. Dow membuat indeks ini 28 sebagai suatu cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika. Saat ini DJIA merupakan indeks pasar AS tertua yang masih berjalan. Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30 perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Untuk mengkompensasi efek pemecahan saham dan penyesuaian lainnya, sekarang ini menggunakan weighted average bukan rata-rata aktual dari harga saham komponennya (http://id.wikipedia.org/wiki/Dow_Jones_Industrial_Average). Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah sebuah indeks yang terdiri dari 30 perusahaan terbuka terbesar di Amerika Serikat. Perusahaan ini meliputi: AT&T, Boeing, Chevron, Coca-Cola, General Electric, Intel, IBM, JPMorgan Chase, McDonald's, Microsoft, Nike, Verizon, Visa, WalMart, dan Disney. Komposisi indeks berubah secara periodik untuk memasukkan perusahaan terkuat dan membuang perusahaan yang kehilangan posisi dan pengaruh terkemuka. Dow didirikan oleh editor Wall Street Journal Charles Dow tahun 1896, dan sejak saat itu telah menjadi ukuran status keseluruhan pasar yang paling banyak dikutip. Dow Jones mempertahankan berbagai indeks yang berbeda di berbagai bursa, tetapi Industrial Average tetap menjadi yang paling populer (https://www.ufx.com/id-ID/aset/indeks/dow-jones). 6. Indeks Hang Seng 29 Indeks Hang Seng Index (disingkat: HSI, Tionghoa: 恒生指數) adalah sebuah indeks pasar saham berdasarkan kapitalisasi di Bursa Saham Hong Kong. Indeks ini digunakan untuk mendata dan memonitor perubahan harian dari perusahaan-perusahaan terbesar di pasar saham Hong Kong dan sebagai indikator utama dari performa pasar di Hong Kong. Ke-34 perusahaan tersebut mewakili 65% kapitalisasi pasar di bursa ini. HSI dimulai pada 24 November 1969 dirangkum dan dirawat oleh HSI Services Limited, yang merupakan anak perusahaan penuh dari Hang Seng Bank, bank terbesar ke-2 di Hong Kong berdasarkan kapitalisasi pasar. Perusahaan ini bertanggung jawab untuk membuat, menerbitkan, dan mengatur Indeks Hang Seng dan beberapa indeks saham lainnya, seperti Hang Seng Composite Index, Hang Seng HK MidCap Index, dan lain-lain (https://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Hang_Seng). 7. Pasar Modal Indonesia Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi (Tandelilin, 2010:26). Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial 30 Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977 dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah (http://www.idx.co.id/id_id/beranda_tentang bei/sejarah.aspx). Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX)) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007. BEI menggunakan sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya. Sejak 2 Maret 31 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan sistem baru bernama JATS-NextG yang disediakan OMX. Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, BEI mempunyai beberapa jenis indeks, ditambah dengan sepuluh jenis indeks sektoral. Salah satu indeks tersebut adalah IHSG, menggunakan semua saham tercatat sebagai komponen kalkulasi Indeks (https://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_Efek_Indonesia). 32 Gambar 2.1 Mekanisme Perdagangan di Bursa Sumber: www.idx.co.id Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pengertian pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Perusahaan publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurangkurangnya Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (UU No. 8 Tahun 1995). Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka 33 atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek (UU No. 8 Tahun 1995). Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya (UU No. 8 Tahun 1995). Menurut Sunariyah (2011:4) pengertian pasar modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bankbank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (temat berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagankan saham-saham, obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek. Peranan pasar modal dalam suatu perekonomian negara adalah sebagai berikut (Robert Ang,1997) : a. Fungsi Investasi Uang yang disimpan di bank tentu akan mengalami penyusutan. Nilai mata uang cenderung akan turun di masa yang akan datang karena adanya inflasi, perubahan kurs, pelemahan ekonomi, dll. Apabila uang tersebut diinvestasikan di pasar modal, investor selain dapat melindungi nilai investasinya, karena uang yang diinvestasikan di pasar modal cenderung tidak mengalami penyusutan karena aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh emiten. 34 b. Fungsi Kekayaan Pasar modal adalah suatu cara untuk menyimpan kekayaan dalam jangka panjang dan jangka pendek samapi dengan kekayaan tersebut dapat dipergunakan kembali. Cara ini lebih baik karena kekayaan itu tidak mengalami depresiasi seperti aktiva lain. Semakin tua nilai aktiva seperti, mobil, gedung, kapal laut, dll, maka nilai penyusutannya akan semakin besar pula. Akan tetapi obligasi saham deposito dan instrument surat berharga lainnya tidak akan mengalami depresiasi. Surat berharga mewakili kekuatan beli pada masa yang akan datang. c. Fungsi Likuiditas Kekayaan yang dissimpan dalam surat-surat berharga, bisa dilikuidasi melalui pasar modal dengan resiko yang sangat minimal dibandingkan dengan aktiva lain. Proses likuidasi surat berharga dapat dilakukan dengan cepat dan murah. Walaupun nilai likuiditasnya lebih rendah daripada uang, tetapi uang memiliki kemampuan menyimpan kekayaan yang lebih rendah daripada surat berharga. Ini terjadi karena nilai uang mudah terganggu oleh inflasi dari waktu ke waktu. d. Fungsi Pinjaman Pasar modal bagi suatu perekonomian negara merupakan sumber pembiayaan pembangunan dari pinjaman yang dihimpun dari masyarakat. Pemerintah lebih mendorong pertumbuhan pasar 35 modal untuk mendapatkan dana yang lebih mudah dan murah. Ini terjadi karena pinjaman dari bank-bank komersil pada umumnya mempunyai tingkat bunga yang tinggi. Sedangkan perusahaanperusahaan yang menjual obligasi pada pasar uang dapat memperoleh dana dengan biaya bunga yang lebih rendah daripada bunga bank. 8. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Sunariyah (2003: 147) mengemukakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan, sampai tanggal tertentu dan mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek. Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa Inggris disebut juga Indonesia Composite Index, ICI, atau IDX Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham. Posisi intraday tertinggi yang pernah 36 dicapai IHSG adalah 5.726,53 poin yang tercatat pada tanggal 26 April 2017. Sementara posisi penutupan tertinggi yang pernah dicapai adalah 5.726,53 pada tanggal 26 April 2017. Indeks harga saham gabungan seluruh saham menggambarkan pergerakan harga saham gabungan seluruh saham. Indeks harga saham gabungan seluruh saham adalah nilai yang mencerminkan kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di suatu bursa efek. Maka harga yang terbentuk pada Indeks Harga saham gabungan pada Bursa Efek Indonesia mencerminkan seluruh kinerja saham yang tercata pada Bursa Efek Indonesia. 9. Teori Portofolio Husnan (2001: 47) menyatakan bahwa dalam dunia yang sebenarnya hampir semua investasi mengandung unsure ketidakpastian atau resiko. Pemodal tidak tahu dengan pasti hasil yang akan diperolehnya dari investasi yang dilakukannya. Karena pemodal mengahadapi kesempatan investasi yang beresiko, pilihan investasi tidak dapat hanya mengandalkan pada tingkat keuntungan yang diharapkan. Apabila pemodal mengharapkan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi, maka ia harus bersedia menanggung resiko yang tinggi pulasalah satu karakteristik investasi pada sekuritas adalah kemudahan untuk membentuk portofolio investasi. Artinya, pemodal dapat dengan mudah 37 menyebar (melakukan diversifikasi) investasinya pada berbagai kesempatan investasi. Teori Portofolio lahir dari seseorang yang bernama Harry Markowitz (1952) yang mengemukakan teori portofolio yang dikenal dengan model Markowitz, yaitu memperoleh imbal hasil (return) pada tingkat yang dikehendaki dengan risiko yang paling minimum. Untuk meminimumkan risiko, perlu dilakukan diversivikasi dalam berinvestasi, yaitu membentuk portofolio atau menginvestasikan dana tidak di satu aset saja melainkan ke beberapa aset dengan proporsi dana tertentu. Hal ini berarti investasi harus dipilah-pilah (assets allocation) ada yang dalam saham, obligasi, SBI, deposito berjangka dan Reksa Dana. Selanjutnya harus dijelaskan secara lebih rinci, seperti dalam saham berapa persentase untuk sektor properti, perbankan, farmasi, makanan, industri, dasar, manufaktur, otomotif dan seterusnya. Kemudian dirinci lagi jenis saham yang akan dipilih (stock selection). Misalnya, untuk sektor farmasi, saham dari emiten mana yang akan dibeli (Samsul, 2006). 10. Multi-Factor Model (MFM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) Menurut Bodie (2014: 334) ketidakpastian imbal hasil asset memiliki dua sumber yaitu faktor umum maupun makroekonomi, dan kejadian khusus perusahaan. Imbal hasil saham apapun akan tanggap terhadap sumber resiko makro dan pengaruh khusus perusahaannya sendiri. Terdapat beberapa faktor sistematis yang digerakkan oleh siklus 38 bisnis yang mungkin mempengaruhi imbal hasil saham yaitu fluktuasi suku bunga, tingkat inflasi, harga minyak dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut merupakan komponen dari makroekonomi. Model faktor merupakan alat yang memungkinkan kita untuk menggambarkan dan menghitung faktor berbeda yang mempengaruhi tingkat imbal hasil sekuritas selama periode waktu kapanpun. Secara formal, model faktor tunggal (single-factor model) digambarkan oleh persamaan berikut (Bodie, et al, 2014: 334): 𝑟𝑖 = 𝐸 (𝑟𝑖 ) + 𝛽𝑖 𝐹 + 𝑒𝑖 ……………(2.1) Pada model dua faktor. Kita asumsikan dua sumber risiko ekonomi yang penting adalah ketidakpastian yang melingkupi kondisi siklus bisnis akibat pertumbuhan GDP yang tidak diantisipasi sebelumnya dan perubahan tingkat bunga. Kita akan menyebut setiap penurunan tingkat bunga yang tidak diharapkan, yang seharusnya merupakan berita baik bagi saham, IR. Imbal hasil suatu saham akan merespons terhadap pengaruh faktor risiko sistematis maupun faktor spesifik perusahaan. Karena itu, kita dapat menulis model dua faktor yang menjelaskan tingkat imbal hasil saham i pada periode yang sama sebagai berikut (Bodie, et al, 2014: 335): 𝑟𝑖 = 𝐸𝑟𝑖 + 𝛽𝑖 𝐺𝐷𝑃 + 𝛽𝑖 𝐼𝑅 + 𝐼𝑅 + 𝑒𝑖 …………(2.2) Dua faktor pada sisi kanan persamaan atas faktor sistematis di dalam perekonomian. Sebagaimana model faktor tunggal, kedua faktor makro ini mempunyai nilai ekspektasi nol: menunjukkan perubahan pada variabel ini yang sebelumnya tidak diantisipasi. Koefisien dari setiap 39 sektor pada persamaan (2.2) mengukur sensitivitas imbal hasil saham atas faktor tersebut. Untuk alasan ini, koefisien sering kali disebut sebagai sensitivitas faktor (factor sensitivity), pembebanan faktor (factor loading), atau beta faktor (factor beta). Seperti sebelumnya, ei mencerminkan pengaruh faktor spesifik perusahaan (Bodie, et al, 2014: 335). Sejauh ini kita telah mengasumsikan bahwa hanya terdapat satu faktor sistematis yang memengaruhi imbal hasil saham. Asumsi yang disederhanakan ini kenyataannya terlalu sederhana. Kita juga telah mencatat bahwa mudah sekali untuk memikirkan beberapa faktor yang dipicu oleh siklus bisnis yang mungkin dapat memengaruhi imbal hasil saham, fluktuasi tingkat bunga, tingkat inflasi, harga minyak, dan sebagainya. Eksposur terhadap salah satu faktor ini akan memengaruhi risiko saham dan tentu saja imbal hasilnya. Kita dapat menurunkan versi multifaktor dari APT untuk mengakomodasi banyak sumber risiko (Bodie, et al, 2014: 346). Anggaplah bahwa kita menyimpulkan bahwa model dua faktor seperti yang dinyatakan dalam Persamaan (2.2) adalah sebagai berikut: 𝑟𝑖 = 𝐸(𝑟𝑖) + 𝛽𝑖1 𝐹1 + 𝛽𝑖2 𝐹2 + 𝑒𝑖 ……….(2.3) Pada persamaan (2.2), faktor 1 adalah penyimpangan pertumbuhan GDP dari yang diharapkan, sedangkan faktor 2 adalah penurunan tingkat bunga yang tidak diantisipasi. Setiap faktor memiliki imbal hasil yang diharapkan sebesar nol karena setiap variabel mengukur kejutan (surprise) dalam variabel sistematis, bukan tingkat variabel tersebut. Demikian juga, 40 komponen spesifik perusahaan dari imbal hasil yang tidak diharapkan, ei, juga memiliki imbal hasil yang diharapkan sebesar nol. Memperluas model seperti model faktor dua menjadi faktor dalam jumlah yang lebih banyak bukan hal yang rumit (Bodie, et al, 2014: 346). Membentuk APT multifaktor adalah mirip dengan kasus satu faktor tersebut. Tetapi, pertama sekali kita harus memperkenalkan konsep portofolio faktor (factor portofolio), yang merupakan portofolio terdiversifikasi dengan baik yang dibentuk untuk mempunyai beta sebesar 1 pada satu faktor dan beta sebesar 0 untuk faktor yang lain. Kita dapat melihat portofolio faktor sebagai portofolio tracking. Artinya, imbal hasil portofolio tersebut melacak evolusi sumber risiko ekonomi makro tertentu, tetapi tidak berkorelasi dengan sumber risiko yang lain. Adalah mungkin untuk membentuk portofolio faktor seperti itu karena kita mempunyai sejumlah besar sekuritas untuk dipilih dan hanya sedikit faktor untuk ditentukan. Portofolio faktor akan menjadi tolok ukur untuk garis pasar sekuritas multifaktor (Bodie, et al, 2014: 346). Capital Asset pricing model bukanlah satu-satunya teori yang mencoba menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh pasar, atau bagaimana menentukan tingkat keuntungan yang layak untuk suatu investasi. Ross (1976) merumuskan suatu teori yang disebut sebbagai Arbitrage Pricing Theory (APT). APT pada dasarnya menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua kesempatan investasi yang mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah bisa 41 dijual dengan harga yang berbeda. Konsep yang dipergunakan adalah hokum satu harga (the law of one price). Apabila aktiva yang berkarakteristik sama tersebut terjual dengan harga yang berbeda, maka akan terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrage dengan membeli aktiva yang berharga murah dan pada saat yang sama menjualnya dengan harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa resiko. Perbedaan antara kedua model tersebut terletak pada perlakuan APT terhadap hubungan antar tingkat keuntungan sekuritas. APT mengasumsikan bahwa tingkat keuntungan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian dan industri. Korelasi antara tingkat keuntungan dua sekuritas terjadi karena sekuritas-sekuritas tersebut dipengaruhi oleh faktor (atau faktor-faktor) yang sama. Tingkat keuntungan dari setiap sekuritas yang diperdagangkan di pasar keuangan terdiri dari dua komponen. Pertama, tingkat keuntungan yang normal atau yang diharapkan. Tingkat keuntungan ini merupakan bagian dari tingkat keuntungan actual yang diperkirakan (atau diharapkan) oleh para pemegang saham. Tingkat keuntungan tersebut dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki oleh para pemodal. Kedua, adalah tingkat keuntungan yang tidak pasti atau beresiko. Bagian tingkat keuntungan ini berasal dari informasi yang bersifat tidak terduga. Secara formal, tingkat keuntungan suatu sekuritas dapat dituliskan menjadi (Husnan, 2001: 197): 𝑅 = 𝐸 (𝑅 ) + 𝑈 42 Dimana: R = Tingkat Keuntungan Actual E(R) = Tingkat Keuntungan yang Diharapkan U = bagian kentungan yang tidak terduga a. Risiko Sistematis Menurut Husnan (2001: 200) systematic risk, merupakan risiko yang mempengaruhi semua perusahaan. Bagian keuntungan yang tidak terantisipasi, yaitu yang berasal dari surprise merupakan resiko yang dihadapi oleh para pemodal. Meskippun demikian, seumber resiko tersebut dapat berasal dari faktor yang mempengaruhi semua (atau banyak) perusahaan, tetapi ada pula yang spesifik perusahaan tertentu. Sebagai missal, pengumuman tentang angka pertumbuhan GNP, tingkat bunga, merupakan informasi yang mempengaruhi semua perusahaan. Tingkat keuntungan yang diperoleh oleh pemodal dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑅 = 𝐸 (𝑅 ) + 𝑈 = 𝐸 (𝑅 ) + 𝑚 + 𝜖 Dimana: R= Tingkat Keuntungan Actual E(R) = Tingkat Keuntungan Diharapkan m = Resiko Pasar = Resiko Tidak Sistematis dari Perusahaan 43 B. Keterkaitan Antar Variabel 1. