1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
upaya penyelenggaraan kesehatan (Depkes, 2004). Penyelenggara pelayanan
kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat
kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang
beragam, berinteraksi satu sama lain. Tenaga kesehatan di rumah sakit
merupakan tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi,
farmasi, bidan, fisioterapi, analis kesehatan, dan petugas rontgen. Setiap
rumah sakit tentunya menginginkan dapat memberikan pelayanan yang
maksimal dan memuaskan untuk kepentingan masyarakat luas.
Salah satu komponen pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah perawat.
Perawat sebagai tenaga pelayanan kesehatan berinteraksi langsung dengan
pasien dengan intensitas yang paling tinggi dibandingkan dengan komponen
yang lainnya. Perawat adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan
wewenang melakukan tindakan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Depkes, 2004).
Pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam
merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit,
injury dan proses penuaan. Perawat yang profesional adalah perawat yang
1
2
bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara
mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
kewenangannya untuk melakukan prosedur yang diprogramkan oleh dokter
untuk mengkaji pasien dan mengatasi masalah mereka (Depkes RI, 2004).
Perawat dalam melakukan perawatan pada pasien banyak melakukan aktivitas
mengangkat, memindahkan, mendorong, atau menarik pasien. Selain itu
perawat banyak melakukan aktivitas dalam posisi berdiri atau berjalan dalam
jangka waktu yang cukup lama. Hal tersebut yang membuat perawat
berhadapan langsung dengan bahaya, apabila posisi tubuh perawat tidak tepat
dalam melakukan tugas, sehingga dapat mengancam kesehatan dan
keselamatan kerja perawat tersebut.
Penyakit akibat kerja dapat terjadi saat melakukan aktivitas kerja dan dari
sekian banyak penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan
keluhan yang paling sering dilaporkan (Swedish Statistic, 2006 dalam Elyas,
2012). Keluhan muskuloskeletal adalah serangkaian sakit pada tendon, otot,
dan saraf yang disebabkan oleh aktivitas pengulangan yang tinggi, posisi
tubuh yang tidak ergonomis, vibrasi, beban yang tinggi dan rendahnya
temperatur.
World Health Organization (WHO) tahun 2003, memperkirakan prevalensi
keluhan muskuloskeletal pada perawat hampir mencapai 60% dari semua
penyakit akibat kerja pada perawat (Lorusso, et all, 2007). Menurut data yang
diperoleh dari American Nurses Association (ANA) tahun 2003, hampir 40%
3
perawat di Amerika Serikat mengalami keluhan muskuloskeletal. Berdasarkan
data tersebut, 12% mengundurkan diri sebagai perawat dan 20% pindah ke
unit kesehatan lain. Beberapa diantaranya mengalami penurunan kualitas kerja
sebagai perawat akibat keluhan muskuloskeletal (Castro, 2008).
Keluhan muskuloskeletal pada perawat sangat berpengaruh pada kualitas
pemberi pelayanan keperawatan. Penelitian yang dilakukan di salah satu
rumah sakit di Jakarta yang menggunakan 382 responden didapatkan data,
bahwa 66% perawat mengalami keluhan muskuloskeletal dari skala ringan
hingga berat (Tana, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Suprihatin (2010)
pada 39 perawat di ICU RSUP Sanglah Denpasar didapatkan data bahwa
terjadi peningkatan yang signifikan pada keluhan muskuloskeletal pada
perawat sebelum dan sesudah melaksanakan jaga malam. Hal ini terjadi
karena responden sudah merasa kelelahan dari rumah.
Penyakit akibat kerja khususnya gangguan muskuloskeletal dapat terjadi
akibat kurangnya pemahaman pekerja tentang prinsip-prinsip ergonomi.
