1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padang lamun merupakan sebuah ekosistem di wilayah pesisir yang memiliki peran penting dalam menyokong kehidupan berbagai organisme yang hidup dan berasosiasi dalam ekosistem ini. Peranan lamun itu sendiri telah dirasakan oleh manusia, terutama dalam bidang ekonomi. Lamun dimanfaatkan sebagai bahan makanan, bahan obat, bahan untuk pabrik kertas, bahan baku kompos dan pupuk, pakan ternak, bahan kerajinan dan sebagai sumber bahan kimia penting dalam bidang pengobatan (Phillip & Menez 1998). Di sisi lain, padang lamun juga memiliki fungsi secara ekologis, sehingga dikatakan sebagai ekosistem yang memiliki produktivitas yang tinggi. Fortes (1990); Tomascik et al. (1997), menyatakan bahwa ekosistem lamun memiliki fungsi sebagai sumber makanan dan tempat mencari makan (foods source and feeding ground), tempat memijah (spawning ground), tempat asuhan (nursery ground), dan tempat ruaya berbagai jenis ikan dan organisme laut. Dalam ekosistem lamun, komposisi spesies dan kompleksitas habitat sangat berpengaruh terhadap struktur dan komposisi fauna akuatik yang berasosiasi, karena lamun berfungsi sebagai stabilisator substrat dan menghasilkan sedimen yang membuat ekosistem lamun cocok bagi kehidupan fauna akuatik dan sangat produktif (Scootfin 1970 in Creed 2000). Selain itu lamun juga berfungsi sebagai sumber bahan organik bagi organisme (Parrish 1989 in Creed 2000). Sumber bahan organik yang ada di habitat padang lamun berasal dari serasah yang dihasilkan dan mengendap di substrat dasar perairan. Bahan organik ini selanjutnya akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme dan membentuk rantai makanan pada tingkatan yang lebih tinggi. Salah satu organisme yang sangat berperan dalam rantai makanan di ekosistem lamun adalah gastropoda (Bostrõm & Bonsdorff 1997 in Hemminga & Duarte 2000; Hily et al. 2004). Gastropoda yang hidup dalam ekosistem lamun biasanya ditemukan menempel di daun lamun maupun berada di substrat dasar perairan yang kaya bahan organik. Gastropoda (keong) adalah salah satu kelas dari moluska yang diketahui berasosiasi dengan baik dalam habitat lamun 2 (Underwood & Chapman 1995). Klump et al. (1992) menyatakan bahwa 20-60% dari biomassa epifit yang ditemukan menempel di daun lamun di perairan Pilliphina adalah gastropoda. Selain itu, gastropoda juga merupakan hewan dasar pemakan detritus (detritivore) dan serasah dari daun lamun yang terendap dan mensirkulasi bahan-bahan organik yang tersuspensi dalam kolom air guna mendapatkan makanannya. Gastropoda dapat ditemukan di seluruh perairan pesisir Indonesia, pada karakteristik dasar perairan yang berbeda seperti berbatu, berpasir, maupun berlumpur. Demikian halnya dengan perairan pesisir Manokwari yang merupakan teluk semi terbuka dengan perairan yang relatif tenang dan terdapat dua pulau kecil yaitu Pulau Mansinam dan Pulau Lemon (Gambar 2). Dasar perairan teluk ini tidak terlalu curam dan merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai besar dan kecil. Pada beberapa lokasi dengan dasar perairan yang landai dapat ditemukan hamparan lamun yang terdiri dari beberapa spesies dalam area yang tidak terlalu luasdan tidak membentuk padang lamun. Umumnya hamparan lamun yang ada berasosiasi pada rataan terumbu, dengan substrat dasar perairan berpasir, pasir berlumpur, maupun pasir bercampur pecahan karang. Saat ini aktivitas pembangunan dan pengembangan wilayah Manokwari lebih mengarah ke wilayah pesisir, yang tentunya akan berdampak terhadap ekosistem pesisir yang ada. Dampak pembangunan dan aktivitas manusia telah terlihat pada keberadaan habitat lamun dan gastropoda di Perairan Pesisir Manokwari. Kenyataan ini telah diungkapkan oleh Lefaan (2008) bahwa beberapa lokasi habitat lamun seperti di wilayah Pesisir Andai, Pesisir Wosi dan Pesisir Biriosi telah mengalami degradasi lingkungan akibat aktivitas manusia, seperti penambangan pasir di Sungai Andai serta buangan limbah pasar dan rumah tangga di pesisir Wosi dan Briosi. Dampak aktivitas manusia tersebut menyebabkan degradasi habitat lamun yang terlihat dari penurunan frekuensi, kerapatan dan persen tutupan (percent cover) lamun, yang selanjutnya akan memberikan dampak yang besar pula bagi kehidupan organisme yang berasosiasi, termasuk gastropoda. Mengingat begitu pentingnya habitat lamun bagi kelangsungan hidup berbagai organisme yang berasosiasi maupun bagi produktivitas perairan dan keragaman ekosistem di wilayah Perairan Pesisir Manokwari. 