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang jangka pendek yang dijual secara diskonto melalui lelang. Jangka waktu jatuh tempo SBI mulai dari 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan (Siamat, 2005:92). Avonti dan Prawoto dalam Syarofi (2014) mengatakan bahwa kenaikan suku bunga SBI akan mendorong investor untuk mengalihkan dananya dari saham ke instrumen ini maupun ke tabungan dan deposito, karena bisa memberikan tingkat pengembalian yang lebih baik. Kondisi seperti ini akan memicu penurunan IHSG, begitu juga sebaliknya. Jika suku bunga SBI turun atau memberikan keuntungan yang lebih rendah dari saham, maka investor akan berbondong-bondong masuk ke pasar modal kembali, sehingga posisi IHSG bisa terangkat. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan pengaruh tingkat suku bunga terhadap Indeks saham. Ardian Agung Witjaksono (2010) dan Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG. Suku bunga SBI adalah tingkat suku bunga SBI tahunan yang dikeluarkan tiap bulan. Tingkat bunga ini diharapkan dapat mewakili tingkat bunga secara umum, karena kenyataannya tingkat bunga yang berlaku di pasar, fluktuasinya mengikuti SBI (Husnan, 1998). Apabila tingkat suku bunga di bank tinggi maka investor cenderung lebih tertarik melakukan investasi 44 pada instrumen bank seperti tabungan dan deposito, karena tingkat pengembalian lebih baik dan resiko yang lebih kecil daripada investasi pada instrumen pasar modal. Maka dapat disimppulkan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap IHSG. 2. Pengaruh Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah Menurut Sukirno (2012: 21) kurs valuta asing adalah salah satu alat pengukur lain yang selalu digunakan untuk menilai keteguhan sesuatu ekonomi adalah perbandingan nilai sesuatu mata uang asing (misalnya Dollar US) dengan nilai mata uang domestic (misalnya Rupiah). Kurs valuta asing dapatlah dipandang sebagai “harga” dari sesuatu mata uang asing. Bagi investor depresiasi rupiah terhadap dollar menandakan bahwa prospek perekonomian Indonesia suram. Sebab depresiasi rupiah dapat terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat (Sunariyah, 2006). Hal ini tentunya menambah risiko bagi investor apabila hendak berinvestasi di bursa saham Indonesia (Ang, 1997). Namun, pendapat Fidaus (2015) bahwa jika nilai tukar USD/Rupiah mengalami peningkatan (rupiah terdepresiasi) investor dapat mulai berinvestasi atau menahan portofolio yang telah dimiliki sebelumnya, kemudian ketika nilai tukar USD/Rupiah turun (rupiah terapresiasi) setelah periode puncak kenaikan tersebut maka investor dapat melakukan profit taking. 45 Sedangkan untuk variabel nilai tukar (kurs) pada penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang beragam, Ardian Agung Witjaksono (2010), Rusbariand et al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap indeks saham. Namun berbeda dengan hasil penelitian Ginanjar Firdaus (2015) dan Robert D. Gay, Jr. (2016) yang menunjukkan bahwa nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap indeks saham. Sedangkan Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh terhadap IHSG. 3. Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG Investor akan memikirkan untuk memilih investasi yang memiliki tingkat risiko yang lebih kecil. Salah satu bentuk investasi tersebut adalah investasi pada produk emas yang dianggap dapat mempertahankan nilainya dengan baik dan juga dapat digunakan untuk melakukan lindung nilai (hedging) terhadap inflasi (Wang et al 2010). Menurut Sunariyah (2006) salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas risiko adalah emas. Emas dianggap lebih baik untuk lindung nilai terhadap inflasi. Harga Emas Dunia berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Hampir sama dengan harga minyak dunia, harga emas dapat menjadi signal investor untuk berinvestasi pada modal. Walaupun berpengaruh positif dan signifikan, emas tetap dapat digunakan sebagai diversifikasi karena emas cenderung aman dan bebas risiko Ginanjar 46 Firdaus (2015). Untuk itu apabila harga emas dunia meningkat maka investor yang memiliki saham di bursa akan lebih senang berinvestasi pada saham, karena mereka memiliki kesempatan untuk berdiversifikasi dengan baik, maka dari itu kenaikan harga emas dunia akan menjadi sinyal baik bagi para investor untuk meningkatkan investasinya di pasar modal, sehingga harga emas dunia berpengaruh positif terhadap IHSG. Penemuan Ardian Agung Witjaksono (2010) dan Ginanjar Firdaus (2015) menemukan bahwa harga emas dunia berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Sedangkan Rusbariand et al (2012), Raraga et, al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) menemukan tidak ada pengaruh signifikan antara harga emas dunia dengan indeks saham. 4. Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG Karim, et al (2009) mengemukakan bahwa pasar modal Indonesia sudah terintegrasi dengan pasar modal dunia. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung maupun tidak langsung (Samsul, 2008). Seperti ketika terjadi krisis dunia global pada tahun 2008, kerugian besar yang terjadi sebenarnya bersumber dari praktik pengemasan subprime mortgage tersebut ke dalam berbagai bentuk sekuritas lain, yang kemudian diperdagangkan di pasar finansial global. Di pasar saham, volume perdagangan saham dan IHSG mengalami tekanan kuat. Hingga memaksa otoritas BEI menghentikan perdagangan (blackout) 47 pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis, dari sebesar 2.830 pada awal tahun menurun menjadi 1.355 pada akhir 2008 (bi.go.id). Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar saham tertua di Amerika Serikat dan merupakan representasi dari kinerja industri terpenting di Amerika Serikat. Perusahaan yang tercatat di Indeks Dow Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Indeks Dow Jones yang bergerak naik, menandakan kinerja perekonomian Amerika Serikat secara umum berada pada posisi yang baik. Dengan kondisi perekonomian yang baik, akan menggerakkan perekonomian Indonesia melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik investasi langsung maupun melalui pasar modal (Sunariyah,2006). Aliran modal yang masuk melalui pasar modal tentu akan memiliki pengaruh terhadap perubahan IHSG (Witjaksono, 2010). Untuk itu dapat dikatakan bahwa Indeks Dow Jones akan berpengaruh positif terhadap IHSG. Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa Indeks Dow Jones mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil Penelitian Witjaksono (2010), Firdaus (2015), dan Ernayani & Mursalin (2015) menunjukkan bahwa Indeks Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. 5. Pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG Indeks Hang Seng digunakan untuk mendata dan memonitor perubahan harian dari perusahaan-perusahaan terbesar di pasar saham 48 Hong Kong dan sebagai indikator utama dari performa pasar saham di Hong Kong. Ke-42 perusahaan tersebut mewakili 65% dari nilai kapitalisasi seluruh nilai saham yang tercatat pada The Stock Exchange of Hong Kong Ltd. (SEHK). Oleh karena itu naik atau turunnya index HSI merupakan refleksi performance dari keseluruhan saham-saham yang diperdagangkan (https://hangsengindex.wordpress.com/apa-itu-hang- seng-index). Pada periode Januari–Desember 2012, Cina merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai sebesar US$20.863,8 juta (13,63 persen) (www.bps.go.id). Pergerakan IHSG sudah terintegrasi dengan pasar modal di dunia. Selain itu, Indonesia telah meningkatkan kerjasama terhadap Tiongkok, maka pergerakan indeks Hang Seng yang menjadi indikator perekonomian Tiongkok dapat mempengaruhi kinerja Indeks Harga Saham Gabungan. Maka Indekks Hang Seng berpengaruh positif terhadap IHSG. Penelitian tentang pengaruh indeks Hang Seng terhadap IHSG telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Sari (2012) dan Syarofi (2014) menunjukkan bahwa Indeks Saham Hang Seng berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. C. Penelitian Terdahulu Beberapa analisis telah dilakukan terkait penelitian pengaruh faktor makroekonomi terhadap IHSG. Variabel makroekonomi yang mempengaruhi IHSG antara lain Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, 49 Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia. Serta bursa saham negara lain yang juga mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa penelitian terdahulu diantaranya adalah Indeks Dow Jones, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Hang Seng. Hasil beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut. Witjaksono (2010) melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009). Dalam penelitian tersebut variabel dependen yang digunakan adalah IHSG, sedangkan variabel independennya adalah Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones.metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Variabel Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Rupiah berpengaruh negatif terhadap IHSG. Sementara variabel Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Indeks Nikkei 225 dan Indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap IHSG. Rusbariand et al (2012) melakukan penelitian mengenai Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, dan Kurs Rupiah Terhadap Pergerakan Jakarta Islamic Index Di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen pada penelitian tersebut adalah Tingkat Inflasi, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Dan Kurs Rupiah, 50 sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah Jakarta Islamic Index (JII). Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Tingkat inflasi dan Kurs rupiah berpengaruh negatif dan signifikan, Harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan, dan Harga Emas dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap JII. Raraga et, al (2012) melakukan penelitian mengenai Analisis Pengaruh Harga Minyak Dan Harga Emas Terhadap Hubungan TimbalBalik Kurs Dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2000 -2013. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Hubungan Timbal-balik IHSG dan Kurs, sedangkan variabel penejelasnya adalah Harga Minyak Dunia dan Harga Emas Dunia. Metode penelitian yang digunakan adalah uji kointegrasi Johansen, Uji Kausalitas Granger, analisis Impulse Response, dan analisis Variance Decomposition. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Harga minyak dunia (OP) berpengaruh tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sedangkan Harga minyak dunia (OP) berpengaruh signifikan terhadap kurs. Harga emas dunia (GP) bepengaruh tidak signifikan terhadap IHSG. Harga emas dunia (GP) berpengaruh tidak signifikan terhadap kurs. Kurs berpengaruh signifikan terhadap IHSG. IHSG berpengaruh signifikan terhadap kurs. Ginanjar Firdaus (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Nilai Tukar Dollar/ Rupiah, Harga Emas Dunia, Harga 51 Minyak Dunia, Indeks Djia, Indeks Nikkei, Pembelian Bersih Asing Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2003 – 2013 menggunakan IHSG sebagai variabel dependennya, serta Kurs USD/Rupiah, Harga Emas Dunia, Harga Minyak Dunia, Indeks Dow Jones, Pembelian Bersih Asing sebagai variabel bebasnya. Hasil dari metode ARCH-GARCH menunjukkan bahwa Kurs USD/Rupiah, Harga Emas Dunia, Harga Minyak Dunia, Indeks Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Sedangkan Pembelian Bersih Asing berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG. Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Kurs Dolar, Indeks Dow Jones Dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap IHSG (Periode Januari 2005 - Januari 2015). Variabel dependen yang digunakan adalah IHSG, sedangkan variabel bebasnya adalah Kurs Dolarr, Indeks Dow Jones, dan Tingkat Suku Bunga SBI. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda, dengan metode tersebut hasil penelitian menunjukkan Kurs Dollar tidak berpengaruh terhadap IHSG, Indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap IHSG, Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh negatif terhadap IHSG. Panji Kusuma Prasetyanto (2016) melakukan penelitian tentang Pengaruh Produk Domestik Bruto Dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2002-2009. IHSG menjadi variabel terikat dalam penelitian ini, sedangkan Produk Domestik 52 Bruto Dan Inflasi menjadi variabel penjelas. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian yang didapatkan adalah bahwa Produk Domestik Bruto memiliki pengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG. Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) melakukan penelitian yang berjudul A Study of the effect of Macroeconomic Variables on Stock Market: Indian Perspective. Dalam penelitian tersebut variabel dependen yang digunakan adalah Sensex yaitu Indeks saham gabungan pada Bombay Stock Exchange, sedangkan variabel independennya adalah Index of Industrial Production (IIP), Consumer Price Index (CPI), Call Money Rate (CMR), Dollar Price (DP), Foreign Institutional Investment (FII), Crude Oil Price (CO), Gold Price (GO). Metode uji hipotesis yang digunakan adalah Regresi linier berganda dan Granger Causality test. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Foreign Institutional Investments (FII) dan Call Money Rate (CMR) berpengaruh positif signifikan terhadap Sensex, sedangkan Nilai tukar (Dollar Price) berpengaruh negatif signifikan terhadap Sensex. Hasil Granger Causality Test hanya Call Money rate yang berpengaruh jangka pendek terhadap hampir semua sektor pada Sensex. Joseph Tagne Talla (2013) dalam penelitiannya yaitu Impact of Macroeconomic Variables on the Stock Market Prices of the Stockholm Stock Exchange (OMXS30) melakukan penelitian untuk mengetahui 53 pengaruh Inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar, money supply terhadap Indeks Harga Stockholm Stock Exchange (OMXS30). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square, Granger Causality test. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Inflasi dan nilai tukar memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Harga Stockholm Stock Exchange, serta tingkat suku bunga dan money supply tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Stockholm Stock Exchange. Robert D. Gay, Jr. (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Effect Of Macroeconomic Variables On Stock Market Returns For Four Emerging Economies: Brazil, Russia, India, And China. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Nilai tukar dan Harga Minyak Dunia sebagai variabel bebas untuk menguji pengaruh terhadap variabel dependen yaitu Return Index Saham (pada Brasil, Rusia, India, Cina). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ARIMA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap return index saham pada Brazil, India, dan Cina, namun tidak ditemukan pengaruh pada return index saham di Rusia. Harga minyak dunia berpengaruh positif signifikan pada Return Index saham India, namun tidak berpengaruh pada Return Index saham di Brasil, Rusia, dan Cina. Lee Kuan Chao et. al (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Impacts of Macroeconomic Factors on The Performance of Stock Market in Malaysia. Variabel dependen yang diteliti adalah Return Kuala Lumpur 54 Composite Index (KLCI) dan variabel bebas yang diteliti adalah Nilai tukar (EXCHG), Industrial Production Index (IPI), Consumer Price Index (CPI), Money Supply (M2), Tingkat suku bunga (IR). Metode uji hipotesis yang digunakan adalah Johansen Co-integration Test, Vector Error Correction Model, Granger Causality Test. Dari uji hipotesis yang dilakukan, ditemukan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara return KLCI dengan nilai tukar (EXCHG), Industrial Production Index (IPI), Consumer Price Index (CPI), Money Supply (M2), Tingkat suku bunga (IR). Tingkat suku bunga dan money supply memiliki pengaruh positif signifikan terhadap KLCI, sedangkan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap KLCI 55 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Variabel No Metode Peneliti Judul Dependen & . Hasil Analisis Independen 1. Ardian Analisis Agung Regresi Variabel Pengaruh Tingkat IHSG Linier Tingkat Suku Witjaksono Suku Bunga SBI, Berganda Bunga (2010) Harga Minyak Dependen: Independen: SBI, dan Kurs Dunia, Tingkat Suku Rupiah Harga Emas Bunga SBI, berpengaruh Dunia, Kurs Harga Minyak Dunia, Harga terhadap Nikkei Emas Dunia, IHSG. 225, dan Indeks Kurs Rupiah, Rupiah, Indeks Dow Jones Indeks terhadap IHSG Nikkei 225, dan Indeks (studi Dow Jones negatif Sementara variabel Harga Minyak kasus pada IHSG Dunia, Harga di BEI selama Emas Dunia, periode 2000- Indeks Nikkei 2009) 225 dan Indeks Dow 56 Jones berpengaruh positif terhadap IHSG. 2. Rusbariand Analisis Dependen: et al Pengaruh Tingkat Jakarta Islamic Linier inflasi (2012) Inflasi, Harga Index (JII) Kurs Minyak Dunia, Harga Regresi Berganda Tingkat dan rupiah berpengaruh Emas Independen: negatif dan Dunia, Dan Kurs Tingkat Inflasi, signifikan, Rupiah Terhadap Harga Harga minyak Pergerakan Jakarta Index Dunia, Islamic Emas Dan Minyak Harga dunia Dunia, berpengaruh Kurs positif dan Di Bursa Efek Rupiah signifikan, Indonesia dan Harga Emas dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap JII. 57 3. Raraga al (2012) et, Analisis uji Harga minyak Pengaruh Harga Hubungan kointegras dunia Minyak Dan i berpengaruh Johansen, tidak Uji signifikan Kausalitas terhadap Harga Dependen: Timbal-balik Emas IHSG dan Kurs Terhadap Hubungan Independen: Timbal-Balik Harga Kurs Dan Indeks Dunia Harga Harga Minyak Granger, dan analisis Emas Impulse (OP) Indeks Harga Saham Gabungan Saham Gabungan Dunia Response, (IHSG). (IHSG) Di Bursa dan Harga minyak Efek analisis dunia Variance berpengaruh Indonesia 2000 -2013 (BEI) (OP) Decompos signifikan ition terhadap kurs. harga emas dunia (GP) bepengaruh tidak signifikan terhadap IHSG. Harga emas 58 dunia (GP) berpengaruh tidak signifikan terhadap kurs. Kurs berpengaruh signifikan terhadap IHSG. IHSG berpengaruh signifikan terhadap kurs 4. Ginanjar Analisis Firdaus Pengaruh (2015) Tukar Dependen: Nilai IHSG Dollar/ ARCH- Kurs GARCH USD/Rupiah, Harga Emas Rupiah, Harga Independen: Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Minyak Harga Minyak USD/Rupiah, Dunia, Indeks Dunia, Indeks Harga Emas Dow Djia, Indeks Dunia, Harga berpengaruh Nikkei, Minyak Dunia, positif Jones dan 59 Pembelian Bersih Indeks Asing Dow signifikan Terhadap Jones, Indeks terhadap Harga Pembelian IHSG. Saham Gabungan Bersih Asing. Pembelian Di Bursa Efek Bersih Asing Indonesia berpengaruh Periode Tahun negatif 2003 - 2013 signifikan terhadap IHSG. 5. Rihfenti Pengaruh Ernayani Dolar, dan Kurs Dependen: Indeks IHSG Adi Dow Jones Dan Mursalin Tingkat (2015) Bunga Suku Independen: Kurs Linier tidak Berganda berpengaruh IHSG, IHSG Indeks Dow Indeks (Periode Januari Jones, dan Jones 2005 - Januari Tingkat 2015) Bunga SBI Dollar terhadap Dolarr, Terhadap SBI Kurs Regresi Suku Dow berpengaruh positif terhadap IHSG, Tingkat Suku Bunga SBI 60 berpengaruh negatif terhadap IHSG. 6. Panji Pengaruh Produk Dependen: Regresi Produk Kusuma Domestik Linier Domestik Prasetyanto Dan Inflasi Berganda Bruto (2016) Terhadap Indeks Independen: memiliki Harga pengaruh Bruto IHSG Saham Produk Gabungan Di Domestik Bruto Bursa Efek positif Dan Inflasi signifikan Indonesia terhadap Tahun 2002-2009 IHSG. Inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG. 7. Avneet A Study of the Dependen: Regresi Kaur Ahuja effect of Bombay Stock linier Institutional et. al Macroeconomic Exchange- Investments (2012) Variables on Sensitive Index Grangger berganda, Foreign (FII) dan Call 61 Stock Market: (Sensex) Indian Perspective Independen: Index Causality Money Test (CMR) Rate berpengaruh of positif Industrial signifikan Production terhadap (IIP), Consumer Sensex, Price sedangkan Index (CPI), Call Nilai tukar Money Rate (Dollar Price) (CMR), Dollar berpengaruh Price negatif (DP), Foreign signifikan Institutional terhadap Investment Sensex. Hasil (FII), Crude Oil Granger Price (CO), Causality Test Gold Price hanya Call Money rate (GO). yang berpengaruh jangka pendek 62 terhadap hampir semua sektor pada Sensex. 8. Joseph Impact of Dependen: Ordinary Harga Least Inflasi dan Tagne Talla Macroeconomic Indeks (2013) Variables on the Stockholm Square, memiliki Stock Market Stock Exchange Granger pengaruh Prices of the (OMXS30) Causality negatif test. signifikan Stockholm Stock nilai tukar Exchange Independen: terhadap (OMXS30) Inflasi, tingkat Indeks Harga suku bunga, Stockholm nilai tukar, money supply. Stock Exchange. Tingkat suku bunga dan money supply tidak memiliki pengaruh signifikan 63 terhadap Indeks Harga Stockholm Stock Exchange. 9. Robert D. Effect Of Dependen: ARIMA Gay, Jr. Macroeconomic Return Index berpengaruh (2016) Variables On Saham (pada positif Stock Market Brasil, Rusia, Returns For Four India, Cina) Emerging Nilai tukar signifikan terhadap return index pada Economies: Independen: saham Brazil, Russia, Nilai tukar dan Brazil, India, India, And China Harga dan Cina, namun tidak Dunia Minyak ditemukan pengaruh pada return index saham di Rusia. Harga minyak dunia berpengaruh 64 positif signifikan pada Return Index saham India, namun tidak berpengaruh pada Return Index saham di Brasil, Rusia, dan Cina. 10. Lee Kuan Impacts of Dependen: Johansen Chao et. al Macroeconomic Return (2016) Factors on The Lumpur integratio Performance of Composite n Stock Market in Index (KLCI) Vector antara return Error KLCI dengan Kuala Co- Malaysia Independen: Nilai Terdapat hubungan jangka Test, panjang Correction nilai tukar Model, tukar (EXCHG), (EXCHG), Granger Industrial Industrial Causality Production Production Test. Index (IPI), 65 Index (IPI), Consumer Consumer Price Price Index (CPI), (CPI), Money Money Supply Supply (M2), (M2), Tingkat suku Tingkat suku bunga (IR) Index bunga (IR). Tingkat suku bunga dan money supply memiliki pengaruh positif signifikan terhadap KLCI, sedangkan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap KLCI. 66 D. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui serta menganalisis hubungan dari variabel independen, dalam hal ini adalah Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng terhadap variabel dependen, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Gambar 2.1 adalah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk menjabarkan pemikiran keseluruhan dari penelitian ini. Berdasarkan kerangka pemikiran yang terdapat pada gambar 2.1 maka diperoleh model konseptual antara variabel dependen dan variabel independen sebagai berikut (gambar 2.2): 67 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh antara Variabel Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng terhadap IHSG Tingkat Suku Bunga SBI Nilai Kurs Harga Emas Dunia IHSG Indeks Dow Jones Indeks Hang Seng 68 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Ekonomi Makro Bursa Efek Indonesia Variabel Independen 1. Tingkat Suku Bunga SBI 2. Nilai Kurs 3. Harga Emas Dunia 4. Indeks Dow Jones 5. Indeks Hang Seng Variabel Dependen Indeks Harga Saham Gabungan Model Regresi IHSG = 𝛽0 + 𝛽1 𝑆𝐵𝐼 + 𝛽2 𝐾𝑢𝑟𝑠 + 𝛽3 𝐺𝑂𝐿𝐷 + 𝛽4 𝐷𝐽𝐼𝐴 + 𝛽5 𝐻𝑆𝐼 Uji Asumsi Klasik Normalitas Multikolinieritas Autokorelasi Heteroskedastisitas Regresi Linier Berganda Uji t (Parsial) Uji F (Simultan) Koefisien Determinasi Interpretasi 69 E. Hipotesis Berdasarkan Kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah dijelaskan diatas, maka hipotesis atau dugaan sementara yang dapat dirumuskan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis untuk uji secara simultan (uji F) dirumuskan sebagai berikut: a. H01 : β1, β2, β3, β4, β5, = 0 Variabel independen Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng tidak berpengaruh secara simultan terhadap IHSG. b. Ha1 : β1, β2, β3, β4, β5, ≠ 0 Variabel independen Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng berpengaruh secara simultan terhadap IHSG. 2. Hipotesis untuk uji secara parsial (uji t) dirumuskan sebagai berikut: a. 𝐻02 ∶ β1 = 0, Suku Bunga SBI secara parsial tidak berpengaruh terhadap IHSG. 𝐻𝑎2 ∶ β1 ≠ 0, Suku Bunga SBI secara parsial berpengaruh terhadap IHSG. b. 𝐻03 ∶ β2 = 0, Nilai Kurs secara parsial tidak berpengaruh terhadap IHSG. 70 𝐻𝑎3 ∶ β2 ≠ 0, Nilai Kurs secara parsial berpengaruh terhadap IHSG. c. 𝐻04 ∶ β3 = 0, Harga Emas Dunia secara parsial tidak berpengaruh terhadap IHSG. 𝐻𝑎4 ∶ β3 ≠ 0, Harga Emas Dunia secara parsial berpengaruh terhadap IHSG. d. 𝐻05 ∶ β4 = 0, Indeks Dow Jones secara parsial tidak berpengaruh terhadap IHSG. 𝐻𝑎5 ∶ β4 ≠ 0, Indeks Dow Jones secara parsial berpengaruh terhadap IHSG. e. 𝐻06 ∶ β5 = 0, Indeks Hang Seng secara parsial tidak berpengaruh terhadap IHSG. 𝐻𝑎6 ∶ β5 ≠ 0, Indeks Hang Seng secara parsial berpengaruh terhadap IHSG. 71 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel-variabel makroekonomi seperti tingkat suku bunga SBI, nilai kurs dollar terhadap rupiah, dan harga emas dunia, serta mengetahui pengaruh integrasi pasar dalam hal ini adalah indeks asing seperti indeks Dow Jones dan indeks Hang Seng terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Variabel-variabel tersebut akan diuji menggunakan metode analisis regresi berganda. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), suku bunga SBI, nilai kurs dollar terhadap rupiah, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng dari tahun 2007 sampai dengan 2016. B. Metode Penentuan Sampel 1. Populasi Sekaran (2003) mengungkapkan pengertian populasi sebagai keseluruhan kelompok orang, kejadian atau hal-hal yang menarik bagi peneliti untuk ditelaah (Zulganef, 2008: 133). Himpunan semua hasil yang mungkin diperoleh dari suatu eksperimen disebut populasi atau ruang sample (Gujarati, 2007). 72 Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan data IHSG, tingkat suku bunga SBI, Kurs Dollar terhadap Rupiah, Harga emas dunia, Indeks Dow Jones, Indeks Hang Seng. Periode pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2007 sampai dengan 2016. 2. Sampel Gujarati (2007) mendefinisikan sample sebagai setiap anggota, atau hasil, di dalam ruang sampel atau populasi. Sample didefinisikan sebagai bagian atau subset dari populasi yang terdiri dari anggota-anggota populasi yang terpilih (Zulganef, 2008: 134). Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah purposive sampling, adapun dengan beberapa kriteria pemilihan sampel sebagai berikut: 1. Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperoleh dari yahoo.finance.com. Data yang digunakan adalah data bulanan selama tahun 2007 ssampai dengan 2016. 2. Tingkat Suku Bunga SBI, datanya diperoleh dari situs bi.go.id, data yang digunakan adalah data tiap akhir bulan selama tahun 2007 sampai dengan 2016. 3. Data Kurs Dollar terhadap Rupiah diperoleh dari situs investing.com. Data yang digunakan adalah nilai kurs jual akhir periode selama tahun 2007 sampai dengan 2016 73 4. Data Harga emas dunia diperoleh dari situs fred.stlouisfed.org, yang datanya merupakan gold fixing price 3:00pm di London Bullion Market. Data yang digunakan adalahh data rata-rata harga emas bulanan selama tahun 2007 sampai dengan 2016. 5. Indeks Dow Jones datanya diperoleh dari yahoo.finance.com. data yang digunakan adalah data bulanan tahun 2007 sampai dengan 2016. 6. Indeks Hang Seng datanya diperoleh dari yahoo.finance.com. data yang digunakan adalah data bulanan tahun 2007 sampai dengan 2016. Berdasarkan kriteria pengambilan sample diatas, maka jumlah sample dalam penelitian ini berjumlah 120 sampel (2007-2016). Alasan pemilihan data dari tahun 2007 sampai dengan 2016 adalah agar hasil penelitian lebih akurat dalam menggambarkan kondisi ekonomi saat ini. Pemilihan data bulanan dilakukan untuk menghindari bias yang dapat terjadi yang disebabkan oleh reaksi dari suatu informasi. C. Metode Pengumpulan Data Data dapat dikategorikan kedalam beberapa jenis yaitu data kuantitatif, data kualitatif, data ekstern, data primer, data sekunder, data intern, data ekstern, dan data individual (Sekaran, 2003). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, Sudjana (1992) mengungkapkan data kuantitatif sebagai data yang berbentuk bilangan 74 (Zulganef, 2008: 159). Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa data time series yaitu data yang disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu (data berdasarkan rentetan waktu). 1. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder yang berasal dari beberapa sumber. Harga Indeks harian diperoleh dari situs finance.yahoo.com dan investing.com. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data Sekunder menurut Zulganef (2008: 161) yaitu jika data diperoleh secara tidak langsung atau melalui sumber lain. Data Sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2004). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara mengolah data sekunder Tingkat suku bunga SBI yang berasal dari situs resmi Bank Indonesia dengan alamat situsnya www.bi.go.id, nilai kurs dollar terhadap rupiah berasal dari situs investing.com, harga emas dunia diperoleh dari situs resmi harga emas dunia dengan alamat situsnya research.stlouisfed.org yang datanya bersumber dari goldfixing.com, sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng diperoleh pada situs resmi finance.yahoo.com. 75 2. Studi Pustaka Mengumpulkan bahan penelitian dan teori-teori dari buku, jurnal, skripsi, tesis, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan penelitian untuk menjadi panduan dalam menyusun penelitian. D. Metode Analisis Data Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk menganalisis data time series adalah uji asumsi klasik yang terdiri dari uji autokorelasi, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas, dan uji hipotesis menggunakan regresi linier berganda (Uji t secara parsial, uji F secara simultan, dan uji koefisien determinasi (R2 )) dengan menggunakan program EViews 9. 1. Uji Asumsi Klasik Gujarati (2003) menyatakan bahwa terdapat 11 asumsi utama yang mendasari model regresi linier klasik dengan menggunakan metode ordinary least square (OLS) atau yang dikenal dengan asumsi klasik. a. Model regresi linier: artinya linier dalam parameter seperti dalam persamaan di bawah ini: 𝑌 = 𝛼 + 𝛽1 𝑋𝑖 + 𝜇𝑖 b. Nilai X diasumsikan non-stokastik: artinya nilai X dianggap tetap dalam sampel yang berulang. c. Nilai rata-rata kesalahan 𝜇𝑖 adalah nol, atau 𝐸 (𝜇𝑖 | 𝑋𝑖 ) = 0 76 d. Homoskedastisitas: artinya varian (variance) kesalahan atau residual sama untuk setiap periode (Homo=sama, Skedastisitas=sebaran) dan dinyatakan dalam bentuk matematis 𝑉𝑎𝑟(𝜇𝑖 | 𝑋𝑖 ) = 𝜎 2 e. Tidak ada autokorelasi antar-residual (antara 𝜇𝑖 dan 𝜇𝑗 tidak ada korelasi) atau secara matematis 𝐶𝑜𝑣(𝜇𝑖 , 𝜇𝑗 | 𝑋𝑖 , 𝑋𝑗 ) = 0 f. Antara 𝜇𝑖 dan 𝑋𝑖 saling bebas, sehingga 𝐶𝑜𝑣(𝜇𝑖 |𝑋𝑖 ) = 0 g. Jumlah observasi (n) harus lebih besar daripada ju,lah parameter yang diestimasi, secara alternatif, jumlah n lebih besar daripada jumlah variabel bebas h. Adanya variabilitas dalam nilai 𝑋𝑖 , artinya nilai 𝑋𝑖 harus berbeda i. Model regresi telah dispesifikasi secara benar. Dengan kata lain tidak ada bias (kesalahan) spesifikasi dalam model yang digunakan dalam analisis empirik j. Tidak ada multikolinieritas sempurna antarvariabel bebas k. Nilai kesalahan 𝜇𝑖 terdistribusi secara normal atau 𝜇𝑖 ~ 𝑁(0, 𝜎 2 ) Apabila ke-11 asumsi klasik di atas terpenuhi, maka menurut teorema Gauss-Markov metode estimasi ordinary least square akan menghasilkan unbiased linear estimator dan memiliki varian minimum atau sering disebut dengan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) (Ghozali, 2013:58-59). 