Menurut Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2010), ergonomi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan. Ergonomi dapat dikatakan sebagai penyesuaian tugas pekerjaan
dengan kondisi tubuh untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Cara yang
ditempuh antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan
dimensi tubuh agar tidak melelahkan dan sesuai dengan kondisi tubuh
manusia. Ilmu ergonomi digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
4
akibat kerja sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaannya sesuai dengan
standar fisiologis tubuh. Apabila penerapan ilmu ergonomi tidak dilakukan
dengan baik, maka akan timbul risiko ergonomi akibat kerja berupa
Musculosceletal Disorders (MSDs) yang sebagian besar disebabkan oleh
posisi dan postur yang salah selama melakukan aktivitas pekerjaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Taufik pada tahun 2010,
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang turut berkontribusi terhadap MSDs
pada pekerjaan, salah satunya disebabkan oleh posisi yang buruk, berat alat
yang tidak standar, posisi leher dan bahu statis dengan mendongak ke atas.
Sedangkan untuk faktor pekerja itu sendiri dikatakan, bahwa pada umur 35
tahun merupakan episode pertama seseorang akan mengalami nyeri punggung,
hal tersebut dapat dikarenakan pada usia di atas 35 tahun terjadi proses
degenerasi dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berkurangnya
stabilitas otot dan sendi. Semakin bertambah usia seseorang, semakin tinggi
risiko terjadinya penurunan elastisitas tulang.
Posisi kerja merupakan etiologi dari terjadinya MSDs. Posisi kerja tidak
alamiah
adalah sikap kerja yang menyebabkan tubuh bergerak menjauhi
posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi,
semakin tinggi pula terjadinya keluhan otot skeletal. Posisi
kerja tidak
alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan
pekerja (CCOHS, 2014). Terdapat tiga macam posisi dalam bekerja, yaitu
posisi kerja duduk, posisi kerja berdiri, dan posisi kerja membungkuk.
5
Tindakan keperawatan yang sering menggunakan posisi kerja duduk
contohnya
ketika
melakukan
dokumentasi
keperawatan.
Posisi
ini
menyebabkan tekanan yang meningkat pada tulang belakang (Tarwaka, 2004).
Posisi kerja berdiri merupakan salah satu posisi kerja yang sering dilakukan
contohnya pada tindakan menjahit luka, memasang infus, pengambilan darah,
dan merawat luka. Berat tubuh akan ditopang oleh satu ataupun kedua kaki
ketika melakukan posisi berdiri. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus
akan menyebabkan terjadinya penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh
pada kaki sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan nyeri
pada kaki (Tarwaka, 2004). Posisi kerja membungkuk dapat menyebabkan
keluhan muskuloskeletal yaitu low back pain. Tindakan keperawatan yang
sering menggunakan posisi kerja membungkuk adalah saat pengangkatan
pasien (dari brangkar ke brangkar atau dari brangkar ke kursi roda), saat
mendorong atau menarik pasien, saat memandikan pasien, saat merapikan
tempat tidur, membuka kunci pengaman pada kursi roda dan membuka
pijakan (Diana, 2005).
Derajat peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika masa kerja
seseorang semakin lama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taufik
(2010) pada pekerja pengelas pada perusahaan yang bergerak di bidang
manufaktur pembuatan alat berat didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan
antara masa kerja dengan keluhan muskuloskeletal. Makin lama masa kerja
seseorang, makin lama pula keterpaparan terhadap waktu dan jenis pekerjaan
6
yang dilakukan oleh pekerja, sehingga akan menimbulkan berbagai keluhan
muskuloskeletal akibat pekerjaannya (Taufik, 2010).
Badan Rumah Sakit Umum Tabanan merupakan rumah sakit daerah yang
merupakan pusat rujukan di kota Tabanan. Rumah sakit ini memiliki beberapa
unit pelayanan, salah satunya Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Jumlah
kunjungan di IGD BSU Tabanan pada tahun 2011 sebesar 763 orang, tahun
2012 sebesar 48.801 orang, dan tahun 2013 sebesar 46.719 orang. Kasus
penyakit di IGD terbanyak adalah pasien dengan cedera kecelakaan.
