BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia (SDM) merupakan unsur yang penting dalam suatu organisasi, sehingga harus dikelola dengan baik agar tujuan organisasi tersebut tercapai. Pengelolaan SDM ini tidaklah mudah, sehingga diperlukan ilmu untuk mempelajari cara-cara pengelolaan SDM yang disebut Manajemem Sumber Daya Manusia (MSDM). Definisi MSDM menurut beberapa ahli : Menurut Hasibuan (2005 : 9) MSDM adalah ilmu seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Menurut Gary Dessler (2006 : 5) dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, dan menilai serta memberikan kompensasi pada karyawan, memperhatikan hubungan kerja, kesehatan, keamanan, dan masalah keadilan. Menurut Mangkunegara (2007 : 2) MSDM merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian 10 balas jasa, pengintegrasian, 11 pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Menurut T. Hani Handoko (2008 : 4) MSDM adalah penarikan, seleksi, pengembangan, memelihara, penggunaan SDM untuk mencapai baik tujuan individu maupun organisasi. Menurut Anwar Prabu (2009) MSDM dapat didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu. Setelah memperhatikan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengembangan atau pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia dan menitikberatkan perhatiannya pada masalah personalia ataupun sumber daya manusia berupa penarikan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemerhatian agar tercapai tujuan perusahaan, individu, juga masyarakat. 2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Sutrisno (2009) dalam bukunya menyatakan fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, pemberhentian. 12 Sebagai ilmu terapan dalam ilmu manajemen, maka Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki fungsi-fungsi manajerial dengan penerapan dibidang Sumber Daya Manusia sebagai berikut : 2.2.1 Fungsi Manajerial a. Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah kegiatan memperkirakan tentang keadaan tenaga kerja, agar sesuai dengan kebutuhan organisasi secara efektif dan efisien, dalam membantu terwujudnya tujuan. b. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengatur karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi, dalam bentuk bagan organisasi. c. Pengarahan (Directing) Pengarahan adalah kegiatan memberi petunjuk kepada karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainnya tujuan perusahaan. d. Pengendalian (Controlling) Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. 13 2.2.2 Fungsi Operasional a. Pengadaan tenaga kerja (Procurement) Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, dan orientasi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. b. Pengembangan (Development) Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. c. Kompensasi (Compensation) Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), berupa uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa dan diberikan kepada perusahaan. d. Pengintegrasian (Integration) Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. e. Pemeliharaan (Maintenance) Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. 14 f. Kedisiplinan (Discipline) Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dengan norma-norma sosial. g. Pemberhentian (Separation) Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan, pemberhentian ini disebakan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya. 2.3 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Cushway (Irianto, 2001) tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia adalah : 1. Memberi pertimbangan manajemen dalam memuat kebijakan SDM untuk memastikan bahwa organisasi memiliki pekerjaan yang termotivasi dan berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal. 2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannya. 3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan strategi khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM. 15 4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer lini mencapai tujuannya. 5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja untuk meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam mencapai tujuan. 6. Menyediakan media komunikasi antara pekerja dan manajemen organisasi. 7. Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam manajemen SDM. 2.4 Sistem Human Resource Management (HRM) Sistem adalah unit organisasi yang disusun oleh dua atau lebih bagianbagian yang saling tergantung dalam sistem lingkungan yang besar atau suprasistem (Smither dkk, 1996). Dalam konteks teori sistem, organisasi adalah satu elemen dari sejumlah elemen yang berinteraksi secara interdependensi. Aliran masukan dan keluaran adalah dasar dari titik awal dalam menjelaskan organisasi, yang artinya organisasi (sebagai masukan) mengambil sumber daya dari sistem yang lebih besar (lingkungan), kemudian memproses dari sumber daya ini dan mengubah mereka dalam bentuk lain atau keluaran. (Gibson, dkk, 1996) 16 Senada dengan hal diatas, Smither, dkk (1996) berpendapat bahwa sistem secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem tertutup adalah sebuah tipe sistem yang subsistemnya dilengkapi sendiri dan kelengkapannya itu diasingkan dari lingkungannya. Sejak sistem tertutup tidak berhubungan dengan lingkungannya, sistem ini tidak menerima input atau menghasilkan output. Sistem tertutup merupakan karakteristik oleh sebuah gerakan terhadap Entropy (sebuah proses penurunan derajat, kekacauan, dan peristiwa sistem yang mati). Sistem terbuka dapat diartikan sebagai satu set elemen yang saling berhubungan dan saling menyambung yang diperoleh input dari lingkungan, mengubah bentuk mereka dan melepaskan output pada lingkungan luar. Hubungan dengan lingkungan dalam bentuk input dan output memunculkan sebuah kritikan yang merencanakan sistem terbuka. Pengertian manajemen itu sendiri, menurut Manulang (1981), Manajemen didefinisikan sebagai segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu masih dalam Manulang, manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan daripada sumber daya, terutama sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu. 17 Sependapat dengan Manulang, manajemen menurut Gibson, dkk (1996) adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian tindakan, kegiatan atau operasi yang mengarah pada beberapa sasaran tertentu. Senada dengan hal tersebut, Jiwanto (1985) mengartikan manajemen sebagai suatu kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yang dilakukan oleh setiap organisasi guna mengkoordinasikan berbagai sumber daya manusia yang dimiliki untuk tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dari pengertian diatas, maka dapat diartikan sistem manajemen adalah suatu unit organisasi yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan organisasi yang memiliki suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan sesuai dengan tujuan organisasi yang akan dicapai dan dilaksanakan secara efektif dan efisien melalui kerjasama atau bantuan tenaga orang-orang dan sumber-sumber daya lainnya yang tersedia. Berdasarkan teori subsistem Glasl dan Lievegoed (1997), sistem organisasi adalah sebuah sistem yang terdiri dari tiga subsistem, yaitu subsistem budaya (Cultural subsystem), subsistem sosial (Social subsystem), dan subsistem teknis (Technical subsystem). 2.4.1 Subsistem Budaya (Cultural Subsystem) Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang 18 berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Subistem budaya (cultural subsystem) dalam perspektif sosiologi merupakan salah satu bagian dari struktur tindakan sosial manusia. Subsistem budaya secara interdependensi bekerjasama dengan subsistem sosial (social subsystem), menjadi pewarna proses internalisasi nilai-nilai melalui sosialisasi. Dilihat dari hierarki sibernetiknya, Subsistem budaya berfungsi sebagai regulator atau pengarah bagi subsistem sosial. Pada subsistem budaya, terdapat sejumlah subsistem nilai, subsistem norma, subsistem ideologi ataupun subsistem pengetahuan, yang mempengaruhi, mengatur dan mengarahkan tindakan sosial para individu anggota suatu masyarakat. 2.4.2 Subsistem Sosial (Social Subsystem) Secara sosiologis, pengertian sistem sosial mengacu pada pemahaman yang menyatukan antara subsistem sosial dengan subsistem budaya. Diasumsikan bahwa realitas kemasyarakatan otomatis menyatu dengan realitas budaya. Bahwa budaya disatu sisi, dan masyarakat pada sisi lainnya, tidak akan bisa dipahami dan dianalisis tanpa mengaitkannya satu sama lain (Sallatang, 1999). Sub sistem sosial menunjuk pada aspek non formal. Sistem sosial terjadi 19 karena terjadinya saling berinteraksi para karyawan, baik sejajar atau lintas hierarki, membentuk kelompok sosial yang sifatnya spontan. Kelompok sosial ini memiliki tujuan, peran, struktur maupun normanya sendiri. Sosial berarti segala sesuatu yang beralihan dengan sistem hidup bersama atau hidup bermasyarakat dari orang atau sekelompok orang yang didalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nila-nilai sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya. Subsistem sosial adalah bagian-bagian yang saling berhubungan antar elemen-elemen sosial sehingga dapat berfungsi melakukan suatu pekerjaan untuk tujuan tertentu. 