77 a. Uji Multikoliniaritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen. Jika antar variabel independen X’s terjadi multikolinieritas sempurna, maka koefisien regresi variabel X tidak dapat ditentukan dan nilai standar error menjadi tak terhingga. Jika multikolinieritas antar variabel X’s tidak sempurna tapi tinggi, maka koefisien regresi X dapat ditentukan, tetapi memiliki nilai standar error tinggi yang berarti nilai koefisien regresi tidak dapat diestimasi dengan tepat. Ada beberapa penyebab multikolinieritas: 1) Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu sampling pada kisaran nilai tertentu dari variabel independen dalam populasi. 2) Adanya constraint pada model atau populasi yang dijadikan sampel. 3) Spesifikasi model, misalkan dengan menambahkan variabel polynomial dalam model regresi ketika kisaran variabel X kecil. Selain itu, model dengan interaksi antarvariabel independen (𝑋1 ∗ 𝑋2 ) juga dapat menyebabkan multikolinieritas. 78 4) Overdetermined model, hal ini terjadi ketika model regresi memiliki jumlah variabel independen yang lebih besar daripada jumlah observasi (Ghozali, 2013: 78). Multikolinearitas adalah adanya sebuah hubungan linear yang “sempurna” atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi (Gujarati, 2013). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya sifat multikolinearitas, dapat menggunakan beberapa metode, yaitu: a. Melihat nilai R2 dan signifikansi variabel independen. Jika nilai R2 tinggi tetapi hanya ada beberapa variabel independen yang signifikan, maka ada indikasi multikolinearitas yang parah (Gujarati, 2013). b. Melihat nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF yang lebih besar daripada 10 dianggap menunjukkan adanya multikolinearitas yang tinggi (Gujarati, 2013). Uji Multikolinieritas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai centered Variance Inflation Factors (VIF). Apabila pada variabel bebas terdapat nilai centered VIF lebih besar dari 10, maka terjadi multikolinieritas. Adanya multikolinieritas atau korelasi yang tinggi antarvariabel independen dapat dideteksi dengan beberapa cara, 79 salah satunya adalah Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai Tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh varibel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel independen dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF=1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah Tolerance<0,10 atau sama dengan VIF>10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolinearitas yang masih dapat ditolerir. Sebagai missal nilai Tolerance=0.10 sama dengan tingkat kolineritas 0.90. Walaupun multikolinieritas dapat dideteksi dengan nilai Tolerance dan VIF, tetapi kita masih tetap tidak mengetahui variabel independenindependen mana sajakah yang saling berkorelasi (Ghozali, 2013: 80). b. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dalam penggunaan metode OLS adalah gangguan (disturbance) yang muncul dalam regresi populasi 80 adalah homoskedastis, yaitu semua gangguan mempunyai varian yang sama (Gujarati, 2013). Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka terdapat heteroskedastisitas. Penelitian ini menggunakan uji White untuk mendeteksi adanya indikasi heteroskedasitas. Uji White cenderung lebih mudah untuk diaplikasikan, dikarenakan uji tersebut tidak bergantung pada asumsi normalitas. Persamaan regresi pada uji White adalah sebagai berikut: ȗi2 = α1 + α2 X2i + α3 X3i + α4 X22i + α5 X23i + α6 X2 iX3i + vi Setelah melakukan regresi dengan persamaan diatas, akan didapat nilai R2 yang akan dikali dengan ukuran observasi (n). Dibawah hipotesis nol bahwa tidak ada heteroskedastitas, dapat ditunjukkan bahwa ukuran sampel (n) dikali dengan nilai R2 (Obs*R-squared) mengikuti distribusi chi-square. Jika nilai probabilitasnya (p-value) < α (5%), maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut bersifat heteroskedastis, begitu juga sebaliknya (Winarno, 2009). Model yang baik adalah yang homoskedastisitas (Ghozali, 2001). Salah satu cara untuk mengetahui apakah terdapat heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji heteroskedastisitas Glejser. Untuk mengetahui terjadi atau tidaknya 81 heteroskedastisitas pada model regresi dapat dilihat dari nilai Probabilitasnya (F hitung), apabila nilai probabilitas lebih besar dari 5% maka tidak terjadi heteroskedastisitas, begitu pula apabila nilai probabilitasnya lebih kecil maka terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Uji Glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolute residual (AbsUi) terhadap variabel independen lainnya dengan persamaan regresi sebagai berikut: |𝑈𝑖 | = 𝛼 + 𝛽𝑋𝑖 + 𝜇𝑖 Jika koefisen variabel independen 𝑋1 (yaitu 𝛽) signifikan secara statistik, maka mengindikasikan terdapat heteroskedastisitas dalam model (Ghozali, 2013: 98) Heteroskedastisitas tidak menyebabkan estimator (koefisien variabel independen) menjadi bias karena residual bukan komponen menghitungnya. Namun, menyebabkan estimator menjadi tidak efisien dan BLUE lagi serta standard error dari model regresi menjadi bias sehingga menyebabkan nilai t statistik dan F hitung bias (misleading). Dampak akhirnya adalah pengambilan kesimpulan statistik untuk pengujian hipotesis menjadi tidak valid (Ghozali, 2013: 95) 82 c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat korelasi antara error pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtun waktu atau time series karena “gangguan” pada seorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya (Ghozali, 2013: 137). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi yaitu Uji Durbin-Watson (DW Test). Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel bebas. Hipotesis yang akan diuji adalah: H0 : tidak ada autokorelasi ((𝜌 = 0) HA: ada autokorelasi ((𝜌 ≠ 0) 83 Tabel 3.1 Durbin Watson d test: Pengambilan Keputusan Hipotesis nol Keputusan Jika Tidak ada autokorelasi Tolak 0 > d > dl No decision dl ≤ d ≤ du Tolak 4 – dl < d <4 No decision 4 – du ≤ d ≤ 4 - dl Tidak ditolak du < d < 4 – du positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Ket: du: durbin Watson upper, dl: durbin Watson lower Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi: 1.) Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4 – du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. 2.) bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif. 84 3.) Bila nilai DW lebih besar daripada (4 – dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif. 4.) Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak antara (4 – du) dan (4 – dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan (Ghozali, 2013: 38). Untuk data dengan jumlah yang besar, Gujarati (2013) merekomendasikan penggunaan uji autokorelasi Breusch- Godfrey. Uji Breusch-Godfrey (BG) dikenal juga dengan uji Langrange Multiplier (LM). Model regresi untuk melakukan uji BreuschGodfrey adalah sebagai berikut: ȗt = α1 + α2 Xt + ρt ȗt-1 + ρ2 ȗt-2 + ... + ρp ȗt-p + ε Setelah melakukan regresi dengan persamaan diatas, akan didapat nilai R2 yang akan dikali dengan ukuran observasi (n). Dibawah hipotesis nol bahwa tidak ada autokorelasi, dapat ditunjukkan bahwa ukuran sampel (n) dikali dengan nilai R2 (Obs*R-squared) mengikuti distribusi chi-square. Jika nilai probabilitasnya (p-value) < α (5%), maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut bersifat autokorelasi, begitu juga sebaliknya (Winarno, 2009). 85 Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali,2003). Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi dengan menggunakan statistic Run Test. Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunaka uji Durbin-Watson (Ghozali, 2001). Dalam penelitian ini uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson yang nilainya dapat dilihat dalam equation. Nilai ini disebut dengan DW hitung. Nilai ini akan dibandingkan dengan kriteria penerimaan atau penolakan yang akan dibuat dengan nilai dL dan dU ditentukan berdasarkan jumlah variabel bebas dalam model regresi (k) dan jumlah sampelnya (n). Nilai dL dan dU dapat dilihat pada Tabel DW dengan tingkat signifikansi (error) 5% (α = 0,05). d. Uji Normalitas Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. (Ghozali, 2001). Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Seperti diketahui, bahwa uji t dan F mengasumsikan nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika 86 asumsi ini tidak terpenuhi maka hasil uji statistik menjadi tidak valid khususnya untuk ukuran sampel kecil. Terdapat dua cara mendeteksi apakah residual memiliki distribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik merupakan cara termudah tetapi bisa menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Pengujian normalitas residual yang banyak digunakan adalah uji Jarque – Bera (JB). Uji JB adalah untuk uji normalitas sampel besar (asymptotic). Pertama, hitung nilai Skewness dan Kurtosis untuk residual, kemudian lakukan uji JB statistik dengan rumus seperti di bawah ini: Di mana n = besarnya sampel, S=koefisien skewness, K= koefisien kurtosis. Nilai JB statistik mengikuti distribusi chi-square dengan 2 df (degree of freedom). Nilai JB selanjutnya dapat kita hitung signifikansinya untuk menguji hipotesis berikut: H0 : residual terdistribusi normal HA : residual tidak terdistribusi normal Uji JB dapat dilakukan dengan mudah dalam program Eviews yang langsung menghitung nilai JB statistik (Ghozali, 2013:165-166). 87 Dalam penelitian ini uji normalitas menggunakan uji Jarque-Bera. Dalam uji Jarque-Bera, keputusan terdistribusi normal tidaknya data adalah dengan melihat nilai Probabilitas Jarque-Bera. Jika Probabilitas Jarque Bera hitung lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi secara normal, sebaliknya apabila nilainya lebih kecil maka data tidak berdistribusi normal. 2. Analisis Regresi Linier Berganda Metode analisis untuk mengetahui variable independen yang mempengaruhi secara signifikan terhadap profitabilitas perusahaan yaitu dengan menggunakan persamaan OLS Regresi (Ordinary Least Square Regression) untuk menganalisis variabel indenpenden terhadap variable dependen. Model ini dipilih karena penelitian ini dirancang untuk menentukan variable independen yang mempunyai pengaruh terhadap variable dependen. Pada penelitian ini, data diolah dengan menggunakan software computer. Analisis regresi merupakan studi mengenai ketergantungan variabel independen dengan tujuan untuk menestimasi rata – rata populasi atau nilai rata – rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Ghozali, 2005). Regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen (explanatory) terhadap satu variabel dependen dan umumnya dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: 𝒀 = 𝜶 + 𝜷𝑿𝟏 + 𝜷𝑿𝟐 + 𝜷𝑿𝟑 + 𝝁 88 Model estimasi yang digunakan untuk membentuk persamaan regresi di atas adalah metode ordinary least square (OLS) yang diperkenalkan oleh seorang ahli matematika dari Jerman bernama Carl Friederich Gauss. Seperti diketahui tujuan dari analisis regresi adalah tidak hanya mengestimasi nilai 𝛽1 dan 𝛽2 , tetapi juga ingin menarik inferensi (kesimpulan) nilai yang benar dari 𝛽1 dan 𝛽2 . Misalkan, kita ingin mengetahui seberapa dekat nilai 𝛽1 dan 𝛽2 berdasarkan sampel terhadap nilai sesungguhnya 𝛽1 dan 𝛽2 berdasarkan populasinya. Dengan demikian kita tidak hanya menspesifikasi bentuk model fungsional, tetapi kita juga harus membuat asumsi bagaimana nilai Y diperoleh. Seperti terlihat pada persamaan di atas nilai Y tergantung dari kedua nilai X dan 𝝁. Jadi, untuk menaksir nilai Y, kita harus mengetahui bagaimana nilai X dan 𝝁 diperoleh. Oleh sebab itu mengetahui asumsi tentang nilai X dan nilai kesalahan 𝝁 sangatlah penting untuk mengestimasi dan interpretasi terhadap regresi (Ghozali, 2013: 57-58). 3. Pengujian Hipotesis Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit. Secara statistik dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah di mana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak 89 signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah di mana H0 tidak ditolak (Ghozali, 2013: 59). a. Uji Statistik t Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Jika asumsi normalitas error yaitu 𝜇𝑖 ~ 𝑁(0, 𝜎 2 ) terpenuhi, maka kita dapat menggunakan uji t untuk menguji koefisien parsial dari regresi (Ghozali, 2013: 62). Menurut Gujarati (2013) dasar pengambilan keputusannya adalah dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen atau taraf signifikansi 5 persen dengan kriteria sebagai berikut: a. Jika nilai probability (p-value) > α (5%), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, variabel independen secara individual tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. b. Jika nilai probability (p-value) < α (5%), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, variabel independen secara individual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. 90 b. Uji Statistik F Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis ini sering disebut pengujian signifikansi keseluruhan (overall significance) terhadap garis regresi yang ingin menguji apakah Y secara linier berhubungan dengan kedua X1 dan X2. Joint hypothesis dapat diuji dengan teknik analisis varianve (ANOVA) (Ghozali, 2013: 61). Menurut Gujarati (2013), dasar pengambilan keputusannya adalah dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen atau taraf signifikansi 5 persen dengan kriteria sebagai berikut: a. Jika nilai probability (p-value) > α (5%), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, variabel independen secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. b. Jika nilai probability (p-value) < α (5%), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. 91 c. Koefisien Determinasi (R2 dan Adjusted R2) Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur sebarapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi dari variabel independen (Ghozali, 2005). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol (0) dan satu (1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel amat terbatas. Nilai yang mendekati satu (1) berarti variabelvariabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar dari penggunaan koefisien determinasi adalah bias, yakni penambahan variabel independen yang dimasukkan kedalam model akan menambah nilai R2 walaupun variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, para peneliti menganjurkan penggunaan nilai Adjusted R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2005). E. Operasional Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variable yang digunakan yaitu variable dependen dan variable independen. Variable yang berfungsi mempengaruhi variable lain dalam suatu penelitian dinamakan variable bebas (independen) karena dalam penelitian tersebut posisi variable bebas 92 adalah bebas mempengaruhi variable lain dalam penelitian, sedangkan variable yang dipengaruhi oleh variable lain dinamakan variable terikat (dependen), karena nilai-nilainya tergantung (terikat) pada nilai-nilai variable lain (Zulganef, 2008: 65-66). Variable yang dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Variable independen yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Suku Bunga SBI b. Kurs Rupiah c. Harga Emas Dunia d. Indeks Dow Jones e. Indeks Hang Seng 1. Variabel Dependen (Y) a. Indeks Harga Saham Gabungan Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa Inggris disebut juga Jakarta Composite Index, JCI, atau JSX Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEI, indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham 93 biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI (www.idx.co.id). 