Perawat IGD memiliki tugas untuk menyelamatkan pasien dalam kondisi
gawat darurat sehingga perlu dilakukan penanganan segera. Pasien datang
secara tidak terjadwal dan proses keperawatan di ruang IGD dipengaruhi oleh
waktu yang terbatas. Adanya kondisi tersebut, maka perawat IGD dituntut
untuk bekerja dengan posisi tubuh yang sering dilakukan dalam jangka waktu
yang lama, membutuhkan tenaga besar, serta posisi tubuh janggal yang
menimbulkan perasaan tidak nyaman. Kondisi ini menyebabkan perawat
mengalami kontraksi otot yang terus menerus yang mengakibatkan otot tidak
sepenuhnya pulih dalam jangka waktu yang singkat pada setiap tindakan
keperawatan yang dilakukan, sehingga menyebabkan terjadi keluhan akibat
pekerjaan.
Penyebab lain yang dapat memperburuk keluhan muskuloskeletal adalah sikap
perawat yang sering mengabaikan posisi tubuh yang baik ketika melakukan
tindakan keperawatan seperti misalnya memasang infus, merawat luka,
7
menjahit luka, dan tindakan pengambilan darah. Tindakan ini dilakukan
dengan posisi tubuh berdiri dan membungkuk. Frekuensi tindakan pun sangat
sering karena banyaknya jumlah kunjungan dan memerlukan tindakan ini.
Sehingga hal ini menyebabkan penurunan produktivitas kerja pada perawat
yang membuat perawat tidak masuk kerja akibat keluhan muskuloskeletal.
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis pada bulan Nopember 2014
dengan melakukan wawancara kepada enam orang perawat yang bekerja di
Ruang IGD BRSU Tabanan menunjukkan data, bahwa keenam perawat
tersebut mengeluh mengalami nyeri pada punggung, lutut dan kaki setelah
melakukan aktivitas. Keluhan muskuloskeletal muncul pada saat berbeda-beda
pada setiap perawat. Sebanyak dua orang perawat mengaku keluhan terjadi
ketika sudah tiba di rumah, dan empat orang lainnya mengaku keluhan muncul
pada saat beristirahat. Keluhan akan lebih terasa ketika perawat melakukan
tindakan menjahit luka dan mengangkat pasien. Sedangkan masa kerja pada
perawat yang diwawancara berkisar antara 8 bulan sampai 12 tahun.
Penelitian mengenai keluhan muskuloskeletal yang telah dipublikasikan di
Indonesia sebagian besar dilakukan di lingkungan pabrik dan perkebunan,
sedangkan di lingkungan pelayanan kesehatan khususnya perawat masih
kurang. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian
mengenai risiko terjadi MSDs pada perawat, karena gangguan tersebut
merupakan masalah serius yang dapat mempengaruhi kemampuan, efektifitas
dan kualitas kerja seorang perawat.
8
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah
ada hubungan masa kerja dan posisi tubuh saat bekerja dengan keluhan
muskuloskeletal pada perawat.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan masa kerja dan posisi tubuh saat bekerja dengan
keluhan muskuloskeletal pada perawat.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masa kerja perawat di ruang IGD BRSU Tabanan.
b. Mengidentifikasi posisi tubuh perawat saat bekerja melakukan asuhan
keperawatan di ruang IGD BRSU Tabanan.
c. Mengidentifikasi keluhan muskuloskeletal perawat di ruang IGD BRSU
Tabanan.
d. Menganalisa hubungan masa kerja dan posisi tubuh saat bekerja dengan
keluhan muskuloskeletal pada perawat di ruang IGD BRSU Tabanan.
e. Mengidentifikasi kekuatan hubungan masa kerja dan posisi tubuh saat
bekerja dengan keluhan muskuloskeletal di ruang IGD BRSU Tabanan.
9
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tenaga
kesehatan khususnya perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
sehari-hari.
1.4.2
Manfaat Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan
dan
menambah
informasi
khususnya
di
bidang
keperawatan tentang posisi tubuh saat bekerja pada perawat dalam
melakukan tindakan keperawatan sesuai masa kerja yang telah
ditempuh sehingga dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal.
b. Dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya, khususnya
tentang hubungan antara masa kerja dan posisi tubuh saat bekerja
pada tindakan keperawatan dengan keluhan muskuloskeletal.
Download