2.4.3 Subsistem Teknis (Technical Subsystem) Subsistem teknis yang menunjuk pada aspek formal. Sistem teknis terdiri dari aturan diberlakukan, distribusi wewenang dan tanggung jawab dilakukan, jenjang hierarki atas tugas-tugas disusun. Subsistem ini terdiri dari tugas-tugas yang dikehendaki untuk memproduksikan produk atau output organisasi atau perusahaan, dan alatalat seperti mesin atau komputer yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Informasi ini sendiri menjadi sebuah alat yang digunakan oleh karyawan untuk menyelesaikan tugas yang harus segera diselesaikan. Informasi dapat menjadi sebuah produksi. Organisasi dapat diklasifikasikan berdasarkan subsistem teknis (technical subsystem) 20 menurut Perrow (dalam Smither, 1996). Pelayanan organisasi seperti rumah sakit, dengan kata lain, memiliki tipe sarana atau prasarana dan prosedur-prosedur yang berbeda. Universitas misalnya, merupakan tipe lain dari pelayanan organisasi, memiliki subsistem teknis yang termasuk alat-alat audiovisual, handbook, silabus dan lain-lain. 2.5 Kepuasan Kerja Karyawan 2.5.1 Pengertian Kepuasan Kerja karyawan Salah satu sasaran penting dalam rangka manajemen sumber daya manusia dalam suatu perusahaan adalah terciptanya kepuasan kerja karyawan. Dengan kepuasan kerja tersebut diharapkan pencapaian tujuan perusahaan akan lebih baik dan akurat. Dibawah ini beberapa pengertian kepuasan kerja menurut pakar-pakar : a. Menurut Stephen Robins (2003 : 78) Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan karyawan, merupakan sikap umum yang dimiliki oleh karyawan yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari pendapat Robins tersebut terkandung dua dimensi, 21 pertama kepuasan yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh karyawan. b. Menurut Greenberg and Baron (2003 : 148) Mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka. c. Menurut Gibson (2000 : 106) Menyatakan kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki para pekerja tentang pekerjaan mereka. Hal itu merupakan hasil dari persepsi mereka tentang pekerjaan. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, yang sering diwujudkan dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi ataupun ditugaskan kepadanya dilingkungan kerjanya. 2.5.2 Teori Kepuasan Kerja Menurut Veitzhal Rivai (2009 : 856-858), teori tentang kepuasan kerja adalah : 22 a. Teori Ketidaksesuaian (discrepancy theory) Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyatan yang dirasakan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang ingin dicapai. b. Teori keadilan (equity theory) Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini, komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti : upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila 23 perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Pada dasarnya ada tiga tingkatan karyawan yaitu : 1) Memenuhi kebutuhan dasar karyawan; 2) Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga mungkin tidak mau pindah kerja ke tempat lain; 3) Memenuhi keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa yang diharapkan. c. Teori Dua Faktor (two factor theory) Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok, yaitu : satisfies atau motivator dan dissastifies. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak terpenuhinya faktor ini, tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissastifies adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari : gaji/upah, pengawasan, hubungan antarpribadi, kondisi kerja dan status. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk 24 memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa, meskipun belum terpuaskan. 2.5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan Banyak faktor yang memengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Faktor-faktor yang memberikan kepuasan menurut Blum (dalam As’ad, 2001) adalah : 1. Faktor individual meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan. 2. Faktor sosial meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerjaan, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan. 3. Faktor utama dalam pekerjaan meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Menurut Gilmer (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah : 1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan kemampuan selama kerja. pengalaman dan 25 2. Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat memengaruhi perasaan karyawan selama kerja. 3. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya. 4. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan. 5. Pengawasan. Sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over; 6. Faktor instrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan. 7. Kondisi kerja. Termasuk disini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin, dan tempat parkir. 8. Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja. 26 9. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja. 10. Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas. Pendapat lain dikemukakan oleh Brown & Ghiselli (1950), bahwa adanya lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja yaitu : 1. Kedudukan Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada mereka yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang memengaruhi kepuasan kerja. 2. Pangkat Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat atau golongan, sehingga pekerjaan tersebut memberikan 27 kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan mengubah perilaku dan perasaannya. 3. Jaminan finansial dan sosial Finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 4. Mutu pengawasan Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja. 2.6 Loyalitas Karyawan 2.6.1 Pengertian Loyalitas Karyawan Loyalitas karyawan menjadi unsur penting bagi kesuksesan dan kelangsungan hidup perusahaan. Karena loyalitas karyawan merupakan sikap kepedulian karyawan terhadap segala kondisi yang terjadi diperusahaan. Sikap kepedulian karyawan ini akan berpengaruh 28 positif terhadap jalannya usaha perusahaan. Loyalitas karyawan adalah sikap positif karyawan terhadap kondisi yang terjadi dalam perusahaan baik yang mengarah pada kemajuan perusahaan maupun yang mengarah pada kecenderungan yang merugikan. (Gouzali Saydam, 2005 : 417) Menurut Hasibuan (2004) mendeskripsikan loyalitas sebagai kesetiaan (loyalitas) dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan. Sedangkan pendapat lain mengatakan pengertian loyalitas karyawan adalah setia pada sesuatu dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi seseorang merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu untuk orang lain atau perusahaan tempat dia meletakkan loyalitasnya. (Sumber : Komunitas dan Perpustakaan Nasional Online Indonesia) Karyawan yang loyal terhadap perusahaan tidak rela jika perusahaannya mengalami kerugian, karena kerugian perusahaan dirasakan sebagai kerugiannya sendiri begitupun sebaliknya. Loyalitas timbul dari dalam sendiri, berasal dari kesadaran yang tinggi bahwa antara karyawan dengan perusahaan tempat mencari sumber penghasilan dan pemenuhan kebutuhan sosial lainnya. Disisi lain perusahaan juga dianggap mempunyai kepentingan pada karyawan, karena dengan karyawan itulah perusahaan akan dapat melakukan 29 kegiatan produksi dalam rangka pencapaian tujuannya. Para karyawan akan cenderung untuk setia kepada perusahaan yang setia kepada mereka. (Gary Dessler, 2003 : 9) Jika para karyawan sudah merasa menyatu dengan perusahaan, maka loyalitas akan dengan sendirinya timbul pada diri setiap karyawan. Karyawan yang loyal harus dimulai dari karyawan yang puas, karena kepuasan ini letaknya didalam hati, maka loyalitas tidak bias disuruh atau diminta. Loyalitas harus diciptakan. Berikan mereka value yang pas. Membangun loyalitas karyawan juga harus diikuti dengan membangun kompetensi karyawan. Kalau karywan loyal tetapi tidak tahu dan terampil bagaimana caranya melayani dan memuaskan konsumen, perusahaan juga rugi. Kalau karyawan loyal tapi perusahaan tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan dan tuntutan lingkungan apalagi kalau bisa mendikte lingkungannya, maka lama kelamaan perusahaan akan tersingkir dari area bisnis. (Prasetya : 2007) Adapun ciri-ciri karyawan yang mempunyai tingkat loyalitas yang tinggi menurut Gary Desller (2006) adalah sebagai berikut : a. Tidak senang melihat perbuatan yang merugikan perusahaan. b. Bersedia turun tangan untuk mencegah hal-hal yang merugikan perusahaan. 30 c. Bersedia mengorbankan kepentingan pribadinya, waktunya, tenaganya untuk kemajuan perusahaan. d. Tidak mau berbuat hal-hal yang mengarah pada hal-hal yang merusak perusahaan. e. Suka bekerja keras, kreatif dan selalu ingin berbuat yang terbaik bagi perusahaannya. f. Merasa bangga atas prestasi yang dicapai perusahaan. 