2. Variabel Independen (X) a. Suku Bunga SBI Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang jangka pendek yang dijual secara diskonto melalui lelang. Jangka waktu jatuh tempo SBI mulai dari 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan (Siamat, 2005:92). b. Kurs Dollar terhadap Rupiah Sukirno (2012: 21) kurs valuta asing adalah salah satu alat pengukur lain yang selalu digunakan untuk menilai keteguhan sesuatu ekonomi adalah perbandingan nilai sesuatu mata uang asing (misalnya Dollar US) dengan nilai mata uang domestic (misalnya Rupiah). Nilai kurs yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai kurs tengah dollar terhadap rupiah. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Kurs Tengah = Kurs Jual+Kurs Beli 2 c. Harga Emas Dunia 94 Harga emas dunia adalah harga standar pasar emas London yang dijadikan patokan harga emas dunia. Dimana sistem yang digunakan dikenal dengan London Gold Fixing. Proses penentuan harga dilakukan dua kali dalam satu hari, yaitu pukul 10.30 (Gold A.M) dan pukul 15.00 (Gold P.M). Mata uang yang digunakan dalam menentukan harga emas adalah Dolar Amerika Serikat, Poundsterling Inggris dan Euro. Harga yang digunakan sebagai patokan harga kontrak emas dunia adalah harga penutupan atau Gold P.M (www.goldfixing.com). d. Indeks Dow Jones Indeks Dow Jones adalah indeks yang digunakan untuk mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika Serikat, dimana Indeks Dow Jones Industrial Average pada awalnya terdiri dari 12 saham dari berbagai industri terpenting di Amerika Serikat. Sekarang ini pemilihan daftar perusahaan yang berhak tercatat dalam Indeks Dow Jones Industrial Average dilakukan oleh editor dari Wall Street Journal. Pemilihan ini didasarkan pada kemampuan perusahaan, aktivitas ekonomi, pertumbuhan laba dan lain-lain. Perusahaan yang dipilih pada umumnya adalah perusahaan Amerika yang kegiatan ekonominya telah mendunia (en.wikipedia.org). e. Indeks Hang Seng 95 Indeks Hang Seng adalah sebuah indeks pasar saham berdasarkan kapitalisasi di Bursa Saham Hong Kong. Indeks ini digunakan untuk mendata dan memonitor perubahan harian dari perusahaan - perusahaan terbesar di pasar saham Hong Kong dan sebagai indikator utama dari performa pasar di Hong Kong (id.wikipedia.org). 96 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Perkembangan Bursa Efek Indonesia dan IHSG Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX)) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007. BEI menggunakan sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya. Sejak 2 Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan sistem baru bernama JATS-NextG yang disediakan OMX. Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, BEI mempunyai beberapa jenis indeks, ditambah dengan sepuluh jenis indeks sektoral. Salah satu indeks tersebut adalah IHSG, menggunakan semua 97 saham tercatat sebagai komponen kalkulasi Indeks (https://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_Efek_Indonesia). Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa Inggris disebut juga Indonesia Composite Index, ICI, atau IDX Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham. Posisi intraday tertinggi yang pernah dicapai IHSG adalah 5.726,53 poin yang tercatat pada tanggal 26 April 2017. Sementara posisi penutupan tertinggi yang pernah dicapai adalah 5.726,53 pada tanggal 26 April 2017. B. Analisis dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian Pengolahan data penelitian ini menggunakan software EViews 9 untuk dapat menjelaskan dan menganalisis variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini, antara lain variabel dependen yaitu IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan variabel independennya adalah Suku bunga 98 SBI, Kurs (nilai tukar rupiah terhadap US$), Harga emas dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng. a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Selma periode pengamatan yaitu tahun 2007 sampai 2016. Dapat dilihat bahwa pada bulan Oktober tahun 2008, Indeks Harga Saham Gabungan mencapai nilai terendah yaitu sebesar Rp 1.355,00. Hal tersebut disebabkan terjadinya krisis keuangan global akibat subprime mortgage yang berdampak pada seluruh dunia. Nilai tertinggi yang dicapai oleh IHSG selama periode pengamatan tahun 2007 sampai dengan 2016 adalah senilai Rp 5.518,67 pada bulan Februari tahun 2015. Sedangkan rata-rata indeks harga saham tahun 2007 sampai dengan 2016 adalah senilai Rp 3.704,62. Gambar 4.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016 IHSG 7/1/2016 1/1/2016 7/1/2015 1/1/2015 7/1/2014 1/1/2014 7/1/2013 1/1/2013 7/1/2012 1/1/2012 7/1/2011 1/1/2011 7/1/2010 1/1/2010 7/1/2009 1/1/2009 7/1/2008 1/1/2008 7/1/2007 1/1/2007 6000.00 5000.00 4000.00 3000.00 2000.00 1000.00 0.00 IHSG (Sumber: yahoo.finance.com, data diolah) 99 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 12,13% sehingga berakhir pada 4,593.01 poin pada 30 Desember 2015 di tengah ketidakpastian global yang parah akibat ancaman pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) dan perlambatan ekonomi yang besar dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) (www.indonesia-investments.com). b. Suku Bunga SBI Tingkat Suku Bunga SBI selama periode pengamatan tahun 2007 sampai dengan 2016 berdasarkan tabel diatas cenderung mengalami penurunan. Nilai terendah tingkat suku bunga SBI sebesar 3,82% yang terdapat pada bulan Februari tahun 2008, sedangkan nilai tertinggi mencapai 10,49% pada bulan Januari tahun 2009. Nilai rata-rata tingkat suku bunga SBI selama periode pengamatan adalah sebesar 6,83%. Gambar 4.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI 2007-2016 SBI 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 1-Jul-2016 1-Jan-2016 1-Jul-2015 1-Jan-2015 1-Jul-2014 1-Jul-2013 1-Jan-2014 1-Jan-2013 1-Jul-2012 1-Jan-2012 1-Jul-2011 1-Jul-2010 1-Jan-2011 1-Jan-2010 1-Jul-2009 1-Jan-2009 1-Jul-2008 1-Jan-2008 1-Jul-2007 1-Jan-2007 0.00% SBI (Sumber: bi.go.id, data diolah) 100 c. Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa selama periode pengamatan, nilai US$ menguat terhadap Rupiah. Dilansir dalam www.ekonomi.kompas.com pada tahun 2016, menurut Gubernur BI apabila perekonomian AS menunjukkan perbaikan, maka nilai tukar rupiah bisa mengalami pelemahan akibat risiko kenaikan suku bunga acuan AS Fed Fund Rate. Berdasarkan data diatas bahwa nilai Dollar terhadap Rupiah selama periode pengamatan 2007 sampai dengan 2016, nilai kurs tertinggi mencapai Rp 14.650,00 sedangkan nilai kurs terendah senilai Rp8.500,00. Rata-rata nilai kurs Dollar terhadap Rupiah selama periode pengamatan tahun 2007 sampai dengan 2016 adalah sebesar Rp 10.590,36. Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah 2007-2016 KURS Jan '07 Jun '07 Nov '07 Apr '08 Sep '08 Feb '09 Jul '09 Des '09 Mei '10 Okt '10 Mar '11 Ags '11 Jan '12 Jun '12 Nov '12 Apr '13 Sep '13 Feb '14 Jul '14 Des '14 Mei '15 Okt '15 Mar '16 Ags '16 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 KURS (Sumber: investing.com, data diolah) 101 d. Harga Emas Dunia Gambar 4.4 Perkembangan Harga Emas Dunia 2007-2016 Harga Emas Dunia 2000.00 1500.00 1000.00 500.00 2016-07-01 2016-01-01 2015-07-01 2015-01-01 2014-07-01 2014-01-01 2013-07-01 2013-01-01 2012-07-01 2012-01-01 2011-07-01 2011-01-01 2010-07-01 2010-01-01 2009-07-01 2009-01-01 2008-07-01 2008-01-01 2007-07-01 2007-01-01 0.00 Harga Emas Dunia (Sumber: fred.stlouisfed.org, data diolah) Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat secara keseluruhan perkembangan Harga emas dunia dalam periode pengamatan tahun 2007 sampai dengan 2016. Harga emas dunia terendah senilai US$ 631,17, sedangkan harga tertinggi mencapai US$ 1771,85. Rata-rata harga emas dunia selama periode pengamatan adalah sebesar US$ 1208,91. Berdasarkan data yang direlease oleh Kitco, maka rata-rata akumulatif harga emas dunia pada tahun 2011 adalah USD 1571.22/oz. Ini berarti mengalami kenaikan sekitar 28.33% dibandingkan rata-rata akumulatif harga emas dunia di tahun 2010 yang berada pada angka USD 1224.53/oz. Harga emas Antam, pada awal tahun 2011 harga dasar 102 emas Antam dipatok pada kisaran harga Rp. 400.000/gr. Sementara pada perdagangan hari terakhir Desember 2011 harga dasar emas Antam dipatok pada kisaran harga Rp. 495.000/gr. Yang berarti telah mengalami kenaikan sekitar 23.75% (www.odnv.co.id). Dapat dilihat bahwa harga emas dunia kembali mengalami kenaikan di tahun 2016, hal tersebut disebabkan oleh salah satunya adalah isu Brexit (keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa akibat hasil jajak pendapat terakhir yang terkait dengan Uni Eropa pada Juni 2016) (www.sahabatpegadaian.com). Selain faktor jumlah penawaran, permintaan, dan produksi emas, faktor isu politik juga dapat menyebabkan kenaikan harga emas dunia. Isu politik seperti resesi global, perselisihan antar negara dapat menjadi penyebab pergerakan harga emas dunia. Pada tahun 2016 sedang maraknya perbincangan mengenai keluarnya Britania Raya dari Uni eropa yang akan memberikan dampak bagi pergerakan harga emas dunia. Harga emas melesat ke level tertinggi dalam lebih dari dua tahun menyusul keputusan mengejutkan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa (Brexit). Logam mulia melonjak setinggi 1.359,08 dolar AS per ounce, tingkat tertinggi sejak 19 Maret 2014 sebelum menetap di 1.318,80 dolar AS pada sekitar pukul 06.50 GMT (pukul 13.50 WIB). Investor berbondong-bondong ke investasi yang secara tradisional dinilai aman (safe haven) di tengah kekhawatiran atas dampak global dari keputusan Inggris untuk menarik diri dari blok 28 negara Uni Eropa, setelah 103 pertarungan sengit dua kubu dalam pemungutan suara referendum tentang keanggotaan Inggris di Uni Eropa (www.market.bisnis.com). e. Indeks Dow Jones Grafik di bawah menggambarkan perkembangan Indeks Dow Jones pada periode pengamatan tahun 2007 sampai dengan 2016. Dari data tercatat nilai terendah Indeks Dow Jones selama tahun 2007-2016 adalah senilai US$ 7.062,93 pada Februari 2009 dan nilai terringgi mencapai US$ 19.762,60 pada akhir tahun 2016. Rata-rata harga Indeks Dow Jones selama periode pengamatan adalah sebesar US$ 13.646,40. Jatuhnya Indeks Dow Jones senilai US$ 7.062,93 pada Februari 2009 disebabkan oleh subripme mortgage yang melanda Amerika serikat. Amerika Serikat dilanda krisis subprime mortgage dan memuncak pada September 2008, yang ditandai dengan pengumuman kebangkrutan beberapa lembaga keuangan. Awal mula masalah tersebut terjadi pada periode 2000-2001, saat saham saham perusahaan dotcom di Amerika Serikat kolaps, sehingga perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak mampu membayar pinjaman ke bank. Untuk mengatasi hal tersebut, The Fed (Bank Sentral AS) menurunkan suku bunga. Suku bunga yang rendah dimanfaatkan oleh para perusahaan developer dan perusahaan pembiayaan perumahan. Rumah-rumah yang dibangun oleh developer dan dibiayai oleh perusahaan pembiayaan perumahan adalah rumah-rumah murah, dijual kepada kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki 104 jaminan keuangan yang memadai. Dengan runtuhnya nilai saham perusahaan-perusahaan tersebut, bank menghadapi gagal bayar dari para debiturnya (developer dan perusahaan pembiayaan perumahan) (Nezky, 2013). Berdasarkan grafik dibawah, dapat dilihat bahwa setelah krisis 2008, indeks Dow Jones mulai mengalami kenaikan secara konstan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik 109,32 poin ke level 13.200,20. Sementara Nasdaq naik 26,68 poin (1,09%) ke level 2.547,98. Menurut Jocelynn Drake dari Riset investasi Schaeffer seperti dikutip dari AFP, kenaikan Wall Street itu dipicu oleh sentimen positif dari berita potensi merger dan akuisisi. Salah satunya adalah adanya laporan dari broker online TD Ameritrade dan E-Trade Financial Group yang sedang menjajaki merger untuk membentuk perusahaan dengan nilai US$ 20 miliar. Demikian pula New York Merchantile Exchange yang sedang menjajaki merger. Semakin pulihnya Wall Street itu ikut memacu semangat bursa-bursa regional. Seperti Nikkei-225 di Bursa Saham Tokyo yang dibuka langsung naik hingga 397,13 poin (2,5%) ke level 16.297,77. Kenaikan bursa-bursa utama itu diharapkan bisa menjadi sentimen positif bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ (www.finance.detik.com). Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bagaimana Amerika Serikat mempengaruhi pergerakan ekonomi seluruh di dunia. 105 Gambar 4.5 Perkembangan Indeks Dow Jones 2007-2016 Indeks Dow Jones 25000.00 20000.00 15000.00 10000.00 5000.00 1/1/2007 7/1/2007 1/1/2008 7/1/2008 1/1/2009 7/1/2009 1/1/2010 7/1/2010 1/1/2011 7/1/2011 1/1/2012 7/1/2012 1/1/2013 7/1/2013 1/1/2014 7/1/2014 1/1/2015 7/1/2015 1/1/2016 7/1/2016 0.00 Indeks Dow Jones (Sumber: yahoo.finance.com, data diolah f. Indeks Hang Seng Grafik dibawah menggambarkan perkembangan indeks Hang Seng selama periode pengamatan tahun 2007 sampai dengan 2016. Dapat dilihat bahwa harga terendah senilai HK$ 12.811,57 pada Januari 2009 serta harga tertinggi pada indeks Hang Seng terdapat pada bulan September 2007 sebesar HK$ 31.352,58. Rata-rata harga indeks Hang Seng pada periode pengamatan 2007 sampai dengan 2016 adalah HK$21.781,75. 106 Gambar 4.6 Perkembangan Indeks Hang Seng 2007-2016 Indeks Hang Seng 1/1/2013 7/1/2013 1/1/2014 7/1/2014 1/1/2015 7/1/2015 1/1/2016 7/1/2016 7/1/2008 1/1/2009 7/1/2009 1/1/2010 7/1/2010 1/1/2011 7/1/2011 1/1/2012 7/1/2012 1/1/2007 7/1/2007 1/1/2008 35000.00 30000.00 25000.00 20000.00 15000.00 10000.00 5000.00 0.00 Indeks Hang Seng (Sumber: yahoo.finance.com, data diolah) Indeks saham acuan Hong Kong merosot tajam sejak terjadinya krisis keuangan global akibat kegaduhan ekuitas di daratan China berdesir di seluruh Asia. Indeks Hang Seng jatuh 5,8% ke level 23,516.56 pada penutupan perdagangan hari ini, penurunan terbesar sejak November 2008, setelah merosot sebanyak 8,6%. Semua kecuali satu saham dalam 50anggota indeks merosot di tengah volume perdagangan 148% lebih tinggi dari rata-rata 30-hari. Indeks saham Asia menuju penurunan tertajam dalam dua tahun terakhir (www.sg-insight.com). Dari grafik dapat dilihat bahwa pergerakan indeks Hang Seng setelah krisis keuangan global tahun 2008 relatif lebih stabil. Selain itu, grafik diatas menunjukkan bahwa indeks Hang Seng mengalami kenaikan 107 yang signifikan pada tahun 2015. Bursa saham Hong Kong bergerak menuju level penutupan tertinggi sejak Oktober 2015, ditopang oleh penguatan saham perbankan (www.market.bisnis.com). 2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. (Ghozali, 2001). Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi secara normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas menggunakan uji Jarque-Bera. Dalam uji Jarque-Bera, keputusan terdistribusi normal tidaknya data adalah dengan melihat nilai Probabilitas Jarque-Bera. Jika Probabilitas Jarque Bera hitung lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi secara normal, sebaliknya apabila nilainya lebih kecil maka data tidak berdistribusi normal. Berikut gambar hasil uji normalitas data: 108 Gambar 4.7 Output Uji Jarque-Bera 20 Series: Residuals Sample 1 120 Observations 120 16 12 8 4 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -1.34e-12 -4.218665 575.4933 -459.2247 218.6004 0.318655 2.631669 Jarque-Bera Probability 2.709161 0.258056 0 -500 -400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 600 (Sumber: data diolah menggunakan Eviews9) Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Jarque Bera pada penilitian ini adalah 0,258056 maka nilai probabilitas Jarque Bera pada penelitian ini lebih besar daripada 0,05. Sehingga data dalam penelitian ini terdistribusi secara normal. b. Uji Multikolinieritas Dalam penelitian diperlukan uji Multikolinieritas untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara variabel independen. Model regresi yang baik adalah yang variabel bebasnya tidak menunjukkan adanya korelasi satu sama lain. Uji Multikolinieritas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai centered Variance Inflation Factors (VIF). Apabila pada variabel bebas terdapat nilai centered VIF lebih besar dari 109 10, maka terjadi multikolinieritas. Berikut table hasil Uji Multikolinieritas pada penelitian ini: Tabel 4.1 Output Uji Multikolinieritas Variance Inflation Factors Date: 10/09/17 Time: 01:23 Sample: 1 120 Included observations: 120 Coefficient Uncentered Centered Variable Variance VIF VIF SBI 118.2481 4.255507 3.358214 KURS 0.000681 188.4063 4.974510 GOLD 0.017625 65.77164 3.805410 DJISQRT 13.48818 442.8173 5.698910 HSI 0.000108 125.1744 2.290166 C 80729.58 194.2093 NA (Sumber: data diolah menggunakan Eviews9) Pada table diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel bebas yang memiliki nilai centered VIF lebih besar dari pada 10 (VIF>10). Maka dapat dikatakan tidak terdapat multikolinieritas pada model regresi dalam penelitian ini. c. Uji Heteroskedastisitas Untuk mengetahui apakah terdapat ketidaksamaan varian dalam model regresi dilakukan uji heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas 110 bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Model yang baik adalah yang homoskedastisitas (Ghozali, 2001). Salah satu cara untuk mengetahui apakah terdapat heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji heteroskedastisitas Glejser. Untuk mengetahui terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi dapat dilihat dari nilai Probabilitasnya (F hitung), apabila nilai probabilitas lebih besar dari 5% maka tidak terjadi heteroskedastisitas, begitu pula apabila nilai probabilitasnya lebih kecil maka terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Tabel berikut menunjukkan hasil uji heteroskedastisitas pada penelitian ini: Tabel 4.2 Output Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic 0.578773 Prob. F(5,114) 0.7162 Obs*R-squared 2.970761 Prob. Chi-Square(5) 0.7045 Scaled explained SS 2.682275 Prob. Chi-Square(5) 0.7488 (Sumber: data diolah menggunakan Eviews9) Table diatas dapat dilihat pada nilai Prob. F (F Hitung) adalah 0,7162, nilai tersebut lebih besar daripada tingkat alpha yaitu 0,05 (5%) 111 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada penelitian ini. d. Uji Autokorelasi Model regresi yang baik adalah yang terbebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode sekarang dengan periode sebelumnya (Witjaksono, 2010). terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali,2003). Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunaka uji Durbin-Watson (Ghozali,2001). Dalam penelitian ini uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson yang nilainya dapat dilihat dalam equation. Nilai ini disebut dengan DW hitung. Nilai ini akan dibandingkan dengan kriteria penerimaan atau penolakan yang akan dibuat dengan nilai dL dan dU ditentukan berdasarkan jumlah variabel bebas dalam model regresi (k) dan jumlah sampelnya (n). Nilai dL dan dU dapat dilihat pada Tabel DW dengan tingkat signifikansi (error) 5% (α = 0,05). Hasil uji autokorelasi dalam penelitian disajikan dalam table berikut: 112 Tabel 4.3 Output Uji Autokorelasi R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621 Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200 S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400 Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337 Hannan-Quinn criter. 13.76060 Durbin-Watson stat 0.767018 Log likelihood -816.2400 F-statistic ( 692.2518 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber: data diolah menggunakan Eviews9) Dari output eviews diatas dapat dilihat bahwa nilai Durbin Watson adalah sebesar 0,767018. Nilai Durbin Watson berdasarkan table dengan derajat kepercayaan sebesar 5% adalah dL=1,616 dan dU=1,789. Sehingga nilai 4-Du adalah 2,211. Nilai Durbin Watson pada penelitian ini adalah 0,767018, lebih kecil daripada dL=1,616 dan dU=1,789, maka terjadi autokorelasi positif. Untuk mengatasi terjadinya autokerlasi positif, peneliti menggunakan metode Cochrane-Orcutt yang biasanya digunakan untuk membesakan nilai DW hitung pada penelitian. Berikut table output regresi setelah dilakukan metode Cochrane-Orcutt: 113 Tabel 4.4 Output Uji Autokorelasi Setelah Cochrane-Orcutt Dependent Variable: JKSE Method: ARMA Maximum Likelihood (OPG - BHHH) Date: 07/13/17 Time: 13:01 Sample: 1 120 Included observations: 120 Convergence achieved after 24 iterations Coefficient covariance computed using outer product of gradients Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -5958.706 526.8696 -11.30964 0.0000 SBI -46.90862 11.72431 -4.000970 0.0001 KURS 0.135044 0.043175 3.127822 0.0022 GOLD 1.707036 0.196817 8.673202 0.0000 DJISQRT 41.55674 4.989792 8.328352 0.0000 HSI 0.065580 0.008915 7.355899 0.0000 AR(1) 0.710231 0.077446 9.170665 0.0000 SIGMASQ 27630.45 3709.963 7.447634 0.0000 R-squared 0.981408 Mean dependent var 3704.621 Adjusted R-squared 0.980246 S.D. dependent var 1224.200 S.E. of regression 172.0583 Akaike info criterion 13.20373 Sum squared resid 3315654. Schwarz criterion 13.38957 Hannan-Quinn criter. 13.27920 Durbin-Watson stat 1.823597 Log likelihood -784.2241 F-statistic 844.6020 Prob(F-statistic) 0.000000 Inverted AR Roots .71 (Sumber: data diolah menggunakan Eviews9) Setelah dilakukan metode Cocrane-Orcutt dalam persamaan regresi, dapat dilihat hasil Durbin-Watson Stat. (DW hitung) menjadi 114 1,823597. Nilai Durbin Watson berdasarkan table dengan derajat kepercayaan sebesar 5% adalah dL=1,616 dan dU=1,789. nilai 4-Du adalah 2,211. Nilai DW hitung setelah metode Cochrane-Orcutt dilakukan menjadi sebesar 1,823597, maka lebih besar daripada nilai dU=1,789 dan lebih kecil daripada nilai 4-dU= 2,211. Maka dapat dikatakan tsetelah dilakukan metode Cochrane-Orcutt tidak terjadi autokorelasi dalam penelitian ini. Gambar 4.8 Ilustrasi Posisi Angka Durbin-Watson Autokorelasi Positif 0 Ragu-ragu dL= 1,616 Tidak ada Autokorelasi dU= 1,789 Ragu-ragu 4-dU=2,211 Autokorelasi negatif 4 4-dL=2,384 3. Uji Hipotesis a. Uji t (Parsial) Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari variabel independen (SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, Indeks Hang Seng) terhadap variabel dependen yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil uji t pada EViews dapat dilihat pada nilai probabilitas t hitung (prob.), 115 apabila nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi α=5% maka dapat dikatakan bahwa variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan apabila nilai Prob. nya lebih besar daripada tingkat signifikansi maka variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial didalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2001). Table dibawah menunjukkan hasil ouput penelitian ini: Table 4.5 Output Uji Statistik Parametrik secara Parsial Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 07/13/17 Time: 12:58 Sample: 1 120 Included observations: 120 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. SBI -81.79353 10.87419 -7.521803 0.0000 KURS 0.078332 0.026087 3.002714 0.0033 GOLD 1.471983 0.132759 11.08761 0.0000 DJISQRT 51.98421 3.672625 14.15451 0.0000 HSI 0.048796 0.010376 4.702686 0.0000 C -5855.205 284.1295 -20.60752 0.0000 R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621 Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200 S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400 Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337 116 Log likelihood -816.2400 F-statistic 692.2518 Prob(F-statistic) 0.000000 Hannan-Quinn criter. 13.76060 Durbin-Watson stat 0.767018 (Sumber: data diolah menggunakan Eviews9) 1) Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa Tingkat Suku Bunga SBI memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000 Nilainya tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Tingkat suku bunga SBI memiliki nilai koefisien 81,79353 yang menunjukkan arah negatif. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti Tingkat suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 2) Pengaruh Nilai Kurs Rupiah terhadap Dollar terhadap IHSG Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa Kurs Dollar terhadap Rupiah memiliki angka signifikansi sebesar 0,0033, nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi 5% (0,0033 > 0,05). Kurs Rupiah memiliki koefisien senilai 0.078332, yang menunjukkan hubungan posiitf. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan Kurs Dollar terhadap Rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabugan (IHSG). 117 3) Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa Harga Emas Dunia memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000. Tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Harga emas dunia memiliki koefisien regresi sebesar 1,471983 yang menunjukka hubungan positif. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti harga emas memiliki pengaruh positif singnifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 4) Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa Indeks Dow Jones memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000. Tingkat signifikansinyya lebih kecil dari 5% (0,0000<0,05). Koefisien regresi Indeks Dow Jones adalah sebesar 51,98421 yang menunjukkan arah positif. Sehingga Hipotesis alternatif diterima dan Hipotesis nol ditolak, Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara variabel bebas Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 5) Pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG 118 Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa indeks Hang Seng memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000 lebih kecil daripada 0,05 (5%). Yang berarti hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol ditolak, Nilai koefisien regresi ditunjukkan sebesar 0.048796. Maka dapat disimpulkan bahwa Indeks Hang Seng berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. b. Uji F (Simultan) Untuk mengetahui apakah model regresi dalam penelitan layak digunakan perlu dilakukan uji kelayakan model atau uji F. Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi apakah variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikat secara bersama-sama (simultan). Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independent yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara simultan terhadap semua variabel dependen (Ghozali,2001). Apabila nilai prob. F hitung lebih kecil dari tingkat kesalahan/error (alpha) 0,05 (yang telah ditentukan) maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang diestimasi layak, sedangkan apabila nilai prob. F hitung lebih besar dari tingkat kesalahan 0,05 maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang diestimasi tidak layak. Berikut table output hasil penelitian ini: 119 Tabel 4.6 Output Uji Statistik secara Simultan (Uji F) R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621 Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200 S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400 Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337 Hannan-Quinn criter. 13.76060 Durbin-Watson stat 0.767018 Log likelihood -816.2400 F-statistic 692.2518 Prob(F-statistic) 0.000000 (Sumber: data diolah menggunakan Eviews9) Dari hasil output diatas menunjukkan bahwa nilai signifikansi atau prob. F hitung adalah sebesar 0,000000 dan nilai F hitung adalah sebesar 692,251. Nilai prob. F hitung lebih kecil daripada 5% yaitu 0,000000, maka dapat dikatakan bahwa model regresi adalah layak dan variabel independen yaitu Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). c. Koefisien Determinasi (𝐑𝟐 ) Koefisien determinasi menjelaskan variasi pengaruh variabelvariabel bebas terhadap variabel terikatnya. Atau dapat pula dikatakan sebagai proporsi pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. 120 Nilai koefisien determinasi dapat diukur oleh nilai R-Square atau Adjusted R-Square. Koefisien Determinasi (R2 ) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai yang kecil berarti kemampuan variabel independent dalam menerangkan variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2001). Adjusted R-Square digunakan pada saat variabel bebas lebih dari satu. Tabel berikut menunjukkan nilai koefisien determinasi dalam penelitian ini. Tabel 4.7 Koefisien Determinasi (𝐑𝟐 ) R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621 Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200 S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400 Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337 Hannan-Quinn criter. 13.76060 Durbin-Watson stat 0.767018 Log likelihood -816.2400 F-statistic 692.2518 Prob(F-statistic) 0.000000 (Sumber: data diolah menggunakan Eviews9) Pada table diatas dapat dilihat nilai Adjusted R-Square adalah sebesar 0,966 atau 96,6%, yang artinya variabel dependen (Indeks Harga Saham Gabungan) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dependen yaitu 121 Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng sebesar 96,6%, sedangkan sisanya sebesar 3,4% dijelaskan oleh faktor-faktor lain atau yang tidak terdapat pada model regresi dalam penelitian ini seperti politik, kebijakan pemerintah, pajak, dan lain sebagainya. 4. Analisis Persamaan Regresi Linier Berganda Persamaan regresi linier berganda yang dihasilkan dari output diatas adalah sebagai berikut: JKSE = - 5855.205 - 81.79353*SBI + 0.078332*KURS + 1.471983*GOLD + 51.98421*DJISQRT + 0.048796*HSI + e Berdasarkan persamaan diatas diketahui nilai konstanta sebesar 5855,205 yang menunjukkan apabila variabel tingkat suku bunga SBI, Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah, harga emas dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng bernilai 0 maka nilai Indeks Harga Saham Gabungan adalah sebesar -5855,205 dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Nilai koefisien regresi tingkat suku bunga SBI bertanda negatif maka jika variabel SBI mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan sebesar 81.79353 kali dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap. 122 Nilai koefisien regresi variabel Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah bertanda positif artinya jika variabel kurs mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan meningkatkan IHSG sebesar 0.078332 kali dengan asumsi variabel lainya dianggap tetap. Nilai koefisien regresi variabel harga emas dunia bertanda positif artinya jika variabel harga emas dunia mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan meningkatkan IHSG sebesar 1.471983 kali dengan asumsi variabel lainya dianggap tetap. Nilai koefisien regresi variabel Indeks Dow Jones bertanda positif artinya jika variabel Indeks Dow Jones mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan meningkatkan IHSG sebesar 51.98421 kali dengan asumsi variabel lainya dianggap tetap. Nilai koefisien regresi variabel Indeks Hang Seng bertanda positif artinya jika variabel Indeks Hang Seng mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan meningkatkan IHSG sebesar 0.048796 kali dengan asumsi variabel lainya dianggap tetap. C. Interpretasi Data a. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG Tingkat Suku Bunga SBI memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000 Nilainya tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Tingkat suku bunga SBI memiliki nilai koefisien 81,79353. Maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti Tingkat suku 123 bunga SBI memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ketika tingkat suku bunga di bank tinggi maka investor cenderung lebih tertarik melakukan investasi pada instrumen bank seperti tabungan dan deposito, karena tingkat pengembalian lebih baik dan resiko yang lebih kecil daripada investasi pada instrumen pasar modal. Tingkat suku bunga SBI yang tinggi akan mempengaruhi suku bunga yang ditetapkan di bank pada instrumen perbankan seperti tabungan, giro, dan deposito. Instrumen bank seperti tabungan, giro, dan deposito merupakan bentuk investasi yang resikonya lebih rendah daripada instrument pasar modal seperti saham. Maka apabila investor memilih untuk berinvestasi pada tabungan, giro, dan deposito, permintaan pada saham-saham di pasar modal akan menurun, apabila permintaan atas saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia mengalami penurunan maka kinerja saham yang tercatat di bursa akan menurun dan berdampak pada penurunan IHSG. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Stanley S. C. Huang bahwa perubahan suku bunga dapat mempengaruhi harga saham (Yasmiandi, 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardian Agung Witjaksono (2010) dan Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) yang menemukan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG. Hasil ini menunjukkan bahwa penurunan tingkat suku bunga SBI akan mendorong kenaikan IHSG. Pertumbuhan perekonomian 124 Indonesia ini tidak lepas dari kebijakan Bank Indonesia yang mendorong pemotongan tingkat suku bunga SBI secara berkala untuk meningkatkan penyaluran kredit oleh bank umum kepada masyarakat (www.bi.go.id). b. Pengaruh Nilai Kurs terhadap IHSG Kurs Dollar terhadap Rupiah memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0033, nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi 5% (0,0033>0,05). Kurs Rupiah memiliki koefisien regresi senilai 0.078332, yang menunjukkan hubungan positf. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan Kurs Dollar terhadap Rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabugan (IHSG). Dollar Amerika Serikat merupakan mata uang asing yang digunakan pada setiap perdagangan internasional. Kegiatan perdagangan internasional seperti ekspor-impor menggunakan US$, sehingga permintaan atas US$ cenderung tinggi. Maka fluktuasi nilai US$ terhadap mata uang domestik suatu negara akan mempengaruhi perekonomian suatu negara tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung fluktuasi nilai kurs dollar terhadap rupiah dapat dilihat dari pergerakan indikator pasar modal yaitu IHSG. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kurs dollar terhadap rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Pengaruh tersebut didukung oleh fakta yang didapat dari idx.co.id bahwa tahun 2017 komposisi trading value oleh investor asing adalah sebesar 37%. Kondisi dollar yang 125 terapresiasi dan rupiah yang melemah merupakan saat yang menguntungkan bagi investor asing, dimana mereka dapat melakukan profit taking ketika harga saham sedang turun akibat rupiah yang terdepresiasi. Ketika dollar terapresiasi maka investor asing di pasar modal yang sudah memiliki portofolio akan merespon kondisi tersebut dengan meningkatkan frekuensi jual beli saham sebelum harga rupiah menjadi stabil. Peningkatan frekuensi perdagangan saham akan meningkatkan permintaan saham-saham di bursa sehingga akan meningkatkan kinerja IHSG. Hasil penelitian ini sesuai dengan Ginanjar Firdaus (2015) dan Robert D. Gay, Jr. (2016) yang menunjukkan bahwa nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap indeks saham. Namun tidak sesuai dengan penelitian Ardian Agung Witjaksono (2010), Rusbariand et al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) yang menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap indeks saham. Sedangkan Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh terhadap IHSG. Pada saat terjadi krisis global 2008, memberi dampak pada melemahnya nilai kurs rupiah terhadap Dollar AS. Menurut Rusbariand et. al (2012) Dampak melemahnya nilai rupiah memicu naiknya harga komoditas, termasuk barang-barang produksi. Tentunya hal ini berdampak pada meningkatnya biaya produksi, dan menurunnya laba perusahaan. Turunnya laba perusahaan akan berpengaruh pada kebijakan deviden, terutama deviden kas dan hal ini 126 daya tarik investor. Menurunnya minat investor terhadap saham dapat berdampak pada menurunnya harga saham, sehingga harga saham akan mengalami penurunan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan, didukung oleh pendapat Fidaus (2015) bahwa jika nilai tukar USD/Rupiah mengalami peningkatan (rupiah terdepresiasi) investor dapat mulai berinvestasi atau menahan portofolio yang telah dimiliki sebelumnya, kemudian ketika nilai tukar USD/Rupiah turun (rupiah terapresiasi) setelah periode puncak kenaikan tersebut maka investor dapat melakukan profit taking. Ketika investor melakukan profit taking, maka perdagangan saham di bursa akan meningkat, sehingga Indeks Harga Saham Gabungan akan akan mengalami peningkatan. c. Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG Harga Emas Dunia memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000. Tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Harga emas dunia memiliki koefisien regresi sebesar 1,471983 yang menunjukkan hubungan positif. Maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti harga emas memiliki pengaruh positif singnifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Emas merupakan asset bebas resiko yang memiliki nilai lindung terhadap inflasi, hal tersebut ditunjukkan dari harga emas yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Sehingga emas disukai oleh investor sebagai bentuk diversifikasi portofolio. Hampir sama dengan harga minyak dunia, 127 harga emas dapat menjadi signal investor untuk berinvestasi pada pasar modal. Walaupun berpengaruh positif dan signifikan, emas tetap dapat digunakan sebagai diversifikasi karena emas cenderung aman dan bebas risiko (Ginanjar Firdaus, 2015). Dengan meningkatnya harga emas maka, investor akan memiliki kesempatan untuk membentuk portofolio yang baik, karena emas merupakan salah satu investasi yang memiliki resiko kecil dan mudah diperjualbelikan. Sesuai denga teori Portofolio bahwa untuk meminimumkan risiko, perlu dilakukan diversivikasi dalam berinvestasi, yaitu membentuk portofolio atau menginvestasikan dana tidak di satu aset saja melainkan ke beberapa aset dengan proporsi dana tertentu. Maka apabila harga emas meningkat investor dapat mengatur proporsi aset bebas resikonya dalam bentuk emas untuk melindungi nilai portofolio yang dimilikinya tanpa harus khawatir untuk berinvestasi pada saham di bursa. Untuk itu apabila harga emas dunia meningkat maka investor yang memiliki saham di bursa akan lebih senang berinvestasi pada saham, karena mereka memiliki kesempatan untuk berdiversifikasi dengan baik, maka dari itu kenaikan harga emas dunia akan menjadi sinyal baik bagi para investor untuk meningkatkan investasinya di pasar modal. Sinyal tersebut akan memicu perdagangan saham-saham di bursa efek, sehingga akan meningkatkan kinerja IHSG. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Penelitian ini sesuai dengan Penemuan Ardian Agung Witjaksono (2010) 128 dan Ginanjar Firdaus (2015) menemukan bahwa harga emas dunia berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Menurut Sunariyah (2006) salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas risiko adalah emas. Emas dianggap lebih baik untuk lindung nilai terhadap inflasi. d. Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG Indeks Dow Jones memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000. Tingkat signifikansinyya lebih kecil dari 5% (0,0000<0,05). Koefisien regresi Indeks Dow Jones adalah sebesar 51,98421 yang menunjukkan arah positif. Sehingga Hipotesis alternatif diterima dan Hipotesis nol ditolak, Maka terdapat pengaruh positif signifikan antara variabel bebas Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia (www.bi.go.id). Selain itu Amerika Serikat merupakan negara dengan GDP tertinggi di dunia. Sehingga pergerakan perekonomian AS akan mempengaruhi pergerakan ekonomi seluruh dunia baik secara langsung maupun tidak langsung karena Amerika serikat memiliki banyak perusahaan multinasional yang memiliki cabang di seluruh dunia. Untuk itu kondisi perekonomiannya akan secara cepat mempengaruhi negaranegara lain. Dampak tidak langsung yang dimaksudkan disini adalah ketika kenaikan atau penurunan IHSG dipengaruhi oleh kenaikan atau penurunan Indeks Dow Jones. Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar saham tertua di Amerika Serikat dan merupakan representasi dari kinerja industri terpenting di Amerika Serikat. Perusahaan yang tercatat di Indeks 129 Dow Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Kegiatan operasi mereka tersebar di seluruh dunia. Perusahaan seperti Coca-Cola, Exxon Mobil, Citigroup, Procter & Gamble adalah salah satu contoh perusahaan yang tercatat di Dow Jones dan beroperasi di Indonesia. Indeks Dow Jones yang bergerak naik, menandakan kinerja perekonomian Amerika Serikat secara umum berada pada posisi yang baik. Dengan kondisi perekonomian yang baik, akan menggerakkan perekonomian Indonesia melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik investasi langsung maupun melalui pasar modal (Sunariyah,2006). Aliran modal yang masuk melalui pasar modal tentu akan memiliki pengaruh terhadap perubahan IHSG (Witjaksono, 2010). Perusahaan-perusahaan multinasional diatas menjadi indikator pergerakan indeks Dow Jones, sehingga kemunduran dan kenaikan perekonomian Amerika akan dicerminkan pada pergerakan indeks Dow Jones. Pasar modal Indonesia telah terintegrasi oleh pasar modal di dunia. Integrasi pasar modal Indonesia yang terus mengalami peningkatan (Husnan, 2001:238). Hal tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal di dunia akan mempengaruhi pergerakan pasar modal Indonesia. dalam penelitian ini didapat bahwa Indeks Dow Jones sebagai indikator pergerakan perekonomian Amerika serikat mempengaruhi IHSG sebagai indikator perekonomian Indonesia. Apabila kinerja indeks dow jones meningkat maka akan meningkatkan kinerja IHSG. 130 Samsul dalam Firdaus (2015) mengemukakan bahwa sebabnya investor selalu memperhatikan indeks saham global setiap hari sebelum dan sepanjang perdagangan berlangsung. IHSG sedikit banyak akan terpengaruh oleh indeks global/regional tersebut disamping kondisi makro ekonomi dalam negeri sendiri. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung maupun tidak langsung (Samsul, 2008). Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa Indeks Dow Jones mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil Penelitian Witjaksono (2010), Firdaus (2015), dan Ernayani & Mursalin (2015) menunjukkan bahwa Indeks Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Menurut Firdaus (2015) Indeks Dow Jones merupakan salah satu indeks saham yang sering dijadikan patokan atas kondisi ekonomi dunia bagi investor dalam proses pengambilan keputusan investasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis. Ketika Indeks Dow Jones mengalami kenaikan, hal ini biasanya diikuti oleh beberapa indeks saham di dunia termasuk IHSG. e. Pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG Indeks Hang Seng memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000 lebih kecil daripada 0,05 (5%). Yang berarti hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol ditolak, Nilai koefisien regresi ditunjukkan sebesar 0.048796. Maka dapat dikatakan bahwa Indeks Hang Seng berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. 131 Belakangan ini perekonomian Indonesia diutunjang dengan adanya kerja sama antara Tiongkok dengan Indonesia. Dikutip dari economy.okezone.com yang mengabarkan bahwa kerja sama BCSA (Bilateral Currency Swap Agreement) yang diperpanjang pada 2013 ini akan berakhir pada Oktober 2016. Perpanjangan kerja sama BCSA tersebut mencakup kenaikan nilai kerja sama yang telah disepakati oleh Kepala Negara RI dan China dari 100 miliar Renminbi (Yuan) menjadi 130 miliar yuan atau setara Rp266,09 triliun (Rp2047 per Yuan). Pinjaman dari PBC (People’s Bank of China) ini akan dipakai untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa aliran dana dari investor Tiongkok mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia dalam periode penelitian. Sehingga adanya perubahan keadaan ekonomi di Tiongkok dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia, perubahan yang dimaksud adalah seperti perubahan tingkat risiko bisnis di negara tersebut. Salah satu variabel ekonomi yang dapat dijadikan pengukuran kinerja perekonomian suatu negara adalah indeks saham di negara tersebut. Maka dari itu apabila indeks Hang Seng mengalami peningkatan maka sama halnya dengan IHSG. Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan. Samsul dalam Firdaus (2015) mengemukakan bahwa sebabnya investor selalu memperhatikan indeks saham global setiap hari sebelum dan sepanjang perdagangan berlangsung. IHSG sedikit banyak akan 132 terpengaruh oleh indeks global/regional tersebut disamping kondisi makro ekonomi dalam negeri sendiri. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung maupun tidak langsung (Samsul, 2008). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012) dan Syarofi (2014) menunjukkan bahwa Indeks Saham Hang Seng berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Menurut Syarofi (2014) pengarung Indeks Hang Seng terhadap IHSG tersebut dilatarbelakangi oleh pernyataan bahwa Pada periode Januari–Desember 2012, Cina merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai sebesar US$20.863,8 juta (13,63 persen) (www.bps.go.id). 133 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Hasil uji t (parsial) secara statistik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa semua variabel bebas yaitu suku bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang seng memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tingkat signifikansi 𝛼 = 5%. 1. Suku Bunga SBI memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000 Nilainya tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Tingkat suku bunga SBI memiliki nilai koefisien -81,79353 yang menunjukkan arah negatif. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti Tingkat suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 2. Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah memiliki angka signifikansi sebesar 0,0033, nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi 5% (0,0033>0,05). Kurs Rupiah memiliki koefisien senilai 0.078332, yang menunjukkan hubungan posiitf. Maka dapat 134 disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan Kurs Dollar terhadap Rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabugan (IHSG). 3. Harga Emas Dunia memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000. Tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Harga emas dunia memiliki koefisien regresi sebesar 1,471983 yang menunjukka hubungan positif. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti harga emas memiliki pengaruh positif singnifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 4. Indeks Dow Jones memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000. Tingkat signifikansinyya lebih kecil dari 5% (0,0000<0,05). Koefisien regresi Indeks Dow Jones adalah sebesar 51,98421 yang menunjukkan arah positif. Sehingga Hipotesis alternatif diterima dan Hipotesis nol ditolak, Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara variabel bebas Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 5. Indeks Hang Seng memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000 lebih kecil daripada 0,05 (5%). Yang berarti hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol ditolak, Nilai koefisien regresi ditunjukkan sebesar 0.048796. Maka dapat disimpulkan bahwa Indeks Hang Seng berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. 6. Hasil Uji F yang telah dilakukan menunjukkan bahwa semua variabel bebas yang terdiri dari tingkat suku bunga SBI, Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks 135 Dow Jones, dan Indeks Hang seng berpengaruh secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 𝛼 = 5%. Nilai Adjusted R-Square adalah sebesar 0,966 atau 96,6%, yang artinya variabel dependen (Indeks Harga Saham Gabungan) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dependen yaitu Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng sebesar 96,6%, sedangkan sisanya sebesar 3,4% dijelaskan oleh faktor-faktor lain atau yang tidak terdapat pada model regresi dalam penelitian ini seperti politik, kebijakan pemerintah, pajak, dan lain sebagainya. 