3 Berdasarkan gambaran tentang kondisi komunitas lamun di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang keberadaan gastropoda yang diduga merupakan kelompok moluska yang dominan berasosiasi dengan lamun di Perairan Pesisir Manokwari. Asosiasi yang terjadi antar gastropoda dengan lamun maupun dengan organisme lain dalam ekosistem lamun dapat memberikan gambaran betapa pentingnya peranan ekosistem ini bagi kelangsungan hidup berbagai organisme di wilayah pesisir, yang perlu dijaga kelestariannya. ` 1.2 Perumusan Masalah Adanya degradasi lingkungan yang menyebabkan penurunan kualitas air maupun gangguan terhadap substrat dasar perairan, akan berdampak pula terhadap berkurangnya frekuensi, kerapatan dan tutupan lamun di Pesisir Manokwari. Akibatnya keberadaan organisme penghuni padang lamun terutama gastropoda akan terancam dan dapat menurunkan keanekaragaman spesies dan kelimpahan gastropoda. Menurut Lefaan 2008, Perairan Pesisir Wosi dan Briosi tergolong tercemar berat, sedangkan Perairan Pesisir Rendani tergolong tercemar sedang. Penggolongan ini didasarkan pada hasil pengukuran fisika-kimia air yang dibandingkan dengan Baku mutu air laut untuk biota laut (KEPMEN Lingkungan Hidup no 51 tahun 2004) dan dianalisis dengan metode STORET. Gambaran permasalahan tersebut menjadi alasan penulis untuk melakukan penelitian tentang distribusi spasial komunitas gastropoda dan asosiasinya dengan habitat lamun di Perairan Pesisir Manokwari Papua Barat. Selain itu, penelitian tentang distribusi gastropoda di padang lamun khususnya di Perairan Pesisir Manokwari belum pernah dilakukan sehingga penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh parameter fisika-kimia perairan dan tekstur substrat terhadap komposisi spesies, frekuensi, persen tutupan dan kerapatan lamun. 2. Mengetahui dan mengkaji pengaruh kompleksitas habitat padang lamun terhadap kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan distribusi spesies gastropoda. 4 Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk lebih memahami fungsi dan peranan ekologis padang lamun yang merupakan habitat gastropoda. Disamping itu juga diharapkan untuk mengungkap informasi tentang keberadaan ekologis gastropoda di padang lamun pada perairan pesisir Manokwari, sehingga khasanah pengetahuan ini dapat bermanfaat dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. 1.4 Konsep Pemecahan Masalah Semakin meningkatnya aktivitas manusia di wilayah Pesisir Perairan Manokwari tidak terelakkan lagi, yang berdampak pada berkurangnya frekuensi, kerapatan, tutupan dan luasan habitat lamun serta degradasi populasi gastropoda. Pemanfaatan dan pengambilan gastropoda yang dilakukan oleh masyarakat, sebagian besar dijadikan sebagai hiasan maupun asesoris yang digunakan saat acara-acara adat masyarakat setempat Hal ini merupakan masalah yang terjadi saat ini dan perlu suatu bentuk pengelolaan untuk mengurangi kerusakan ekosistem di wilayah pesisir, khususnya ekosistem lamun. Langkah awal untuk melakukan pengelolaan lingkungan adalah perencanaan. Dalam perencanaan diperlukan data dan informasi yang akurat dan terbaru untuk mengetahui kondisi lingkungan, sehingga diperlukan suatu penelitian. Berdasarkan pernyataan ini maka penulis mencoba untuk mendekati permasalahan di atas dengan mengetahui keberadaan spesies lamun berdasarkan frekuensi ditemukannya spesies lamun, persen tutupan lamun, kerapatan tiap tegakan lamun dan pola sebaran tiap spesies lamun. Sebaran dan kelimpahan spesies lamun sangat dipengaruhi oleh tekstur substrat dasar, faktor fisika-kimia air dan aktivitas manusia, sehingga sangat perlu mengetahui faktor-faktor tersebut. Keberadaan gastropoda yang berasosiasi dengan lamun dapat ditelusuri dengan mengetahui komposisi spesies, kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi spesies dan pola sebaran gastropoda. Dalam pembahasan, akan dibandingkan kondisi komunitas lamun pada tiap lokasi penelitian sehingga dapat diketahui lokasi mana yang memiliki kondisi ekosistem lamun yang masih baik dan lokasi mana yang telah mengalami degradasi. 5 Berdasarkan pada permasalahan yang ada, penulis membuat suatu skema pendekatan masalah, sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian dan pengelolaan ekosistem lamun. Pendekatan masalah tersebut, secara ringkas digambarkan dalam bagan alir pemecahan masalah pada Gambar 1. Ekosistem Lamun Antropogenik (limbah rumah tangga dan pasar) dan Aktivitas Manusia (Pemanfaatan gastropoda) Tekstur substrat dasar perairan Parameter fisika dan kimia lingkungan perairan Komunitas lamun: - Frekuensi - Penutupan - Kerapatan - Pola Sebaran lamun Komunitas gastropoda: - Komposisi spesies - Kelimpahan - Keanekaragaman - Dominansi - Sebaran spasial gastropoda Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu Keterangan: . = Hubungan balik = Hubungan saling mempengaruhi Gambar 1. Bagan alir pemecahan .masalah. 1.5 Hipotesa Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah parameter fisika-kimia air dan tekstur substrat mempengaruhi komposisi, frekuensi, persen tutupan dan kerapatan spesies lamun. 2. Apakah kompleksitas habitat lamun, parameter fisika-kimia air dan tekstur substrat mempengaruhi keanekaragamann dan kelimpahan spesies gastropoda.