2.6.2 Manfaat Loyalitas Karyawan Bagi sumber daya manusia yang bekerja pada perusahaan baik pemerintah ataupun non pemerintah perlu ditambah lagi dengan pembinaan loyalitas pada perusahaan tempat ia bekerja. Menurut Gouzali Saydam (2005 : 416) pembinaan loyalitas perlu dilakukan agar sumber daya manusia tersebut : a. Mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap perusahaan. b. Merasa memiliki terhadap perusahaan. c. Dapat mencegah terjadinya turn over (berbondong-bondong karyawan keluar dari perusahaan). d. Menjamin kesinambungan kinerja perusahaan. e. Menjamin tetap terpeliharanya motivasi kerja. f. Dapat meningkatkan profesionalisme dan produktivitas kerja. 31 Sumber daya manusia yang mempunyai loyalitas tinggi akan mempunyai kepedulian tinggi pula. Kepedulian disini kita maksudkan bahwa sumber daya manusia tersebut selalu bersikap positif terhadap kondisi yang terjadi dalam perusahaan, baik kondisi yang mengarah pada kecenderungan merugikan. 2.6.3 Langkah-langkah Peningkatan Loyalitas Berbagai cara dilakukan orang untuk meningkatkan kepedulian para sumber daya manusia, antara lain : a. Memberikan informasi yang lengkap tentang perkembangan perusahaan. b. Melibatkan para karyawan dalam setiap pemecahan masalah yang bersumber dari karyawan sendiri. c. Mengingatkan bahwa naik turunnya kinerja perusahaan akan turut meningkatkan atau menurunkan penghasilan karyawan. d. Selalu memperbaiki tingkat kompensasi yang diberikan kepada karyawan. e. Memberi kesempatan kepada karyawan untuk mengikuti pelatihan yang mengembangkan wawasan. f. Menegakkan disiplin karyawan dan pengawasan yang bersifat mendidik. 32 2.6.4 Cara Meningkatkan Loyalitas Menurut Mariko (2001 : 78) ada 4 (empat) cara meningkatkan loyalitas : a. Perhatiaan khusus kepada karyawan khusus. Ini bisa diimplementasikan dengan cara menaikkan jabatan dan meningkatkan gaji. Untuk mengetahui perkembangan karyawan, perusahaan harus memantau kerja karyawan. Karyawan berkualitas harus diberikan kompensasi positif, salah satunya bonus. Cara ini akan mengikat karyawan untuk enggan pindah kerja karena semua kebutuhan sudah terpenuhi diperusahaan ini. b. Membangun nilai kekeluargaan. Nilai ini bisa dibangun dengan cara makan siang bersama bisa dilakukan dalam satu bulan atau seminggu sekali. Dari sini akan terbangun keakraban antara karyawan dengan pimpinan perusahaan. Dalam kondisi ini akan terlontar pembicaraan-pembicaraan non formal yang membuat suasana menjadi santai dan akrab. “Cara seperti ini banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar, para CEO meluangkan waktu untuk makan siang bersama karyawan terpilih”. c. Meningkatkan karier. Menaikkan jabatan karyawan berprestasi sangat perlu dilakukan, karena itu merupakan satu kebanggaan. 33 Karyawan paling senang bila mereka menduduki jabatan yang lebih tinggi. Ini merupakan satu prestasi kerja, dengan imbalan ini mereka akan meningkatkan semangat kerja. Jangan biarkan karyawan berprestasi pindah kerja, karena mereka adalah aset perusahaan yang nilainya tidak kalah dengan keuntungan. d. Dengan menganalisa keadaan karyawan pemimpin akan tahu kondisi dan tingkat kebutuhan karyawan. Setiap karyawan mempunyai tingkat kebutuhan berbeda-beda. Dalam memenuhi kebutuhan karyawan tidak bisa disamaratakan. Tingkat kebutuhan karyawan berusia 22-25 tahun, dimana mereka baru lulus kuliah dan belum menikah berbeda dengan karyawan berusia 30-35 tahun. 2.6.5 Faktor Yang Menyebabkan Karyawan Tidak Loyal Banyak hal yang menyebabkan seorang karyawan tidak loyal pada perusahaan, diantaranya ketidaksanggupan perusahaan menjaga kenyamanan kerja dan tidak aadanya transparansi. Hal-hal ini seperti kurang diperhatikan perusahaan karena dianggap tidak penting. Perlu disadari bahwa loyalitas mempunyai peranan penting dalam kemajuan perusahaan. Menurut Mariko (2001 : 120) ada beberapa hal yang menyebabkan karyawan tidak loyal pada perusahaan yaitu : 34 a. Ketidaksanggupan perusahaan menjaga kenyamanan bekerja bisa berdampak buruk terhadap kinerja karyawan dan pada tahap lebih fatal karyawan akan pindah kerja ke perusahaan lain. Hal ini bisa terjadi bila perusahaan tidak mempunyai prospek yang bagus terhadap kelangsungan hidup karyawan, dimana karyawan jarang atau tidak mengalami peningkatan gaji, bonus, dan tunjangan. Pada perusahaan permasalahan ini tertentu, karena sangat sulit berhubungan memperhatikan dengan keuangan perusahaan, apalagi era krisis sekarang banyak sekali perusahaan yang mengabaikan kesejahteraan karyawannya. b. Kesuksesan seorang senior dalam meniti karir dan membangun perekonomian akan mempengaruhi semangat junior untuk tetap setia pada perusahaan. Secara umum setiap karyawan baru mempunyai harapan masa depan terhadap perusahaan. Bila harapan itu tidak terpenuhi maka mereka akan mereview harapan tersebut, termasuk kelangsungan bekerja. Tidak sedikit karyawan yang kecewa karena perusahaan kurang memperhatikan kesejahteraan karyawan. c. Ketidakstabilan ekonomi dan politik suatu negara membuat karyawan ingin pindah kerja ke negara lain. Selain kestabilan ekonomi dan politik, kebijakan yang tidak berpihak pada karyawan juga bisa mempengaruhi loyalitas karyawan. 