bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran
pernafasan yang sering dialami oleh masyarakat dan berpotensi menjadi serius
yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Hanya setengah dari kasus
yang disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang penyebabnya dapat
teridentifikasi. Sekitar 10% dari pasien rawat inap dengan CAP disebabkan oleh
bakteri. Bakteri yang paling umum teridentifikasi adalah Streptococus pneumonia,
dan merupakan penyebab kematian nomor satu yakni sekitar 70% dari semua
kematian akibat CAP. Terapi antibiotik sering dimulai secara empiris, karena
penyebab organisme tidak teridentifikasi pada sebagian besar pasien (Caballero
danRello, 2011).
Di Indonesia kematian akibat pneumonia masih tergolong tinggi,
berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Dep. Kes. RI) tahun 2000, tercatat bahwa penyakit system pernafasan
menempati peringkat kedua penyebab kematian di Indonesia dan pneumonia
menempati urutan kedua penyebab kematian terbanyak pada pasien yang dirawat
inap di rumah sakit (Dep. Kes. RI, 2002).
1
Tingginya
insidensi
penyakit
pneumonia
serta
dampak
yang
ditimbulkannya membawa akibat pada tingginya konsumsi obat termasuk
antibiotika (Dep. Kes. RI., 2005).
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) seperti CAP masih merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas dan merupakan penyebab paling umum
ketiga kematian global. Namun demikian, kejadian CAP bervariasi seperti dilansir
WHO 2008, penyebab kematian ISPA berada pada tingkat ke 1 di Negara
berpenghasilan rendah, peringkat ke 4 dinegara berpenghasilan menengah dan
berada pada tingkat ke 5 pada Negara berpenghasilan tinggi (Cheng, 2012).
Community acquired pneumonia adalah penyakit serius dan merupakan
penyebab umum kematian. The Pneumonia Patients Outcame Research Team
telah memperkenalkan skor untuk menilai keparahan CAP pada tahun 1997 pada
lebih dari 5000 pasien. Sistem penilaian keparahan CAP yang disebutPneumonia
Severity Index (PSI) dan merupakan system penilaian yang disarankan untuk
menilai keparahan CAP (Ugajin, 2012).
Evaluasi penggunaan obat merupakan salah satu tugas farmasis dalam
memberikan nilai tambah terhadap system pelayanan kesehatan. Beberapa
manfaat adanya evaluasi tersebut adalah mengurangi terjadinya terapi atau
pengobatan yang tidak diperlukan dan tidak tepat termasuk mencegah terjadinya
kegagalan terapi. Dengan demikian keterlibatan farmasis secara langsung dalam
evaluasi penggunaan obat dapat meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien
2
yang pada akhirnya diharapkan dapat memperbaiki keberhasilan terapi dan
meminimalkan biaya perawatan pasien (Anonim, 1999).
Masalah terkait obat (drug related problem = DRP) didefinisikan sebagai
suatu peristiwa atau keadaan yang memungkinkan atau berpotensi menimbulkan
problem pada hasil pengobatan yang diberikan. Drug Related Problem sejauh
mungkin dihindari dalam proses pengobatan. Dalam hal ini farmasi klinis
mempunyai peran aktif dalam mencegah dan memecahkan Drug
Related
Problems seperti peresepan obat yang tidak dibutuhkan, interaksi obat yang
potensial secara klinis, ketidak patuhan pengobatan, reaksi obat merugikan, adalah
bentuk- bentuk Drug Related Problem yang paling sering ditemui. Masalah –
masalah ini dapat dicegah atau diminimalkan dengan baik dengan memulai
perubahan dalam terapi obat melalui pelayanan farmasi klinis. Menurut Kumar
dan Ahmad, (2012), intervensi dalam peresepan yang dapat dilakukan oleh
farmasis dapat dilakukan melalui : 1) kampanye aktif, 2) intervensi reaktif, dan 3)
intervensi pasif.