136 B. Saran Dibawah ini merupakan beberapa saran dari penulis untuk para peneliti yang tertarik melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini: 1. Penelitian fokus pada faktor makro ekonomi untuk menganalisis Indeks Harga Saham Gabungan. Maka disarankan kepada peneliti untuk mencoba menambahkan faktor ekonomi makro lainnya seperti inflasi, harga emas dunia, Produk Domestik Bruto, dan berbagai faktor makro ekonomi lainnya untuk memperluas lingkup penelitian mengenai Indeks Harga Saham Gabungan. 2. Disarankan bagi peneliti sebelumnya untuk memperbaharui periode penelitian agar mendapat hasil penelitian yang lebih baik dan dapat mendapat fenomena yang dapat mempengaruhi variabel. 3. Untuk penelitian selanjutnya akan lebih menarik apabila memperluas indeks negara lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini, misalnya indeks Nikkei 225, NASDAQ, dan lain sebagainya 137 DAFTAR PUSTAKA Blanchard, Oliver. Macroeconomic 4 Edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey. 2006. Bodie Z, Kane A, dan Markus AJ. Manajemen Potofolio dan Investasi. Edisi Kesembilan. Dalimunthe Z, Wibowo B, penerjemah; Jakarta. 2014. Ang, Robert. “ Buku Pintar : Pasar Modal Indonesia “, First Edition Mediasoft Indonesia. 1997. Antonello D”Agostino, Luca Sala, and Paolo Surico. “The Fed and the Stock Market”. Available: www.ideas.repec.org. 2005. Ben S. Bernanke and Kenneth N. Kuttner. “What Explaint the Stock Market’s Reaction to Federal Reserve Policy”. Available: www.federalreserve.gov. 2003. Bernd Hayo and Ali M. Kutan. “The Impact of News, Oil Prices, and Global Market Developments on Russian Financial Markets”. Available: www.ideas.repec.org. 2004. Chao, Lee Kuan. et. al. Impacts Of Macroeconomic Factors On The Performance Of Stock Market In Malaysia. Faculty Of Business And Finance Department Of Finance: Universiti Tunku Abdul Rahman. 2016. Ernayani dan Mursalin. Pengaruh Kurs Dolar, Indeks Dow Jones Dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap IHSG (Periode Januari 2005 – Januari 2015). Seminar Nasional Ekonomi Manajemen dan Akuntansi (SNEMA) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. 2015. Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. 2001. Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. 2005. Ghozali, Imam. Analisis Multivariat dan Ekonometrika: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan Eviews 8. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. 2013. Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. 2003. 138 Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta. 2007. Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta. 2013. Hady, Hamdy. Manajemen Keuangan Internasional. Edisi Ketiga. Mitra Wacana Media. Jakarta. 2012. Husnan, Suad. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. 2001. Kodrat, David Sukardi et. al. Manajemen Investasi, Pendekatan Teknikal dan Fundamental untuk Analisis Saham. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. 2010. Madura, Jeff. Financial Institutions and Markets. New York: Thomson South Western. 2006. Murni, Asfia. Ekonomi Makro. Bandung: Refika Aditama. 2013. Prasetyanto, Panji Kusuma. Pengaruh Produk Domestik Bruto dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2002-2009. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis Airlangga Vol.1 No.1. 2016. Puspitarani, Shinta. Analisis Pengaruh Inflasi, Bi Rate, Kurs Rupiah/Us$, dan Harga Emas Dunia Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Keuangan pada Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. 2016. Raraga, Filus et. al. Analisis Pengaruh Harga Minyak Dan Harga Emas Terhadap Hubungan Timbal-Balik Kurs dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2000 -2013. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. 2012. Rusbariand, Septian Prima et. al. Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, dan Kurs Rupiah Terhadap Pergerakan Jakarta Islamic Index di Bursa Efek Indonesia. Forum Bisnis & Keuangan I: Universitas Gunadarma. 2012. Samsul, Mohammad. Pasar Modal Erlangga, Jakarta. 2008. dan Manajemen Portofolio. 139 Sari, Yuni Kemala. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Indeks Saham Hang Seng, Kurs Dollar As dan Indeks Saham Dow Jones Industrial Average terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008 -2010. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. 2012. Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”. Edisi Kelima. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2005. Sukirno, Sadono. Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. RajaGrafindo Persada, Jakarta. 2012. Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Ketiga, UPP-AMP YKPN, Yogyakarta. 2003. Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima, UPP STIM YKPN, Yogyakarta. 2006. Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Keenam. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. 2011. Syarofi, Faris Hamam. Analisis Pengaruh Suku Bunga Sbi, Kurs Rupiah/Us$, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Djia, Nikkei 225 dan Hang Seng Index Terhadap Ihsg Dengan Metode Garch-M (Periode Januari 2003 – Mei 2013). Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. 2014. Tandelilin, Eduardus. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA. 2001. Wardani, Anastasia Putri Kusuma. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006 – 2015. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. 2016. Witjaksono, Ardian Agung. Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009). Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. 2010. Yasmiandi, Fauzan. Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga, Harga Minyak, dan Harga Emas Terhadap Return Saham. Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011. 140 Zulganef. Metode Penelitian Sosial dan Bisnis. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. 2008. www.bi.go.id www.bps.go.id www.economy.okezone.com www.ekonomi.kompas.com www.finance.detik.com www.finance.yahoo.com www.fred.stlouisfed.org www.idx.co.id www.id.wikipedia.org www.indonesia-investments.com www.investing.com www.market.bisnis.com www. odnv.co.id www.sg-insight.com 141 LAMPIRAN DATA- DATA Data Tingkat Suku Bunga SBI Bulan 2007 Januari 9.50% Februari 9.25% Maret 9.00% April 9.00% Mei 8.75% Juni 8.75% Juli 8.25% Agustus 8.25% September 8.25% Oktober 8.25% November 8.25% Desember 8.00% Sumber: bi.go.id 2008 8.00% 8.00% 8.00% 8.00% 8.25% 8.50% 8.75% 9.00% 9.25% 9.50% 9.50% 9.25% 2009 10.49% 9.20% 8.74% 8.17% 7.58% 7.07% 6.81% 6.67% 6.58% 6.60% 6.59% 6.59% 2010 6.60% 6.59% 6.56% 6.50% 6.58% 6.60% 6.63% 6.63% 6.64% 6.37% 6.42% 6.26% Tahun 2011 2012 6.08% 4.88% 6.71% 3.82% 6.72% 3.83% 7.18% 3.93% 7.36% 4.24% 7.36% 4.32% 7.28% 4.46% 6.78% 4.54% 6.28% 4.67% 5.77% 4.75% 5.22% 4.77% 5.04% 4.80% 2013 4.84% 4.86% 4.87% 4.89% 5.02% 5.28% 5.52% 5.86% 6.96% 6.97% 7.22% 7.22% 2014 7.23% 7.17% 7.13% 7.14% 7.15% 7.14% 7.09% 6.97% 6.88% 6.85% 6.87% 6.90% 2015 6.93% 6.67% 6.65% 6.66% 6.66% 6.67% 6.69% 6.75% 7.10% 7.10% 7.10% 7.10% 2016 6.65% 6.55% 6.60% 6.60% 6.60% 6.40% 6.40% 6.40% 6.15% 5.90% 5.90% 5.90% 2015 12667.5 12925 13075 12962.5 13224 13332.5 13527.5 14050 14650 13687.5 13835 13787.5 2016 13775 13372 13260 13185 13660 13212.5 13098.5 13267.5 13051 13048 13552.5 13472.5 Data Nilai Kurs Rupiah Terhadap Dollar Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2007 9100 9131.5 9120 9088 8827 9035 9225 9390 9145 9097.5 9370 9392.5 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 9246.5 11380 9350 9048 8990 9697.5 12210 9065 11980 9337 8821.5 9020 9663.5 11609 9215 11555 9090 8707.5 9144 9717.5 11360 9222 10585 9012.5 8564 9190.5 9722.5 11561.5 9315 10290 9175 8535.5 9400 9795 11675 9220 10207.5 9060 8576.5 9392.5 9925 11855 9095 9925 8940 8500 9445 10277.5 11577.5 9150 10080 9035 8533 9535 10920 11690 9415 9645 8925 8790 9570 11580 12185 10900 9550 8937.5 8852.5 9605 11272.5 12085 12025 9455 9034 9110 9593.5 11962.5 12204 10900 9425 9010 9067.5 9637.5 12170 12385 Sumber: investing.com 142 Data Harga Emas Dunia Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2007 631.17 664.75 654.90 679.37 666.86 655.49 665.30 665.41 712.65 754.60 806.25 803.20 2008 889.60 922.30 968.43 909.71 888.66 889.49 939.77 839.03 829.93 806.62 760.86 816.09 2009 858.69 943.16 924.27 890.20 928.65 945.67 934.23 949.38 996.59 1043.16 1127.04 1134.72 2010 1117.96 1095.41 1113.34 1148.69 1205.43 1232.92 1192.97 1215.81 1270.98 1342.02 1369.89 1390.55 Tahun 2011 2012 1356.40 1656.12 1372.73 1742.62 1424.01 1673.77 1473.81 1650.07 1510.44 1585.51 1528.66 1596.70 1572.81 1593.91 1755.81 1626.03 1771.85 1744.45 1665.21 1747.01 1738.98 1721.14 1652.31 1688.53 Tahun 2011 2012 2013 1670.96 1627.59 1592.86 1485.08 1413.50 1342.36 1286.72 1347.10 1348.80 1316.19 1275.82 1225.40 2014 1244.80 1300.98 1336.08 1299.00 1287.53 1279.10 1310.97 1295.99 1238.82 1222.49 1176.30 1202.29 2015 1251.85 1227.19 1178.63 1197.91 1199.05 1181.51 1130.04 1117.48 1124.53 1159.25 1085.70 1068.25 2016 1097.38 1199.91 1246.34 1242.26 1259.40 1276.41 1337.33 1341.09 1326.03 1266.57 1235.98 1151.40 Sumber: fred.stlouisfed.org Data Indeks Dow Jones Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2007 2008 2009 2010 12621.69 12268.63 12354.35 13062.91 13627.64 13408.62 13211.99 13357.74 13895.63 13930.01 13371.72 13264.82 12650.36 12266.39 12262.89 12820.13 12638.32 11350.01 11378.02 11543.96 10850.66 9325.01 8829.04 8776.39 8000.86 7062.93 7608.92 8168.12 8500.33 8447.00 9171.61 9496.28 9712.28 9712.73 10344.84 10428.05 10067.33 10325.26 10856.63 11008.61 10136.63 9774.02 10465.94 10014.72 10788.05 11118.49 11006.02 11577.51 11891.93 12226.34 12319.73 12810.54 12569.79 12414.34 12143.24 11613.53 10913.38 11955.01 12045.68 12217.56 12632.91 12952.07 13212.04 13213.63 12393.45 12880.09 13008.68 13090.84 13437.13 13096.46 13025.58 13104.14 2013 2014 2015 2016 13860.58 14054.49 14578.54 14839.80 15115.57 14909.60 15499.54 14810.31 15129.67 15545.75 16086.41 16576.66 15698.85 16321.71 16457.66 16580.84 16717.17 16826.60 16563.30 17098.45 17042.90 17390.52 17828.24 17823.07 17164.95 18132.70 17776.12 17840.52 18010.68 17619.51 17689.86 16528.03 16284.70 17663.54 17719.92 17425.03 16466.30 16516.50 17685.09 17773.64 17787.20 17929.99 18432.24 18400.88 18308.15 18142.42 19123.58 19762.60 Sumber: finance.yahoo.com 143 Data Indeks Hang Seng Bulan 2007 2008 Januari 19651.51 24331.67 Februari 19800.93 22849.20 Maret 20318.98 25755.35 April 20634.47 24533.12 Mei 21772.73 22102.01 Juni 23184.94 22731.10 Juli 23984.14 21261.89 Agustus 27142.47 18016.21 September 31352.58 13968.67 Oktober 28643.61 13888.24 November 27812.65 14387.48 Desember 23455.74 13278.21 Sumber: finance.yahoo.com 2009 2010 12811.57 13576.02 15520.99 18171.00 18378.73 20573.33 19724.19 20955.25 21752.87 21821.50 21872.50 20121.99 20608.70 21239.35 21108.59 19765.19 20128.99 21029.81 20536.49 22358.17 23096.32 23007.99 23035.45 23447.34 Tahun 2011 2012 23338.02 23527.52 23720.81 23684.13 22398.10 22440.25 20534.85 17592.41 19864.87 17989.35 18434.39 20390.49 21680.08 20555.58 21094.21 18629.52 19441.46 19796.81 19482.57 20840.38 21641.82 22030.39 22656.92 23729.53 2013 2014 2015 2016 23020.27 22299.63 22737.01 22392.16 20803.29 21883.66 21731.37 22859.86 23206.37 23881.29 23306.39 22035.42 22836.96 22151.06 22133.97 23081.65 23190.72 24756.85 24742.06 22932.98 23998.06 23987.45 23605.04 24507.05 24823.29 24900.89 28133.00 27424.19 26250.03 24636.28 21670.58 20846.30 22640.04 21996.42 21914.40 19683.11 19111.93 20776.70 21067.05 20815.09 20794.37 21891.37 22976.88 23297.15 22934.54 22789.77 22000.56 23360.78 Data Indeks Harga Saham Gabungan Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2007 2008 2009 2010 1740.97 1830.92 1999.17 2084.32 2139.28 2348.67 2194.34 2359.21 2643.49 2688.33 2745.83 2627.25 2721.94 2447.30 2304.52 2444.35 2349.10 2304.51 2165.94 1832.51 1256.70 1241.54 1355.41 1332.67 1285.48 1434.07 1722.77 1916.83 2026.78 2323.24 2341.54 2467.59 2367.70 2415.84 2534.36 2610.80 2549.03 2777.30 2971.25 2796.96 2913.68 3069.28 3081.88 3501.30 3635.32 3531.21 3703.51 3409.17 Tahun 2011 2012 3470.35 3678.67 3819.62 3836.97 3888.57 4130.80 3841.73 3549.03 3790.85 3715.08 3821.99 3941.69 3985.21 4121.55 4180.73 3832.82 3955.58 4142.34 4060.33 4262.56 4350.29 4276.14 4316.69 4453.70 2013 2014 2015 2016 4795.79 4940.99 5034.07 5068.63 4818.90 4610.38 4195.09 4316.18 4510.63 4256.44 4274.18 4418.76 4620.22 4768.28 4840.15 4893.91 4878.58 5088.80 5136.86 5137.58 5089.55 5149.89 5226.95 5289.40 5450.29 5518.67 5086.42 5216.38 4910.66 4802.53 4509.61 4223.91 4455.18 4446.46 4593.01 4615.16 4770.96 4845.37 4838.58 4796.87 5016.65 5215.99 5386.08 5364.80 5422.54 5148.91 5296.71 5294.10 Sumber: finance.yahoo.com 144 LAMPIRAN HASIL OUTPUT EVIEWS Output Uji Normalitas Jarque-Bera 20 Series: Residuals Sample 1 120 Observations 120 16 12 8 4 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -1.34e-12 -4.218665 575.4933 -459.2247 218.6004 0.318655 2.631669 Jarque-Bera Probability 2.709161 0.258056 0 -500 -400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 600 Output Uji Heteroskedastisitas (Glejser Test) Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic 0.578773 Prob. F(5,114) 0.7162 Obs*R-squared 2.970761 Prob. Chi-Square(5) 0.7045 Scaled explained SS 2.682275 Prob. Chi-Square(5) 0.7488 145 Output Uji Multikolinieritas (VIF) Variance Inflation Factors Date: 10/09/17 Time: 01:23 Sample: 1 120 Included observations: 120 Coefficient Uncentered Centered Variable Variance VIF VIF SBI 118.2481 4.255507 3.358214 KURS 0.000681 188.4063 4.974510 GOLD 0.017625 65.77164 3.805410 DJISQRT 13.48818 442.8173 5.698910 HSI 0.000108 125.1744 2.290166 C 80729.58 194.2093 NA 146 Output Regresi Linier Sederhana Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 07/13/17 Time: 12:58 Sample: 1 120 Included observations: 120 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. SBI -81.79353 10.87419 -7.521803 0.0000 KURS 0.078332 0.026087 3.002714 0.0033 GOLD 1.471983 0.132759 11.08761 0.0000 DJISQRT 51.98421 3.672625 14.15451 0.0000 HSI 0.048796 0.010376 4.702686 0.0000 C -5855.205 284.1295 -20.60752 0.0000 R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621 Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200 S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400 Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337 Hannan-Quinn criter. 13.76060 Durbin-Watson stat 0.767018 Log likelihood -816.2400 F-statistic 692.2518 Prob(F-statistic) 0.000000 147 Output AR(1) (Cochrane-Orcutt) Dependent Variable: JKSE Method: ARMA Maximum Likelihood (OPG - BHHH) Date: 07/13/17 Time: 13:01 Sample: 1 120 Included observations: 120 Convergence achieved after 24 iterations Coefficient covariance computed using outer product of gradients Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -5958.706 526.8696 -11.30964 0.0000 SBI -46.90862 11.72431 -4.000970 0.0001 KURS 0.135044 0.043175 3.127822 0.0022 GOLD 1.707036 0.196817 8.673202 0.0000 DJISQRT 41.55674 4.989792 8.328352 0.0000 HSI 0.065580 0.008915 7.355899 0.0000 AR(1) 0.710231 0.077446 9.170665 0.0000 SIGMASQ 27630.45 3709.963 7.447634 0.0000 R-squared 0.981408 Mean dependent var 3704.621 Adjusted R-squared 0.980246 S.D. dependent var 1224.200 S.E. of regression 172.0583 Akaike info criterion 13.20373 Sum squared resid 3315654. Schwarz criterion 13.38957 Hannan-Quinn criter. 13.27920 Durbin-Watson stat 1.823597 Log likelihood -784.2241 F-statistic 844.6020 Prob(F-statistic) 0.000000 Inverted AR Roots .71 148