35 d. Perusahaan yang tidak pernah mensosialisasikan profit pada karyawan, nantinya akan menimbulkan rasa cemas karyawan. Karyawan akan bertanya-tanya apakah perusahaan ini masih stabil atau sedang dalam keadaan rapuh. Bila karyawan tahu bahwa ekonomi perusahaan dalam keadaan kuat, maka karyawan akan bertahan menjaga pola kerja dan enggan pindah kerja. Selain itu, tidak ada salahnya memberikan bonus bila perusahaan memperoleh untung besar. 2.7 Penelitian Terdahulu Jacob K. Eskildsen & Mikkel L. Nussler (2000), melakukan penelitian tentang “The Managerial Driver Of Employee Satisfaction and Loyalty” melalui survey kuesioner yang dilakukan di antara 670 manajer SDM dari Denmark, dimana 215 manajer menanggapinya. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama untuk membangun sebuah model struktural yang menjelaskan hubungan kausal antara subsistem HRM, kepuasan karyawan dan loyalitas serta kinerja perusahaan berdasarkan pertimbangan teoritis. Kedua untuk menguji model struktural secara empiris melalui survey yang dilakukan di antara 670 manajer SDM dari Denmark, dimana 215 manajer menanggapinya. Para manajer ini meliputi perusahaan swasta dan publik serta semua sektor terkait. 36 Teknik statistik yang digunakan dikenal sebagai parsial kuadrat terkecil (PLS), yang merupakan teknik yang cocok untuk pemodelan persamaan struktural ketika fokusnya adalah pada prediksi (Joreskog & Wold, 1992). Analisis ini akan menunjukkan sejauh mana model teoritis sesuai dengan model para manajer dan daerah juga mengungkapkan di mana perusahaan Denmark perlu meningkatkan kinerja mereka mengenai HRM. Untuk menguji model teoritis tersebut, kuesioner telah di kembangkan berdasarkan studi literature (Hellriegel dkk, 1998, 1999; McCarthy, 1997; Moorhead & Griffin, 1998) serta wawancara dengan manajer SDM dari perusahaan Denmark. Kuesioner terdiri dari 76 pertanyaan, yang mencakup semua enam area dari model kausal teoritis, tiga pertanyaan yang meliputi bidang demografi dan dua pertanyaan yang mencakup penggunaan survey kepuasan karyawan. Dalam analisis, 24 dari 76 pertanyaan yang telah digunakan untuk memperkirakan struktur kausal dari model kausal teoritis, dengan menggunakan PLS teknik statistik. Ini juga disebut tingkat generik. Kuesioner dikirimkan kepada 670 manajer SDM dari perusahaan Denmark. Dari 670 manajer, 215 menanggapinya dengan tingkat tanggapan 32%. Hal ini cukup rendah dibandingkan dengan 250 responden yang direkomendasikan dalam Indeks Kepuasan Pelanggan menggunakan teknik yang sama (ECSI Panitia Teknis, 1998). Eropa yang 37 Dalam model kausal empiris 53% dari kepuasan karyawan dan 37% dari loyalitas karyawan. Koefisien determinasi ini mungkin akan lebih tinggi jika survey dilakukan antara karyawan bukan manajer, koefisien determinasi bahkan lebih rendah untuk kinerja perusahaan, disini hanya 15% dari variasi yang dijelaskan. Dari model kausal empiris terbukti bahwa subsistem sosial memiliki dampak terbesar pada kepuasan karyawan. Hal ini tidak mengherankan, karena subsistem ini berada dalam kontak karyawan setiap hari. Subsistem budaya tidak memiliki pengaruh langsung pada loyalitas karyawan. Alasannya manajer SDM merasakan dampak dari nilai-nilai loyalitas sebagai pengaruh tidak langsung melalui kepuasan. Sedangkan subsistem teknis memiliki dampak terbesar terhadap loyalitas karyawan. Ini berarti bahwa manajer SDM Denmark merasakan masalah kontrak antara atasan dan karyawannya sebagai faktor yang paling penting bagi perusahaan jika mereka ingin menciptakan karyawan yang loyal. 38 2.8 Model Penelitian dan Hipotesis 2.8.1 Model Penelitian Gambar 2.1 Model Penelitian 2.8.2 Hipotesis Dalam penelitian yang akan dilakukan, maka dikemukakan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : dapat H1 = Cultural Subsystem berpengaruh positif terhadap kepuasan karyawan. H2 = Social Subsystem berpengaruh positif terhadap kepuasan karyawan. 39 H3 = Technical Subsystem berpengaruh positif terhadap kepuasan karyawan. H4 = Kepuasan berpengaruh positif terhadap loyalitas karyawan.