Kabupaten Brebes diwilayah utara pulau Jawa yang sebagian besar
wilayahnya berada di sepanjang jalur utama pantai utara yang merupakan
kabupaten dengan jumlah penduduk yang padat, jalur padat kendaraan sehingga
pencemaranu dara cukup tinggi. Sebagian besar penduduk hidup dipedesaan dan
berprofesi sebagai petani, nelayan dan peternak, banyak penduduk yang masih
menggunakan kayu bakar untuk memasak. Banyak masyarakat diwilayah
kabupaten Brebes mengalami gangguan infeksi saluran pernafasan, seperti
pneumonia baik pada balita dan dewasa yang kemungkinan akibat tingginya
3
pencemaran udara. Pneumonia termasuk 10 besar penyakit infeksi di RSUD
Brebes. Rata- rata pasien pneumonia yang dirawat di RSUD Brebes setiap
bulannya mencapai 5-10 pasien dewasa dan 10-20 pasien anak. Meskipun banyak
kasus pneumonia di RSUD Brebes tetapi berapa angka kejadian pneumonia belum
pernah dikaji. Demikian juga bagaimana tingkat kerasionalan penggunaan
antibiotika dalam pengobatan pneumonia maupun peran farmasis rumah sakit
dalam meningkatkan kualitas peresepan antibiotika untuk pneumonia belum
pernah dilaporkan di RSUD Brebes.
B. Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang akan dicoba dicari jawabanya dengan penelitian ini :
1. Bagaimana gambaran pola pemilihan antibiotika untuk pengobatan
pneumonia ?
2. Bagaimana keberhasilan terapi antibiotika pada pasien pneumonia dirumah
sakit Brebes jika dilihat dari respon klinis pasien berdasarkan parameter
kualitatif ?
3. Bagaimana dampak pemberian informasi obat oleh farmasis kepada dokter
terhadap rasionalitas antibiotika pada pasien pneumonia ?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan peneliti yang dilakukan tentang penggunaan
antibiotika pada pasien pneumonia rawat inap di RSUD Brebes. Penelitian
4
mengenai profil pengguna anantibiotika dan evaluasi outcome klinik pada
pengobatan pasien pneumonia rawat inap pernah dilakukan di instalasi rawat inap
RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan analisa data rekam medis secara
retrospektif dari Februari 2002 – April 2006 (Saepudin, 2006). Penelitian tentang
evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien pneumonia rawat inap juga pernah
dilakukan di rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta berdasarkan catatan rekam
medis secara retrospektif periode Januari 2004 – November 2006 ( Subhan, 2007).
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini selain waktu, dan
tempat berbeda, metode penelitian juga berbeda. Pada penelitian ini akan
dilakukan evaluasi sebelum dan sesudah adanya pemberian informasi obat oleh
farmasis kepada dokter dalam usaha meningkatkan kerasionalan penggunaan
antibiotika untuk pasien pneumonia.
D. Manfaat Penelitian
Penggunaan antibiotika pada pasien pneumonia secara rasional diduga dapat
menekan angka resistensi dan mempercepat perbaikan kondisi pasien, maka
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
1. Bagi pasien : memberikan informasi tentang manfaat kepatuhan dalam
menjalani terapi dengan lama terapi yang telah ditetapkan.
2. Bagi peneliti : menambah pengetahuan bahwa peran farmasis
merupakan bagian penting yang juga harus diperhatikan dan
dipertimbangkan dalam pengelolaan pasien.
5
3. Bagi klinisi: memberikan informasi bahwa pemberian informasi obat
oleh farmasis dapat memberikan masukan tentang proses terapi yang
bermanfaat
bagi
pengelolaan
pasiendan
diharapkan
dapat
meningkatkan rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien
pneumonia.
4. Bagi ilmu pengetahuan : memberikan data tentang pemberian
informasi obat oleh farmasis kepada dokter pada terapi pasien
pneumonia dibangsal rawat inap.
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan peran farmasis
dalam rangka melaksanakan Drug Used Evaluation guna meningkatkan
rasionalitas penggunaan obat serta memaksimalkan pencapaian hasil terapi.
Secara khusus tujuan penelitian ini meliputi :
1.
Mengetahui gambaran pola pemilihan antibiotika pada pasien
pneumonia di RSUD Brebes.
2.
Mengetahui keberhasilan terapi antibiotika pada pasien pneumonia di
rumah sakit Brebes jika dilihat dari respon klinis pasien berdasarkan
parameter kualitatif dan kuantitatif.
3.
Mengetahui
rasionalitas
penggunaan
antibiotika
pada
pasien
pneumonia sebelum dan sesudah adanya pemberian informasi obat
oleh farmasis kepada dokter dibangsal rawat inap RSUD Brebes.
6
Download